SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu PersyaratanDalam Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh:
Handika Rahmatullah NIM. B01212009
PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
JURUSAN KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
v
ABSTRAK
H a n d i k a R a h m a t u l l a h , NIM. B01212009, 2016, Metode Dakwah KH. Machfud Ma’shum Dakwah KH. Machfud Ma’sum
dalam membentuk Leadership Santri Di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik. Skripsi Prodi Komunikasi Penyiaran Islam, Jurusan Komunikasi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya. Kata Kunci: Metode dakwah, KH. Machfud Ma’shum, leadership santri.
Masalah yang diteliti dalam sekripsi ini adalah Bagaimana metode dakwah
KH. Machfud Ma’sum dalam membentuk leadership santri di pondok
pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
Untuk mengidentifikasi permasalahan tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis deskriptif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi (pengamatan), wawancara dan dokumentasi.
Kesimpulan dari penelitian adalah metode dakwah yang di gunakan oleh
K.H.Mahfud Ma’shum adalah metode dakwah bil lisan dan metode dakwah bil hal. Proses dakwah KH. Macfud Ma’shum dalam membentuk leadership
santri adalah untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan (leadership) dalam diri
santri Ihyaul Ulum, dan supaya santri dapat menjadi panutan atau leader di
kalangan masyarakat . Mengaji kitab sehabis shalat magrib yang dilaksankan seminggu 3 kali menjadi sebuah kegiatan untuk menyampaikan pesan
dakwahnya. K.H. Machfud Ma’shum selaku da’i terlebih dahulu mengenal
tingkat strata mad’u yang punya karakter berbeda-beda. Dikarenakan
perbedaan watak, karakter, kepribadian dan umur santri yang berbeda-beda.
KH. Machfud Ma’shum dalam menyampaikan dakwahnya selalu memberikan
motivasi terhadap santri-santrinya untuk dapat terjun ditengah-tengah
masyarakat dan menjadi seorang pemimpin (leadership) serta dapat
mengamalkan ilmu yang mereka punya, KH. Machfud Ma’shum dalam
dakwahnya juga menyampaikan kepada santrinya bagaimana bisa berbuat baik kepada dirinya dan juga kita kaderkan jadi pimpinan orang islam seperti doa
yang sering dibaca setiap kali beliau memimpin ngaji “ya Allah jadikanlah
pemimpin yang muttaqin”. Sebaik baik manusia adalah yang berbuat baik kepada orang lain.
Berdasarkan masalah dan kesimpulan tersebut, maka skripsi dengan
judul metode dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam membentuk leadership
santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik masih belum mendalam, maka dari itu peneliti berharap ada keberlanjutan pembahasan
lebih mendalam tentang metode dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam
membentuk leadership santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik
viii
DAFTAR ISI
JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 7
C.Tujuan Penelitian ... 7
D.Manfaat Penelitian ... 7
E. Konseptualisasi ... 8
F. Sistematika Pembahasan ... 10
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A.Kerangka Teoritik ... 12
1. Pengertian Dakwah ... 12
2. Metode Dakwah ... 14
3. Macam-Macam Metode Dakwah ... 16
B.Leadership ... 30
1. Pengertian Leadership ... 30
2. Teori Kepemimpinan ... 31
3. Ciri-ciri Leadership ... 33
4. Gaya Leadership... 34
C.Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 36
BAB III METODE PENELITIAN A.Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 41
B.Subyek Penelitian ... 42
C.Jenis Dan Sumber Data ... 43
D.Tahap-Tahap Penelitian ... 45
E. Teknik Peengumpulan Data ... 46
F. Teknik Analisis Data ... 50
ix
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
A.Setting Penelitian ... 55
1. Sejarah Ponpes Ihyaul Ulum Dukun Gresik ... 55
2. Biografi KH. Machfud Ma’shum ... 63
B.Penyajian dan Analisis Data ... 64
1. Proses Dakwah KH. Machfud Ma’shum ... 65
2. Metode Dakwah KH. Machfud Ma’shum ... 67
C.Temuan Penelitian Dan Analisis Data ... 79
BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 88
B.Saran ... 89 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama Islam, serta tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar serta pusat pengembangan masyarakat yang diselenggarakan dalam satu kesatuan tempat pemukiman dengan masjid sebagai tempat pendidikan dan
pembinaannya.1
Pesantren pada umumnya sering juga disebut dengan pendidikan Islam tradisional, dimana seluruh santrinya tinggal bersama dan belajar
dibawah bimbingan seorang kyai.2
Di era sekarang ini, pesantren tetap ikut memberikan pengembangan dalam menciptakan kesadaran religius masyarakat. Peranan pesantren dalam mengembangkan dakwahnya telah di jadikan alat untuk mengembangkan ilham kemampuan berfikir masyarakat, santri dan kyai juga menjadikan pengembangan dakwahnya tersebut sebagai media penyampaian tentang pemahaman keilmuan yang di pelajari, dengan tujuan menciptakan tatanan masyarakat santri yang berjiwa ilahiyah dan berakhlakul karimah.
1
Abdul Qadir Jaelani, Peran Ulama’ dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia, (Surabaya: PT. Bina Ilmum 1994 cet 1), h. 07
2
Pembentukan pola pikir dan prilaku santri ini sangat tergantung pada pengembangan dakwah yang telah di aplikasikan oleh lembaga yang bernama pesantren, maka wajar kiranya jika ada asumsi masyarakat yang mengkaitkan bahwa pola pikir santri identik dengan penyampaiannya yang di kembangkan oleh pesantren sebagai lembaga pendidikan dan pengkaderan umat.
Upaya-upaya pengembangan dakwah pesantren untuk menuju pengkaderan santri yang berpotensi, diperlukan pengembangan yag matang sehingga output dari lembaga pesantren dapat di adakan atau
setidaknya dapat mengetahui lebih tentang pola-pola yang
dikemmbangkan dalam proses transformasi materi keilmuan untuk menciptakan dan memperdayakan potensi tersebut. Maka, tidak heran ketika pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan dakwah merubah haluan dalam mengelola dan mendidik para santrinya, dari yang dulu bersifat menjadi bervariasi sesuai dengan perkembangan zaman
Metode dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara
berkomonikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya.3
Setiap metode memerlukan teknik dalam implementasinya, teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu
metode.4 Dakwah dilakukan sebagai upaya pemberantas kemungkaran
secara langsung (fisik) maupun langsung menegakkan ma’ruf (kebaikan)
3
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Prenada Media Group,2012), h. 357
4
seperti membangun masjid, sekolah, jalan raya dan lain-lain.5 Dakwah ditujukan kepada manusia, sementara manusia bukan hanya telinga dan mata tetapi makhluk yang biasa menerima dan menolak sesuai dengan persepsinya terhadap dakwah yang diterima.
Sebagai Da’i sudah seharusnya memiliki sifat dan kepribadian
yang dimiliki Rasulullah SAW, salah satunya adalah kepemimpinan dalam melakukan proses dakwah, sesuai sabda Nabi SAW.
اََ ثدَح
دْبَع
هّا
نْب
َةَمَلْسَم
ْنَع
كهلاَم
ْنَع
هدْبَع
هّا
هنْب
راَيهد
ْنَع
هدْبَع
هّا
هنْب
َرَم ع
نَأ
َلو سَر
هّا
ىلَص
ّا
هْيَلَع
َملَسَو
َلاَق
َلَأ
ْم كل ك
عاَر
ْم كل كَو
لو ئْسَم
ْنَع
ههتيهعَر
يهمَْْاَف
يهذلا
ىَلَع
هسا لا
عاَر
ْمههْيَلَع
َو َو
لو ئْسَم
ْم هْ َع
ل جرلاَو
عاَر
ىَلَع
هلَْأ
ههتْيَ ب
َو َو
لو ئْسَم
ْم هْ َع
ةَأْرَمْلاَو
ةَيهعاَر
ىَلَع
هتْيَ ب
اَههلْعَ ب
ههدَلَوَو
َيهَو
ةَلو ئْسَم
ْم هْ َع
دْبَعْلاَو
عاَر
ىَلَع
هلاَم
ههده يَس
َو َو
لو ئْسَم
َْع
ْم كل كَف
عاَر
ْم كل كَو
لو ئْسَم
ْنَع
ههتيهعَر
Artinya: Ibn umar r.a berkata : saya telah mendengar rasulullah saw bersabda : setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) darihal hal yang dipimpinnya. (bukhori, muslim).6
Maka pemimpin adalah pengembala tanggung jawab atas gembalanya. Mubaligh (komunikator) adalah sebagai pemimpin, sudah
5
Ibid, h. 99 6
barang tentu usahanya tidak hanya terbatas pada sekedar menyampaikan pesan semata-mata, tetapi dia harus juga concern terhadap kelahjutan dari
efek komunikasinya terhadap mad’unya, apakah pesan-pesan tersebut
cukup membangkitkan rangsangan atau dorongan bagi mad’u untuk
melakukan usaha tertentu sesuai dengan apa yang sangat diharapkan,
ataukah mad’u tetap pasif mendengar tetapi tidak mau melaksankan.
Seorang pemimpin seringkali dianalisis dari kualitas
kepemimpinannya. Dan kepemimpinan itu misalnya, kecerdasan, energi, inisiatif dan antusias, hal ini lebih bersifat universal, pemimpin sudah selayaknya memperlihatkan kualitas-kualitas yang diharapkan, atau
dipersyaratkan dalam kelompok kerja.7 Namun kepemimpinan itu tidak
sekedar bersifat pribadi, sebab semua itu dapat dilihat dari spektrum kepemimpinannya. Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi orang atau sekelompok orang ke arah penetapan dan
pencapaian tujuan.8 Kepemimpinan juga berarti seni mempengaruhi
individu atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Orang yang melakukan tindakan kepemimpinan disebut pimpinan yang pada gilirannya juga disebut pemimpin. Dalam kosakata bahasa Inggris
kepemimpinan merupakan terjemahan dari Leadership yang artinya lebih
kurang sama dengan definisi di atas. Sedangkan ayat Al-Qur’an yang
7
John Adair, Membina Calon Pemimpin, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 05
8
menerangkan tentang kepemimpinan, terdapat dalam surat Al-Baqarah
ayat 30 sebagai berikut:9
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqarah:30)
Mencermati ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadist di atas, pemimpin
pada dasarnya adalah pengemban amanah Allah dan rakyat untuk memakmurkan bumi dan mensejahterakan rakyatnya, menegakkan kebenaran dan keadilan bukan sekedar jabatan untuk menduduki status sosial. Dari pengertian itulah kita kenapa rakyat menginginkan sebagai syarat seorang pemimpin harus memiliki watak yang baik dan berkepribadian mulia tidak lain karena kepemimpinan membawa pengaruh. Jadi, bila pemimpinnya bermoral baik maka pengaruhnya kepada rakyat tentu juga baik. Di era globalisasi seperti sekarang ini,
banyak sekali seorang pemimpin (Leadership) yang melakukan perbuatan
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam sepertihalnya korupsi, ketidak adilan dalam kepemimpinan dan lain-lain.
9
Penulis tertarik mengambil judul tersebut, karena di Pondok
Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik terkenal dengan jiwa Leadership.
Pondok pesantren yang memadukan antara sistem salaf dan modern banyak mencetak pemimpin dikalangan alumni. Seperti Prof H. M. Ali Aziz, M.Ag, H. Jazilul Fawaid, SQ, Drs. H. Ilhamullah Sumarkan, M.Ag dan masih banyak lagi. Tak heran kalau lulusan Pondok Pesantren Ihyaul Ulum masih muda sudah menjadi kepala desa, kepala sekolah dan lain sebagainya. semua itu tidak lepas dari didikan para masyayikh ketika masih menjadi santri.
Sistem yang diterapkan di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik yaitu yang menjadi pengurus pondok harus kelas dua MA/SMK. Tidak seperti di pondok pesantren pada umumnya yang menjadi pengurus pondok pesantren lebih senior atau alumni. Alasan beliau yaitu biar nanti ketika santri itu sudah terjun dikalangan masyarakat tidak kaku, dengan bekal yang mereka peroleh di pondok menjadikan mereka lihai ketika terjun di masyarakat.
Agenda kegiatan yang di adakan oleh pengurus pondok juga terbilang banyak, salah satunya yaitu kegiatan tahunan yang merupakan kegiatan terbesar yang di adakan oleh pengurus pondok pesantren yaitu mengadakan acara tabligh akbar yang diadakan di salah satu hari besar
islam seperti peringatan Isro’ Mi’roj, Maulud, Muharrom dan lain-lain
tahunnya. Santri yang masih kelas satu dan dua MA/SMK harus bisa mengkonsep acara yang begitu besar, dengan perkiraan dana yang dikeluakan sekitar 30 juta setiap acara.
Jadi, di pondok pesantren santri tidak hanya diajari tentang
amaliyah saja tetapi juga diajari tentang kepemimpinan (Leadership)
dibawah pimpinan KH. Machfud Ma’shum. Maka dari itu penulis tertarik
mengangkat penelitian dengan judul “Metode Dakwah KH. Machfud
Ma’shum dalam Membentuk Leadership Santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik”.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana metode dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam
membentuk Leadership santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun
Gresik ?
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui metode dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam
membentuk leadership santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun
Gresik.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi
a. Sumbangsih khazanah pengetahuan yang diharapkan mampu
membantu proses pembentukan leadership santri di Pondok
b. Penelitian ini diharapkan bisa membantu Instansi terkait (Universitas Negeri Islam Sunan Ampel dan Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik) untuk bekerjasama mengembangkan informasi dan pengetahuan baru.
2. Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan
a. Menambah pengetahuan dan pemahaman bagi pembaca atau
masyarakat luas tentang pembentukan leadership dalam Pondok
Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
b. Sumbangsih ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan. E. Konseptualisasi
a. Metode Dakwah
Menurut Moh. Ali Aziz ada beberapa definisi tentang metode
dakwah yang dikemukakan oleh pakar Dakwah, antara lain:10
Al-Bayanuni, menurutnya metode dakwah adalah cara-cara yang ditempuh oleh pendakwah dalam berdakwah atau cara menerapkan setrategi dakwah. Said bin Ali al-Qahthani mendefinisikan metode dakwah sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya.
Dari penjabaran diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
metode dakwah adalah cara-cara tertentu seorang da’i (komonikator)
kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan
kasih sayang, hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah
10
harus bertumpu pada suatu pandangan buman oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.
b. Leadership
Leadership: adalah sinonim dari manajemen tidak dapat dibenarkan sepenuhnya, kepemimpinan adalah konsep yang lebih sempit daripada manajemen. Manajer dalam organisasi formal bertanggungjawab dan dipercaya untuk melaksanakan fungsi-fungsi seperti merencana, mengogarnisasi dan mengendalikan, tetapi pemimpin terdapat juga dalam kelompok informal. Pemimpin informal tidak selalu manager formal yang melaksanakan fungsi menajemen yang diperlukan oleh organisasi, oleh karena itu pemimpin hanya
kadang saja merangkap menajer yang sebenarnya.11 Kepemimpinan
dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi orang atau sekelompok
orang ke arah penetapan dan pencapaian tujuan.12
Berdasarkan uraian diatas, jelaslah bahwa yang dimaksud dengan judul diatas adalah mengenai bagaimana metode dakwah
berperan dalam pembentukan leadership santri. Metode dakwah
sebagai cara-cara tertentu seorang da’i (komonikator) kepada mad’u
untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang, hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada
suatu pandangan buman oriented menempatkan penghargaan yang
11
James L Gibson, Organisasi Dan Manajement, (Jakarta: Erlangga, 1994), h. 259
12
mulia atas diri manusia dan pembentukan Leadership adalah bagian dari pengaplikasian metode dakwah terkait dengan kepemimpinan untuk mempengaruhi sekelompok orang kearah penetapan dan penetapan tujuan.
c. Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan penyiaran agama islam serta tempat pelaksanaan kewajiban belajar dan mengajar serta pusat pengembangan jamaah (masyarakat) yang diselenggarakan dalam kesatuan tempat pemukiman dengan masjid
sebagai tempat pendidikan dan pembinaannya.13
Pesantren pada umumnya sering juga disebut dengan pendidikan Islam tradisional, dimana seluruh santrinya tinggal bersama
dan belajar dibawah bimbingan seorang kyai.14
F. Sistematika Pembahasan
Secara garis besar untuk memberikan gambaran pembahasan secara menyeluruh dan sistematis dalam proposal ini, peneliti membaginya dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I: Pendahuluan, yang memuat latar belakang masalah, rumusan Masalah, tujuan penelitian, mananfaat penelitian, konseptualisasi, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
13 Ibid, Peran Ulama’ dan Santri dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia, h. 07 14
Bab II: Kerangka Teoritik yang memuat beberapa ulasan materi seperti: a) Pengertian dakwah , pengertian thariqah (Meode Dakwah), macam-macam metode dakwah.
b) Leadership yang meliputi: Pengertian leadership, toeri leadership, ciri-ciri leadership, gaya leadership, fungsi leadership.
Bab III: Metode Penelitian yang meliputi, Jenis dan pendekatan penelitian, subyek penelitian, jenis dan sumber data, tahap-tahap penelitian, tekhnik pengumpulan data, teknik analisis data, tekhnik keabsahan data.
Bab IV: Laporan Hasil Penelitian meliputi, a) Setting Penelitian (Sejarah Singkat Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik dan
Biografi KH. Machfud Ma’sum), b) Penyajian Data (Proses
Dakwah KH. Machfud Ma’sum, dan Metode Dakwah), c)
Temuan Penelitian dan Analisis Data
12
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Kerangka Teoritik 1. Pengertian Dakwah
Di tinjau dari segi etimologi dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti panggilan, ajakan atau seruan. Dalam ilmu tata bahasa Arab kata
dakwah berbentuk sebagai “isim mashdar”. Kata ini berasal dari fi’il (kata
kerja) “yad’a-yad’u” yang artinya memanggil, mengajak atau menyeru.1
Arti kata dakwah seperti ini sering dijumpai atau dipergunakan dalam
ayat-ayat al-Qu’an seperti dalam surat al-Baqarah ayat 23:2
Artinya: Dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah (al-Baqarah:23)
Orang yang memanggil, mengajak atau menyeru atau melaksanakan
dakwah disebut da’ijika yang menyeru atau da’inya terdiri dari beberapa
orang maka akan disebut du’ah. Sementara itu dakwah Islami adalah menyeru
kejalan Allah yang melibatkan unsur-unsur menyeru, pesan media, metode
atau strategi yang diseru, dan tujuan.3
1
Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 17
2
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan terjemahannya, (Jakarta: PT. Syamill Citra Media), h. 04
3
Dakwah menurut istilah mengandung arti beberapa ragam, banyak ahli ilmu-ilmu dakwah dalam memberikan pengertian atau definisi terhadap istilah-istilah dakwah terdapat beraneka ragam pendapat, hal ini tergantung dari sudut pandang mereka dalam memberikan pengertian terrsebut.
Menurut Hamzah Yaqub dalam bukunya Publistik Islam memberikan
pengertian dakwah dalam Islam adalah mengajak umat manusia dengan
hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasulnya.4
Dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125 disebutkan bahwa dakwah
adalah mengajak manusia kejalan Allah dengan cara yang bijaksana, nasehat yang baik serta berdebat dengan cara yang baik pula.
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs. An-Nahl: 125)5
Kedua pengertian tersebut diatas bila ditelaah lebih detail terdapat beberapa kesamaan, yang menurut penulis bahwasanya Hanum Yakub di
dalam memberikan pengertian istilah dakwah bersandar pada ayat Al-Qur’an
tersebut, sehingga antara kedua definisi itu terdapat kesamaan.
4
Hamzah Yakub, Publistik Islam, (Bandung: CV. Diponogoro, 1973), h. 47 5
2. Metode Dakwah
Dari segi bahasa “metode” berasal dari dua perkataan yaitu “meta”
(melalui) dan “hados” (jalan, cara).6 Dengan demikian kita dapat mengartikan bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui
untuk mencapai tujuan.7 Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode
berasal dari bahasa Jerman methodika artinya ajaran tentang metode.
Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan,
yang dalam bahasa arab disebut thariq.8
Menurut Moh. Ali Aziz ada beberapa definisi tentang metode dakwah
yang dikemukakan oleh pakar Dakwah, antara lain:9 Al-Bayanuni,
menurutnya metode dakwah adalah cara-cara yang ditempuh oleh pendakwah dalam berdakwah atau cara menerapkan setrategi dakwah. Said bin Ali al-Qahthani mendefinisikan metode dakwah sebagai suatu ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-kendalanya. Menurut Abd al-Karim Zaidan, metode dakwah adalah ilmu yang terkait dengan melangsungkan penyampaian pesan dakwah dan mengatasi kendala-kendalanya.
Dari beberapa definisi tersebut, setidaknya ada tiga karakter yang melekat dalam metode dakwah, antara lain:
6
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bui Aksara, 1991), h. 61
7
Wahidin Saputra , Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta : Rajawali Pers 2009), h. 242
8
Hasanudin, Hukum Dakwah, Cet I (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35
9
1) Metode dakwah merupakan cara-cara yang sistematis yang menjelaskan arah setrategi dakwah yang telah ditetapkan, sebagai bagian dari setrategi dakwah.
2) Karena menjadi bagian dari setrategi dakwah yang masih berupa
konseptual, metode dakwah bersifat lebih konkrit dan praktis. Ia harus dapat dilaksanakan dengan mudah.
3) Arah metode dakwah tidak hanya meningkatkan efektivitas
dakwah, melainkan pula bisa menghilangkan hambatan-hambatan, setiap setrategi memiliki keunggulan dan kelemahan, Metodenya berupaya menggerakan keunggulan tersebut dan memperkecil
kelemahannya.10
Metode sangatlah penting untuk mengantarkan kita kepada tujuan
yang akan dicapai.11 Dakwah atau menyeru pada kebaikan adalah
suatu pendidikan.12 Maka metode yang dipakai dalam pendidikan dan
pengajaran itu sebenarnya dapat diterapkan dalam melakukan aktivitas dakwah. Karena pelaksanaan dakwah lebih diutamakan dengan
pengajaran dan pendidikan.13
10
Ibid, h. 22
11
Abdul Kadir Munsyi, Metode Diskusi Dalam Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1981), h. 29.
12
Mahmud Yunus, Pedoman Dakwah Islamiyah, (padang pajang: Sa’diyah, 1968), h. 8.
13
3. Macam-Macam Metode Dakwah a. Metode Al-Hikmah
Kata “hikmah” sering disebut dalam Al-Qur’an baik dalam bentuk
nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezhaliman, jika dikaitkan dengan dakwah berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.
Hikmah dalam bahasa Arab berarti kebijaksanaan, pandai, adil, lemah lembut, kenabian, sesuatu yang mencegah kejahilan dan kerusakan, keilmuan, dan pemaaf. Perkataan hikmah seringkali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana yaitu suatu pendekatan hikmah seringkali pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang di dakwahkan atas
kemauannya sendiri, tidak ada paksaan, konflik, maupun rasa ketakutan.14
Menurut M. Abduh, seperti yang dikutip Munzier Suparta. Dalam buku metode dakwah berpendapat bahwa, hikmah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafadh akan tetapi banyak makna ataupun
diartikan meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.15
14
Hamka, Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 321
15
Dalam bahasa komunikasi, hikmah ini menyangkut situasi total yang mempengaruhi sikap pihak komunikan. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa apa yang disebut dengan Bil Hikmah itu merupakan suatu
metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas dasar persuasif.16
Jadi, perkataan hikmah (kebijaksanaan) itu bukan saja dengan ucapan mulut, melainkan termasuk juga tindakan, perbuatan, dan keyakinan, serta peletakkan sesuatu pada tempatnya.
b.Al- Mau’idhah Al-Hasanah
Secara bahasa, al-mau’idhah al-hasanah terdiri dari kata mau’idhah
dan hasanah. Kata mau’idhah berasal dari kata wa’adha-ya’idhu
-wa’dhan-„idhatan yang berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan
peringatan, sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah artinya
kebaikan lawannya kejelekan. Secara istilah menurut Abd. Hamid
al-Bilali, almau’izhah al-hasanah merupakan salah satu metode dalam
dakwah untuk mengajak kejalan Allah dengan memberikan nasihat atau
membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.17
Pengertian al- mau’idhah al-hasanah dalam tafsir Al-Misbah, al-
mau’idhah al-hasanah adalah uraian yang menyentuh hati yang
mengantar kepada kebaikan. Adapun mau’izhah, maka ia baru dapat
16
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), cet Ke1, h.43.
17
mengena ke hati sasaran bila ucapan yang disampaikannya itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikanya.
Adapun secara terminologi, ada beberapa pengertian diantaranya:
a. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh
Hasanuddin adalah sebagai berikut: al Mau’idzatil Hasanah
adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.
b. Menurut Abd. Hamid al-Bilali al-Mau’idzah al-Hasanah
merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk
mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.18
Dari beberapa definisi diatas, metode mau’idzah hasanah terdiri
dari beberapa bentuk, diantaranya: nasehat, tabsyir watanzir, dan wasiat.
1) Nasehat dan petuah
Nasehat adalah salah satu cara dari al-mau’idzah al-hasanah yang
bertujuan mengingatkan bahwa segala perbuatan pasti ada sangsi dan akibat. Secara terminologi nasehat adalah memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Sedangkan,
18
pengertian nasehat dalam kamus besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka adalah memberikan petunjuk kepada jalan yang benar. Juga berarti mengatakan sesuatu yang benar dengan cara melunakkan hati. Nasehat harus berkesan dalam jiwa dengan keimanan dan petunjuk.
2)Basyir wa tandzir
Tabsyir secara bahasa berasal dari kata basyara yang memepunyai
arti memperhatikan/ merasa tenang. Tabsyir dalam istilah dakwah adalah
peyampaian dakwah yang bersifat kabar-kabar yang menggembirakan
bagi orang-orang yang mengikuti dakwah. Tujuan tabsyir:
a. Menguatkan atau memperkokoh keimanan
b. Memberikan harapan
c. Menumbuhkan semangat untuk beramal
d. Menghilangkan sifat keragu-raguan.19
Tandzir atau indzar menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah dimana isinya berupa perigatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan akhirat dengan segala konsekuensinya.
3)Wasiat
Secara etimologi kata wasiat berasal dari bahasa arab yag diambil
dari kata Washa-Washiya-Washiyatan yang berarti pesan penting
19
berhubungan dengan suatu hal.39 Wasiat dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:
a. Wasiat orang yang masih hidup kepada yang masih hidup, yaitu
berupa ucapan, pelajaran, atau arahan tentang sesuatu
b. Wasiat orang yang telah meninggal (ketika menjelang ajal tiba)
kepad oang yang masih hidup berupa ucapan atau berupa harta benda
warisan.20
Oleh karena itu, pengertian wasiat dalam konteks dakwah adalah:
ucapan berupa arahan (taujih), kepada orang lain (mitra dakwah),
terhadapa sesuatu yang belum dan akan terjadi (amran sayaqa mua’yan).
Wasiat diberikan kepada da’i telah mampu membawa mad’u
dalam memahami seruannya atau disaat memberikan kata terakhir dalam
dakwahnya (tabligh). Wasiat adalah salah satu model pesan dalam
prespektif komunikasi, maka seornag da’i harus mampu mengatur kesan
(management impression) mad’u setelah menerima saeran dakwah.
Sehingaga wasiat yang di berikan mampu mempunyai efek positif bagi mad’u.
c. Dakwah Secara Mujadalah
Dari segi etimologi (Bahasa) lafadh mujadalah terambil dari kata
“jadala” yang bermakna memintal. Apabila ditambahkan alif pada huruf
20
jim yang mengikuti wazan Faa ala, “jaa dala” dapat bermakna berdebat,
dan “mujaadalah” perdebatan.21 Dakwah secara mujadalah itu artinya
berdakwah dengan cara bertukar fikiran atau membantah dengan cara yang sebaik-baiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan dan tidak pula
dengan menjelekkan yang menjadi sasaran dakwahnya.22
Beberapa pengertian al-Mujadalah (al-Hiwar), Al-Mujadalah
berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara
keduanya. Menurut Ali al-Jarisyah, dalam kitabnya Adab al-Hiwar
wa-almunadzarah, mengartikan bahwa “al-Jidal” secara bahasa dapat
bermakna pula “datang untuk memilih kebenaran” dan apabila berbentuk
isim “al-Jadlu” maka berarti “pertentangan atau perseteruan yang tajam”.
Al-Jarisyah menambahkan bahwa, lafadh musytaqdarilafazh “al-Qatlu”
yang berarti sama-sama terjadi pertentangan, seperti halnya terjadinya perseteruan antara dua orang yang saling bertentangan sehingga saling
melawan/ menyerang dan salah satu menjadi kalah.23 Sedangkan menurut
Sayyid Muhammad Thantawi ialah, suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti kuat. Menurut tafsir an-Nasfi, kata yang mengandung arti
21
Wahidin Saputra,Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Raja Gerafindo Persada, 2012), h. 253
22
Mohammad Ali aziz, Ilmu Dakwah, h 72
23
berbantahan dengan baik yaitu dengan jalan yang sebaik-baiknya dalam bermujadalah, antara lain dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau dengan mempergunakan sesuatu perkataan yang bisa menyadarkan hati membangun jiwa dan menerangi akal pikiran, ini merupakan penolakan bagi orang yang enggan melakukan perdebatan dalam agama.
Dari pengertian diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa,
al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu denagn yang lainnya salaing menghargai dan menghormati penapat keduannya berpegang pada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.
Metode Mujadalah biasa disebut metode dakwah melalui tanya
jawab adalah metode yang dilakukan dengan menggunakan tanya jawab untuk mengetahui sampai sejauh mana ingatan atau pikiran seseorang dalam memahami atau menguasai materi dakwah, di samping itu juga
merangsang perhatian penerima dakwah.24
Metode tanya jawab merupakan suatu cara untuk menyajikan dakwah harus dakwah digunakan dengan metode dakwah yang lainnya,
24
seperti metode caramah. Metode ini dipandang cukup efektif apabila ditempatkan dalam usaha dakwah, karena objek dakwah dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang belum dikuasai oleh mad’u sehingga akan
terjadi hubungan timbal balik antara subjek dakwah dengan ojek dakwah.
Metode ini dimaksudkan untuk mendorong mitra dakwah berfikir dan mengeluarkan pendapatya serta ikut menyumbangkan dalam suatu masalah agama yang terkandung banyak kemungkinan-kemungkinan jawaban. Abdul Kadir Munsyi mengartikan diskusi dengan jalan pertukaran pendapat diantara beberapa orang.
Dapat disimpulkan bahwa metode dakwah melalui diskusi adalah berdakwah dengan cara bertukar pikiran tentang suatu masalah keagamaan sebagai pesan dakwah antar beberapa orang dalam tempat tertentu.
Dalam diskusi seorang pendakwah sebagai pembawa misi Islan haruslah dapat menjaga keagungan namanya dengan menampilkan wajah yang tenang, berhati-hati, cermat, dan teliti dalam memberikan materi dan
memberikan jawaban atas sanggahan peserta.25
d.Metode Bil Qalbi
Metode Bil Qolbi adalah cara kerja dalam melaksanakan dakwah amar
ma‟ruf nahi munkar, sesuai dengan potensi actual hati manusia yang
25
sifatnya meyakini dan menolak dakwah, dalam batin meyakini apa yang harus disampaikan oleh masyarakat adalah merupakan kebenaran dari Allah SWT. dan Rosul-Nya, didalam hati tidak mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil (talbisul al haq bil bathil), mana yang haq disepakati harus disampaikan dan mana yang bathil disetujui untuk tidak
disampaikan.26
e. Metode Bil Lisan
Metode Bil Lisan adalah suatu cara kerja yang mengikuti sifat dan
prosedur lisan dalam menggutarakan suatu cita-cita, keyakinan, pandangan dan pendapat. Kelancaran bahasa dan kemampuan menata pikiran yang akan diutarakan, keluasan ilmu pengetahuan, kematangan sikap dan keluasan amal sebanding dengan keluasan ilmu yang dimiliki (minimal bidang yang akan disampaikan) sangat menentukan dalam penggunaan
metode ini.27
Dakwah bil lisan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, yaitu
Islamisasi via ucapan. Beliau berkewajiban menjelaskan pokok-pokok dan intisari ajaran Islam kepada umatnya (kaum muslimin) melaui dialog dan khutbah yang berisi nasehat dan fatwa. Selain itu beliau juga mengajarkan
26
Yoyon Mujiono, Metodologi Dakwah, h 15
27
kepada para sahabatnya, setiap kali turunnya wahyu yang dibawa Malaikat
Jibri, yang kemudian dilafalkan dan ditulis di pelepah kurma.28
f. Metode Bil Yaad
Metode Bil Yaad adalah suatu kerja yang mengupayakan terwujudnya
ajaran Islam dalam kehidupan pribadi dan sosial dengan mengikuti cara dan prosedur kerja potensi manusia yang berupa hati, pikiran, lisan dan tangan/fisik yang nampak dalam keutuhan kegiatan operasional. Penekanannya adalah sedikit bicara banyak kerja (amal nyata) oleh karenanya metode ini sangat komplek dibanding dengan penggunaan metode lainnya, sebab melibatkan keteguhan akidah, keutuhan wawasan islam, keteguhan memegang etika dakwah, keterampilan menterjemahkan ajaran islam dalam bentuk konkrit serta kemampuan membaca keadaan
secara menyeluruh.29
g. Metode Dakwah Bil Hal
Dakwah bi al-Hal adalah dakwah yang mengedepankan perbuatan
nyata. Hal ini dimaksudkan agar penerima dakwah (al-Mitra dakwahlah)
mengikuti jejak dan hal ikhwal da’i (juru dakwah). Dakwah jenis ini
mempunyai pengaruh yang besar pada diri penerima dakwah. Pada saat pertama kali Rasulullah SAW tiba di kota Madinah, beliau mencontohkan
28
Asep Shaifuddin, Sheh Sulhawi Rubba, Fikih Ibadah Safari ke Baitullah, (Surabaya:Garisi, 2011),h. 28
29
Dakwah bil-Hal ini dengan mendirikan Masjid Quba dan mempersatukan
kaum Anshor dan kaum Muhajirin dalam ikatan ukhuwah Islamiyah.30
Metode dakwah bil hal yaitu menyeruh kepada manusia untuk kebahagiaan dunia dan akhirat dengan perbuatan nyata yang sesuai dengan keadaan manusia.
Dalam sebuah tulisannya, M. Yunan Yusuf mengungkapkan bahwa
istilah dakwah bi lisan al-haal dipergunakan untuk merujuk kegiatan
dakwah melalui aksi atau tindakan/perbuatan nyata. Demikian juga E. Hasim dalam Kamus Istilah Islam memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan dakwah bil hal adalah dakwah dengan perbuatan nyata.
Karena merupakan aksi atau tindakan nyata maka dakwah bi lisan al haal
lebih mengarah pada tindakan menggerakkan atau aksi menggerakkan mitra dakwah, sehingga dakwah ini lebih berorientasi pada pengembangan masyarakat.
Usaha pengembangan masyarakat Islam memiliki bidang gerapan yang luas. Meliputi pengembangan pendidikan, ekonomi dan social masyarakat. Pengembangan pendidikan merupakan bagian penting dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Ini berarti bahwa pendidikan harus
30
diupayakan untuk menghidupkan kehidupan bangsa yang maju, efisien, mandiri terbuka dan berorientasi ke masa depan.
Pengembangan pendidikan mesti pula mampu meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan diharapkan mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Dalam bidang ekonomi, pengembangannya dilakukan peningkatan minat usaha dan etos kerja yang tinggi serta menghidupkan dan mengoptimalisasi sumber ekonomi umat. Sementara pengembangan social kemasyarakatan dilakukan dalam kerangka merespon problem sosial yang timbul karena dampak modernisasi dan globalisasi, seperti masalah pengangguran, tenaga kerja, penegakan hokum, HAM dan pemberdayaan perempuan.
Dakwah hendaklah difungsikan untuk meningkatkan kualitas umatnya yang pada akhirnya akan membawa adanya perubahan social, karena pada hakikatnya Islam menyangkut tataran kehidupan manusia sebagai individu
dan masyarakat (sosio-kultural).
Salah satu metode dalam dakwah bi al-hal (dakwah dengan aksi nyata)
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk
mengembangkannya dengan dilandasi proses kemandirian.31
Dakwah bi al-hal merupakan aktivitas dakwah Islam yang dilakukan
dengan tindakan nyata atau amal nyata terhadap kebutuhan penerima dakwah. sehingga tindakan nyata tersebut sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh penerima dakwah. Misalnya dakwah dengan membangun rumah sakit untuk keperluan masyarakat sekitar yang membutuhkan
keberadaan rumah sakit.32
Contoh lain dari metode dalam dakwah bi al-hal adalah metode
kelembagaan, yaitu pembentukan dan pelestarian norma dalam wadah oragnisasi sebagai instrumen dakwah. Untuk mengubah perilaku anggota melalui isntitusi. Pendakwah harus melewati proses fungsi- fungsi
manajemen yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
penggerakkan (actuating), dan pengendalian (controlling).33
Metode pemberdayaan dan kelembagaan berbeda satu sama lain. Perbedaan pokok dari kedua metode ini adalah terletak pada arak
kebijakannya. Metode kelembagaan bersifat dari atas ke bawah (top-down).
Ketika pendakwah memimpin sebuah orgaisasi, ia memiliki otoritas untuk membuat budaya organisasi yang diberlakukan kepada bawahan.
31
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 378
32
Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 178
33
Sedangkan strategi ke pemberdayahan lebih bersifat desentralistik degan
kebijakan dari bawah ke atas (bottom-up). Permasalahan tidak ditetukan
oleh pemimpin tetapi oleh rakyat. Pendakwah cukup mengumpulkan
masyarakat untuk merumuskan masalah sacara bersama-sama.34
Menyelenggarakan pendidikan bagi masyarakat secara luas, yaitu dengan cara mewujudkan gamelan sekatan, kesenian wayang kulit yang sarat berisikan ajaran Islam , merintis permainan-permainan anak yang berisikan ajaran Islam, serta mengajarkan lagu-lagu jawa yang disisipi
dengan ajaran Islam.35
Disini perlu ada beberapa langkah dan orientasi gerakan dakwah yang perlu dirumuskan ulang. Pertama, setiap gerakan dakwah perlu merumuskan orientasi yang lebih spesifik dalam memadukan dakwah bi al-lisan dengan bi al-hal bagi daerah atau masyarakat di pedesan. Hal itu diperlukan kekhususan potensi, masalah dan tantangan yang dihadapi tidak sama dengan penduduk dan daerah perkotaan.
Kedua, setiap gerakan dakwah perlu merumuskan perencanaan dakwah yang muatan misinya tetap sesuai dengan ajaran Islam yang
dipesankan al-Qur’an dan al-Sunnah, namun orientasi programnya perlu
perlu berdasarkan data empirik dari potensi, masalah, kebutuhan, dan
34
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 381
35
tantangan yang dihadapi masyarakat. Ketiga, berkaitan dengan bentuk dan jenis program. Program dan kegiatan dakwah bagi masyarakat pedesaan harus dirumuskan secara lebih bervariasi dan lebih kongkrit berdasarkan kebutuhan, permasalahan, dan tuntutan konkrit masyarakat dakwah
setempat.36
B. Leadership
1. Pengertian Leadership
Sebelum membahas berbagai hal seputar kepemimpinan (leadership), sebaiknya dirumuskan terlebih dahulu arti istialah leadership itu sendiri.
Menurut J. Riberu kepemimpian (leadership) dapat di artikan: orang atau
kelompok orang-orang yang memimpin.37 Sedangkan menurut Arep &
Tanjung menerangkan bahwa “Kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang saling berbeda-beda menuju kepada pencapaiaan tujuan
tertentu“.38
Kartono menyatakan kepemimpinan adalah kemampuan untuk memberikan pengaruh yang konstruktif kepada orang lain untuk
36
Haedar Nasir, Islam dan Prilaku Umat diTengah Perubahan, (Yogyakarta: Pustaka SM, 2002). Hal.83
37
J. Riberu, Dasar-Dasar Kepemimpinan, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1992), h. 01
38
melakukan suatu usaha komperatif mencapai tujuan yang sudah di
rencanakan.39
Berdasarkan defenisi-defenisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya kepemimpinan (leadership) merupakan aspek pengelolaan yang penting dalam sebuah organisasi atau lembaga, kemampuan untuk memimpin secara efektif sangat menentukan berhasil atau tidaknya sebuah organisasi dalam mencapai tujuan, dalam usahanya untuk mencapai tujuan tersebut, maka ia haruslah mempunyai pengaruh untuk memimpin para bawahannya.
2. Teori Kepemimpinan (Leadership)
Menurut Danim sebagaimana dikutip oleh Nur Efendi, bahwa ada delapan teori tentang kepemimpinan di dunia. Teori terebut adalah sebagai berikut:
1) Teori Genetis. Teori ini mengasumsikan bahwa seorang pemimpin
besar adalah bukan hasil bentukan, melainkan ia memang ditakdirkan dan dilahirkan menjadi seorang pemimpin. Teori ini dikenal juga dengan istilah the great man theory.
2) Teori Sifat. Teori ini tidak jauh berbeda dengan teori sebelumnya.
Teori ini percaya bahwa seorang pemimpin sudah mewarisi sifat-sifat
39
kepemimpinan dari orangtuanya, yang kemudian ia juga akan menjadi seorang pemimpin.
3) Teori Kontingensi. Teori ini mengatakan bahwa lingkungan tempat
ia memimpin, kondisi dan kualitas bawahannya sangat menentukan kepemimpinan yang ideal.
4) Teori Situasional. Teori kepemimpina ini mengusulkan bahwa
pemimpin memilih tindakan terbaik berdasakan variabel situasional.
5) Teori Perilaku (behavioral theory of leadership). Teori ini
mengatakan bahwa pemimpin tidak dilahirkan, tetapi dibentuk. Setiap orang memiliki kesempatan untuk menjadi pemimpin.
6) Teori partisipatif. Pendapat teori ini adalah memposisikan sejajar
antara pemimpin dengan yang dipimpin. Mereka harus senantiasa bermusyawarah dalam mengambil keputusan.
7) Teori Transaksional. Suatu teori yang fokus pada peran
pengawasan, organisasi dan kinerja kelompok. Juga dikenal dengan management theories.
8) Teori Transformasional. Gaya kepemimpinan yang sangat
akomodatif terhadap semua potensi bawahan dan kemudian
dikembangkan untuk meningkatkan kinerja kelompok.40
40
3. Ciri-ciri Leadership
Stephen R. Covey mengatakan bahwa ada delapan ciri pemimpin yang berprinsip, di mana dengan ciri tersebut seorang pemimpin akan bertindak progresif dan efektif. Mereka harus memiliki ciri-ciri seperti: terus belajar, berorientasi pada pelayanan, memancarkan energi positif, mempercayai orang lain, hidup seimbang, menjadikan hidup sebagai
petualangan, sinergistik, dan berlatih untuk memperbarui diri.41
Dalam Islam sendiri ciri pemimpin ideal juga ada. Misalnya menurut Raja Ali Haji, sebagaimana dikutip oleh Nur Efendi, Nabi Muhammad adalah seseorang yang memiliki sifat dan karakteristik pemimpin terbaik sepanjang masa. Maka seyogyanya pemimpin minimal harus memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Kejujuran (shiddiq). Kejujuran adalah salah satu sifat Nabi
Muhammad yang sudah beliau terapkan dalam hidupnya sejak kecil, sebelum beliau diangkat menjadi nabi dan rasul.
2. Bertanggung jawab (amanah). Tanggung jawab adalah sifat yang
wajib dimiliki oleh pemimpin. Tanpa adanya tanggung jawab dari seorang pemimpin maupun anggota, kepemimpinan tidak akan berjalan dengan baik dan tidak akan pernah berhasil mencapai tujuan bersama.
41
3. Komonikatif (tabligh). Menyampaikan apa yang seharusnya disampaikan kepada atasan, rekan, atau pun bawahan adalah sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin. Ia harus transparan. Karena dengan transparansi, seseorang akan lebih percaya dan kooperatif.
4. Cerdas (fathanah). Hal yang tidak kalah penting adalah seorang pemimpin
harus cerdas. Dengan keceradasan, seorang pemimpin akan mudah membaca peluang dengan cepat dan tepat, tentu ia juga akan mudah
dalam memandu rekan-rekannya.42
Dari dua tinjauan tokoh di atas (common perspetive and Islamic perspective), hemat peneliti bahwa keduanya memiliki ide yang sama. Sehingga, bagi peneliti ke empat sifat nabi tersebut adalah main point-nya para pemimpin, sementara poin-poin Stephen R. Covey seperti memancarkan energi positif, mempercayai orang lain, hidup seimbang, dan lain-lain adalah perilaku dan sikap tambahan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agung.
4. Gaya Leadership
Menurut Tjiptono gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang
digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahannya.43 Sementara
itu, pendapat lain menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola
42
Nur Efendi, Islamic Educational Leadership: Memahami Integrasi Konsep Kepemimpinan di Lembaga Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Parama Publishing, 2015), h. 43-44
43
tingkah laku (kata-kata dan tindakan-tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh orang lain.
Gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap
dan perilaku para anggota organisasi bawahannya.44
Adapun gaya kepemimpinan adalah sebagai berikut:
1) Gaya kepemimpinan otoriter
Gaya kepemimpinan ini menghimpun sejumlah perilaku atau gaya kepemimpinan yang bersifat terpusat pada pemimpin sebagai satu-satunya penentu, penguasa dan pengendali anggota organisasi dan kegiatannya dalam usaha mencapai tujuan organisasi.
2) Gaya kepemimpinan demokratis
Gaya kepemimpinan yang menempatkan manusia sebagai faktor pendukung terpenting dalam kepemimpinan yang dilakukan berdasarkan dan mengutamakan orientasi pada hubungan dengan anggota organisasi.
3) Gaya kepemimpinan bebas
Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya berpandangan bahwa anggota organisasi mampu mandiri dalam membuat keputusan atau mampu mengurus dirinya masing-masing, dengan sedikit
44
mungkin pengarahan atau pemberian petunjuk dalam merealisasikan tugas pokok masing-masing sebagai bagian dari tugas pokok organisasi.
C. Penelitian Terdahulu yang Relevan
Untuk melengkapi refrensi dan pengembangan penelitian ini, peneliti mempelajari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti lainnya yang berkaitan dengan fokus penelitian ini, sebagai bahan pembanding dan pertimbangan dalam penelitian ini. Peneliti telah menggali beberapa penelitian terdahulu yang sejenis, diantaranya adalah:
1. Metode Dakwah Tentang Lingkungan Hidup KH. Miftahul Luthfi
Muhammad. Penelitian ini dibuat oleh, Ulwiyatul Unza, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, KPI, 2014.
Penelitian tersebut mengupas tentang bagaimana metode dakwah lingkungan hidup yang dipakai KH. Miftahul Luthfi Muhammad dalam mewujudkan kampung yang indah, asri, bersih, hijau, dan sehat. Yang menjadi pembeda yaitu tentang metode dakwah yang beliau gunakan dalam mewujudkan lingkungan hidup. Beliau menggunakan metode
dakwah bil lisan, bil qolam, bil hal dan silaturrahim. Sedangkan
2. Metode Dakwah KH. Robbach Ma’shum Melalui Dzikir Al-Syifa’ di Perumahan Gresik Kota Baru. Penelitian ini dibuat oleh Muhammad Nizam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, KPI, 2014.
Penelitian tersebut mengupas tentang bagaimana metode dakwah yang
dipakai oleh KH. Robbach Ma’shum melalui dzikir al-syifa’ di
perumahan Gresik kota baru.
Perbedaan penelitian ini adalah tentang metode dakwah yang beliau
pakai. Beliau memakai metode dakwah bil qolbi, bil lisan, dan bil hal.
Sedangkan persamaan penelitian ini yaitu sama-sama fokus meneliti metode dakwah yang beliau gunakan.
3. Efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan Hypnotherapy untuk
Meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa
Bondowoso. Penelitian ini dibuat oleh Anwari Nuril Huda, Fakultas Dakwah dan Komunkasi, BKI, 2016.
Penelitian tersebut mengupas tentang bagaimana Efektivitas
Hypnotherapy dalam meningkatkan Leadership Skill Pengurus Pondok Pesantren Nurut Taqwa Bondowoso. Yang menjadi perbedaan pada
penelitian ini adalah lebih fokus memakai konseling hypnotherapy dalam
meningkatkan leadership santri pengurus pondok pesantren tidak fokus
kepada pembentukan leadership santri pengurus pondok pesantren.
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
No Jadwal Persamaan Perbedaan
1 Metode Dakwah
Tentang
Lingkungan Hidup
KH. Miftahul
Luthfi Muhammad
Sama-sama meneliti metode dakwah
Metode Dakwah Bil
Lisan, Metode
Dakwah Bil Qolam,
Metode Dakwah Bil
Hal dan
Silaturrahim
2 Metode Dakwah
KH. Robbach
Ma’shum Melalui Dzikir Al Syifa’ di
Perumahan Gresik Kota Baru
Sama-sama meneliti metode dakwah
Metode Dakwah Bil
Qolbi, Metode
Dakwah Bil Lisan,
dan Metode
Dakwah Bil Hal
3 Efektifitas
Bimbingan dan
Konseling Islam
dengan Hypnotherapy
untuk
Meningkatkan
Sama-sama mengacu
pada leadership
santri pengurus
pondok pesantren
Memakai
hypnotherapi dalam Meningkatkan leadership Santri
Pengurus Pondok
Pesantren, lebih
Leadership Skill
Pengurus Pondok
Pesantren Nurut
Taqwa Bondowoso
konseling, dan lebih kepada peningkatan leadership tidak kepada
40
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian “Metode
Dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam membentuk leadership santri di
Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik” yaitu metode kualitatif.
Metodologi penelitian atau metodologi riset berasal dari bahasa
inggris, metodologi berasal dari kata methodology, maknanya ilmu
yang menerangkan metode-metode atau cara-cara, kata penelitian
merupakan terjemahan dari bahasa ingggris research yang terdiri dari
kata re yang artinya mengulang dan search yang berarti pengertian,
pengejaran, penelusuran, penyelidikan atau penelitian maka research
berarti berulang melakukan pencarian. Jadi metode penelitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah, dianalisis diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan
cara pemecahannya.1
Metode penelitian berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan penelitian yang akan dilakukan sebagai acuan dasar. Metode penelitian akan sangat menjadi alat dalam melakukan analisis data yang ada sehingga dapat menemukan kesimpulan tersebut.
1
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Maksudnya adalah data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, dokumen, gambar, dan bukan
angka-angka.2 Sedangkan yang dimaksud dengan jenis penelitian deskriptif
adalah suatu penelitian yang hanya bertujuan memaparkan suatu
peristiwa atau fakta terhadap objek yang diteliti saja.3 Peneliti
menggunakan metode penelitian deskriptif ini, peneliti ingin mempelajari secara intensif latar belakang, sifatsifat karakter dan
metode dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam membentuk leadership
santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
Alasan Peneliti menggunakan penelitian deskriptif kualitatif adalah:
1. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan metode
dakwah dengan lisan, dan dengan tindakan KH. Machfud
Ma’shum dalam membentuk leadership santri di Pondok
Pesantren Ihyaul Ulum.
2. Berusaha menampilkan secara utuh dan membutuhkan
kecermatan dalam pengamatan dan pemaparan sehingga bisa dipahami secara menyeluruh hasil dari penelitian.
2
Lexy J moleong, Metode Penlitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003), h. 11
3
3. Peneliti dituntut untuk terjun langsung kelapangan guna memperoleh data yang peneliti inginkan, seperti data tentang metode dakwah lingkungan hidup.
Dalam proses penelitian ini peneliti berperan langsung, bertindak sekaligus sebagai instrument dalam pengumpulan data, karena penelitian ini dilakukan dengan fokus mengenai metode dakwah KH.
Machfud Ma’shum dalam membentuk leadership santri di Pondok
Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik, peneliti langsung terjun ketempat penelitian dan melakukan wawancara, observasi, serta dokumentasi kepada para informan. Peneliti juga mempunyai peran sebagai pengamat partisipan artinya masing-masing pihak, baik pengamat maupun yang diamati menyadari peranannya. Ketika dalam penelitian, peneliti langsung menuju kepada objek atau informan, sehingga kehadiran peneliti diketahui statusnya oleh subjek atau informan peneliti.
B. Subjek Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan subyek penelitian yang memiliki peran penuh dalam penelitian.
Yang menjadi sasaran penelitian ini adalah key Informan (KH.
dan putri Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik). Seorang yang memberikan informasi apa yang peneliti butuhkan selama melakukan penelitian (April sampai Juli 2016) di lingkungan Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Menurut Lofland sumber data utama pada penelitian kualitatif berupa kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen, dan lain-lain.4 Jenis data yang digunakan oleh
peneliti dibagi menjadi dua, yakni data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari sumber asli, dalam hal ini peneliti memperoleh dari hasil wawancara dengan KH. Machfud
Ma’shum sebagai key informan. Alasan peneliti menggunakan data
primer adalah karena dengan adanya data itu peneliti dengan mudah mendapatkan informasi langsung tentang masalah yang diangkat. b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara dan merupakan data pelengkap dan pendukung. Alasan peneliti menggunakan data sekunder adalah bahwa mencari informasi tentang masalah yang diangkat dalam
4
penulisan skripsi ini tidak hanya melalui wawancara langsung dengan para informan, tetapi juga bisa dengan media yang lain. Sepertihalnya dokumentasi kegiatan dakwah KH. Machfuud
Ma’shum, data yang berasal dari berbagai sumber-sumber literatur
yang terkait.
2. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini, dibagi kedalam kata-kata dan
tindakan. Hal ini sependapat dengan apa yang dikonsepkan Lofland, bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif dalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data-data tambahan, seperti
dokumen-dukumen lainnya.5 Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan sumber
data dari:
a. Kata-kata dan Tindakan
Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamatai atau diwawancarai merupakan sumber data utama. sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman suara, pengambilan foto sebagai bukti gambar. Sedangkan proses
wawancara yang akan peneliti lakukan pada sumber key informan
yaitu wawancara dengan KH. Machfud Ma’shum.
5
b. Sumber Tertulis
Sumber tertulis, sumber data yang kedua yang berasal dari luar sumber kata-kata dan tindakan. Dilihat dari sumber data, bahan tambahan yang berasal dari bahan tertulis, dapat dibagi atas sumber
buku, dokumen resmi dan lain sebagainya.6
D. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan beberapa tahapan dalam penelitian antara lain:
1. Indentifikasi Masalah
Tahapan awal dalam penelitian ini adalah menentukan permasalahan. Permasalahan merupakan titik tolak bagi keseluruhan penelitian. Permasalahan yang terjadi pada penelitian ini adalah pembentukan leadership santri sebagai metode dakwah KH. Machfud
Ma’shum yang akan dijadikan obyek penelitian.
2. Menentukan sumber Penelitian
Tahapan Ini, peneliti menentukan sebuah catatan-catatan yang ada pada buku atau dari hasil wawancara, peneliti mencari dan mengumpulkan data primer yang harus dimiliki oleh peneliti, yaitu sebuah catatan dari buku atau dari wawancara langsung pada obyek yang diteliti.
6
a. Penyususnan Judul Skripsi
Langkah selanjutnya yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
menentukan judul. Judul dalam penelitian ini mengambil “Metode
Dakwah KH. Machfud Ma’shum dalam Membentuk Leadership
Santri di Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik”.
b. Melakukan Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori kesatuan uraian dasar. Pada tahap ini data yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu: wawancara, pengamatan, dokumen, dan data lain yang mendukung dikumpulkan, diklasifikasikan dan di analisis
c. Menyimpulkan
Langkah terakhir adalah menyimpulkan hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah dan tujuann penelitian.
E. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan prosedur yang sistemik dan
standar untuk memperoleh data yang diperlukan.7 Dalam penelitian
ini peneliti menggunakan tiga metode pengumpulan data yaitu:
7
1. Metode Observasi
Yaitu kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, objek-objek yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung
penelitian yang sedang dilakukan.8 Hal ini dilakukan dari objek
ataupun peristiwa-peristiwa yang terjadi. Data observasi ini lebih
menitik beratkan pada kegiatan dakwah KH. Machfud Ma’shum di
Pondok Pesantren Ihyaul Ulum Dukun Gresik.
2. Metode Interview (wawancara)
Interview atau wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga
bisa dikonstruksikan makna dalam suatu topik.9Adapun
pihak-pihak yang akan di wawancaraai dengan peneliti yaitu;
1) Key Informan: Pengasuh Pondok Pesantren Ih