5.1 Status Keberlanjutan Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kaliorang
Keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering di Kaliorang dianalisis dengan model MDS. Nilai indeks keberlanjutan yang diperoleh berdasarkan penilaian terhadap semua atribut tercakup dalam enam dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, kelembagaan, dan aksesibilitas). Berdasarkan hasil diskusi dengan stakeholder dan pakar disepakati 48 atribut yang tersebar dalam enam dimensi pembangunan kawasan transmigrasi di lahan kering seperti tertera pada Tabel 15, 16, 17, 18, 19, 20, dan 21.
Tabel 15. Dimensi ekologi pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Ekologi
1 Tingkat pemanfaatan kesuaian kondisi permukaan tanah untuk berbagai
komditas pertanian sehingga dapat mengurangi erosi.
2 Tingkat kesuburan tanah di kawasan transmigasi untuk kegiatan usahatani
3 Pemanfaatan pupuk organik dari limbah pertanian untuk usahatani transmigran
4 Pemanfaatan pupuk anorganik (kimia) untuk usahatani transmigran
5 Luasan lahan (LP+ LU-I+LU-II = 2 ha) yang ditanami dengan komoditi pertanian
6 Jenis dan sumber air (disamping air hujan, air tanah dan air permukaan) yang
dapat dimanfaatkan untuk konsumsi rumah tangga dan usahatani.
Tabel 16. Dimensi ekonomi pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Ekonomi
1 Pendapatan transmigran dari usahatani (on farm) tanaman pangan dan
tanaman perkebunan untuk perbaikan dan peningkatan taraf hidup
2 Pendapatan transmigran dari usaha non tani (off farm) untuk perbaikan dan
peningkatan taraf hidup
3 Konstribusi terhadap peningkatan penghasilan rata-rata transmigran dari
aktifitas usahatani transmigran
4 Kontribusi penghasilan dari usahatani transmigran terhadap pendapatan asli
daerah
5 Lembaga keuangan (makro dan mikro) sebagai pendukung pendanaan bagi
kegiatan usahatani transmigran
6 Sumber pendanaan sebagai pendukung kegiatan usahatani transmigran
7 Mitra kerja perorangan atau lembaga yang bekerjasama dan berusaha saling
menguntungkan dengan transmigran
8 Tata niaga pemasaran hasil pertanian mulai dari produsen, pasar lokal hingga
Tabel 17. Dimensi sosial budaya pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Sosial Budaya
1 Pengaruh (respon) program transmigrasi terhadap nilai-nilai sosial budaya
masyarakat lokal
2 Pola, cara dan persyaratan rekruitmen calon transmigrasi terhadap
keberhasilan transmigran dalam usahatani
3 Pelatihan kegiatan usahatani transmigran secara rutin dan berkelanjutan
4 Latar belakang, pengalaman, pendidikan dan keterampilan transmigran
dibidang pertanian
5 Pembinaan sosial, budaya, mental dan spiritual transmigran di lokasi
permukiman oleh instansi terkait dan LSM
6 Transmigran swakarsa mandiri (TSM) yang datang dan menetap di lokasi
transmigrasi karena menyusul kerabatnya (transmigran) yang berhasil
7 Tingkat pendidikan formal dan nonformal rata-rata transmigran
8 Kondisi kesehatan warga transmigran selama berada di permukiman
transmigrasi
9 Tenaga kerja yang ikut dalam usahatani transmigran
10 Frekuensi konflik yang terjadi di kawasan transmigrasi baik antar sesama
warga atau dengan warga sekitar kawasan permukiman.
Tabel 18. Dimensi teknologi pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Teknologi
1 Pengetahuan dan pengalaman transmigran tentang konsevasi lahan di lahan
kering
2 Teknik dan metode penyiapan lahan lokasi transmigrasi lahan kering
3 Pengetahuan transmigran tentang pengelolaan dan pengolahan lahan kering
4 Pengetahuan dan pengalaman transmigran tentang teknologi pembibitan untuk
komoditi-komoditi pertanian di lahan kering
5 Ketersediaan teknologi pengendalian hama dan penyakit tanaman yang dapat
dengan mudah dan murah dipergunakan oleh transmigran
6 Pengetahuan dan pengalaman transmigran tentang komoditi pertanian dengan
kesesuaian lahan di lahan kering
7 Ketersediaan teknologi pasca panen yang dapat dengan mudah dan murah
dipergunakan oleh transmigran
8 Pengetahuan transmigran tentang informasi pasar lokal untuk memasarkan
Tabel 19. Dimensi kelembagaan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Kelembagaan
1 Juklak dan juknis mulai dari perencanaan, pembangunan dan pemberdayaan/
pembinaan permukiman transmigrasi
2 Kelengkapan lahan (LU-I, LU- II) yang di terima transmigran baik luasan
maupun sertifikat lahan
3 Status sertifikasi lahan (LP, LU-I, LU-II) yang diberikan pada transmigran dan
masa pemberian sertifikat tanah
4 Ketersediaan personil pembinaan dari instansi intern, instansi terkait dan LSM
di lokasi transmigrasi
5 Keberadaaan lembaga atau kelompok tani transmigran dan aturan-aturannya
yang ada di lokasi transmigrasi
6 Keberadaaan lembaga koperasi di lokasi transmigrasi dalam mendukung
usahatani transmigran
7 Keberadaaan lembaga adat dari masyarakat
8 Adanya tokoh panutan yang disegani di lokasi transmigrasi yang berasal dari
warga transmigran maupun dari masyarakat lokal
Tabel 20. Dimensi aksesibilitas dan fasilitas umum pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering
Nomor Dimensi Aksesibilitas dan Fasilitas Umum
1 Kondisi kualitas jalan penghubung/ poros yang dapat dilalui dengan kendaraan
roda empat dan roda dua dengan mudah
2 Kemudahan mendapatkan alat transportasi terutama untuk melakukan aktifitas
usahatani
3 Ketersediaan sarana pemasaran hasil usahatani transmigran yang dengan
mudah dapat dilakukan oleh transmigran dan masyarakat
4 Ketersediaan air bersih untuk konsumsi rumah tangga
5 Ketersediaan air untuk usahatani dan industri
6 Kelengkapan sarana fasilitas umum di lokasi transmigrasi (pasar, tempat
ibadah, balai desa, puskemas, sekolah)
7 Ketersediaan sarana telekomunikasi yang dengan mudah dapat dipergunakan
oleh transmigran dan masyarakat
8 Ketersediaan sarana listrik yang dengan mudah dapat diperoleh dan
dipergunakan transmigran dan masyarakat
Hasil analisis menunjukkan bahwa pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering di Kaliorang belum berkelanjutan. Dari enam dimensi yang dianalisis untuk menentukan status keberlanjutan pembangunan kawasan, terdapat tiga dimensi yang tergolong belum berkelanjutan (skor 50 – 75) yakni dimensi ekologi
dengan nilai indeks 55,0; dimensi sosial (57,7), dan dimensi kelembagaan (62,0). Faktor pengungkit pada dimensi ini perlu ditingkatkan untuk mencapai kondisi berkelanjutan. Dimensi yang tergolong tidak berkelanjutan (skor < 50) adalah dimensi ekonomi dengan nilai indeks 41,5; dimensi teknologi (46,0), dan dimensi aksesibilitas (48,5). Untuk mencapai keberlanjutan pembangunan kawasan maka kinerja atribut-atribut yang tergolong dimensi teknologi, ekonomi, dan aksesibilitas perlu didorong secara optimal dan terpadu. Menurut Serageldin (1996), pembangunan yang berkelanjutan itu adalah jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Dimensi aksesibilitas, ekonomi, dan teknologi menjadi hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam kegiatan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang karena memiliki skor yang paling rendah dan masih relatif jauh dari kondisi keberlanjutan. Status keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang disajikan pada Gambar 14.
Status Pembangunan Kawasan Transmigrasi Kaliorang 48.5 62.0 46.0 57.7 41.5 55.0 -20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Aksesibilitas
Gambar 14. Status keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang
Dimensi yang memiliki indeks keberlanjutan tergolong tidak berkelanjutan adalah dimensi ekonomi, aksesibilitas, dan teknologi. Ketiga dimensi ini memiliki skor indeks keberlanjutan < 50. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor
ekonomi, aksesibilitas, dan teknologi belum diperhatikan dalam proses pembangunan yang dilakukan selama ini. Dengan demikian, di masa mendatang ketiga dimensi ini perlu mendapat perhatian. Dimensi kelembagaan, sosial, dan ekologi tergolong belum berkelanjutan (nilai indeks 50 – 75).
Parameter statistik digunakan untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di kawasan transmigrasi Kaliorang adalah nilai stress dan koefisien determinasi. Nilai stress dan r2 (koefisien determinasi) untuk setiap dimensi berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji mendekati kondisi sebenarnya. Nilai stress dan r2 hasil MDS tertera pada Tabel 21.
Tabel 21. Hasil analisis MDS beberapa dimensi keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering Kaliorang
Nilai
Statistik Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan Aksesibilitas
Stress 0.16 0.15 0.13 0.16 0.13 0.14
r2 0.89 0.94 0.94 0.87 0.95 0.95
Jumlah
iterasi 3 2 3 3 2 2
Sumber: Hasil analisis (2007)
Berdasarkan Tabel 21 setiap dimensi memiliki nilai stress yang lebih kecil dari 0,25. Nilai stress pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai kurang dari 25% (Kavanagh, 2001). Semakin kecil nilai stress yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Nilai koefisien determinasi (r2) semakin baik jika nilainya semakin besar (mendekati 1). Kedua parameter menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang sudah cukup baik dalam menerangkan keenam dimensi pembangunan yang dianalisis.
Untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks masing-masing dimensi digunakan analisis Monte Carlo. Analisis Monte Carlo sangat membantu dalam analisis keberlanjutan pembangunan kawasan untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS,
kesalahan memasukan data atau ada data yang hilang, dan nilai stress yang terlalu tinggi.
Hasil analisis Monte Carlo yang dilakukan dengan beberapa kali pengulangan ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks masing-masing dimensi. Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa nilai status indeks keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang pada selang kepercayaan 95% memberikan hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan dengan hasil analisis MDS. Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil menunjukkan bahwa analisis menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
Tabel 22. Hasil analisis Monte Carlo untuk nilai masing-masing dimensi pengelolan kawasan transmigrasi Kaliorang
Status Indeks Hasil MDS Hasil Monte Carlo Perbedaan
Dimensi Ekologi 55,0 55,0 0,0 Dimensi Ekonomi 41,5 41,0 0,5 Dimensi Sosial 57,7 57,6 0,2 Dimensi Teknologi 46,0 46,3 -0,3 Dimensi kelembagaan 62,0 62,1 -0,1 Dimensi Aksesibilitas 48,5 48,3 -0,2
Sumber: Hasil Analisis (2007)
Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan hal-hal sebagai berikut: 1) kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2) variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3) proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil; 4) kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari.
Pembangunan dimensi ekologi kawasan transmigrasi Kaliorang perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang menjadi faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat enam atribut yang menentukan keberlanjutan ekologi pembangunan kawasan Kaliorang dan tiga diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (root mean
square) yang di atas nilai tengah (> 2,75). Atribut ekologi yang merupakan faktor
usahatani transmigran, pemanfaatan pupuk kimia untuk usahatani transmigran, dan luas lahan yang ditanami dengan komoditi pertanian. Menurut Mastur (2002) bahwa lahan kering marjinal memiliki produktivitas yang rendah jika tidak diberi
input seperti kapur dan pupuk. Secara visual disajikan pada Gambar 15.
Leverage of Attributes 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Kesesuaian kondisi permukaan tanah dengan usahatani Tingkat kesuburan tanah Pemanfaatan pupuk organik Pemanfaatan pupuk kimia Luasan lahan yang
ditanami Ketersediaan air A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 15. Atribut ekologi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Ketersediaan lahan merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan. Lahan kering di wilayah kecamatan Kaliorang cukup luas, namun kesesuaian lahan untuk beberapa komoditi pertanian yang memiliki keunggulan komparatif di Kaliorang menunjukkan bahwa kelas kesesuaian lahan untuk budidaya pertanian pada umumnya sesuai marginal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sema’un et al. (1991) bahwa ciri utama lahan kering lainnya yang menonjol dalam sistem usahatani lahan kering adalah terbatasnya air, makin menurunnya produktivitas lahan, tingginya variabilitas kesuburan tanah dan jenis tanaman yang ditanam serta variabilitas kondisi sosial ekonomi dan budaya usahatani yang dilaksanakan sangat tergantung pada curah hujan.
Ketersediaan lahan baik jenis dan kesesuaian untuk pengembangan komoditi agribisnis di Kaliorang meliputi lahan sesuai untuk pengembangan sawah irigasi, tanaman lahan kering baik tanaman semusim maupun tahunan serta budidaya tambak udang. Berdasarkan potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan di kawasan kecamatan Kaliorang terdapat 23.066 hektar untuk pengembangan agribisnis. Komoditi unggulan untuk dikembangkan di Kaliorang terdiri atas padi seluas 1.840 hektar, kakao seluas 6.826 hektar, perkebunan kelapa sawit seluas 11.920 hektar, dan tambak udang seluas 2.900 hektar (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Beberapa komoditi tanaman pangan yang telah banyak dikembangkan di kawasan Kaliorang adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai dan kacang hijau. Keragaan komoditi tanaman pangan yang dikembangkan di kawasan Kaliorang menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan sentra produksi padi. Hal tersebut terlihat dari luas tanam maupun produksi padi dan ubi kayu di kawasan ini menyumbang 69% luasan dan produksi Kabupaten Kutai Timur. Tingkat produktivitas komoditi di wilayah kawasan Kaliorang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas yang dicapai rata-rata di kabupaten Kutai Timur. Budidaya padi berkembang di kecamatan Kaliorang.
Hasil penelitian Nurharyadi (2007) di kawasan Kaliorang menunjukkan bahwa pengembangan komoditas tanaman pangan di Kaliorang yang laju pertumbuhannya melebihi laju pertumbuhan di Kutai Timur secara berturut-turut dari yang terbesar adalah komoditas padi sawah, padi ladang, dan kedelai. Hasil perhitungan location quotient (LQ) terhadap luas tanam komoditas perkebunan menunjukkan bahwa komoditas kopi, kelapa, kakao, dan panili mempunyai nilai lebih dari 1. Namun demikian jika dilihat kontribusinya terhadap luasan tanam kawasan, tanaman kopi dan vanili kurang dari 5%. Karena itu komoditas yang mempunyai indikasi sebagai komoditas basis adalah kakao dan kelapa. Pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kaliorang yang pertumbuhannya melebihi laju pertumbuhan pengembangan komoditas tanaman perkebunan di Kutai Timur secara berturut-turut dari yang terbesar adalah komoditas panili, kelapa sawit, dan kakao.
Komoditi kakao dan kelapa merupakan komoditi yang cukup menonjol bila dibandingkan dengan kecamatan lain di Kabupaten Kutai Timur. Luas tanaman kelapa (kelapa hibrida) mencapai 5.497 ha namun hampir separuhnya rusak karena gagal dalam pengembangannya. Lahan bekas pengembangan
kelapa hibrida tersebut saat ini umumnya terlantar dan berupa padang alang-alang. Tanaman kakao cukup cepat berkembang di wilayah ini. Total luas pengembangan telah mencapai 2.067 ha yang kebanyakan di tumpangsarikan dengan tanaman pisang sebagai tanaman pelindung.
Tingkat kesuburan tanah di wilayah ini tergolong rendah sampai sedang. Ketersediaan lahan baik jenis dan kesesuaian untuk pengembangan komoditi agribisnis di Kaliorang meliputi lahan sesuai untuk pengembangan sawah irigasi, tanaman lahan kering baik tanaman semusim maupun tahunan serta budidaya tambak udang. Berdasarkan potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan di kawasan kecamatan Kaliorang terdapat 23.066 ha untuk pengembangan agribisnis. Komoditi unggulan untuk dikembangkan di Kaliorang terdiri atas padi seluas 1.840 ha, kakao seluas 6.826 ha, perkebunan kelapa sawit seluas 11.920 ha, dan tambak udang seluas 2.900 ha (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Dimensi ekonomi memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong tidak berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 50,0. Dengan demikian pembangunan dimensi ekonomi kawasan transmigrasi Kaliorang harus dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat delapan atribut ekonomi yang menentukan keberlanjutan program dan empat diantaranya yang merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (> 2,25). Atribut ekonomi yang merupakan faktor pengungkit adalah sumber modal untuk kegiatan usahatani, tersedianya mitra usaha, kontribusi terhadap pendapatan asli daerah, dan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan transmigran dari usaha di bidang ekonomi. Secara visual disajikan pada Gambar 16.
Sumber modal untuk kegiatan usahatani masih dari modal sendiri. Kemampuan petani untuk mengakses sumber permodalan masih rendah. Di samping itu, belum ada regulasi yang khusus untuk memudahkan petani memanfaatkan sumber-sumber permodalan bagi usahataninya. Rustiadi et al. (2004) menyatakan bahwa salah satu model strategi pengembangan dan pembangunan transmigrasi adalah supply side yang mengupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuannya adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya di proses dari sumberdaya alam lokal. Adanya peningkatan penawaran akan meningkatkan ekspor wilayah yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Hal ini akan menarik kegiatan lain untuk datang ke wilayah ini.
Leverage of Attributes
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 Pendapatan transmigran dari usahatani (on farm)
untuk perbaikan dan peningkatan taraf hidup Pendapatan transmigran dari non-usahatani (off farm) untuk perbaikan dan peningkatan taraf hidup
Kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan transmigran dari usahatani di bidang ekonomi
Kontribusi terhadap PAD Tersedianya lembaga keuangan pendukung
program usahatani transmigran Sumber modal untuk kegiatan usahatani
Tersedianya mitra usaha (investor) Tataniaga hasil pertanian
A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 16. Atribut ekonomi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Minat masyarakat untuk terlibat dalam usahatani perkebunan yang padat modal relatif tinggi. Namun terkendala dengan terbatasnya modal usaha dan kondisi infrastruktur jalan yang masih belum memadai. Masyarakat membutuhkan suatu kemitraan antara kelompok usaha tani, pemerintah dan swasta dalam bentuk cooperative business, yang mendorong peningkatan nilai tambah, efisiensi dan perbaikan produktivitas.
Pengusaha pertanian dan perkebunan di Kabupaten Kutai Timur sudah banyak. Namun jalinan kemitraan usaha dengan petani di kawasan transmigrasi Kaliorang belum terbina. Kegagalan usahatani pisang dan kelapa hibrida menyebabkan petani kurang percaya terhadap kemitraan usaha yang akan dilakukan. Diperlukan fasilitasi pemerintah untuk memberikan jaminan kepada pengusaha dan petani akan pentingnya kemitraan usaha tersebut.
Landasan pengembangan kemitraan di bidang pertanian dalam Undang-Undang No.12 tahun 1992 telah ditetapkan: badan usaha diarahkan untuk kerjasama secara terpadu dengan masyarakat petani dalam melalukan usaha
budidaya tanaman, pemerintah dapat menugaskan badan usaha untuk pengembangan kerjasama dengan petani. Mitra usaha bagi petani di Kaliorang saat ini masih sebatas oleh pemerintah. Sebagian besar petani masih berusaha sendiri atau bermitra dengan pemerintah, belum dengan investor.
Kontribusi kegiatan ekonomi kawasan transmigrasi terhadap pendapatan asli daerah masih terbatas pada sektor pertanian. Beberapa komoditi tanaman pangan yang telah banyak dikembangkan di kawasan Kaliorang adalah padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai dan kacang hijau. Keragaan komoditi tanaman pangan yang dikembangkan di kawasan Kaliorang menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan kawasan sentra produksi padi. Hal tersebut terlihat dari luas tanam maupun produksi padi dan ubi kayu di kawasan ini menyumbang 69% luasan dan produksi Kabupaten Kutai Timur. Komponen laju pertumbuhan total pengembangan komoditas tanaman pangan di Kutai Timur sebesar 16,5%. Pengembangan komoditi tanaman pangan di Kaliorang yang laju pertumbuhannya melebihi laju pertumbuhan di Kutai Timur secara berturut-turut dari yang terbesar adalah komoditas padi sawah, padi ladang, dan kedelai (Nurharyadi, 2007).
Berdasarkan nilai differensial pengembangan komoditas padi sawah, padi ladang dan kedelai tersebut mempunyai nilai yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan komoditas padi sawah, padi ladang, dan kedelai mempunyai daya saing yang tinggi dalam pengembangan komoditas tanaman pangan di Kaliorang. Namun demikian, hanya padi sawah yang merupakan komoditas basis dan jika dilihat kontribusinya dari luasan panen mencapai 52,4% (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Dimensi sosial budaya memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 75,0. Dengan demikian pembangunan dimensi sosial budaya kawasan transmigrasi Kaliorang perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat sepuluh atribut sosial budaya yang menentukan keberlanjutan program dan dua diantaranya yang merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (> 3,0). Atribut sosial budaya yang merupakan faktor pengungkit adalah jumlah transmigran swakarsa yang datang dan menetap di lokasi transmigrasi karena menyusul kerabatnya dan pola rekruitmen calon transmigran terhadap keberhasilan transmigrasi. Secara visual disajikan pada Gambar 17.
Leverage of Attributes
0 1 2 3 4 5 6
Pengaruh program transmigrasi terhadap nilai-nilai sosial budaya lokal
Pola rekruitmen calon transmigran terhadap keberhasilan transmigrasi Pelatihan kegiatan usahatani transmigran
Pengalaman dan ketrampilan di bidang pertanian
Pola pembinaan transmigran di lokasi permukiman
Jumlah transmigran swakarsa (TSM) yang datang dan menetap di lokasi transmigrasi Tingkat penyerapan tenaga kerja dari
usahatani transmigran Status kesehatan warga transmigran
Tingkat pendidikan rata-rata Frekuensi konflik A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 17. Atribut sosial budaya yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Jumlah transmigran swakarsa yang datang dan menetap di lokasi transmigrasi karena menyusul kerabatnya mengalami pertumbuhan yang relatif tinggi. Jumlah penduduk di Kecamatan Kaliorang pada tahun 2006 sebanyak 13.907 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 20 jiwa/km2. Dengan angka kepadatan penduduk tersebut, kecamatan Kaliorang merupakan wilayah terpadat di Kabupaten Kutai Timur. Rata-rata pertumbuhan penduduk sekitar 2% (BPS Kabupaten Kutai timur, 2005). Pertumbuhan penduduk yang cukup besar tersebut umumnya diakibatkan oleh adanya mobilisasi penduduk dan bukan semata-mata dari kelahiran.
Pendapatan utama penduduk bersumber pada pertanian yang mengusahakan lahan sawah atau lahan kering. Beberapa desa seperti Cipta Graha dan Bumi Rapak mengandalkan perekonomiannya pada padi karena memiliki lahan sawah beririgasi. Beberapa desa lain mengandalkan pada padi gogo (lahan kering), tanaman palawija atau pisang dan kakao.
Angkatan kerja di Kaliorang sekitar 42% (sekitar 5.841 orang) sebagian besar desa-desa di wilayah ini adalah transmigrasi yang basis usahanya adalah pertanian, sehingga lebih dari 90% angkatan kerja tersebut bekerja di bidang pertanian. Desa Bumi Sejahtera dan Bukit Permata seluruh penduduknya bekerja atau bersumber penghidupan utama dari pertanian (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Untuk mengatasi kekurangan SDM, diperlukan program transmigrasi melalui mekanisme seleksi para transmigran. Menurut Anharudin et al. (2003), pembangunan transmigrasi di kawasan timur Indonesia diarahkan untuk: (1) mendukung pembangunan wilayah yang masih tertinggal, (2) mendukung pembangunan wilayah perbatasan, dan (3) mengembangkan permukiman transmigrasi yang telah ada, pembangunan permukiman baru secara selektif, dan pengembangan desa-desa/permukiman transmigrasi potensial. Untuk mendorong suatu hubungan interkoneksitas antara wilayah (spatial connection) dan integrasi kegiatan agribisnis/agroindustri yang efisien serta mengeliminir dampak negatif yang mungkin timbul; maka perlu disiapkan suatu pola-pola penggunaan kawasan. Pola rekruitmen calon transmigran terhadap keberhasilan transmigrasi merupakan faktor yang perlu diperhatikan di masa mendatang. Di kawasan Kaliorang, keterlibatan pemerintah juga akan mempermudah dalam penyediaan sumberdaya manusia yang handal melalui program transmigrasi pola agropolitan dan program-program pelatihan dan pendidikan masyarakat. Oleh karenanya baik investor maupun masyarakat akan sangat diuntungkan dalam sistem cooperative business. Hambatan terhadap kelangkaan sumberdaya manusia (kualitas dan kuantitas) dapat diatasi melalui program pendidikan dan pelatihan.
Pengembangan sumberdaya manusia di Kaliorang dilakukan dengan menempuh strategi dan pendekatan capacity building. Tujuannya yaitu untuk mendorong perubahan secara bertahap kapasitas petani sebagai individu maupun organisasi petani sebagai lembaga untuk secara terus menerus memahami dan menyadari prinsip-prinsip agribisnis yang professional-berdaya saing; mencari dan menemukan inovasi-inovasi baru dalam aspek manajemen, teknologi, pendekatan dan metodologi, meningkatkan keterampilan, memiliki kemampuan mengakses modal dan pasar, yang pada akhirnya menjadikan petani dan lembaga bisnis petani dapat melaksanakan kegiatan agribisnis secara profesional dan berdaya saing.
Dimensi teknologi memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong tidak berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 50,0. Dengan demikian pembangunan dimensi teknologi kawasan transmigrasi Kaliorang perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat delapan atribut teknologi yang menentukan keberlanjutan program dan tiga diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (> 1,75). Atribut teknologi yang merupakan faktor pengungkit adalah teknologi pasca panen (pengolahan hasil pertanian), teknologi konservasi lahan kering, dan teknologi informasi komoditi pertanian. Secara visual disajikan pada Gambar 18.
Leverage of Attributes
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5
Konservasi lahan kering Teknik penyiapan lahan Teknologi pengolahan lahan kering Teknologi budidaya (pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, pemanenan) Teknologi pengendalian hama dan penyakit
tanaman
Komoditi pertanian dengan kesesuaian lahan kering
Ketersediaan teknologi pasca panen (pengolahan hasil) Teknologi informasi komoditi pertanian
A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 18. Atribut teknologi yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Karakteristik perekonomian kecamatan Kaliorang berbasis pada kegiatan pertanian. Hal ini terlihat dari hampir 90% keluarga di setiap desa berusaha di bidang pertanian terutama tanaman pangan dan perkebunan. Walaupun secara
umum perekonomian kabupaten Kutai Timur berbasis pada pertambangan batubara, namun untuk wilayah kecamatan Kaliorang pertanian merupakan sektor utama pendukung perekonomian masyarakat. Hasil survai lapangan menunjukkan bahwa pola perekonomian masyarakat Kaliorang baru beralih dari subsisten ke komersial.
Secara umum dapat digambarkan bahwa kondisi penerapan teknologi budidaya masih sangat sederhana. Untuk pengusahaan tanaman pangan masih menerapkan pola subsisten dengan mengandalkan pada kesuburan alam. Walaupun demikian petani telah mulai mengembangkan tanaman tahunan (umumnya adalah tanaman pisang dan kakao) sebagai usaha komersial. Demikian pula dengan penerapan teknologi pasca panen (pengolahan hasil pertanian). Hampir semua hasil panen dijual dalam kondisi belum diolah. Pengembangan teknologi pengolahan hasil pertanian merupakan kebutuhan utama masyarakat karena jaringan transportasi masih relatif terbatas dan waktu tempuh yang lama sehingga komoditi pertanian yang dihasilkan sulit untuk dipasarkan. Sifat komoditi pertanian yang tidak tahan lama dan rentan terhadap kerusakan akibat penanganan yang tidak tepat memerlukan teknologi pasca panen untuk memberikan daya jual yang tinggi.
Hasil tanaman pisang dan kakao yang relatif banyak dihasilkan di wilayah ini belum mendapat perlakuan pasca panen yang benar dan belum tersedia industri yang mengolah hasil tersebut. Produksi pisang saat ini dipetik langsung dijual tanpa memperhatikan suatu produk dan bahkan terkadang tingkat kematangan buah tidak diperhatikan oleh petani. Industri pengolahan pisang seperti industri tepung pisang belum dikembangkan di wilayah ini walaupun bahan baku cukup tersedia. Hal ini menyebabkan belum adanya jaminan pasar bagi produksi pisang tersebut. Demikian pula penanganan hasil kakao juga masih dilakukan secara sederhana. Penanganan biji kakao biasanya tanpa fermentasi dan tanpa teknologi pengeringan yang baik sehingga dihasilkan biji kakao berkualitas rendah. Hal ini perlu introduksi teknologi tepat guna yang dapat memberikan nilai tambah terhadap hasil tersebut. Menurut Djakapermana (2006), keberlanjutan pembangunan dari segi teknologi ditunjukkan dengan kriteria terjadi alih teknologi dan indikatornya adalah tidak menimbulkan ketergantungan pada pihak asing dalam hal pengetahuan dan pengoperasian alat (know-how), tidak menggunakan teknologi yang masih bersifat percobaan
dan teknologi usang dan mengupayakan peningkatan kemampuan dan pemanfaatan teknologi lokal.
Pengembangan industri pasca panen serta pemasaran merupakan kunci kedua keberhasilan pengembangan kawasan ini. Tersedianya mitra usaha (investor) untuk pengembangan dan penerapan teknologi pasca panen, industri pengolahan hasil produk utama serta pengembangan pasar, baik fisik maupun kelembagaannya, diperlukan dalam pengembangan pertanian di wilayah ini.
Komoditi yang penanganan pasca panennya dapat dilakukan oleh petani seperti beras, kakao dan pisang dapat dilakukan di sub terminal agribisnis dengan pedagang. Dalam pengembangan agribisnis, komoditi unggulan tersebut dapat dikembangkan lagi menjadi beberapa komoditi sesuai dengan subsistemnya. Masing-masing komoditi memiliki skala investasi dan memerlukan dukungan pihak pemerintah untuk mempercepat pengembangannya
Teknologi konservasi lahan kering belum dilakukan oleh masyarakat secara khusus. Kegiatan pengolahan lahan dilakukan berdasarkan kebiasaan turun-temurun baik berdasarkan pengetahuan dari daerah asal, maupun pengalaman selama di kawasan transmigrasi. Sistem terasering dan pemanfaatan pupuk organik belum banyak dilakukan.
Teknologi informasi komoditi pertanian terkendala oleh kemampuan sumberdaya petani yang rendah. Fasilitas informasi komoditi dapat diketahui dari media cetak dan media massa yang ada, namun kurang dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat.
Dimensi kelembagaan memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong belum berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 75,0. Dengan demikian pembangunan dimensi kelembagaan kawasan transmigrasi Kaliorang perlu dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat delapan atribut kelembagaan yang menentukan keberlanjutan program dan empat diantaranya merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (> 3,0). Atribut kelembagaan yang merupakan faktor pengungkit adalah status sertifikasi lahan (LP, LU I, LU II) yang diberikan kepada transmigran, lembaga kelompok tani transmigran, lembaga keuangan mikro di lokasi transmigrasi yang mendukung usahatani, dan kelengkapan lahan (LP, LU I, LU II) yang diterima transmigran. Secara visual disajikan pada Gambar 19.
Leverage of Attributes
0 1 2 3 4 5 6
Ketersediaan juklak dan juknis pembangunan permukiman transmigrasi Kelengkapan lahan (LU-I, LU- II) yang di terima
transmigran
Status sertifikasi lahan (LP, LU-I, LU-II) Ketersediaan personil pembinaan di lokasi
transmigrasi
Lembaga kelompok tani transmigran Lembaga keuangan mikro di lokasi
transmigrasi
Lembaga adat Adanya tokoh panutan yang disegani di lokasi
transmigrasi A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 19. Atribut kelembagaan yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Status sertifikasi lahan (LP, LU I, LU II) yang diberikan kepada transmigran perlu dipertegas. Hal ini berkaitan dengan pola hubungan antara investor sebagai inti dan petani sebagai plasma yang menggunaan kelengkapan lahan (LP, LU I, LU II) sebagai persyaratan kerjasama. Peran kepala desa dan petugas transmigrasi menjadi penting karena banyaknya transmigran swakarsa mandiri yang masuk ke lokasi transmigrasi Kaliorang tanpa melalui proses administrasi yang telah ditetapkan.
Ketersediaan lahan baik jenis dan kesesuaian untuk pengembangan komoditi agribisnis di Kaliorang meliputi lahan sesuai untuk pengembangan sawah irigasi, tanaman lahan kering baik tanaman semusim maupun tahunan serta budidaya tambak udang. Berdasarkan potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan di kawasan kecamatan Kaliorang terdapat 23.066 ha untuk pengembangan agribisnis. Komoditi unggulan untuk dikembangkan di Kaliorang terdiri atas padi seluas 1.840 ha, kakao seluas 6.826 ha, perkebunan kelapa sawit seluas 11.920 ha, dan tambak udang seluas 2.900 ha (Bappeda
Kabupaten Kutai Timur, 2005). Potensi lahan yang dapat dikembangkan di pemukiman transmigrasi seluas 7.080 ha yang terdiri dari 885 ha lahan pekarangan, 2.655 ha lahan usaha I dan 3.540 ha lahan usaha II. Potensi lahan ini memerlukan kelengkapan lahan untuk pengembangan usahatani.
Untuk pengembangan kapasitas petani, lembaga kelompok tani transmigran merupakan wadah yang diperlukan. Karena masyarakat transmigran berasal dari suku yang berbeda, maka kelompok tani yang dibentuk harus dilakukan secara swadaya dan atas inisiatif sendiri. Pemerintah hanya perlu mendorong pembentukan lembaga kelompok tani. Hal ini sejalan dengan arahan Depnakertrans (2007) bahwa pelaksanaan pengembangan masyarakat meliputi penguatan kelembagaan masyarakat, penguatan kapasitas sumberdaya manusia, pengembangan kemitraan, dan pelayanan jasa pemerintahan.
Dimensi aksesibilitas memiliki indeks keberlanjutan yang tergolong tidak berkelanjutan karena masih lebih kecil dari 50,0. Dengan demikian pembangunan dimensi aksesibilitas kawasan transmigrasi Kaliorang harus dilakukan dengan memperhatikan atribut yang merupakan faktor pengungkit guna efisiensi dan efektivitas kegiatan pembangunan. Terdapat delapan atribut aksesibilitas yang menentukan keberlanjutan program dan tiga diantaranya yang merupakan faktor pengungkit berdasarkan nilai RMS (> 4,0). Atribut aksesibilitas yang merupakan faktor pengungkit adalah fasilitas air untuk pertanian dan industri, kondisi jalan penghubung yang dapat dilalui dengan kendaraan roda dua dan roda empat, dan jaringan telekomunikasi yang dapat diakses oleh transmigran. Secara visual disajikan pada Gambar 20.
Fasilitas air untuk pertanian dan industri relatif terbatas. Sebagai lahan kering, kendala utama pengembangan pertanian adalah ketersediaan air yang mencukupi kebutuhan. Barrow (1991) menyatakan bahwa lahan kering merupakan salah satu ciri lahan, yang apabila diusahakan untuk pertanian, pengairannya hanya mengandalkan dari curah hujan untuk kelembaban tanahnya. Kondisi lahan kering mengalami periode masa kering dapat berupa kering musiman atau kering dalam satu waktu periode tertentu saja dan selanjutnya mengalami periode hujan atau basah. Topografi di lokasi ini sebagian besar datar dan sebagian kecil berombak hingga bergelombang. Dengan tekstur tanah berpasir hingga berliat, tanah di wilayah ini memiliki tingkat drainase sedang sampai terhambat.
Leverage of Attributes 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Fasilitas pemasaran hasil pertanian Ketersediaan sarana transportasi Fasilitas air bersih
untuk konsumsi Fasilitas air untuk pertanian dan industri
Fasilitas sosial Kondisi jalan Jaringan telekomunikasi Jaringan listrik A tt ri b u te
Root Mean Square Change in Ordination w hen Selected Attribute Removed (on Sustainability scale 0 to 100)
Gambar 20. Atribut aksesibilitas yang menjadi faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan kawasan Kaliorang
Faktor ketersediaan air perlu diperhitungkan karena umumnya pertanian di Kaliorang merupakan sawah tadah hujan sehingga sangat tergantung pada musim. Untuk kegiatan industri, masih mengandalkan air dari saluran yang dialirkan secara swadaya masyarakat dari mata air yang ada di daerah yang lebih tinggi. Kebutuhan air domestik masih mengandalkan air sumur.
Kendala utama dalam pengembangan perekonomian di wilayah ini adalah jalan dan sarana transportasi. Prasarana yang telah ada berupa pelabuhan Maloy. Pelabuhan ini cukup besar yang sebelumnya untuk pengapalan kayu yang saat ini aktivitasnya sangat rendah. Kawasan Kaliorang dapat memanfaatkan pelabuhan ini untuk ekspor-impor hasil pertanian baik antar negara ataupun antar pulau.
Kecamatan Kaliorang berjarak 96 km dari Ibukota kabupaten Kutai Timur (Sangatta). Dari Sanggatta ke Kaliorang menggunakan transportasi umum Sangatta – Sangkulirang atau kendaraan carteran. Transportasi ke Kaliorang masih menjadi masalah karena sedikitnya transportasi reguler yang tersedia. Dari pusat kecamatan ke desa-desa di Kaliorang umumnya masih jalan tanah dan satu-satunya kendaraan penumpang umum yang tersedia adalah ojek dengan tarip yang cukup tinggi. Pergerakan penduduk di wilayah ini masih tergolong rendah. Hal ini karena masih terbatasnya sarana angkutan umum dan
kondisi jalan sehingga menyebabkan transportasi sangat mahal. Jarak tempuh antara desa-desa dengan kantor kecamatan berkisar antara 1 (satu) hingga 50 km dan jarak dari desa ke ibu kota kabupaten Kutai Timur (Sanggata) berkisar antara 96-216 km. Dengan demikian, kondisi jalan penghubung yang dapat dilalui dengan kendaraan roda dua dan roda empat merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang (Bappeda Kabupaten Kutai Timur, 2005).
Pergerakan internal kecamatan atau antar desa sangat rendah. Hal ini disebabkan sistem kegiatan yang berlangsung tidak membutuhkan interaksi yang besar. Untuk pergerakan internal kecamatan, masyarakat memanfaatkan sepeda motor pribadi atau menyewa jasa angkutan ojek dengan tarif sekitar Rp15.000 hingga Rp55.000. Selain lewat darat, mobilitas penduduk juga terselenggara melalui jalur pesisir pantai dengan jenis kapal domping. Pergerakan yang terjadi ini terutama untuk kegiatan pemasaran hasil perikanan laut dan tambak ke Sangkulirang dan Bontang. Tarif yang berlaku untuk kapal tersebut bervariasi mulai dari Rp30.000 hingga Rp40.000 (untuk berangkat dan pulang).
Jaringan telekomunikasi yang dapat diakses oleh transmigran masih kurang terutama yang berkaitan dengan usahatani masyarakat. Belum tersedia jaringan telepon. Meskipun jaringan telepon selular telah menjangkau hampir semua kawasan, namun kemampuan masyarakat untuk menggunakan secara optimal masioh rendah. Aktivitas pos dan distribusi media cetak sangat minim. Hal ini menyebabkan lemahnya pengembangan kapasitas sumberdaya manusia di kawasan transmigrasi Kaliorang.
Berdasarkan hasil analisis MDS dan pembahasannya, diperoleh 19 faktor pengungkit pembangunan kawasan transmigrasi secara berkelanjutan di Kaliorang. Kesembilan belas faktor tersebut tertera pada Tabel 23. Dalam proses pembangunan, semua faktor ini harus diperhatikan agar tercapai efisiensi dan efektivitas pembangunan. Secara operasional, faktor ini memiliki keterkaitan dalam bentuk pengaruh dan ketergantungan antar faktor. Hal ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering secara berkelanjutan. Namun demikian, dalam proses implementasinya diperlukan pemilihan faktor yang paling berpengaruh dan memiliki keterkaitan dengan faktor lainnya yang paling tinggi sehingga dengan memanfaatkan sumberdaya yang terbatas dapat dicapai tujuan pembangunan yang diinginkan.
Tabel 23. Faktor pengungkit dari setiap dimensi pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang
Dimensi Faktor pengungkit
Ekologi 1. Luasan lahan yang ditanami dengan komoditi pertanian
2. Pemanfaatan pupuk kimia untuk usahatani transmigran
3. Pemanfaatan pupuk organik dari limbah pertanian untuk usahatani transmigran
Ekonomi 4. Ketersediaan mitra usaha perorangan atau lembaga yang
bekerjasama dan berusaha saling menguntungkan dengan transmigran
5. Sumber modal usahatani sebagai pendukung kegiatan usahatani transmigran
6. Kontibusi penghasilan dari usahatani transmigran terhadap pendapatan asli daerah
7. Konstribusi terhadap peningkatan kesejahteraan transmigran dari aktifitas usahatani transmigran
Sosial 8. Jumlah transmigran swakarsa (TSM) yang datang dan menetap di
lokasi transmigrasi karena menyusul kerabatnya (transmigran) yang berhasil
9. Pola, cara, dan persyaratan rekruitmen calon transmigrasi terhadap keberhasilan transmigran dalam usahatani
Teknologi 10. Teknologi informasi pertanian khususnya pasar komoditi pertanian
11. Teknologi pasca panen yang murah dan dapat dengan mudah dipergunakan oleh transmigran
12. Pengetahuan dan pengalaman transmigran tentang konservasi tanah di lahan kering
Kelembagaan 13. Keberadaan dan peran lembaga keuangan mikro di lokasi
transmigrasi dalam mendukung usahatani transmigran
14. Lembaga kelompok tani transmigran dan aturan-aturannya yang ada di lokasi transmigrasi
15. Status sertifikasi lahan (LP, LU-I, LU-II) yang diberikan pada transmigran dan waktu pemberian sertifikat tanah
16. Kelengkapan lahan (LP-I, LU- II) yang di terima transmigran baik luasannya maupun sertifikat lahannya
Aksesibilitas 17. Sarana telekomunikasi yang dengan mudah dapat digunakan
oleh transmigran dan masyarakat 18. Fasilitas air untuk pertanian dan industri
19. Kondisi kualitas jalan penghubung/poros yang dapat dengan mudah dilalui kendaraan roda empat dan roda dua
Faktor-faktor kunci tersebut digunakan sebagai basis dalam perumusan kebijakan dan strategi implementasi pengembangan komoditi unggulan pertanian yakni padi, kelapa sawit, dan kakao. Penentuan faktor kunci dilakukan dengan melibatkan semua stakeholder yang terkait dengan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang dan pakar.
Berdasarkan hasil analisis prospektif diperoleh tiga faktor kunci keberhasilan pembangunan kawasan transmigrasi lahan kering di Kaliorang yaitu: (1) luas lahan yang ditanami, (2) ketersediaan mitra usaha, dan (3) kondisi jalan. Hasil analisis prospektif disajikan pada Gambar 21. Hasil analisis tersebut
sesuai dengan kondisi lapangan di lokasi penelitian. Ketiga faktor kunci disepakati oleh stakeholder sebagai faktor utama yang harus diperhatikan dalam pengembangan kawasan di masa mendatang.
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
Status sertifikasi lahan
Lembaga kelompok tani
Lembaga keuangan mikro
Konservasi lahan kering Teknologi pasca panen
Teknologi informasi pertanian
Pola rekruitmen transmigran
Jumlah transmigran swakarsa (TSM) Kesejahteraan transmigran
Kontibusi terhadap PAD Luasan lahan yang ditanami
Ketersediaan mitra usaha
Sumber modal usaha tani
Pemanfaatan pupuk kimia Pemanfaatan pupuk organik
Kelengkapan lahan Fasilitas telekomunikasi
Fasilitas air untuk pertanian Kondisi jalan -0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 - 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 Ketergantungan P e n g a ru h
Gambar 21. Hasil analisis prospektif faktor kunci pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang berdasarkan faktor pengungkit
Mapaona (2003) menyatakan, luas lahan kering di Indonesia yang siap dimanfaatkan 21,2 juta ha dan 37% diantaranya dapat dikembangkan untuk komoditi kelapa sawit dengan kemiringan di bawah 15%. Luas lahan yang ditanami merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang tinggi dan tingkat ketergantungan yang relatif rendah baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga pembangunan faktor ini akan mempercepat pengembangan kawasan. Faktor ini berkaitan dengan produktivitas transmigran dalam memanfaatkan lahan yang tersedia. Sesuai dengan peraturan transmigrasi, luas lahan yang dimiliki oleh setiap transmigran adalah 2 ha. Lahan di kawasan transmigrasi Kaliorang secara umum sesuai untuk berbagai jenis komoditi pertanian. Tingkat pemanfaatan lahan juga berkaitan dengan kemampuan petani untuk memanfaatkan lahan dan produktivitas usahatani pada lahan yang dimiliki. Petani yang memiliki keterampilan bertani dan etos kerja yang tinggi pada umumnya memanfaatkan seluruh lahan yang dimiliki, bahkan terdapat beberapa petani yang telah memiliki lahan lebih dari 2 ha, hasil pembelian lahan dari petani lainnya atau pembukaan lahan baru.
Faktor lain yang berpengaruh terhadap keberhasilan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang adalah ketersediaan mitra usaha. Pengembangan usahatani berkaitan dengan aspek permodalan dan kepastian usaha. Ketersediaan mitra usaha merupakan faktor yang berperan dalam menentukan kinerja usaha tani. Menurut Depnakertrans (2007) salah satu program yang dilakukan di KTM Kaliorang adalah pengembangan kemitraan. Mitra usaha dapat memberikan dorongan kepada petani untuk berusaha dengan adanya pemberian modal usaha, kepastian harga, dan bantuan teknologi. Semakin banyak mitra usaha, semakin kondusif iklim usahatani yang pada akhirnya akan mendorong produktivitas pertanian.
Kesejahteraan masyarakat transmigran ditentukan oleh banyak faktor diantaranya luas lahan yang ditanami dan produktivitas lahannya, pasar komoditi pertanian, dan pola hidup masyarakat. Kesejahteraan masyarakat di kawasan transmigrasi merupakan daya tarik bagi masyarakat luar untuk datang ke kawasan transmigrasi secara mandiri. Hal ini berarti mengurangi tingkat pengangguran di kota. Hal ini sesuai dengan Depnakertrans (2007) bahwa harapan dari pembentukan KTM adalah meningkatnya kemudahan-kemudahan dari para transmigran dan penduduk sekitar untuk memenuhi berbagai kebutuhan dasar mereka. Sasarannya akhirnya adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para transmigran dan penduduk sekitar di kawasan tersebut. Namun demikian, banyaknya penduduk di kawasan transmigrasi cenderung menimbulkan konflik dalam menggunakan sumberdaya lahan.
Kondisi jalan merupakan faktor yang menentukan tingkat aksesibilitas kawasan. Aksesibilitas kawasan akan mempengaruhi kinerja sosial dan ekonomi masyarakat. Di sisi lain, tingginya sumbangan terhadap perekonomian wilayah dari suatu daerah akan mendorong pemerintah untuk membangun infrastruktur jalan menuju kawasan tersebut.
Prasarana jalan merupakan prasarana vital untuk mengembangkan perekonomian di wilayah ini. Terbangunnya jalan kabupaten (antar kecamatan) dan antar desa akan memudahkan pengangkutan hasil pertanian, barang produksi dan konsumsi. Prasarana jalan merupakan kebutuhan prioritas dalam pengembangan agribisnis di wilayah ini. Jarak tempuh antara desa-desa dengan kantor kecamatan berkisar antara satu hingga 50 km dan jarak dari desa ke ibukota Kabupaten Kutai Timur (Sangata) berkisar antara 96-216 km.
Hampir separuh dari jalan antar desa (poros) di kecamatan Kaliorang masih merupakan jalan tanah. Dari 15 desa yang ada, 8 jalan antar desa sudah diperkeras dengan sirtu dan 7 diantaranya masih berupa jalan tanah. Jalan antar desa masih jalan tanah yaitu desa Kaliorang, Bukit Harapan, Bangun Jaya, Mata Air, Kandungan Jaya, Pengadan Baru dan Selangkau. Demikian pula jalan desa umumnya masih jalan tanah kecuali yang telah mendapat bantuan OECF untuk pengerasan jalan.
5.2 Kebutuhan Stakeholder Dalam Pengembangan Kawasan Transmigrasi
Stakeholder pembangunan kawasan Kaliorang adalah individu, kelompok
masyarakat dan lembaga pemerintah yang memiliki minat dan wewenang untuk berperan dalam kegiatan pembangunan Kaliorang. Identifikasi stakeholder dilakukan berdasarkan peran dan fungsi terhadap kawasan Kaliorang. Pendekatan ini lebih menguntungkan stakeholder yang lemah secara politik, tetapi memainkan peran dan fungsi penting terhadap kawasan Kaliorang.
Stakeholder tersusun atas kelompok pemerintah (pusat dan daerah),
masyarakat, pihak swasta, dan lembaga sosial masyarakat. Para stakeholder ini memiliki minat yang berbeda-beda dan berbagai masalah dan hambatan dalam menjalankan perannya.
Pembangunan kawasan Kaliorang di masa mendatang perlu memperhatikan kebutuhan stakeholder. Hal ini berkaitan dengan rencana kegiatan pembangunan yang harus dilakukan dan hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. Hasil identifikasi kebutuhan stakeholder disajikan pada Tabel 24.
Pemerintah, masyarakat, dan pengusaha merupakan stakeholder yang penting dalam pembangunan kawasan Kaliorang. Pemerintah dengan peran otoritas pembangunan wilayah, dan pengusaha dan masyarakat dengan peran peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks perencanaan partisipatif pemerintah pengusaha dapat menjadi pionir yang mampu untuk mengajak dan merangkul stakeholder lainnya dalam berpartisipasi secara aktif, terintegrasi serta dengan visi yang sama dalam merencanakan pengelolaan danau untuk kepentingan bersama. Dengan demikian kelestarian kawasan Kaliorang dan keberlanjutan manfaat yang dapat diberikan kepada seluruh stakeholder terutama masyarakat lokal dapat terlaksana dengan baik dalam konteks keadilan dan pemerataan.
Tabel 24. Kebutuhan stakeholder pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang
Kategori Stakeholder Kebutuhan
Pemerintah Depnakertrans Bappeda Kaltim Disnakertrans Kaltim Distan Kaltim Dinas PU Kaltim Bappeda Kutim Disnakertrans Kutim Dinas PU Kutim Dinas Pertanian Kutim Dishutbun Kutim Camat Kaliorang
1. Pengembangan ekonomi kawasan 2. Penyerapan tenaga kerja
3. Peningkatan pendapatan asli daerah 4. Pemanfaatan lahan secara optimal dan
berkelanjutan
5. Harmonisasi masyarakat dalam kegiatan usahatani
6. Peningkatan minat investasi
Masyarakat DPRD
Petani Pedagang Tokoh masyarakat
7. Peningkatan pendapatan masyarakat 8. Sumber permodalan usahatani
9. Pemanfaatan sarana produksi yang ramah lingkungan Pengusaha BP Agropolitan Sangsaka Pedagang sektor informal Investor Lembaga keuangan mikro Perbankan
10. Tenaga kerja terampil 11. Keberlanjutan usaha
12. Sarana dan prasarana kawasan yang memadai
13. Regulasi yang jelas tentang kemitraan dan investasi
14. Ketersediaan lahan usahatani yang produktif
Peneliti dan LSM
Peneliti LSM lokal
15. Tersedianya teknologi sesuai kebutuhan 16. Konservasi sumberdaya lahan
17. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia
Sumber: Hasil survei lapangan (2007)
Selanjutnya faktor-faktor yang menjadi kebutuhan stakeholder tersebut dianalisis guna menentukan faktor kunci dalam pembangunan kawasan Kaliorang. Penentuan faktor kunci dari kebutuhan stakeholder ini dilakukan dengan analisis prospektif melibatkan stakeholder dan pakar. Hasil analisis prospektif disajikan pada Gambar 22.
Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh empat faktor kunci yang perlu diperhatikan guna memenuhi kebutuhan stakeholder di masa mendatang dalam pembangunan kawasan Kaliorang yaitu: pengembangan dan penerapan teknologi budidaya pertanian yang sesuai dengan kondisi lahan, pengembangan komoditi pertanian unggulan yang dapat menjamin kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan pendapatan daerah dan kelestarian lingkungan, peningkatan iklim investasi melalui perbaikan regulasi dan kelembagaan, dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia melalui pendidikan dan pelatihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mastur (2002) bahwa strategi yang dipilih dalam pemanfaatan lahan kering marjinal yang ideal, haruslah mempertimbangkan sumberdaya lokal
terutama kondisi sosial, budaya dan ekonomi petani, ketersediaan teknologi, ketersediaan dana, serta akses dan peluang pasar.
Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji
#REF!
Peningkatan kualitas SDM
Peningkatan pendapatan asli daerah
Penyerapan tenaga kerja
Harmonisasi usahatani
Pemanfaatan lahan Pengembangan ekonomi
Peningkatan minat investasi
Peningkatan pendapatan masyarakat
Sumber permodalan
Tenaga kerja terampil
Keberlanjutan usaha Sarana dan prasarana kawasan
Regulasi kemitraan dan investasi
Penggunaan saprodi Tersedianya teknologi Konservasi lahan -0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 - 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Ketergantungan P e n g a ru h
Gambar 22. Hasil analisis prospektif faktor kunci pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang berdasarkan kebutuhan stakeholder
Faktor-faktor tersebut merupakan masukan dalam perumusan kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi di Kaliorang secara berkelanjutan. Dengan demikian, kebijakan pembangunan kawasan Kaliorang telah dapat mencerminkan aspirasi stakeholder dan kondisi masa depan yang diinginkan.
5.3 Rancangan Kebijakan Pengembangan Kawasan Transmigrasi
Berdasarkan hasil analisis sebelumnya, diperoleh berbagai faktor kunci yang menentukan keberhasilan pembangunan kawasan Kaliorang guna menuju pembangunan berkelanjutan yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Hasil ini juga telah mempertimbangkan kondisi eksisting wilayah dan arahan kebijakan pembangunan secara umum. Faktor kunci dari berbagai analisis yang dilakukan disajikan pada Gambar 23.
Gambar 23. Jumlah faktor kunci yang diperoleh dari berbagai analisis untuk rumusan alternatif kebijakan
Rancangan kebijakan pembangunan kawasan Kaliorang dirumuskan dengan memperhatikan faktor-faktor kunci yang telah dihasilkan dari analisis sebelumnya. Selain itu juga memasukkan hasil tinjauan kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang. Menurut Godet et al. (1999), salah satu tujuan melakukan analisis prospektif adalah untuk menterjemahkan strategi ke dalam perencanaan, tujuan umum dan strategi yang muncul dari analisis prospektif yang berguna untuk menentukan prioritas dalam proses perencanaan. Perumusan kebijakan ini dilakukan melalui FGD dengan stakeholder dan pakar. Rumusan rancangan kebijakan pembangunan kawasan transmigrasi Kaliorang adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan luas lahan yang ditanami dengan komoditi pertanian unggulan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2. Pengembangan dan penguatan kemitraan usahatani dalam mendukung kegiatan agribisnis komoditi pertanian unggulan
3. Pembangunan dan pemeliharaan sarana jalan penghubung guna menunjang ketersediaan sarana produksi pertanian dan pemasaran hasil pertanian 4. Perbaikan iklim investasi dan peningkatan investasi pemerintah dan
pengusaha
5. Pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana kawasan guna menunjang pengembangan kawasan
6. Pengembangan teknologi budidaya pertanian dan perbaikan manajemen usaha tani
7. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia khususnya petani dan pelaku usahatani melalui pelatihan dan pendidikan
Model AHP digunakan untuk memilih kebijakan yang penting untuk dilaksanakan dan yang lebih aspiratif dari lima alternatif kebijakan yang telah dirumuskan sebelumnya. Kriteria yang digunakan dalam model AHP penentuan kebijakan pembangunan Kaliorang adalah kriteria manajemen pelaksanaan pembangunan, khususnya terkait: aktor pelaksana dalam pembangunan wilayah, dimensi pembangunan berkelanjutan, dan kriteria pelaksanaan untuk masing-masing prinsip pembangunan untuk menentukan prioritas kebijakan pembangunan Kaliorang. Hirarki AHP disusun dengan lima level yang memperlihatkan tahapan proses penetapan prioritas.
Kriteria yang digunakan untuk pencapaian dimensi merupakan gabungan hasil analisis faktor pengungkit keberlanjutan pembangunan dan analisis kebutuhan stakeholder yang dikelompokkan ke dalam enam dimensi sesuai dengan dimensi pengembangan kawasan transmigrasi yang telah dianalisis.
Pengisian kuesioner matriks perbandingan berpasangan disampaikan kepada stakeholder yang prominent di provinsi di Kalimantan Timur 1 orang, Kabupaten Kutai Timur 8 orang, Kecamatan Kaliorang 5 orang, dan 1 orang di Jakarta. Keinginan dan preferensi stakeholder merupakan aspirasi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan pakar terhadap kebijakan yang diinginkannya terkait dengan pembangunan Kaliorang, baik untuk kepentingan saat ini maupun di masa yang akan datang. Penentuan prioritas kebijakan dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan agar diperoleh hasil yang partisipatif dan akomodatif sehingga kebijakan yang dihasilkan dapat dilaksanakan dan didukung oleh semua stakeholder.
Analisis dilakukan pada setiap level dari hirarki penentuan kebijakan dalam pemanfaatan ruang wilayah pulau Kalimantan. Bobot dan prioritas yang dianalisis adalah hasil kombinasi gabungan dari pendapat dan penilaian seluruh
stakeholder pada setiap matriks perbandingan berpasangan. Hasil analisis
Gambar 24. Bobot faktor-faktor pada setiap level penentuan kebijakan
Pada level 2 (aktor) diperoleh hasil analisis yaitu pemerintah daerah (bobot 0,457) merupakan aktor yang paling berperan dalam penentuan kebijakan pengembangan kawasan Kaliorang. Hal ini menujukkan bahwa aspirasi pemerintah daerah menjadi fokus perhatian dalam penentuan kebijakan pembangunan. Aktor yang menjadi prioritas kedua adalah pemerintah (bobot 0,223). Pemerintah daerah dan pusat dalam hal ini memegang otoritas dalam perencanaan dan pembangunan wilayah serta berperan menjamin kelestarian pemanfaatan sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat. Aktor pengusaha dan masyarakat merupakan prioritas ketiga dan keempat. Pada tahap implementasi, kedua aktor ini perlu dilibatkan dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Hal ini karena di lokasi transmigrasi, pengusaha dan masyarakat memegang peranan yang paling dominan.
Pada level 3, tujuan pengembangan kawasan Kaliorang yang menjadi prioritas utama adalah: peningkatan aksesibilitas kawasan (0,250), kelestarian ekosistem dan fungsinya (0,227), pertumbuhan ekonomi (0,200), kesejahteraan sosial (0,168), pengembangan dan penerapan teknologi (0,080), dan penguatan kelembagaan (0,054). Hal ini merupakan indikator bahwa pada umumnya
stakeholder mementingkan aspek aksesibilitas kawasan, kelestarian ekosistem
pengembangan kawasan transmigrasi. Pririotas ini menujukkan keinginan stakeholder dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan pada kawasan transmigrasi Kaliorang.
Pada level empat, kriteria dari setiap tujuan pembangunan, diperoleh hasil bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, aspek yang harus diprioritaskan adalah sumber permodalan dan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Tujuan ekologi yang menjadi prioritas adalah luasan lahan yang ditanami komoditi pertanian dan pemanfaatan pupuk organik. Tujuan sosial yang menjadi prioritas adalah pola rekruitmen transmigran. Tujuan teknologi yang menjadi prioritas adalah teknologi konservasi lahan kering dan teknologi pasca panen. Tujuan kelembagaan yang menjadi prioritas adalah kelengkapan lahan dan status sertifikasi lahan. Tujuan aksesibilitas yang menjadi prioritas adalah kondisi jalan dan fasilitas air untuk pertanian dan industri. Kesemuanya faktor ini menjadi saklah satu bahan pertimbangan dalam penyusunan strategio implementasi arahan kebijakan terpilih. Selanjutnya berdasarkan judgement semua stakeholder dan pakar pada setiap level diperoleh bobot dan prioritas alternatif kebijakan pembangunan kawasan Kaliorang. Hasil analisis disajikan pada Gambar 25. 0.098 0.109 0.119 0.126 0.146 0.158 0.222 Sarpras kawasan Teknologi Kualitas SDM Sarana jalan Luas lahan Iklim investasi Mitra usaha A lt e rn a ti f K e b ij a k a n Bobot 0.098 0.109 0.119 0.126 0.146 0.158 0.222 Sarpras kawasan Teknologi Kualitas SDM Sarana jalan Luas lahan Iklim investasi Mitra usaha A lt e rn a ti f K e b ij a k a n Bobot
Gambar 25. Bobot masing-masing alternatif kebijakan pengembangan kawasan transmigrasi Kaliorang
Nilai indeks konsistensi adalah 0,05 (overall inconsistency), yang berarti nilai pembobotan perbandingan berpasangan pada setiap matriks adalah konsisten. Hal ini juga berarti masing-masing responden telah memberikan jawaban yang konsisten.
Hasil AHP tersebut menunjukkan bahwa kebijakan pengembangan dan penguatan kemitraan usahatani dalam pengembangan komoditi pertanian unggulan merupakan alternatif kebijakan yang memiliki bobot tertinggi (0,222) dan menjadi prioritas utama dalam pembangunan kawasan Kaliorang. Pertimbangan utama stakeholder memprioritaskan kebijakan ini adalah bahwa realisasi kebijakan ini akan mendorong percepatan pembangunan kawasan serta dapat menjadi faktor pendorong pelaksanaan enam alternatif kebijakan lain.
Prioritas kebijakan kedua adalah perbaikan iklim investasi dan peningkatan investasi pemerintah dan pengusaha (bobot 0,158). Kebijakan kemitraan usaha dan perbaikan investasi ini diharapkan diimplementasikan secara terpadu untuk mendukung keberlanjutan dan percepatan pengembangan kawasan transmigrasi di Kaliorang. Peningkatan iklim investasi dan kemitraan usahatani dapat dicapai dengan dukungan sarana dan prasarana yang sesuai kebutuhan dan aksesibilitas kawasan yang mendukung kegiatan agribisnis dan agroindustri.
Prioritas kebijakan ketiga adalah peningkatan luas lahan yang ditanami dengan komoditi pertanian unggulan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (0,146). Prioritas kebijakan keempat pembangunan dan pemeliharaan sarana jalan penghubung guna menunjang ketersediaan sarana produksi pertanian dan pemasaran hasil pertanian (bobot 0,126). Peningkatan iklim investasi dan kemitraan usahatani dapat dicapai dengan dukungan sarana jalan penghubung yang memadai. Berdasarkan bobotnya, kedua kebijakan ini diharapkan diimplementasikan secara terpadu untuk mendukung keberlanjutan dan percepatan peningkatan kemitraan usahatani dan iklim investasi.
Prioritas kebijakan kelima adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia khususnya petani dan pelaku usahatani melalui pelatihan dan pendidikan (bobot 0,119). Kebijakan ini pada dasarnya mendukung implementasi kebijakan kemitraan usahatani. Prioritas keenam dan ketujuh adalah pengembangan teknologi budidaya pertanian dan perbaikan manajemen usaha tani (bobot 0,109) dan pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana kawasan (bobot 0,0985). Kebijakan ini diharapkan dapat dilaksanakan sesuai dengan kondisi wilayah untuk mendukung pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan.
Hasil analisis AHP tersebut telah disepakati oleh semua stakeholder dan menjadi masukan dalam penyusunan kebijakan pembangunan kawasan
transmigrasi lahan kering di Kaliorang. Pada FGD disepakati bahwa hasil tersebut sesuai dengan keinginan semua stakeholder. Dengan demikian, implementasi kebijakan ini diharapkan dapat terlaksana dengan baik.
5.4 Strategi Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan
Strategi implementasi kebijakan dibahas melalui focus group discussion (FGD) yang melibatkan stakeholder terkait. Pada FGD ini dibahas mengenai faktor yang perlu diperhatikan (peluang dan tantangan) serta langkah strategis yang dilakukan untuk keberhasilan pengembangan komoditi unggulan di Kaliorang. Strategi implementasi kebijakan pengembangan kawasan tetap memperhatikan faktor-faktor pengungkit yang mendukung percepatan pencapaian sasaran kebijakan tersebut, kondisi dan potensi kawasan, faktor peluang dan kendala pelaksanan pembangunan kawasan.
Terdapat empat faktor pertimbangan dalam pengembangan kemitraan usaha di kawasan transmigrasi yakni landasan hukum kemitraan, kapasitas sumberdaya manusia khususnya petani dan pengusaha, sistem kemitraan usahatani, dan komoditi pertanian yang menjadi objek kemitraan usaha. Landasan pengembangan kemitraan di bidang pertanian dalam Undang-Undang No.12 tahun 1992 tentang kemitraan badan usaha telah ditetapkan: badan usaha diarahkan untuk kerjasama secara terpadu dengan masyarakat petani dalam melalukan usaha budidaya tanaman, pemerintah dapat menugaskan badan usaha untuk pengembangan kerjasama dengan petani. Mitra usaha bagi petani di Kaliorang saat ini masih sebatas pemerintah. Sebagian besar petani masih berusaha sendiri atau bermitra dengan pemerintah, belum dengan pengusaha.
Kawasan Kaliorang memiliki potensi untuk pengembangan agribisnis. Pengembangan agribisnis di kawasan ini merupakan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur yaitu untuk pengembangan perekonomian yang berbasis pada sumberdaya yang dapat diperbaharui dan berkelanjutan. Pengembangan agribisnis dimulai dengan gerakan daerah pengembangan agribisnis (Gerdabangagri) kemudian dilanjutkan dengan penetapan kawasan Sangsaka sebagai kawasan agropolitan.
Karakteristik perekonomian kecamatan Kaliorang berbasis pada kegiatan pertanian. Hal ini terlihat dari hampir 90% keluarga di setiap desa berusaha di bidang pertanian terutama tanaman pangan dan perkebunan. Walaupun secara umum perekonomian kabupaten Kutai Timur berbasis pada pertambangan