• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ngalayad Dan Kebatan: Korelasi Tradisi Budaya Sunda Dengan Kewajiban Seorang Muslim Dalam Bertetangga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ngalayad Dan Kebatan: Korelasi Tradisi Budaya Sunda Dengan Kewajiban Seorang Muslim Dalam Bertetangga"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

http://jurnal.stahnmpukuturan.ac.id/index.php/Purwadita Penerbit: STAHN Mpu Kuturan Singaraja Ngalayad Dan Kebatan: Korelasi Tradisi Budaya Sunda Dengan Kewajiban Seorang Muslim Dalam Bertetangga

Muhamad Parhan, Deni Abdul Ghoni, Hanipa Nurul Nisa, Mah Kimkim Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia

parhan.muhamad@upi.edu, deniabdulghoni@upi.edu, hanipanurul@upi.edu, mahkimkim9@gmail.com

ARTICLE INFO ABSTRACT

Received 2021-02-20 Revised 2021-02-24 Accepted 2021-03-11 This is an open access article under the CC–BY-SA

license.

This research is motivated by community unrest towards culture which is considered idolatrous and bid'ah. The tradition of mourning and giving money or food for a bereaved family is still in the crew, whether or not it is allowed. Seeing this problems, it is necessary to study this phenomenon by taking an example of a tradition related to this problem, one of which is the tradition of ngalayad and kebatan which is inherent in Sundanese life. This study aims to analyze: 1) ngalayad tradition in Sundanese culture, 2) kebatan tradition in Sundanese culture; describes 1) the obligations of Muslims in neighboring life related to the traditions of Ngalayad and kebatan, and 2) maintaining culture and religion in the tradition of Ngalayad and kebatan. To achieve these objectives, the research used in qualitative-descriptive research methods with literature study techniques. The results of this study obtained data and the fact that religion really appreciates the activity of mourning/takziah and giving food or money to a bereaved family as a means of giving alms to ease the burden and comfort the grieving family.

Keywords: kebatan; neighboring obligations; ngalayad.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: 1) tradisi ngalayad dalam budaya Sunda, 2) tradisi kebatan dalam budaya Sunda; mendeskripsikan 1) kewajiban muslim dalam hidup bertetangga yang berkaitan dengan tradisi ngalayad dan kebatan, serta 2) korelasi budaya dan agama dalam tradisi ngalayad dan kebatan. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode penelitian kualitatif-deskriptif dengan teknik studi pustaka. Hasil dari penelitian ini diperoleh data dan fakta bahwa agama sangat menganjurkan aktivitas melayat/takziah dan memberi makanan atau uang kepada keluarga yang sedang berduka sebagai salasatu sarana bersedekah untuk meringankan beban dan menghibur hati keluarga yang sedang berduka tersebut. Kata Kunci: kebatan; kewajiban bertetangga; ngalayad.

(2)

PENDAHULUAN

Dalam menjalankan kehidupan, manusia tidak dapat hidup berkesendirian tanpa interaksi dengan manusia lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya akan saling membutuhkan dalam menjalani aktivitas sehari-harinya untuk saling menolong, berbagi, mengasihi, menjaga, dan lain sebagainya (Parhan & Kurniawan, 2020). Kompleksitas kehidupan manusia bukan hanya terkurung pada aspek sosial, aspek budaya, tradisi, dan agama, tetapi seluruh unsur kehidupan saling mempengaruhi satu sama lain dalam kehidupan manusia, serta membutuhkan kerjasama, saling koreksi, dan saling memiliki keterhubungan (Labaso, 2018)

Interaksi sosial yang dilakukan manusia menimbulkan munculnya suatu tradisi yang khas dari kelompok masyarakatnya itu sendiri. Dari sebuah tradisi yang terbentuk kemudian terwujudlah sebuah kebudayaan yang melekat pada masyarakat sebagai sebuah identitas pembeda dari kelompok masyarakat yang lain (Haryanto, 2016). Hal ini sejalan dengan pendapat Daeng (2008) yang menyebutkan bahwa secara antropologi keberadaan manusia sejak awal beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, dikarenakan memiliki akal dan sistem naluri untuk menangkap fenomena alam sehingga menciptakan kebudayaan sebagai sistem adaptasi yang mereka ciptakan dalam kaitannya menjaga eksistensi hubungan dengan alam. Hubungan dengan alam ini bisa dimaksudkan secara universal meliputi segala sesuatu yang ada di dalanya, baik benda hidup maupun mati, bendawi maupun nonbendawi (Indrawardana, 2012).

Dalam tindakan selanjutnya, kebudayaan sebagai hasil interaksi sosial tersebut dipengaruhi oleh aspek agama dan kepercayaan, sebagai salah satu ciri keberakalan manusia memahami konsep ketuhanan. Pemahaman agama di Indonesia sangatlah beragam di setiap wilayahnya, hal ini terkait dengan histori penyebaran agama di wilayah tersebut. Oleh karena itu, kebudayaan dan agama tidak dapat dipisahkan. Dari sini terlihat bahwa budaya menjadi salah satu sarana dalam penyebaran agama di Indonesia. Menurut Koentjaraningrat (1990) menyebutkan ada tujuh unsur universal budaya yaitu 1) sistem bahasa, 2) sistem ilmu pengetahuan, 3), sistemologi sosial, 4) sistem teknologi, 5) sistem mata pencaharian, 6) sistem religi, dan 7) kesenian. Dari pendapat Koentjaraningrta tersebut terlihat bahwa agama menjadi bagian dari sistem budaya. Namun, bukan berarti agama adalah produk dari budaya, tetapi agama hidup dalam budaya masyarakat. Kenapa? Agar agama menjadi lebih dekat dengan masyarakat, dapat diterima oleh masyarakat, serta mendapatkan ruang di dalam hati dan pikiran masyarakat, sehingga tidak menimbulkan culture shock (Fudiyartanto, 2012)

Walaupun dalam kenyataannya masih saja banyak masyarakat yang menganggap bahwa agama yang dibalut dengan kebudayaan adalah musyrik. Padahal, tidak semua demikian, masih banyak tradisi budaya yang mendatangkan kemaslahatan dan minim kemadaratan. Salah satu praktik tradisi tersebut yang ada di masyarakat adalah tradisi ngalayad dan kebatan yang dalam bahasa agama lebih dikenal dengan istilah takziah dan sedekah atau sodaqoh. Ngalayad dan kebatan ini merupakan tradisi masyarakat Sunda yang

(3)

menjadi tanda adanya akulturasi antara budaya dan agama.

Melihat dari pemahaman masyarakat, ngalayad adalah kegiatan mendatangi orang yang sedang berduka untuk berbela sungkawa dan mengikuti proses pemakaman hingga selesai. Bagi masyarakat Sunda ngalayad menjadi wajib dilakukan sesama manusia ketika ada sodara atau tetangga yang sedang terkena musibah sebagai bentuk empati dan tuntutan moral. Dalam bahasa Indonesia, ngalayad disebut juga ‘melayat’ atau ‘takziah’. Menurut Nasution (2018) takziah berasal dari kata al-azaa yang berarti ‘sabar’ dan ta’ziah yang artinya ‘menyabarkan’. Sedangkan menurut Lubis (2012) takziah berasal dari bahasa Arab yang tasliyah (menghibur), tatsbit (meneguhkan hati).

Ketika ada informasi bahwa ada tetangga yang berduka (biasanya di umumkan di masjid) tetangga terdekat biasanya langsung mengajak tetangga yang lain untuk datang bertakziah atau ngalayad dengan memberi uang dan mendoakan supaya yang meninggal dan keluarga yang ditinggalkan selalu dalam lindungan Allah SWT, juga sebagai tanda berbela sungkawa. Menurut Nasution (2018) takziah ini memiliki rangkaian acara seperti penyediaan makanan hingga proses tahlilan.

Dalam bertakziah atau ngalayad ini dikenal juga istilah kebatan (Widaty, 2020). Kebatan merupakan suatu tradisi masyarakat Sunda yang masih ada hingga saat ini, namun seiring dengan waktu, konsep kebatan di masyarakat pun mengalami pergeseran. Pada mulanya

kebatan merupakan sedekah yang

diberikan oleh keluarga yang tengah berduka kepada orang yang membantu mengubur atau ngurebkeun dengan tujuan

agar pahala dari sodaqoh tersebut dapat mengalir kepada orang yang telah meninggal. Sedangkan, saat ini masyarakat mengartikan kebatan sebagai barang atau materi yang diberikan kepada keluarga yang berduka dengan maksud membantu meringankan bebannya. Berkaitan dengan hal ini, peneliti mengambil konsep kebatan yang ke dua, yaitu konsep kebatan yang dikenal oleh masyarakat secara umum.

Kebatan sendiri biasa diberikan saat tahlil, yaitu pada hari ke-3, 7, 40, 100, bahkan ada yang melaksanakan hingga hari ke-1000 saat seseorang meninggal. Tahlil sendiri merupakan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an untuk memohonkan rahmat dan ampunan bagi arwah orang yang meninggal (Nasution, 2018). Sebenarnya penentuan waktu dalam melaksanakan kebatan ini pun tidak bersifat mutlak dan bisa dilakukan kapan saja. Namun, terdapat dalil yang memperbolehkan seseorang untuk memilih waktu-waktu tertentu untuk melakukan amal shalih. Menurut Rinaldi (2014) dalam ash-Shahihain, disebutkan sebagai berikut:

“Dari Ibnu Umar ra berkata: ‘Nabi shallallahu’alaihi wa sallam selalu mendatangi Masjid Quba setiap hari Sabtu, baik dengan berjalan kaki maupun berkendara, sedangkan Abdullah bin Umar ra pun selalu melakukannya.’” (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dalam menjelaskan hadis ini, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, yang artinya: “Hadis ini dengan sekian

jalur yang berbeda menunjukan

diperbolehkannya menentukan sebagian hari-hari tertentu untuk melakukan sebuah amal shalih dan dilakukan secara terus menerus.” (Fath al-Bari, 3/69, dalam Rinaldi, 2014)

(4)

Berdasarkan hadis dan penjelasan al-Hafizh Ibnu Hajar di atas, menentukan waktu-waktu tertentu untuk melakukan amal shalih adalah diperbolehkan (mubah), artinya sesuatu yang apabila dikerjakan tidak mendapat pahala dan tidak pula berdosa. Demikian juga jika ditinggalkan, tidak akan mendapat pahala dan tidak juga berdosa. Jadi dalam hal menentukan waktu untuk melakukan suatu amal shalih tidak terlalu penting, karena yang paling utama adalah amalan apa yang akan kita lakukan pada waktu tersebut.

Pendekatan penelitian menggunakan mix method atau gabungan antara kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif merupakan pendekatan penelitian yang dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi secara kualitatif. Sedangkan metode kuantitatif digunakan untuk menghitung dan menyajikan data-data yang ditemukan serta disajikan dalam bentuk angka, data, diagram, dan table unuk kemudian dianalisis dan dideskripsikan. Penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data-data, menganalisis dan menginterpretasi. Ia juga bisa bersifat komperatif dan korelatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk pemecahan masalah secara sistematis dan faktual mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kajian pustaka. Kajian pustaka dimaksudkan untuk mengkaji literatur atau kepustakaan baik dari jurnal, disertasi, skripsi, artikel, atau media lainnya. Selain teknik kajian pustaka digunakan pula teknik angket untuk mengukur pendapat masyarakat

terhadap tradisi ini. Kemudian mengolah data tersebut untuk dianalisis secara langsung, yaitu peneliti langsung menganalisis data yang telah terkumpul mengenai ngalayad, kebatan, dan teori-teori yang berhubungan dengan itu. PEMBAHASAN

Daftar pertanyaan yang diajukan dalam kuisioner, adalah sebagai berikut.

1. Kebatan merupakan salah satu tradisi Sunda, pernahkan kalian mendengar tradisi tersebut? 2. Jika ada, apa nama tradisi

tersebut di daerah kalian?

3. Menurut kalian apakah tradisi tersebut sejalan dengan agama, atau tidak?

4. Menurut kalian, apakah tradisi tersebut berkaitan atau dapat disamakan dengan bersedekah? 5. Menurut kalian, apakah tradisi

tersebut bisa mencerminkan keadaan sosial suatu masyarakat, terutama hubungan antar tetangga?

6. Menurut kalian, apakah tradisi tersebut masih relevan jika dilakukan saat ini?

Dari hasil angket diperoleh grafik sebgai berikut.

Dari diagram 1 dapat dilihat bahwa istilah kebatan sudah agak jarang dipakai, meski demikian tradisi ini masih ada di masyarakat dengan nama yang berbeda.

16; 52% 15; 48%

diagram 1

Pernah Tidak Pernah

(5)

Di setiap daerahnya istilah tradisi kebatan ini berbeda, bahkan tidak memiliki istilah.

Dari grafik 3 tergambar bahwa sebagian responden masih menganggap tradisi kebatan ini tidak sejalan dengan ajaran agama islam, oleh karena itu hal ini akan dibuktikan melalui kajian dalam artikel ini.

Dari diagram 4 didapatan data bahwa sebagian besar responden menyamakan kebatan ini dengan bersedekah, padahal pada grafik 3 ada 6 responden yang menyebutkan tradisi ini tidak sesuai dengan ajaran islam, namun pada grafik 4—3 responden tersebut menyebut tradisi ini adalah sedekah, di sini terjadi perbedaan data. Maka hal ini akan dibuktikan pada pembahasan,

apakah sesuai dengan ajaran islam atau tidak, sama dengan sedekah atau tidak.

Diagram 5 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden menerima tradisi ini sebagai bentuk solidaritas sosial antar tetangga.

Data diagram 6 menunjukan sebagian besar responden berpendapat bahwa tradisi ini masih relevan dilaksanakan pada zaman sekarang. Mari kita buktikan pada pembahasan dalam artikel ini.

Dari analisis data kuisioner dapat ditarik simpulan awal bahwa masyarakat masih berpendapat tradisi kebatan dan ngalayad ini masih relevan dengan kehidupan sekarang dan sejalan dengan ajaran agama. Namun tidak dipungkiri ada responden atau masyarakat yang berpendapat bahwa tradisi ini tidak sesuai dengan ajaran agama. Untuk menjawab simpulan awal tesebut maka perlu dilakukan kajian pustaka dari berbagai sumber, untuk mendapatkan pernyataan yang benar dan tepat mengenai tradisi ini secara ilmiah dan terpelajar.

Dari hasil analisis teori, definis, dan sifat data, terdapat empat keterkaitan

29% 19% 23% 10% 19% diagram 2 Tidak Ada Tidak Tahu Ngalayad Kebatan 25; 81% 6; 19% diagram 3 Iya Tidak 28; 90% 3; 10% diagram 4 Iya Tidak 29; 94% 2; 6% diagram 5 Iya Tidak 2; 6% 29; 94% diagram 6 Tidak Iya

(6)

utama antara tradisi ngalayad dan kebatan dengan kewajiban seorang muslim dalam bertetangga dalam hidup bermasyarakat. Keterkaitan atau korelasi ini mengacu pada masalah kewajiban manusia dalam hidup bermasyarakat, dan bertetangga yang berhubungan dengan makna-makna yang terkandung dalam tradisi ngalayad dan kebatan.

Kewajiban Muslim dalam Bertetangga Tetangga merupakan keluarga-keluarga yang berdekatan dengan rumah kita yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam akhlaq (Ya’qub, 1996). Tetangga merupakan sahabat kita yang paling dekat setelah anggota keluarga kita sendiri. Tetangga juga yang paling mengetahui suka duka disekitarnya juga yang paling cepat dapat memberikan pertolongan pertama jika terjadi kesulitan. Tetangga adalah orang yang rumahnya dekat dengan kita atau penghuni yang tinggal di sekeliling rumah kita, sejak dari rumah pertama hingga rumah keempat puluh (Alim, 2008). Pengetian lain disebutkan bahwa tetangga adalah orang yang memiliki fungsi sosial dan mengerti akan hak dan kewajibannya kepada orang lain (Lismayana & Akib, 2019)

Saling Mengasihi

Tradisi ngalayad menjadi salah satu ciri masyarakat menampilkan sikap simpati dan empatinya. Tradisi ngalayad menjadi cerminan dari hadits Rasulullah saw. “Perumpamaan orang-orang mukmin di dalam kasih sayang dan belas kasihannya adalah bagaikan sebatang tubuh. Apabila salah satu dari bagian tubuh itu tidak dapat tidur dan merasa sakit panas, maka seluruh tubuhnya akan saling tertarik (sakit) karenanya.” Dari hadits tersebut sudah sangat jelas bahwa seorang muslim akan saling merasakan satu sama lain. Begitu halnya dengan

tradisi ngalayad yang bermaksud untuk menghibur shohibul musibah dan saling menguatkan sebagai tanda ikut merasa kehilangan (bersungkawa) (Mustofa, A. Burhanuddin, 1999). Ngalayad atau takziah merupakan hal yang sama, hanya saja ngalayad berada dalam balutan istilah budaya. Ngalayad sebagai bentuk kasih sayang kita terhadap tetangga memiliki keutamaan tersendiri, sebagaimana yang diriwayatkan oelh Ibnu Majah dan Imam Bukhari (Halimang, 2009):“Tidak ada seorang Mukmin pun yang ertakziah kepada saudaranya yang mendapatkan musibah, kecuali Allah swt. akan mengenakan pedanya pakaian kemuliaan pada hari Kiamat.”

Dari dua hadits tersebut sangatlah jelas bahwa ngalayad tidak bertentangan dengan agama, bahkan ngalayad menjadi salah satu cerminan bahwa kita mengasihi tetangga/saudara kita sendiri, pun menjadi kewajiban moral dalam hidup bermasyarakat (Nurhadi & Khairi, 2020), berbuat baik terhadap tetangga dengan menolong ketika meminta pertolongan, membantunya jika meminta bantuan, menjenguknya jika sakit, mengucapkan selamat jika mendapat kesenangan, menghiburnya jika mendapat musibah, menyapa, berbicara lemah lembut, menjaga perasaannya, memaafkan kesalahannya, menghormati dengan memberikan pemberian kepadanya (Supriadi, 2017), berdasarkan sabda Rasulullah saw: “janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian meremehkan sesuatu pun dari amal kebaikan. Jika ia tidak mendapatkan sesuatu (untuk berbuat baik), hendaklah ia berwajah ceria terhadap saudaranya. Apabila kamu membeli daging atau memasak makanan diatas periuk, maka perbanyak kuahnya

(7)

dan berikanlah dari makanan itu untuk tetanggamu.”

Tolong-Menolong

Seorang muslim diperintahkan oleh Allah Swt memiliki sifat menolong, baik menolong materi maupun nonmateri, artinya bahwa tetangga tidak boleh kikir, membebaskan hutang bila si penghutang terbelit kesulitan yang berat dalam membayar hutangnya, merawat anak yatim dan seterusnya (Aziz, 2019). Dalam non-materi jelas sekali di ajaran Islam selalu menengok teman atau sodara yang sedang sakit, menghantarkan orang yang mati sampai ke kuburan, menghadiri undangan teman, selalu bersilahturahmi, menghormati yang lebih tua. Secara umum seorang muslim di dalam bertetangga diwajibkan untuk memiliki rasa sosial yang tinggi (Alim, 2008). Tradisi ngalayad dan kebatan, sangat merepresentasian sikap sikap tolong-menolong terhadap sesama, baik secara materi (kebatan) maunpun non-materi (ngalayad). Dalam hal ini, kepentingan moral sangat ditonjolkan sebagai ciri bahwa kita makhluk sosial, karena tolong-menolong pun diwajibkan dalam agama sebagaimana firman Allah swt “Dan

tolong-menolonglah kalian dalam

kebajikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran, dan bertakwalah kalian kepada Allah. Seseungguhnya Allah amat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2).

Tradisi ngalayad dan kebatan menjadi salah satu refleksi dari ayat tersebut. Karena rangkaian dari ngalayad dan kebatan ini salah satunya adalah ikut mengurus jenazah hingga ke kuburan dan membantu keluarga yang berduka untuk menyiapkan keperluan berdoa bersama (tahlil)(Sumarlina & Permana, 2017). Bila

dilihat kembali, maka tradisi ngalayad dan kebatan lebih menekankan pada aspek tolong-menolong, selain sebagai bentuk solidaritas dalam hidup bermasyarakat, tetapi juga sebagai bentuk kewajiban seorang muslim dalam bertetangga (baca: terutama ketika tetangga berduka).

Bersedekah dengan Tetangga

Sedekah berasal dari bahasa arab yang artinya suatu pemberian yang diberikan oleh seorang muslim kepada orang lain secara spontan dan sukarela tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu dan jumlah yang tertentu (Sami & HR, 2014); (Hanriwibawa et al., 2017). Sedekah juga dimaknai benar dan jujur, dengan kata lain sedekah menjadi bukti pembenar keimanan seorang muslim. Secara istilah sedekah merupakan sebuah pemberian secara sukarela, baik uang, barang, jasa, kebaikan dan lain sebagainya kepada orang yang berhak menerimanya dengan mengharap ridha Allah Swt (Perdana & Zen, 2020). Hidup bertetangga merupakan fitrah manusia dan sunnatullah (Jamarudin, 2017). Sebagai fitrah, karena diri manusia sebagai makhluk sosial mempunyai kecenderungan untuk berteman, berkelompok dan tinggal bersama di suatu tempat atau daerah.

Dilihat dari kegiatan yang dimaksud pada tradisi kebatan hal ini sangat kentara dengan yang dimaksud bersedekah, hanya saja istilah kebatan ini dikhususkan trehadap keluarga yang sedang berduka. Namun, hal ini tidak menjadi polemik, karena dianggap sebagai bentuk dukungan secara materil, juga sebagai sedekah kepada orang yang kesusahan, kendatinya keluarga yang berduka adalah orang yang mampu karena hal ini (kebatan) merupakan hal yang baik dan sejalan dengan maksud dan tujuan sedekah (bila diniatkan dan mengikhlaskannya sebagai

(8)

sedekah). Oleh karena itu tidak ada salahnya kita melaksanakan kebatan (baca: sebagai ajang bersedekah) agar mendapat keridhaan Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam surat An-Nisa ayat 114, yang artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali dari orang yang menyuruh (orang lain) untuk bersedekah, atau berbuat

suatu kebaikan, atau melakukan

perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian itu karena mencari keridhaan Allah, maka kelak dia akan Kami beri pahala yang besar.”

Selain itu, kebatan pun dapat mempererat hubungan kekeluargaan dengan tetangga. Selain secara materil, sedekah ini pun bisa dilakukan dengan memberi semangat kepada keluarga yang berduka, menyampaikan kata-kata baik, dan menyampaikan hal-hal baik tentang mayit (ketika melayad) bisa saja menjadi sedekah batin kepada keluarga yang berduka, sebagaimana hadits Nabi saw. yang artinya:“Tiap persendian manusia itu harus bersedekah setiap hari, selama matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang yang bersengketa adalah sedekah,

membantu seseorang menaikkan

barangnya ke atas kendaraan adalah sedekah, ucapan baik adalah sedekah, dan menyingkirkan gangguan di jalan adalah sedekah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hal ini sejalan dengan kutipan dari salah satu hadis tentang hak dan kewajiban bertetangga yang diriwayatkan oleh ‘Abd Allah bin Muhammad bin Ja’far bin Hibban al-Asbahani (274-369 H/ 887-979 M) dalam kitabnya Tawbikh wa al-Tanbih (dalam Rinaldi, 2014). Hadis tersebut berbunyi: “...jika ia sakit maka engkau menjenguknya, jika ia meninggal

maka engkau mengiring jenazahnya, jika ia mendapatkan kebaikan maka engkau mengucapkan selamat kepadanya, jika ia ditimpa musibah maka engkau menghibur

dan berbelasungkawa kepadanya..”

(Husna, 2018).

Dalam kutipan hadis tersebut dijelaskan bahwa saat tetangga kita mendapat musibah, hendaklah kita menghibur dan menyampaikan belasungkawa. Kematian merupakan musibah, dan dalam masyarakat Sunda, memberi kebatan kepada keluarga yang berduka, menjadi salah satu cara untuk menghibur dan menunjukan rasa belasungkawa. Dari sekian penjelasan keterkaitan sedekah dan kebatan di atas, maka tegas menurut (Nofiaturrahmah (2017) bahwa orang yang suka bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya. Menurut syariat, pengertian sedekah sama dengan infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuan. Infaq berkaitan dengan materi, sedangkan sedekah memiliki arti lebih luas dari sekedar material.

Menjaga Tali Silaturahmi dalam Bertetangga

Silaturahmi (silah ar-rahim dibentuk dari kata shilah dan ar-rahim). Kata shilah berasal dari wasala-yasilu-wasl (an) wa silat (an), yang artinya hubungan (Chisty & Faiza, 2014). Adapun ar-rahim atau ar-rahm artinya rahim atau kerabat. Asalanya dari ar-rahmah (kasih sayang) digunakan untuk menyebut rahim atau kerabat karena orang-orang saling berkasih sayang, karena hubungan rahim atau kekerabatan (Sundary, 2002). Allah SWT berfirman dalam QS. An Nisa, ayat 1:“Hai sekalian manusia, bertakwalah

kepada Tuhan-Mu yang telah

menciptakan kamu dari seorang diri, dan

(9)

isterinya: dan dari keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan

perempuan yang banyak, dan

bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling

meminta satu sama lain, dan

(periharalah) hubungan silahturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” Sudah jelas bahwa tradisi ngalayad ini sangat menjungjung nilai silaturahmi dengan mendatangi tetangga yang sedang terkena musibah. Silaturahmi menjadi terjalin dengan baik karena dalam ngalayad diharapkan para tetangga mendoakan dan saling memaafkan satu sama lain agar sama-sama meringankan timbangan dosa. Melimpahkan Pahala untuk Mayit

Hadist yang sering digunakan oleh para ulama untuk menyatakan pendapat para ulama tentang sampainya hadiah pahala kepada mayit adalah hadist riwayat imam muslim dalam kitabnya (Ilmi, 2008). Hadist tersebut berbunyi: Dari hadist asiyah R.A “Seorang lelaki bertanya kepada Nabi SAW, “ibu saya meninggal dunia secara mendadak dan tidak sempat berwasiat. Saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat pahala jika saya bersedekah atas namanya? Nabi SAW menjawab “ya. Mukti et. al, (2018) menyebutkan hukum Islam telah membuktikan dan menjawab segala fenoma-fenoma permasalahan umat di dunia, baik itu mengenai perbuatan yang dilakukan atau pertanggung jawaban bagi hari kelak, begitu juga segala amalan baik akan mendapat balasan yang melimpa dari sang pencipta Allah SWT. Pada rangkaian ngalayad biasanya keluarga berduka akan membagikan bingkisan kepada para petakziah yang telah membantu,

bingkisan ini diatasnamakan mayit yang telah diurus dengan maksud agar pahalanya sampai ke pada sang mayit (konsep awal kebatan).

Setelah membahas kewajiban muslim dalam bertetangga di atas, dapat dilihat bahwa tradisi ngalayad dan kebatan sejalan dengan anjuran agama dan juga sebagai pemenuhan kewajiban moral dalam hidup bermasyarakat— bertetangga. Sehingga terbukti bahwa tradisi ini masih layak dan relevan untuk terus dilaksanakan, sejalan dengan pendapat para responden, kendati 19% responden tidak mengetahui istilah tradisi ini, namun secara pelaksanaan tradisi, 81% responden mengatakan bahwa tradisi ini ada di daerah mereka.

Islam mengatur hubungan hamba dengan Rabbnya dan hubungan antar hamba dengan hamba lainnya (hablul

minan Allah hablul minan nash)

hubungan dengan tetangga termasuk hubungan kemasyarakatan yang penting yang dapat menghasilakn rasa cinta, kasih sayang dan persaudaraan sesama umatnya. Islam menunjukan keteladan dalam bersikap baik kepada tetangga dengan tidak menyakitinya dan bersikap toleran (Maidin, 2017).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tradisi ngalayad dan kebatan memiliki korelasi dengan kewajiban muslim dalam bertetangga, dengan tiga garis besar yaitu korelasi dengan 1) saling mengasihi, 2) tolong-menolong, 3) bersedekah dengan tetangga, 4) menjaga tali silaturahmi, dan sebagai sarana 5) menyampaikan pahala kepada mayit. Tradisi ngalayad sama dengan istilah ‘takziah’ dan sejalan dengan anjuran agama tentang prilaku

(10)

saling mengasihi sesama muslim serta masalah bantuan non-moril atau batiniah. Seperti halnya tradisi ngalayad, tradisi kebatan pun sejalan dengan anjuran bersedekah untuk meringankan beban keluarga yang berduka. Sehingga, secara umum dapat disimpulkan bahwa tradisi ngalayad dan kebatan ini sejalan dengan anjuran agama serta masih relevan untuk dilaksanakan dalam kehidupan bermasyarakat atau bertetangga yang juga sebagai salah satu pemenuhan kewajiban moral dan sosial. Agama memberi warna pada budaya, budaya memberi kekayaan pada agama.

DAFTAR PUSTAKA

Alim, F. (2008). Implementasi Al-Quran Untuk Etika Bertetangga Pada Pendidikan Akhlak. Institute Agama Islam Negeri Walisongo.

Aziz, A. (2019). Pendidikan Etika Sosial Berbasis Argumentasi Quranik. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam Dan Manajemen Pendidikan Islam,

1(3), 166–489.

https://doi.org/https://doi.org/10.366 71/andragogi.v1i3.68

Chisty, A. A., & Faiza, S. I. (2014). Peranan Silaturahim Dalam Komunikasi Bisnis Pada Kesuksesan Pengusaha Batik Jetis Sidoarjo. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan

Terapan, 1(10), 704–719.

https://doi.org/10.20473/vol1iss2014 10pp704-719

Daeng, H. J. (2008). Manusia,

Kebudayaan dan Lingkungan:

Tinjauan Antropologis. Pustaka Pelajar.

Fudiyartanto, F. A. (2012). Penerjemanahan Butir Budaya dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.

Adabiyyat, 11(2), 317–342.

https://doi.org/https://doi.org/10.144 21/ajbs.2012.11207

Halimang. (2009). Hukum Takziah dan Permasalahannya. Al-ADL: Jurnal Hukum Islam Dan Pranata Sosial,

2(1), 63–69.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.3 1332/aladl.v2i1.857

Hanriwibawa, D., Syakir, S., & Harto, D. B. (2017). KISAH KEAJAIBAN SEDEKAH SEBAGAI SUMBER INSPIRASI DALAM KOMIK. Arty: Jurnal Seni Rupa, 6(2), 75–84. https://doi.org/https://doi.org/10.152 94/arty.v6i2.35119

Haryanto, J. T. (2016). Kearifan Lokal Pendukung Kerukunan Beragama pada Komuntias Tengger Malang Jatim. Analisa: Journal of Social Science and Religion, 21(2), 201– 213.

https://doi.org/https://doi.org/10.187 84/analisa.v21i02.15

Husna, L. M. (2018). Hadis anjuran berbuat baik kepada tetangga (Kajian al-Hadith dalam Musnad Imam Ahmad No. Indeks 6566 dengan Pendekatan Sosiologis). Universitas Islam Negeri Sunan Ampel: Surabaya.

Ilmi, F. (2008). Hadis Tentang Sampainya Hadiah Pahala Terhadap Orang Yang Meninggal Dunia (Studi Kritik

Sanad Dan Mantan Hadist).

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Indrawardana, I. (2012). Kearifan Lokal Adat Masyarakat Sunda Dalam Hubungan Dengan Lingkungan Alam. KOMUNITAS, 4(1), 1–8. https://doi.org/https://doi.org/10.152 94/komunitas.v4i1.2390

Jamarudin, A. (2017). Membangun Tasamuh Keberagamaan Dalam

(11)

Perspektif Al-Qur’an. TOLERANSI: Media Ilmiah Komunikasi Umat

Beragama, 8(2), 170–187.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2 4014/trs.v8i2.2477

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi cet ke-8. PT Rineka Cipta.

Labaso, S. (2018). Paradigma Integrasi-Interkoneksi di Tengah

Kompleksitas Problem

Kemanusiaan. Al-A’raf: Jurnal Pemikiran Islam Dan Filsafat, 15(2), 335–352.

Lismayana, & Akib, M. (2019). ETIKA

BERTETANGGA DALAM PENDIDIKAN AKHLAK BERDASARKAN AL-QURAN. PENDAIS, 1(2), 129–143. https://uit.e-journal.id/JPAIs/article/view/618 Lubis, A. M. P. (2012). Hukum

Marsilamoton Ketika Takziah

Menurut Tokoh Nahdatul Ulama dan Muhammadiyah (Studi Kasus di Kecamatan Batang Natal Kabupaten Mandailing Natal). Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan. Maidin, S. (2017). Keutamaan Hidup Bertetangga (Suatu Kajian Hadist). Al- Qadau: Peradilan Dan Hukum Keluarga Islam, 4(2), 199–222. https://doi.org/https://doi.org/10.242 52/al-qadau.v4i2.5691

Mukti, I., Qorib, A., & Zaen, A. (2018). Hadiah Pahala Amalan Menurut Ulama-Ulama Dikabupaten Aceh Timur. At-Tafahum, 2(2), 231–254. Mustofa, A. Burhanuddin, M. (1999). 40

Untaian Mutiara Hadits. Pustaka Setia.

Nasution, J. (2018). Hukum Pengadaan Konsumsi Takziah Pada Acara Tahlilan oleh Ahli Musibah Menurut

Tokoh Al Washliyah dan Tokoh Muhammadiyah. Universitas Islam Negeri Sumatea Utara Medan. Nofiaturrahmah, F. (2017). Penanam

Karakter Dermawan Melalui Sedekah. Ziswaf: Jurnal Zakat Dan

Wakaf, 4(2), 313–325.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2 1043/ziswaf.v4i2.3048

Nurhadi, & Khairi, A. (2020). Analisis Kitab Adab Al-Mufrad Karya Imam Bukhari Tentang Pendidikan Adab dan Relevansinya terhadap Pendidikan Karakter di Indonesia. PALAPA: Jurnal Studi Keislaman Dan Ilmu Pendidikan, 8(1), 129–158. https://doi.org/https://doi.org/10.360 88/palapa.v8i1.703

Parhan, M., & Kurniawan, D. P. D. (2020). Aktualisasi Peran Ibu Sebagai Madrasah Pertama Dan Utama Bagi Anak Di Era 4.0. JMIE (Journal of Madrasah Ibtidaiyah

Education), 4(2), 157.

https://doi.org/10.32934/jmie.v4i2.1 93

Perdana, B. A., & Zen, M. (2020). Fundraising Dana Infak dan Sedekah dalam Meningkatkan Kepercayaan Jamaah Masjid. Tadbir: Jurnal Manajemen Dakwah, 5(2), 137–146. https://doi.org/10.15575/TADBIR.V 5I2.2099

Rinaldi, J. (2014). Tradisi 7, 40, 100, dan 1000 Hari dalam Timbangan Syariat

Islam. Kompasiana. https://www.kompasiana.com/johnri naldi/55292443f17e61f23f8b45a7/tr adisi-7-40-100-dan-1000-hari- dalam-timbangan-syariat-islam?page=1

Sami, A., & HR, M. N. (2014). Dampak Shadaqah Pada Keberlangsungan Usaha (Studi Kasus: Testimoni 4

(12)

Pengusaha Muslim di Surabaya). Jurnal Ekonomi Syariah, 1(3), 205– 220.

https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2 0473/vol1iss20143pp205-220

Sumarlina, E. S. N., & Permana, R. S. M. (2017). REVITALISASI TEKS NASKAH PUPUJIAN UPAYA

PEMBENTUK KARAKTER

BANGSA. Cultivating Religious Culture for Nationalism, 109.

Sundary, R. I. (2002). Makna Silaturahim dalam Membangun Lingkungan Kerja yang Demokratis di Perguruan Tinggi. MIMBAR: Jurnal Sosial Dan

Pembangunan, 18(2), 203–218.

https://doi.org/https://doi.org/10.293 13/mimbar.v18i2

Supriadi, N. S. (2017). Hadis tentang

Menghormati Tetangga dan

Aplikasinya pada Masyarakat Desa Karella Kecamatan Mare Kabupaten Bone (Suatu Kajian Living Hadis). Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar.

Widaty, C. (2020). Perubahan Kehidupan Gotong Royong Masyarakat Pedesaan Di Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran. PADARINGAN (Jurnal Pendidikan Sosiologi Antropologi), 2(1), 174– 186.

Ya’qub, H. (1996). Etika Islam. CV. Diponegoro.

Gambar

Diagram  5  memperlihatkan  bahwa  sebagian  besar  responden  menerima  tradisi ini sebagai bentuk solidaritas sosial  antar tetangga

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari hasil uji hipotesis yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa tidak adanya perbedaan kebahagiaan yang signifikan pekerja sosial sebelum

Oleh karena itu, reservoir panas bumi di Pulau Jawa umumnya lebih dalam dan menempati batuan volkanik, sedangkan reservoir panas bumi di Sumatera terdapat di dalam batuan

Pada saat ini media sosial sudah menjadi fenomena yang dimana dipergunakan tidak hanya menjadi wadah untuk curahan hati semata yang dimana sekarang media sosial menjadi wadah

Hal ini sesuai dengan pernyataan Syahrir dan Abdeli (2005) bahwa peningkatan kandungan serat kasar diduga disebabkan karena makin lama fermentasi, maka miselium

Istilah pemerolehan bahasa dipakai untuk membahas penguasaan bahasa pertama (language acquisition) di kalangan anak-anak karena proses tersebut terjadi tanpa sadar,

Penampilan fasilitas fisik, perlengkapan yang disediakan perusahaan, karyawan dan bahan komunikasi menjadi bahan utama untuk menarik pelanggan membeli jasa. Dari

Gambaran lingkungan kerja berdasarkan observasi dan wawancara terhadap pekerja antara lain suhu yang panas karena ketel rebusan, adanya minyak panas hasil proses produksi

Terpaksa membeli spare part 1 modul power suplay LCD tersebut , dan pesan di dealer LG hampir kurang lebih 2 minggu barang baru datang .Setelah modul power suplay terpasang