TUGAS AKHIR KARYA SENI (TAKS)
Diajukan Kepada Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Rahmat Pamuji NIM 10206244011
JURUSAN PENDIDIKAN SENI RUPA FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
v
proses menuju keberhasilan dan kesuksesan itu. Jatuh dua kali bangunlah tiga sampai empat kali
vi
Bapak dan Ibu, yang tak pernah lupa memberikan dukungan dan doa dari awal hingga akhir kuliah.
Keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat
viii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
ABSTRAK ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 3
C. Batasan Masalah ... 3
D. Rumusan Masalah ... 4
E. Tujuan Penelitian ... 4
F. Manfaat ... 4
BAB II KAJIAN SUMBER DAN METODE PENCIPTAAN ... 5
A. Kajian Sumber ... 5
1. Seni Rupa ... 5
2. Seni Lukis ... 5
3. Struktur Seni Lukis... 6
4. Unsur-unsur Seni Rupa ... 7
5. Prinsip Penyusunan ... 16
6. Konsep……… 21
7. Tema dan Bentuk………... 22
8. Media dan Teknik... 24
a. Media……….. 24
ix
b. Eksperimen ... 28
c. Visualisation ... 29
2. Pendekatan ... . 30
BAB III HASIL PENCIPTAAN DAN PEMBAHASAN A. Konsep dan Tema Penciptaan ... 32
1. Konsep Penciptaan ... 32
2. Tema Penciptaan... 33
B. Proses Visualisasi ... 34
1. Bahan, Alat dan Teknik ... 34
a. Bahan 1. Kanvas ... 34
2. Cat………….. ... 34
3. Charcoal ... 34
b. Alat… ... 35
1. Kuas ... ..35
2. Pencil ... ..35
3. Pallet ... ..35
c. Teknik ... 35
C. Tahap Visualisasi ... 36
1. Sketsa ... 36
2. Pemindahan Objek ke Atas Kanvas... 37
3. Pewarnaan ... 37
4. Finishing ... 37
5. Bentuk Lukisan ... 38
BAB IV PENUTUP ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
x
Menunjukan Garis ... 9
Gambar II Contoh Lukisan Anton Subiyanto Menunjukan Warna ... 14
Gambar III Contoh Lukisan Anton Subiyanto Menunjukan Bidang ... 16
Gambar IV Bahan ... 34
Cat Akrilik, Kappie ... 34
Charcoal Bubuk ... 34
Gambar V Alat……… 35
Pencil ... 35
Kuas ... 35
Gambar VI Lukisan Berjudul : Sleep, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 100cm x 100cm. Rahmat Pamuji ... 38
Gambar VII lukisan Berjudul : Want to know, Charcoal, Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 100cm x 100cm Rahmat Pamuji ... 40
Gambar VIII Lukisan Berjudul : Cry, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 76x140 cm Rahmat Pamuji ... 43
xi
Rahmat Pamuji ... 49
Gambar XII Lukisan Berjudul : Playing with friends, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 118 x 153 cm Rahmat Pamuji ... 52
Gambar XIII Lukisan Berjudul : Brawl, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 100 x 145 cm Rahmat Pamuji ... 55
Gambar XIV Lukisan Berjudul : Smoking, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 120 x 140 cm Rahmat Pamuji ... 57
Gambar XV Lukisan Berjudul :Pacaran, Charcoal,Pencil Cat Akrilik di atas Kanvas 120 x 140 cm Rahmat Pamuji ... 60
Gambar XVII LAMPIRAN ... 66
Proses Pembuatan Sketsa diatas kertas ... 66
Gambar XVIII Proses Pembuatan Sketsa diatas Kanvas ... 66
Gambar XIX Proses Proses pengarsiran obyek ... 67
Gambar XXX Proses pembuatan background dan list ... 67
xii 10206244011
ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan: 1) konsep, 2) tema, 3) teknik, 4) bentuk penciptaan lukisan dengan judul Tingkah laku Anak Sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik.
Metode yang digunakan dalam penciptaan lukisan adalah metode ekplorasi, eksperimen dan visualisasi. Eksplorasi yaitu metode untuk menemukan ide dalam pembentukan objek tingkah laku anak maupun objek pendukung lain dengan melakukan pengamatan secara langsung melalui lingkungan sekitar maupun melalui media masa, media cetak seperti buku, koran, majalah dan juga media elektronik seperti televisi dan internet. Tahap selanjutnya menggunakan metode eksperimen yaitu eksperimen bentuk dilakukan melalui pembuatan sketsa untuk menemukan bentuk anak dan tingkahlakunya sesuai dengan tahap perkembangan tingkah lakunya, selanjutnya Visualisasi diungkapakan dalam lukisan di atas kanvas. Metode yang selanjutnya yaitu visualisasi merupakan proses pengubahan dari konsep menjadi bentuk gambar kemudian disajikan dalam bentuk karya seni.
1 A.Latar Belakang
Melukis merupakan proses berkeseniaan dimana pelukis mengungkapkan
pengalaman estetisnya ke dalam sebuah lukisan yang hasilnya dapat dinikmati
secara visual. Bagi pelukis proses melukis merupakan media untuk menuangkan
gagasan dan pikiran melalui karya seni lukis yang diciptakan. Dalam penciptaan
lukisan, banyak faktor yang mempengaruhi terciptanya sebuah lukisan,
diantaranya faktor dalam diri pelukis maupun faktor dari luar pelukis. Semuanya
itu berkaitan erat dengan munculnya gagasan-gagasan yang perupa dapatkan
dalam proses melukis. Pengalaman estetis seniman didapatkan ketika seorang
seniman itu berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Dari proses berinteraksi
dengan lingkungan di sekitarnya seniman memiliki banyak kesempatan untuk
lebih mengekplorasi kreativitas dalam berkarya, baik itu teknik visualisasi
maupun konsep yang memilki landasan yang kuat.
Masa anak anak adalah masa yang paling indah dan mengasyikkan. Pada
masa itu anak-anak selalu bisa bermain dengan teman-teman sebaya, dengan
keluarga, dan bermain dengan mainan yang mereka sukai dengan rasa gembira.
Pada masa ini mereka masih bergantung pada orang tua, masih membutuhkan
bimbingan dan lindungan dari orang tua. Peranan orang tua pada masa anak-anak
sangat mempengaruhi pola perkembangan anak. Masa kanak-kanak merupakan
berdaya dan tergantung pada orang lain. Kebanyakan anak merasa ketika masa
anak-anak seringkali dianggap tidak ada akhirnya sewaktu mereka tidak sabar
menunggu saat didambakan yakni pengakuan dari masyarakat bahwa mereka
bukan lagi menjadi anak-anak melainkan orang dewasa.
Dari perkembangan masa anak–anak terjadi proses perubahan tingkah laku sesuai
dengan tahap bertambahnya umur mereka. Penulis tertarik pada perubahan
tingkah laku anak di masa perkembangan anak sehingga penulis ingin
mengangkat tingkah laku anak sebagai sumber inspirasi berkreativitas, dengan
tujuan masa anak–anak adalah masa yang perlu diperhatikan. Orang tua harus
mengamati anak di setiap perkembangannya. Dengan mengamati tingkah laku
anak disetiap perkembanganya orang tua menjadi tahu bagaimana menyikapinya.
Tingkah laku anak merupakan tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat
diamati dan dipelajari.
Penulis tertarik mengangkat tingkah laku anak dalam lukisan karena penulis
masa anak-anak adalah masa yang menggembirakan dan masa yang panjang
banyak cerita. Pada masa ini banyak hal yang diceritakan. Di samping itu
sekarang banyak kasus kekerasan terhadap anak yang bahkan dilakukan oleh
orang tuanya sendiri karena hal sepele, misalnya membuat anak menangis tidak
mau diam karena tidak dibelikan mainan.
Berdasarkan penjelasan diatas kemudian penulis ungkapkan kedalam bentuk
karya lukis. Karakteristik bentuk lukisan serta teknik dan tema visualisasinya
disertai dengan bentuk simbol anak-anak dengan penggubahan bentuk atau
menggambarkan tingkah laku mereka. Visualisasi lukisan ini terletak pada dunia
anak dan tingkah lakunya. Teknik yang digunakan pelukis menggunakan
perpaduan teknik kering dan teknik basah.
Banyak seniman mengangkat tingkah laku anak atau pun visualisasi bentuk
anak-anak dalam lukisannya misalnya karya-karya dari Yuswantoro Adi dan
Wayan Kun mereka menvisualisasikan anak–anak tetapi pada lukisan mereka
objek anak-anak sebagai objek utama yang direspon dengan masalah sosial di
Indonesia saat ini. Sejalan dengan uraian tersebut, pelukis ingin menvisualisasikan
dunia anak dan tingkah laku anak.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diambil beberapa hal yang dapat
dijadikan sebagai identifikasi masalah,diantaranya :
1. Bagaimana konsep dan tema penciptaan lukisan terinspirasi dari tingkah laku
anak-anak?
2. Bagaimana proses dan teknik visualisasi lukisan terinspirasi dari tingkah laku
anak?
3. Bagaimanakah bentuk lukisan yang terinspirasi dari tingkah laku anak?
C.Batasan Masalah
Penciptaan karya seni lukis ini dibatasi pada tingkah laku anak di antaranya
bermain, menangis, marah, dan berkelahi. Selain itu, gaya yang digunakan adalah
D.Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut, dapat
dirumuskan masalah penciptaan seni lukis sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep dan tema penciptaan lukisan surealistik terinspirasi dari
tingkah laku anak-anak?
2. Bagaimana proses dan teknik visualisasi lukisan surealistik terinspirasi dari
tingkah laku anak?
3. Bagaimanakah bentuk lukisan surealistik yang terinspirasi dari tingkah laku
anak?
E. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penciptaan ini
antara lain :
1. Menjelaskan konsep dan tema tingkah laku anak sebagai inspirasi penciptaan
lukisan surealistik.
2. Menjelaskan mengenai proses dan teknik visualisasi dalam penciptaan
lukisan surealistik.
3. Mendiskripsikan dan menjelaskan mengenai bentuk lukisan surealistik yang
terinspirasi dari tingkah laku anak-anak.
F. Manfaat
Hasil penciptaan seni lukis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi khasanah pengetahuan tentang karya seni lukis. Selain itu hasil penciptaan
seni lukis ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi bagi penciptaan karya
5 A.Kajian Sumber
1. Seni Rupa
Suwarna (2003: 2) mendefinisikan seni rupa sebagai hasil ekpresi manusia
dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi dengan menggunakan unsur-unsur
seni rupa seperti garis, warna, bidang, tekstur, volume, dan ruang. Seni rupa
merupakan cabang keseniaan yang memiliki fungsi untuk membentuk pribadi
manusia sehingga menjadikan manusia yang beradab, tidak lepas dari nilai-nilai
pedagosis (ilmu pendidikan), sosial, etis, etetis dan artistik. Jadi seni rupa
merupakan hasil ekspresi manusia dalam bentuk dua dimensi dan tiga dimensi
dengan memperhatikan unsur-unsur seni rupa dan memiliki fungsi untuk
membentuk kepribadian manusia.
2. Seni Lukis
Soedarso (2006: 2) mendefinisikan seni sebagai kebutuhan manusia yang
terakhir, setelah kebutuhan lain terpenuhi seperti kebutuhan akan makan dan
minum, kebutuhan akan perumahan dan sejenisnya terpenuhi. Karena orang tidak
akan mati jika tidak menghasilkan seni. The Liang Gie (2004: 18) mendefinisikan
seni sebagai kegiatan budi pikiran seorang (seniman) yang secara mahir
menciptakan suatu karya sebagai pengungkapan perasaan manusia. Jadi seni
merupakan kebutuhan manusia yang terakhir setelah kebutuhan lain terpenuhi dan
juga seni merupakan pengungkapan perasaan manusia yang diungkapkan lewat
Menurut Mikke Susanto (2011: 241), seni lukis merupakan bahasa
ungkapan yang bersumber dari pengalaman artistik maupun ideologis yang
menggunakan garis dan warna dalam mengekspresikan emosi dan gerak
seseorang. Menurut Humar Sahman (1993: 55), seni lukis adalah proses
membubuhkan cat baik itu kental maupun cair di atas permukaan datar yang
ketebalannya tidak diperhitungkan, sehingga lukisan tersebut sering dilihat
sebagai karya dua dimensi. Jadi seni lukis merupakan bahasa ungkapan untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan membubuhkan cat di atas media
datar dengan ketebalan yang tidak diperhitungkan.
3. Struktur Seni Lukis
Suwaryono (1957: 14) Seni lukis mempunyai struktur yang terdiri dari dua
faktor besar yang mempengaruhi yaitu :
a. Faktor ideoplastis, terdiri dari pengalaman, emosi, fantasi dan sebagainya,
dimana faktor ini bersifat rohani yang mendasari penciptaan seni lukis.
b. Faktor fisikoplastis, berupa hal-hal yang menyangkut persoalan teknis,
termasuk pengorganisasian elemen-elemen fisik seperti garis, tekstur, ruang,
Tabel 1: Struktur Seni Lukis
Seni Lukis
Faktor idioplastis Faktor fisioplastis
• ide • pengalaman • emosi • pendapat • keinginan • ilusi • imajinasi • konsep • tema unsur-unsur visual: • garis • warna • bentuk • ruang • tekstur prinsip-prinsip organisasi unsur visual:
• kesatuan (uniy)
• keseimbangan (balance)
• ritme
• kontras
• proporsi
• klimaks
4. Unsur-unsur Seni Rupa
Unsur–unsur seni rupa merupakan elemen yang membentuk seni rupa itu
a. Garis
Garis sebagai pertemuan dua titik yang saling dihubungkan. (Dharsono,
2004: 40). Fajar sidik dan Aming Prajitno (1981: 4) mengemukakan bahwa garis
adalah suatu goresan dan batas limit dari suatu benda, massa, ruang, warna, dan
lain lain. Garis memiliki sifat pendek, panjang, vertikal, horizontal, lurus,
melengkung, berombak, dan seterusnya.
Garis memiliki tiga pengertian dan asal muasal: (1) perpaduan sejumlah
titik-titik yang sejajar, sama besar dan juga memiliki dimensi memanjang, punya
arah, bisa pendek, panjang, halus, tebal, melengkung, lurus dan berombak; (2)
Garis dapat dibentuk dari perpaduan dua warna; (3) Pada seni tiga dimensi garis
dapat dibentuk karena lengkungan, sudut yang memanjang maupun perpaduan
teknik dan bahan-bahan lainnya (Susanto, 2011: 148). Garis memiliki dimensi
panjang dan mempunyai arah dengan bentuknya sendiri, bisa menimbulkan kesan
tertentu pada pengamatnya. Garis lurus memberikan kesan kaku dan keras,
sementara garis lengkung memberikan kesan luwes dan lemah lembut. Kesan
yang diciptakan juga tergantung pada ukurannya tebal tipis dari suatu garis
tersebut serta penempatan dari tiap-tiap garis terhadap garis yang lainnya,
sedangkan warna dalam garis merupakan sebuah penunjang yang dapat
memberikan kualitas tersendiri (Djelantik, 1999: 22).
Jadi dari penjelasan di atas garis merupakan pertemuan dua titik yang saling
dihubungkan, garis juga memiliki peranan, dan memilki sifat. Di dalam karya
lukis penulis penggunaan elemen garis sangat terlihat jelas, garis sangat dominan
teknik drawing. Unsur-unsur seni rupa garis bisa kita temukan pada karya Anton
Subiyanto yang berjudul Grey Messiah (Gambar 1). Pada lukisan Anton
Subiyanto terdapat banyak permainana atau penerapan garis terutama permainann
garis lengkung untuk membentuk suatu objek. lukisan Anton Subiyanto
pembentukan garis menjadi beberapa objek dengan garis warna yang berbeda
dengan background, sehingga membuat objek-objek itu sendiri keluar menjadi
center of interest walaupun lukisan ini terlihat datar atau flat tanpa ada kesan
kedalaman. Ada beberapa pengulangan garis untuk membentuk beberapa objek
yang sama dalam lukisan ini. Kesan penggunaan garis yang ditampilkan Anton
Subiyanto membuat karya-karyanya berbeda dengan karya orang lain, sehingga
lukisan kelihatan menarik. Berikut contoh lukisan dari Anton Subiyanto dengan
penerapan garis
Gambar 1:Contoh karya lukisan Anton Subiyanto yang menunjukan garis
“Grey- Messiah” (Pensil acriylic on canvas 200x140 cm) (Sumber :
b. Warna
Mikke Susanto (2011: 433) mengatakan bahwa warna sebagai getaran atau
gelombang yang diterima oleh indera penglihatan manusia yang berasal dari
pancaran cahaya melalui sebuah benda. Cahaya yang dihasilkan dari penguraiaan
melalui prisma kaca menghasilkan warna cahaya. Menurut Dharsono (2004: 49),
warna merupakan kesan yang ditimbulkan cahaya pada mata. Warna sendiri
sebagai satu elemen yang sangat penting baik di bidang seni rupa murni maupun
seni rupa terapan. Warna tidak hanya di bidang kesenirupaan tapi mencakup
segala aspek kehidupan manusia. Hal ini dapat kita lihat dengan penggunaan
warna di berbagai benda atau peralatan mulai dari pakaiaan, perhiasan, peralatan
rumah tangga, dari barang kebutuhan sehari hari sampai barang yang ekslusif
semua memperhitungkan kehadiran warna. Warna mempunyai peranan sangat
penting dalam kehidupan yaitu
Warna sebagai warna hadir dalam bentuk tanda pada suatu benda atau
barang, atau hanya untuk membedakan benda satu dengan banda yang lainnya
tanpa maksud tertentu dan tidak memberikan makna apapun. Jadi dari penjelasan
di atas warna-warna tidak perlu dipahami atau dihayati karena kehadirannya
hanya sebagai tanda dan lebih dari itu hanya sebagai pemanis permukaan.
Warna sebagai representasi alam hadir sebagai penggambaran sifat objek
secara nyata atau penggambaran dari suatu objek alam. Misalnya warna hijau
untuk menggambarkan daun dan biru untuk penggambaran laut, gunung, langit
naturalis dan realis. Jadi dari penjelasan di atas tiap warna memiliki representasi
untuk menggambarkan alam yang ada dibumi ini.
Warna sebagai tanda atau lambang merupakan lambang atau melambangkan
sesuatu yang merupakan tradisi atau pola umum. Misalnya warna lampu traffic
light dengan warna merah, kuning, hijau. Kemudian pada penggunaan batik,
wayang, dan pada busana tradisi misalnya warna merah dapat berarti
melambangkan amarah dan seterusnya. Warna sendiri terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu warna primer, sekunder, intermediet, tersier dan kuarter. Warna
primer sering kita sebut sebagai warna pokok karna warna ini tidak dapat dibentuk
oleh warna lain yang termasuk warna primer adalah merah, kuning, dan biru.
Keunggulan dari warna primer sendiri warna ini dapat digunakan untuk membuat
warna-warna lain.
Kemudian warna sekunder warna ini merupakan warna dari hasil
percampuran atau mixing dari dua warna primer. Warna-warna sekunder terdiri
dari jingga, ungu, dan hijau. Kemudian warna intermediet warna intermediet
sendiri adalah warna perantara atau warna yang berada di antara warna primer dan
sekunder pada lingkaran warna di antaranya warna kuning-hijau, kuning-jingga,
merah-jingga, merah-ungu, biru-violet, biru-hijau.
Warna tersier atau disebut juga warna ketiga adalah warna percampuran dari
dua warna sekunder. Contohnya yang termasuk kedalam warna tertier adalah
coklat-kuning, coklat-merah, dan coklat-biru. Warna kuarter merupakan warna
yang dihasilkan dari percampuran dua warna tersier, yaitu coklat-jingga, dan
merupakan warna netral, ketiga warna ini jika dicampur dengan warna lain tidak
memberikan kontribusi atau dengan kata lain ketiga warna ini tidak mengubah
warna tersebut. Fadjar Sidik dan Aming Prajitno (1981: 12) membagi warna
menjadi tiga dimensi yaitu panas dinginnya warna atau kita sering menyebutnya
(hue), terang gelapnya warna atau kita sering sebut (value), dan cerah suramnya
warna (intensity). Berdasarkan penjelasan di atas, agar warna dapat kita gunakan
dengan benar dan tepat maka kita harus mempelajari warna tersebut dan
bagaimana mempraktikannya dengan baik dalam berkarya seni.
Dalam hal ini, ada beberapa teori dalam penggunaan warna yaitu: law of
area, balance trought “crossing” or repatition dan keyed colours. Pada teori law
of area menjelaskan bahwa semakin luas area yang digunakan maka warna yang
digunakan semakin tenang dan sebaliknya. Teori balance trought “crossing” or
repatition menjelaskan bahwa warna dapat diseimbangkan dengan melakukan
pengulangan dari beberapa warna. Teori keyed colours menjelaskan bahwa
kombinasi dari warna bisa dikatakan dikunci jika tiap warna memiliki sesuatu
yang sama dengan warna yang lain. (Sidik dan Aming, 1981: 12).
Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan warna adalah kesan yang
ditimbulkan cahaya pada mata. Warna dibagi menjadi tiga warna yaitu warna
primer, warna sekunder dan yang terakhir warna tertier. Penggunaan warna pada
karya lukisan penulis menggunakan tiga warna tersebut, tetapi dari beberapa karya
warna yang diterapkan lebih ke warna yang soft warna yang lembut karena warna
Dari beberapa teori warna yang disebutkan di atas penulis menggunakan teori
warna keyed colours.
Dalam berkarya seni rupa atau membuat sebuah karya lukisan tidak ada
pembatasan dalam penggunaan warna, tinggal bagaimana seniman itu sendiri
menggunakan warna maksudnya, apakah seniman itu menggunakan banyak warna
atau tidak. Bisa dikatakan bahwa penggunaan banyak atau tidaknya itu relatif
bebas. Sebagai contoh penggunaan warna dalam karya Anton Subiyanto yang
berjudul “Green Tooth” bisa dikatakan dia tidak banyak menggunakan banyak
warna dalam berkarya seni.
Pada karya yang berjudul Green Tooth hanya ada beberapa warna saja.
Latar belakang warna hitam sangat kontras denga warna-warna objek yang ada.
Background yang sangat kontras dengan objek menimbulkan kesan objek menjadi
lebih kuat dari pada background atau dengan kata lain visual objek menjadi lebih
nampak atau keluar. Pada objek yang berwarna hijau dengan kombinasi
keabu-abuan dari warna pensil kemudian dengan objek terbentuk dari garis yang sangat
jelas memberikan kesan kontras antar objek yang berwarna hijau dengan
Gambar II : Anton Subiyanto menunjukan warna Green Tooth
Pensil, acrylic on canvas,140 x 200 cm
(Sumber :
c. Bidang (Shape)
Shape adalah suatu bidang kecil yang terjadi karena dibatasi oleh sebuah
kontur (garis) dan atau dibatasi oleh adanya warna yang berbeda atau oleh gelap
terang pada arsiran atau karena adanya tekstur. Di dalam karya seni, shape
digunakan sebagai simbol perasaan seorang seniman di dalam menggambarkan
objek hasil subject matter.
Shape atau bidang merupakan sebuah bidang kecil yang terjadi akibat dari
adanya batas kontur (garis) dan atau batas warna yang berbeda, adanya gelap
terang atau adanya teksture (Dharsono, 2004: 41). Menurut pendapat Djelantik
(1999: 23), bidang terbentuk apabila sebuah garis diteruskan melalui belokan atau
paling sedikit dua buah siku hingga kembali lagi pada titik tolaknya, dan wilayah
Bidang sendiri memiliki dua ukuran, yaitu panjang dan lebar, atau disebut
juga dua dimensi. Bidang ukuran dua dimensi tidak selalu berbentuk datar, ada
juga yang melengkung, tidak rata, atau bergelombang. Dalam lukisan, tidak
merata atau tidak bergelombang suatu bidang bisa dibuat dengan ilusi warna,
misalnya penggunaan warna hitam atau warna lainnya yang menimbulkan kesan
bayangan. Wujud dari tiap bidang sendiri beragam, sehingga memberikan kesan
estetik yang berbeda. Bidang yang memilki bentuk lengkung lebih terlihat alami
dan luwes dari pada bidang berbentuk persegi (Djelantik, 1999: 24). Dharsono
(2004: 24) menjelaskan bahwa bidang dalam seni rupa biasanya digunakan
sebagai symbol ekpresi seniman dalam menggambarkan objek hasil subject
matter. Jadi bidang itu sendiri pembentukan antara dua buah garis atau lebih atau
juga pertemuan antara warna satu dengan yang lainnya yang bertemu yang
biasanya bidang dalam seni rupa sebagai ekspresi seniman.
Penggunaan shape atau bidang dapat kita lihat pada lukisan Anton
Subiyanto yang berjudul Appearance pada lukisan ini sangat jelas penggunaan
bidang pada objek vigura dan pada objek pohon yang mengesankan bidang,
namun pada objek-objek lain tidak ditemukan bidang. Pada objek vigura ada
pertemuan beberapa garis yang membentuk bidang persegi panjang itu sangat
jelas sekali. Walaupun dalam lukisan ini bidang tidak terbentuk dari pertemuan
warna satu dengan warna yang lain tetapi di sini bidang terbentuk karena adanya
Gambar III : Contoh Lukisan Anton Subiyanto yang menunjukan bidang
“Appearance” Acrylic,Pensil on Canvas, 97x97cm
(Sumber :https://www.google.com/search?q=karya+anton+subiyanto)
5. Prinsip Penyusunan
Penyusunan dalam seni rupa sering kita sebut dengan komposisi.
Penyususunan unsur dalam desain harus memperhatiakn prinsip-prinsip
komposisi seperti harmoni, kontras, kesatuan, keseimbangan, irama,
kesederhanaan, variasi, aksentuasi dan proporsi.
a. Harmoni (Keselarasan)
Menurut Mikke Susanto (2011: 175), harmoni adalah suatu tatanan atau
proporsi yang dianggap seimbang dan memilki keserasian. Hal ini juga merujuk
dengan berpedoman pada aturan-aturan yang ideal. Menurut Dharsono (2004: 54),
harmoni adalah paduan unsur-unsur yang berbeda dekat. Jika unsur-unsur estetika
dipadukan secara berdampingan maka akan tercipta suatu kombinasi tertentu yang
menimbulkan harmoni. Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
harmoni adalah perpaduan antara unsur-unsur yang berbeda dekat yang berakibat
atau menimbulkan keseimbangan dan keserasiaan maka tercipta suatu kombinasi
tertentu yang menimbulkan harmoni.
b. Kontras
Menurut Dharsono (2004: 227), kontras merupakan paduan unsur-unsur
yang memilki ketajaman yang berbeda. Kontras sendiri merangsang minat,
menghidupkan suatu desain, dan merupakan bumbu komposisi dalam pencapaiaan
suatu bentuk.
Mikke Susanto (2011: 227) mendefinisikan bahwa kontras sebagai
berikut:
Kontras merupakan perbedaan mencolok dan tegas antara elemen-elemen dalam sebuah tanda yang ada pada sebuah tanda yang ada pada sebuah komposisi atau desain. Kontras dapat dimunculkan dengan menggunakan warna, bentuk, tekstur, ukuran, dan ketajaman. Kontras digunakan untuk memberi ketegasan dan mengandung opisisi-oposisi seperti gelap terang, cerah-buram, kasar halus, besar-kecil dan lain-lain. Dalam hal ini kontras dapat pula memberi peluang munculnya tanda-tanda yang dipakai sebagai tampilan utama maupun pendukung dalam sebuah karya.
Jadi kontras perpaduan unsur-unsur seperti warna, bentuk, tekstur, ukuran
c. Kesatuan
Sidik, dkk (1981: 47) mengartikan bahwa kesatuan atau unity sebagai
penyusunan atau pengorganisasian dari elemen-elemen seni sedemikian rupa
sehingga menjadi sebuah kesatuan. Dharsono (2004: 47) mendefinisikan bahwa
kesatuan adalah kohesi, konsistensi, ketunggalan atau keutuhan yang merupakan
efek yang dicapai dalam suatu susunan atau komposisi yang berada di antara
hubungan unsur pendukung karya, sehingga secara keseluruhan menampilkan
kesan secara utuh. Berhasil atau tidaknya karya ditentukan oleh kemampuan
memadukan seluruh unsur-unsur estetik. Jadi kesatuan pengorganisasian
elemen-elemen seni sedemikian rupa sehingga menampilkan kesan yang utuh.
d. Keseimbangan
Fadjar Sidik dan Aming Prajitno (1981: 50) mengartikan bahwa
keseimbangan adalah tidak berat sebelah. Hal ini bisa didapatkan dengan cara
menggerombolkan beberapa bentuk dan warna sedemikian rupa hingga terdapat
suatu daya tarik yang sama pada tiap-tiap sisi dari pusat tersebut. Dharsono (2004:
60) mengatakan bahwa keseimbangan sebagai keadaan atau kesamaan antara
kekuatan yang saling berhadapan dan menimbulkan adanya kesan seimbang
secara visual atau intensitas kekaryaan.
Keseimbangan menurut Dharsono sendiri dibagi menjadi dua macam yaitu
keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal
balance). Keseimbanganm formal biasanya bersifat simetris yaitu dengan cara
menyusun unsur-unsur sejenis dan mempunyai identitas visual pada jarak yang
(informal balance) merupakan keseimbangan yang menggunakan prinsip susunan
ketidaksamaan atau kontras dan selalu asimetris. Keseimbangan ini lebih rumit
namun lebih menarik karena memiliki kesan dinamika yang memberikan variasi
lebih banyak. Jadi keseimbangan yaitu cara menggerombolkan bentuk dan warna
sedemikian rupa sehingga menimbulkan kekuatan saling berhadapan dan
menimbulkan kesan seimbang. Keseimbangan ada dua macam yaitu
keseimbangan formal (formal balance) dan keseimbangan informal (informal
balance).
e. Irama
Dharsono (2004: 57) mengatakan bahwa irama sebagai pengulangan
unsur-unsur pendukung karya seni. Menurut Sidik dkk (1981: 48), irama atau ritme
merupakan suatu pengulangan yang secara terus-menerus dan teratur dari
beberapa unsur. Terdapat tiga cara untuk memperoleh gerak ritmis, yaitu dengan
cara pengulangan bentuk, dengan progresi ukuran-ukuran dan dengan cara melalui
gerak-gerak kontinue. Dalam batasan tertentu, pengulangan dapat membantu
untuk menarik perhatian. Akan tetapi jika pengulangan terlalu sering, maka yang
terjadi adalah timbulnya kejenuhan. Selain itu juga diperlukan sebauh variasi agar
terlihat tidak monoton. Jadi irama merupakan pengulangan unsur-unsur seni yang
dilakukan terus-menerus, teratur dari suatu unsur atau beberapa unsur.
f. Kesederhanaan
Dharsono (2004: 62) mendefinisikan bahwa kesederhanaan dalam desain
pada dasarnya adalah kesederhanaan selektif dan kecermatan pengelompokan
beberapa aspek, di antaranya sebagai berikut. kesederhanaan unsur: artinya
unsur-unsur yang terlalu rumit sering menjadi bentuk yang mencolok dan penyendiri,
asing atau terlepas sehingga sulit diikat dalam kesatuan keseluruhan. Jadi
kesederhana adalah kesederhanaan selektif dan pengelompokan unsur-unsur
artistik.
g. Variasi
Mikke Susanto (2011: 419) mendefinisikan bahwa variasi merupakan
penganekaragaman atau serba beraneka macam sebagai usaha untuk menawarkan
suatu alternatif baru yang memiliki perbedaan. Biasanya istilah ini banyak
digunakan oleh para penghias benda pakai sebagai komponen aksesiri seperti
pada mobil dan motor. Variasi dapat dihasilkan dengan kombinasi dari berbagai
macam bentuk, tekstur, warna, serta gelap terang seperti pada karya lukisan. Jadi
variasi Penganekaragaman unsur seni untuk menghasilkan sesuatu alternativ baru
yang lebih fresh.
h. Aksentuasi
Dharsono (2004: 63) mendefinisikan desain yang baik mempunyai titik
berat untuk menarik perhatian (center of interest). Ada berbagai cara untuk
menarik perhatian kepada titik berat tersebut, yaitu dapat dicapai dengan melalui
perulangan ukuran serta kontras antar tekstur, nada warna, garis, ruang, bentuk
ataupun motif. Susunan beberapa unsur visual atau penggunaan ruang dan cahaya
bisa menghasilkan titik perhatian pada fokus tertentu. Dengan demikian bahwa
perulangan unsur desain dan pengulanagan warna bisa memberi penekanan pada
aksentuasi adalah penekanan pada bagian tertentu pada sebuah karya seni bisa
lewat garis, warna, bentuk,atau tekstur untuk menghasilkan beban visual utama
atau point of interest. Aksentuasi juga dapat tercapai dengan kontras dan juga
susunan elemen.
i. Proporsi
Mikke Susanto (2011: 320) menjelaskan bahwa proporsi adalah hubungan
antara bagian dan bagian, serta bagian dan kesatuan/keseluruhannya. Proporsi
berhubungan erat dengan balance (keseimbangan), ritme (irama), dan kesatuan
(unity). Proporsi juga digunakan sebagai pertimbangan untuk mengukur dan
menilai keindahan artistik suatu karya seni. Fadjar Sidik dan Aming Prajitno
(1981: 52) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan proporsi yang diinginkan, ada
tiga jalan yaitu dengan cara: (1) mengetahui bagaimana menciptakan hubungan
keluasan yang baik; (2) membuat perubahan-perubahan bentuk dalam penglihatan
sesuai dengan yang dikehendaki; (3) mengetahui perbandingan yang baik.
Jadi proporsi adalah hubungan antara bagian dengan bagian seperti
proporsi, irama dan kesatuan, untuk mendapatkan proporsi yang diinginkan ada
tiga jalan yaitu: (1) mengetahui bagaimana menciptakan hubungan keluasan yang
baik; (2) membuat perubahan-perubahan bentuk dalam penglihatan sesuai dengan
yang dikehendaki; (3) mengetahui perbandingan yang baik.
6. Konsep
Pengertian konsep menurut Mikke Susanto (2011: 227), konsep adalah
pokok utama yang mendasari keseluruhan pemikiran. Konsep biasanya ada dalam
indera suatu proses yang mencakup penerapan metode, pengenalan seperti
perbandingan, analisis, abstraksi, idealisasi, dan bentuk-bentuk deduksi yang
pelik. Keberhasilan dari sebuah konsep tergantung pada ketepatan pemantulan
realitas objektif di dalamnya. Konsep dapat menjadi pembatas berfikir creator
maupun penikmat dalam melihat dan mengapresiasi karya seni. Jadi konsep
merupakan pemikiran utama yang mendasari seluruh pemikiran yang bisa ditulis
secara singkat maupun berada dalam pikiran.
7. Tema dan Bentuk
a. Tema
Subject Matter atau tema adalah rangsangan cipta seniman dalam usahanya
untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan, yang diamaksud bentuk
yang menyenangkan adalah bentuk yang dapat memberikan konsumsi batin
manusia secara utuh dan perasaan keindahan kita dapat menangkap harmoni
bentuk yang disajikan serta mampu merasakan lewat sensivitasnya (Dharsono,
2004: 28).
Menurut Mikke Susanto (2011: 383), tema adalah ide yang dipakai dalam
berkarya atau ada dalam sebuah karya. Pada lukisan yang saya ciptakan
menggunakan tema tingkah laku anak yang berhubungan dengan perkembangan
anak. Mengkaji tingkah laku anak perlu mempelajari juga yang namanya
perkembangan anak. Perkembangan anak mengacu pada proses dimana seorang
anak tumbuh dan mengalami berbagai perubahan sepanjang hidupnya. Carolyn
Meggitt (2013: 1) mengemukakan bahwa perkembangan anak ada berbagai
dipakai untuk mempertimbangkan, mengetahui, dan memahami sesuatu.
Perkembangan bahasa perkembangan untuk berkomunikasi. Perkembangan
personal, emosional adalah perkembangan yang dibentuk dari aspek watak, dan
sikap, rasa percaya diri dan harga diri, membina hubungan, sikap dan penguasaan
diri, kemandirian, serta kesadaran bermasyarakat. Jadi tema adalah ide yang
dipakai oleh seniman dalam membuat sebuah karya yang dapat memberikan
keindahan, sehingga memberikan konsumsi batin manusia secara utuh.
b. Bentuk
Bentuk menurut Mikke Susanto (2011: 54), (1) bangun, gambaran; (2) rupa,
wujud; (3) sistem, susunan. Dalam karya seni rupa biasanya dikaitkan dengan
matra yang ada seperti dwimatra atau trimatra. Dharsono, (2004: 30), membagi
bentuk menjadi dua macam, yaitu: (1) visual form, yaitu bentuk fisik dari sebuah
karya seni atau satu kesatuan dari unsur-unsur pendukung karya seni tersebut, dan
(2) special form, yaitu bentuk yang tercipta karena adanya hubungan timbal balik
antara nilai-nilai yang dipancarkan oleh fenomena bentuk fisiknya terhadap
tanggapan kesadaran emosional. Bentuk fisik sebuah karya merupakan hasil dari
susunan kesan hasil tanggapan. Hal inilah yang menjadikan sebuah lukisan
memiliki isi atau makna. Pada pengolaan bentuk biasanya sering melakukan
perubahan bentuk sesuai dengan tema dan konsep lukisan perubahan bentuk
sering disebut dengan deformasi. Mikke Susanto (2011: 98) mendefinisikan
bahwa deformasi adalah perubahan susunan suatu bentuk yang dilakukan dengan
sengaja untuk kepentingan seni yang sering terkesan sangat kuat sehingga
deformasi ini adalah munculnya figur atau karakter baru yang berbeda dari
sebelumnya. Kemudian dijelaskan cara mengubah bentuk antara lain dengan cara
simplifikasi (penyederhanaan), distorsi (pembiasan), distruksi (perusakan), dan
stilisasi (penggayaan).
Jakob Sumardjo (2000: 116) dalam bukunya “Filsafat Seni” menjelaskan
mengenai bentuk:
Bentuk seni adalah juga isi seni itu sendiri. Bagaimana bentuknya, begitulah isinya. Tidak ada seniman yang menciptakan sebuah karya seni tanpa kesadaran. Ia menciptakan sebuah benda seni karena ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada orang lain, entah perasaannya, suasana hatinya, pemikirannya, pesan atau amanat yang diyakininnya, semua dinyatakan lewat bentuk yang sesuai dengan maksud isinya tadi.
Jadi deformaasi merupakan pengubahan susunan suatu bentuk dengan
sengaja untuk menghasilkan bentuk baru yang fresh yang berbeda dengan bentuk
semula. Pada lukisan yang Penulis ciptakan penggunaan deformasi sangat banyak
digunakan dalam objek anak.
Jadi uraian di atas bentuk itu sendiri satu kesatuan dari banyak unsur
pendukung suatu karya yang biasanya dalam dunia seni rupa sering kali
dikaitakan dengan dwimatra dan trimatra untuk totalitas pada sebuah karya seni.
Bentuk sendiri ada dua macam visual form dan special form. Pada penciptaan
karya lukis biasanya sering ada perubahan bentuk atau sering disebut deformasi.
8. Media dan Teknik
a. Media
Menurut Mikke Susanto (2011: 255), media atau medium adalah sebutan
untuk berbagai hal yang berhubungan dengan bahan (dalam hal ini alat dan bahan
(2005: 89), dalam filsafat seni menjelaskan medium atau material atau bahan
merupakan hal yang perlu sekali bagi seni apapun, karena suatu karya seni hanya
dapat diketahui kalau disajikan melalui suatu medium. Bahkan dapat ditegaskan
bahwa medium adalah mutlak, karena tanpa material apa yang akan dijadikan
karya seni.
Dalam seni lukis, medium yang biasanya digunakan yaitu permukaan datar
yang dapat terbuat dari apa saja biasanya terbuat dari kertas, kanvas, kaca, sutera,
dan sejenisnya. Sedangkan medium lain seperti cat, charcoal, dan pensil. Dalam
karya penulis “Tingkah laku Anak sebagai Inspirasi Penciptaan lukisan” sebagai
tema lukisan. Penulis menggunakan medium pensil, charcoal dan cat akrilik di
atas kanvas.
Menurut Mikke Susanto (2011: 213), kanvas adalah kain landasan untuk
melukis itu berbahan seperti panel kayu, kertas, atau kain. Pada umumnya kanvas
direntangkan dengan spanram (kayu perentang) hingga mencapai ketegangan
yang pas, kemudian dilapisi dengan cat. Menurut Mikke Susanto (2011: 13), cat
akrilik adalah salah satu bahan yang mengandung bahan polimer ester poliakriat,
sehingga memiliki daya rekat yang sangat kuat terhadap medium lain dan standar
pengencer yang digunakan adalah air. Menurut Mikke Susanto (2011: 79),
charcoal adalah arang gambar merupakan material yang digunakan manusia untuk
menggambar sejak zaman prasejarah hingga sekarang, yang dibuat dari kayu yang
dibakar begitu saja.
b. Teknik Melukis
Teknik melukis merupakan suatu kebutuhan yang harus dimiliki seorang
seniman atau pencipta karya seni ketika melakukan penerapan warna harus sesuai
dengan tema. Teknik melukis dapat dibedakan menjadi dua yaitu teknik basah
dan teknik kering. Teknik basah adalah sebuah teknik menggambar atau melukis
dengan menggunakan medium yang bersifat basah atau memakai medium air dan
minyak cair. Seperti cat air, cat minyak, tempera, tinta. (Susanto, 2011: 395).
Teknik basah dibagi lagi lima yaitu Opaque, Glazzing, Aquarel, Translucent dan
Brush Stroke.
Teknik Opaque adalah suatu teknik dalam melukis yang dilakukan dengan
cara mencampurkan cat pada permukaan kanvas dengan menggunakan sedikit
pengencer hingga warna yang sebelumnya tertutup. (Susanto, 2011: 282). Teknik
Glazing atau glasir merupakan teknik melukis pada kanvas dengan menggunakan
cat air (atau teknik transparan) sehingga lapisan cat yang ada di bawahnya (disapu
sebelumnya) atau warna kertasnya masih nampak (Susanto, 2011: 157). Teknik
Aquarel adalah teknik melukis pada kanvas dengan menggunakan cat air (teknik
transparan) sehingga lapisan cat yang ada dibawahnya (disapu sebelumnya) tidak
tertutup atau masih nampak. (Susanto, 2011: 14). Teknik Translucent merupakan
teknik melukis dimana kepekatan cat yang digunakan berada diantara transparan
(aquarel) dan plakat (opaque). (Susanto, 2011: 407). Kemudian yang terakhir
teknik Brush Stroke merupakan teknik melukis dimana goresan yang dibuat
memiliki ukuran dan kualitas tertentu yang memiliki suatu sifat atau karakter. Hal
goresannya kadang-kadang sangat emosional. Brush Stroke juga bisa diartikan
sebagai hasil goresan kuas yang meninggalkan cat pada permukaan benda dimana
goresan tersebut merupakan karakter goresan atau tulisan tangan seseorang.
(Susanto, 2011: 64).
Teknik kering adalah menggambar dengan bahan kering seperti charcoal,
pensil, arang dan lain-lain. (Susanto, 2011: 395). Teknik kering biasanya disebut
dengan drawing. Menurut Mikke Susanto (2011: 109), drawing berasal dari kata
draw yang artinya menggambar. Menggambar pada tingkat yang paling sederhana
adalah dasar dari segala hal dalam seni rupa. Gambar ternyata berdiri sebagai
fakta kasat mata yang memperlihatkan rencana dan pikiran seniman disetiap
wilayah kreativitasnya. Drawing pada garis besarnya memiliki tiga kegunaan.
Pada tingkat pertama, gambar merupakan notasi tentang benda atau situasi pada
saat tertentu yang dianggap menarik oleh si penggambar. Catatan, atau notasi
maupun sketsa sebagai hasil gambar umumnya bermuatan garis yang sekaligus
gambar sekilas dan dikerjakan secara singkat dalam tempo yang cepat. Kedua
gambar hadir dan membuktikan dirinya sebagai karya yang utuh dan berdiri
sendiri. Pada fungsi ini gambar telah memperlihatkan kelengkapan pernyataan
seniman, relatif tak butuh tahapan berikutnya. Ketiga gambar berfungsi sebagai
media studi yang melandasi pekerjaan berikutnya seperti lukis, patung, arsitektur,
ilmu pengetahuan lainnya. Teknik yang digunakan dalam drawing yaitu: (1) dusel
teknik menggambar atau mengarsir dengan cara digosok, baik dengan kapas,
kertas atau tangan. Biasanya menggunakan pensil, konte, krayon dan tempera.
untuk memberikan efek-efek pada sebuah obyek, seperti memberi kesan
bayangan, tekstur benda maupun untuk membuat variasi latar belakang obyek.
Biasanya menggunakan pensil, konte, krayon dan tempera. (Susanto, 2011: 32).
B.Metode Penciptaan dan Pendekatan
1. Metode Penciptaan
a. Eksplorasi (Exploration)
Proses eksplorasi dilakukan guna menemukan ide kreatif terkait dengan
tingkah laku anak. Cara yang digunakan dengan cara observasi atau pengamatan.
Pada pengamatan atau observasi dapat dilakuakan melalui foto, video,
pengamatan langsung di lingkungan sekitar yang banyak anak-anak bermain,
membaca buku tantang perkembanagan tingkah laku anak, dan juga melaui berita.
Hal ini dilakukan dengan maksud agar dapat menangkap tingkah laku anak lebih
dalam yang kemudian nantinya divisualisasikan ke dalam bentuk lukisan. Setelah
melakukan ekplorasi selanjutnya membayangkan bagaimana tingkah laku dari
anak divisualisasikan dan akhirnya ditemukan suatu bentuk yang variatif sesuai
dengan komposisi bidang, garis, warna dan unsur-unsur lainnya. Proses
selanjutnya setelah penemuan yang sesuai dengan yang diinginkan kemudian
divisualisasikan kedalam lukisan dengan menggunakan pertimbangan
prinsip-prinsip seni rupa dengan tujuan mendapatkan sebuah pandangan dan pendapat
secara luas dalam persepsi pribadi.
b. Eksperimen (Experimentation)
Eksperimen dalam proses melukis merupakan tindakan atau upaya untuk
dimunculkan secara tepat, dilakukanlah suatu percobaan bagaimana tingkah laku
anak itu sendiri dapat divisualisasikan sesuai dengan ide, dengan cara
mencoba-coba (trial and error).
Tahapan pertama dalam proses ekperimen yang dilakukan yaitu membuat
sketsa. Pada proses pembuatan sketsa merupakan tahapan pencarian bentuk,
warna, komposisi, proporsi yang nantinya dituangkan pada kanvas. Proses
penuangan sketsa penulis lakukan di atas kertas dengan menggunakan pensil
charcoal, pensil warna di atas kertas dengan percobaan pengubahan bentuk atau
deformasi. Penulis menggunakan warna hanya untuk background saja. Dalam
lukisan ini, objek-objek utama yang penulis visualisasikan objek anak yang
dideformasi dan distorsi sesuai dengan pola perkembangan tingkah laku anak.
Penulis menggunakan warna lembut dan sederhana sebagai background.
c. Visualisasi (Visualization)
Visualisasi merupakan proses akhir dari penciptaan sebuah karya seni.
Visualisasi merupakan pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan jalan
menggunakan bentuk gambar, tulisan yang berupa angka dan kata, peta grafik,
dan sebagainnya.Visualisasi bisa juga diartikan sebagai proses pengubahan
konsep menjadi gambar yang disajikan lewat karya seni (Susanto, 2011: 427).
Bentuk representasional merupakan bentuk visualisasi yang diangkat dalam
lukisan.
Proses awal yang dilakukan membuat sketsa di atas kanvas dengan
berpedoman pada sketsa kertas yang sudah dibuat. Kemudian mengarsir objek
objek dengan pensil dan charcoal selesai kemudian proses painting dengan
menggunakan teknik plakat dengan menggunakan kuas ukuran sedang
.Warna-warna yang digunakan .Warna-warna lembut. Dalam proses visualisasi ini penulis
menggabungkan teknik kering dan teknik basah dalam penciptaan karya lukis.
Permainan kontras sangat kuat antar objek dengan background. Adapun pada
finishing, merapikan objek dengan menggunakan pensil dan sapuan kuas kecil
dengan charcoal bubuk. Dilanjutkan dengan proses glossing untuk mengikat
bubuk charcoal yang ditorehkan di kanvas agar tidak jatuh dan juga sebagai
pengkilat lukisan.
2. Pendekatan
Berdasarkan tema dan visualisasi tingkah laku anak-anak penulis
menggunakan metode pendekatan surealisme karena surealisme memberikan
kesan imajinasi sehingga memberikan bentuk-bentuk visual yang baru yang dapat
menimbulkan pertanyaan pada apresiator. Surealisme menurut Mikke Susanto
(2011: 386), merupakan gerakan dalam sastra. Istilah ini dikemukakan Apollinaire
untuk dramanya tahun 1917. Dua tahun kemudian Andre Breton mengambilnya
untuk menyebut eksperimennya dalam metode penulisan yang spontan. Gerakan
ini dipengaruhi oleh teori psikologi dan psiko analis Sigmund Freud. Karya
surealisme memiliki unsur kejutan, tidak terduga, ditempatkan berdekatan satu
sama lain tanpa alasan yang jelas. Banyak seniman dan penulis surealis yang
memandang karya mereka sebagai ungkapan gerakan filosofis yang pertama dan
paling maju. Andre Breton mengatakan bahwa surealis berada di atas segala
terpentingnya di Paris. Sejak tahun 1920-an aliran ini menyebar keseluruh dunia.
Adapun manifesto dari surealisme yang ditulis Breton berisi sebagai berikut.
Surealisme adalah otomatisme psikis yang murni, dengan apa proses pemikiran
yang sebenarnya ingin diekspresikan, baik secara verbal, tertulis maupun
cara-cara lain. Surealisme bersandar pada keyakinan kami pada realitas yang superior
dan kebebasan asosiasi kita yang telah lama ditinggalkan dan kebebasan asosiasi
yang telah lama ditinggalkan, pada keseba-bisaan mimpi, pada pemikiran yang
otomatis tanpa control dari kesadaran kita. Surealisme memilki dua tendensi yaitu:
(1) Surealisme ekpresif yaitu seniman melewati semacam kondisi tidak sadar,
kemudian melahirkan symbol-symbol dan bentuk-bentuk dari pendaharaannya
yang terdahulu, yang tergolong dalam tendensi ini adalah Andre Masson, Joan
Miro, dan Marc Chagal; (2) Surealisme murni atau sering disebut dengan
surealisme fotografik, yaitu seniman menggunakan teknik-teknik akademik untuk
menciptakan ilusi yang tampak absurb. Tokohnya adalah Salvador Dali, lainnya
seperti Rene Magritte, dan Roberto Matta. Tokoh yang dianggap sebagai pelopor
surealis adalah Marc Chagall (1889-), seorang Rusia yang dalam usia dua puluhan
pindah dan menetap di Paris. Sekalipun hampir seluruh sisa hidupnya di Paris,
tetapi ingatannya pada tanah asal masih segar, pada kampungnya, cerita-cerita
rakyatnya, yang menghidupi ciptaan-ciptaannya. Joan Miro (1893-) adalah pelukis
kelahiran Spanyol yang pada tahun 1925 bertemu dengan kaum surealis.
surealisme baginya mempengaruhi untuk berfantasi lebih bebas dengan caranya
32 1. Konsep Penciptaan
Konsep penciptaan lukisan dengan judul “Tingkah Laku Anak sebagai
Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik” penggambaran objek anak-anak
mempertahankan bentuk aslinya tetapi untuk tubuh anak-anak mengalami
deformasi bentuk dan distorsi. Distorsi dan deformasi tubuh disini sebagai
metafora dari tingkah laku anak. Alasan mengapa penulis mempertahankan
bentuk aslinya anak kemudian tubuhnya didistorsi dan dideformasi karena
penulis menganut aliran surealisme dan ingin menciptakan bentuk baru tetapi
sesuai dengan konsep penciptaan awal.
Penciptaan lukisan dengan judul “Tingkah Laku Anak sebagai Inspirasi
Penciptaan Lukisan Surealistik” tidak semata-mata langsung terjadi begitu saja.
Ada proses yang cukup panjang. Penulis harus melakukan beberapa pengkajian
yaitu melalui pengamatan dari tingkah laku anak-anak. Kemudian penulis
mengimajinasikan bagaimana bentuk tingkah laku anak itu divisualisasikan
dengan distorsi dan deformasi bentuk ke dalam lukisan dan juga kesesuaiaan
warna background karena penulis tidak menggunakan banyak warna. Warna
yang penulis gunakan hanya sebagai background saja karena menurut penulis
untuk mengesankan kesan minimalis kemudian pada pembuatan background
merupakan dunia yang penuh warna warni kehidupan dan juga dunia yang penuh
keceriaan. Adapun teknik dan visualisasi terinspirasi oleh karya Anton Subiyanto.
2. Tema Penciptaan
Tema penciptaan karya ini adalah tingkah laku anak diantaranya menangis,
bermain, ingin tahu, tawuran dan juga berkelahi.
B.Proses Visualisasi
Visualisasi dalam penciptaan lukisan merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan. Ide dan gagasan yang akan ditampilkan dalam sebuah lukisan
bergantung dari bagaimana seniman memvisualisasikan, sehingga pesan makna
yang ada dalam lukisan tersampaikan dengan baik. Memvisualisasikan gambar
(sketsa) ke sebuah kanvas harus didukung dengan bahan, alat dan teknik. Ketiga
elemen tersebut merupakan kewajiban yang harus dimiliki oleh seorang seniman
dalam penciptaan karya seni. Dalam penciptaan karya lukisan, penulis
menggunakan bahan yaitu pensil charcoal, cat akrilik, kanvas, dan glossing
pengkilat spray. Teknik yang digunakan teknik campuran atau kombinasi dari
teknik kering dan teknik basah.
Teknik Opaque (teknik basah) digunakan untuk melapisi background,
karena dengan teknik ini sapuan kuas lebih merata. Teknik kering digunakan
untuk membuat objek sebelum memberi warna background. Penggunaan
perpaduan teknik antara teknik kering dan basah, maka penulis dapat memberikan
1. Bahan, Alat dan Teknik
a. Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses penciptaan lukisan “Tingkah Laku
Anak sebagai Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik” diantaranya:
1) Kanvas
Dalam penciptaan lukisan dengan judul “Tingkah Laku Anak sebagai
Inspirasi Penciptaan Lukisan Surealistik“ penulis memilih bahan kanvas karena
bahan kanvas sendiri mudah didapatkan di toko alat lukis. Kanvas yang digunakan
kanvas kasar dan halus. Kanvas kasar untuk menimbulkan efek seperti
bintik-bintik. Kanvas halus untuk mempermudah dalam proses menggambar objek
(drawing).
Cat yang digunakan adalah cat Akrilik Kappie, Telen Cina dan Mowilex
Putih. Cat Kappie yang digunakan warna primer merah, biru dan kuning untuk
warna yang lain menggunakan percampuran dari warna primer. Selain itu, penulis
juga menggunakan warna netral seperti putih dan hitam.
Gambar IVa: akrilik Keppie Gambar IVb: Charcoal bubuk
[image:46.595.135.294.559.660.2] [image:46.595.328.481.560.654.2]b. Alat
Beberapa alat yang digunakan dalam proses penciptaan lukisan diantaranya
kuas, pensil, dan palet. Kuas (Gambar VII) terdiri atas kuas dengan ukuran 2,3,4,5
dan 9. Pensil (Gambar VIII) terdiri atas pencil 2B, 3B, 4B, 6B dan EE. Palet
[image:47.595.120.508.249.459.2](Gambar IX) terdiri atas satu palet plastik.
Gambar Va: Kuas Gambar Vb: Pensil Gambar Vc: Palet
Gambar V: Alat
c. Teknik
Penguasaan bahan dan alat memang sangat dibutuhkan bagi seorang
seniman. Tetapi tidak hanya penguasaan bahan dan alat saja kemampuan seorang
seniman menguasai teknik juga diperlukan. Dalam dunia seni rupa penguasaan
teknik dari masing-masing seniman berbeda-beda karena apa yang mereka
tangkap berbeda-beda pula, dengan keberbedaan itu menjadikan setiap seniman
memiliki karakter nya sendiri sesuai dengan teknik yang mereka kuasai atau pun
mereka pelajari.
Teknik yang digunakan dalam melukis adalah teknik opaque (opak) dan
teknik kering (drawing). Proses awal yaitu pelapisan background dengan warna
teknik plakat yang langsung menutup sangat bagus untuk pembuatan background.
Pembuatan sketsa objek pada kanvas menggunakan teknik kering atau drawing,
teknik ini menghasilkan objek hitam putih sekaligus gelap terang kemudian
bagian background diwarnai lagi dengan warna lembut sehingga antara
background dengan objek kelihatan kontras. Efek kontras menjadikan objek
muncul keluar.
C.Tahap Visualisasi
Dalam proses melukis, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui
diantaranya:
1. Sketsa
Pembuatan sketsa diawali dengan observasi mengenai objek apa yang akan
diangkat ke dalam lukisan. Observasi dilakukan untuk mengetahui seluk beluk
dari objek yang akan diangkat dalam lukisan, mulai dari bentuk, warna, dan juga
perilaku objek itu sendiri. Observasi sangat penting dilakukan seorang seniman
agar dapat memberikan informasi kepada audience lewat lukisan seniman
tersebut.
Proses melukis diawali dengan sketsa, karena sketsa memiliki fungsi
sebagai panduan seniman mengatur tata letak objek atau sering disebut dengan
komposisi yang seimbang. Sketsa memberikan gambaran awal kepada seniman
mengenai apa yang akan digambar pada kanvas. Proses sketsa dilakukan dengan
menggunakan pensil di atas kertas dengan melihat atau mencontoh foto anatomi
2. Pemindahan gambar ke atas kanvas
Sketsa telah dibuat, langkah selanjutnya adalah memindahkan sketsa yang
sudah dibuat ke atas kanvas dengan mengatur atau membandingkan antara gambar
pada kertas dengan gambar pada kanvas dengan memperhatikan komposisi dan
proporsi agar mendapatkan komposisi dan proporsi yang diinginkan.
3. Pewarnaan
Langkah selanjutnya adalah pewarnaan dengan cat dan pengarsiran
menggunakan pensil dan charcoal. Teknik yang digunakan untuk background
menggunakan teknik opaque kemudian untuk objek menggunakan teknik kering
atau drawing, cat yang digunakan akrilik dari kappie dan telen cina. Penggunaan
kuas menggunakan kuas ukuran kecil sampai ukuran besar. Kuas ukuran besar
untuk pembuatan background sedangkan kuas ukuran kecil untuk mengisi
background pada bagian-bagian celah-celah sempit di antara objek. Pewarnaan
objek tidak menggunakan cat warna tetapi menggunakan charcoal dan pensil
dengan menggunakan permainan gelap terang.
4. Finising
Tahap finising merupakan tahap akhir dari proses penciptaan karya lukisan.
Pada tahap ini meliputi beberapa proses mendetail dan merapikan bagian-bagian
dalam lukisan. Pengkilatan lukisan dengan menggunakan spray glossing agar
5. Bentuk Lukisan
1. Lukisan Berjudul “Sleep”
Gambar VI: Sleep, Charcoal, Pensil, 100cm x 100cm di atas kanvas.
Lukisan berjudul “ Sleep” menggambarkan keadaan bayi baru lahir. Bayi
baru lahir aktivitas atau tingkah laku yang biasa dilakukan adalah tidur. Belum
banyak aktivitas yang dilakukan bisa dilakukan. Penulis melukiskan bayi sedang
tidur di kasur dengan menggunakan selimut kemudian ada tangan yang menjulur
dimana tangan itu digenggam oleh bayi tersebut dengan tangannya sendiri.
Proses pembuatan lukisan ini dikerjakan menggunakan media charcoal,
akrilik di atas kanvas. Pada lukisan yang berjudul ”Sleep” terdapat objek utama
yaitu bayi yang sedang tidur kemudian ada objek selimut dan tangan yang
menjulur ke arah tangan bayi tersebut. Komposisi yang digunakan dalam lukisan
komposisi tenang sesuai dengan judul lukisan “Sleep” karena pada kondisi bayi
tingkah lakunya belum banyak bergerak dan juga komposisi ini sangat bagus
untuk dinikmati. Pada bagian background mengalami penyederhanaan dengan
menggunakan warna ungu lembut, sehingga mengesankan kesan datar pada
lukisan. Proses melukis atau penciptaan lukisan ini tidak menggunakan banyak
warna, untuk objek hanya menggunakan warna dari charcoal yaitu efek hitam dan
untuk putih dari kanvas. Teknik pembuatan objek menggunakan teknik drawing
dengan arsiran dan dusel. Perpaduan teknik kering (drawing) dengan teknik basah
(painting opaque) mengesankan kontras yang sangat kuat. Arsiran dari charcoal
batangan dan charcoal bubuk untuk membuat gelap terang sehingga
menghasilkan efek volume. Pada lukisan garis sangat berperan penting terutama
untuk pembuatan objek-objek yang ada dalam lukisan.
Penggunaan bidang pada lukisan yaitu pada pengelolaan garis yang
membentuk bidang figure anak-anak. Harmoni pada lukisan ini terletak pada
proporsi antara objek bayi dengan kasur dan selimut. Keseimbangan karya ini
terletak di kedua objek yang terletak pada satu titik yaitu di tengah. Irama pada
lukisan dapat kita jumpai pada pengulangan garis dan arsir glateri kasur dan
selimut, sedangkan kesederhanaan pada lukisan terletak pada warna objek dan
warna background karena warna background dan objek hanya menggunakan
satu warna saja. Harmoni pada lukisan terdapat pada perpaduan unsur seperti
garis, warna, bidang dan bentuk, sehingga menimbulkan keseimbangan. Kesatuan
Objek bayi tidak begitu mengalami banyak deformasi bentuk tapi hanya
muncul tangan dari balik lekukan-lekukan selimut. Pada lukisan posisi bayi
sedang tidur di atas kasur dan selimut dengan posisi bayi miring ke samping,
menggambarkan bayi dalam kondisi nyaman karena merasa dilindungi oleh
ibunya atau orang terdekatnya. Kasur dan selimut memberikan perlindungan
terhadap bayi tersebut, tangan yang keluar dari lekukan-lekukan selimut
merupakan bentuk kasih sayang ibunya dan juga untuk mengesankan kesan
surealistik. Lukisan ini menceritakan kondisi bayi yang masih sangat memerlukan
perlindungan dan bimbingan untuk pola perkembangan tingkah lakunya.
2. Lukisan berjudul “Want to know”
[image:52.595.158.480.390.685.2]Lukisan berjudul “Want to know” menggambarkan anak balita yang sedang
berada dalam telur dan di bawahnya ada sendok, kemudian ada kain yang
melingkar dengan dua tangan ke atas dan satu tangan menjulur ke samping dan
juga ke bawah seperti menadah. Objek anak balita memandang buku yang dibawa
burung yang sedang terbang menghampirinya. Pada lukisan ini membicarakan
tentang tingkah laku anak balita yang ingin tahu dunia luar.Lukisan ini dikerjakan
dengan menggunakan media charcoal, pensil dan Akrilik di atas kanvas. Pada
lukisan ini ada beberapa objek di antaranya objek balita, objek tangan, telur,
sendok buku dan burung. Komposisi yang digunakan adalah komposisi simetris
karena komposisi ini mengesankan ketenangan dan juga dilihat lebih bagus.
Penyederhanaan objek dan background pada lukisan ini menggunakan satu
warna yaitu warna kuning saja tidak menggunakan dua warna atau lebih. Hal ini
bertujuan menimbulkan kontras dengan objek yang ada sehingga
objek-objek yang ada akan keluar. Warna objek-objek dalam lukisan ini menggunakan warna
dari pensil, charcoal batang dan bubuk dengan arsir untuk kesan gelap terang dan
volume. Background terlihat datar karena menggunakan satu warna saja. Teknik
yang digunakan teknik drawing untuk objek yang ada di lukisan. Arsir
menggunakan pensil sedangkan dusel menggunkan kuas dan kapas. Background
lukisan menggunakan teknik painting.
Warna yang digunakan dalam lukisan ini yaitu warna kuning akrilik dan
warna hitam dari pensil serta warna hitam charcoal. Background menggunakan
warna kuning, kemudian objek balita mengalami deformasi bentuk dengan adanya
mengalami deformasi bentuk masih sesuai dengan bentuk burung aslinya. Arti
dari background berwarna kuning memiliki makna rasa keingintahuan atau
belajar.
Harmoni pada lukisan terdapat pada hubungan hubungan antara garis,
warna, bidang dan bentuk. Keseimbangan pada lukisan terletak pada
penggerombolan objek tangan, objek anak, dan objek kain glateri. Kesederhanaan
terletak pada warna background dan warna objek pada lukisan. Proporsi dapat
terlihat pada hubungan dari bagian seperti keseimbangan, irama dan kesatuan
yang terletak pada lukisan tersebut.
Pada lukisan tiap-tiap objek pendukung merespon objek utama yang
menggambarkan tentang tingkah laku anak itu. Objek utama anak-anak sedangkan
yang lainnya seperti tangan, sendok, buku, telur yang pecah dan burung sebagai
objek pendukung.
Judul lukisan ini menceritakan tentang anak-anak yang merasa ingin
mengetahui apa yang ada di luar sana. Maksud dari di luar yaitu sosialisasi dengan
teman-temannya maupun dengan orang yang dekat dari rumahnya. Objek-objek
pendukung tersebut mewakili dari tiap-tiap interaksi sosialnya. Misalnya dia
keluar dari telur menggambarkan bahwa dia merasa ingin mencari sesuatu yang
berbeda ketika dia masih ada di dalam rumahnya atau ingin belajar.
Tangan-tangan yang menjulur-julur sebagai gambaran perlindungan orang
tuannya. Burung membawa buku menggambarkan proses belajar maksudnya
ketika anak mulai berinteraksi dengan orang-orang diluar sana anak tersebut akan
rumahnya dan berinteraksi dengan orang-orang yang ada di luar sana. Jadi objek
burung itu sebagai penyampai hal-hal baru atau ilmu pengetahuan kepada anak
tersebut. Telur yang pecah melambangkan rumah tempat tinggal dia dengan
keluarganya.
3. Lukisan Berjudul “Cry”
Gambar VIII: Cry, Charcoal, Pensil, 76 x 140 cm di atas kanvas.
Lukisan berjudul “Cry” menggambarkan seorang anak balita yang sedang
menangis karena teman khayalannya diambil oleh orang. Teman khayalannya
dengan menggunakan media charcoal dan cat Akrilik di atas kanvas. Pada lukisan
ini terdapat tiga objek yang pertama anak balita yang sedang menangis sebagai
objek utama kemudian objek boneka beruang dan objek tangan sebagai objek
pendukung.
Komposisi yang digunakan pada lukisan ini adalah keseimbangan simetris.
Penggunaan komposisi simetris sangat bagus untuk dilihat. Penyederhanaan pada
background diterapkan pada lukisan ini, yaitu hanya menggunakan warna
abu-abu. Background hanya satu warna saja sehingga mengesankan kesan datar,
sedangkan untuk warna objek pada lukisan menggunakan warna hitamnya
charcoal dengan teknik drawing arsiran untuk mengesankan gelap terang dan
volume. Penggunaan unsur garis sangat terasa sekali pada objek yang ada di
lukisan karena pada penggarapan objek menggunakan arsir dan juga dusel.
Penggunaan bidang yaitu pada objek-objek yang ada di lukisan.
Harmoni pada lukisan ini terletak pada hubungan antara garis, warna,
bidang dan bentuk, sedangkan untuk penggunaan kontras sangat terasa sekali dari
perpaduan antara warna objek dengan background. Keseimbangan pada lukisan
ini yaitu terletak pada objek dengan boneka dan tangan, sedangkan kesederhanaan
terletak pada penyederhanaan warna baik warna background maupun warna
objek. Irama terletak pada garis pada baju dan kain yang tertarik ke atas. Kesatuan
lukisan ini terletak pada perpaduan unsur-unsur seni yang ada pada lukisan
membentuk komposisi yang utuh.
Objek anak balita mengalami deformasi dan distorsi bentuk yaitu tubuh bayi
mengalami deformasi yaitu dengan bentuk tangan memanjang seperti kain.
Teknik yang digunakan yaitu teknik drawing atau sering disebut dengan teknik
kering. Pada pembuatan objek menggunakan arsiran dan dusel, sedangkan pada
pembuatan background menggunakan teknik painting.
Judul Karya “Cry” bercerita tentang anak balita yang menangis karena
boneka Beruangnya diambil oleh seseorang. Pada anak balita ada yang namanya
teman khayalan teman khayalan bisa berbentuk boneka ataupun benda lainnya
yang disenangi oleh anak tersebut. Pada karya saya ini teman khayalan berupa
boneka Beruang. Bagi anak boneka Beruang merupakan teman khayalannya yang
tidak bisa dipisahkan. Simbol tidak bisa dipisahkan yaitu boneka menyatu dengan
badan kemudian ditarik oleh tangan seseorang dan seolah-olah tubuh anak
tersebut seperti memanjang tidak mau terlepas dari boneka itu. Akhirnya anak
tersebut menangis, itu merupakan bagian dari tingkah laku anak. Jadi lukisan ini
bercerita tentang anak tidak mau terlepas dari boneka kesayangannya karena
boneka kesayangannya merupakan teman khayalannya yang selalu ada
4. Lukisan berjudul “Fight”
Gambar IX: Fight, Charcoal, Pensil 100 x 120 cm di atas kanvas.
Lukisan berjudul “Fight” menggambarkan tingkah laku anak-anak yang
sedang bertengkar satu sama lain, ketika bertengkar biasanya mereka merebutkan
sesuatu atau saling ejek mengejek. Keadaan seperti ini biasanya tidak akan lama
mereka akan langsung akur lagi, bermain bersama lagi, bercanda dan tertawa
bersama-sama. Komposisi yang digunakan adalah komposisi keseimbangan
Penyederhanaan pada background diterapkan pada lukisan ini yaitu hanya
menggunakan satu warna yaitu merah lembut atau merah muda untuk
background, kemudian untuk objek anak-anak hanya menggunakan warna dari
charcoal dan pensil yaitu efek arsir dan dusel dengan warna hitam yang
mengesankan volume.
Pada proses penciptaan lukisan warna yang digunakan hanya menggunakan
dua warna yaitu warna merah lembut dan hitam charcoal. Penggunaan garis
sangat dominan pada lukisan ini karena obyek utama dan pendukung
menggunakan teknik drawing. Penggunaan bidang yaitu pada bentuk objek anak
yang tubuhnya menyatu. Harmoni pada lukisan ini yaitu dari susunan unsur-unsur
seni. Irama terletak pada pembuatan garis lekukan glateri baju pada anak.
Keseimbangan pada lukisan ini yaitu adanya penggerombolan objek di tengah.
Harmonisasi dapat dilihat dari hubungan antara garis, warna, bidang dan bentuk.
Proporsi pada lukisan ini yaitu adanya perpaduan antara irama, keseimbangan,
dan kesatuan pada lukisan. Kesatuan terdapat pada hubungan objek dengan
background, sedangkan untuk objek anak mengalami deformasi bentuk yaitu dua
badan anak yang saling menyatu. Objek utama dua anak yang tubuhnya menyatu
sedangkan objek pendukung pada lukisan ini tidak ada.
Judul karya “Fight” menggambarkan tingkah laku anak kecil ketika mereka
bermain dengan temannya. Pa