PROYEK DIBEDAKAN BERDASAR GAYA
BELAJAR
SKRIPSI
Oleh
TIA CHRISTINA SARI NIM D04211016
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROFIL INKUIRI SISWA DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA BERBASIS PROYEK DIBEDAKAN
BERDASAR GAYA BELAJAR
Oleh : Tia Christina Sari
ABSTRAK
Tujuan pembelajaran matematika adalah untuk membantu siswa mengembangkan kompetensi matematika. Cara membangun kompetensi matematika siswa yaitu dengan serangkaian proses ilmiah. Salah satu masalah dalam pembelajaran matematika adalah rendahnya keterampilan inkuiri siswa. Penyebab rendahnya keterampilan inkuiri siswa adalah proses pembelajaran yang kurang tepat, padahal keterampilan inkuiri juga merupakan salah satu aspek yang penting. Untuk meningkatkan keterampilan inkuiri siswa dapat dilakukan dengan cara membiasakan siswa dengan proses pembelajaran berproyek. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil inkuiri siswa dalam pembelajaran matematika berbasis proyek dibedakan berdasar gaya belajar.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini berjumlah 6 orang yang diambil dari siswa kelas X TKJ 1dan X TKJ 2 di SMK YPM 7 Tarik yang didasarkan pada gaya belajar siswa. Pengumpulan data dengan lembar observasi dan wawancara. Lembar observasi dan wawancara tersebut dianalisis berdasarkan indikator tahapan inkuiri.
Berkaitan dengan tujuan penelitian, hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah subjek dengan gaya belajar visual mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan menengah, sedangkan subjek dengan gaya belajar auditori mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan lanjutan. Dan subjek dengan gaya belajar kinestetik mampu melakukan keterampilan inkuiri pada tahap keterampilan terpadu berdasarkan tahapan Hirarqi of Inquiry.
DAFTAR ISI
SAMPUL LUAR ... i
HALAMAN JUDUL... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi Operasional ... 10
F. Batasan Penelitian ... 11
G. Sistematika Pembahasan ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13
A. Tahapan Penemuan Ilmiah (Hirarqi of Inquiry) ... 13
1. Inkuiri ... 13
2. Hirarqi of Inquiry ... 14
B. Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek ... 20
1. Pembelajaran Matematika ... 20
2. Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek ... 21
3. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek ... 22
4. Prosedur Pembelajaran Berbasis Proyek ... 23
5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek... 25
6. Hubungan Pembelajaran Berbasis Proyek dengan Inkuiri ... 26
D. Materi Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek
dengan Tahapan Hirarqi of Inquiry ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
A. Jenis Penelitian ... 32
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
C. Subjek Penelitian ... 32
D. Teknik Pengumpulan Data... 33
E. Instrumen Pengumpulan Data ... 35
F. Teknik Analisis Data ... 36
G. Prosedur Penelitian ... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40
A. Paparan Data dan Analisis Data ... 40
1. Data Inkuiri Siswa dengan Gaya Belajar Visual ... 40
a. Subjek dengan Gaya Belajar Visual V1 ... 40
b. Subjek dengan Gaya Belajar Visual V2 ... 53
2. Data Inkuiri Siswa dengan Gaya Belajar Visual ... 68
a. Subjek dengan Gaya Belajar Auditori A1 ... 68
b. Subjek dengan Gaya Belajar Auditori A2 ... 80
3. Data Inkuiri Siswa dengan Gaya Belajar Kinestetik ... 91
a. Subjek dengan Gaya Belajar Kinestetik K1 ... 91
b. Subjek dengan Gaya Belajar Kinestetik K2 ... 103
4. Perbedaan Profil Inkuiri Siswa Berdasar Gaya Belajar ... 113
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 116
1. Proses Inkuiri Siswa Bergaya Belajar Visual ... 116
2. Proses Inkuiri Siswa Bergaya Belajar Auditori ... 117
3. Proses Inkuiri Siswa Bergaya Belajar Kinestetik ... 119
4. Perbedaan Aspek Inkuiri Siswa Berdasar Gaya Belajar... 120
C. Diskusi Hasil Penelitian ... 122
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 123
A. Simpulan ... 123
B. Saran ... 124
DAFTAR PUSTAKA ... 125
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki proses memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Proses ini
membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan
kemauan bekerjasama yang efektif.1 Proses yang dibutuhkan
tersebut dapat dikembangkan dengan belajar matematika.
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah. Salah satu alasan mengapa matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan karena matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Selain itu matematika juga mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan berbagai disiplin ilmu yang mampu melatih proses daya pikir manusia.
Secara filosofi matematika berpola pikir deduktif, tetapi dalam pembelajaran matematika dapat diajarkan secara induktif. Sifat-sifat dalam matematika ada yang diperoleh berdasarkan kenyataan di lapangan, ada pula yang diperoleh dari pola pikir manusia.2 Dalam membangun kompetensi matematika siswa, dapat dilakukan dengan serangkaian pembelajaran matematika dengan pendekatan ilmiah. Pembelajaran dengan pendekatan ilmiah ditekankan kepada proses mental siswa secara maksimal. Siswa tidak hanya berperan sebagai
1
Depdiknas.(2003). Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika [Online]. Tersedia :
http://sasterpadu.tripod.com/sas_store/Matematika.pdf [28 Pebruari 2015] pukul 07.30
2
penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan menemukan sendiri inti dari suatu materi pelajaran. Seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self confident).3
Pembelajaran matematika dengan pendekatan ilmiah
diharapkan dapat mengembangkan pengalaman belajar siswa. Siswa dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis percobaan, merancang instrumen percobaan, mengumpulkan dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan. Apabila siswa dari awal proses pembelajaran sampai akhir proses pembelajaran melakukan percobaan secara mandiri maka dapat melatihkan sikap ilmiah siswa, mulai dari proses menemukan suatu
masalah sampai menghasilkan suatu produk serta dapat
mengkomunikasikan hasil produk.4
Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan Gulo bahwa: “Strategi inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh proses siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.5
Pembelajaran matematika ditekankan untuk mempelajari proses menemukan fakta sendiri, menghasilkan suatu produk dari hasil penyelidikan yang dilakukan secara mandiri sehingga dapat mengasah sikap ilmiah pada siswa. Dengan demikian dalam pembelajaran matematika, siswa tidak hanya harus menguasai dan memahami konsep, fakta, prinsip, atau fenomena alam saja tetapi juga menuntut siswa untuk terlibat langsung dalam suatu proses
3Fanny Adibah, Skripsi: “ Pengembangan perangkat pembelajaran matematika
dengan pendekatan inkuiri di kelas VIII Mts Negeri 2 Surabaya, (Surabaya: IAIN,2009),h.3
4 Ferra Tri Puspita Sari, Skripsi: ” Profil Proses Inkuiri dan Profil Belajar Siswa
SMK berdasarkan Level Of Inqury Model,( Bandung : UPI, 2014),h.1 5
Trianto,2009. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
penemuan pengetahuan. Dengan melibatkan siswa dalam proses penemuan pengetahuan berarti melatih proses inkuiri siswa.
Kompleksitas proses inkuiri yang wajib dimiliki siswa terdiri atas serangkaian proses mulai dari tahap paling dasar sampai tahap paling tinggi.6 Guru harus dapat dengan tepat memilih metode pembelajaran yang dapat memunculkan proses penemuan yang akan digunakan dalam pembelajaran, sehingga dapat dengan tepat pula melatih proses penemuan oleh siswa dalam melakukan proses penemuan ilmiah.7
Proses pembelajaran yang pernah peneliti ketahui belum banyak melatihkan proses pembelajaran dengan proses penemuan ilmiah. Sehingga siswa masih belum terbiasa melakukan proses penemuan ilmiah, maka akan lebih baik jika melatih proses ilmiah secara bertahap. Dengan demikian akan lebih mudah bagi siswa untuk mempelajari tiap-tiap tahapan inkuiri tersebut. Selain itu penentuan penerapan strategi inkuiri yang tepat juga akan membantu siswa memperoleh pemahaman dari suatu pengetahuan secara utuh.8 Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika harus dilaksanakan dengan menerapkan proses inkuiri yang tepat agar dapat melatih dan mengembangkan proses belajar siswa dalam proses penemuan ilmiah. Oleh karena itu sebelum memutuskan untuk memililh tahapan inkuiri yang akan diterapkan terdapat hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan yaitu karakteristik dari jenis inkuiri itu sendiri, gaya belajar siswa, dan besar kecilnya peranan siswa dan guru dalam pembelajaran.
Fungsionalnya kondisi pembelajaran sangat diwarnai oleh kejelasan tujuan, strategi pencapaian tujuan dan keterlibatan siswa dalam pencapaian tujuan itu. Sikronisasi antara tujuan, strategi dan keterlibatan siswa ini yang akan menentukan keberhasilan
pendidikan. Prosedur pembelajaran diharapkan mampu
menumbuhkan berbagai proses kecerdasan baik intelektual,
6 Wenning, CJ.,2005. “Hierarchies of pedagogical practices and inquiry processes” revised 2/12
7 Ibid,.
8Wenning, C.J., 2005, “Implementing Inquiry
emosional, kreativitas dan kecerdasan moral serta mampu menumbuhkan keterampilan mereka.9
Dalam mendukung proses belajar penemuan ilmiah maka diperlukannya pendekatan yang dapat memunculkan proses penemuan. Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses dinyatakan bahwa karakteristik pembelajaran pada setiap satuan pendidikan terkait erat pada Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi. Standar Kompetensi Lulusan memberikan kerangka konseptual tentang sasaran pembelajaran yang harus dicapai. Standar Isi memberikan kerangka konseptual tentang kegiatan belajar dan pembelajaran yang diturunkan dari tingkat kompetensi dan ruang lingkup materi. Sasaran pembelajaran mencakup pengembangan ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dielaborasi untuk setiap satuan pendidikan.10
Tiga ranah kompetensi memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.11
Karakteristik kompetensi beserta perbedaan lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk memperkuat pendekatan ilmiah, sehingga perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Untuk mendorong proses ilmiah siswa sehingga menghasilkan karya kontekstual baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran
yang menghasilkan karya berbasis proyek (proyek based
learning).12
9
Sudarwan Danim, Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan , Cet. I, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar) h.84.
10
Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, Implementasi Kurikulum, Lampiran IV. Pedoman Umum Pembelajaran.: Jakarta.
11 Ibid, 12
Pada proses pembelajaran matematika yang melatihkan proses penemuan ilmiah sangat sesuai jika menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis proyek. Karena pembelajaran berbasis proyek adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut siswa untuk melakukan kegiatan merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan siswa untuk belajar bekerja secara mandiri maupun kelompok.
Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah materi geometri. Pemilihan materi ini dikarenakan banyak penerapan pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Jane yang menyatakan “Geometry touches on every aspect of our lives”.13 Selain itu, sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam materi geometri. Beberapa penelitian memperkuat pernyataan tersebut adalah Clements dan Battista mengemukakan temuannya bahwa siswa lebih baik menyelesaikan permasalahan geometri yang disajikan secara visual dibanding secara verbal.14
Setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda dalam menyerap, memproses, dan mengerti informasi yang diterimanya. Cara yang dipilih siswa dalam menyerap, memproses, dan mengerti informasi yang diterimanya dinamakan gaya belajar. Gaya belajar yang dimiliki siswa juga berbeda-beda. Perbedaan tersebut akan mempengaruhi cara menyelesaikan masalah yang berbeda pula.15 Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Diptoan bahwa pada dasarnya siswa belajar sesuai dengan gaya belajarnya dan setiap
13 Ika Vactoria Nalurita, Skripsi: “Profil Kemampuan Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal HOT (Higher Order Thinking) Pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Kemampuan Matematika Siswa” (Surabaya: Universitas Negeri Surabaya, 2013), h.4
14
Imam Indra Gunawan, Op. Cit., h.1. 15Diana Tri Cholidah, Tesis: “
gaya belajar berpengaruh pada proses berpikir dan hasil belajarnya.16
Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan perubahan secara aktif dalam dirinya yang berupa
perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya untuk menuju ke arah yang lebih baik yang setiap orang cenderung mempunyai cara yang berbeda-beda dalam melakukanya.17
Proses seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran atau informasi sudah pasti berbeda, ada yang cepat, sedang dan ada pula yang lambat. Oleh karena itu, mereka para siswa sering kali harus menempuh cara yang berbeda satu dengan yang yang lain untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Sebagian siswa lebih suka seorang guru mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan tulis. Dengan begitu mereka bisa
membuat catatan untuk kemudian dibaca dan mencoba
memahaminya, tetapi sebagian siswa yang lain lebih suka seorang guru yang mengajar dengan cara menyampaikannya secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu ada sebagian siswa yang lain lagi lebih suka membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan materi pelajaran tersebut. Ada juga sebagian siswa yang lebih suka belajar dengan cara menempatkan guru sebagai seorang penceramah yaitu guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dengan segudang ilustrasinya sementara para siswa mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang hanya dapat mereka pahami sendiri.
Sejalan dengan pendapat Gunawan yang mengemukakan bahwa siswa yang belajar menggunakan gaya belajar mereka yang dominan, maka saat mengerjakan tes, akan mencapai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara belajar yang tidak sejalan dengan gaya belajar siswa. Berdasarkan dua pernyataan tersebut, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai seperti yang diharapkan maka dalam proses pembelajaran guru harus menyesuaikan dengan karakteristik cara belajar yang dimiliki masing-masing siswa.18
16
Ibid,.
17
Gatot Soenardji. 2003. Journal Gaya belajar. Vol 3 h.3 18
Mengingat bahwa masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda yaitu dapat menerima pembelajaran dengan cara visual, auditori, dan kinestetik maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi
dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa yang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda.19
Penjelasan di atas merupakan pandangan tentang bagaimana pembelajaran matematika yang dapat menunjukkan proses inkuiri siswa. Akan tetapi kondisi tersebut tidak ditemukan saat dilakukan studi pendahuluan di salah satu SMK di Sidoarjo. Dari studi pendahuluan yang dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan guru matematika di sekolah ini masih menggunakan metode ceramah dan berpusat pada guru. Keterbatasan waktu pembelajaran dan banyaknya jumlah materi yang harus disampaikan menjadi alasan mengapa guru lebih memilih menggunakan metode ceramah. Kelemahan dari metode ceramah yang peneliti temukan dari hasil observasi adalah siswa tidak dilibatkan dalam poses penemuan pengetahuan. Hal ini tampak dari aktivitas siswa selama pembelajaran yang hanya memperhatikan saat guru menjelaskan materi pelajaran, merespon pertanyaan-pertanyaan sederhana yang tidak menuntut siswa untuk berpikir keras dan mengerjakan soal sesuai perintah guru.
Metode ceramah juga sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan.20 Selain itu peneliti tidak menemukan proses inkuiri yang muncul. Dengan demikian, dari penjelasan tentang hasil studi pendahuluan tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika yang berpusat
19
Savery, J. R. (2006). Overview of problem-based learning: Definitions and distinctions. The Interdisciplinary Journal of Problem-Based Learning, 1(1), 9– 20. Journal of Problem-Based Learning, 3(1), 12–43.
20
pada guru tidak melatih siswa untuk melakukan proses penemuan ilmiah.
Berdasarkan permasalahan tersebut menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika belum dilakukan secara optimal dan harus segera ditemukan langkah yang tepat untuk memperbaiki proses pembelajaran matematika. Proses penemuan ilmiah tidak dilaksanakan secara sekaligus kepada seluruh siswa karena tidak semua siswa terbiasa mencari, menemukan, dan mandiri dalam belajar. Oleh karena itu, proses penemuan ilmiah sebaiknya diajarkan secara bertahap, dengan sedikit demi sedikit mengurangi bimbingan oleh guru kepada siswa sehingga pada akhirnya siswa mandiri dan sudah dapat terbiasa melakukan proses pencarian dan penemuan.21
Salah satu proses pembelajaran yang memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut yaitu melalui Hirarqi of Inquiry. Proses ini dikembangkan untuk mempermudah guru dalam penggunaan proses penemuan ilmiah melalui beberapa tahapan yang disesuaikan dengan tahap proses berpikir siswa.22Hirarqi of Inquiry
terdiri atas lima tahapan, yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan hypotethical inquiry. Wenning menjelaskan bahwa tahapan inkuiri ada lima tingkatan keterampilan yaitu keterampilan paling dasar, keterampilan dasar, keterampilan menengah, keterampilan terpadu, dan keterampilan lanjutan. Pembelajaran dengan menerapkan tahap inkuiri tertentu dirancang sesuai dengan fokus tingkat keterampilan inkuiri yang dilatihkan pada siswa.23
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap tingkat keterampilan inkuiri dengan
mengambil judul penelitian “Profil Inkuiri Siswa dalam
Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek dibedakan Berdasar Gaya Belajar di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo”
21
Winny Liliawati, Jurnal Analilis Proses Inkuiri dalam Penerapan Level Of Inquiry. (Bandung: UPI.2014) hlm.34
22Wenning, C. J., 2010, “Levels of Inquiry: Using Inquiry Spectrum Learning
Sequences to Teach Science”, Journal of Physics Teacher Education Online, 5(4), 11-20. 3 Maret 2015. Pukul 10.45
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana profil inkuiri siswa bergaya belajar visual dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo?
2. Bagaimana profil inkuiri siswa bergaya belajar auditori dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo?
3. Bagaimana profil inkuiri siswa bergaya belajar kinestetik dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo?
4. Bagaimana perbedaan profil inkuiri siswa berdasar gaya belajar dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini tujuannya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui profil inkuiri siswa bergaya belajar visual dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.
2. Untuk mengetahui profil inkuiri siswa bergaya belajar auditori dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.
3. Untuk mengetahui profil inkuiri siswa bergaya belajar kinestetik dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.
4. Untuk mengetahui perbedaan profil inkuiri siswa berdasar gaya belajar dalam pembelajaran matematika berbasis proyek di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain :
1. Bagi Sekolah
Sebagai masukan dalam mendesain kurikulum yang memperhatikan gaya belajar siswa.
a. Memberi wawasan baru mengenai proses inkuri siswa dalam pembelajaran matematika berbasis proyek yang mengacu pada Hirarqi of Inquiry.
b. Dapat dijadikan dasar untuk mendesain pembelajaran dengan gaya belajar siswa yang berbeda.
3. Bagi Siswa
Dengan dilakukannya strategi efektif untuk melatih keterampilan ilmiah siswa dapat memperkenalkan siswa belajar menggunakan metode ilmiah dengan inkuiri dan mampu mentransfer ke dalam situasi lain.
E. Definisi Operasional
Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap maksud penelitian ini, maka berikut ini diberikan definisi yang terdapat dalam penyusunan penelitian ini :
1.
Inkuiri adalah proses ilmiah siswa dalam mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukan.2.
Profil Inkuiri adalah gambaran mengenai hirarki dari suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis yang dilakukan oleh siswa.3.
Pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat proses pembelajaran sehingga dapat menginduksi kreatifitas siswa, melatih siswa dalam berfikir kritis, rasional, dan meningkatkan pemahaman terhadap materi yang diajarkan oleh guru dengan melibatkan kerja proyek melalui pertanyaan menuntun dan membimbing serta memberi pengalaman nyata.4.
Hirarqi of Inquiry merupakan suatu tahapan dalam pembelajaran yang memberikan panduan tentang urutan dalam pembelajaran yang berfokus pada proses penemuan ilmiah. Sehingga memudahkan guru dalam menerapkan proses penemuan secara bertahap dan berkesinambungan dengan memperhatikan proses intelektual siswa. Hirarqi of Inquirytahap terendah hingga tahap tertinggi: discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan
hypotethical inquiry.
5.
Gaya belajar merupakan proses kombinasi yang dimiliki oleh seorang siswa untuk menerima, menyerap, mengatur dan mengolah materi pelajaran yang diterimanya selama proses pembelajaran. Tiga jenis gaya belajar yaitu : visual, auditori, kinestetik.6.
Gaya belajar visual merupakan kecenderungan gaya belajar dengan menggunakan indera pengelihatan.7.
Gaya belajar auditori merupakan kecenderungan gaya belajardengan mengandalkan pada pendengaran untuk bisa
memahami dan mengingat informasi yang diperoleh.
8.
Gaya belajar kinestetik merupakan kecenderungan gaya belajar dengan menggunakan gerak tubuh yang mengharuskan individu menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar dapat mengingatnya.F. Batasan Penelitian
Adapun batasan pada penelitian ini, antara lain :
1.
Penelitian ini akan menggunakan teori Carl J Wenning untuk memperhatikan keterampilan inkuiri siswa. Keterampilan inkuiri siswa dapat dilihat dari sebuah proses pembelajaran. Proses inkuiri selanjutnya menjadi variabel yang akan diukur dalam penelitian ini. Proses inkuiri yang dilihat pada penelitian ini dibatasi dengan menyesuaikan materi yang diajarkan. Pada tahap keterampilan paling dasar dilihat proses siswa dalammengamati, memperkirakan, mengelompokkan hasil,
mengkomunikasikan hasil. Pada tahap keterampilan dasar dilihat proses siswa dalam memprediksi pernyataan tentang apa yang akan terjadi dan menjelaskan. Pada tahap
keterampilan menengah dilihat proses siswa dalam
siswa dalam menganalisis dan mengevaluasi argumen ilmiah, memecahkan masalah yang kompleks dalam dunia nyata.
2.
Pada penelitian ini, peneliti mengambil materi geometri KD3.13. Mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar titik dan garis dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya dan KD 4.13.Menggunakan berbagai prinsip bangun datar dan ruang dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang.
3.
Pada penelitian ini, peneliti mengambil jawaban subjek secara homogen untuk dijadikan kesimpulan dalam melihat profil inkuiri siswa.G. Sistematika Penelitian
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Bab I : Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, definisi operasional, batasan penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II : Pada kajian pustaka berisi tentang definisi tahapan inkuiri (Hirarqi of Inquiry), pembelajaran matematika berbasis proyek, gaya belajar, materi pembelajaran pada setiap tahap inkuiri dengan berbasis proyek. Bab III : Pada metode penelitian berisi tentang jenis penelitian,
waktu dan tempat penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan prosedur penelitian.
Bab IV : Hasil dan pembahasan berisi tentang analisis data dan pembahasan.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tahapan Penemuan Ilmiah (Hirarqi of Inquiry)
1. Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris yaitu inquiry, yang dapat diartikan sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban terhadap pertanyaan ilmiah yang diajukannya. Pertanyaan ilmiah adalah pertanyaan yang dapat mengarahkan pada kegiatan penyelidikan terhadap obyek pertanyaan. Trowbridge & Bybee (1986) mengemukakan “Inquiry is the process of defining and investigating problems, formulating hypotheses, designing experiments, gathering data, and drawing conculations about problems”. Menurut mereka inquiry adalah proses mendefinisikan dan menyelidiki
masalah-masalah, merumuskan hipotesis, merancang
eksperimen, menemukan data, dan menggambarkan
kesimpulan masalah-masalah tersebut.23
Inkuiri pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami, karena inkuiri menuntut peserta didik untuk berpikir. National Science Education Standards (NSES) mendefinisikan inkuiri sebagai aktivitas beraneka ragam yang meliputi observasi, membuat pertanyaan, memeriksa buku-buku atau sumber informasi lain untuk melihat apa yang telah diketahui, merencanakan investigasi, memeriksa kembali apa yang telah diketahui menurut bukti eksperimen, menggunakan
alat untuk mengumpulkan, menganalisa, dan
menginterpretasikan data, mengajukan jawaban, penjelasan dan prediksi, serta mengkomunikasikan hasil. Inkuri memerlukan identifikasi asumsi, berpikir kritis dan logis, dan
23
pertimbangan keterangan atau penjelasan alternatif.24 Inkuiri juga diartikan sebagai aktivitas siswa dimana mereka mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu pengetahuan sebagaimana layaknya ilmuwan memahami fenomena alam, memperjelas pemahaman, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam inkuiri siswa dituntut aktif secara fisik dan mental untuk dapat mengalami pembelajaran bermakna yang pada hakikatnya merupakan peningkatan tingkatan pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran.
Piaget menyatakan bahwa inkuiri merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa
yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang ditemukan peserta didik lainnya. Inkuiri sebagai teknik pengajaran mengandung arti bahwa dalam proses kegiatan mengajar berlangsung harus dapat mendorong dan dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar.25
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas, inkuiri dalam penelitian ini didefinisikan sebagai suatu proses untuk memperoleh dan mendapatkan informasi dengan melakukan observasi atau eksperimen untuk mencari jawaban atau memecahkan masalah terhadap pertanyaan atau rumusan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis dan logis.
2. Hirarqi of Inquiry
Pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan
24
http://www.justsciencenow.com/inquiry.Diakses tanggal 20 Juni 2015, pukul 13.00.
25
siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa dapat merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.26 Menurut Trianto, untuk melaksanakan inkuiri secara maksimal hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: Pertama, Aspek sosial di dalam kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. Hal ini menuntut adanya suasana bebas (permisif) di kelas, siswa tidak merasakan adanya tekanan/ hambatan untuk
mengemukakan pendapatnya. Kedua, Inkuiri berfokus
hipotesis. Siswa perlu menyadari bahwa pada dasarnya semua pengetahuan bersifat tentatif. Tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak, kebenaran selalu bersifat sementara. Apabila pengetahuan dipandang sebagai hipotesis, maka kegiatan belajar berkisar sekitar pengujian hipotesis dengan pengajuan berbagai informasi yang relevan. Inkuiri bersifat open ended jika ada berbagai kesimpulan yang berbeda dari siswa masing-masing dengan argumen yang benar. Ketiga, Penggunaan fakta sebagai evidensi. Di dalam kelas dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta sebagaimana dituntut dalam pengujian hipotesis pada umumnya.27
Hirarqi of inquiry merupakan “an approach to instruction that systematically promotes the development of intellectual and scientific process skills by addressing inquiry in a systematic and comprehensive fashion”. Tahapan hirarqi of inquiry dimaksudkan untuk memudahkan guru dalam menerapkan inkuiri secara bertahap dan berkesinambungan dengan memperhatikan kemampuan intelektual siswa.28
Hirarqi of inquiry adalahhirarki pratik pedagogis yang berkaitan dengan proses inkuiri. Wenning mengelompokkan ke dalam lima urutan dalam menerapkan kegiatan berinkuiri yaitu : discovery learning, interactivedemonstration, inquiry lesson, inquiry lab, dan hypotethical inquiry.29 Lima tahapan
26
Trianto,OP.Cit.h.135 27
Ibid,
28 Wenning, C. J., 2011, “Experimental Inquiry in Introductory Physics Courses”, Journal of Physics Teacher Education Online, 6(2), 2-8. 29
pembelajaran inkuiri tersebut diurutkan berdasarkan dua hal, yaitu kecerdasan intelektual dan pihak pengontrol. Kecerdasan intelektual adalah kecerdasan yang dimiliki oleh siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan metode tertentu, sedangkan pihak pengontrol adalah pihak yang mengontrol kegiatan
pembelajaran. Pihak pengontrol adalah pihak yang
mendominasi dalam melaksanakan setiap tahapan
pembelajaran, yaitu berperan dalam menemukan
permasalahan, melakukan percobaan, hingga merumuskan kesimpulan. Tabel 2.1 menyatakan urutan pelaksanaan pembelajran inkuiri yang dijabarkan oleh Wenning pada jurnal “Hirarqi of Inquiry”.30
Tabel 2.1 Hirarqi of Inquiry
Urutan pelaksanaan pembelajaran inkuiri pada tabel di atas bergerak dari arah kiri ke kanan. Peningkatan kecerdasan yang dimiliki siswa dalam pelaksanaan kegiatan inkuiri, bergerak dari bagian kiri ke bagian kanan, dimana proses inkuiri pada bagian paling kiri cocok diterapkan pada siswa yang memiliki tingkat kecerdasan rendah sedangkan metode pada bagian paling kanan cocok untuk diterapkan pada siswa yang memiliki kecerdasan tinggi. Begitu pula perubahan pihak pengontrol dari guru ke siswa bergerak dari kiri ke kanan, dimana bagian paling kiri guru lebih banyak mengontrol dan mendominasi kegiatan pembelajaran sehingga siswa bersifat pasif, sedangkan bagian paling kanan siswa lebih banyak
2(3), February 2015,pp.3-11.Available:
http://www.phy.ilstu.edu/pte/publications/levels_of_inquiry.pdf 30
mengontrol pembelajaran dan guru hanya mendampingi dan mengawasi selama proses pembelajaran.31
Adapun definisi secara operasional dari setiap praktek pedagogis ke lima Hirarqi of Inquiry sebagai berikut:32
a. Belajar Penemuan (Discovery learning)
Discovery learning merupakan bentuk pembelajaran yang paling mendasar dari pembelajaran yang berorientasi inkuiri. Fokus dari Discovery learning
bukan pada pencarian aplikasi pengetahuan, melainkan untuk membangun pengetahuan secara induktif dari pengalaman- pengalaman dan menggunakan refleksi sebagai kunci pemahaman. Pada pembelajaran ini guru menyajikan percobaan, menggunakan urutan pertanyaan selama atau setelah pengamatan untuk membimbing siswa pada kesimpulan dan pertanyaan diskusi yang secara langsung berfokus pada masalah. Dari hal ini siswa akan membangun hubungan yang sederhana atau prinsip-prinsip dari pengalaman mereka.
b. Demonstrasi Interaktif (Interactive Demonstration) Interaktive Demonstration terdiri dari seorang guru untuk menunjukkan alat ilmiah dan kemudian mengajukan pertanyaan tentang apa yang akan terjadi (prediksi) atau bagaimana sesuatu yang mungkin terjadi (penjelasan). Setelah melakukan peragaan, guru berperan untuk menghadirkan respon-respon, dan membantu siswa untuk mencari kesimpulan dari fakta – fakta.
c. Pelajaran Inkuiri (Inquiry Lesson)
Inquiry Lesson sama dengan Interactive Demonstration. Namun, ada beberapa perbedaan diantara keduanya. Pada Inquiry Lesson, bimbingan diberikan secara tidak langsung dengan menggunakan strategi yang tepat. Guru membantu siswa untuk merumuskan pendekatan eksperimental mereka sendiri, dengan
31
Ibid, 32
mempertimbangkan adanya variabel-variabel percobaan yang saling mempengaruhi proses eksperimen. Dalam tahap ini, bimbingan dari guru lebih banyak diberikan secara langsung menggunakan pertanyaan membimbing. d. Laboratorium Inkuiri (Inquiry Lab)
Inquiry Lab terdiri dari beberapa siswa yang heterogen dalam hal keterampilan melakukan penelitian,
kemudian menerapkan rencana percobaan serta
mengumpulkan data yang sesuai. Data-data ini kemudian dianalisis untuk menemukan hukum atau hubungan yang tepat antar variabel. Inquiry Lab memiliki tiga jenis berdasarkan tingkat pengetahuan inkuiri sebagai berikut: 1. Inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) dalam tahap ini
terdapatnya kegiatan diskusi diawal pembelajaran serta adanya pertanyaan yang menuntun dari guru untuk melakukan prosedur. Kegiatan diskusi ini beperan dalam mengaktifkan pengetahuan terdahulu siswa dan memberikan umpan balik tentang pengetahuan terdahulu.
2. Inkuiri termodifikasi (Bounded Inquiry) peningkatan pada tahap ini adalah pada kemampuan dan kemandirian siswa untuk merancang dan mengadakan eksperimen tanpa banyaknya panduan dari guru . 3. Inkuiri Bebas (Free Inquiry Lab) pada tahap ini
memberikan kebebasan yang lebih banyak bagi siswa dibandingkan aktivitas lab sebelumnya. Panduan guru diganti dengan panduan dari siswa sendiri, sedangkan aktivitas diskusi awal ditiadakan. Karena pada tahap ini membutuhkan kemampuan yang lebih dari siswa.33 e. Inkuiri Hipotesis (Hipothetical Inquiry)
Hipothetical Inquiry merupakan bentuk paling maju dari inkuiri, dimana siswa yang memungkinkan akan menghadapi hipotesis umum dan mengujinya.
Hipothetical Inquiry memiliki perbedaan dengan membuat prediksi. Prediksi adalah pernyataan tentang apa yang akan terjadi. Hipotesis adalah penjelasan sementara yang dapat diuji secara menyeluruh, dan yang
33
dapat berfungsi untuk membimbing penyelidikan lebih lanjut. 34
Menurut Wenning penggunaan tahapan inkuiri dapat
melatih keterampilan-keterampilan siswa. Keterampilan
menurut KBI adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas.35 Keterampilan-keterampilan tersebut diklasifikasikan menjadi empat jenis keterampilan, yaitu keterampilan elementer,
keterampilan dasar, keterampilan yang terpadu dan
keterampilan tingkat tinggi. Keterampilan-keterampilan siswa yang diklasifikasikan kedalam lima jenis keterampilan menurut Wenning ditunjukan sebagai berikut:36
1. Keterampilan elementer
Mengamati, merumuskan konsep, memperkirakan,
menarik kesimpulan, mengkomunikasikan hasil,
mengelompokkan hasil. 2. Keterampilan dasar
Memprediksi, menjelaskan, memperkirakan,
memperoleh dan mengolah data, merumuskan dan merevisi penjelasan ilmiah menggunakan logika dan bukti, mengenali dan menganalisis penjelasan pergantian dan model.
3. Keterampilan menengah
Mengukur, mengumpulkan dan merekam data, membangun sebuah tabel data, merancang dan melakukan
penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan
matematika selama investigasi, mendeskripsikan hubungan. 4. Keterampilan terpadu
Mengukur metrik, menetapkan hukum empiris berdasarkan bukti dan logika, merancang dan melakukan
penyelidikan ilmiah, menggunakan teknologi dan
matematika selama investigasi.
34
Wenning.(2005). Level of inquiry : Hierarchies of pedagogical practices and inquiry proses. h.9
35
http://kamusbahasaindonesia.org/keterampilan Diakses tanggal 29 juni 2015 pukul 12.38
36
5. Keterampilan lanjutan
Sintesis penjelasan hipotetis kompleks, menganalisis dan mengevaluasi argumen ilmiah, menghasilkan prediksi melalui proses deduksi.
B. Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek 1. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensial pembelajaran dengan pengajaran adalah pada tindak pengajaran. Menurut Agus Suprijono pada pengajaran guru mengajar, siswa belajar, sementara pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan fasilitas belajar bagi siswanya untuk mempelajari. Pembelajaran adalah dialog interaktif dan merupakan proses organik serta konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran.37
Pembelajaran matematika menurut Suherman adalah suatu upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi atau membangun konsep–konsep atau prinsip–prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi sehingga konsep atau prinsip tersebut terbangun dengan sendirinya.38 Pembelajaran matematika merupakan suatu proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru atau siswa dengan siswa dalam upaya untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi atau membangun prinsip dan konsep matematika. Pembangunan prinsip dan konsep tersebut lebih diutamakan dibangun sendiri oleh siswa sedangkan guru hanya sebagai “jembatan” dalam rangka memahami konsep dan prinsip tersebut. Dibangunnya prinsip dan konsep diharapkan siswa mengalami perubahan sikap dan pola pikirnya sehingga dengan bekal tersebut siswa akan terbiasa menggunakannya dalam menjalani kehidupannya sehari–hari.
37
Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Surabaya: Pustaka Belajar, 2009), h.13
38
Berdasarkan beberapa definisi yang telah disebutkan di atas, maka definisi pembelajaran matematika pada penelitian ini adalah suatu upaya meningkatkan peranan siswa dalam
mengkonstruksi konsep-konsep matematika dengan
kemampuannya sendiri sedemikian hingga tujuan
pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai.
2. Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek
Pembelajaran berbasis proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha siswa. Mengingat bahwa masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.39 Proyek Based Learning menempatkan siswa sebagai pusat proses pembelajaran, siswa melakukan aktivitas-aktivitas belajar melalui proyek yang sudah dirancang, untuk mengembangkan pengetahuan mereka agar mendapatkan pengalaman belajar sepanjang hayat.
Susanti dan Muchtar menuliskan Proyek Based
Learning adalah pembelajaran yang dapat menginduksi kreatifitas siswa, melatih siswa dalam berpikir kritis, rasional, dan meningkatkan pemahaman terhadap materi yang diajarkan serta memberi pengalaman nyata terhadap siswa.40 Sedangkan menurut Mahmudi Proyek Based Learning dapat meningkatkan pemahaman matematika siswa, menjadikan siswa produktif dengan proyek nyata yang mereka hasilkan.41 “Kerja proyek memuat tugas-tugas yang kompleks berdasarkan kepada pertanyaan dan permasalahan yang sangat
menantang, dan menuntut siswa untuk merancang,
39
Widyantini Theresia.Penerapan Model Proyek Based Learning. Yogykarta .2014.PPPPTK Matematika. h.5 diakses tgl 1 Maret 2015 pukuk: 07.13 40
Rahma riska. Jurnal pelaksanaan pembelajaran Matematika dengan model Proyek Based Learning .FKIP Unsuri
41Mahmudi, A. 2011. “Proyek Based
-Learning”.
memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja secara mandiri, tujuannya adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam menyelesaikan tugas yang dihadapinya.”42
Berdasarkan pendapat para tokoh di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran matematika berbasis proyek pada penelitian ini adalah suatu proses komunikasi antar siswa untuk membangun prinsip dan konsep matematika
dengan menggunakan strategi pembelajaran yang
memberdayakan siswa untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru berdasarkan pengalamannya melalui berbagai presentasi.
3. Karakteriristik Pembelajaran Berbasis Proyek
Terdapat 5 karakteristik dalam pembelajaran berbasis proyek antara lain: 43
1. Keterpusatan (centrality).
Proyek dalam Proyek Based Learning adalah pusat atau inti kurikulum, bukan pelengkap kurikulum.
2. Berfokus pada pertanyaan/ masalah (driving question)
Proyek berfokus pada pertanyaan atau masalah, yang mendorong siswa menjalani (dengan kerja keras) konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti atau pokok dari disiplin. 3. Penyelidikan konstruktif/ (constructivisme investigation)
Proyek melibatkan siswa dalam investigasi konstruktif. Investigasi mungkin berupa proses desain, pengambilan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, proses pembangunan model.
4. Otonomi (autonomy)
Siswa lebih diberikan kesempatan untuk mengerjakan proyek sesuai sesuai dengan minat dan kemampuan. 5. Realistik (realism)
Proyek adalah realistik. Karakteristik proyek memberikan keontentikan pada siswa.
42
Made Wena.2011.Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta:Bumi Aksara.h. 144.
43
Sejalan dengan pendapat tersebut, Joel L Klein mengungkapkan karakteristik pembelajaran berbasis proyek adalah a) siswa menyelidiki ide- ide penting dan bertanya; b) Siswa menemukan pemahaman dalam proses menyelidiki; c) sesuai dengan kebutuhan dan minatnya; d) menghasilkan produk dan berpikir kreatif; e) kritis dan terampil menyelidiki; f) menyimpulkan materi; g) menghubungkan dengan masalah dunia nyata, otentik dan isu-isu.44
Sedangakan menurut pendapat Thomas karakteristik pembelajaran berbasis proyek adalah fokus pembelajaran terletak pada prinsip dan konsep inti dari suatu disiplin ilmu, melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan siswa bekerja secara otonom dalam mengontruksi pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya untuk menghasilkan produk nyata.45
Dari pendapat para tokoh di atas, dapat disimpulkan tentang karakteristik pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut: a) Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja; b) Terdapat masalah yang pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya; c) Siswa merancang proses untuk mencapai hasil; d) Siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi yang dikumpulkan; e) Siswa melakukan evaluasi secara kontinu; f) Siswa secara teratur melihat kembali apa yang mereka kerjakan; g) Hasil akhir berupa produk dan dievaluasi kualitasnya; h) Kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan.
4. Prosedur Pembelajaran Berbasis Proyek
Langkah – langkah penerapan model pembelajaran berbasis proyek yaitu: 46
1. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question).
44
Widyantini Theresia..,OP.Cit., h.3 45
https://www.academia.edu/2314979/PENERAPAN_MODEL_PJBL_PROYE K_BASID_LEARNING_DALAM_UPAYA_MENINGKATKAN_KREATIFI TAS_SISWA di akses tgl 22 april 2015 pukul: 10.40
46
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang dapat memberi penugasan kepada siswa dalam melakukan suatu aktivitas. Topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan untuk siswa dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
2. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Proyek).
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa. Siswa diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung dalam
menjawab pertanyaan esensial, dengan cara
mengintegrasikan berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
3. Menyusun Jadwal (Create a Schedule).
Guru dan siswa secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: a) membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek, b) membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek, c) membawa siswa agar merencanakan cara yang baru, d) membimbing siswa ketika mereka membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan e) meminta siswa untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.
4. Memonitor siswa dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress of the Proyek)
Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor
terhadap aktivitas siswa selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi siswa pada setiap proses. Guru berperan menjadi mentor bagi aktivitas siswa. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
5. Menguji Hasil (Assess the Outcome)
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam
mengukur ketercapaian standar, berperan dalam
dicapai siswa, membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
6. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)
Pada akhir pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara individu maupun kelompok.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran
berbasis proyek menurut Steinberg (1997) adalah: a) keautentikan; b) ketaatan terhadap nilai akademik; c) belajar pada dunia nyata; d) aktif meneliti; e) hubungan dengan ahli; f) penilaian.47
5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
Pembelajaran berbasis proyek ada kelebihan dan ada kekurangannya. Adapun penjelasannya sebagai berikut :
a) Kelebihan Pembelajaran Berbasis Proyek
Menurut The Back Institute For Education, model pembelajaran ini mempunyai kelebihan penting bagi siswa masa kini, antara lain:48 1) model pembelajaran
berbasis proyek mengintegrasikan wilayah hidup
kurikulum; 2) membangun pengembangan kebiasaan berpikir yang di hubungkan dengan belajar seumur hidup, tanggung jawab sipil, dan kesuksesan karir atau pribadi; 3) menguasai pengetahuan dan berpikir dapat menolong siswa baik untuk “to know” maupun “to do”; 4) mendorong munculnya tanggung jawab, penetapan tujuan dan memperbaiki tampilan; 5) dapat melibatkan memotivasi siswa yang bosan dan tidak peduli; 6) mendukung siswa dalam belajar dan mempraktekkan keterampilan dalam penyelesaian masalah; komunikasi dan pengendalian diri; 7) menciptakan komunikasi positif dan hubungan kolaboratif diantara kelompok siswa yang berbeda-beda; 8) dapat memenuhi kebutuhan siswa dengan tingkat keterampilan dan gaya belajar yang beragam.
47
Wena, Made. Op. Cit., h.6 48
b) Kelemahan Pembelajaran Berbasis Proyek
Adapun kelemahan pembelajaran berbasis proyek yaitu: 1) memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah; 2) membutuhkan biaya yang cukup banyak; 3) banyak guru yang merasa nyaman dengan kelas tradisional, di mana guru memegang peran utama di kelas; 4) banyaknya peralatan yang harus disediakan; 5) peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan; 6) ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja kelompok; 7) ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan.49
6. Hubungan Pembelajaran Berbasis Proyek dengan Inkuiri
Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based
Learning) merupakan sebuah model atau pendekatan yang inovatif, yang menekankan belajar konstektual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Fokus pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi melibatkan siswa dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi
kesempatan siswa bekerja secara mandiri menggali
pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya dalam menghasilkan produk nyata.
Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri. Tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan anak untuk menghafalkan sejumlah materi akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya. Belajar merupakan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis, akan tetapi perkembangan diarahkan pada intelektual, mental emosional, dan kemampuan individu yang utuh.50 Keterkaitan pembelajaran berbasis proyek dengan inkuiri adalah siswa bereksplorasi untuk menemukan konsep/prinsip sendiri dan
49
Ibid, 50
menggunakan cara inkuirinya untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru.51
C. Gaya Belajar
Dalam proses belajar terdapat perbedaan cara mendasar pada tiap orang dalam penyerapan ilmu. Cara-cara belajar disebut juga gaya belajar. Gaya belajar diartikan sebagai kombinasi dari bagaimana informasi diserap, diatur serta diolah.52 Gaya belajar yang dimaksud adalah kecenderungan cara atau teknik seseorang untuk mempermudah dirinya memproses informasi dalam rangka melakukan perubahan yang lebih baik pada dirinya. Terdapat tiga jenis gaya belajar berdasarkan modalitas sensori, yaitu :53
a. Visual (Visual Learners)
Gaya belajar visual (visual learners) menitikberatkan pada ketajaman penglihatan. Artinya bukti-bukti konkret harus diperlihatkan terlebih dahulu agar mereka paham gaya belajar seperti ini mengandalkan penglihatan atau melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama adalah kebutuhan melihat sesuatu (informasi/pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, kedua memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna, ketiga memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, keempat memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, kelima terlalu reaktif terhadap suara, keenam sulit mengikuti anjuran secara lisan, ketujuh seringkali salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Ciri-ciri gaya belajar visual ini yaitu : a) cenderung melihat sikap, gerakan, dan bibir guru yang sedang mengajar; b) bukan pendengar yang baik saat berkomunikasi; c) saat mendapat petunjuk untuk melakukan sesuatu, biasanya akan
51
https://www.academia.edu/9328560/PEMBELAJARAN_BERBASIS_PROYEK_B ERBASIS_MASALAH_DAN_PENEMUAN. Di akses tanggal 29 juni 2015 pukul 11.47
52
Deporter Bobi.2002. Gaya Belajar Siswa. Jakarta, h.110 53
melihat teman-teman lainnya baru kemudian dia sendiri yang bertindak; d) tidak suka bicara didepan kelompok dan tak suka pula mendengarkan orang lain, terlihat pasif dalam kegiatan diskusi; e) kurang mampu mengingat informasi yang diberikan secara lisan, f) lebih suka peragaan daripada penjelasan lisan; g) dapat duduk tenang ditengah situasi yang ribut dan ramai tanpa terganggu. 54
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak visual :55 a) gunakan materi visual seperti, gambar-gambar, diagram dan peta; b) gunakan warna untuk melihat hal-hal penting; c) ajak anak untuk membaca buku-buku berilustrasi; d) gunakan multi-media (contohnya: komputer dan video); e) ajak anak untuk mencoba mengilustrasikan ide-idenya ke dalam gambar.
b. Auditori (Auditory Learners )
Gaya belajar auditori (auditory learners)
mengandalkan pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya, kita harus mendengar, baru kemudian kita bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung, ketiga memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.
Ciri-ciri gaya belajar auditori yaitu : a) mampu mengingat dengan baik penjelasan guru di depan kelas, atau materi yang didiskusikan dalam kelompok/ kelas; b) pendengar ulung: anak mudah menguasai materi iklan/ lagu di televise/radio; c) cenderung banyak omong; d) tidak suka membaca dan umumnya memang bukan pembaca yang baik karena kurang dapat mengingat dengan baik apa yang baru saja dibacanya; e) kurang cakap dalam mengerjakan tugas
54
Rhomadhona Suci. 2009. Cara Terbaik Mengajarkan Matematika..Jakarta:Indeks..h. 25
55
mengarang/menulis; f) senang berdiskusi dan berkomunikasi dengan orang lain; g) kurang tertarik memperhatikan hal-hal baru dilingkungan sekitarnya,seperti hadirnya anak baru, adanya papan pengumuman di pojok kelas, dll.56
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak auditori :57 a) ajak anak untuk ikut berpartisipasi dalam diskusi baik di dalam kelas maupun di dalam keluarga; b) dorong anak untuk membaca materi pelajaran dengan keras; c) gunakan musik untuk mengajarkan anak; d) diskusikan ide dengan anak secara verbal; e) biarkan anak merekam materi pelajarannya ke dalam kaset dan dorong dia untuk mendengarkannya sebelum tidur.
c. Kinestetik (Kinesthetic Learners)
Gaya belajar kinestetik (kinesthetic learners) mengharuskan individu yang bersangkutan menyentuh sesuatu
yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa
mengingatnya. Tentu saja ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya.
Ciri-ciri gaya belajar kinestetik yaitu : a) menyentuh segala sesuatu yang dijumpainya, termasuk saat belajar; b) sulit berdiam diri atau duduk manis, selalu ingin bergerak; c) mengerjakan segala sesuatu yang memungkinkan tangannya aktif. Contoh: ketika guru menerangkan pelajaran, dia mendengarkan sambil tangannya asyik menggambar.58
Strategi untuk mempermudah proses belajar anak kinestetik:59 a) jangan paksakan anak untuk belajar sampai berjam-jam; b) ajak anak untuk belajar sambil mengeksplorasi lingkungannya (contohnya: ajak dia baca sambil bersepeda, gunakan obyek sesungguhnya untuk belajar konsep baru); c) izinkan anak untuk mengunyah permen karet pada saat belajar; d) gunakan warna terang untuk melihat hal-hal penting dalam bacaan; e) izinkan anak untuk belajar sambil mendengarkan musik.
Untuk mengenali gaya belajar kita, Bobby DePorter dan Mike Hernacki telah merancang sebuah tes yang ditulis dalam
56
Ibid., 57
Rusman, Op. Cit., h.25 58
Ibid., 59
buku Quantum Learning. Tes gaya belajar yang terdiri dari 36 butir pertanyaan. Pertanyaan nomor 1-12 merupakan pertanyaan identifikasi gaya belajar kategori visual. Pertanyaan nomor 13-24 merupakan pertanyaan identifikasi gaya belajar kategori auditori. Sedangkan pertanyaan nomor 25-36 merupakan pertanyaan identifikasi gaya belajar kategori kinestetik. Untuk melihat gaya belajar setiap siswa, dilakukan perhitungan pada jawaban tes gaya belajar melalui pemberian skor pada masing-masing jawaban. Tes angket gaya belajar memiliki tiga opsi jawaban, antara lain yaitu jawaban ya dengan skor 2, jawaban kadang-kadang dengan skor 1, dan jawaban tidak dengan skor 0. Dari jawaban yang diperoleh pada masing-masing nomor diakumulasikan ke dalam sub total jawaban, dan selanjutnya dikalikan dengan skor pada masing-masing jawaban. Kemudian keseluruhan skor pada sub total jawaban dijumlahkan dan diperoleh skor total.
Perolehan skor total dari masing-masing kategori selanjutnya dibandingkan, mana yang lebih tinggi dari ketiga kategori gaya belajar yang dimiliki siswa tersebut. Jika skor total pada kategori visual lebih tinggi dari ketiga kategori tersebut, maka dapat disimpulkan siswa memiliki kecenderungan gaya belajar visual. Jika skor total pada kategori auditori lebih tinggi dari ketiga kategori tersebut, maka dapat disimpulkan siswa memiliki kecenderungan gaya belajar auditori. Jika skor total pada kategori kinestetik lebih tinggi dari ketiga kategori tersebut, maka dapat disimpulkan siswa memiliki kecenderungan gaya belajar kinestetik. Apabila diperoleh skor total yang berjumlah sama diantara dua kategori, maka dapat disimpulkan siswa tersebut memiliki kecenderungan gaya belajar ganda.60
Dari pendapat para tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar adalah gaya belajar berarti kemampuan kombinasi yang dimiliki oleh seorang peserta didik untuk menerima, menyerap, mengatur dan mengolah materi pelajaran yang diterimanya selama proses pembelajaran. Kemampuan kombinasi terdiri dari tiga jenis gaya belajar yaitu: gaya belajar visual, kinestetik, auditori.
D. Materi Pembelajaran Matematika Berbasis Proyek dengan Tahapan Hirarqi of Inquiry
60
Materi pembelajaran yang digunakan untuk mengetahui profil inkuiri siswa dalam pembelajaran matematika berbasis proyek dibedakan berdasar gaya belajar pada Sekolah Menengah Kejuruan kelas X yaitu tentang materi Geometri. Materi Prasyarat : a) Konsep pythagoras; b) Konsep perbandingan trigonometri. Materi Pokok : a) Jarak antara dua titik; b) Jarak antara titik dengan garis; c) Jarak antara titik dengan bidang; d) Jarak antara garis dengan garis, dengan Kompetensi dasar sebagai berikut :
KD 3.13. Mendeskripsikan konsep jarak dan sudut antar titik dan garis dan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya.
KD 4.13. Menggunakan berbagai prinsip bangun datar dan ruang dalam menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis dan bidang.
Dengan Indikator Pencapaian Kompetensi yang harus dicapai siswa adalah sebagai berikut:
1. Menemukan konsep jarak antara titik dengan titik, titik dengan garis, titik dengan bidang, garis dengan garis.
2. Menemukan konsep sudut antar garis dengan garis dan garis dengan bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.60 Sedangkan penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian seperti perilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain tanpa melakukan generalisasi terhadap apa yang didapat dari hasil penelitian.61
B. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan pada 7 Juli 2015 sampai dengan 10 Juli 2015, semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 dan bertempat di SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo.
C. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X Teknik Komputer dan Jaringan 1 dan 2 (TKJ 1 dan 2) SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo. Peneliti mengambil subjek didasarkan pada hasil angket gaya belajar.
Untuk mendapatkan subjek penelitian berdasar gaya belajar, maka peneliti menggunakan angket gaya belajar yang diadaptasi dari buku Quantum Learning karya Bobby DePorter dan Mike Hernacki untuk mengetahui gaya belajar masing-masing siswa. Adapun hasil angket gaya belajar dapat dinyatakan pada lampiran B.1. Peneliti mengambil 6 orang siswa kelas X Teknik Komputer
60
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996),h. 3.
61
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (Jakarta: Salemba Humanik, 2012),
dan Jaringan 1 dan 2 (TKJ 1 dan 2) masing-masing 2 orang siswa dengan gaya belajar visual, 2 orang siswa dengan gaya belajar auditori, dan 2 orang siswa dengan gaya belajar kinestetik .
[image:40.417.77.368.131.418.2]Berdasarkan hasil angket gaya belajar dan pertimbangan dari guru matematika kelas TKJ 1 dan TKJ 2 SMK YPM 7 Tarik Sidoarjo, maka diperoleh subjek penelitian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Subjek penelitian
No Nama Siswa Gaya Belajar Kode
1 K A Visual V1
2 C N A Visual V2
3 M. W S Auditori A1
4 R Ar Auditori A2
5 R D Kinestetik K1
6 M. D H Kinestetik K2
Subjek penelitian yang telah terpilih, selanjutnya akan dilakukan pengamatan proses inkuiri yang dilakukan oleh siswa selama proses kegiatan belajar mengajar di kelas berlangsung. Setelah selesai pengamatan di dalam kelas, dilakukan wawancara kepada keenam subjek tersebut di luar jam pelajaran sekolah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data tentang profil inkuiri siswa dalam pembelajaran berbasis proyek dibedakan berdasar gaya belajar di SMK pada penelitian ini menggunakan:
1. Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang cara yang dilakukan dari masing-masing siswa dalam berinkuiri dengan gaya belajar yang berbeda selama proses pembelajaran matematika berbasis proyek dengan tahapan Hirarqi of Inquiry. Observasi ini dilakukan dengan mendeskripsikan komponen-komponen proses inkuiri dari masing-masing siswa dengan gaya belajar yang berbeda pada selang waktu yang di tentukan oleh peneliti. Proses inkuiri yang dilihat oleh observer ketika pembelajaran berlangsung adalah sebagai berikut:
a. Keterampilan paling dasar
Mengamati yang dinilai dari melakukan atau tidak
memperkirakan, mengelompokkan hasil, mengkomunikasikan hasil.
b. Keterampilan dasar
Memprediksi pernyataan tentang apa yang akan terjadi dan menjelaskan.
c. Keterampilan menengah
Mengumpulkan data, membangun dan merancang strategi, melaksanakan penyelidikan ilmiah, mendeskripsikan hasil.
d. Keterampilan terpadu
Menerapkan rencana percobaan serta mengumpulkan data yang sesuai.
e. Keterampilan lanjutan
Menganalisis dan mengevaluasi argumen ilmiah,
memecahkan masalah yang kompleks dalam dunia nyata. Hasil dari Observasi ini kemudian akan dianalisis untuk digunakan dalam mendeskripsikan cara inkuiri dari masing-masing siswa dengan gaya belajar yang berbeda. Adapun lembar observasi keterampilan inkuiri siswa berdasar gaya belajar dapat dilihat pada lampiran A.2.
2. Metode Wawancara
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang profil inkuiri siswa selama proses pembelajaran matematika berbasis proyek dengan tahapan Hirarqi of Inquiry berlangsung dan menguatkan data yang diperoleh dari lembar observasi. Metode ini dilakukan setelah proses pembelajaran selesai. Peneliti memberikan pertanyaan sepihak kepada satu per satu subjek yang terpilih. Jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas di mana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.62 Wawancara tidak terstruktur ini digunakan peneliti karena setiap subjek dengan gaya belajar masing-masing memiliki proses inkuiri yang berbeda.
62
3. Triangulasi
Triangulasi merupakan gabungan atau kombinasi berbagai metode yang di gunakan untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda. Dalam penelitian ini d