• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL MATEMATIKA

INJEKSI

SURFACTANT –

POLYMER 1-D

Pada bab ini akan dibahas model matematika yang dipakai adalah sebuah model in-jeksi bahan kimia satu dimensi untuk menghitung perolehan minyak sebagai sebuah fungsi dari beberapa peubah utama proses. Beberapa hal penting yang berpengaruh pada perolehan minyak adalah kelakuan fasa, tegangan permukaan, viskositas, kurva desaturasi kapiler, permeabilitas relatif, dispersi, penyerapan, serta pertukaran ka-tion. Beberapa hal diatas digunakan untuk memprediksi performa reservoir dengan menggunakan hukum kekekalan massa yang akan dibahas pada subbab 3.1. Hasil persamaan kesetimbangan kemudian kita diskritisasi dengan menggunakan metode beda hingga yaitu FTBS (Forward Time Backward Space) yang akan dibahas pada subbab 3.2. Kita ingin melihat faktor - faktor penting dalam keberhasilan perole-han minyak yang akan dibahas pada subbab 3.3. Hasil pemodelan pada subbab 3.3 digunakan untuk memodelkan persamaan ruang keadaan yang akan dibahas pada subbab 3.4

(2)

3.1

Persamaan Kesetimbangan

Model komposisi bahan kimia yang diinjeksikan bergantung pada total konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Asumsi – asumsi yang digunakan untuk pemodelan persamaan kesetimbangan adalah:[1]

1. Aliran 1-D pada medium berpori yang homogen, isotropis dan isothermal. 2. Equilibrum termodinamik local di sepanjang reservoir.

3. Gravitasi dan tekanan kapiler diabaikan.

4. Sifat – sifat cairan hanya merupakan fungsi dari komposisi. 5. Kepadatan komponen murni adalah konstan.

6. Volume campuran total tidak berubah selama pencampuran berlangsung. 7. Berlaku hukum Darcy.

8. Dispersi fisik dapat diaproksimasi melalui dispersi numerik dengan pilihan partisi jarak dan waktu.

Persamaan kesetimbangan digunakan untuk memprediksi performa reservoir. Per-samaan kesetimbangan dari asumsi – asumsi di atas diturunkan dengan Hukum Kekekalan Massa. Hukum Kekekalan Massa menyatakan bahwa di dalam suatu medium, perubahan debit fluida yang keluar dan masuk selama selang waktu t akan sama besar dengan debit pertambahan massa fluida dalam suatu elemen volume,

x

t

q qt

(3)

⎝ perubahan debit fluida selama selang waktu Δt

⎠ =⎝ debit pertambahan massa fluida dalam elemen volume ΔV

⎠ (3.1)  qt 3  j=1 (fjCij)x− qt 3  j=1 (fjCij)x+Δx  Δt = AφΔx ' Ci 3  i=1 Sj ( t+Δt ' Ci 3  i=1 Sj ( t  +AΔx [(Aiρgr(1− φ))t− (Aiρgr(1− φ))t+Δt] , (3.2)

kedua ruas dari persamaan (3.2) dibagi dengan AΔtΔx, sehingga menjadi qt 3 j=1(fjCij)x− qt 3 j=1(fjCij)x+Δx AΔx = φ Ci 3 i=1Sj  t+Δt−  Ci 3 i=1Sj  t Δt +[(Aiρgr(1− φ))t− (Aiρgr(1− φ))t+Δt] Δt .

Jika Δx→ 0 dan Δt → 0, maka persamaan di atas menjadi

qt 3j=1fjCij ∂x = 3j=1SjCi ∂t + 1 φ ∂ (Aiρgr(1− φ)) ∂t , (3.3) dengan mendefinisikan ˆCi = Aiρgr(1−φ)

φ , sehingga persamaan (3.3) menjadi

qt 3j=1fjCij ∂x = 3j=1SjCi ∂t + ∂C∧i ∂t , (3.4)

dengan analisis dimensi dimana xD = Lx, tD = AφLqtt , persamaan (3.4) menjadi

3j=1SjCi ∂tD + Ci ∂tD + 3j=1fjCij ∂xD = 0, (3.5)

karena S1+ S2+ S3 = 1, sehingga persamaan (3.5) menjadi  Ci+Ci  ∂tD = 3j=1fjCij ∂xD . (3.6)

(4)

Kita definisikanC∼i=

Ci+Ci, maka persamaan kesetimbangan sesuai dengan asumsi

– asumsi di atas adalah Ci ∂tD = 3j=1fjCij ∂xD , i = 1, 2, ...6, (3.7) dengan fj = krj j 3 i=1kri! μi , i = 1, 2, 3. (3.8)

Kita tuliskanC∼i menjadi y, dan fjCij menjadi −g(y). Keadaan sistem yang

berkai-tan dengan kontrol v dinyatakan oleh y(v), dengan y(v) ={y1, ...., y6}. y merupakan suatu fungsi dari xD ∈ Ω dan tD ∈ (0, T ), yaitu y(v) = y(xD, tD; v). Kita kembali

menuliskan persamaan kesetimbangan di atas menjadi ∂y

∂tD

= ∂g(y) ∂xD

. (3.9)

Syarat awal yang digunakan adalah keadaan komponen di reservoir pasca – water-flooding. Untuk syarat awal dituliskan sebagai berikut:

y(xD, 0) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ S1rw S1rw 0 0 C5I C6I ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ . (3.10)

Arti fisis untuk persamaan (3.10) adalah pada baris pertama menyatakan bahwa kondisi injeksi surfactant-polymer setelah injeksi air sehingga di reservoir masih tertinggal air sisa dari injeksi air, yang dinyatakan dengan Saturasi Residual Water (S1rw). Untuk baris yang kedua menyatakan bahwa masih ada sisa minyak setelah injeksi air yang dinyatakan dengan Saturasi Residual Minyak (S2rw). Untuk baris yang ketiga dan keempat, bahan kimia masih belum diinjeksikan. Untuk baris kelima dan keenam yaitu total anion dan ion kalsium yang masih ada yang tertinggal

(5)

di reservoir.

Syarat batas sebagai komponen di xD = 0 dituliskan sebagai berikut:

y(0, tD) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ 1− v3 0 v3 v4 v5 v6 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ . (3.11)

Arti fisis dari persamaan (3.11), baris pertama menjelaskan bahwa konsentrasi inflow surfactant dan alkohol akan mengurangi konsentrasi air. Baris kedua menyatakan bahwa tidak ada minyak yang diinjeksikan. Baris ketiga sampai baris keenam bertu-rut tubertu-rut menyatakan konsentrasi inflow surfactant, polymer, total anion, dan ion kalsium.

3.2

Skema Numerik

Persamaan kesetimbangan yang telah kita peroleh, kita lakukan diskritisasi den-gan menggunakan Metode Finite Difference. Metode Finite Difference yang dipilih adalah Forward Time Backward Space (FTBS).

∂y ∂tD

= ∂g(y) ∂xD

, (3.12)

Diskritisasi Spasial dapat dituliskan sebagai berikut: ∂y ∂tD = y n+1 j − y n j h , (3.13)

Diskritisasi Waktu dapat dituliskan sebagai berikut: ∂g(y) ∂xD = g(y) n j − g(y) n j−1 τ . (3.14)

Kita substitusikan persamaan (3.13) dan persamaan (3.14) ke persamaan (3.12), sehingga menjadi yjn+1= yjn+ τ h g(y)n+1j − g(y)nj , (3.15)

(6)

dengan h panjang partisi spasial dan τ panjang partisi waktu.

Arti fisis dari persamaan (3.15) adalah konsentrasi komponen di suatu tempat, katakan z = k, pada waktu berikutnya, yaitu t = n + 1, sama dengan konsen-trasi komponen di z = k pada saat t = n dikurangi konsenkonsen-trasi yang pergi dari z = k lalu ditambah dengan konsentrasi yang pergi dari z = k− 1 menuju z = k. Skema numeriknya setelah memasukkan syarat batas dan syarat awalnya, sehingga model persamaan kesetimbangan adalah sebagai berikut

Y (n + 1) = Y (n) + βG(Y (n), v(n)), (3.16) dengan β = τ h, (3.17) Yn(v) =  C1,1n ;· · · ; C∼ 1,kn ;C2,1∼n ;· · · ;C∼2,kn ;· · · ;C∼7,kn T , (3.18) G(Y (n), v(n)) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ g(y(1, n)) + Dv(n) + E g(y(2, n))− g(y(1, n)) g(y(3, n))− g(y(2, n)) . . . g(y(K, n))− g(y(K − 1, n)) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ . (3.19)

Skema numerik untuk persamaan kesetimbangan yang digunakan mengandung asumsi – asumsi sebagai berikut:

• Skema bergantung pada banyaknya partisi spasial, yaitu k. Skema numerik yang digunakan dengan memilih nilai k = 1.

• Konsentrasi komponen i pada fasa batuan dianggap konstan, atau

Ci



(7)

Skema numerik dari asumsi – asumsi di atas dapat dimodelkan sebagai berikut: ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ C1(n + 1) C2(n + 1) C3(n + 1) C4(n + 1) C5(n + 1) C6(n + 1) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ C1(n) C2(n) C3(n) C4(n) C5(n) C6(n) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ − β ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ f1C11(n) + f2C12(n) + f3C13(n) f1C21(n) + f2C22(n) + f3C23(n) .. . f1C61(n) + f2C62(n) + f3C63(n) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ + β ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ 1− v3− v7 0 v3 v4 v5 v6 v7 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ , (3.20) ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ C1(n + 1) C2(n + 1) C3(n + 1) C4(n + 1) C5(n + 1) C6(n + 1) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ C1(n) C2(n) C3(n) C4(n) C5(n) C6(n) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ − β ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ f1C11(n) + f2C12(n) + f3C13(n) f1C21(n) + f2C22(n) + f3C23(n) .. . f1C61(n) + f2C62(n) + f3C63(n) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ + β ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ −1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ v3 v4 v5 v6 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ + ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ β 0 0 0 0 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ . (3.21)

(8)

3.3

Model Fisika Injeksi

Surfactant – Polymer 1

Dimensi

Untuk mencari solusi persamaan (3.21), diperlukan hubungan antara konsentrasi komponen i pada fasa bergerak dengan konsentrasi komponen i pada fasa j. Untuk mencari hubungan tersebut, ada beberapa hal penting yang perlu diperhitungkan.

3.3.1

Kelakuan Fasa

Surfactant dan Minyak

Kelakuan fasa dari sistem tiga komponen direpresentasikan dengan ternary diagram. Tiga komponen tersebut yaitu surfactant, brine, dan minyak. Parameternya adalah salinitas efektif. Salinitas efektif adalah rata – rata dari konsentrasi kation mono-valent dan dimono-valent dalam fasa surfactant air – minyak. Ada 3 tipe kelakuan fasa yang kita ketahui, yaitu

(9)

1. Tipe I dsebut dengan salinitas tinggi, dimana surfactant berada pada fasa minyak kaya yang dominan. Dengan parameter salinitas efektif, Cse ≥ Cseu.

2. Tipe II disebut dengan salinitas rendah, dimana sufactant berada pada fasa air kaya yang dominan. Dengan parameter salinitas efektif, Cse ≤ Csel.

3. Tipe III disebut dengan salinitas intermediet, dimana surfactant berada diten-gah antara fasa minyak dan fasa air. Tipe III adalah tipe yang paling optimal karena tegangan permukaan yang sangat rendah. Model salinitas ini digu-nakan untuk memperbaiki proses efisiensi perolehan. Tegangan permukaan yang rendah adalah syarat perlu agar minyak dan air bisa bersatu. Karena posisi tegangan permukaan antara air dan minyak yang rendah membuat daya larut semakin tinggi sehingga air dan minyak seperti bersatu. Dengan para-meter salinitas efektif, Csel < Cse < Cseu.

Kita ingin melihat kelakuan fasa dari surfactant dan minyak dari tipe III, komposisi 2 fasa yang terletak di tie line dari total komposisi yang dimodelkan oleh pope dan Nelson adalah

C32− C3 C22− C2 =

C31− C3

C21− C2, (3.22)

Dari persamaan (3.22) didapatkan solusi adalah

C32= C31, (3.23)

C22= C21. (3.24)

3.3.2

Saturasi Fasa

Saturasi fasa j adalah rasio volume j terhadap volume pori batuan. Jumlah total dari saturasi harus sama dengan total fluida yang ada. Bila komposisi fasa diketahui, saturasi masing – masing fasa dihitung dari kesetimbangan massa adalah

(10)

dengan

S1 + S2+ S3 = 1. (3.26)

Dari persamaan (3.18) jika kita uraikan dari masing – masing dari tiap komponen, yaitu air, minyak dan surfactant. Untuk komponen air saturasi fasanya dimodelkan sebagai berikut:

S1C11+ S2C12+ S3C13= C1. (3.27) Untuk komponen minyak saturasi fasanya dimodelkan sebagai berikut:

S1C21+ S2C22+ S3C23= C2. (3.28) Untuk komponen surfactant saturasi fasanya dimodelkan sebagai berikut:

S1C31+ S2C32+ S3C33= C3. (3.29)

3.3.3

Tegangan Permukaan

Syarat perlu dari injeksi surfactant – polymer adalah ingin menurunkan tegangan permukaan antara air dan minyak. Jika tegangan permukaan turun maka air dan minyak seolah – olah menyatu dan bisa memperoleh minyak lebih optimal. Pa-rameter dari tegangan permukaan adalah suatu fungsi dari daya larut yang meru-pakan perbandingan komposisi C13

C33 atau C23

C33. Tegangan permukaan pada fasa air dan

mikroemulsi serta pada fasa minyak dan mikroemulsi, dimodelkan sebagai berikut log σwm= G12+ G11 G13 C13 C33 + 1 , (3.30) log σmo = G22+ G21 G23 C23 C33 + 1 . (3.31)

Data G11, G12, G13, G21, G22, G23 diperoleh dari hasil eksperimen di laboratorium. Karena syarat perlunya adalah tegangan permukaan minyak dan air yang rendah oleh surfactant, sehingga log σwm ≈ log σmo. Untuk tipe I hanya digunakan

(11)

digunakan persamaan (3.30) dan persamaan (3.31). Data – data yang digunakan untuk persamaan (3.30) dan persamaan (3.31) adalah

log σwm≈ log σmo = 1.2

G11 = 13.2G21= 13.2 G12 =−14.0G22=−14.0 G13 = 0.0221G23 = 0.0221.

Dari data – data di atas diperoleh persamaan (3.30) dan persamaan (3.31) adalah

C23 =−5.95C33, (3.32)

C13 =−5.95C33. (3.33)

3.3.4

Viskositas Fasa

Viskositas fasa adalah fungsi dari komposisi fasa dan salinitas efektif. Jika harga viskositas minyak semakin kecil maka akan memperkecil perbandingan mobilitas. Nilai perbandingan mobilitas diperlukan untuk mengukur baik atau buruknya pen-desakan. Akibatnya akan semakin memperkecil efisiensi penyapuan. Viskositas dari suatu fasa j dimodelkan

μj = C1jμpeα1(C2j+C3j)+ C2jμoeα2(C1j+C3j)+ C2jα3α6e(α4C1j+α5C2j). (3.34)

Data – data yang digunakan untuk persamaan (3.34) adalah α1 = 0.0, μp = 0.44 α2 = 0.0, μo= 5 α3 = 0.1 μw= 1 α4 = 0.0 α5 = 0.0 α6 = 0.0.

Dengan memasukkan data – data yang ada di atas ke persamaan (3.34), viskositas pada fasa air dimodelkan

(12)

3.3.5

Absorpsi

Surfactant dan Polymer

Adsorpsi surfactant dan polymer merupakan hal yang penting dalam mekanisme injeksi kimia 1 dimensi. Adsorpsi surfactant disebabkan oleh gaya elektrostatik dan gaya van der Waals, yaitu daya tarik yang besar diantara molekul surfactant dan permukaan mineral. Adsorpsi bergantung pada temperatur, komposisi elektrolit, pH dari brine, dan konsentrasi surfactant. Untuk adsorpsi surfactant, dimodelkan dengan type langmuir isothermal[12]

ˆ

C3 = a3C3j

1 + b3C3j. (3.36)

Karena kelakuan fasa yang optimal adalah fasa tipe III , yaitu surfactant berada pada fasa mikroemulsi sehingga model pada persamaan (3.36) menjadi

ˆ

C3 = a3C33

1 + b3C33 (3.37)

dengan

a3 = a31+ a32Cse. (3.38)

Untuk adsorpsi pada polymer, diasumsikan polimer seluruhnya berada pada fasa dominan air. Untuk adsorpsi polymer, dimodelkan dengan type langmuir isothermal yaitu:

ˆ

C4 = a4C41

1 + b4C41. (3.39)

Data – data yang diperlukan untuk menyederhanakan persamaan (3.38) dan per-samaan (3.39) adalah b3 = b4 = 0, sehingga dari persamaan (3.37) dan persamaan (3.39) diperoleh C33 = ˆ C3 a3, (3.40) C41 = Cˆ4 a4. (3.41)

Rasio dari konsentrasi bahan kimia, yaitu surfactant dan polymer di fasa batuan dengan konsentrasi bahan kimia di mobile phase, dimodelkan dengan

D3 = Cˆ3

(13)

D4 = ˆ C4

C4. (3.43)

Persamaan absorpsi surfactant dan polymer dimodelkan dengan mensubstitusikan persamaan (3.42) ke persamaan (3.40) dan persamaan (3.43) ke persamaan (3.41) menjadi

C33= D3C3

a3 , (3.44)

C41= D4C4

a4 . (3.45)

Perbandingan konsentarasi zat kimia yang diinjeksikan pada fasa batuan dan mobile phase adalah Da= V3− C3 V4− C4, C3 = DaC4− D3V4+ V3, (3.46) dimana V3, V4, Da konstan.

3.3.6

Pertukaran Kation

Hampir semua batuan reservoir yang menyimpan minyak berisi lempung dengan kapasitas pertukaran kation yang signifikan. Pertukaran kation di dalam lempung dan surfactant ini keduanya diasumsikan sepenuhnya berupa gabungan elektrosta-tik. Dalam pertukaran kation, asumsikan tidak ada penyerapan dan pertukaran dari total anion, tidak ada interaksi antara kation dan surfactant di permukaaan. Model pertukaran equilibrium oleh Gapon adalah [1]

Qv− C6

C6 = Kg

C51− C61

C61 , (3.47)

dengan Qv, Kg konstan. Susbtitusikan Kg = 1 ke persamaan (3.47) menjadi

C61 C51 =

C6 Qv

. (3.48)

Salinitas efektif adalah jumlah total anion di fasa x dibagi dengan volume fraksi x di fasa x, dimodelkan menjadi

(14)

C52= CseC12, (3.50)

C53= CseC13. (3.51)

3.3.7

Efek Alkohol

Fungsi alkohol secara umum adalah untuk menaikkan daya larut surfactant dan mengatur viskositas fasa mikroemulsi. Alkohol memberi pengaruh pada penyerapan surfactant dan polymer serta dapat mengubah kelakuan fasa. Dalam hal ini efek alkohol tidak dimodelkan, diasumsikan alkohol menyatu dengan surfactant.

3.4

Analisis Ruang Keadaan dari Injeksi

Surfac-tant – Polymer 1 Dimensi

Model – model fisis yang telah diperoleh, kita buat ke dalam persamaan ruang keadaan. Persamaan – persamaan yang diperoleh untuk membuat persamaan ruang keadaaan adalah kelakuan fasa surfactant dan minyak, saturasi fasa, tegangan per-mukaan, viskositas fasa, adsorpsi surfactant dan polimer, pertukaran kation. Model yang dibuat adalah untuk mencari hubungan antara Cij dengan Ci.

Kita modelkan konsentrasi komponen minyak pada fasa air (C21), dengan substi-tusikan persamaan (3.23) ke persamaan (3.28), sehingga diperoleh

S1C21+ S2C22+ S3C23= C2 (3.52)

(S1 + S2) C21+ S3C23= C2. (3.53) Substitusikan persamaan (3.32) dan persamaan (3.44) ke persamaan (3.53), sehingga diperoleh (S1+ S2) C21= C2− S3C23 (S1+ S2) C21= C2+ S3  5.95D3 a3  C3 C21=  1 (S1 + S2)  C2+ S3 (S1+ S2)  5.95D3 a3  C3. (3.54)

(15)

Model untuk konsentrasi komponen minyak pada fasa surfactant (C23) dimodelkan dengan mensubstitusikan persamaan (3.44) ke persamaan (3.32), sehingga diperoleh

C23= −5.95D3

a3 C3. (3.55)

Model untuk konsentrasi komponen air pada fasa mikroemulsi (C13) dimodelkan dengan mensubstitusikan persamaan (3.44) ke persamaan (3.33), sehingga diperoleh

C13= −5.95D3

a3 C3. (3.56)

Model untuk konsentrasi komponen surfactant pada fasa air (C31) dimodelkan den-gan mensubstitusikan persamaan (3.22) dan persamaan (3.44) ke persamaan (3.29), sehingga diperoleh S1C31+ S2C32+ S3C33= C3, (S1+ S2) C31 = C3− S3C33, C31 =  1 (S1+ S2) S3D3 a3(S1+ S2)  C3. (3.57)

Persamaan untuk konsentrasi komponen surfactant dalam fasa oleic adalah C32 =  1 (S1+ S2) S3D3 a3(S1+ S2)  C3. (3.58)

Model untuk konsentrasi komponen air pada fasa air dimodelkan dengan mensub-stitusikan persamaan (3.54) ke persamaan (3.36), sehingga diperoleh

C11= 1 0.44 5 0.44  1 S1 + S2  C2+ S3 S1+ S2  5.95D3 a3  C3  . (3.59)

Model untuk konsentrasi komponen air pada fasa minyak (C12) dimodelkan den-gan mensubstitusikan persamaan (3.57) dan persamaan (3.55) ke persamaan (3.28), sehingga diperoleh C12= 1 S1C1 S1 S2  1 0.44 5 0.44  1 S1+ S2  C2+ S3 S1+ S2  5.95D3 a3  C3  +  S3 S2  5.95D3 a3 C3. (3.60)

(16)

Polymer seluruhnya berada pada fasa air dominan, maka C42= C43= 0, dimodelkan C41= D4C4

a4 . (3.61)

Model untuk konsentrasi komponen total anion pada fasa air (C51) dimodelkan den-gan mensubstitusikan persamaan (3.57) ke persamaan (3.50), sehingga diperoleh

C51= CseC11, C51= Cse 0.44 5Cse 0.44  1 S1+ S2  C2+ S3 S1 + S2  5.95D3 a3  C3  . (3.62)

Model untuk konsentrasi komponen total anion pada fasa minyak (C52) dimodelkan dengan mensubstitusikan persamaan (3.59) ke persamaan (3.52), sehingga diperoleh

C52 = CseC12C52= Cse S1 C1 (3.63) CseS1 S2  1 0.44 5 0.44  1 S1+ S2  C2+ S3 S1+ S2  5.95D3 a3  C3  +  CseS3 S2  5.95D3 a3 C3. (3.64)

Model untuk konsentrasi komponen total anion pada fasa mikroemulsi (C53) dimod-elkan dengan mensubstitusikan persamaan (3.56) ke persamaan (3.53), sehingga diperoleh

C53= −5.95CseD3

a3 C3. (3.65)

Model untuk konsentrasi ion kalsium pada fasa air dimodelkan dengan mensubsti-tusikan persamaan (3.60) ke persamaan (3.50), sehingga diperoleh

C61 C51 = C6 Qv , C61= QvC6C51, C61 = QvC6  Cse 0.44 5Cse 0.44  1 S1+ S2  C2+ S3 S1+ S2  5.95D3 a3  C3  . (3.66) Ion kalsium diasumsikan berada pada fasa air, maka C62= C63 = 0.

(17)

Persamaan ruang keadaannya adalah sebagai berikut: ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ C1(n + 1) C2(n + 1) C3(n + 1) C4(n + 1) C5(n + 1) C6(n + 1) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ C1(n) C2(n) C3(n) C4(n) C5(n) C6(n) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ − β ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ f1C11(n) + f2C12(n) + f3C13(n) f1C21(n) + f2C22(n) + f3C23(n) .. . f1C61(n) + f2C62(n) + f3C63(n) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ + β ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ −1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ v3 v4 v5 v6 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ + ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ β 0 0 0 0 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ . dimana, C11= 1 0.44 5 0.44  1 S1+ S2  C2+ S3 S1 + S2  5.95D3 a3  C3  , C12 = 1 S1C1 S1 S2  1 0.44 5 0.44  1 S1+ S2  C2+ S3 S1+ S2  5.95D3 a3  C3  +  S3 S2  5.95D3 a3 C3, C13= −5.95D3 a3 C3, C21=  1 (S1 + S2)  C2+ S3 (S1+ S2)  5.95D3 a3  C3, C22=  1 (S1 + S2)  C2+ S3 (S1+ S2)  5.95D3 a3  C3, C23= −5.95D3 a3 C3, C31 =  1 (S1+ S2) S3D3 a3(S1+ S2)  C3, C32 =  1 (S1+ S2) S3D3 a3(S1+ S2)  C3,

(18)

C33= D3C3 a3 , C41= D4C4 a4 , C42= C43 = 0, C51 = Cse 0.44 5Cse 0.44  1 S1+ S2  C2 + S3 S1+ S2  5.95D3 a3  C3  , C52 = Cse S1 C1 CseS1 S2  1 0.44 5 0.44  1 S1+ S2  C2+ S3 S1+ S2  5.95D3 a3  C3  +  CseS3 S2  5.95D3 a3 C3, C53= −5.95CseD3 a3 C3, C61= QvC6  Cse 0.44 5Cse 0.44  1 S1+ S2  C2 + S3 S1+ S2  5.95D3 a3  C3  , C62= C63 = 0, C3 = DaC4− D3V4+ V3.

Setelah persamaan ruang keadaan untuk injeksi Surfactant – Polymer terbentuk langkah selanjutnya adalah merancang sistem kontrol yang digunakan untuk opti-masi perolehan minyak. Sistem kontrol ini terdiri dari plant yaitu objek yang akan dikontrol dan pengontrol untuk plant tersebut. Desain sistem kontrol ini dicari den-gan menggunakan Prinsip Maksimum Pontryagin Kontinu dan Diskrit, pengontrol optimal H2 dan pengontrol suboptimal H .

Gambar

Gambar 3.1: Hukum kekekalan massa pada medium batuan
Gambar 3.2: Kelakuan fasa

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hukum adat pada dasarnya setiap perbuatan hukum yang mengakibatkan perubahan posisi hukum dari suatu hal, hanya akan mendapatkan perlindungan hukum, jika

Hasil yang telah dijabarkan diatas, didukung oleh penelitian lainnya dengan keputusan yang serupa yaitu oleh (Sarmina and Zuhra (2017)) dan _ENREF_23Hendra (2017) yang

Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik dengan Upacara bendera agama Sikh ini, karena upacara seperti ini tidak dilakukan oleh agama lainnya,

Sedangkan yang dimaksud hasil bersih dalam Undang-undang Bagi Hasil Perikanan adalah hasil ikan yang diperoleh dari penangkapan, yang setelah diambil sebagian

Keluarnya mani adalah hadas yang mengharuskan seseorang mandi akan tetapi dia sendiri bukan najis karena Nabi - alaihishshalatu wassalam- pernah shalat dengan memakai

Investor diperkirakan akan menunggu implementasi PPKM mikro dan mencermati pernyataan menteri kesehatan yang mengatakan akan terjadi lonjakan kasus COVID-19 dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari interaksi berbagai batang bawah dengan batang atas dari klon karet yang sama berdasarkan data kandungan sukrosa, fosfat

Ungkapan Aku akan kecap detak-detak waktu kenyang-kenyang pada kutipan di atas seakan-akan menghadapkan pembaca pada suasana yang menunjukkan adanya kesedihan