8 A. Konsep Dasar Lansia
1. Pengertian
Usia lanjut (lansia) adalah individu yang berusia diatas 60 tahun, pada umumya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, soaial, ekonomi (BKKBN, 2006). WHO memberikan definisi bahwa tua kronologis adalah seseorang yang telah berumur 65 tahun lebih, sedangkan tua psikologis adalah seseorang yang belum berumur 65 tahun tapi secara fisis sudah tampak setua usia 65 tahun, misalnya karena suatu stres emosional. Tua fisis adalah seseorang yang tampak tua karena menderita suatu penyakit kronik (Darmodjo & Hadi, 2004).
Menurut UU RI No.13 tahun 1998 tentang kesehatan lanjut usia pada bab 1 Pasal 1 Ayat 2: bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Kusharyadi, 2010).
Penuaan (proses menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo dan Martono, 1994 dalam Nugroho, 2008).
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas baik pria maupun wanita, yang masih aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya 2. Teori Proses Menua
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologi, teori sosial, dan teori spiritual (Maryam, dkk, 2008).
a. Teori biologi
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology slow theory, teori stres, teori radikal bebas, dan teori rantai silang genetic.
1) Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Menua terjadi sebagai aibat dari perubahan biokimia yang terprogram oleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
2) Teori stress
Teori stres mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang bisa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
3) Teori radikal bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di alam bebas, tidak setabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
4) Teori rantai silang
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel yang tua atau usang menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastisitas, kekacauan, dan hilangnya fungsi sel.
b. Teori psikologi
Pada lanjut usia, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif.
Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan inteligensi dapat menjadi karakteristik konsep diri dari seorang lansia. Konsep diri yang positif dapat menjadikan
seorang lansia mampu berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan status sosialnya.
c. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses penuaan, yaitu teori interaksi sosial (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory).
1) Teori interaksi sosial
Interaksi antara pribadi dan kelompok merupakan upaya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan menekan kerugian hingga sesedikit mungkin. Kekuasaan akan timbul apabila seseorang atau kelompok mendapatkan keuntungan lebih besar dibandingkan dengan pribadi atau kelompok lainnya.
2) Teori penarikan diri (Disengagement theory)
Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami proses penuaan yang berhasil apabila dia menarik diri dari kegiatan terdahulu dan dapat memusatkan diri dari pada persoalan pribadi serta mempersiapkan diri dalam menghadapi kematiannya.
3) Teori aktivitas
Penerapan teori aktivitas ini sangat positif dalam penyusunan kebijakan terhadap lansia, karena memungkinkan para lansia untuk berinteraksi sepenuhnya di masyarakat.
4) Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi lansia. Hal ini dapat terlihat bahwa gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun dia telah menjadi lansia.
5) Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh lansia pada saat muda hingga dewasa. Teori perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan suatu tantangan dan bagaimana jawaban jawaban lansia terhadap berbagai tantangan tersebut yang dapat bernilai positif ataupun negatif. 6) Teori stratifikasi usia
Stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari sifat lansia secara kelompok dan
bersifat makro. Setiap kelompok dapat ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan kelompok usia lainnya.
3. Perubahan - Perubahan yang Terjadi Pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan psikologis (Maryam, dkk, 2008):
a. Perubahan fisik: 1) Sel
Jumlah sel menurun atau lebih sedikit, ukuran sel lebih besar, jumlah cairan tubuh menurun atau berkurang, jumlah cairan intraseluler menurun.
2) Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun atau lemah (menurunya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta meningkatkanya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah meningkat.
3) Pernafasan
Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
4) Vagina
Selaput lendir mengering, jumlah sekresi menurun. 5) Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran. Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
6) Penglihatan
Respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun dan katarak.
7) Kulit
Kulit menjadi keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas kulit menurun, vaskularisasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti tanduk.
8) Belajar dan memori
Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding menurun.
9) Endokrin
Jumlah produk hormon menurun 10) Vasika urinaria
Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun dan retensi urine. Prostat: hipertrofi pada 75% lansia.
11) Genitounaria
Ginjal: mengecil, aliran darah keginjal menurun, penyaringan di glomerulus menurun, dan fungsi tibulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun.
12) Gastrointensial
Asam lambung menurun, peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun.Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
13) Muskuloskeletal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan peristaltik menurun, sehingga daya absorpsi juga ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim pencernaan.
b. Perubahan sosial:
1) Peran: post power syndrome, single womam, dan single parent.
2) Keluarga emptiness : kesendirian kehampaan.
3) Teman : ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan akan meninggal. Berada dirumah terus-menerus akan cepat pikun (tidak berkembang).
4) Abuse: kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal (dicubit, tidak diberi makan)
5) Masalah hukum: berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan pribadi yang dikumpulkan sejak maih muda. 6) Pensiun: kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana
pensiun). Kalau tidak, anak dan cucu yang akan memberi uang.
7) Ekonomi: kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia dan income security.
8) Rekreasi: untuk ketenangan batin. 9) Keamanan: jatuh terpeleset.
10) Transportasi: kebutuhan akan sistem transportasi yang cocok bagi lansia.
11) Politik: kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan dalam sistem politik yang berlaku. 12) Pendidikan: berkaitan dengan pengentasan buta aksara
dan kesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan hak asasi manusia.
13) Agama: melaksanakan ibadah.
14) Panti jompo: merasa di buang atau di asingkan. c. Perubahan psikososial:
Perubahan sikososial pada lansia meliputi short tern memory, frustrasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan.
Psikologi perkembangan, lansia dan perubahan yang dialaminya akibat proses penuaan digambarkan oleh hal-hal berikut.
1) Perubahan-perubahan umum dalam penampilan lansia Bagian kepala: bentuk mulut berubah akibat kehilangan gigi atau karena atau harus memakai gigi palsu, penglihatan agak kabur, mata tak bercahaya dan sering mengeluarkan cairan, dagu mengendur tampak berlipat, pipi berkerut, kulit berkerut dan kering, bintik hitam di kulit tampak lebih banyak, serta rambut menipis dan beruban menjadi putih atau abu-abu.
Bagian tubuh: bahu membungkuk dan tampak mengecil, perut membesar dan tampak membuncit, pinggul tampak mengendur dan lebih membesar dibandingkan dengan waktu sebelumnya, garis pinggang melebar menjadikan badan tampak seperti terisap, serta payudara bagi wanita menjadi kendur.
Bagian persendian: pangkal tangan menjadi kendur dan terasa berat, sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Kaki menjadi kendur dan pembuluh darah balik menonjol, terutama ada disekitar pergelangan kaki. Tangan menjadi kurus kering dan pembuluh vena disepanjang bagian belakang tangan menonjol. Kaki membeasar karena otot-otot mengendur, timbul benjolan-benjolan, serta ibu jari membengkak dan bisa meradang serta timbul kelosis. Kuku tangan dan kaki menebal, mengeras dan mengapur.
Beberapa kemunduran organ tubuh seperti yang disebutkan (Maryam, dkk, 2008), di antaranya sebagai berikut:
a. Kulit
Kulit berubah menjadi lebih tipis, kering, keriput, dan elastisitas menurun. Dengan demikian, fungsi
kulit sebagai penyekat suhu lingkungan dan perisai terhadap masuknya kuman terganggu.
b. Rambut
Rontok, warna menjadi putih, kering dan tidak mengkilap. Ini berkaitan dengan perubahan degeneratif kulit.
c. Otot
Jumlah sel otot berkurang, ukuranya mengecil atau terjadi atrofisementara jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsinya menurun, serta kekuatannya berkurang.
d. Jantung dan pembuluh darah
Pada usia lanjut kekuatan mesin pompa jantung berkurang. Berbagai pembuluhdarah penting khusus di jantung dan otak mengalami kekakuan. Lapisan intima menjadi kasar akibat merokok, hipertensi, diabetes melitus, kadar kolestro tinggi, serta hal lain yang memudahkan timbulnya penggumpalan darah dan trombosis.
e. Tulang
Pada proses menua, kadar kapur (kalsium) dalam tulang menurun, akibatnya tulang menjadi kropos (osteoporosis) dan mudah patah.
f. Seks
Produksi hormon seks pada pria dan wanita menurun dengan bertambahnya umur.
2) Perubahan umum fungsi panca indra pada lansia (Darmodjo, 2004):
Sistem penglihatan: ada penurunan yang konsisten dalam kemampuan untuk melihat objek dalam tingkat penerangan yang rendah serta menurunnya sensitivitas terhadap warna.Orang lanjut usia pada umumnya menderita presbiop atau tidak dapat melihat jarak jauh dengan jelas yang terjadi karena elastisitas lensa mata berkurang.
Sistem pendengaran: orang berusia lanjut kehilangan kemampuan mendengar bunyi dengan nada yang sangat tinggi sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan syaraf dan berakhirnya pertumbuhan organ basal yang mengakibatkan matinya rumah siput dalam telinga. Mereka pada umumnya tetap dapat mendengar pada suara rendah
dari pada nada C sejelas orang yang lebih muda. Menurut pengalaman, pria cenderung lebih banyak kehilangan pendengaran pada masa tuanya dibandingkan dengan wanita.
Sistem perasa: Perubahan penting dalam alat perasa pada usia lanjut adalah sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan tunas perasa yang terletak di lidah dan dipermukaan bagian dalam pipi. Saraf perasa yang berhenti tumbuh ini semakin bertambah banyak sejalan dengan bertambahnya usia lanjut. Selain itu, terjadi penurunan sensitivitas papil-papil pengecap terutama terhadap rasa manis dan asin.
Sistem penciuman: daya penciuman menjadi kurang tajam sejalan dengan bertambahnya usia, sebagai karena pertumbuhan sel didalam hidung berhenti dan sebagai lagi karena semakin lebatnya bulu rambut di lubang hidung.
Sistem peraba: kulit menjadi semakin kering dan keras, maka indera peraba di kulit semakin peka. Sensitivitas terhadap sakit dapat terjadi akibat penurunan ketahanan terhadap rasa sakit. Rasa sakit tersebut berbeda untuk setiap bagian tubuh. Bagian tubuh yang ketahanannya sangat menurun, antara lain
adalah bagian dahi dan tangan, sedangkan pada kaki tidak seburuk kedua organ tersebut.
3) Perubahan umum kemampuan motorik pada lansia (Darmodjo, 2004)
Kekuatan motorik: penurunan kekuatan yang paling nyata adalah pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang tegaknya tubuh. Orang berusia lanjut lebih cepat merasa lelah dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk memulihkan diri dari keletihan di banding orang yang lebih muda.
Kecepatan motorik: penurunan kecepatan dalam bergerak bagi lansia dapat dilihat dari testerhadap waktu, reaksi, dan keterampilan dalam bergerak seperti dalam menulis. Kecepatan dalam bergerak tampak sangat menurun setelah usia 60-an.
Belajar ketrampilan baru: bahkan pada waktu orang berusia lanjut percaya bahwa belajar ketrampilan baru akan menguntungkan pribadi mereka, mereka lebih lambat dalam belajar dibanding orang yang lebih muda dan hasil akhirnya cenderung kurang memuaskan.
Kekakuan motorik: lansia cenderung menjadi canggung dan kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegangnya tertumpah dan terjatuh. Lansia melakukan sesatu dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak teratur. Kerusakan dalam ketrampilan motorik terjadi dengan susunan terbalik terhadap berbagai ketrampilan yang telah dipelajari. Ketrampilan yang lebih dulu dipelajari justru lebih sulit dilupakan dan ketrampilan yang baru dipelajari lebih cepat dilupakan diantara lain karena ketergantungan fisik dan sosio ekonomi.
B. Konsep Dasar Insomnia 1. Pengertian Insomnia
Insomnia adalah keadaan dimana seseorang sulit tidur, sering terbangun pada malam hari atau tidak dapat tidur dengan lelap (Pratiwi, 2009). Insomnia pada lansia mengandung beberapa yang mengalami perubahan yaitu: kesulitan masuk tidur (sleep onset problem); kesulitan mempertahankan tidur nyenyak (deepmaintenance problem); dan bangun terlalu pagi (early morning awakening/EMA). Gejala dan tanda yang muncul sering kombinasi dari ketiga gangguan tersebut dan dapat muncul sementara maupun kronik (Karjono dan Rejeki, 2010). Setiap
orang memiliki kebutuhan hidup. Orang lanjut usia juga memiliki kebutuhan hidup sejahtera. Kebutuhan yang terbesar bagi lansia adalah tingkatkan kesehatan. Salah satu aspek utama dari peningkatan kesehatan untuk lansia adalah pemeliharaan tidur untuk memastikan pemulihan fungsi tubuh sampai tingkat fungsional yang optimal dan untuk memastikan keterjagaan disiang hari guna menyelesaikan tugas-tugas dan menikmati kualitas hidup yang tinggi (Stenley, 2007).
2. Tipe Insomnia
Adapun macam-macam dari tipe insomnia yaitu (Potter & Perry, 2006):
a. Insomnia sementara (transient)
Insomnia yang berlangsung beberapa malam dan biasanya berhubungan dengan kejadian-kejadian tertentu yang berlangsung sementara dan biasanya menimbulkan stress dan dapat dikenali dengan mudah oleh pasien sendiri. Transient insomnia biasanya dibuat secara retropektif setelah keluhan pasien sudah hilang. Keluhan ini kurang lebih ditemukan sama pada pria dan wanita dan episode berulang juga cukup sering ditemukan, faktor yang memicu antara lain akibat lingkungan tidur yang berbeda, gangguan irama sirka dian sementara akibat jet lag atau rotasi waktu kerja, stress situasional akibat lingkungan kerja baru, dan lain-lainya.
Transient insomnia biasanya tidak memerlukan terapi khusus dan jarang membawa pasien ke dokter.
b. Insomnia jangka pendek
Gangguan tidur yang terjadi didalam jangka waktu dua sampai tiga minggu. Kedua jenis insomnia ini biasanya menyerang orang yang sedang mengalami stress, berada di lingkungan yang ribut-ramai, berada dilingkungan yang mengalami perubahan temperatur ekstrim, masalah dengan jadwal tidur-bangun seperti yang terjadi di saat jetlag, efek samping pengobatan.
c. Insomnia kronis
Kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan atau lebih. Salah satu penyebab chronic insomnia yang paling umum adalah depresi. Penyebab lainnya bisa berupa arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep apnea, sindrom restless legs, parkinson, dan hyperthyroidism namun demikian, insomnia kronis bisa juga disebabkan oleh faktor perilaku, termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus tidur/bangun yang disebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya, dan stres kronis. 3. Manifestasi Klinik
a. Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal b. Wajah kelihatan kusam
c. Mata merah, hingga timbul bayangan gelap dibawah mata d. Lemes, mudah mengantuk
e. Resah dan mudah cemas
f. Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori, dan gampang tersinggung (Price, 2005)
4. Etiologi
Faktor faktor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia diantaranya adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Perawat dapat membantu klien mengatasi insomnia melalui pendidikan kesehatan, menciptakan lingkungan yang nyaman, melatih klien relaksasi, dan tindakan lainnya (Asmadi, 2008)
Secara garis besarnya, faktor-faktor penyebab insomnia yaitu:
a. Stres atau kecemasan
Didera kegelisahan yang dalam, biasanya karena memikirkan permasalahan yang sedang dihadapi.
b. Depresi
Depresi selain menyebabkan insomnia, depresi juga bisa menimbulkan keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan diri dari masalah yang dihadapi.Depresi bisa menyebabkan insomnia dan sebaliknya insomnia menyebabkan depresi.
c. Kelainan-kelainan kronis
Kelainan tidur (seperti tidur apnea),
diabetes, sakit ginjal, artritis, atau peyakit yang mendadak seringkali menyebabkan kesulitan tidur.
d. Efek samping pengobatan
Pengobatan untuk suatu penyakit juga dapat menjadi penyebab insomnia.
e. Pola makan yang buruk
Mengonsumsi makanan berat saat sebelum tidur bisa menyulitkan untuk tertidur.
f. Kafein, Nikotin, dan Alkohol Kafein dan nikotin adalah zat stimulan. Alkohol dapat mengacaukan pola tidur.
g. Kurang olahraga
Kurang olahraga juga dapat menjadi faktor sulit tidur yang signifikan.
5. Dampak
Berbagi dampak merugikan yang ditimbul dari insomnia yaitu (Asmadi, 2008):
a. Depresi
b. Kesulitan untuk berkonsentrasi
c. Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu
d. Prestasi kerja atau belajar mengalami penurunan e. Mengalami kelelahan di siang hari
f. Hubungan interpersonal dengan orang lain menjadi buruk g. Meningkatkan risiko kematian
h. Menyebabkan kecelakaan karena mengalami kelelahan yang berlebihan
i. Memunculkan berbagai penyakit fisik 6. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan gangguan tidur selain menjelaskan, memastikan dan memberikan saran juga mengoptimalkan pola tidur yang sehat, baik dari segi kualitas ataupun waktunya. Terapi insomnia dapat dilakukan dengan menggunakan obat ataupun tanpa obat. Terapi tersebut dapat berupa:
a. Psikoterapi
Keberhasilan mengatasi insomnia, sangat tergantung dari kemampuan untuk santai dan belajar bagaimana cara-cara tidur yang benar. Terapi perilaku bisa menyembuhkan insomnia kronik dan terapi ini efektif untuk segala usia, terutama pada pasien usia tua.
b. Cognitive Behavioral Therapy (CBT)
CBT digunakan untuk memperbaiki distorsi kognitif si penderita dalam memandang dirinya, lingkunganya, masa depanya, dan untuk meningkatkan rasa percaya dirinya sehingga penderita merasa berdaya atau merasa bahwa dirinya masih berharga.
c. Sleep Restriction Therapy
Sleep restriction therapydigunakan untuk memperbaiki efisiensi tidur si penderita insomnia.
d. Stimulus Control Therapy
Stimulus control therapy berguna untuk mempertahankan waktu bangun pagi si penderita secara reguler dengan memperhatikan waktu tidur malam dan melarang si penderita untuk tidur pada siang hari meski hanya sesaat.
e. Relaxation Therapy
Relaxation therapy berguna untuk membuat si penderita rileks pada saat dihadapkan pada kondisi yang penuh ketegangan.
f. Imagery Training
Imagery training berguna utuk mengganti pikiran-pikiran si penderita yang tidak menyenangkan menjadi pikiran-pikiran yang menyenangkan.
g. Herbal
Bahan-bahan seperti valerian (untuk relaksasi otot), melatonin (untuk gangguan irama sirkadian seperti jetlag). Melatonin menurunkan fase tidur laten, meningkatkan efisiensi tidur, dan meningkatkan persentasi tidur REM (Rapid Eye Movemen), dan chamomile (untuk mengurangi kecemasan) banyak dipakai untuk terapi insomnia.
h. Terapi cahaya
Prinsip terapi ini adalah bahwa cahaya terang dapat mengurangi rasa ngantuk dan kegelapan bisa menyebabkan ngantuk.
i. Farmakoterapi
Tujuan pengobatan dengan obat-obatan hipnotik bukan hanya untuk meningkatkan kualitas dan durasi tidur, tapi juga untuk meningkatkan derajat kewaspadaan pada siang harinya dan untuk menghilangkan hyperarousal stase. Sayangnya, banyak dosis obat hipnotik yang dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas tidur pada malam hari juga menyebabkan sedasi pada siang harinya. Untuk menghindari komplikasi ini, short acting benzodiazepine dapat digunakan. Obat hipnotik long acting bisa mengganggu kualitas psikomotorik yang bisa menyebabkan kecelakaan yang berhubungan dengan kendaraan bermotor. Terapi dengan obat-obatan hipnotik sedatif harus dimulai dengan dosis kecil dan untun meintenancenya menggunakan dosis efektif yang terkecil. Efek toleransi terjadi pada penggunaan kebanyakan obat hipnotik, karena itu penggunaan obat ini tidak boleh lebih dari 1 bulan. Rebound insomnia bisa terjadi jika penghentian obat dilakukan secara mendadak. Untuk
menghindari efek ini, digunakan obat dengan dosis kecil dan tappering off.
Banyak di antara para penderita insomnia karena factor psikologis yang menggunakan obat tidur untuk mengatasi insomnianya. Namun penggunaaan yang terus menerus tentu menimbulkan efek samping yang negative, baik secara fisiologis (efek terhadap organ dan fungsi organ tubuh) serta efek psikologis. Logikanya, insomnia yang disebabkan faktor psikologis, berarti factor psikologis itulah yang harus diatasi, bukan symtomnya. Kalau kita hanya fokus mengatasi simtom-nya dengan minum berbagai obat tidur, maka ketika mata terbuka, masalah akan datang kembali, bahkan akan dirasa lebih berat karena dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi pada akar masalah.
Perlu diketahui, bahwa keberhasilan terapi tergantung dari motivasi klien untuk sembuh sehingga klien harus sabar, tekun dan bersugguh-sungguh dalam menjalani sesi terapi. Selain itu, sebaiknya terapi yang dilakukan juga diiringi dengan pemberian terapi keluarga. Hal ini disebabkan, dalam terapi keluarga, anggota keluarga penderita dilibatkan untuk membantu kesembuhan penderita. Dalam terapi keluarga, anggota keluarga penderita juga diberi tahu tentang seluk beluk kondisi
penderita dan diharapkan anggota keluarganya dapat berempati untuk membantu kesembuhan penderita.
C. Kualitas tidur
Kualitas tidur merupakan gagasan klinis yang mudah diterima, namun suatu fenomena kompleks yang sulit untuk mendefinisikan dan mengukur secara objektif. Kualitas tidur yang mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif, seperti tidur dalam dan istirahat (Buyssses, 1988).
1. Pengertian
Kualitas tidur adalah suatu keadaan di mana tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran disaat terbangun. Kualitas tidur pada seseorang dapat diukur dengan menggunakan Pittsburgh Indeks Kualitas Tidur (PSQI). Komponen-komponen yang diukur dalam PSQI adalah sebagai berikut: (Smyth, 2007)
a. Kualitas tidur subjektif
Evaluasi dari kualitas tidur pada lansia secara subjektif merupakan evaluasi singkat terhadap tidur seseorang apakah tidurnya sangat baik atau sangat buruk.
b. Latensi tidur
Latensi tidur adalah durasi dari mulai berangkat tidur sampai tertidur. Latensi tidur juga bisa diartikan waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tertidur.
c. Durasi tidur
Durasi tidur dihitung dari waktu seseorang tertidur sampai terbangun di pagi hari.
d. Efisiensi kebiasaan tidur
Efisiensi tidur adalah rasio presentase antara jumlah total jam tidur dibagi dengan jumlah jam yang dihabiskan ditempat tidur. Seseorang dikatakan mempunyai kualitas tidur baik apabila efisiensi kebiasaan tidurnya lebih dari 85%. e. Gangguan tidur
Gangguan tidur merupakan keadaan terputusnya tidur yang mana pola tidur-bangun seseorang berubah dari pola kebiasaannya, hal ini menyebabkan penurunan kualitas tidur. Keluhan kualitas tidur sangat relevan dengan psikiatri. Faktor-faktor yang berkaitan dengan kecemasan dan stres adalah salah satu yang paling penting bersamaan dengan keluhan tidur di populasi umum dan insomnia terkait dengan gangguan kejiwaan. Gangguan kualitas tidur selanjutnya yang sering dilaporkan pada dasarnya semua gangguan kejiwaan,
termasuk depresi, schizopherenia, kecemasan dan gangguan zat psikoaktif.
Lansia dengan keluhan insomnia harus dipikirkan kemungkinan adanya depresi atau ansietas.Insomnia dan mengantuk di siang hari merupakan faktor risiko depresi. Sebaliknya, penderita depresi dapat pula mengalami gangguan kontinuitas tidur; episode tidur REM-nya lebih awal daripada orang normal. Akibatnya, terbangun lebih awal, tidak merasa segar di pagi hari, dan mengantuk di siang hari. Sekitar 40% penderita lansia depresi mengalami gangguan tidur. Keluhan tidur dapat pula memprediksi akan terjadinya depresi pada lansia.
f. Penggunaan obat
Penggunaan obat-obatan yang mengandung sedativ mengindikasikan adannya masalah tidur. Obat-obatan dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM. Obat-obatan semacam narkotik contoh meperidin hidroklorida dan morfin, diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
Obat yang digunakan untuk membantu tidur dapat menyebabkan ketergantungan psikis dan ketergantungan fisik. Contoh obat tersebut adalah: benzodiazepin, barbiturat,
glutetimid, kloral hidrat, meprobamat. Setiap obat bekerja dengan cara yang berbeda dan memiliki potensi ketergantungan dan toleransi yang berbeda pula. Meprobamat, glutetimid, kloral hidrat dan barbiturat sekarang ini sudah lebih jarang diresepkan, terutama karena benzodiazepin lebih aman.
Efek yang ditimbulkan dari ketergantungan obat tidur adalah berkurangnya kewaspadaan disertai pembicaraan yang melantur, koordinasi yang buruk, kebingungan dan melambatnya pernapasan. Obat-obat ini bisa menyebabkan penderita mengalami depresi dan kecemasan. Orang yang lebih tua menjadi pikun, mereka berbicara secara perlahan dan mengalami kesulitan dalam berfikir dan memahami orang lain. Obat yang menyebabkan tidur, cenderung akan mengurangi jumlah tidur REM (rapid eye movement), yaitu stadium tidur dimana terjadi mimpi. Gangguan mimpi ini bisa membuat orang lebih mudah tersinggung keesokan harinya. Pola tidur seseorang bisa tereganggu setelah menghentikan pemakaian obat-obat ini setelah mengalami ketergangtungan. Seseorang mengalami lebih banyak tidur REM, lebih banyak bermimpi dan lebih sering terbangun.
2. Faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stres emosional, stimulan, alkohol, diet, medikasi dan motivasi (Chayatin, 2007).
a. Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distres fisik yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur yang lebih banyak dari pada biasanya.Siklus bangun-tidur selama sakit dapat mengalami gangguan.
b. Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang, akan tetapi seiring waktu individu dapat beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut.
c. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus
tidur REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat, biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
d. Gaya hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
e. Stres emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinefrin darah melalui stikumalasi sistem saraf simpatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.
f. Stimulan dan alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang SSP sehingga dapat menggaggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Ketika pengaruh alkohol telah hilang, individu seringkali mengalami mimpi buruk.
g. Diet
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan seringnya terjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di malam hari.
h. Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada tubuh. Dampak yang diakibatkan adalah perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah terbangun dimalah hari.
i. Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM dapat menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik misalnya: meperidin hidroklorida dan morfin diketahui dapat menekan tidur REM dan menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
j. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah seseorang. Sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.
D. Konsep Dasar Massage 1. Pengertian
Massage adalah tindakan penekanan oleh tangan pada jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan pergeseran atau perubahan posisi sendi guna
menurunkan nyeri, menghasilkan relaksasi, dan meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar meliputu: gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan menekan dan mendorong kedepan dan ke belakang menggunakan tangan, menepuk-nepuk, memotong-motong, meremas-remas, dan gerakan meliuk-liuk. Setiap gerakan menghasilkan tekanan, arah, kecepatan, posisi tangan dan gerakan yang berbeda-beda untuk menghasilkan efek yang diinginkan pada jaringan yang dibawahnya (Henderson, 2006). Banyak cara-cara praktis dalam terapi relaksasi yang bermanfaat untuk mengembalikan fungsi anggota tubuh ke posisi normal, yang paling umum adalah dengan pemijatan atau massage. Cara tersebut dapat memperbaiki masalah dipersendian otot, melenturkan tubuh memulihkan ketegangan dan meredakan nyeri.Massage adalah proses menekan dari menggosok, atau memanipulasi otot-otot dan jaringan lunak lain dari tubuh (Kusharyadi dan Setyohadi, 2011).
2. Manfaat Massage
Menurut (Pupung, 2009) manfaat atau efek massage adalah sebagai berikut:
a. Memperlancar peredaran darah
b. Membantu pembentukan penerapan dan pembuangan sisa-sisa pembakaran dalam jaringan-jaringan.
d. Membantu kelancaran pengaliran cairan lympa didalam pembuluh-pembuluh lympa kecil ke lympa yang lebih besar yang dapat menurunkan intensitas nyeri.
3. Cara massage
a. Effleurage (stroking movement)
Mengusap Effleurage adalah gerakan urut mengusap yang dilakukan secara berirama dan berturut-turut ke arah atas. Gerakan mengusap, yaitu gerakan ringan dan terus menerus yang dilakukan dengan ujung jari bagian bawah pada bagian wajah yang sempit seperti hidung dan dagu, dan dengan telapak tangan pada bagian wajah yang lebar seperti dahi dan pipi. Effleurage memiliki efek menenangkan, hingga selalu dipakai diawal diawal dan akhir pengurutan. Khasiat gerakan urut ini:
1) Menghilangkan secara mekanis sel-sel epitel yang telah mati
2) Akibat pengusapan terhadap peredaran darah dan getah bening adalah berikut:
a) Mempercepat pengangkutan zat-zat sampah dan darah yang mengandung karbondioksida, memperlancar aliran limfe baru dan darah yang mengandung sari makanan dan oksigen.
b) Pertukaran zat (metabolisme) di semua jaringan meningkat dan pemberian makanan kepada kulit dari dalam tubuh lebih terjamin.
b. Friction (menggosok/menggesek)
Gerakan ini memberi tekanan pada kulit untuk memperlancar sirkulasi darah, mengaktifkan kelenjar kulit, menghilangkan kerut dan memperkut otot kulit. Lakukan pijatan melingkar ringan dengan dua ujung jari yang di tekan tegak lurus pada bagian yang dipijat. Khasiat gerakan friction yaitu:
1) Berpengaruh terhadap penyembuhan bagian-bagian jaringan yang sakit atau kurang sempurna.
2) Produksi kelenjar-kelenjar palit atau lemak oleh tekanan dan pelepasan urutan menggosok ini dirangsang hingga cara ini berfaedah terutama untuk kulit kering.
3) Friction mempunyai pengaruh yang nyata terhadap peredaran darah dan aktivitaskelenjar-kelenjar dalam kulit.
c. Petrisage (Kneading movement) – Memijat atau meremas
Gerakan ini menggunakan ujung jari dan telapak tangan untuk menjepit beberapa bagian kulit. Pijatan jenis ini perlu sedikit tekanan (pressure) yang dilakukan secara ringan dan berirama fulling adalah suatu bentuk petrisage yang kebanyakan dipakai untuk mengurut lengan. Dengan jari kedua belah tangan, lengan dipegang dan satu gerakan memijat dilakukan pada otot.
Khasiat gerakan petrisage adalah:
1. Memperlancar penyaluran zat-zat dalam jaringan ke dalam pembuluh-pembuluh darah dan getah bening. 2. Darah dan getah bening mengantarkan sari makanan ke
jaringan dan membawa ampas pertukaran zat dari jaringan ke alat-alat pembuangan. Jika aliran darah getah bening tidak lancar, maka terjadilah pembendungan yang
dapat dihindarkan secara positif melalui pengurutan meremas.
d. Tapotage (tapotement) – mengetuk
Mengetuk Tapotage merupakan gerakan ketukan yang berturut-turut dan cepat, yang dilakukan dengan seluruh tangan atau ujung jari. Ketukan dilakukan untuk mengembalikan tonis otot-otot yang kendur dan pula untuk merangsang ujung urat syaraf. Khasiat gerakan tapotage yaitu menyegarkan otot-otot, melancarkan peredaran darah dan getah bening pada tempat yang diurut.
e. Vibration (shaking movement) – menggetarkan
Menggetar vibrasi adalah gerakan menggetarkan untuk merangsang atau menenangkan urat syaraf dan menghilangkan kerutan pada wajah. Pada pijatan ini
gunakan ujung jari dan telapak tangan untuk menggetarkan kulit secara bergantian, vibrasi dapat menggunakan alat yang disebut vibrator. Gerakan menggetar yang dilakukan dengan menggetarkan ujung jari diatas urat syaraf dan merangsangnya dinamakan vibrasi statis dan gerakan menggetar yang bertujuan untuk menenangkan dan dilakukan sepanjang jalannya syaraf dengan ujung jari dinamakan vibrasi dinamis. Khasiat gerakan vibrasi adalah untuk melemaskan jaringan-jaringan dan menghilangkan ketegangan.
f. Gerakan terpadu
Gerakan terpadu, dilakukan terbatas pada pengurutan lengan, tangan dan kaki yaitu pada sendi, baik gerakan ke muka, ke belakang atau memutar.
Macam gerakan:
1) Gerakan pasif dari pergelangan, dilakukan dengan cara melengkungkan tangan ke belakang. Gerakan serupa dapat dilakukan pada jari-jari kaki atau pada kaki. 2) Geraan ke arah telapak tangan secara pasif dilakukan
dari pergelangan dengan melengkungkan tangan ke bawah. Gerakan serupa dapat dilakukan pada jari-jari tangan dan kaki.
3) Gerakan memutar jari-jari secara pasif. Gerakan serupa dapat dilakukan untuk lengan bawah, jari kaki atau kaki.
E. Asuhan Keperawatan Pada Insomnia
Lansia yang menderita insomnia dapat ditangani dengan terapi non farmakologik. Diantaranya yaitu sleep restriction therapy, terapi pengontrolan stimulus, higiene tidur, relaksasi dan biofeedback. Tidur yang baik akan dicapai bila seseorang dalam keadan rileks. Salah satu cara non farmakologis yang dapat di gunakan untuk meningkatkan kualitas tidur pada lansia yang mengalami insomnia adalah Massage punggung(Carpenito, 2009).
1. Pengkajian umum
a. Kaji riwayat tidur klien
1) Apakah anda mengalami sakit kepala ketika bangun? 2) Kapan pertama kali anda menyadari masalah ini? 3) Sudah berapa lama masalah ini terjadi?
4) Berapa lama waktu yang anda butuhkan untuk tertidur? 5) Bagaimana pengaruh kurang tidur bagi anda?
b. Kaji pola tidur biasa.
Seberapa jauh perbedaan tidur anda saat ini dari tidur anda yang dulu?
c. Kaji penyakit fisik, TTV
Apakah anda menderita penyakit fisik yang dapat mengganggu tidur anda?
d. Kaji terhadap peristiwa hidup yang baru terjadi. e. Kaji status emosional dan mental
f. Kaji rutinitas menjelang tidur
Seberapa jauh perbedaan tidur anda saat ini dari tidur anda yang dulu?
g. Kaji lingkungan tidur. 2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada lansia dengan insomnia (NANDA, 2012):
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelembaban lingkungan sekitar, suhu lingkungan sekitar, tanggung jawab memberi asuhan, gangguan, kurang kontrol tidur, kurang privasi, pencahayaan, bising, teman tidur.
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit (misal nyeri), sumber yang tidak adekuat, kurang pengendalian lingkungan, kurang privasi, kurang kontrol situasional, stimulasi lingkungan yang mengganggu, efek samping terkait terapi.
c. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk tidur, henti nafas saat tidur.
3. Intervensi
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelembaban lingkungan sekitar, suhu lingkungan sekitar, tanggung jawab memberi asuhan, gangguan metabolisme, pengaruh obat, kurang kontrol tidur, kurang privasi, pencahayaan, bising, teman tidur (NANDA, 2012).
a. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi.
b. Berikan tempat tidur yang nyaman dan beberapa milik pribadi misalnya bantal guling.
c. Dorong beberapa aktifitas fisik ringan selama siang hari. Jamin klien berhenti beraktifitas beberapa jam sebelum tidur.
d. Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur misalkan mandi air hangat dan massage
e. Instruksi tindakan relaksasi
f. Dorong posisi nyaman, bantu dalam mengubah posisi. b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait
penyakit (misal nyeri), sumber yang tidak adekuat, kurang pengendalian lingkungan, kurang privasi, kurang kontrol situasional, stimulasi lingkungan yang mengganggu, efek samping terkait terapi (Nanda, 2012).
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku klien c. Pahami prespektif klien terhadap situasi stres
d. Dengarkan klien dengan penuh perhatian e. Identifikasi tingkat kecemasan.
f. Instruksi klien menggunakan teknik relaksasi g. Berikan obat untuk mengurangi kecemasan.
c. Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk tidur, henti nafas saat tidur.
a. Identifikasi faktor-faktor penyebab nyeri, ketakutan, stres, berkurangnya aktifitas.
b. Kurangi atau hilangkan faktor-faktor penyebab ribut, dengarkan musik lembut, tutup pintu ruangan.
c. Tingkatkan aktivitas pada siang hari.
d. Makan ringan atau minum susu sebelum tidur.
e. Berikan penyuluhan kesehatan dan kalau perlu rujukan dan kolaborasi pemberian obat.