ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA LEMBANG BALEPE’
KECAMATAN MALIMBONG BALEPE’ KABUPATEN TANA TORAJA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan
untuk mencapai derajat Sarjana S-1
Program Studi Ilmu Pemerintahan
Oleh:
FERDYNAND WILLIAM REATA
E 121 12 005
DEPARTEMEN ILMU POLITIK DAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Sistem pemerintahan di Tana Toraja mengalami perubahan sesuai
perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia. Sejak tahun 1979 saat
diberlakukannya UU No 5 Tahun 1979 tentang desa, peranan adat dalam
sistem pemerintahan terus menerus mengalami penurunan. Kegiatan adat
dan hukum adat terpisah dari sistem pemerintahan desa. Meski peranan
adat mengalami penurunan, masyarakat masih memegang teguh
adat-istiadatnya, seperti upacara adat rambu solo dan rambu tuka’ yang masih
bisa dilihat di masyarakat Toraja.
Lembaga Masyarakat Desa (LMD) yang diharapkan dapat
mengakomodasikan kepentingan adat di desa tidak berfungsi, karena
mereka yang duduk di LMD dianggap tidak mewakili adat, meski pun
mereka yang duduk di LMD adalah tokoh-tokoh adat. Masyarakat adat
menganggap lembaga tersebut bukan representasi mereka. Sebaliknya
aparat desa atau lembang tidak banyak melibatkan tokoh-tokoh adat dalam
berbagai program desa, para tokoh adat baru dilibatkan jika program desa
membutuhkan swadaya masyarakat.
Sistem pemerintahan di Toraja mengalami perkembangan yang cukup
lama seiring dengan adat yang berlaku di masyarakatnya. Sebelum adanya
pemerintahan desa seperti sekarang ini, masyarakat di Toraja telah
masyarakat beranggapan bahwa pemerintahan yang berlaku adalah bagian
dari adat dan hukum adat, demikian pula sebaliknya, sehingga antara
keduanya saling terkait.
Sistem pemerintahan adat dapat dikelompokkan menjadi dua bagian
yaitu: sistem pemerintah tanpa campur tangan pihak luar dan sistem
pemerintahan adanya campur tangan pihak luar. Pada zaman Belanda
belum menduduki Tana Toraja, sistem pemerintahan yang berlaku di
masyarakat adalah sistem pemerintahan adat. Setiap wilayah adat memiliki
struktur pemerintahan sendiri-sendiri.
Zaman Belanda, sistem ini tidak diakui oleh pemerintah yang dibentuk,
sehingga Belanda hanya memakai satu struktur distrik yang mewakili
pemerintah belanda di satu wilayah adat. Walaupun demikian fungsi-fungsi
institusi adat di atasnya tetap diakui oleh masyarakat sebagai pengambil
keputusan yang menyangkut konflik-konflik masyarakat yang terjadi serta
keputusan-keputusan tentang suatu acara adat.
Zaman pemerintahan orde lama (1961), distrik-distrik tersebut dirubah
namanya menjadi lembang dengan sistem pemerintahan yang sama. Pada
zaman Orde baru, lembang-lembang tersebut dihilangkan dan
dipecah-pecah menjadi desa-desa. Dari 32 lembang yang ada, saat ini telah didipecah-pecah
menjadi 302 desa. Dengan dikeluarkannya UU no 22 tahun 1999,
masyarakat telah menuntut untuk nama desa dikembalikan lagi menjadi
Lembang dan desa-desa yang berasal dari satu lembang dipersatukan
sangat banyak mempengaruhi tatanan budaya adat di masyarakat. Mereka
tidak mengikuti aturan adat yang berlaku di lembaga adat mereka karena
masyarakat merasa desa mereka sudah berpisah sehingga merasa tidak
perlu untuk mengikuti aturan adat dari desa induknya. Padahal dalam adat
Toraja, jika ada acara Rambu Solo di satu wilayah adat, maka dalam
wilayah adat tersebut tidak boleh ada yang mengadakan acara Rambu
Tuka’ dalam waktu yang bersamaan. Karena wilayah adatnya sudah
dibagi-bagi dalam desa sehingga masyarakat banyak yang melanggar aturan
tersebut karena merasa tidak berada dalam satu wilayah adat yang sama
lagi.
Sejak terjadi pemisahan kedua lembaga itu (lembaga adat dan
pemerintah desa) berjalan sesuai dengan kegiatannya masing-masing.
Hubungan keduanya hanya bersifat administratif, ketika masyarakat adat
melakukan upacara adat (rambu solo dan rambu tuka’) tokoh adat meminta
izin pada pemerintah, sebaliknya pemerintah desa/kecamatan pada saat
masyarakat adat melakukan kegiatan datang untuk memberi kata-kata
sambutan.
Dinamika sistem pemerintahan di Indonesia juga memberikan pengaruh
terhadap Kepemimpinan pemerintahan yang diterapkan. Kepemimpinan
merupakan jiwa yang dimiliki untuk mengakomodasi dan mendistribusi
pelayanan kepada rakyat. Kepemimpinan dan pemerintahan adalah dua
Pemimpin harus mempunyai jiwa kepemimpinan dan berkharisma agar
bisa dihormati oleh rakyatnya. Dia harus kaya karena dengan kekayaannya
diharapkan dia dapat membangun wilayahnya dan bisa mencukupi
kebutuhan masyarakatnya yang tidak berkecukupan. Karena ada prinsip
pemimpin yang dipakai “lebih baik dia tidak makan dari pada ada rakyatnya
yang kelaparan”. Syarat-syarat tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan
oleh masyarakat yakni yang menginginkan pemimpin yang bisa menjadi
teladan bagi masyarakatnya (Pa’tuladanan). Namun seiring dengan
perkembangan negara pada sistem pemerintahan yang kemudian
Lembang pun semakin demokratis dengan salah satu contoh pemimpin
pada suatu Lembang sekarang harus melalui pemilihan kepala Lembang
langsung oleh masyarakat.
Perkembangan zaman sampai saat ini, Desa di Tana Toraja semakin
mengalami perubahan sesuai perkembangan pemerintahan negara
Indonesia seperti dalam hal pemerintahan dan pelayanan terhadap
masyarakat. Sebagai strutur dalam negara yang paling dibawah dan akan
bersentuhan langsung dengan masyarakat, Desa akan menjadi sorotan
pertama oleh masyarakat dalam hal pelayanan dalam wilayah
pemerintahannya. Dengan beberapa kali mengalami perubahan dalam hal
pemerintahan desa di Tana Toraja sesuai dengan perjalan yang telah
dituliskan diatas, maka sebagai struktur negara yang paling dekat dengan
masyarakat maka kepuasan akan pelayanan oleh pemerintah Desa dapat
Lembang Balepe’ adalah salah satu lembang atau desa di Tana Toraja
yang kemudian menjadi lembang terluas di Kabupaten Tana Toraja dengan
luas 54 m4 yang terdiri dari 4 kampong (dusun). Namun pada kondisi
sekarang ini pemerintahan di Lembang Balepe’ khususnya untuk kepala
desa dijabat oleh kaum muda bahkan dapat dikatakan kepala desa di
lembang Balepe’ ini adalah salah satu kepala lembang termuda yang
menjabat saat ini di Tana Toraja.
Dari berbagai penelitian di bidang pemerintahan di Tana Toraja, belum
ada yang mencoba melihat dan menganalisis gaya kepemimpinan. Maka
dari itu penulis mengambil objek untuk melihat dan menganalisis gaya
kepemimpinan Kepala Lembang Balepe’di Kecamatan Malimbong Balepe’
Kabupaten Tana Toraja. Selain itu, lokasi yang dipilih oleh penulis adalah
salah satu lembang terluas di Tana Toraja, sehingga juga menjadi alasan
penulis untuk mencoba menganalisis bagaimana gaya kepemimpinan
Kepala Lembang dengan luas wilayah yang dapat dikategorikan cukup luas
untuk ukuran wilayah pemerintah desa serta kondisi kekinian dimana
sebelumnya jabatan Kepala Lembang hampir selalu dijabat oleh orang yang
dituakan didalam kampung, namun saat ini tidak lagi demikian, karena
Kepala Lembang yang menjabat pada saat pelantikan dengan umur 30
tahun, dan pada saat itu di dinyatakan sebagai salah satu Kepala Lembang
termuda yang akan menjabat, pun sangat menarik untuk menganilisis gaya
Penulis dalam penelitian ini akan mengambil sampel pemerintahan di
Lembang Balepe’ Kecamatan Malimbong Balepe’ Kabupate Tana Toraja
dengan judul penelitian “ANALISIS KEPEMIMPINAN KEPALA LEMBANG
BALEPE’ DI KECAMATAN MALIMBONG BALEPE’ KABUPATEN TANA
TORAJA”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelas latar belakang diatas, penulis akan mengkaji gaya
kepemimpinan Kepala Lembang Balepe’ yang dijalankan dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan Malimbong Balepe’
Kabupaten Tana Toraja. Oleh karena itu yang menjadi fokus penulis dalam
bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gaya kepemimpinan Direktif Kepala Lembang Balepe’ yang
diterapkan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di Lembang
Balepe’?
2. Bagaimana gaya kepemimpinan Konsultatif Kepala Lembang Balepe’
yang diterapkan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di
Lembang Balepe’?
3. Bagaimana gaya kepemimpinan Partisipatif Kepala Lembang Balepe’
yang diterapkan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di
Lembang Balepe’?
4. Bagaimana gaya kepemimpinan Delegasi Kepala Lembang Balepe’
yang diterapkan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui serta mengkaji gaya
kepemimpinan Kepala Lembang Balepe’ yang diterapkan dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan di Lembang Balepe’ Kecamatan
Malimbong Balepe’ Kabupaten Tana Toraja.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara akademis, penelitian dapat bermafaat bagi
perkembangan Ilmu pemerintahan secara umum, khususnya
dalam bidang kepemimpinan pemerintahan desa/lembang.
1.4.2 Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi masukan bagi
pemerintah di wilayah Lembang Balepe’ Kecamatan Malimbong
Balepe’, Kabupaten Tana Toraja serta dapat menjadi bahan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah Kabupaten Tana Toraja tepatnya di
Lembang Balepe’, Kecamatan Malimbong Balepe’, Kabupaten Tana Toraja.
Lokasi penelitian ini dipilih karena Lembang atau Desa merupakan wilayah
pemerintahan yang paling memungkinkan untuk melihat mengenai gaya
kepemimpinan pemerintahan dalam melaksanakan proses
penyelenggaraan pemerintahan ditingkat Lembang atau Desa, karena
dengan cakupan ruang penyelenggaraan ditingkat Lembang atau Desa
yang memungkinkan secara spesifik serta mendetail untuk melihat serta
menganalisis gaya kepemimpinan Kepala Lembang dalam penyelenggaran
pemerintahannya.
3.1.2 Jenis Penelitian
Bentuk penelitian yang akan digunakan oleh penulis pada penelitian
ini adalah jenis penelitian kualitatif deskriptif yang sangat memungkinkan
untuk dapat menggambarkan serta menjelaskan bagaimana menganalisis
penerapan gaya kepemimpinan pemerintahan desa di Lembang Balepe,
Kecamatan Malimbong Balepe, Tana Toraja terhadap proses
penyelenggaraan pemerintahan di tingkat Lembang atau Desa. Penelitian
ini menekankan pada data primer yang diperoleh langsung disaat penelitian
3.1.3 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data Primer dapat diperoleh melalui:
a. Observasi adalah proses pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan kondisi yang berkaitan dengan objek penelitian di lokasi
penelitian.
b. Wawancara atau interview adalah proses pengumpulan data dengan
melakukan wawancara mendalam dengan informan dengan tujuan
mencari tahu lebih dalam tentang beberapa aspek yang terkait
dengan objek penelitian. Adapun informan yang akan ditelitiadalah
sebagai berikut:
(a) Sekretaris Lembang
(b) Kaur Perencanaan
(c) Kaur Umum
(d) Kaur Keuangan
(e) Kasi Pemerintahan
(f) Kasi Pembangunan
(g) Kasi Kemasyarakatan
(h) Staff Kantor
(i) Staff Komputer
(j) Kepala Kampong
a. Study pustaka, yaitu bersumber dari hasil bacaan atau buku-buku
atau data yang dapat diperoleh dari penelusuran data online dengan
fasilitas internet.
b. Dokumentasi, yaitu arsip-arsip, laporan tertulis atau daftar
inventaris yang diperoleh terkait dengan penelitian yang dilakukan
3.1.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan:
a. Penelitian Lapangan yaitu melakukan wawancara dan observasi
langsung terhadap informan yang terkait dengan objek penelitian.
Wawancara dengan melakukan proses tanya jawab langsung
dengan informan sedangkan observasi dengan melakukan
pengamatan langsung untuk mendapat informasi data yang akurat
terkait dengan hal-hal yang telah dipertanyakan kepada informan,
serta hal-hal yang relevan dilapangan yang dapat menunjang proses
penelitian.
b. Penelusuran pustaka yaitu pengumpulan data dengan melakukan
literature-literatur yang tekait dengan objek penelitian. Penelusuran
pustaka adalah langkah yang penting dalam proses karya ilmiah
dengan mencari data sekunder dari literatur untuk memperkuat data
un.tuk penelitian.
3.1.5 Defenisi Operasional
Untuk membatasi dan mempermudah penelitian ini, maka penulis
memberi Batasan serta mengoprasioalkan fokus penelitian dengan
menyusun defenisi operasional sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Kepala Desa yang dimaksud pada penelitian ini adalah
pada praktik gaya kepemimpinan Kepala desa yang diterapkan dalam
kelangsungan pemerintahan desa di Lembang Balepe’, Kecamatan
Malimbong Balepe’, Kabupaten Tana Toraja.
Berikut beberapa model gaya kepemimpinan yang akan coba dilihat
serta di analisis pada gaya kepemimpinan Kepala Lembang Balepe’, di
Kecamatan Malimbong Balepe’, Kabupaten Tana Toraja:
(1) Gaya direktif.
Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat
keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua
kegiatan terpusat pada pemimpin, dan sedikit saja kebebasan orang lain
untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya gaya ini
adalah gaya otoriter.
(2) Gaya konsultatif.
Gaya ini dibangun diatas gaya direktif, kurang otoriter dan lebih
banyak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi
(3) Gaya partisipatif.
Gaya partisipatif bertolak dari gaya konsultatif yang bias
berkembang kearah saling percaya antara pemimpin dan bawahan.
Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan sifat
untuk menyelesaikan pekerjaaan sebagai tanggung jawab mereka.
Sementara itu, kontak konsultatif tetap berjalan terus. Dalam gaya
kepemimpinan lebih banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan
memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian
diberikan pada kelompok.
(4) Gaya delegasi
Disebut juga gaya delegasi, yaitu gaya yang mendorong
kemampuan staff untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan control
yang dilakukan oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bisa berjalan
apabila staff memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan
mengejar tujuan dan sasaran organisasi.
3.1.6 Analisis Data
Teknik analisis yang akan digunakan (Teknik analisis deskriptif
kualitatif). Dalam menganalisis data yang diperoleh, peneliti akan
menggunakan teknik analisis secara deskriptif kualitatif yakni data yang
diperoleh akan dianalisis dan disajikan dalam bentuk kata-kata lisan
maupun tertulis. Teknik ini bertujuan untuk menggambarkan secara
proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diinterprestasikan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara
bersamaan dengan proses pengumpulan data, proses analisis yang
dilakukan merupakan suatu proses yang panjang. Data dari hasil
wawancara dan observasi yang diperoleh kemudian dicatat dan
dikumpulkan sehingga menjadi sebuah catatan yaitu hasil-hasil penelitian
baik dari hasil studi lapang maupun studi literatur untuk kemudian
memperjelas gambaran hasil penelitian sesuai dengan fokus penelitian.
3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Pada dasarnya gaya kepemimpinan banyak berpengaruh terhadap
keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut–
pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan cara atau norma perilaku
yang digunakan oleh seorang pada saat orang tersebut mempengaruhi
perilaku orang lain. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai
motivasi eksternal yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan
pereorangan maupun tuuan birokrasi. Karena gaya kepemimpinanjuga
menjadi instrument dalam cara mempengaruhi bawahan dalam proses
penyelenggaraan pemerintahan. Pada dasarnya, ada tiga kategori gaya
kepeminpinan seperti yang dikembangkan oleh Lewin, Lippit dan White,
yaitu otokratik, demokratik, dan leisser-Faire (Carlislie,1979) kemudian
dilengkapi menjadi empat Oleh Gatto (1992) yaitu gaya direktif, gaya
konsultatif, gaya partisipatif, dan gaya delegasi. Karakteristik dari setiap
3.2.1 Gaya direktif.
Pemimpin yang direktif pada umumnya membuat
keputusan-keputusan penting dan banyak terlibat dalam pelaksanaannya. Semua
kegiatan terpusat pada pemimpin, dan sedikit saja kebebasan orang lain
untuk berkreasi dan bertindak yang diizinkan. Pada dasarnya gaya ini
adalah gaya otoriter.
3.2.2 Gaya konsultatif.
Gaya ini dibangun diatas gaya direktif, kurang otoriter dan lebih
banyak berkonsultasi, memberikan bimbingan, motivasi, memberi
nasihat dalam rangka mencapai tujuan.
3.2.3 Gaya partisipatif.
Gaya partisipatif bertolak dari gaya konsultatif yang bias
berkembang kearah saling percaya antara pemimpin dan bawahan.
Pemimpin cenderung memberi kepercayaan pada kemampuan sifat
untuk menyelesaikan pekerjaaan sebagai tanggung jawab mereka.
Sementara itu, kontak konsultatif tetap berjalan terus. Dalam gaya
kepemimpinan lebih banyak mendengar, menerima, bekerja sama, dan
memberi dorongan dalam proses pengambilan keputusan. Perhatian
3.2.4 Gaya Delegasi
Gaya delegasi, yaitu gaya yang mendorong kemampuan staff
untuk mengambil inisiatif. Kurang interaksi dan control yang dilakukan
oleh pemimpin, sehingga gaya ini hanya bisa berjalan apabila staff
memperlihatkan tingkat kompetensi dan keyakinan akan mengejar
tujuan dan sasaran organisasi.
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling
mempengaruhi diantarapemimpindan pengikut atau bawahannya yang
menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan Bersama.
Pemaknaan kepemimpinan dapat menyakut aspek yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Kadang-kadang orang menganggap bahwa
kepemimpinan merupakan seni, yaitu seni mempengaruhi orang lain
agar melakukan tindakan dan perbuatan yang diinginkan pemimpin.
Olehnya itu pemilihan gaya kepemiminan yang benar disertai dengan
motivasiu eksternal yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan
birokrasi pemerintahan.
Kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan
semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total
terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi. Tanpa
kepemimpinan atau bimbingan, maka hubungan antara tujuan
perseorangan dan tujuan organisasi menjadi renggang (lemah).
mencapai tujuan pribadinya, sementara itu keseluruhan organisasi
menjadi tidak efisien dalam pencapaian sasaran-sasarannya.
Pada dasarnya seorang pemimpin mempunyai gaya atau style
dalam memimpin, hal ini akan banyak perbengaruh terhadap
keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku
pengikut-pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan cara atau
norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang
tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain yang diamati.
Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada tiga gaya yaitu gaya
direktif, gaya konsultatif, gaya partisipatif, dan gaya delegasi seperti
Gambar 3.2 Kerangka Konseptual
Kepemimpinan Kepala Lembang Balepe’
Gaya Kepemimpinan: 1. Direktif 2. Konsultatif 3. Partisipatif 4. Delegasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Lembang Balepe’ 1. Gaya Direktif
Pemimpin yang menjelaskan tugas-tugas bawahan.
Pemimpin banyak terlibat dalam pelaksanaanya
Sedikit kebebasan bagi orang lain untuk bertindak serta berkreasi. Pemimpin dengan komunikasi satu
arah
2. Gaya Konsultatif
Pemimpin banyak melakukan interaksi dengan bawahan Pemimpin memberikan hadiah
kepada bawahan
Pemimpin memberikan motivasi kepada bawahan.
3. Gaya Partisipatif
Pemimpin memberikan perhatian pada pengembangan anggota organisasi
Pemimpin melibatkan bawahan dalam perumusan kebijakan dan tujuan organisasi
Pemimpin memebrikan perhatian terhadap kerja kelompo
4. Gaya Delegasi
Pemimpin mendelegasikan seluruh tugas kepada para bawahan Pemimpin mendorong kemampuan
bawahan untuk berinisiatif sendiri Pemimpin mendelegasikan
pengambilan keputusan pada bidang-bidang bawahan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Secara garis besar Bapak Kala’ Lembang sebagai Kepala Lembang
Balepe’ dalam menyelenggarakan pemerintahan sesuai dengan
simpulan-simpulan hasil wawancara, beliau menerapkan keempat gaya
kepemimpinan yang dikemukakan oleh Gatto (1992). Dari hasil penelitian,
gaya kepemimpinan partisipatif yang dominan dilakukan oleh Kepala
Lembang Balepe’ dalam penyelenggaraan pemerintahan lembang, namun
ketiga gaya kepemimpinan yang lainnya yaitu gaya direktif, konsultatif,
kecuali gaya delegatif yang hamper tidak diterapkan oleh Bapak Kala’
Lembang sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi dalam
proses kepemimpinannya.
1. Gaya Kepemimpinan Direktif berdasarkan hasil penelitian dengan
indikator gaya yang dipakai untuk melihat gaya kepemimpinan kepala
lembang balepe’ dalam melaksanakan proses pemerintahan di lembang
balepe’ memperlihatkan bahwa Kepala Lembang Balepe’ lebih
cendrung tidak melakukan gaya direktif dalam proses
kepemimpinannya.
2. Gaya Kepemimpinan Konsultatif berdasarkan data dari hasil penelitian
yang telah diuraikan pada bab sebelumnnya menunjukkan bahwa
dalam proses kepemimpinannya sesuai indikator gaya konsultatif yang
dipakai melihat gaya kepemimpinan Kepala Lembang Balepe’.
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif yang coba dilihat pada proses
kepemimpinan Kepala Lembang Balepe’ berdasarkan data hasil
penelitian menunjukkan bahwa Kepala Lembang Balepe’ lebihsering
menggunakan gaya partisipatif dalam proses kepemimpinannya, baik itu
dalam internal organisasi pemerintahan Lembang Balepe’ maupun
terhadap masyarakat secara umum.
4. Gaya Kepemimpinan Delegasi pada kepemimpinan Kepala Lembang
Balepe’ berdasarkan data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
gaya delegasi hampir tidak dipakai oleh Kepala Lembang Balepe’ dalam
proses kepemimpinannya di pemerintahan Lembang Balepe’
5.2 Saran
Dari hasil penelitian dan kesimpulan yang ada, maka penulis dapat
mengemukakan beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai bahan
rekomendasi berupa saran sebagai berikut:
1. Kepala Lembang Balepe’ dapat mempertahankan serta
mengembangkan kebiasaan berkomunikasi dengan bawahan serta
masyarakatnya, karena dengan berkomunikasi masalah bias
terdistribusi dan dapat diselesaikan bersama. Gaya kepemimpinan
partisipatif bisa terus digunakan sesuai dengan kondisi dan dinamika di
Lembang Balepe’ sehingga kerja kolektif dapat berjalan dengan
2. Dalam peningkatan kinerja bawahan agar lebih kompetibel dengan
pekerjaan dan tantangan bekerja yang ada mungkin segera diadakan
pelatihan khusus bagi bawahan yang membutuhkan atau sekali untuk
semua pegawai di Lembang Balepe’.
3. Kepala Lembang Balepe’ diharapkan dapat mempertahankan
ketegasan dan kepatuhan terhadapat aturan serta membangun budaya
diskusi terkait dengan peraturan-peraturan dan informasi-informasi
terkini mengenai pemerintahan lembang agar dapat menambah