• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di Kab. Lampung Selatan dan Lampung Timur, Provinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Inventarisasi dan Evaluasi Mineral Logam di Kab. Lampung Selatan dan Lampung Timur, Provinsi Lampung"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI DAN EVALUASI MINERAL LOGAM

DI DAERAH KAB. LAMPUNNG TIMUR DAN KAB. LAMPUNG SELATAN, PROVINSI LAMPUNG

Oleh : Kisman dan Deddy T. Sutisna Sub Dit. Mineral Logam

S A R I

Inventarisasi dan evaluasi sumber daya mineral logam dilakukan di daerah Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Kegiatan difokuskan pada logam besi, sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan pasokan bahan baku besi pada saat ini.

Bijih besi yang terdiri dari magnetit dan hematit ditemukan di bagian tengah Lembar Tanjungkarang, terpusat di Pematang Burhan dan Pematang Kawat di sekitar kampung Lematang (Andi Mangga S., dkk., 1994). Kemungkinan bijih besi tersebut terbentuk sebagai endapan di dalam batuan malihan Kompleks Gunungkasih. Terobosan dasit Ranggal di dekatnya, merupakan sumber cairan panas yang mengandung mineral pembawa besi.

Terdapat dua jenis endapan bijih besi yang berbeda di daerah penyelidikan, daerah Mengandung Sari dan Negerikaton Lampung Timur, umumnya merupakan zona bijih besi laterit yang merupakan hasil pelapukan dari batuan beku basal yang bersifat basa. Pembentukan bijih besi laterit ditandai dengan adanya lapisan tipis besi limonitik pada bagian atas. Kadar rata-rata tanah laterit dari pemboran adalah 12,05%Fe, dengan sumber daya hipotetik di daerah Mengandung Sari 1.956.562,5 ton bijih Fe. Sumberdaya hipotetik besi laterit jenis ferricrete di daerah Negerikaton 553.017,5 ton bijih Fe dengan kadar 43,83%Fe.

Bijih besi primer di Lampung Selatan (Tanjung Senang, Burhan, Sabah Balau dan Gebang) batuan intrusinya adalah granodiorit, yang nampak tersingkap adalah batugamping sisipan pada Formasi Lampung yang sebagian telah mengalami metamorfosis menjadi kwarsit. Bijih besi itu sendiri terjebak dalam batuan gneisik dari kwarsit, sehingga daerah ini dikategorikan sebagai endapan tipe skarn (Kursten M, 1962). Bijih besi di Tanjung Senang I, berkadar 54,03% - 63,14%Fe, sumber daya hipotetiknya 1.364.250 ton bijih Fe; di Tanjung Senang II, berkadar 63,88%Fe - 65,92%Fe, sumber daya hipotetiknya 3.200.250ton bijih Fe; di Gunung Waja, berkadar 47,91%Fe, sumber daya hipotetiknya 199.179,48 ton Fe dan di Sabah Balau, berkadar 55,05%Fe - 59,47%Fe, dengan sumber daya hipotetiknya 6.375.000 ton bijih Fe.

ABSTRACT

Inventory and evaluation of mineral resources has been done in the West Lampung Regency and South Lampung Regency, the Province of Lampung. In accordance with the world demand of iron ore, the inventory foccuse on the iron distribution.

Magnetite and hematite iron ore distribute in center part of Tanjungkarang Quadrangle, concentrated in Pematang Burhan and Pematang Kawat in the Lematang village (Andi Mangga S., dkk., 1994). Probably, the iron ore formed in metamorfic rock Gunung Kasih complex. Ranggal intrusion, with dacitic composition tend to be act as heat source in forming of iron minerals.

Two type of iron ore has been forms : lateritic iron ore and primary magnetite and hematite iron ore. Lateritic iron ore has been found in the Mangandung Sari districts and Negerikaton village in East Lampung Regency. Basaltic rock tend to be source of lateritic iron ore, thin layer limonitic of iron oxide form in the upper part of the weathering profile.

(2)

Primary iron ore of South Lampung (Tanjung Senang, Burhan, Sabah Balau and Gebang) formed as a result of granodiorite intrusion to the sandstone of Lampung Formation. The sand stone metamorfed to quarzite due to the granodiorite intrusion. Limestone interfingering with sandstone in the Lampung Formation. The persent of limestone which is intruded by granodiorite assumed skarn type (Kursten, M., 1962). The grade of primary iron ore of Tanjung Senang I, 54,03% - 63,14%Fe, with 1.364.250 tons iron ore (Hypotetic Resources). Tanjung Senang II, 63,88%Fe - 65,92%Fe, with 3.200.250 tons iron ore (Hypotetic Resources). Gunung Waja, 47,91%Fe, with 199.179,48 tons iron ore (Hypotetic Resources) and Sabah Balau, 55,05%Fe - 59,47%Fe, with 6.375.000 tons iron ore (Hypotetic Resources).

PENDAHULUAN

Kegiatan inventarisasi dan evaluasi sumber daya mineral di daerah sangat diperlukan, agar data dan informasi dapat diketahui secara jelas dan terperinci. Informasi kekayaan sumber daya mineral di daerah-daerah masih belum tercatat dengan baik dan lengkap, oleh karena itu sebagai bahan pertimbangan bagi penentu kebijakan di daerah maupun pusat, perlu penyempurnaan.

Salah satu kegiatan inventarisasi dan evaluasi sumber daya mineral logam dilakukan di daerah Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung (lihat gambar 1). Kegiatan ini difokuskan pada logam besi, sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan pasokan bahan baku besi pada saat ini.

Gambar 1. Peta Lokasi keterdapatan bijih besi di Kab. Lampung Timur

dan Kab. Lampung Selatan METODA

Berdasarkan beberapa referensi di daerah tersebut memiliki potensi sumber daya logam besi. Sehingga data ini sangat diperlukan untuk pembuatan Bank Data Sumber Daya Mineral Nasional dengan data yang terbaru dan akurat baik keberadaan maupun posisinya. Data tersebut dapat membantu memudahkan pemerintah daerah setempat untuk mengembangkan wilayahnya guna menggali pendapatan asli daerah di bidang pertambangan, yang pada gilirannya akan mempercepat keberhasilan pembangunan daerah.

Metoda inventarisasi dan evaluasi berupa pengumpulan data sekunder dan primer. Data sekunder potensi mineral logam daerah Kabupaten Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan, diambil dari sumber neraca yang ada di Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral, dari laporan-laporan berbagai sumber di perpustakaan DIM, P3G, PPTM dan LIPI. Data dari Dinas Pertambangan dan Energi di kabupaten belum ada dan masih terbatas pada data bahan galian golongan C.

(3)

Pengambilan conto laterit dengan menggunakan alat bor tangan dengan kedalaman dua sampai empat meter. Conto batuan dan tanah laterit dianalisa kimia untuk mengetahui kandungan terutama unsur Fetotal dan unsur lainnya yang terkait,

sebagian batuan dan bijih dianalisis petrografi dan mineragrafi.

Sedangkan untuk mengetahui sebaran bijih besi dan tanah laterit dengan cara membatasi daerah yang diperkirakan pada peta dan didigitasi, juga menggunakan korelasi antar titik bor untuk luas tanah laterit, dihitung dengan metoda included area atau area of influence. Adapun untuk mengetahui sumber daya bijih besi, unsur-unsur dalam perhitungannya dengan mengambil asumsi, sehingga hasilnya berupa sumber daya hipotetik yang tingkat kepercayaannya kurang lebi hanya 50%.

Asumsi perhitungan sumber daya hipotetik berdasarkan diantaranya adalah ketebalan, berat jenis dan tingkat kepercayaan. Ketebalan endapan besi ferricrete 25m (30 m menurut Douglas B. Yager et al., 2005), besi primer 50m, sedangakan berat jenis laterit 2,5; ferricrete 3,5 (setara dengan rata-rata goethite), besi primer 5,1 (setara berat jenis magnetit terendah Emsley, J., 1991). Adapun rumus yang digunakan adalah luas x tebal x berat jenis = ton bijih.

GEOLOGI REGIONAL

Berdasarkan pembagian fisiografi dari Peta Geologi Lembar Tanjungkarang (Andi Mangga S.,dkk 1994), secara umum daerah ini dibagi menjadi tiga satuan morfologi yaitu : dataran bergelombang di bagian timur dan timurlaut, pegunungan terjal di bagian tengah dan baratdaya dan daerah pantai berbukit sampai datar. Daerah dataran bergelombang terdiri dari endapan vulkanoklastik Tersier-Kuarter dan aluvium dengan ketinggian beberapa puluh meter di atas muka laut. Pegunungan Bukit Barisan terdiri dari batuan beku dan malihan serta batuan gunungapi muda (lihat gambar 2).

Stratigrafi

Stratigrafi regional di daerah ini disusun oleh batuan-batuan dari Runtunan Pra-Tersier, Runtunan Tersier, Runtunan Kuarter dan Batuan Terobosan.

Runtunan Pra-Tersier, terdiri dari batuan tertua adalah runtunan batuan malihan

derajat rendah-sedang, yang terdiri dari sekis, genies, pualam dan kuarsit, yang termasuk Kompleks Gunungkasih. Kompleks Gunungkasih terdiri dari sekis kuarsa pelitik dan grafitik, pualam dan sekis gampingan, kuarsit serisit, suntikan migmatit, sekis amfibol dan ortogenes. Dengan asumsi bahwa penyebaran litologi ini mencerminkan keadaan geologi kompleks tersebut, memberikan dugaan kuat bahwa runtunan batuan beku malihan (Pzgs) merupakan sisa busur magma Paleozoikum serta sisa-sisa runtunan sedimen malih parit atau tanah muka yang berhubungan dengan busur tersebut. Kemungkinan lain bahwa Kompleks Gunungkasih merupakan bagian dari bongkah alohton atau “exotic” yang terakrasikan terhadap tepi benua Paparan Sunda pada Paleozoikum Akhir atau Mesozoikum Awal, sehingga tidak mempunyai sejarah pemalihan yang sama dengan batuan malihan lainnya di Sumatera.

Formasi Menanga termasuk batuan pra-Tersier yang berumur Mesozoikum tidak mengalami pemalihan. Formasi ini terdiri dari batulempung-batupasir tufan dan gampingan, berselingan dengan serpih, sisipan batugamping, rijang dan sedikit basal.

(4)

Runtunan Kuarter, terdiri dari lava Plistosen, breksi dan tufa bersusunan andesit-basal di Lajur Barisan, basal Sukadana celah di Lajur Palembang, batugamping terumbu dan sedimen aluvium Holosen.

Batuan Terobosan, di daerah Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur, batuan beku pluton bersusunan alkalin-kapur tersingkap di seluruh Lajur Barisan. Bukti-bukti radiometri dan lapangan memberikan dugaan adanya tiga perioda utama kegiatan plutonik berumur pertengahan Kapur Akhir, Tersier Awal dan Miosen. Terobosan Kapur merupakan yang terluas sebarannya dan mungkin merupakan bagian dari sebagian batolit tak beratap yang meluas sampai Lembar Kotaagung. Terobosan ini terdiri dari pluton-pluton Sulan, Sekampung-Kalipanas, Branti, Seputih dan Kalimangan, dengan kisaran umur dari 113 ± 3 sampai 86 ± 3 juta tahun, dan bersusunan diorit sampai granit. Walaupun semua pluton tersebut merupakan tipe-I, ada kaitannya dengan penunjaman, berupa granitoid busur gunungapi atau tepi benua. Sejarah pluton di daerah Lampung ini sangat Kompleks karena beberapa batuan terobosan telah tercenangga sedangkan lainnya tidak. Pentarikhan tertua 113-111 juta tahun, berasal dari batuan terobosan Granodiorit Sulan yang tidak tercenangga, yang jelas menerobos sekis malihan Way Galih Kompleks Gunungkasih. Batuan terobosan Branti dan Seputih secara litologi adalah granodiorit-biotit yang sangat mirip, batuan terobosan Branti berumur 86 ± 3 juta tahun, dan tidak tercenangga. Retas-retas granodiorit biotit tak terdaunkan yang di beberapa tempat memotong diorit Sekampung yang terdaunkan, di lapangan ditafsirkan sebagai fasies afanitik granodiorit Branti. Hal ini rupanya disebabkan oleh umur nisbi isotop dan tektonikanya. Umur Granit Kalimangan ditafsirkan sama dengan umur batuan terobosan Branti dan Seputih. Batuan terobosan Tersier di daerah ini terdiri dari Granit Jatibaru Eosen (?) dan berbagai batuan terobosan kecil yang ditafsirkan berumur Miosen Tengah berdasarkan terobosannya dengan Formasi Hulusimpang.

Struktur Geologi

Struktur geologi regional, Sumatera yang terletak di sepanjang tepi barat daya

Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara merupakan bagian dari Busur Sunda. Kerak samudera yang telah mengalasi Samudera Hindia dan sebagian Lempeng India-Australia, telah menunjam miring di sepanjang Parit Sunda di lepas pantai barat Sumatera (Hamilton,1979). Lajur pertemuan miring ini termasuk dalam Sistem Parit Busur Sunda yang membentang lebih dari 5.000 km dari Birma sampai Indonesia bagian timur.

Letak busur dan parit yang terdapat sekarang mungkin terjadi sejak Miosen. Tekanan yang terjadi akibat penunjaman miring tersebut secara berkala dicerminkan oleh sesar-sesar yang sejajar dengan tepi lempeng dan dibuktikan di dalam Sistem Sesar Sumatera yang membentang sepanjang pulau dan merentas Busur Barisan. Sehubungan dengan busur magma tersebut, dari barat ke timur, Sumatera dapat dibagi menjadi empat mandala tektonik (Andi Mangga S.,dkk 1994), yaitu : Lajur Akrasi atau Mentawai, Lajur Busur Muka atau Lajur Bengkulu, Lajur Busur Magma atau Lajur Barisan dan Lajur Busur Belakang atau Lajur Jambi-Palembang.

Mineralisasi

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa secara regional, geologi daerah Lampung pada umumnya dikuasai oleh persesaran dan batuan beku yang berhubungan dengan lajur penunjaman; khususnya, batuan gunungapi andesit Tersier dan sejumlah besar granitoid alkalin-kapur. Oleh sebab itu, secara geologi daerah ini sangat prospektif untuk pemineralan emas epitermal dan yang berhubungan dengan terobosan batuan beku (Andi Mangga S., dkk., 1994).

Emas dan perak di dalam urat-urat kuarsa pada batuan vulkanik berumur Oligo-Miosen di Lembar Tanjungkarang dianggap sebagai pemineralan tipe epitermal, dengan ciri khas struktur vuggy, banding dan crustiform dengan mineral-mineral mangan, spalerit dan kalkopirit dalam Formasi Tarahan (Crow M.J.,1994).

(5)

g/t Ag.

Sedikit pemineralan sulfida, pirit dan kalkopirit, terdapat di dalam batuan gunungapi Hulusimpang. Zwierzycki (1932) juga melaporkan terdapatnya sulfida Cu-Pb-Zn bersama urat-urat kuarsa di daerah Bukit Dandar di pantai barat Teluk Lampung. Lebih jauh Zwierzycki juga melaporkan adanya sulfida Pb-Zn di dalam urat kuarsa yang terdapat pada sekis malihan Kompleks Gunungkasih di S. Bekarang di sebelah utara Pluton Sulan.

Endapan besi pejal yang terdiri dari magnetit dan hematit ditemukan di bagian tengah Lembar Tanjungkarang, terpusat di Pematang Burhan dan Pematang Kawat di sekitar kampung Lematang. Kemungkinan bijih besi tersebut terbentuk sebagai endapan berlapis kasar di dalam batuan malihan Kompleks Gunungkasih. Pengaruh terobosan dasit Ranggal di dekatnya, tidak diketahui apakah terobosan tersebut membawa sejumlah besar pirit dan diduga merupakan sumber urat kuarsa yang mengandung emas tersebut di atas. Jadi jelas, terobosan tersebut merupakan sumber cairan panas yang mengandung mineral. Cairan itu telah melarutkan besi dari dalam runtunan batuan malihan dan mengendapkannya kembali sebagai "iron hats" di tempat lain dalam runtunan tersebut. HASIL PENYELIDIKAN

Geologi daerah Mengandung Sari dan Negerikaton, Kabupaten Lampung Timur dibagi menjadi tiga unit satuan batuan, yaitu alluvium, tufa dari Formasi Lampung dan basal.

1. Alluvium, terdiri dari kerakal, kerikil, terdapat di bagian hilir sungai dan rawa-rawa, merupakan pasir lepas yang penyebarannya sangat terbatas pada daerah bagian hilir Sungai Tanjung Iman.

2. Tufa, merupakan bagian dari Formasi Lampung, tersebar pada bagian tenggara daerah penyelidikan. Satuan batuan ini membentauk morfologi perbukitan yang tidak begitu tinggi. Pada satuan tufa ini tersebar juga limonitik besi yang penyebarannya tidak merata. Pada beberapa tempat terdapat profil lapisan tanah yang tekupas oleh jalan, terlihat jelas lapisan limonitik dengan ketebalan beberapa sentimeter.

3. Basal, tersebar di bagian timur dan utara daerah penyelidikan. Batuan ini berwarna kelabu, massif dan kadang-kadang berongga. Diduga merupakan bahan asal pembentukan tanah laterit yang mengandung bijih besi. Kadang-kadang terdapat mineral bijih bersifat magnetis. Lapukan dari batuan ini nampak oksida besi dengan intensitas kemagnetan sedang. Pada tempat-tempat tertentu di daerah yang ditempati oleh satuan basal terdapat bijih besi magnetik, kadang-kadang terdapat juga ghoetit.

Geologi daerah Lematang, Kabupataen Lampung Selatan ditempati oleh tiga satuan batuan yaitu : Satuan Batuan Gamping, Satuan Batuan Kuarsit dan Satuan Batuan Beku Granodiorit.

Satuan Batuan Gamping, Satuan batuan ini terdapat di aliran S. Langgar di sebelah utara daerah uji petik. Secara fisik berwarna putih kusam, tersingkap berupa boulder-boulder dari beberapa puluh sentimeter sampai satu meter. Penyebarannya mengelompok kadang-kadang terdapat di lereng bukit. Kontak dengan batuan beku tidak terlihat dengan jelas. Namun ada indikasi bahwa adanya kontak batuan ini berperan dalam pembentukan mineralisasi bijih.

(6)

berwarna coklat tua-merah kehitaman yang mencerminkan zona lapukan dari oksida besi magnetit.

Satuan Batuan Granodiorit, Satuan batuan ini nampak di sebelah barat hulu S. Seteluk dan bagian utara S. Langgar daerah uji petik. Bentuk bentang alam yang ditempati oleh satuan ini membentuk lereng yang relatif lebih terjal dibandingkan dengan bentuk bentang alam yang ditempati satuan batuan lainnya. Secara fisik nampak batuan beku granodiorit berwarna abu-abu gelap dengan mineral-mineral pembentuk batuan kuarsa, felspar, biotit sedikit klorit. Tekstur sedang sampai kasar. Batuan beku ini menunjukkan sebagai sumber panas dari sistem pembentukkan bijih besi primer.

Sketsa 1. Sketsa lubang bor “hand auger” pada pemboran tanah laterit, angka sebelah kanan menunjukkan kedalaman lubang dan angka sebelah kiri

menunjukkan kadar Fetotal pada interval

kedalamannya, Daerah Mengandung Sari, Kec. Sekampung Udik.

Pada pemboran uji tanah laterit yang dilakukan di daerah Mengandung Sari terdapat lima titik bor yang dapat membentuk satu daerah poligon tertutup, sehingga dapat dihitung dimensinya. Untuk mengetahui luas daerah dapat dihitung dengan metoda included area atau area of influence. Mineralisasi Bijih Besi

1. Bijih besi laterit adalah tanah pelapukan berwarna merah kecoklatan dengan beberapa pebble/kerikil limonit. Hal ini menunjukkan berasal dari batuan basal yang telah menjadi lapuk oleh cuaca, udara dan air tanah/hujan pada periode tertentu. Sedangkan besi laterit jenis ferricrete adalah konglomerat yang terdiri dari pasir dan gravel permukaan yang direkat oleh semen yang berupa oksida besi yang berasal dari larutan besi yang keluar dari batuan induk basa atau ultrabasa karena proses pelarutan oleh air tanah. (Lamplugh,1902).

Penghitungan luas dengan included area mempunyai luas 626.100 m2, sedangkan dengan area of influence luasnya 2.008.000 m2. Untuk mengetahui ketebalan, dilihat dari korelasi titik-titik bor yang membentuk blok itu. Adapun titik-titik bor yang membentuk daerah poligon tertutup secara berturut-turut adalah SB2 sampai SB6, kedalaman rata-rata 0,0 m – 2,5 m, serta kadar Fe

Tanah penutup pada besi laterit ini menunjukkan adanya konsentrasi besi yang cukup significant. Luas penyebarannya hampir mencakup 2/3 daerah uji petik, menempati hampir seluruh daerah perkebunan penduduk, dengan ketebalan satu sampai 2,5 m. Sebagai uji coba untuk mengetahui ketebalan tanah laterit ini dilakukan pemboran dengan hand auger, kedalamannya ada yang mencapai 4,5 m pada titik bor SB4, lihat sketsa-1 di bawah.

total kisarannya antara

10,36% - 12,05%, lihat sketsa-2 di bawah.

(7)

Tabel-2. Sumber Daya Hipotetik Bijih Besi

2. Bijih besi primer, berupa bijih besi “pure magnetite” dan bijih besi magnetit yang mengandung pengotoran silika, merupakan bongkah “insitu”.

Sumber

Sejumlah conto bijih besi dan tanah laterit telah diambil baik dari paritan ataupun bongkahan serta tanah laterit dari pemboran tanah, yang selanjutnya untuk dianalisa dengan berbagai jenis lihat tabel-

1 Mengandung Sari

12,05% 1.956.562, 5 2 Negerikaton 43,83% 553.017,5 3 Tanjung

Senang I

54,03%-63,14%

1.364.250

Tabel-1. Daftar Conto Tanah dan Batuan

Untuk Analisis Laboratorium 4 Tanjung Senang II 63,88%-65,92% 3.200.250 Nomo

Analisis 5 Gunung Waja 47,91% 199.179,48 1 Tanah

dari test pit

11 Kimia

Mineral 6 Sabah Balau 55,05%Fe-59,47% 6.375.000

2 Tanah

Batuan basal merupakan batuan mafic/basa yang menjadi sumber terbentuknya endapan bijih besi laterit. Mineral-mineral olivin dan piroksen yang mengandung unsur-unsur besi dominan terdapat dalam batuan ini. Mineral olivin merupakan mineral silikat besi dan magnesium yang relatif mudah terhadap proses pelapukan, terutama pelapukan kimia. Rumus kimi mineral olivin adalah (Fe, Mg) SiO4.

4 Batuan 6 Petrografi

5 Bijih 11 Mineragraf

i

Keterdapatan bijih besi di dua daerah Kabupaten berdasarkan uji petik disajikan dalam gambar 3, sedangkan geologi dan conto bijih besi di daerah Lematang dapat dilihat pada gambar 4. Adapun keadaan geologi dan conto besi laterit di Mengandung Sari dan Negerikaton pada gambar 5 dan gambar 6.

Pada proses pelapukan terjadi fluktuasi permukaan air tanah naik, pada waktu itu garam-garam besi yang larut ke dalam air tanah diubah menjadi besi fero hidroksida. Pada waktu musim kemarau terjadi penurunan air tanah, pada saat itu besi feri hidroksida tertinggal di permukaan, kemudian bereaksi dengan oksigen dari udara dan air permukaan, pada saat tersebut fero hidroksida diubah menjadi feri hidroksida yang lebih stabil yaitu limonit, yang umumnya berwarna coklat kekuningan dan mengendap dipermukaan.

Sumber daya hipotetik bijih besi di daerah uji petik dari dua kabupaten adalah sebagaimana tercantum dalam tabel 2.

Reaksi kimia :

Fe++ + 2OH-==ÎFe(OH)2 besi

ferohidroksida

4Fe(OH)2 + 2H2O + O2 =Î 4Fe OH3

(8)

Secara geologi daerah penyelidikan umumnya ditutupi oleh batuan basal, tetapi tidak semua menjadi bijih besi laterit. Hal ini dapat diterangkan karena umumnya batuan basal tersebut tertutup dengan soil (tanah lapisan atas) sehingga tidak terjadi kontak dengan udara dan proses oksidasi tidak terjadi. Dalam kontek ini , nampak pada hasil analisis kimia, makin ke arah dalam kandungan Fe bijih laterit makin tinggi hampir mencapai 14% Fetotal.

Terjadinya bijih besi di daerah rawa-rawa atau daratan yang lebih rendah dan air tenang, karena proses pelapukan yang tertransportasi ke daerah-daerah rendah tersebut. Kemudian terjadi proses sedimentasi di daerah yang relatif datar pada daerah yang datar.

Sebaran bijih besi primer di daerah uji petik terdapat di beberapa lokasi seperti: G. Waja, Tanjung Senang I, Tanjung Senang II dan Penyambungan.

Bijih besi yang terdapat di Tanjung Senang I dan Tanjung Senang II merupakan bijih besi yang secara fisik sangat pejal, warna abu-abu kusam kehitaman, menyebar di puncak gunung, lereng, S. Langgar, S. Seteluk, berupa “float” sampai berdiameter dua meter. Singkapan tidak teramati , hanya bongkah-bongkah di puncak dan lereng merupakan bongkah “insitu”. Tanah pelapukan merupakan hasil pelapukan dari bijih besi oksida yang secara fisik berwarna coklat hitam kemerahan mengandung fragmen-fragmen oksida besi berukuran halus sampai beberapa sentimeter. Bijih besi tipe ini juga terdapat di bagian timur lereng G. Penyandingan.

Bijih besi magnetit yang mengandung pengotoran silika terdapat di daerah Penyandingan, Tanjung Senang II bagian barat dan pada beberapa tempat di Tanjung Senang I. Pengotoran silika terjadi karena sisa-sisa larutan magma yang tertinggal pada proses pembentukan bijih. Bijih besi yang mengandung silika ini terjadi pada pinggiran daerah kontak. Pada zona kontak ini juga masih kelihatan fragmen-fragmen kuarsa prismatik berwarna putih bening sampai kusam.

Arah umum penyebaran bijih besi magnetit ini berkisar arah utara-selatan dan baratlaut-tenggara. Pola struktur geologi mengontrol arah penyebarannya, terutama struktur arah utara-selatan.

Bentuk morfologi juga mencerminkan tempat-tempat sebaran bijih besi. Bentuk morfologi menunjukkan cerminan dari bongkah-bongkah bijih besi, hal ini dibuktikan dengan paritan yang dibuat berarah N120°E sepanjang 45 m, hampir seluruhnya berupa bongkah-bongkah magnetit.

KESIMPULAN

• Di daerah ini terdapat dua jenis bijih besi, yaitu laterit dan primer. Bijih besi laterit terdiri dari tanah laterit dan jenis Ferricrete.

• Bijih besi Ferricrete merupakan bagian dari bijih besi laterit.

• Satuan batuan beku basal merupakan “host rock” dari pembentukan bijih besi baik sebagai bijih besi laterit maupun bijih besi ferricrete.

• Satuan batuan beku basal ini tersebar luas di daerah uji petik Mengandung Sari maupun daerah uji petik Negerikaton. • Bijih besi tipe laterit ini kemungkinan

besar tersebar di daerah ini, hasil analisis fisika dan kimia dari conto-conto baik tanah laterit maupun bijih besi diperkirakan akan menunjang kemungkinan ini.

• Bijih besi tipe primer magnetit dan hematit yang ada di Lematang merupakan hasil proses kontak metasomatisme antara batuan beku granodiorit dengan batuan yang bersifat gampingan, sehingga endapan bijih di daerah ini dikategorikan tipe skarn.

Sifat-sifat bijih besi primer di daerah Lampung Selatan adalah :

1. Endapan bijih berbentuk lensa-lensa dalam batuan kwarsit dan sebagian bijih diluvium yang disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik.

2. Endapan pejal terutama magnetit, sedikit hematit dan goetit.

3. Kadar Fetotal berkisar 54,03% - 67,28%.

4. Kadar TiO2 berkisar 0,28% - 1,04%.

UCAPAN TERIMA KASIH

(9)

Lampung Timur dan Kabupaten Lampung Selatan. Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Bapak Dr. Bambang Setiawan dan Dr. Hadiyanto, juga pada Bapak Ir. Dwi Nugroho Sunuhadi atas koreksinya terhadap makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andi Mangga, S.,Amiruddin, Suwarti T., Gafoer S. dan Sidarto, 1994, Geologi Lembar Tanjungkarang, Sumatera, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Bemmelen, 1949, The Geologi of Indonesia Vol. II, Martinus Nijhoff the Hague.

Crow, M.J., Gurniwa A., McCourt W.J.,1994, Regional Geochemistry Tanjungkarang and Menggala Quadrangle(1110 & 1111) Southern Sumatera, Direktorat Sumberdaya Mineral, Bandung.

Douglas B. Yager, Stanley E. Church, Philip L. Verplanck, and Laurie Wirt, 2005, Ferricrete, Manganocrete, and Bog Iron Occurences with Selected Sedge Bogs and Active Iron Bogs and Springs in part of the Animas River Watershed, San Juan County, Colorado, U.S. Geological Survey.

Emsley, J., 1991; THE ELEMENTS : Sec. Ed., Clarendon Press, Oxford, 251 p. (download google Oktober 2005).

Hamilton, W., 1979, Tectonics of the Indonesian Region, US Government printing Office, Washington, p. 32-38.

(10)

Gambar 2. Peta Geologi Regional Kab. Lampung Timur dan Kab. Lampung Selatan (Andi Mangga, 1994)

(11)
(12)
(13)

Gambar

Gambar 1. Peta Lokasi keterdapatan bijih besi di Kab. Lampung Timur dan Kab. Lampung Selatan
Tabel-2. Sumber Daya Hipotetik Bijih Besi
Gambar 2.  Peta Geologi Regional Kab. Lampung Timur dan Kab. Lampung Selatan (Andi      Mangga, 1994)
Gambar 4. Peta Geologi dan Lokasi Conto daerah Lematang, Kec. Tanjung Bintang, Kab.     Lampung Selatan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kecamatan Dondo merupakan potensi yang paling besar dengan jumlah cadangan terkira sebesar 81 juta ton bijih dengan kadar 0,15 MoS2, yang telah dieksplorasi oleh PT.Rio Tinto

Formasi-formasi batuan yang terdapat di daerah penyelidikan yang mempunyai hubungan dengan keterdapatan mineral non logam ( non metallic mineral bearings formation ) adalah

Endapan bahan galian non logam yang terdapat di daerah Kabupaten Aceh Timur, antara lain adalah granit, batugamping, andesit, sirtu dan lempung, sedangkan endapan bahan galian

Indikasi mineralisasi pada daerah ini ditemukan berupa breksi hidrotermal dan urat kuarsa pada batuan lava andesitik sisipan breksi tufaan yang mengalami ubahan

Tangar Km 28, Km 28, Mentaya Mentaya Hulu Hulu Kotawaringin Kotawaringin Timur Timur 45,39 ( 45,39 ( konsentrat konsentrat ) ) Sebabi. Sebabi , Kota , Kota Besi Besi

Menurut data geologi sebagian daerah pedataran Di Daerah Kabupaten Kotawaringi Timur dan Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah mengandung sumberdaya endapan gambut

Hasil uji petik menunjukkan bahwa daerah Air Manggis, Kecamatan Lubuk Sikaping, Kabupataen Pasaman ditemukan bijih besi dengan jumlah sumber daya hipotetik ± 3.078.160 ton,

Formasi-formasi batuan yang terdapat di daerah penyelidikan yang mempunyai hubungan dengan keterdapatan mineral non logam (non metallic mineral bearings formation) adalah sebagai