• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Waralaba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Waralaba"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA A. Pengertian Perjanjian dan Perjanjian Waralaba

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (PP Waralaba) yang saat ini menjadi dasar hukum bagi usaha waralaba di Indonesia tidak memberikan pengertian perjanjian waralaba. Maka untuk memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan perjanjian waralaba akan dilakukan dengan memberi pengertian apa yang dimaksud dengan perjanjian kemudian menjelaskan apa yang dimaksud dengan waralaba.

Perjanjian menurut rumusan Pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Oleh karena itu sesungguhnya dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang (pihak) kepada satu atau lebih orang (pihak) lainnya yang berhak atas prestasi tersebut. Rumusan ini memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam satu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak yang wajib memberikan prestasi dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak menerima prestasi tersebut, dan masing-masing pihak tersebut dapat terdiri dari satu orang atau lebih.

Pasal 1314 KUH Perdata menentukan bahwa suatu perjanjian dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban. Suatu perjanjian dengan cuma-cuma adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak

(2)

yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Suatu perjanjian atas beban adalah suatu perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Dengan demikian pada dasarnya perjanjian dapat melahirkan perikatan yang bersifat sepihak (dimana hanya satu pihak yang wajib berprestasi) dan perikatan yang bertimbal balik (dengan kedua belah pihak saling berprestasi). Oleh karena itu waralaba merupakan suatu perjanjian yang bertimbal balik karena baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba, keduanya memiliki kewajiban untuk prestasi tertentu.

Van Dunne23 menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Definisi ini telah memuat perbuatan hukum meliputi pra kontraktual, tahap kontraktual dan pos kontraktual. Menurut Charless L. Knapp dan Nathan M. Crystal24 mengatakan bahwa, kontrak atau perjanjian adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, tidak hanya memberikan kepercayaan tetapi secara bersama-sama saling pengertian untuk melakukan sesuatu pada masa mendatang oleh seseorang atau keduanya dari mereka. Pendapat ini selain mengkaji definisi kontrak, tetapi juga menentukan unsur-unsur yang harus dipenuhi supaya suatu transaksi dapat disebut kontrak.

Black’s Law Dictionary mengatakan bahwa, perjanjian atau kontrak adalah suatu persetujuan antara dua orang atau lebih, yang menimbulkan kewajiban untuk

23

Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding (MoU), (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2007), halaman 8.

24

(3)

melakukan atau tidak melakukan suatu hal tertentu.25 Menurut Abdul Rasyid Saliman, perjanjian adalah peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu.26 Pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan berkewajiban untuk menaati dan melakukannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum, dengan demikian perjanjian dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuat perjanjian tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian perjanjian atau kontrak diatas maka perjanjian atau kontrak adalah hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana subyek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.

Sehubungan dengan berwirausaha dengan membeli bisnis yang sudah ada, dikenal istilah franchise yang sudah diIndonesiakan menjadi waralaba. Waralaba berasal dari kata wara artinya lebih dan laba artinya untung. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa waralaba merupakan usaha yang memberikan keuntungan lebih/istimewa.

25

IG Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2007), halaman 11.

26

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, (Jakarta: Kencana, 2006), halaman 49.

(4)

Pengertian waralaba menurut doktrin sebagaimana yang dikemukakan oleh Suharnoko27 bahwa waralaba pada dasarnya adalah sebuah perjanjian mengenai metode pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen.

PP Waralaba dalam Pasal 1 menyebutkan waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa waralaba merupakan salah satu bentuk format bisnis dimana pihak pertama yang disebut pemberi waralaba memberikan hak kepada pihak kedua yang disebut penerima waralaba untuk mendistribusikan barang/jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu dengan mempergunakan merek, logo dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh pemberi waralaba yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh penerima waralaba. Pemberian hak ini dituangkan dalam bentuk perjanjian waralaba. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perjanjian waralaba adalah suatu bentuk persetujuan tentang hubungan hukum antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lain untuk mendistribusikan barang/jasa dalam lingkup area geografis dan periode waktu tertentu dengan mempergunakan merek, logo dan sistem operasi yang dimiliki dan dikembangkan oleh pemberi waralaba dimana subyek hukum yang satu berhak atas

27

(5)

prestasi dan begitu juga subyek hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati.

Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak yang lain. Hal ini dikarenakan perjanjian dapat menjadi dasar hukum yang kuat untuk menegakkan perlindungan hukum bagi para pihak. Jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian, maka pihak yang lain dapat menuntut pihak yang melanggar tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku.

Perjanjian waralaba memuat kumpulan persyaratan, ketentuan dan komitmen yang dibuat dan dikehendaki oleh pemberi waralaba bagi para penerima waralabanya. Dalam perjanjian waralaba tercantum ketentuan berkaitan dengan hak dan kewajiban penerima waralaba dan pemberi waralaba, misalnya hak teritorial yang dimiliki penerima waralaba, persyaratan lokasi, ketentuan pelatihan, biaya-biaya yang harus dibayarkan oleh penerima waralaba kepada pemberi waralaba, ketentuan berkaitan dengan lama perjanjian waralaba dan perpanjangannya dan ketentuan lain yang mengatur hubungan antara penerima waralaba dengan pemberi waralaba.

Bila dihubungkan pengertian perjanjian dan waralaba maka dalam pengertian yang demikian seorang penerima waralaba juga menjalankan usahanya sendiri tetapi dengan mempergunakan merek dagang atau merek jasa serta dengan memanfaatkan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba. Kewajiban untuk mempergunakan metode dan tata cara atau prosedur yang telah ditetapkan oleh pemberi waralaba oleh penerima waralaba membawa akibat lebih lanjut bahwa suatu usaha waralaba adalah usaha yang mandiri, yang tidak mungkin

(6)

digabungkan dengan kegiatan usaha lainnya (milik penerima waralaba). Ini berarti pemberian waralaba menuntut eksklusifitas dan bahkan dalam banyak hal mewajibkan terjadinya noncompetition clause bagi penerima waralaba, bahkan setelah perjanjian pemberian waralabanya berakhir. Jadi dalam hal ini jelas bahwa waralaba melibatkan suatu kewajiban untuk menggunakan suatu sistem dan metode yang ditetapkan oleh pemberi waralaba termasuk didalamnya hak untuk mempergunakan merek dagang. Pengertian waralaba (yang umum) ini dibedakan dari waralaba nama dagang yang memang mengkhususkan diri pada perizinan penggunaan nama dagang dalam rangka pemberian izin untuk melakukan penjualan produk pemberi dalam suatu batas wilayah tertentu dalam suatu pasar yang bersifat non-kompetitif. Makna yang terakhir ini menyatakan bahwa pemberian waralaba nama dagang seringkali terikat dengan kewajiban untuk memenuhi persyaratan penentuan harga yang telah ditetapkan dan digariskan oleh pemberi waralaba.

Ketentuan Pasal 3 PP Waralaba menentukan waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. memiliki ciri khas usaha; b. terbukti sudah memberikan keuntungan; c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa; d. yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis; e. mudah diajarkan dan diaplikasikan; f. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan g. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar. Dengan demikian rumusan pengertian dan kriteria-kriteria usaha waralaba yang diberikan dalam PP Waralaba tersebut memberikan gambaran bahwa pemberian waralaba adalah suatu bentuk pemberian hak dan atau kewenangan dari suatu pihak tertentu (pemberi waralaba) kepada pihak lainnya (penerima waralaba)

(7)

untuk suatu jangka waktu tertentu, menjalankan usaha, termasuk menjual atau memperdagangkan produk-produk dalam bentuk barang dan jasa, dengan memanfaatkan atau mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual, dengan imbalan dalam bentuk pembayaran royalty, sebagaimana diatur dalam perjanjian waralaba tersebut.

Pemberian waralaba senantiasa terkait pemberian hak untuk menggunakan dan atau memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual tertentu, yang dalam hal ini terwujud dalam bentuk:28

1. Merek, baik yang meliputi merek dagang maupun merek jasa ataupun indikasi asal (indication of origin) tertentu; dan

2. Suatu bentuk format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, sistem dan lain sebagainya yang bersifat khas yang terkait dengan dan yang tidak dapat dipisahkan dari setiap output atau produk yang dihasilkan dan selanjutnya dijual, diserahkan atau diperdagangkan dengan mempergunakan merek dagang, merek jasa atau indikasi asal tersebut diatas, yang dinamakan dengan rahasia dagang.

Kedua jenis Hak Kekayaan Intelektual tersebut di atas selalu dan senantiasa terdapat unsur pembeda antara waralaba yang satu dengan waralaba yang lainnya. Unsur pembeda tersebut terletak dalam sifat, bentuk dan jenis Hak Kekayaan Intelektual yang diwaralabakan.

28

Gunawan Widjaja, Franchise Dalam Perspektif Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Rajawali Press, 2007), halaman 25.

(8)

Pemberian lisensi merek sudah dengan tegas menyebutkan bahwa merek yang dilisensikan adalah merek yang harus mempunyai perbedaan dengan merek-merek lainnya yang telah terdaftar dan karenanya memperoleh perlindungan hukum. Merek-merek yang tidak terdaftar, selama belum dilakukan pendaftaran oleh pihak lain masih dapat dipergunakan secara bebas, namun dengan batasan bahwa segera setelah merek-merek tersebut telah didaftarkan, maka tidak ada hak lagi bagi pihak lain untuk mempergunakan merek tersebut selain pemilik terdaftar dan mereka yang memperoleh hak lebih lanjut.

Selanjutnya dalam konteks pemberian hak penggunaan rahasia dagang, maka rahasia dagang tersebut haruslah merupakan sesuatu yang unik, yang berbeda dari bentuk-bentuk format, formula, ciri khas, metode, tata cara, prosedur, sistem dan hal-hal yang bersifat khas lainnya, serta memiliki nilai jual secara komersial. Rahasia dagang yang tidak memiliki keunikan tertentu yang dapat dibedakan dari hal-hal sejenisnya atau hanya terdiri dari serangkaian proses dari informasi yang telah tersedia untuk umum dan dapat diselenggarakan, dilaksanakan oleh setiap orang tanpa perlu bantuan atau bimbingan khusus jelas bukanlah rahasia dagang.

Uraian di atas memperlihatkan bahwa waralaba dalam perspektif Hak Kekayaan Intelektual adalah juga suatu pemberian lisensi atau hak untuk memanfaatkan, menggunakan secara bersama-sama dua jenis Hak Kekayaan Intelektual tertentu, yaitu merek (termasuk merek dagang, merek jasa dan indikasi asal) dan rahasia dagang. Hak pemanfaatan dan penggunaan kedua jenis Hak Kekayaan Intelektual tersebut tidak dapat dipisahkan. Dalam hal Hak Kekayaan

(9)

Intelektual yang diberikan hanyalah hak untuk menjual atau mendistribusikan produk barang atau jasa dengan menggunakan merek tertentu saja, yang tidak disertai dengan kewenangan dan atau tindakan untuk melakukan suatu hal tertentu baik dalam bentuk pengelolaan atau pengolahan lebih lanjut yang memberikan tambahan nilai pada produk barang yang dijual tersebut, maka hal yang demikian tidak jauh berbeda dari suatu bentuk pendistribusian barang.

Pandangan bahwa dalam waralaba juga terkait dengan pemberian lisensi Hak Kekayaan Intelektual dalam bentuk merek dan rahasia dagang, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kedua Hak Kekayaan Intelektual tersebut, termasuk pemberian lisensinya sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut diperlukan untuk menciptakan dan memberikan kepastian dalam berusaha tidak hanya bagi pemberi waralaba melainkan juga penerima waralaba.

Perjanjian waralaba merupakan perjanjian khusus karena tidak dijumpai dalam KUH Perdata. Perjanjian ini dapat diterima dalam hukum karena di dalam KUH Perdata ditemui satu pasal yang mengatakan adanya kebebasan berkontrak. Pasal itu mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUH Perdata).

Hal ini pada pokoknya hendak merefleksikan bahwa kegiatan waralaba adalah kegiatan yang berkesinambungan yang memerlukan dan menghasilkan output yang secara terus menerus dapat dipertanggungjawabkan secara bersama oleh penerima waralaba dan pemberi waralaba. Tanpa adanya dukungan dan pemberian bantuan secara terus menerus oleh pemberi waralaba, penerima waralaba dalam pelaksanaan

(10)

waralabanya mungkin saja menghasilkan output yang dari waktu ke waktu dapat berbeda dengan harapan pemberi waralaba. Homogenitas dalam seluruh rangkaian produksi, mulai dari bahan baku, bahan pembantu, sarana, prasarana dan bentuk-bentuk masukan (input) lainnya, proses, prosedur, keahlian sumber daya manusia yang sepadan hingga hasil akhir (output) berupa produk barang dan atau jasa yang memberikan rasa kepuasan, kenikmatan dan hasil yang sepadan, merupakan sasaran utama dari suatu pemberian waralaba.

Pada prinsipnya penyelenggaraan waralaba tidak jauh berbeda dengan pembukaan kantor cabang. Hanya saja dalam pembukaan kantor cabang segala sesuatu didanai dan dikerjakan sendiri, sedangkan pada waralaba penyelenggaraan perluasan usaha tersebut didanai dan dikerjakan oleh pihak lain yang dinamakan penerima waralaba atas resiko dan tanggung jawabnya sendiri dalam bentuk usaha sendiri, namun sesuai dengan arahan dan instruksi serta petunjuk pemberi waralaba.

Pada sisi lain waralaba juga tidak berbeda jauh dari bentuk pendistribusian dalam kegiatan perdagangan barang dan atau jasa. Keduanya mempergunakan Hak Kekayaan Intelektual yang sama, milik pemberi waralaba atau prinsipal (dalam bentuk kegiatan distribusi). Hanya saja distributor menyelenggarakan sendiri kegiatan penjualannya, sedangkan dalam pemberian waralaba, penerima waralaba melaksanakan segala sesuatunya berdasarkan arahan atau petunjuk atau instruksi yang telah ditetapkan atau digariskan oleh pemberi waralaba.

(11)

B. Bentuk dan Isi Perjanjian Waralaba

1. Bentuk Perjanjian Waralaba

Bentuk perjanjian/kontrak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan.29 Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan, sedangkan perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan.

Sehubungan dengan bentuk perjanjian waralaba, Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba, menentukan bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba ini jelas dimengerti bahwa apabila pemberi dan penerima waralaba telah sepakat maka perjanjian waralaba harus dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.

Salim HS30 menyebutkan ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu:

1. Perjanjian di bawah tangan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja.

2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak. 3. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel.

Bila dihubungkan pendapat Salim HS dengan ketentuan bentuk perjanjian waralaba dalam Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba di atas maka bentuk perjanjian waralaba yang termaktub dalam PP Waralaba tidak menjelaskan dengan tegas

29

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Indonesia, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2005), halaman 32.

30

(12)

bagaimana bentuk perjanjian tertulis tersebut, dengan keadaan seperti ini tentunya bentuk perjanjian waralaba yang ada dilapangan dapat berbentuk 3 (tiga) macam yaitu perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan saja, perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang disaksikan notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak dan perjanjian waralaba dengan bentuk perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh notaris dalam bentuk akta notariel.

Namun ketentuan dalam Pasal 4 ayat (1) PP Waralaba dapat berubah apabila dalam prakteknya, sarana komunikasi dan instruksi yang dipergunakan antara para pihak dalam pembuatan perjanjian bukanlah bahasa Indonesia, (contohnya bahasa Inggris), maka perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini, harus ada suatu klausul yang secara eksplisit menyatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa resmi dari perjanjian waralaba tersebut, bukan terjemahannya ke dalam bahasa-bahasa lain. Pemberi waralaba asing harus memenuhi persyaratan keabsahan di negara asalnya dan dokumen-dokumen yang berkaitan telah disahkan oleh instansi yang berwenang di negaranya serta diketahui oleh Pejabat Perwakilan Republik Indonesia di negara pemberi waralaba.

Sebelum para pihak terikat dalam suatu perjanjian waralaba, pemberi waralaba wajib menyampaikan keterangan tertulis kepada penerima waralaba mengenai kegiatan usahanya termasuk neraca dan daftar rugi laba selama 2 (dua) tahun terakhir, hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi obyek waralaba. Pemberi waralaba juga harus merinci fasilitas-fasilitas atau

(13)

bantuan-bantuan yang akan ditawarkan kepada penerima waralaba, persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh penerima waralaba, hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak, cara-cara pengakhiran, pembatalan dan perpanjangan perjanjian tersebut, serta hal-hal lain yang perlu diketahui oleh penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian waralaba.

2. Isi Perjanjian Waralaba

Peraturan Pemerintah tentang Waralaba sebagai dasar hukum yang baru dalam mengatur bisnis waralaba di Indonesia telah menentukan bahwa isi perjanjian waralaba memuat klausula paling sedikit:31 a. nama dan alamat para pihak; b. jenis Hak Kekayaan Intelektual; c. kegiatan usaha; d. hak dan kewajiban para pihak; e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada penerima waralaba; f. wilayah usaha; g. jangka waktu perjanjian; h. tata cara pembayaran imbalan; i. kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris; j. penyelesaian sengketa; dan k. tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

Selain itu para pihak dalam perjanjian waralaba juga diberikan kebebasan untuk mengatur ketentuan lain yang belum diatur dalam PP Waralaba tersebut di atas sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata. Misalnya suatu ketentuan yang memungkinkan penerima waralaba untuk memberikan waralaba lanjutan kepada pihak lain dengan ketentuan bahwa penerima waralaba tersebut harus mengoperasikan sekurang-kurangnya 1 (satu) gerai waralaba dan perjanjian waralaba

31

(14)

lanjutan tersebut dibuat dengan sepengetahuan pemberi waralaba. Dalam memberikan waralaba lanjutan, penerima waralaba utama wajib membuktikan kepada penerima waralaba lanjutan bahwa ia memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut dan juga hal-hal yang dapat mengakibatkan pemutusan atau berakhirnya perjanjian waralaba.

Martin Mendelson32 menyebutkan ada 10 (sepuluh) hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan kontrak dibuat secara terperinci, yang terdiri dari: 1. Perencanaan dan identifikasi kepentingan pemberi waralaba sebagai pemilik, hal

ini tentunya akan menyangkut hal-hal seperti merek dagang, hak cipta dan sistem bisnis pemberi waralaba beserta know how.

2. Sifat serta luasnya hak-hak yang diberikan kepada penerima waralaba, hal ini menyangkut wilayah operasi dan pemberian hak-hak secara formal untuk menggunakan merek dagang, nama dagang dan seterusnya.

3. Jangka waktu perjanjian. Prinsip dasar dalam mengatur hal ini bahwa hubungan waralaba harus dapat bertahan pada jangka waktu yang lama, atau setidak-tidaknya selama waktu 5 (lima) tahun dengan klausula kontrak waralaba dapat diperpanjang.

4. Sifat dan luasnya jasa-jasa yang diberikan, baik pada masa-masa awal maupun selanjutnya. Ini akan menyangkut jasa-jasa pendahuluan yang memungkinkan penerima waralaba untuk memulai, ditraining dan dilengkapi dengan peralatan

32

Martin Mendelson, Franchising, Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan Franchisee, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 1997), halaman 58-63.

(15)

untuk melakukan bisnis. Pada masa selanjutnya, pemberi waralaba akan memberikan jasa-jasa secara terperinci hendaknya diatur dalam kontrak dan juga diperkenankan untuk memperkenalkan ide-ide baru.

5. Kewajiban-kewajiban awal dan selanjutnya dari pnerima waralaba. Ini akan mengatur kewajiban untuk menerima beban keuangan dalam mendirikan bisnis sesuai dengan persyaratan pemberi waralaba serta melaksanakan sesuai dengan sistem operasi, akunting dan administrasi lainnya untuk memastikan bahwa informasi yang penting tersedia untuk kedua belah pihak. Sistem-sistem ini akan dikemukakan dalam petunjuk operasional yang akan disampaikan kepada penerima waralaba selama pelatihan dan akan terus tersedia sebagai pedoman/referensi setelah ia membuka bisnisnya.

6. Kontrol operasional terhadap penerima waralaba. Kontrol-kontrol tersebut untuk memastikan bahwa standar operasional dikontrol secara layak, karena kegagalan untuk mempertahankan standar pada satu unit penerima waralaba akan mengganggu keseluruhan jaringan waralaba.

7. Penjualan bisnis. Salah satu kunci sukses dari waralaba adalah motivasi yang ditanamkannya kepada penerima waralaba, disertai sifat kewirausahaan penerima waralaba, serta insentif yang dihasilkan dari capital gain. Untuk alasan ini, bisnis diwaralabakan harus dapat dijual. Seorang pemberi waralaba hendaknya sangat selektif ketika mempertimbangkan lamaran dari penerima waralaba, terutama terhadap orang-orang yang akan bergabung dengan jejaring dengan membeli bisnis dari waralaba yang mapan.

(16)

8. Kematian penerima waralaba. Untuk memberikan ketenangan bagi penerima waralaba, harus dibuat ketentuan bahwa pemberi waalaba akan memberikan bantuan untuk memungkinkan bisnis dipertahankan sebagai suatu aset yang perlu direalisir atau jika tidak bisa diambil alih oleh ahli warisnya apabila ahli waris tersebut memenuhi syarat sebagai penerima waralaba.

9. Arbitrase. Dalam kontrak sebaiknya ditentukan mengenai penyelesaian sengketa yang mungkin timbul dengan melalui arbitrase, dengan harapan penyelesaiannya akan lebih cepat, murah dan tidak terbuka sengketanya kepada umum.

10. Berakhirnya kontrak dan akibat-akibatnya. Dalam kontrak harus selalu ada ketentuan yang mengatur mengenai berakhirnya perjanjian. Perlu ditambahkan dalam kontrak, penerima waralaba mempunyai kewajiban selama jangka waktu tertentu untuk tidak bersaing dengan pemberi waralaba atau penerima waralaba lainnya, juga tidak diperkenankan menggunakan sistem atau metode pemberi waralaba.

Jika dalam pembuatan perjanjian waralaba para pihak dalam perjanjian waralaba membuat perjanjian dengan memperhatikan hal-hal yang dikemukakan oleh Martin Mendelson dan PP Waralaba di atas, maka sudah ada kejelasan dan ketegasan bagi penerima waralaba sehingga antara pemberi dan penerima waralaba tidak terjadi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya.

(17)

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba

Kemampuan untuk menghasilkan suatu bentuk kerjasama yang saling menguntungkan dalam jangka waktu panjang merupakan faktor penting dalam mengimplementasikan konsep bisnis waralaba. Sebagai suatu konsep bisnis pemasaran, waralaba memiliki ciri konsep bisnis total (total business concept) yang merupakan kombinasi 4 (empat) P33, yaitu product, price, place/distribution dan

promotion. Konsep itu dikemas dalam suatu format bisnis atau paket usaha terpadu yang memiliki standar dan mudah ditransferkan, serta dapat dijalankan secara universal (dapat diterapkan oleh para calon wirausaha dari beragam kultur di berbagai tempat/mancanegara). Khusus dalam sistem waralaba yang disebut dengan business

format franchise, pemberi waralaba tidak hanya menggunakan penerima waralaba sebagai sarana pemasaran hasil produksinya, melainkan lebih terfokus pada upaya mentransferkan paket-paket usaha barang/jasa tertentu miliknya secara natural. Transfer paket usaha tersebut selanjutnya disertai dengan adanya keharusan bagi pemberi waralaba untuk selalu menjaga kelangsungan kerjasama dengan para pemakai paket usaha (penerima waralaba) karena jika terjadi kegagalan pada usaha penerima waralaba maka pada gilirannya akan dapat mengganggu kelangsungan usaha pemberi waralaba, atau setidaknya akan dapat menjatuhkan citra/nama baik pemberi waralaba.

33

Amir Karamoy, Sukses Usaha Lewat Waralaba, (Jakarta: Jurnalindo Aksara Grafika, 1996), halaman 97.

(18)

Karakteristik dasar bisnis waralaba34 adalah sebagai berikut: Pertama, harus ada perjanjian yang disepakati dan dibuat secara tertulis. Ikatan perjanjian ini merupakan aspek terpenting yang mewakili kepentingan pemberi waralaba dan penerima waralaba, terutama mengenai kondisi perusahaannya menyangkut masalah manajemen, finansial, siapa pemilik sahamnya, apa bentuk/jenis kegiatan perusahaannya, serta mengemukakan semua aspek bisnis yang diwaralabakan. Pemberian informasi yang transparan itu akan mempermudah penerima waralaba dan pemberi waralaba mengadakan kerjasama. Hal ini merupakan sesuatu yang mutlak sifatnya dilakukan oleh pemberi waralaba. Oleh karena itu, sebaiknya isi perjanjian waralaba terlebih dahulu harus dinegosiasikan sebelum kesepakatan diperoleh para pihak, walaupun dalam prakteknya negosiasi terhadap isi perjanjian merupakan hal yang sangat sulit dilaksanakan oleh penerima waralaba. Kedua, pemberi waralaba wajib memberikan bimbingan dan latihan kepada penerima waralaba dalam segala aspek yang menyangkut bisnis yang akan dijalankan, terutama membantu penerima waralaba pada saat persiapan awal mulai usaha. Ketiga, transaksi antara penerima waralaba dan pemberi waralaba bukan merupakan transaksi antar cabang perusahaan pemberi waralaba dengan perusahaan pemberi waralaba, melainkan hanya merupakan transaksi antara dua pemilik modal yang independen. Keempat, penerima waralaba berhak atas daerah pemasaran tertentu, karena penerima waralaba dan pemberi waralaba adalah pemilik modal yang independen, maka tentang kesepakatan

34

Suharsono, Pedoman Membeli dan Mengelola Franchise, (Jakarta: Dela Pratasa, 1997), halaman 28.

(19)

penguasaan wilayah pemasaran oleh penerima waralaba perlu ditegaskan dalam perjanjian. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya unfair business practice. Kelima, penerima waralaba mempunyai kewajiban membayar royalti dan/atau fee. Keenam, penerima waralaba dalam menjalankan usahanya berhak menggunakan merek dagang/jasa, hak cipta, hak paten, trade secrets dan know how, serta hak-hak lainnya yang menyangkut ciri-ciri usaha waralaba milik pemberi waralaba.

Pada umumnya outlet yang dikelola oleh penerima waralaba tidak ada investasi ataupun penyertaan modal (equity participation) dari pemberi waralaba. Dalam hal pengadaan peralatan yang dibutuhkan oleh penerima waralaba untuk keperluan operasional produksi, biasanya pemberi waralaba menawarkan jasa untuk menyediakan peralatan tersebut. Penerima waralaba dapat membelinya melalui fasilitas leasing (sewa-beli). Walaupun demikian, ternyata peran pemberi waralaba cukup dominan terhadap usaha penerima waralaba. Hal ini dapat dibuktikan bahwa untuk mendesain outlet atau menatanya tetap ditentukan atau harus mendapatkan persetujuan dari pemberi waralaba. Dari kondisi ini tampak bahwa posisi penerima waralaba dapat dikatakan sebagai pihak pemilik modal saja.

Untuk menjamin pelaksanaan hak dan kewajiban, kesepakatan itu dituangkan ke dalam apa yang dinamakan perjanjian waralaba. Dalam perjanjian waralaba diatur antara lain tentang hak dan kewajiban penerima waralaba dan pemberi waralaba, besarnya fee maupun royalti yang harus dibayar oleh penerima waralaba kepada pemberi waralaba, untuk bantuan yang akan diterima penerima waralaba dari pemberi waralaba, pemutusan hubungan perjanjian dan berakhirnya perjanjian. Pembayaran

(20)

royalti atau fee merupakan suatu bentuk kompensasi atas hak yang diperoleh dari perjanjian waralaba royalti ini biasanya dikeluarkan setiap bulan ataupun setiap tahun oleh penerima waralaba dan besarnya ditentukan sesuai dengan kesepakatan keduabelah pihak atau disesuaikan dengan nilai usaha yang diwaralabakan. Adapun

franchise fee merupakan suatu bentuk beban (charge) yang umum dikenakan kepada

penerima waralaba yang dibayar hanya satu kali, yaitu pada saat kerjasama dimulai. Biaya ini diasumsikan sebagai biaya pra-operasi dan dapat diterima kembali oleh penerima waralaba dalam bentuk latihan/magang bagi karyawan dan pemberian konsultasi. Kendati demikian, perlu dikemukakan di sini, ternyata tidak semua bentuk waralaba menuntut adanya pembayaran fee. Ini dapat dilihat pada tipe waralaba distibusi dan waralaba produsen karena pada hakikatnya dalam waralaba semacam ini yang lebih dipentingkan oleh pemberi waralabanya adalah perluasan jaringan distribusi hasil produksinya. Contohnya, pada waralaba distribusi kendaraan bermotor roda empat dan sepeda motor beserta komponennya.

Bentuk bantuan yang diberikan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba adalah bantuan manajemen dan technical assistance yang sifatnya berkesinambungan, terutama dalam hal penyusunan rencana usaha (business plan) dan strategi pemasaran, pedoman operasional usaha dan standarisasi produk, pengendalian kualitas produk, latihan lanjutan, pemberian hasil riset dan pengembangan produk/jasa serta promosi dagang.

Untuk mendukung keberhasilan sinergi kerja dalam perjanjian waralaba ini ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan yaitu akses modal, akses pasar, skill

(21)

dan teknologi (know-how dan trade secret), akses merek dagang/jasa yang sudah teruji, manajemen dan hubungan kemitraan. Perjanjian waralaba dapat berjalan lancar, pemberi waralaba perlu menyampaikan semua informasi yang berhubungan dengan kegiatan usahanya kepada penerima waralaba saat mempromosikan jenis usaha yang akan diwaralabakan. Dengan demikian, penerima waralaba dapat mempertimbangkan atau memutuskan apakah akan membuat perjanjian waralaba yang dimaksud atau tidak.

Sebagaimana telah diuraikan pada bab terdahulu, bisnis waralaba ini telah berkembang pesat dalam dunia perdagangan Indonesia. Hal yang melatarbelakangi perkembangannya tidak lain adalah karena hukum perjanjian Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan pasal itu, setiap orang dapat dan dibenarkan untuk membuat perjanjian waralaba dengan syarat-syarat yang ditetapkan sendiri, asalkan isi perjanjian yang dibuat itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Untuk itu setiap persetujuan hanya akan berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya dan sebaliknya persetujuan yang telah dibuat tidak boleh merugikan pihak ketiga (Pasal 1340 KUH Perdata). Kecuali jika perjanjian itu memang diperjanjikan untuknya. Berdasarkan Pasal 1337 dan Pasal 1340 KUH Perdata tersebut, walaupun para pihak (pemberi waralaba dan penerima waralaba) diberi peluang secara bebas menentukan syarat perjanjian/kontrak yang mereka inginkan, kesepakatan itu kemudian ditandai

(22)

dengan penandatanganan pada perjanjian. Namun undang-undang masih membatasi tindakan para pihak tersebut, karena masih dipertanyakan apakah perjanjian yang dibuat itu telah sesuai atau tidak bertentangan dengan kepatutan, keadilan, kebiasaan dan undang-undang itu sendiri. Jadi kebebasan berkontrak yang dimaksud tidaklah dalam pengertian bebas secara mutlak. Oleh karena itu, setiap perjanjian yang mengandung unsur yang bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan dan undang-undang oleh pemerintah dapat dilarang diberlakukan. Apalagi jika kebebasan yang dimaksud berkaitan dengan kegiatan bisnis, yaitu kebebasan atau kesewenang-wenangan yang hanya bertujuan mengejar keuntungan ekonomi.

Eksistensi bisnis waralaba di Indonesia sebenarnya telah dapat diakui sebab dalam bisnis waralaba terdapat kedua aspek tersebut, yaitu aspek perjanjian/kontrak dan aspek lisensi, walaupun dalam prakteknya perjanjian waralaba yang telah berjalan selama ini selalu dibuat dalam bentuk perjanjian kontrak baku, artinya segala persyaratan dan isi perjanjian telah ditentukan sepenuhnya oleh pemberi waralaba.

Beberapa klausula dalam perjanjian waralaba adalah sebagai berikut:

1. Sifat perjanjian dari waralaba sangat pribadi yang maksudnya adalah bahwa hak dan kewajiban penerima waralaba tidak mudah dialihkan kepada pihak lain, baik dengan cara jual beli, maupun karena pemindahan hak dan kewajiban penerima waralaba. Kalaupun terjadi pemindahan hak dan kewajiban penerima waralaba kepada pihak lain (penerima waralaba baru), maka pemindahan itu harus mendapatkan persetujuan dan penerima waralaba yang ditunjuk itu harus memenuhi persyaratan lain yang ditentukan oleh pemberi waralaba, persyaratan

(23)

tersebut adalah: 1. Penerima waralaba baru yang diusulkan harus mempunyai pengalaman usaha baik reputasi secara personal dan finansial, stabilitas personal maupun finansial, mempunyai kemampuan dan kemauan untuk meluangkan waktu yang cukup menjalankan toko/outlet/gerai; 2. Penerima waralaba yang baru harus menyetujui secara tertulis mengambil alih seluruh tanggung jawab atau kewajiban penerima waralaba lama yang tertuang dalam perjanjian waralaba dan harus dapat melaksanakan dengan baik, meskipun bertujuan demikian dalam prakteknya, banyak perjanjian waralaba yang dapat dialihkan kepada pihak lain. Walaupun pemindahan hak dan kewajiban penerima waralaba itu sifatnya terbatas. Misalnya, hak usaha hanya dapat diberikan kepada salah satu anggota keluarga, terutama bila pemegang waralaba adalah sebuah perusahaan berbadan hukum dan pemilik modalnya adalah para anggota keluarga.

2. Posisi pemberi waralaba lebih kuat karena dapat memutuskan perjanjian secara sepihak atas dasar adanya pelanggaran atau kesalahan dari penerima waralaba dalam menjalankan usahanya. Bila persyaratan semacam ini dilihat dari segi bisnis, tindakan pemberi waralaba tersebut dapat merugikan pihak penerima waralaba dan bersifat berat sebelah. Jika terjadi pemutusan hubungan perjanjian secara sepihak, walaupun hal itu telah mendapatkan persetujuan dan disebutkan dalam klausul perjanjian, maka secara hukum tindakan tersebut dapat dikatakan sebagai suatu tindakan melawan hukum. Ketentuan ini dapat dilihat dalam Pasal 1266 KUH Perdata.

(24)

3. Pada saat berakhirnya perjanjian atau bila perjanjian waralaba itu tidak diperpanjang lagi, penerima waralaba diwajibkan mengembalikan dan menghentikan seluruh penggunaan merek pemberi waralaba, nama dagang/jasa,

trade secret, know-how, termasuk juga pengembalian seluruh material yang berkaitan dengan identitas pemberi waralaba seperti daftar menu, point of sale dan desain outlet milik pemberi waralaba. Dalam kondisi seperti ini dapat disimpulkan bahwa kedudukan penerima waralaba sebagai pemilik modal sangat lemah, sebab dana yang telah diinvestasikan ke dalam usaha waralaba tersebut tidak dapat dijalankan secara independen lagi secara hukum pun penerima waralaba tidak mendapatkan perlindungan yang memadai.

4. Bila ada perubahan atau penambahan pada outlet milik penerima waralaba yang dimintakan oleh pemberi waralaba, yang mana menurut pemberi waralaba penambahan atau perubahan tersebut sangat dibutuhkan dalam rangka perbaikan mutu toko/outlet/gerai, maka seluruh biaya yang diakibatkannya merupakan tanggung jawab pihak penerima waralaba. Keadaan ini tentunya merupakan beban tambahan bagi penerima waralaba.

5. Jika toko/outlet/tempat usaha perlu direnovasi ataupun dipindahkan berdasarkan atas keinginan pemberi waralaba setelah diadakan perpanjangan perjanjian, maka kewajiban penerima waralaba adalah harus mengikuti kehendak pemberi waralaba.

Berdasarkan uraian di atas, bila diamati secara cermat, isi perjanjian waralaba tersebut tampak lebih banyak menguntungkan pihak pemberi waralaba dan jelas

(25)

terlihat adanya sifat tying business yang dilakukan oleh pemberi waralaba, di lain pihak penerima waralaba hanya berhadapan dengan pihak take it or leave it terhadap syarat perjanjian yang dihadapkan kepadanya. Ditambah lagi peran pemberi waralaba sangat dominan terhadap penerima waralaba. Oleh karena itu, hubungan penerima waralaba dengan pemberi waralaba adalah semata-mata karena kebutuhan ekonomi. Sehingga sudah sewajarnyalah bahwa sesuai dengan hukum alam, pihak pemilik hak (pemberi waralaba) memiliki posisi atau kedudukan yang lebih kuat dan dapat berperan besar terhadap penerima hak (penerima waralaba).

Pengaturan yang ada di dalam PP waralaba menyangkut hak dan kewajiban para pihak baik pihak pemberi waralaba maupun pihak penerima waralaba dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pemberi waralaba wajib memberikan prospektus penawaran waralaba kepada calon penerima waralaba pada saat melakukan penawaran (Pasal 7 PP Waralaba). 2. Pemberi waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan,

bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian dan pengembangan kepada penerima waralaba secara berkesinambungan (Pasal 8 PP Waralaba). 3. Pemberi waralaba dan penerima waralaba wajib mengutamakan penggunaan

barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi waralaba (Pasal 9 ayat (1) PP Waralaba).

4. Pemberi waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai penerima waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa

(26)

sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba (Pasal 9 ayat (2) PP Waralaba).

5. Pemberi waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran waralaba sebelum membuat perjanjian waralaba dengan penerima waralaba (Pasal 10 PP Waralaba). 6. Penerima waralaba wajib mendaftarkan perjanjian waralaba (Pasal 11 PP

Waralaba).

Secara umum dapat dirumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pemberi waralaba maupun penerima waralaba sebagai berikut:

1. Kewajiban pemberi waralaba:

a. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba, dalam rangka pelaksanaan waralaba yang diberikan tersebut;

b. Memberikan bantuan pada penerima waralaba pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada penerima waralaba.

2. Hak pemberi waralaba:

a. Melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan waralaba;

b. Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan usaha penerima waralaba;

(27)

c. Melaksanakan inspeksi pada daerah kerja penerima waralaba guna memastikan bahwa waralaba yang diberikan telah dilaksanakan sebagaimana mestinya;

d. Sampai batas tertentu mewajibkan penerima waralaba dalam hal-hal tertentu, untuk membeli barang modal dan atau barang-barang tertentu lainnya dari pemberi waralaba;

e. Mewajibkan penerima waralaba untuk menjaga kerahasiaan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba;

f. Mewajibkan agar penerima waralaba tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba;

g. Menerima pembayaran royalti dalam bentuk, jenis dan jumlah yang dianggap layak olehnya;

h. Meminta dilakukannya pendaftaran atas waralaba yang diberikan kepada penerima waralaba;

(28)

i. Atas pengakhiran waralaba, meminta kepada penerima waralaba untuk mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperoleh penerima waralaba selama masa pelaksanaan waralaba;

j. Atas pengakhiran waralaba, melarang penerima waralaba untuk memanfaatkan lebih lanjut seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperoleh oleh penerima waralaba selama masa pelaksanaan waralaba;

k. Atas pengakhiran waralaba, melarang penerima waralaba untuk tetap melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba; l. Pemberian waralaba, kecuali yang bersifat eksklusif, tidak menghapuskan hak

pemberi waralaba untuk tetap memanfaatkan, menggunakan atau melaksanakan sendiri Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba. 3. Kewajiban penerima waralaba:

a. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi waralaba kepadanya guna melaksanakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau

(29)

cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba;

b. Memberi keleluasaan bagi pemberi waralaba untuk melakukan pengawasan maupun inspeksi berkala maupun secara tiba-tiba, guna memastikan bahwa penerima waralaba telah melaksanakan waralaba yang diberikan dengan baik; c. Memberikan laporan-laporan baik secara berkala maupun atas permintaan

khusus dari pemberi waralaba;

d. Sampai batas tertentu membeli barang modal tertentu ataupun barang-barang tertentu lainnya dalam rangka pelaksanaan waralaba dari pemberi waralaba; e. Menjaga kerahasiaan atas Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri

khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba, baik selama maupun setelah berakhirnya masa pemberian waralaba; f. Melaporkan segala pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan

atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba yang ditemukan dalam praktik;

g. Tidak memanfaatkan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba selain dengan tujuan untuk melaksanakan waralaba yang diberikan;

(30)

i. Tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba;

j. Melakukan pembayaran royalti dalam bentuk, jenis dan jumlah yang telah disepakati secara bersama;

k. Atas pengakhiran waralaba, mengembalikan seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperolehnya;

l. Atas pengakhiran waralaba, tidak memanfaatkan lebih lanjut seluruh data, informasi maupun keterangan yang diperoleh oleh penerima waralaba selama masa pelaksanaan waralaba;

m. Atas pengakhiran waralaba, tidak lagi melakukan kegiatan sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan persaingan dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba.

4. Hak penerima waralaba:

a. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem

(31)

manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba, yang diperlukan olehnya untuk melaksanakan waralaba yang diberikan tersebut;

b. Memperoleh bantuan dari pemberi waralaba atas segala macam cara pemanfaatan dan atau penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual penemuan atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba.

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Waralaba Indomaret Antara PT Indomarco Prismatama Dengan CV. E Makmur

Indomaret merupakan jaringan minimarket yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari dengan luas penjualan kurang dari 200 m2, dikelola oleh PT. INDOMARCO PRISMATAMA, cikal bakal pembukaan Indomaret di Kalimantan dan took pertama dibuka di Ancol, Jakarta Utara.

Tahun 1997 perusahaan mengembangkan bisnis Gerai Waralaba di Indonesia setelah Indomaret teruji dengan lebih dari 230 gerai. Pada Mei 2003 Indomaret meraih penghargaan “Perusahaan Waralaba 2003” dari Presiden Megawati Soekarnoputri.

Hingga Desember 2010 Indomaret mencapai 4955 gerai dari total itu 3058 gerai adalah milik sendiri dan sisanya 1897 gerai waralaba milik masyarakat, yang tersebar di kota-kota di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Yogyakarta, Bali, Lampung dan Medan, di DKI Jakarta terdapat sekitar 488 gerai.

(32)

Indomaret mudah ditemukan di daerah perumahan, gedung perkantoran dan fasilitas umum karena penempatan lokasi gerai didasarkan pada motto “Murah dan Hemat”. Lebih dari 3500 jenis produk makanan dan non makanan tersedia dengan harga bersaing, memenuhi hamper semua kebutuhan konsumen sehari-hari.

Didukung oleh 13 perusahaan distribusi yang menggunakan teknologi mutakhir, Indomaret merupakan salah satu asset bisnis yang sangat menjanjikan, keberadaan Indomaret diperkuat oleh anak perusahaan di bawah bendera Group INTRACO yaitu Indogrosir, BSD PLAZA dan CHARMAT. Dengan visi menjadi asset nasional dalam bentuk jaringan ritel waralaba yang unggul dalam persaingan global dengan motto “Murah dan Hemat”.

Berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam perjanjian tertulis yaitu Perjanjian Waralaba Indomaret Kemang Pratama 5 Nomor: 010/WR-CLG/BKS/VIII/2008 antara PT Indomarco Prismatama dengan CV. E Makmur memuat beberapa hal yang menjadi hak-hak dan juga kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak.

Secara singkat dapat dirumuskan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pemberi waralaba maupun penerima waralaba sebagai berikut:

1. Kewajiban pemberi waralaba:

a. Membantu penerima waralaba dalam periode pra operasi toko dalam hal rekomendasi kelayakan lokasi toko, bantuan seleksi tenaga kerja sesuai kualifikasi karyawan toko Indomaret, perencanaan, pelaksanaan dan supervisi renovasi toko sesuai standard design eksterior dan interior toko Indomaret,

(33)

pengadaan dan pemasangan seluruh peralatan toko sesuai standar toko Indomaret;

b. Memberikan latihan kepada penerima waralaba beserta seluruh karyawan toko dalam suatu program latihan terpadu dengan materi dan jadwal yang telah ditetapkan;

c. Memberikan Pedoman Praktis Operasional dan Administrasi Toko sebagai referensi penerima waralaba dalam menyelenggarakan operasi rutin toko; d. Melaksanakan pengiriman barang dagangan sesuai permintaan toko penerima

waralaba dengan mengacu ketentuan Pengelolaan Barang Dagangan dalam perjanjian;

e. Secara periodik memberikan bantuan konsultasi kepada penerima waralaba agar pelaksanaan operasi toko tetap berjalan dalam standar operasional toko Indomaret;

f. Membantu penerima waralaba dalam pengadaan barang perlengkapan rutin toko, seperti kantong plastik, stiker label, perlengkapan komputer dan sebagainya sesuai standar penggunaan toko Indomaret;

g. Selama masa perjanjian, pemberi waralaba secara cuma-cuma akan membantu terselenggaranya fungsi administrasi keuangan dan pembukuan toko milik penerima waralaba sesuai standar PSAK (Pernyataan Standar Akutansi Keuangan) dan praktek administrasi yang sehat;

(34)

h. Menyerahkan kepada penerima waralaba atas surplus kas yang ada dengan mempertimbangkan dan/atau memperhitungkan pelaksanaan kewajiban penerima waralaba yang masih terhutang.

2. Hak pemberi waralaba:

a. Menentukan barang dagangan, termasuk komposisi jenis, tingkat harga jual dan sumber barang dagangan toko;

b. Menentukan seluruh program sewa tempat di toko penerima waralaba untuk kepentingan penerima waralaba, termasuk tetapi tidak terbatas pada sewa

counter, sewa area ATM dan sewa teras;

c. Memotong langsung/memindahbukukan saldo dana bank penerima waralaba ke rekening pemberi waralaba atas nilai faktur barang dagangan dan barang perlengkapan toko lainnya yang telah jatuh tempo;

d. Menerima biaya perolehan hak waralaba dari penerima waralaba;

e. Melakukan seleksi, menyimpan dan/atau meminta data-data lengkap dan melakukan pengawasan terhadap sumber daya manusia yang akan dan/atau telah ditempatkan di toko penerima waralaba;

f. Mengakhiri perjanjian bilamana diketahui bahwa penerima waralaba dengan atau tanpa permohonan telah dinyatakan pailit atau dikenakan sita harta benda atau terlibat dalam perkara pidana atau perdata yang dapat mengganggu kelangsungan operasi toko milik penerima waralaba;

g. Mengakhiri perjanjian bilamana penerima waralaba telah melanggar atau tidak menaati salah satu atau semua kewajibannya atau ketentuan perjanjian

(35)

dan telah 2 (dua) kali dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari kerja ditegur secara tertulis.

3. Kewajiban penerima waralaba:

a. Membayar nilai pembelian seluruh barang dagangan toko sesuai dengan jumlah barang dagangan yang diterima

b. Memeriksa kondisi kelayakan jual atas seluruh barang makanan dalam toko Indomaret;

c. Melaksanakan seluruh program dengan memajang barang pada tempatnya, memasang materi promosi penjualan dalam toko dan meneruskan hadiah yang ada kepada pelanggan;

d. Menyediakan seluruh tempat pemajangan dalam toko untuk di sewa pemberi waralaba;

e. Melaksanakan administrasi barang dagangan sesuai ketetapan dalam Pedoman Praktis Operasional dan Administrasi Toko;

f. Memberikan masukan mengenai informasi barang, pesaing dan hal-hal lain yang berhubungan dengan toko yang dimilikinya;

g. Menyetorkan uang tunai hasil penjualan toko seutuhnya pada rekening bank atas nama penerima waralaba dan oleh pemberi waralaba setoran tersebut akan dibukukan sebagai dana penerima waralaba;

h. Membayar kepada pemberi waralaba atas royalti penjualan;

i. Mengawasi dan mengarahkan pekerjaan masing-masing karyawan agar tercipta mekanisme kerja yang tertib dan sehat;

(36)

j. Menjaga/memelihara/memperhatikan segala hal untuk reputasi/nama baik pemberi waralaba;

k. Menutup asuransi sepanjang periode perjanjian untuk menanggulangi resiko kerugian karena kecurian uang kas, kebakaran dan resiko kehilangan uang hasil penjualan;

l. Mengurus, melengkapi dan menyimpan seluruh aspek perijinan yang diperlukan berikut perpanjangannya, atas usaha perdagangan dalam toko yang dimilikinya atas biaya penerima waralaba sendiri;

m. Bertanggung jawab dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban pembayaran pajak;

n. Menyimpan seluruh dokumen dan/atau surat dan/atau pemberitahuan yang berkaitan dengan operasional toko;

o. Dalam mengoperasikan toko wajib menggunakan piranti keras (hardware) dan paket program komputer (software), serta sistem jaringan telekomunikasi sesuai standar yang ditetapkan oleh pemberi waralaba;

p. Mengoperasikan toko sesuai Pedoman Praktis Operasional dan Administrasi Toko yang telah ditetapkan;

q. Mengikuti seluruh perubahan, inovasi dan pengembangan dalam bentuk apapun juga berkaitan dengan operasional toko termasuk tindakan-tindakan yang bersifat perbaikan dan pemeliharaan atas sarana dan prasarana yang ada di toko, yang ditujukan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk meningkatkan kinerja dan pelayanan toko dalam segala aspek dan bidang;

(37)

r. Wajib memberikan informasi/bukti-bukti transaksi dalam hal dilaksanakannya audit intern pemberi waralaba;

s. Bekerjasama dengan supervisor/wakil pemberi waralaba yang secara periodik mengadakan kunjungan rutin guna pengembangan toko Indomaret;

t. Memperbaiki kembali/mengganti sesuai standar toko Indomaret apabila terdapat kerusakan yang berakibat berkurangnya kualitas interior, eksterior dan peralatan toko;

u. Mengirimkan bukti-bukti asli transaksi rutin toko setiap hari kerja guna proses administrasi sesuai sistem dan prosedur yang telah ditetapkan pemberi waralaba;

v. Menggunakan karyawan pemberi waralaba yang sudah berpengalaman selaku kepala toko, asisten kepala toko serta merchandiser;

w. Tunduk pada aturan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba dan aturan ketenagakerjaan yang ditetapkan pemerintah, termasuk tetapi tidak terbatas pada pengaturan lembur, THR, UMP dan sebagainya;

x. Menyampaikan surat resmi untuk permohonan perpanjangan perjanjian kepada pemberi waralaba apabila ingin memperpanjang jangka waktu perjanjian selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian;

y. Dalam hal berakhirnya perjanjian, wajib melaksanakan: menghentikan pemakaian nama/merek dagang Indomaret, termasuk penggunaan kop surat, stempel, logo, simbol dan tanda Indomaret yang terkandung dalam

(38)

perlengkapan operasional dan administrasi toko, menyelesaikan seluruh kewajiban pembayaran yang merupakan hak pemberi waralaba, mengembalikan Pedoman Praktis Operasional dan Administrasi Toko kepada pemberi waralaba, menyerahkan kembali paket progam komputer (software) toko serta seluruh perangkat jaringan telekomunikasi kecuali sambungan

(line) dan pesawat telepon kepada pemberi waralaba, serta tidak membuka dan mengoperasikan toko sejenis dengan toko Indomaret pada lokasi miliknya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sejak berakhirnya/diakhirinya periode perjanjian waralaba.

4. Hak penerima waralaba:

a. Berhak untuk menggunakan/memakai tanah dan bangunan serta berhak untuk membangun/merenovasi bangunan tersebut untuk memenuhi persyaratan sebagai sebuah bangunan toko Indomaret;

b. Berhak untuk mengoperasikan toko di lokasi yang telah ditetapkan dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam perjanjian;

c. Berhak untuk menggunakan nama/merek dagang Indomaret beserta seluruh mekanisme sistem kerja toko sesuai standar operasi toko yang dimiliki oleh pemberi waralaba;

d. Berhak untuk menyelenggarakan operasi toko sepenuhnya serta akan menghentikan pemakaian nama dan sistem Indomaret pada saat berakhirnya perjanjian.

(39)

Berdasarkan uraian di atas yang menjelaskan antara hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian waralaba secara umum menurut PP Waralaba dan secara khusus berdasarkan Perjanjian Waralaba Indomaret adalah sama yang mana keseluruhan semua perjanjian yang ada di dalam perjanjian Indomaret berpedoman kepada PP Waralaba tersebut. Namun untuk memenuhi karakteristik bisnis Indomaret tersebut yang belum diatur di dalam PP Waralaba maka para pihak dapat menambah beberapa ketentuan atau klausula sendiri yang berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata yang menjelaskan tentang kebebasan berkontrak yang mana sepanjang perjanjian yang dibuat tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata. Isi perjanjian waralaba bila dihubungkan dengan PP Waralaba dan perjanjian Indomaret ada beberapa ketentuan yang berbeda yang dikarenakan kebutuhan untuk memenuhi karakteristik atau ciri khas dari perjanjian Indomaret tersebut. Contoh dalam hal kewajiban pemberi waralaba menurut PP Waralaba ada dua hal yang dijabarkan secara umum yang intinya berkewajiban memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan seluruh karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba seperti informasi Hak atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha seperti sistem manajemen, cara penjualan atau distribusi dan penataan dalam rangka pelaksanaan waralaba yang diberikan tersebut dan memberikan bantuan berupa pembinaan, bimbingan dan pelatihan kepada penerima waralaba. Sedangkan menurut perjanjian Indomaret dua hal tersebut di atas yang diatur menurut PP Waralaba lebih dijabarkan secara rinci dan ada beberapa penambahan dalam hal pengiriman barang dan menyerahkan kepada penerima waralaba atas surplus kas

(40)

yang ada dengan memperhitungkan dan mempertimbangkan pelaksanaan kewajiban penerima waralaba yang masih terhutang. Maksudnya pemberi waralaba memberikan bantuan berupa pedoman surplus kas untuk memperhitungkan pelaksanaan kewajiban penerima waralaba yang masih ada kewajiban-kewajiban yang belum dipenuhi.

Menurut PP Waralaba menyangkut hak pemberi waralaba ada beberapa hal yang sedikit berbeda dengan perjanjian Indomaret. Dalam PP Waralaba, hak pemberi waralaba lebih dijabarkan secara umum dibandingkan dengan perjanjian Indomaret, yang mana di dalam perjanjian Indomaret ada beberapa hal yang berbeda dengan ketentuan dalam PP Waralaba. Contoh dalam perjanjian Indomaret pengaturan lebih ringkas dibandingkan dengan PP Waralaba yang tidak memasukkan tentang ketentuan penerima waralaba untuk tidak melakukan kegiatan sejenis yang menimbulkan persaingan di dalam menjalakan waralaba tersebut dan juga tentang pendaftaran atas waralaba yang diberikan.

Mengenai hak kewajiban penerima waralaba, perjanjian Indomaret lebih rinci mengatur ketentuan tersebut dibanding pengaturan yang terdapat di dalam PP Waralaba. Perjanjian Indomaret lebih banyak menambahkan ketentuan-ketentuan tersendiri yang berhubungan dengan kewajiban penerima waralaba seperti memeriksa kondisi kegiatan di dalam toko, menyediakan tempat pemajangan untuk di sewa pemberi waralaba, melaksanakan administrasi barang dagangan sesuai pedoman praktis operasional dan administrasi toko, dapat memberikan masukan mengenai informasi barang, persaingan dan hal-hal lain yang berhubungan dengan toko yang dimilikinya, juga mengatur lebih khusus tentang penyetoran hasil penjualan toko dan

(41)

tentang semua hal-hal yang berhubungan dengan pengoperasian aktivitas toko baik itu menyangkut pengawasan maupun aktivitas jual beli barang dagangan di dalam toko, termasuk interior, eksterior dan peralatan toko sesuai standar toko Indomaret dan juga wajib melakukan pengoperasian toko menggunakan piranti keras (hardware) dan paket program komputer (software) serta sistem jaringan telekomunikasi sesuai standar yang ditetapkan oleh pemberi waralaba.

Pengaturan hak penerima waralaba yang diatur di dalam PP Waralaba dengan perjanjian Indomaret pada dasarnya memiliki kesamaan, akan tetapi ada sedikit penambahan ketentuan di dalam perjanjian Indomaret sesuai dengan penjabaran kewajiban penerima waralaba seperti tersebut di atas. Penambahan ketentuan tersebut mengenai hal penggunaan/pemakaian tanah dan bangunan serta berhak untuk membangun dan merenovasi bangunan tersebut untuk memenuhi persyaratan sebagai sebuah bangunan toko Indomaret dan berhak untuk mengoperasikan toko di lokasi yang telah ditetapkan sesuai dengan syarat dan ketentuan yang sudah dan tercantum dalam perjanjian Indomaret.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa PP Waralaba masih menjadi acuan/pedoman di dalam lahirnya perjanjian Indomaret, namun berdasarkan ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata tentang asas kebebasan berkontrak, dapatlah dilihat bahwa ketentuan tersebut masih dijadikan dasar pertimbangan lahirnya perjanjian Indomaret ini, akan tetapi bentuk perjanjian Indomaret ini adalah berbentuk standar kontrak yang mana di dominasi atau ditentukan oleh pihak pertama dimana adanya penambahan-penambahan klausula khusus di dalam isi

(42)

perjanjian Indomaret tersebut yang tidak diatur di dalam PP Waralaba, karena disesuaikan dengan karakteristik dan ciri khas dari waralaba ini, yang dapat kita lihat didalam isi perjanjian waralaba ini semua isi pasal yang berhubungan dengan waralaba Indomaret ini baik itu produk,system managemen,system pengoperasian toko,interior eksterior ruangan, penentuan pemilihan karyawan bahkan hak dan kewajiban kedua belah pihak diatur atau ditentukan oleh pihak pertama. Berdasarkan uraian di atas, bila diamati secara cermat, isi perjanjian waralaba tersebut tampak lebih banyak menguntungkan pihak pemberi waralaba dan jelas terlihat adanya sifat

tying business yang dilakukan oleh pemberi waralaba, di lain pihak penerima waralaba hanya berhadapan dengan pihak take it or leave it terhadap syarat perjanjian yang dihadapkan kepadanya. Ditambah lagi peran pemberi waralaba sangat dominan terhadap penerima waralaba. Oleh karena itu, hubungan penerima waralaba dengan pemberi waralaba adalah semata-mata karena kebutuhan ekonomi. Sehingga sudah sewajarnyalah bahwa sesuai dengan hukum alam, pihak pemilik hak (pemberi waralaba) memiliki posisi atau kedudukan yang lebih kuat dan dapat berperan besar terhadap penerima hak (penerima waralaba).

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan hak dan kewajiban antara pekerja/buruh outsourcing dengan pekerja/buruh perusahaan pemberi pekerjaan disebabkan oleh pengaturan hak dan kewajiban pekerja/buruh

Hak-hak suami yang wajib dipenuhi istri hanya merupakan hak- hak bukan kebendaan, sebab menurut hukum Islam istri tidak di bebani kewajiban kebendaan yang

( rechtbetrekking ) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang ( persoon ) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain.. tentang suatu

Pengertian waralaba menurut peraturan perundang-undangan dapat ditemukan pengaturannya dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba, yaitu: hak khusus

Di Indonesia, hukum perjanjian tunduk pada KUHPerdata. Ketentuan umum yang mengikat semua perjanjian baik bernama maupun tidak bernama tercantum dalam Pasal 1319 yang menyatakan

Selanjutnya dikatakan pula dalam al-Qur’an bahwa (pria adalah pemimpin bagi wanita) dan wanita (isteri) itu mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara

Dari hasil temuan hukum tersebut sudah dapat dinyatakan bahwa isi perjanjian Perum Pegadaian Kota Binjai dengan nasabah jika dilihat dari syarat perjanjian tidak sesuai dengan

dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf.. akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan