• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisis Vegetasi 5.2 Model Arsitektur Pohon"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Analisis Vegetasi

Analisis vegetasi dilakukan dengan tahapan : menghitung nilai kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dan dominasi relatif (DR) yang penjumlahannya berupa nilai INP untuk tiap fase perkembangan pohon. Berdasarkan hasil perhitungan jumlah individu, diperoleh bahwa jumlah individu terbanyak terdapat pada tumbuhan bawah, kemudian berkurang sangat drastis pada sapihan, tiang, dan sedikit meningkat pada pohon. Rendahnya jumlah individu pada sapihan karena beberapa faktor : 1) kondisi kemasaman tanah, 2) intensitas cahaya yang melebihi batas optimum, dan 3) kurangnya unsur hara untuk pertumbuhan.

Struktur hutan lindung yang masih utuh terdiri mulai dari pohon-pohon besar dan tinggi sampai pohon perdu dan tanaman merambat, yang semuanya tersusun dalam lapisan-lapisan tajuk yang rapat. Lapisan-lapisan tajuk (strata) ini terbentuk sebagai akibat dari persaingan, dan pada akhirnya jenis-jenis tertentu akan lebih dominan dibandingkan jenis yang lain.

5.2 Model Arsitektur Pohon

Arsitektur pohon model Rauh dibentuk oleh sebuah batang monopodial dan orthotropik dengan pertumbuhan ritmik dan membentuk percabangan yang ortothtropik. Pertumbuhan ritmik merupakan perkembangan aksis yang menunjukkan pergantian secara endogen dan teratur antara seri internodus yang pendek yang berhubungan dengan pengurangan daun dan seri internodus panjang yang mengurangi lebar daun (Halle et al. 1978). Aksis ortotropik tegak lurus dan biasanya dengan filotaksis spiral yang simetri radial. Cabang-cabang ini secara genetik identik dengan batang. Perbungaan lateral tanpa berpengaruh terhadap sistem pertumbuhan tunas. Model ini adalah salah satu yang paling sering dijumpai pada tumbuhan berbiji. Model ini juga sangat lazim dijumpai diantara pohon-pohon pada latitude yang tinggi seperti pinus, dan juga biasanya terdapat di daerah tropis (Halle et al. 1978).

Model Rauh sendiri menghasilkan sistem perakaran yang lebih terspesialisasi dan secara inheren mudah beradaptasi karena semua meristem sama

(2)

dan ritmik. Bentuk perakaran yang dangkal pada pinus memiliki peran khusus dan tidak mengurangi daya kompetisi dengan tumbuhan lain. Perkembangan ritmis dari batang monopodial mengarah pada pengembangan tingkatan yang berbeda dari cabang-cabang, yang merupakan pertumbuhan berulang dari axis awal dengan tingkat asimetri yang tidak sama. Dan ini merupakan karakteristik bagian distal dari sistem percabangan. Dan perkembangan cabang erat kaitannya dengan pertumbuhan ritmis dari aksis. yang merupakan fitur penting dari model Rauh. Pada spesies subtropis, cabang dikembangkan terutama oleh prolepsis, tunas lateral yang aktif letaknya dekat dengan tunas terminal yang istirahat. Daun berkembang meluas pada bagian terminal. Bunga aksila dan berkembang di malai lateral dari axil daun terakhir pada saat tunas terminal dalam kondisi istirahat. Posisi bunga majemuk lateral secara konsisten pada model ini, tetapi bervariasi pada pertumbuhan tambahannya. Variasi dalam periodesitas pertumbuhan ritmik terkait dengan musim. Penurunan latitude cenderung menghasilkan pertumbuhan pucuk lebih dari satu.

Model Roux pada kopi (Coffea arabica L.) merupakan salah satu model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, heterogen atau campuran tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang, aksis vegetatifnya homogen, terdiferensiasi dalam bentuk aksis ortotropik dan plagiotropik atau aksis majemuk, percabangan akrotonik dalam membentuk batang, bukan konstruksi modular, daun tersusun spiral pada batang namun biasanya dikotom pada cabang, namun pada C.arabica tidak ada perbedaan daun yang tumbuh pada batang dan cabang, perbungaan lateral, batang monopodium dengan pertumbuhan batang serta percabangannya secara kontinyu, Pertumbuhan kontinyu merupakan perkembangan aksis yang menunjukkan ekuivalen kuantitatif semua internodus, daun, dan meristem lateral.

Kopi merupakan pohon kecil yang tingginya bisa mencapai 8 m jika tumbuh tanpa pemangkasan. Model roux ini biasanya tumbuh di hutan dengan kerapatan sedang sebagai pola penyesuaian efisiensi intersepsi cahaya pada cabang plagiotropik. Pemangkasan dilakukan untuk mempermudah pemanenan dan untuk budidaya biasanya batangnya dipotong untuk merangsang pertumbuhan

(3)

lebih lanjut tunas ortotropik dari meristem laten pada batang yang ada. Cabang ortotropik pada kopi merupakan cabang reproduksi yang tumbuhnya tegak dan lurus. Cabang ini berasal dari tunas reproduksi yang terdapat di setiap ketiak daun pada batang utama. Setiap ketiak daun mempunyai 4-5 tunas reproduksi sehingga bila cabang reproduksi mati dapat diperbaharui. Cabang reproduksi mempunyai sifat seperti batang utama sehingga bilang batang utama mati atau tidak tumbuh sempurna maka fungsinya dapat digantikan oleh cabang ini.

Disamping pertumbuhan cabang yang baru, cabang lama yang plagiotropik pun tetap tumbuh. Cabang plagiotrop adalah cabang yang tumbuh pada batang utama dan berasal dari tunas primer. Arah pertumbuhannya mendatar, lemah, dan berfungsi sebagai penghasil bunga. Setiap ketiak daun hanya mempunyai satu tunas primer sehingga bila cabang ini mati, di tempat tersebut tidak dapat lagi tumbuh cabang plagiotrop lagi. Dan pada jenis kopi percabangannya ireversibel. Jika perbanyakan cabang dengan cara dipotong, pohon kopi bercabang plagiotropik dapat diproduksi meskipun agak sulit. Meristem apikal pada cabang mempertahankan bentuk simetri radial seperti batang (Halle et al. 1978).

5.3 Jenis Tanah

Tanah dengan KTK sedang karena didominasi oleh kation basa, Ca, Mg, K, Na dengan tingkatan rendah-sedang, masih tergolong tanah dengan kesuburan sedang. Siklus unsur hara di bawah pinus adalah rendah dibandingkan tanaman berdaun lebar yang serasahnya lebih banyak mengandung basa. Unsur hara hasil dekomposisi cenderung membentuk sifat asam untuk semua kerapatan di bawah tegakan Pinus. Disamping itu, basa umumnya mudah tercuci pada tanah di bawah pohon pinus. Namun, tanah dengan KB tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno 2010).

Tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi seperti pada tanah di lahan PHBM dan hutan lindung mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah berpasir. Menurut Hardjowigeno (2010), bahwa tekstur tanah mempunyai pengaruh yang penting terhadap kemampuan tanah dalam menahan air, laju infiltrasi, perkolasi, dan peredaran udara didalam tanah. Tanaman memberikan

(4)

masukan bahan organik melalui daun-daun, cabang dan rantingnya yang gugur, dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati.

Tanah dengan tekstur halus seperti liat, tahan terhadap erosi karena daya kohesi yang kuat dari liat tersebut sehingga gumpalan-gumpalannya sukar dihancurkan atau tidak mudah terdispersi, sedangkan debu dan pasir sangat halus seperti pada lahan tanpa tegakan merupakan tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi. Oleh karena itu, makin tinggi kandungan debu dalam tanah, maka makin peka terhadap erosi. Bentuk struktur tanah yang membulat (granuler, remah, gumpal membulat) mempunyai porositas tinggi sehingga air mudah meresap ke dalam tanah dan aliran permukaan menjadi kecil. Dan struktur tanah yang mantap tidak mudah hancur oleh pukulan air hujan.

5.4 Curah Hujan

Pada waktu hujan lebat yang terjadi dalam waktu yang singkat, maka kondensasi, adsorpsi, perkolasi, evaporasi dan transpirasi terjadi dalam jumlah yang kecil yaitu hanya beberapa persepuluh mm jam-1 , sedangkan curah hujan, aliran permukaan, dan air tersimpan dapat sampai beberapa puluh mm jam-1 .

Menurut Arsyad (2006), ada tiga komponen karakteristik hujan yang berpengaruh terhadap erosi yaitu jumlah, intensitas dan distribusi hujan. Jumlah hujan adalah volume air hujan yang jatuh dalam waktu tertentu. Jumlah hujan rata-rata yang tinggi mungkin tidak menyebabkan terjadinya erosi jika intensitasnya rendah. Demikian juga suatu hujan yang intensitasnya tinggi tetapi terjadi dalam waktu yang singkat karena tidak cukup air untuk mengangkut tanah.

Sifat hujan yang juga mempengaruhi proses erosi adalah energi kinetika hujan. Energi ini merupakan penyebab pokok dalam proses penghancuran tanah. Hasil penelitian kaimuddin (1994) menunjukkan bahwa rata-rata batas penjenuhan tajuk pada P.merkusii 1.50 mm. Nilai batas penjenuhan tajuk atau kapasitas tajuk ini menggambarkan tentang jumlah maksimum air yang dapat ditampung dan menjenuhkan tajuk apabila terjadi hujan. Jika tajuk menerima air hujan lebih besar dari batas penjenuhan, maka air tersebut akan dialirkan menjadi curahan tajuk. Dari 34 kali kejadian hujan semuanya berada diatas batas penjenuhan tajuk dan menghasilkan aliran batang, curahan tajuk, aliran permukaan dan erosi.

(5)

5.5 Curahan Tajuk

Curahan tajuk dipengaruhi oleh tebalnya lapisan tajuk (strata), jenis-jenis pohon yang membentuk tegakan, suhu dan kecepatan angin (Zinke 1967). Curahan tajuk meliputi air hujan yang telah diintersepsi oleh tajuk maupun tanpa diintersepsi terlebih dahulu. Menurut Manokaran (1979), curahan tajuk dipengaruhi oleh suhu, kecepatan angin, selisih waktu kejadian hujan, dan waktu terjadinya hujan (siang atau malam).

Kecilnya nilai curahan tajuk pada pinus disebabkan angin yang membawa air curahan tajuk. Selain itu P. merkusii memiliki daun berbentuk jarum sehingga lebih banyak mengintersepsi curah hujan, sehingga jumlah air yang mencapai permukaan tanah berkurang. Sedangkan lebih besarnya curahan tajuk pada A. excelsa yang ada di hutan alam disebabkan rapatnya tegakan pohon sehingga tiupan anginpun akan kecil. Menurut Manokaran (1979), curahan tajuk dipengaruhi oleh suhu, kecepatan angin, selisih waktu kejadian hujan, dan waktu terjadinya hujan (siang atau malam).

5.6 Aliran Batang

Aliran batang dipengaruhi oleh arsitektur pohon, kulit batang, struktur tegakan, dan posisi daun (Kittredge 1948). Menurut Manokaran (1979), unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap aliran batang adalah curah hujan total, intensitas hujan, selisih waktu antara urutan kejadian hujan, kondisi atmosfir sebelum turun hujan, dan kondisi angin selama hujan.

Model Rauh DJ pada pinus, pola percabangannya yang orthotropik akan meningkatkan aliran batang, karena cabang-cabang yang tumbuh secara vertikal berfungsi sebagai wadah penampungan air hujan yang selanjutnya dialirkan ke batang. Daun pinus yang berbentuk jarum mempunyai daya tampung yang sangat kecil, sehingga air hujan yang jatuh ke tajuk sebagian besar akan langsung jatuh ke batang dan permukaan tanah. Diameter tajuk dan percabangan pohon pinus lebih pendek sehingga kapasitas penampungan air hujan juga kecil. Kulit pohon pinus yang kasar dan beralur dalam menjadikan air yang mengalir di batang tidak mudah hilang tertiup angin dan kapasitas penyimpanan air hujan lebih besar.

Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa bila intensitas dan frekuensi hujannya tinggi, aliran batang pada model Rauh DJ akan meningkat dengan tajam.

(6)

Hal ini karena kulit P.merkusii membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi kering, bahkan ketika hujan sudah berhenti aliran batang masih ada yang menetes (mengalir). Jika dalam kondisi demikian turun lagi hujan dengan intensitas tinggi, maka laju aliran batang akan cepat meningkat karena permukaan kulit sudah lebih dulu jenuh air dan bentuk alur yang dalam bagaikan saluran yang efektif mengalirkan air hujan. Aliran batang pada model Rauh DL lebih kecil karena percabangannya jarang dan diameter tajuknya lebih panjang sehingga kapasitas penampungan air hujan besar.

5.7 Aliran Permukaan dan Erosi

Aliran permukaan dan erosi diukur sebanyak 34 hari kejadian hujan. Aliran permukaan yang besar berfungsi sebagai transportasi bagi agregat tanah yang telah dipecah oleh butir-butir hujan. Semakin besar aliran permukaan maka tanah yang terangkutpun akan semakin besar pula. Besarnya aliran permukaan di lahan PHBM disebabkan bentuk daun jarum pada pinus hampir tidak dapat menahan air hujan yang jatuh ke tajuk sehingga air hujan langsung jatuh ke tanah. Namun banyaknya serasah yang jatuh dapat melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan, juga mengurangi aliran permukaan dan penguapan. Tinggi rendahnya peranan serasah ini ditentukan oleh kualitas bahan organik tersebut. Semakin rendah kualitas bahan, semakin lama bahan tersebut lapuk, sehingga terjadi akumulasi serasah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan (Hairiah et al. 2005).

Tajuk-tajuk pohon yang rapat di hutan lindung dapat mengurangi tenaga terpaan (energi kinetik) air hujan sehingga butiran hujan yang sampai ke permukaan tanah tidak banyak memecah agregat tanah dan akar pohon yang dapat meningkatkan infiltrasi air sehingga aliran permukaan berkurang.

Adanya perlakuan teras bangku pada lahan PHBM pinus yang ditanami kopi, selain mengurangi panjang lereng juga berfungsi menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan serta memungkinkan penyerapan air oleh tanah. Dengan demikian erosi berkurang (Arsyad 2006).

Besarnya aliran permukaan pada lahan tanpa tegakan karena tidak adanya tegakan yang tumbuh dan tumbuhan bawah yang sangat sedikit. Juga tekstur tanah yang gembur karena sering diolah sebagai lahan sayuran, kondisi ini

(7)

menyebabkan agregat tanah lebih mudah pecah oleh butiran hujan dan diangkut oleh aliran permukaan.

Pada tanah yang relatif terbuka (tanpa tanaman dan tanpa mulsa) butir hujan akan langsung menerpa permukaan tanah sehingga banyak agregat tanah yang hancur menjadi butir tunggal (partikel) tanah. Partikel ini selanjutnya menutup pori tanah yang dapat menurunkan kapasitas infiltrasi tanah, sehingga tanah lebih peka terhadap erosi karena lebih banyak air hujan yang mengalir sebagai aliran permukaan.

Rendahnya jumlah sedimen pada lahan PHBM dan hutan lindung dibandingkan dengan lahan tanpa tegakan disebabkan penutupan vegetasi yang rapat dan banyaknya serasah dari tumbuhan mampu memperlambat aliran di atas permukaan sehingga hanya sedikit tanah yang terbawa. Sistem perakaran pohon dan semak juga mempunyai peran penting untuk mengurangi aliran permukaan dengan cara membentuk karakteristik tanah seperti porositas tanah yang dapat meningkatkan infiltrasi. Persentase kandungan pasir suatu lahan sangat menentukan kemampuan tanah dalam mengikat partikel-partikel tanah, sehingga pada saat terjadi hujan ikatan tersebut mudah lepas. Kondisi ini tentu saja tidak menguntungkan pada saat terjadi aliran permukaan, karena dengan lemahnya ikatan antar partikel tanah, air akan melepaskannya sehingga sedimen yang terbawa aliran permukaan lebih banyak dan tingkat erosi akan lebih besar. Sehingga perlu adanya tindakan konservasi tanah.

Referensi

Dokumen terkait

Pengambilan contoh tanah untuk analisis sifat kimia dilakukan saat sebelum tanam untuk mengetahui kesuburan tanah dan contoh tanah saat umur tanaman 30 hari setelah tanam (HST)

Mengingat ilmu dan wawasan yang diperoleh para peserta dalam kegiatan pelatihan ini yaitu mulai dari konsep teknik dasar, teknik pem- buatan desain, teknik proses mencetak

Untuk memudahkan koordinasi pada tahap perencanaan, berdasarkan surat penugasan Kepala Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Nomor 236/KP.340/1.7/02/2014

Jenis polimer yang digunakan dalam pembuatan membran seperti PES, sangat sulit untuk menjadi larutan homogen jika dicampur dengan bahan aditif lainya, oleh sebab itu DMAc

Sebagai contoh, analisis keberlanjutan sumberdaya air berbasis data beberapa satelit dengan variabel curah hujan dari TRMM, serta NDVI, suhu permukaan, dan penutup lahan dari

13 Saya akan belajar kembali dirumah untuk lebih memahami materi pelajaran dasar listrik dan elektronika yang telah dijelaskan oleh guru 14 Saya dapat mengerjakan