• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Pemerintah menguasai dan wajib menggunakan seluruh sumber daya yang ada untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk itu, pengembangan sektor riil menjadi hal yang harus dilakukan pemerintah sebagai strategi pertumbuhan ekonomi guna menurunkan tingkat kemiskinan dan pengangguran. Sektor riil yang memiliki kontribusi terbesar antara lain sektor pertanian, perdagangan, dan industri manufaktur.1

Dalam rangka mempercepat pertumbuhan sektor riil, khususnya meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan masyarakat, daya saing, dan meningkatkan penguasaan ekonomi nasional serta pengembangan wilayah, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan melaksanakan pengembangan dan maksimalisasi sektor perkebunan. Sebagai salah satu bentuk pengelolaan sumber daya alam, maka pengembangan perkebunan tersebut perlu dilakukan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional dan bertanggung jawab.

1

Musa Rajekshah, 2009, Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan Dalam

Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan,

(2)

Perkebunan memiliki beberapa fungsi, yaitu secara ekonomi, untuk meningkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Secara ekologi, sebagai peningkatan konservasi tanah dan air yang sangat dibutuhkan dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Secara budaya, berfungsi untuk mempererat persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk itu, maka pembangunan perkebunan harus diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan.2Sehingga, tujuan dari pembangunan perkebunan tersebut demi kemakmuran rakyat dapat tercapai.3

Salah satu sektor perkebunan unggulan Indonesia adalah kelapa sawit. Bahkan Indonesia menjadi salah satu negara penyumbang terbesar produksi kelapa sawit dunia. Data Ditjen Perkebunan Kementan menyebutkan, volume ekspor kelapasawit (CPO) di semester I 2012 saja mencapai 9.776.000 ton. Sedangkan di 2011, volumeekspor kelapa sawit mencapai 6.436.000 ton. Bersama Malaysia, Indonesia menyumbang lebih dari 85% dari produksi kelapa sawit dunia.4 Hal ini menunjukkan besarnya potensi perkebunan yang dimiliki oleh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan dunia.

2

Lihat Pasal 2 Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

3

Pasal 3 Undang-Undang No. 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan menyatakan bahwa tujuan dari penyelenggaraan perkebunan yaitu, untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan penerimaan devisa negara, menyediakan lap[angan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industry dalam negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan.

4

Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan 2010 – 2014, Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Jakarta 2011, hal. 45 – 46 dalam Andi Muttaqien,

Membangun Perkebunan Yang Berkeadilan, Berkelanjutan dan Demokratis-Catatan Atas Revisi Permentan Nomor: 26/Permentan/OT. 140/2/2007 Tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta 2013, hlm. 2.

(3)

Meskipun begitu, upaya pengembangan dan peningkatan perkebunan langsung secara mandiri oleh rakyat masih dirasa sangat sulit. Terjadi ketimpangan antara hasil perkebunan yang dimiliki oleh perusahaan besar dengan perkebunan yang digarap langsung oleh rakyat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kekuatan modal yang belum memadai, sempitnya jangkauan pemasaran, dan kurangnya akses inovasi tekhnologi perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga menyebabkan hasil produksi perkebunan yang tidak maksimal.

Mengatasi kendala-kendala tersebut di atas, pemerintah kemudian bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan perkebunan besar, baik swasta maupun BUMN untuk membantu dan membimbing perkebunan rakyat di sekitarnya dalam suatu sistem kerjasama, yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan melalui hubungan kemitraan.5 Hubungan kemitraan di bidang perkebunan yang dimaksud adalah hubungan kerjasama dibidang pengembangan usaha perkebunan antara koperasi dengan Perusahaan Inti disertai pembinaan Perusahaan Inti kepada koperasi, yang dijiwai prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan,6 sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Pada masa awal pengintegrasian perkebunan besar dengan perkebunan rakyat (petani kecil) istilah yang yang digunakan adalah Nucleus Estate

5

Peraturan Bank Indonesia Nomor 06/PBI/12/2004 tentang Kredit Investasi Pengembangan Perkebunan Dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat Yang Dikaitkan Dengan Program Transmigrasi (PIR-Trans) Pra Konversi.

6

Pasal 1 angka 6 Keputusan Bersama Menteri Pertanian Dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/KPTS.OT 210/98 tentang Pembinaan Dan Pengembangan Koperasi Unit Desa Di Bidang Usaha Perkebunan Dengan Pola Kemitraan Melalui Pemanfaatan Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya.

(4)

Smallholder (NES). Istilah tersebut kemudian berubah menjadi Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) dan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pedoman Pengembangan Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan Program Transmigrasi,7 pemerintah berupaya menyelenggarakan kerjasama dan koordinasi yang sebaik-baiknya dalam rangka penyusunan dan pelaksanaan program-program kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan tanaman perkebunan pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) yang dikaitkan dengan Program Transmigrasi, atau lebih dikenal dengan sebuatan PIR-TRANS. Progam tersebut dilaksanakan dalam rangka menciptakan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, serta meningkatan produksi perkebunan melalui investasi swasta yang diarahkan untuk mencukupi kebutuhan nasional dan peningkatan ekspor non migas.8

Selanjutnya, untuk lebih meningkatkan produksi dan daya saing hasil usaha perkebunan, pada Tahun 2006 pemerintah mengeluarkan peraturan No. 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Peraturan ini dikeluarkan dalam rangka untuk percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan

7

Parulian Simanjuntak dan Bambang Irawan, Kajian Kemitraan Pola Perkebunan

Perusahaan Inti Rakyat Transmigrasi (Pir Trans) Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Transmigran (Studi Kasus PT. Victorindo Alam Lestari Dengan Masyarakat Desa Ujung Batu II Kabupaten Tapanuli Selatan ), hlm. 3. Dalam http://www.academia.edu/8738130/mitra diunduh tanggal 10 Oktober 2014.

8

(5)

perusahaan di bidang usaha perkebunan sebagai mitra dalam pengembangan perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil.

Program revitalisasi perkebunan ini dilaksanakan oleh perusahaan yang telah memiliki Ijin Usaha Perkebunan (IUP) atau/Ijin Usaha Industri,9 sebagai mitra dan Koperasi dan/atau pekebun. Koperasi sebagai salah satu pelaksana program revitalisasi perkebunan memiliki fungsi yang sangat penting dalam mewujudkan kemakmuran masyarakat sesuai dengan yang diamanatkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945, bahwa perekonomian negara diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan asas kekeluargaan yang mengutamakan kemakmuran rakyat.10 Berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, pembangunan di bidang ekonomi yang didasarkan kepada demokrasi ekonomi menentukan bahwa, masyarakat harus memegang peranan aktif dalam kegiatan pembangunan. Sedangkan pemerintah berkewajiban memberikan pengarahan dan bimbingan terhadap pertumbuhan ekonomi serta menciptakan iklim yang sehat bagi perkembangan dunia usaha.11

Koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi, berfungsi dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan para petani anggotanya, meningkatkan produktifitas dan efisiensi dalam pengelolaan usaha,12 serta meningkatkan

9

Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Pertanian No. 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan

10

Penjelasan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 meyebutkan, bahwa perkonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi.

11

Sudarsono dan Edilius, 2010, Koperasi Dalam Teori dan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 75-76.

12

Pasal 5 Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil No. 73/KPTS/OT.210/2/98 tentang Pembinaan Dan Pengembangan Koperasi

(6)

kemandirian dan daya saing perekonomian nasional.13 Badan usaha koperasi merupakan wadah bagi masyarakat anggotanya untuk berkumpul dan bekerja sama berdasarkan asas kekeluargaan dan gotong royong dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama, bukan perseorangan semata.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka peran dari koperasi perlu ditingkatkan terutama dalam program pengembangan perkebunan melalui kemitraan perusahaan inti dengan koperasi, khususnya Koperasi Unit Desa (KUD) sebagai lembaga ekonomi masyarakat pedesaan, agar tujuan dan sasarannya dapat dicapai semaksimal mungkin dan dapat berjalan sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya. Untuk itu, melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian Dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/KPTS.OT 210/98 tentang Pembinaan Dan Pengembangan Koperasi Unit Desa Di Bidang Usaha Perkebunan Dengan Pola Kemitraan Melalui Pemanfaatan Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya, pemerintah telah menyediakan fasilitas pendanaan berupa Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya yang disebut KKPA.

Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA),14 merupakan kredit investasi dan atau kredit modal kerja yang diberikan oleh Bank kepada Koperasi Primer untuk diteruskan kepada anggota-anggotanya guna

Unit Desa Di Bidang Usaha Perkebunan Dengan Pola Kemitraan Melalui Pemanfaatan Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya.

13

Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1997 tentang Kemitraan.

14

Lihat tujuan dan sasaran KKPA dalam Pasal 2 dan 3 Keputusan Bersama Menteri Pertanian Dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/KPTS.OT 210/98 tentang Pembinaan Dan Pengembangan Koperasi Unit Desa Di Bidang Usaha Perkebunan Dengan Pola Kemitraan Melalui Pemanfaatan Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya.

(7)

membiayai usaha anggota yang produktif.15 Sesuai dengan skim KKPA, maka KUD dapat bertindak sebagai pelaksana pemberian kredit (executing agent), atau penyalur kredit (chanelling agent).16Sebagai pelaksana, koperasi primer secara langsung bertindak sebagai nasabah bank, sedangkan sebagai penyalur koperasi primer hanya berperanan untuk mengadministrasikan penyaluran dan pengembalian kredit.17 Dengan adanya program KKPA ini, koperasi diharapkan dapat lebih memaksimalkan perannya dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat anggotanya dan membantu pemerintah dalam program pengembangan perkebunan.

Dalam program pengembangan perkebunan, koperasi berperan sebagai wadah yang menampung para petani peserta dalam pelaksanaan program revitalisasi perkebunan. melalui kerjasama kemitraan inti-plasma. Koperasi melakukan perjanjian kerjasama dengan perusahaan di bidang perkebunan yang telah memenuhi syarat yang telah ditentukan dengan diketahui oleh bupati setempat. Biaya pembangunan dan pengembangan kebun kemitraan tersebut sepenuhnya ditanggung oleh koperasi, namun perusahaan yang menjadi mitralah yang mengelola dana tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan biaya pembangunan dan pengembangan perkebunan, dengan persetujuan dari perusahaan mitra, Koperasi kemudian mengajukan permohonan KKPA

15

Pasal 1 angka 1 Keputusan Bersama Menteri Pertanian Dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/KPTS.OT 210/98 tentang Pembinaan Dan Pengembangan Koperasi Unit Desa Di Bidang Usaha Perkebunan Dengan Pola Kemitraan Melalui Pemanfaatan Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya.

16

Pasal 6 Keputusan Bersama Menteri Pertanian Dan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor 73/KPTS.OT 210/98

17

Akbar Perdana, 2008, Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi

Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usaha Tani Kelapa Sawit (Studi : PT. Sinar Kencana Inti Perkasa, Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan). Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, hlm. 10.

(8)

kepada bank-bank yang telah ditunjuk oleh pemerintah sebagai penyalur kredit KKPA.

Dalam Pelaksanaan pengembangan perkebunan dengan pola kemitraan Inti-Plasma melalui program KKPA, pada kenyataannya tidak selalu sesuai dengan yang diharapkan. Di Kecamatan Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah, kelompok-kelompok tani yang tergabung dalam program KKPA Koperasi Unit Desa (KUD) Hasta Karya Bhakti lewat pola kemitraan inti plasma dengan mitranya PT. Perkebunan Nasional VII, pada akhirnya diberikan peringatan oleh pihak bank BNI selaku pemberi kredit karena belum melakukan kewajiban pembayaran sesuai dengan jadwal angsuran dan sampai batas waktu yang telah ditentukan.Apabila para petani tersebut tidak dapat menyelesaikan seluruh kewajiban kredit, maka pihak bank akan melakukan pelelangan atas lahan kebun sawit yang belum dilunasi.18

Menanggapi hal tersebut di atas, para petani sawit anggota KKPAKUD Hasta Karya Bhakti (para petani anggota) menyebutkan, telah terjadi kesewenangan, ketidakadilan yang dilakukan pihak KUD Hasta Karya Bhakti sebagai penyalur kredit dalam Program KKPA tersebut, sehingga menyebabkan para petani belum mau membayar hutang kreditnya melalui KUD.19 Di sisi lain, faktor harga pembelian tandan buah segar (TBS) juga masih menjadi kendala utama sebagai faktor timbulnya tindakan-tindakan melanggar ketentuan yang ada.

18

Surat Bank BNI 46 Nomor. BLC/7/4515/R kepada Ketua KUD Hasta Karya Bhakti yang berisi tentang peringatan batas waktu penyelesaian kredit KUD Hasta Karya Bhakti.

19

Dokumen Pengaduan Petani Sawit Yang Tergabung Dalam KKPA Kecamatan Sendang Agung, Kabupaten Lampung Tengah kepada Komisi I DPRD Lampung Tengah. Tertanggal 24 Desember 2011.

(9)

Permasalahan-permasalahan yang muncul, pada akhirnya menempatkan para petani sebagai pihak yang paling dirugikan, terutama karena yang menjadi jaminan kredit di bank adalah lahan kebun sawit milik para petani. Dilatarbelakangi hal-hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penyimpangan pelaksanaanhubungan kerjasama kemitraan perkebunan sawit yang memanfaatkan program Kredit Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pola kemitraan inti plasma perkebunan kelapa sawit yang menggunakan dana KKPA.

2. Bagaimana penyimpangan pelaksanaan kerjasama kemitraan inti Plasma kelapa sawit pola KKPA antara PT. Perkebunan Negara (PN) VII dan Koperasi Unit Desa (KUD) Hasta Karya Bhakti Kecamatan Sendang Agung, Lampung Tengah.

3. Bagaimana implikasi yuridis penyimpangan pelaksanaan kerjasama kemitraan inti Plasma kelapa sawit pola KKPA antara PT. Perkebunan Negara (PN) VII dan Koperasi Unit Desa (KUD) Hasta Karya Bhakti Kecamatan Sendang Agung, Lampung Tengah.

C. Keaslian Penelitian

Penulis melakukan kegiatan penelusuran terhadap penelitian dan karya karya ilmiah yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Namun demikian, berdasarkan hasil penelusuran dan telaah

(10)

terhadap pustaka yang ada, belum ditemukan permasalahan yang sama dengan permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini.Christina desiyanti, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, dengan penelitiannya yang berjudul Perjanjian Kemitraan Antara Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Dengan Petani Plasma Di Kabupaten Waringin Timur, membahas mengenai permasalahan konstruksi hukum perjanjian kemitraan dalam praktek dan upaya penyelesaian jika perusahaan membayar harga tandan buah segar di bawah harga pasar.

Natalia Pingkan Runtukahu, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, dalam penelitiannya yang berjudul Perjanjian Kemitraan Antara PT Antang Ganda Utama Dengan Koperasi Yang Mewakili Masyarakat Pemilik Lahan Di Kabupaten Barito Utara Dalam Pelaksanaan Program Revitalisasi Perkebunan Kelapa Sawit, lebih membahas mengenai jenis dan karakter perjanjian kemitraan serta apakah isi dari perjanjian kemitraan tersebut telah mampu menampung kepentingan para pihak. Dari hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa kualifikasi perjanjian kemitraan program revitalisasi perkebunan antara kedua pihak, termasuk dalam perjanjian tidak bernama, karena belum memiliki nama khusus, atau perjanjian jenis baru yang mandiri, karena terdapat unsur-unsur perjanjian yang tidak bisa dipilah2 lagi dan merupakan perjanjian kerjasama yang tidak mempunyai unsur perjanjian lain. Selain itu, juga memililki karakter khusus yakni menggunakan pola kemitraan, sehingga berbeda dengan perjanjian yang ada dalam KUH Perdata. Perjanjian kemitraan antara kedua belah pihak telah

(11)

berjalan hingga tahap akhir, namun belum bisa menampung dan melindungi kepentingan para pihak, karena hanya berdasar MoU saja.

Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Rudianto Salmon Sinaga dari Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, dengan judul Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kemitraan Inti Plasma Kelapa Sawit (studi Kasus Pada PT. SHM dengan Koperas PGH) dan Tindakan Notaris Dalam Menghadapi Perjanjian Kemitraan Inti Plasma Dalam Perkebunan Kelapa Sawit. Hasil dari penelitian ini, ditemukan bahwa dalam implementasinya, ternyata ditemukan banyak kecurangan oleh perusahaan dalam hubungan kerjasama kemitraan inti plasma kelapa sawit. Notaris sebagai pejabat pembuat akta memiliki fungsi pengawasan dan dapat menutup peluang terjadinya kecurangan dengan membuat perjanjian yang baik dengan mempertimbangkan akibat-akibat hukum dari perjanjian tersebut.

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pola kemitraan inti plasma kelapa sawit melalui program KKPA.

2. Untuk mengetahui penyimpangan pelaksanaan pola kemitraan inti Plasma kelapa sawit melalui program KKPA antara PT. Perkebunan Negara (PN) VII dan Koperasi Unit Desa (KUD) Hasta Karya Bhakti Kecamatan Sendang Agung, Lampung Tengah.

3. Untuk mengetahui implikasi yuridis penyimpangan pelaksanaan pola kemitraan inti Plasma kelapa sawit melalui program KKPA antara PT.

(12)

Perkebunan Negara (PN) VII, dan Koperasi Unit Desa (KUD) Hasta Karya Bhakti Kecamatan Sendang Agung, Lampung Tengah.

E. Manfaat Penelitian

Ada beberapa manfaat yang ingin dicapai melalui penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

1. Dalam lingkup akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pengkajian ilmu hukum; 2. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber acuan

bagi peneliti-peneliti lain dalam pengkajian bidang yang sama dan berguna bagi perkembangan hukum perjanjian kerja sama perkebunan dengan pola kemitraan inti plasma di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Maryatun dan Hilda maryana Penulis memulai pendidikan pertama di Taman Kanak-kanak Kartika, kemudian menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar

Area penyimpanan, persiapan, dan aplikasi harus mempunyai ventilasi yang baik , hal ini untuk mencegah pembentukan uap dengan konsentrasi tinggi yang melebihi batas limit

DEFENISI Bilirubin merupakan hasil penguraian hemoglobin oleh system retikuloendotelial dan di bawah dalam plasma menuju hati untuk melakukan proses konjugasi (secara

Penelitian ini bertujuan menyediakan informasi awal dalam pengembangan transplantasi sel germinal pada ikan neon tetra dengan induk semang ikan mas, yaitu untuk

Hal ini dapat disebabkan karena infeksi melalui air kelapa yang tidak steril yang diberikan tersebut yang kemungkinan menyebabkan aspirasi.. Infeksi ini dapat

Sehubungan akan dilaksanakannya kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan (LDK) 1 yang dilaksanakan oleh pengurus Lembaga Dakwah Kampus Ikatan Mahasiswa Masjid Nurul Ilmi

Karena pengelompokan besaran UKT yang telah ditentukan sebelumya adalah sebanyak 5 kelompok, maka di alokasikan juga titik pusat cluster (centroid) sebanyak 5

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti dapat disimpulkan bahwa guru akidah akhlak memang sangat berperan penting dalam meningkatkan pembinaan berbusana siswa