IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
(Studi Kasus dalam Pengajaran Agama Islam terhadap
Peserta Didik Non Muslim di PP. Ngalah)
SKRIPSI
Oleh:
BERLIAN TAHTA ARSYILLAH NIM. D01211042
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
i
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
(Studi Kasus dalam Pengajaran Agama Islam terhadap
Peserta Didik Non Muslim di PP. Ngalah)
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Sarjana
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Oleh :
BERLIAN TAHTA ARSYILLAH
NIM : D01211042
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTASTARBIYAH DAN KEGURUAN
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi oleh :
Nama : Berlian Tahta Arsyillah
NIM : D01211042
Judul : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL (Studi
Kasus dalam Pengajaran Agama Islam terhadap Peserta Didik Non
Muslim di PP. Ngalah)
Ini telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.
Surabaya, 20 Januari 2015
Pembimbing,
Dr. H. Achmad Muhibin Zuhri, M.Ag. NIP. 197207111996031001
i
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi oleh Berlian Tahta Arsyillah ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Surabaya, 5 Februari 2015
Mengesahkan, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Dekan,
Prof. Dr. H. Ali Mudlofir, M. Ag.
NIP. 196311161989031003
Ketua,
Dr. H. Achmad Muhibbin Zuhri, M. Ag.
NIP. 197207111996031001
Seketaris,
Agus Prasetyo Kurniawan, M. Pd
NIP. 198308212011011009
Penguji I,
Dr. H. Damanhuri, MA
NIP. 195304101988031001
Penguji II,
M. Faizin, M. Pd. I
ABSTRAK
Berlian Tahta Arsyillah. 2015. Implementasi Pendidikan Multikultural (Studi Kasus dalam Pengajaran Agama Islam terhadap Peserta Didik Non Muslim di PP. Ngalah).
Kata Kunci: Pendidikan Multikultural, Pondok Pesantren Ngalah.
Keberagaman suku, agama, bahasa, ras, etnis, dan budaya menjadikan Negara Indonesia sebagai negara multi budaya atau biasa disebut multikultural. Seringkali kemajemukan yang terjadi di Indonesia menimbulkan percekcokan sehingga kerap kali terjadi kekerasan, penindasan, teror yang mengatasnamakan agama. Seorang Kyai pendiri PP. Ngalah Pasuruan memiliki gagasan dalam menyikapi persoalan tersebut. Sering kali ia mengadakan beragam acara untuk kesatuan umat beragama. Bahkan dalam aplikasinya pengajian di pesantrennya diikuti oleh beragam golongan masyarakat multikultural, misalnya non muslim, orang Jawa, Madura, tukang ojek, pengusaha, tokoh agama, sampai pengamen.
Oleh karenanya, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana proses pendidikan multikultural yang terjadi di Pesantren Ngalah. Dengan menfokuskan pokok penelitian, peneliti mengupas tuntas mengenai kurikulum yang diterapkan dalam pendidikan multikultural di Pesantren Ngalah, yang dari proses pembelajaran ini dapat berdampak pada output yang dihasilkan setelah mengikuti pengajian di sana. Tentunya pelaksanaan tersebut memiliki dukungan dan hambatan dalam aplikasinya.
Untuk mempermudah penelitian, peneliti menggunakan penelitian lapangan, yaitu dengan langsung terjun ke lokasi yang diteliti. Pengumpulan data dapat diperoleh dari observasi terhadap lingkungan di sana, wawancara kepada pihak terkait, dan mengumpulkan dokumentasi yang berkaitan dengan implementasi pendidikan multikultural di Pesantren Ngalah.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 8
C.Tujuan Penelitian ... 9
D.Kegunaan Penelitian ... 9
E. Penelitian Terdahulu ... 11
F. Metode Penelitian ... 13
BAB II DISKURSUS TENTANG PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
A. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural ... 25
1. Pengertian Pendidikan Multikultural ... 25
a. Pengertian Pendidikan ... 25
b. Pengertian Multikultural ... 28
c. Pengertian Pendidikan Multikultural ... 31
2. Tujuan Pendidikan Multikultural ... 35
3. Ruang Lingkup Pendidikan multikultural ... 38
4. Model dan Karakteristik Pendidikan Multikultural ... 40
a. Model Pendidikan Multikultural ... 40
b. Karakteristik Pendidikan Multikultural... 42
5. Kurikulum Pendidikan Multikultural ... 45
a. Manifest Curriculum dan Hidden Curriculum ... 45
b. Materi dalam Kurikulum Pendidikan Multikultural… 48
c. Strategi dan Metode dalam Kurikulum Pendidikan Multikultural ... 49
d. Evaluasi dalam Kurikulum Pendidikan Multikultural.. 50
B. Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural ... 51
1. Perspektif Agama Islam tentang Multikulturalisme ... 51
2. Menyemai Multikulturalisme melalui Pendidikan Agama 60
BAB III KURIKULUM MULTIKULTURAL PP. NGALAH
A. Sejarah Perkembangan PP. Ngalah ... 66
B. PP. Ngalah sebagai Lembaga Pendidikan yang Mengembangkan Pendidikan Multikultural ... 70
C. Kurikulum Multikultural PP. Ngalah ... 74
1. (Hidden Curriculum) Kurikulum Multikultural pada PP. Ngalah ... 76
2. Penerapan Kurikulum Multikultural pada PP. Ngalah ... 78
a. Kompetensi ... 79
b. Materi ... 87
c. Proses Pembelajaran ... 96
d. Evaluasi ... 99
BAB IV OUTPUT PENGAJARAN AGAMA ISLAM TERHADAP PESERTA DIDIK DI PP. NGALAH A. Sikap Peserta Didik pada Pengajian Multikultural di PP. Ngalah ... 103
1. Sikap Peserta Didik Non Muslim setelah Mengikuti Pengajian di PP. Ngalah ... 109
2. Sikap Santri setelah Mengikuti Pengajian Bersama Non Muslim ... 113
PP. Ngalah ... 117
BAB V FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PENGAJARAN
AGAMA ISLAM TERHADAP PESERTA DIDIK NON MUSLIM DI PP.
NGALAH
A. Faktor yang Mempengaruhi Pengajaran Agama Islam ... 119
B. Faktor Pendukung Pengajaran Agama Islam terhadap Peserta
Didik Non Muslim di PP. Ngalah... 124
C.Faktor Penghambat Pengajaran Agama Islam terhadap Peserta
Didik Non Muslim di PP. Ngalah ... 131
BAB V PENUTUP
A. Kesimpualan ... 135
B.Saran ... 138
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Tidak seorangpun
dapat mengingkari kemajemukan bangsa Indonesia. Bangsa yang terdiri dari
berbagai ragam suku, agama, bahasa, ras, etnis dan budaya. Hal ini merupakan
sebuah kekayaan yang patut menjadi kebanggaan besar bagi rakyat Indonesia.
Suku yang berada di Indonesia sangat bermacam-macam, seperti suku Jawa,
Melayu, Madura, dan berbagai suku-suku kecil lainnya seperti di Lombok,
Bali, Dayak dan yang lain. Dari berbagai suku yang ada, saling memiliki
bahasa, adat, dan tradisi yang beragam pula.1
Pada mulanya, keberagaman yang terdapat di Indonesia dibatasi oleh
jarak dan letak secara geografis, karena pada dasarnya setiap daerah memiliki
kebudayaannya masing-masing. Setiap budaya masih menjadi khas setiap
daerah, hampir setiap suku tidak terjamah oleh suku lain. Tapi seiring dengan
perkembangan zaman yang menuntut masyarakatnya untuk berimigrasi
dengan tujuan yang bermacam-macam. Misalnya bekerja, menuntut ilmu,
mengikuti sanak saudara di luar pulau, bahkan tugas kenegaraan yang sedang
diembannya. Tak hanya itu, petualangan yang dilakukan oleh sebagian
1
2
masyarakat dilakukan atas dasar kepentingan dari berbagai aspek kehidupan
seperti aspek politik, ekonomi, agama dan yang lain mejadikan keberagaman
tersebut tak lagi dibatasi oleh jarak dan tempat.
Pertukaran antar manusia yang sedemikian rupa ini terjadi dalam
berbagai aspek kehidupan seperti dalam bidang agama dan yang lainnya.
Tradisi kegamaan antar beragam agama yang selama ini berbeda,
bertentangan, bahkan saling menegasi kini mulai bersentuhan.2
Ruang jelajah manusia menjadi semakin terbuka lebar diiringi dengan
semakin canggihnya teknologi informasi, komunikasi, transportasi yang dapat
mengantarkan manusia terhadap wilayah dan dimensi kehidupan di seluruh
dunia. Sebagai contoh dengan adanya televisi dan komputer, mampu
memberikan informasi dari berbagai negara, sehingga kini warga Indonesia
jika ingin mengetahui budaya asing semakin mudah. Dengan begitu,
persentuhan antar bangsa yang beragam juga menjadi semakin mudah dan
terbuka lebar.
Fenomena persentuhan antar beragam aspek ini kemudian menjadi
salah satu pemicu konflik antar golongan, sehingga menimbulkan persaingan
dan pertentangan sosial dalam berbagai bidang. Hal ini tak lain karena faktor
perselisihan nilai-nilai mengenai status, kekuasaan dan sumber-sumber
kekayaan dan kebutuhan yang ketersediaannya tidak dapat memenuhi semua
2
3
golongan yang membutuhkannya. Pihak-pihak yang berselisih tidak hanya
berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, melainkan berusaha supaya
mengalahkan golongan lain dengan cara memojokkan dan
menghancurkannya.3
Jika hal tersebut dibiarkan, kehidupan yang damai, aman, dan
kondusif tampaknya kian sulit untuk diwujudkan. Berbagai tantangan
kehidupan yang terjadi sekarang semakin kompleks sehingga menimbulkan
peluang bagi tumbuhnya gesekan dan perbedaan dalam berbagai ranah.4
Realitas ini menjadi bagian yang tidak terpisah dari kehidupan masyarakat
Indonesia sekarang.
Sifat manusia yang sering menganggap dirinya atau golongannya
paling benar dan satu-satunya yang berhak meneruskan di bumi ini, membuat
suasana dunia semakin panas, rasa tidak menerima bahwa golongannya
dianggap menyimpang tentu membuat sebagian besar anggotanya membuat
kericuhan, aksi kerusuhan di kota maupun di desa, bahkan penumpahan darah
sekalipun. Hal ini dianggap sah-sah saja, selama dia belum menang dan
diterima oleh negara.
3
K.J Veegar, Realitas Sosial, (Jakarta: Gramedia, 1990), h. 211.
4Ngainun Na’im dan Ahmad Syauqi,
Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi,
4
Konflik dan kekerasan sosial merupakan masalah inti dari realitas
sosiokultural di Indonesia. Sepanjang sejarah pra-kemerdekaan Indonesia
hingga saat ini, kehidupan bangsa Indonesia kerap diwarnai dengan
instabilitas bidang politik, ekonomi dan sosial seperti konflik yang berujung
dengan tindak kekerasan. Praktik kekerasan ini telah dilaksanakan secara
merata oleh masing-masing golongan. Realitas kekerasan etnik hingga kini
terus terjadi di tanah air Indonesia. Sebagai contoh kasus yang baru-baru ini
terjadi di Sambas, Maluku, Poso, Ambon, dan gejolak sosial di Aceh maupun
di Papua dan daerah lainnya.5 Yang pada dasarnya, konflik itu dipicu oleh
ketidak mampuan bangsa Indonesia merajut persatuan dalam keberagaman.
Konflik ini merupakan masalah sosiokultural besar, yang tidak semata
bersifat aktual, namun juga mempunyai sifat yang bermuatan sejarah. Sifat
realitas kekerasan dan konflik sosial tersebut, merupakan anggapan bahwa
konflik kekerasan sudah menjadi mind-set bagi warga Indonesia. Pada era
reformasi saat ini, konflik antar suku bangsa, sosial, golongan, ras, dan agama,
sangat berdampak pada persoalan ekonomi dan kesejahteraan hidup rakyat
serta erat sekali hubungannya dengan perubahan sosial budaya.6
5
Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia, (Malang: Aditya Media Publishing, 2011), h. 14.
6
5
Latar belakang inilah yang kemudian menjadikan wawasan,
pengetahuan dan kesadaran tentang multikultural dianggap sangat penting
untuk dikembangkan. Pluralitas dan multikulturalitas haruslah dipandang
sebagai suatu keniscayaan yang sengaja didesain Tuhan terhadap
hamba-hamba-Nya. Secara etimologis, multikultural dibentuk dari dua kata yaitu
multi (banyak) dan kultur (budaya). Wawasan yang mengakui adanya banyak
atau beragam budaya.
Ngainun Na’im dan Ahmad Syauqi mendefinisikan multikultural
sebagai sikap menerima kemajemukan ekspedisi budaya manusia dalam
memahami pesan utama agama, terlepas dari rincian anutannya.7
Nilai multikultural menegaskan adanya sikap terbuka dan penghargaan
terhadap entitas yang beragam yang mencakup aspek-aspek budaya.8
Sehingga dengan kesadaran multikutural diharapkan akan mampu
mengembangkan sikap saling toleransi, solidaritas, pengungkapan diri,
menghormati dan menghargai setiap entitas keberagaman yang ada.
Pendidikan memegang peran penting dalam mewujudkan kesadaran
multikultural. Dalam rangka membangun wawasan multikultural ini konsep
pendidikan multikultural menjadi sangat penting untuk dikembangkan.
Pendidikan multikultural merupakan upaya yang dilakukan masyarakat
majemuk untuk mengatasi berbagai masalah dan konflik sosial yang ada
7Ngainun Na’im dan Ahmad Syauqi,
Pendidikan Multikultutal Konsep dan Aplikasi, h.51.
8
6
dengan cara yang baik dan berkonsep. Pendidikan multikultural ini dipilih
untuk memaksimalkan pemahaman nilai-nilai keberagaman dalam sistem
pendidikan, karena pendidikan ini mengadopsi nilai-nilai dari berbagai budaya
yang berbeda-beda. Tujuannya agar terciptanya hubungan serasi dan kreatif
dari berbagai golongan masyarakat.9
Pendidikan multikultural hendaknya tidak diajarkan dalam teori saja,
tetapi dapat terwujud dalam hal nyata. Untuk mengajarkan peserta didik
tentang toleransi tidak harus dengan merubah kurikulum yang sudah ada.
Karena kita tahu, mata pelajaran sudah cukup membebani peserta didik di
sekolah.10 Oleh karenanya tidak harus menambah mata pelajaran khusus yang
membahas tentang multiltural untuk menumbuhkan toleransi tersebut, tetapi
bisa dimasukkan secara kontekstual pada mata pelajaran yang sudah ada.
Pendidikan multikultural harus diawali dari kesadaran masing-masing guru
dan pengelolah lembaga pendidikan.
Dalam proses pengembangannya, pendidikan multikultural tidak dapat
hadir dengan sendirinya. Oleh karenanya kontribusi pemikiran para tokoh
agama, akademisi, maupun tokoh masyarakat lain sangat dibutuhkan. Agar
mereka menjadi penggagas dan garda depan dalam mewujudkan jiwa
multikultural pada masyarakat.
9
Ibid., h. 17.
10
7
Di Jawa Timur tepatnya di Kabupaten Pasuruan, terdapat salah satu
tokoh masyarakat bernama KH. M. Sholeh Bahruddin yang merupakan
pendiri Yayasan Darut Taqwa dan Universitas Yudharta Pasuruan yang
mempunyai pemikiran menarik tentang wawasan dan pendidikan
multikultural.
Letak menarik dari dirinya adalah karena ditengah kondisi kota
Pasuruan yang tidak begitu ramai dan terdapat banyak pesantren salaf yang
biasanya terkesan fanatik berdiri di kota santri ini, Kyai Sholeh tetap memiliki
rasa semangat juang untuk menggagas toleransi yang tinggi terhadap semua
golongan, ras,bahasa, suku, agama dengan beragam budayanya.
Perjalanan Kyai Sholeh dalam memperjuangkan wawasan
multikultural tidak berjalan semulus karangan sutradara. Ia memiliki berbagai
hambatan dan rintangan dalam menggagas pendidikan multikultural di
Pasuruan. Salah satunya tentangan-tentangan datang dari beberapa kyai besar
lainnya di Pasuruan. Tapi hal itu tidak melunturkan tekad dan misinya untuk
terus mengembangkan pendidikan berbasis multikultural. Mulai dari
seminar-seminar yang diadakan, membuka ruang diskusi dengan kelompok dan
golongan lain, dan yang lebih menakjubkan adalah dengan memasukkan
pendidikan multikultural sebagai salah satu bahan ajar di yayasan yang
dipimpinnya.
Dalam wujudnya Kyai Sholeh mampu mendirikan pondok pesantren di
8
kawasan prostitusi. Di PP. Ngalah Kyai Sholeh menuangkan berbagai aspirasi
pemikirannya dalam mewujudkan sikap toleransi umat beragama, salah
satunya terdapat program yang unik di pesantren ini. Yaitu sering kali para
remaja, anak kecil dan tokoh agama menimba ilmu di Ngalah. Mereka
mengikuti pengajian umum yang dipimpin langsung oleh Kyai Sholeh bahkan
pembelajaran diniyah di pesantren.
Berangkat dari fenomena kehidupan Kyai Sholeh yang kongkrit itu,
kemudian penulis merasa perlu untuk meneliti dan menjelaskan tentang
pendidikan yang berlandaskan azas toleransi, terbuka, kerukunan hidup dan
saling menghargai dalam keberagaman. Yang nantinya, konsep pendidikan
dengan basis multi budaya semacam ini perlu dikembangkan agar dapat
menjaga kerukunan dalam keberagaman yang ada. Oleh karena itu, penulis
tertarik melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Pendidikan
Multikultural (Studi Kasus dalam Pengajaran Agama Islam terhadap Peserta
Didik Non Muslim di PP. Ngalah)”
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kurikulum yang diterapkan dalam pengajaran Agama Islam
9
2. Bagaimana output dari pengajaran Agama Islam terhadap peserta didik
non muslim di PP. Ngalah?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pengajaran Agama Islam
terhadap peserta didik non muslim di PP. Ngalah?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kurikulum yang diterapkan dalam pengajaran Agama
Islam terhadap peserta didik non muslim di PP. Ngalah.
2. Untuk mengetahui output dari pengajaran Agama Islam terhadap peserta
didik non muslim di PP. Ngalah.
3. Untuk mengetahui apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam
pelaksanaan pengajaran Agama Islam terhadap peserta didik non muslim di
PP. Ngalah.
D. Kegunaan Penelitian
Secara khusus penelitian ini diharapkanbermanfaat bagi:
1. Pengayaan khazanah kepustakaan (khususnya Indonesia), terutama di
bidang pendidikan berwawasan multikultural.
2. Penyuguhan bukti riil adanya implementasi nilai- nilai multikultural di PP.
10
Selain itu penelitian ini akan banyak memberikan manfaat dalam dunia
pendidikan, baik formal maupun non formal. Jalas terbukti bahwa dalam
pendidikan formal yang mana peserta didik berasal dari masyarakat dengan
berbagai golongan, agama, ras, bahasa, suku, dan budaya, dari sini
implementasi multikultural akan tercipta. Dari hal ini maka toleransi akan
menjadi pilar dalam keberlangsungan proses belajar mengajar. Sehingga
mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif dan sama rata.
Dalam pendidikan non formal juga demikian, misal yang penulis
angkat dalam penelitian ini, pondok pesantren adalah salah satu bentuk
pendidikan non formal yang ada di Indonesia. Memang ajaran Islam sangat
dituntut dalam prosenya. Tetapi dengan melihat situasi di luar, tentu pondok
pesantren harus berupaya untuk membaur dengan masyarakat luar, tidak
hanya terpaku dalam satu titik pemikiran saja, tapi mampu peka terhadap
serangan-serangan perkembangan zaman. Hal ini selaras dengan tujuan Islam
yaitu “rahmatan lil ‘alamiin”. Dengan demikian ini merupakan harapan kita
sekalian, bahwa Islam mampu menjadi penggagas kesatuan bangsa, tanpa
melihat ras, bahasa, suku, budaya, dan agama yang ada. Sehingga Indonesia
akan tercipta sebagai Negara Multikultural yang sesungguhnya, tentu dengan
dukungan dari para tokoh agama. Di Pasuruan ini mungkin Kyai Sholeh
11
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan deskripsi ringkas tentang kajian atau
penelitian yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti
sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari penelitian yang telah ada. Di bawah ini
merupakan beberapa hasil dari penelitian terdahulu yang mempunyai
kemiripan dengan penelitian dalam skripsi ini.
Pertama, skripsi yang ditulis oleh mahasiswa UIN Sunan Ampel
Surabaya ini berjudul “Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural (Analisis
Nilai-Nilai Multikultural dalam Sistem Kaderisasi PMII).” Penelitian pustaka
ini ditulis oleh Misbahul Munir dengan menggunakan jenis analisis deskriptif.
Ia lebih memfokuskan kajian penelitian tentang muatan-muatan nilai
multikultural dalam sistem pengkaderan yang berlaku dalam organisasi ekstra
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Ia tegas menyatakan bahwa
PMII juga mempunyai peran dalam mengembangkan pengetahuan Islam
berbasis multikultural melalui sistem kaderisasinya.
Kedua, skripsi yang ditulis oleh Ipnu Auliya Rohman dengan judul
“Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural Dalam Perspektif Islam Dan
Nasrani (Studi Komparasi Nilai-nilai Pendidikan Multikultural Dalam Agama
Islam Dan Nasrani).” Skripsi yang ditulis oleh mahasiswa UIN Sunan
Kalijaga ini merupakan penelitian pustaka dengan metode komparatif. Dalam
12
nilai-nilai pendidikan multikultural dalam dua agama yang berbeda. Yaitu
dalam agama Islam dan agama Nasrani. Dalam penelitian ini, Ipnu
menegaskan bahwa pada dasarnya agama Islam dan Nasrani sama-sama
memiliki ajaran yang mengandung nilai-nilai pendidikan multikultural.
Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Mukhlis Hidayat Rifa'i dengan judul
“Pendidikan Agama Islam Multikultural (Telaah Terhadap Buku Pendidikan
Agama Berwawasan Multikultural Karya Zakiyuddin Baidawy).” Penelitian
ini termasuk jenis penelitian pustaka dengan melakukan analisis terhadap
salah satu buku tentang multikultural dengan judul Pendidikan Agama Islam
Berwawasan Multikultural yang ditulis oleh Zakiyuddin Baidawy. Mukhlis
menegaskan bahwa dalam buku yang ditulis oleh Zakiyuddin Baidawy banyak
sekali dijelaskan tentang kandungan dan nilai-nilai pendidikan multikultural
dalam ajaran Islam. Baik yang termanifestasikan dalam Quran dan
al-Sunnah secara tersurat maupun tersirat.
Keempat, skripsi yang ditulis oleh Suyanto dengan judul “Pendidikan
Mulikultural dalam Perspekktif Al-Quran”. Dalam skripsi ini Suyanto
melakukan penelitian yang objek kajiannya fokus pada pemaknaan serta
konsep pendidikan multikultural berdasarkan Al-Quran.
Kelima, skripsi yang ditulis oleh Ismail dengan judul “Pendidikan
Agama Islam Berbasis Multikultural di SMA Muhammadiyah 1 Pamekasan.
Skripsi ini menggunakan jenis lapangan. Dalam penelitian ini melakukan
13
Muhammadiyah 1 Pamekasan baik dari segi bahan ajar maupun dalam proses
kegiatan belajar mengajar.
Dari beberapa judul penelitian yang telah disebutkan di atas, maka skripsi
dengan judul “Implementasi Pendidikan Multikultral (Studi Kasus dalam
Pengajaran Agama Islam terhadap Peserta Didik Non Muslim di PP. Ngalah” ini
memberikan ulasan tentang pemikiran multikultural Kyai Sholeh ini tidak
memiliki kesamaan redaksi maupun subtansi pembahasan dengan
penelitian-penelitian yang telah disebutkan sebelumnya. Kerena penelitian-penelitian ini memberikan
hasil pada implementasi pendidikan multikultual di Pesantren Ngalah terdapat
dari beberapa kegiatan-kegiatan yang diadakan di sana. Misalnya dalam
pengajian diniyah dan dalam pelaksanaan pengajian rutinan yang dihadiri oleh
masyarakat luas dari berbagai golongan, agama, suku, budaya, dan bahasa. Selain
itu kegiatan-kegiatan seperti seminar kebangsaan turut menjadi saksi terjadinya
implementasi pendidikan multikultural di Pesantren Ngalah.
F. Metode Penelitian
Metode, berasal dari bahasa Yunani, “Methodos” yang berarti cara
atau jalan. Pada dasarnya, metode penelitian yaitu cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan menghasilkan tujuan dan kegunaan tertentu. Dari
penjelasan ini dapat ditarik kata kunci, yaitu cara ilmiah, data, tujuan, dan
14
keilmuan, misalnya rasional, empiris, dan sistematis.11 Secara umum, setiap
penelitan memiliki tiga tujuan, yaitu bersifat penemuan, pembuktian, dan
pengembangan.12
Dalam bagian ini akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan
metode penelitian yang meliputi: jenis penelitian, pendekatan penelitian,
sumber data penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengujian data, dan
teknik analisis data.
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian pendidikan terdapat dua jenis penelitian yaitu
kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada suatu
proses dari suatu penelitian dari pada hasil, sedangkan kuantitatif lebih
menekankan pada hasil atau jumlah.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistik kontekstual
melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri
peneliti sebagai instrumen kunci. Penelitian kualitatif bersifat deskriptif
11
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 2.
12
15
dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Proses
pemaknaan dalam perspektif subjek lebih ditonjolkan.13
Penelitian ini memiliki tujuan agar peneliti lebih mengenal ligkungan
penelitian dan terjun langsung ke lapangan, metode ini berguna untuk
mempermudah menghadapi kenyataan ganda. Kualitatif merupakan deskripsi
yang luas serta memuat penjelasan proses atau aktivitas yang terjadi di
lingkungan yang diteliti.14
Menurut Sugiyono, penelitian kualitatif bisa digunakan untuk
beragam kepentingan. Salah satunya adalah untuk meneliti sejarah
perkembangan kehidupan seorang tokoh atau masyarakat yang dapat dilacak
melalui metode kualitatif yaitu dengan menggunakan data dokumentasi dan
wawancara kepada pelaku atau orang lain yang dipandang mengetahui
kondisi yang diteliti.15
2. Pendekatan Penelitian
Sudarwan Danim menjelaskan bahwa ada empat dasar penyusunan
teori dalam penelitian kualitatif, yaitu pendekatan fenomenologik,
13
Tim Penyusun Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Pedoman Penulisan Skripsi; Program Sarjana Strata Satu Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya, (Surabaya: HMJ PAI FITK, 2013), h. 9
14
Luqman Hakim, Strategi Komunikasi Lintas Agama, Skripsi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013, h. 19.
15
16
pendekatan interaksi simbolik, pendekatan kebudayaan, dan pendekatan
etnometodologik.16
Menurut Sujarwo dalam penelitian kualitatif peneliti harus
memiliki prinsip yaitu menjadi partisipan yang aktif bersama objek yang
diteliti. Diharapkan peneliti mampu melihat suatu fenomena lapangan
secara struktural dan fungsional.17
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi yang
berorientasi untuk memahami, menggali, dan menafsirkan setiap makna
dari peristiwa atau fenomena dan hubungannya dengan orang sekitar
dalam situasi tertentu. Penelitian ini biasa disebut dengan penelitian
kualitatif dengan melihat fenomena-fenomena atau gejala-gejala sosial
yang alamiah, digunakan sebagai sumber data.18 Pendekatan fenomenologi
ini berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan (empiris), tanpa
merubahnya sedikitpun.
Pendekatan fenomenologi dilakukan dengan cara menerapkan
metodelogi ilmiah dan penelitian fakta-fakta yang bersifat objektif yaitu
berkaitan dengan ide, tindakan perasaan dan sebagainya yang dapat
terwujud dalam bentuk perkataan maupun perbuatan.19 Dalam pendekatan
16
Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), cet. Ke-1, jilid 1, h.65.
17
Iskandar, Metode Penelitian Pemndidikan dan Sosial (Kualitatif dan Kualitatif), (Cipayung: Gaung Persada (GP Press), 2010), Cet 3, h. 203.
18
Ibid., h. 204.
19
17
ini partisipasi dari peneliti sangat diperlukan dan ditekankan, agar tercipta
ikatan antara peneliti dan objek yang diteliti.
3. Sumber Data
Sumber data merupakan suatu objek dari mana data dapat
diperoleh. Sumber data dalam suatu penelitian dapat disebut sebagai
sumber yang tertulis dan tindakan.20 Dalam skripsi ini, menggunakan
beberapa sumber informan yang terlibat langsung maupun yang dianggap
mengetahui keadaan yang diteliti. Sumber data ini dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara
mentah dari sumber data dan masih memerlukan analisis lebih lanjut.21
Sumber data primier merupakan sumber-sumber utama yang
berkaiatan dengan objek yang dikaji.
Dalam penelitian ini yang termasuk sebagai sumber data primer adalah
data yang diperoleh peneliti dari hasil observasi, dokumentasi, dan
hasil wawancara dengan KH. M. Sholeh Bahruddin dan pihak-pihak
yang dianggap tahu dan mempunyai kedekatan dengan KH. M. Sholeh
20
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitaif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), h. 113.
21
18
Bahruddin, misalnya pengurus pesantren, santri, dan peserta didik non
muslim mengenai implementasi pendidikan multikultural di pesantren
Ngalah.
b. Sumber Data Sekunder
Data Sekunder adalah data atau informasi yang tidak didapat
secara langsung dari sumber pertama (responden) baik yang didapat
melalui wawancara ataupun dengan menggunakan kuesioner secara
tertulis.22 Data ini biasa nya diperoleh dari perpustakaan atau dari
laporan-laporan penelitian terdahulu. Sumber data sekunder ada
sumber pendukung dari sumber data primer. Data ini berupa profil
pesantren Ngalah, keadaan santri tetap dan peserta didik non muslim,
keadaan Kyai dan Ustadz, sarana-prasarana dan dokumentasi foto-foto
yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data penelitian
atau prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang
diperlukan.23
Secara operasional metode pengumpulan data ini dilakukan dengan
langkah- langkah sebagai berikut:
22
Ibid.,228.
23
19
a. Pengamatan (Observation)
Obervasi merupakan teknik pengamatan data dengan cara pencatatan
dan pengamatan objek penelitian. Observasi digunakan bila penelitian
berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam.24
Menurut Guba dan Lincoln25 menyatakan bahwa teknik ini didasarkan
pada pengamatan langsung yang melibatkan peneliti untuk
mengamati, kemudian mencatat perilaku dan kejadian yang terjadi
sebenarnya. Kemudian peneliti mencatat peristiwa yang berkaitan
dengan pengetahuan proposional mempunyai pengetahuan yang
langsung diperoleh dari data.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan cara pengumpulan data atau informasi dengan
cara langsung tatap muka dengan informan agar mendapatkan data
yang dibutuhkan dengan lengkap. Ada 3 cara pembagian jenis
wawancara26, yaitu: (a) wawancara pembicaraan informal, (b)
pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara, dan (c)
wawancara baku terbuka. Wawancara dilakukan berkali-kali secara
intensif. Setelah itu peneliti mengumpulkan dan mengklasifikasikan
data yang diperoleh. Dalam hal ini, peneliti melakukan interview
24
Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif, h. 145.
25
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 125-126.
26
20
kepada Kyai Sholeh, pengurus pesantren Ngalah, Pendeta GKI dan
GKJW, santri tetap, dan remaja non muslim.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan
mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, agenda dan
dokumen lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.27
Metode dokumentasi digunakan untuk melengkapi data-data yang
telah diperoleh dengan metode observasi dan interview, dalam
memperoleh data penelitian berupa arsip-arsip tentang gambaran
umum kegiatan yang berhubungan dengan implementasi pendidikan
multikultural di pesantren Ngalah, dapat berupa foto kegiatan serta
segala sesuatu dokumen yang mendukung masalah penelitian ini.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data menurut Sugiono adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi.28
27
Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 206
28
21
Setelah data berhasil dikumpulkan dan sudah melewati tahap
pengujian, selanjutnya yang dilakukan adalah menganalisis. Analisis data
dalam penelitian ini dilakukan secara induktif. Analisis ini lebih menekankan
pada pembentukan abstraksi (penyimpulan) berdasarkan hal-hal yang bersifat
umum ke perkara yang lebih khusus.
Metode yang digunakan dalam menganalisis data penelitian ini
adalah analisis deskriptif. Metode ini dinyatakan sebagai istilah umum
yang mencakup berbagai teknik deskriptif. Adapun teknik deskriptif ini
meliputi penyelidikan, analisa dan klarifikasi data yang diperoleh. Dalam
pelaksanaannya, metode ini tidak hanya sampai pada pengumpulan dan
penyusunan saja, melainkan juga meliputi analisa dan interpretasi tentang
maksud dari data yang diperoleh.29
Secara Praktis, teknik analisa data dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut; pertama, data-data yang diperoleh
dikategorisasi melalui pencatatan data oleh peneliti dengan tujuan
mempermudah kategori data berdasarkan pada fokus penelitian. Setelah
kategorisasi data dilakukan, teknik analisa data dilanjutkan dengan
membuat narasi dan menguraikannya secara deskriptif tentang studi kasus
dalam pengajaran Agama Islam terhadap peserta didik non munslim di PP.
Ngalah. Kedua, setelah deskripsi data dilakukan, selanjutnya penulis
29
22
menganalisa pada interpretasi dan pembacaan secara kritis terhadap data
yang sebelumnya telah dideskripsikan. Ini dilakukan untuk menghasilkan
temuan-temuan penelitian berdasarkan fokus yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Sedangkan langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis
data dalam penelitian ini meliputi: 30
a. Reduksi Data/ Data Reduction
Reduksi data yang merupakan proses memilih, menyederhanakan,
memfokuskan, mengabstraksi dan mengolah data kasar ke dalam
catatan lapangan.
b. Penyajian Data/ Data Display
Sajian data yang merupakan suatu cara merangkai data dalam suatu
organisasi yang memudahkan untuk pembuatan kesimpulan dan atau
tindakan yang diusulkan.
c. Kesimpulan atau Verifikasi/ Verification
Verifikasi data yang merupakan data penjelas tentang makna data
dalam suatu konfigurasi yang terjelaskan, menunjukkan alur kausalnya,
sehingga dapat diajukan proposisi yang terkait dengannya. Maka data
itu dapat dimengerti dan penemuan yang dihasilkan bisa
30
23
dikomunikasikan dengan yang lain.
Analisis data dalam penelitian ini tidak diwujudkan dalam bentuk
angka-angka melainkan berupa laporan dan uraian deskriptif mengenai
pengajaran agama Islam terhadap peserta didik non muslim sebagai wujud
dari implementasi pendidikan multikultural di Pondok Pesantren Ngalah,
kemudian dianalisis dengan data yang ada. Selanjutnya dengan analisis
seperti ini akan diketahui bagaimana kurikulum, output, dan faktor pendukung
dan pemghambat terlaksananya kegiatan ini.
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan memuat uraian dalam bentuk essai yang
menggambarkan alur logis dari struktur bahasan penelitian. Sistematika
pembahasan pada penelitian ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab yang
secara rinci akan dijelaskan dibawah ini.
Bab pertama, berisi pendahuluan. Dalam bab ini penulis akan
mendeskripsikan secara umum dan menyeluruh tentang penelitian yang akan
dilakukan. Bab ini memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, penulis akan memaparkan tinjauan umum atau kerangka
teori tentang judul penelitian. Dalam bab kedua ini penulis akan mengulas
tentang dua hal, yaitu 1) Pendidikan multikultural, pembahasannya meliputi
24
Pendidikan Agama Islam berbasis Multikultural, pembahasannya meliputi
perspektif agama Islam tentang Multikultural dan menyemai
multikulturalisme melalui pendidikan agama. 3) Relevansi antara pendidikan
agama Islam dengan Multikultural.
Bab ketiga, penulis akan menjelaskan tentang paparan hasil penelitian.
Dalam bab ini penulis akan mendeskripsikan tentang objek penelitian yaitu 1)
Sejarah perkembangan pesantren Ngalah. 2) Pesantren Ngalah sebagai
lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan multikultural. Dan
yang ke tiga merupakan paparan hasil penelitian sekaligus analisis rumusan
masalah pertama mengenai kurikulum pengajaran agama Islam terhadap
peserta didik non muslim di pesantren Ngalah.
Bab keempat, penulis memaparkan hasil penelitian dan menganalisa
tentang rumusan masalah kedua tentang output dari pengajaran terhadap
peserta didik non muslim di pesantren Ngalah. Yang di dalamnya mencakup
pengetahuan (knowledge), pemahaman (understanding), kemahiran (skill),
nilai (value), sikap (attitude), minat (interest), yang didapat setelah mengikuti
pengajian di pesantren Ngalah.
Yang terakhir Bab kelima, penulis memaparkan hasil penelitian dan
menganalisa tentang rumusan masalah ketiga tentang faktor penukung dan
penghambat dalam pelaksanaan pengajaran agama Islam terhadap peerta didik
non muslim di pesantren Ngalah, yang mana mecakup faktor internal dan
BAB II
DISKURSUS TENTANG PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
A. Konsep Dasar Pendidikan Multikultural
1. Pengertian Pendidikan Multikultural
Sebelum lebih jauh memahami tentang pendidikan multikultural,
dalam paparan skripsi ini terlebih dahulu dikemukakan tentang hakikat
pendidikan itu sendiri.
a. Pengertian Pendidikan
Secara etimologi, pendidikan berasal dari kata didik, artinya
bina. Mendapat awalan pen-, akhiran –an, yang maknanya sifat
dari perbuatan membina atau melatih.31 Dapat ditarik pengertian
pendidikan merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran dan
semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk
meningkatkan kecerdasan dan keterampilannya.32
Pengertian secara bahasa seperti yang terurai di atas, dapat
kita lihat dalam perspektif bahasa Indonesia masih sejalan dengan
asal kata bahasa Arab. Beberapa tokoh menyepakati bahwa kata
“pendidikan” berasal dari bahasa Arab yaitu “tarbiyah”. Kata
tarbiyah adalah derevasi dari kata rabba (kata kerja) dan kata
tarbiyah adalah kata bendanya. Dalam bentuk kata benda, kata
31
Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Yogyakarta: Gitamedia Press, tt), h.
225.
32
26
rabba ini bermakna “Tuhan”. Karena Tuhan juga bersifat
mendidik, mengasuh dan memelihara.
Kata kerja Rabba sudah digunakan pada zaman Nabi
Muhammad SAW.33 Seperti terlihat dalam ayat Al-Qur’an dan
Hadist Nabi. Dalam ayat Al-Qur’an kata ini digunakan dalam
susunan sebagai berikut:
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. 17 Al-Isra’ 24).34
Selain kata rabba, dalam bahasa Arab juga ditemukan kosa
kata yang maknanya masih sepadan dan pengertiannya terkait
dengan pendidikan, yaitu ‘allama dan addaba.35
Berbagai perspektif para tokoh, seringkali berbeda pendapat
terkait asal kata bahasa Arab dari kata “pendidikan”. Muhammad
Naqib Al-Attas dengan gigih mempertahankan penggunaan istilah
ta’dib untuk konsep pendidikan Islam, bukan tarbiyah. Menurutnya
bahwa dalam istilah ta’dib mencakup wawasan ilmu dan amal yang
merupakan esensi pendidikan Islam.36
Para filosof Barat, memberikan definisi yang yang variatif
tentang pendidikan. Mereka berendapat bahwa pendidikan adalah
pembentukan individual melalui pembentukan jiwa, dengan
33
Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 25.
34
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, h.285.
35
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Paradigma Humanisme Teosentris, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010), h. 26.
36
27
membangkitkan kecenderungan yang bermacam-macam. Sebagian
lagi berpendapat bahwa pendidikan adalah semua yang dilakukan
oleh kita dan orang lain untuk kepentingan agar kita semua
mencapai karakteristik yang sempurna.37
Sedangkan secara terminologi, pendidikan dapat diartikan
sebagai pembinaan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan dan
pembentukan yang ditujukan kepada semua peserta didik secara
formal maupun nonformal dalam rangka menuju pendewasaan
yang optimal. Dengan kata lain pendidikan adalah segala aktifitas
atau upaya sadar dan terencana yang dirancang untuk membimbing
seseorang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup
dan keterampilan hidup.
Secara formal pendidikan di Indonesia diatur dalam
undang- undang kependidikan. Antara lain Menurut UU No.20
tahun 2003 Pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana guna mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.38
37
Ali Abdul Halim Mahmud, Akhlak Mulia, (Jakarta: Gema Insani, 2004), cet. 1, h. 22.
38
28
b. Pengertian Multikultural
Istilah “Multikultural” dari aspek kebahasaan mengandung
dua pengertian kompleks yaitu “multi” yang berarti plural,
“kultural” yang mengandung pengertian kultur atau budaya. 39
Dirunut dari asal muasalnya, multikultural memiliki
kesinoniman dengan kata “kebudayaan”. Kultur berasal dari bahasa
Latin cultura; la culture yang salah satu artinya adalah serangkaian
kegiatan intelektual dalam sebuah peradaban.40
Istilah budaya bermula datang dari disiplin antropologi
sosial. Clifford Geertz mendefinisakan makna kultur yang berarti
sebuah cara yang dipakai semua anggota dalam sebuah kelompok
masyarakat untuk memahami siapa diri mereka dan untuk memberi
arti pada kehidupan mereka.41
Purwasito berpendapat kultur merupakan hasil penciptaan,
perasaan, dan prakarsa manusia berupa suatu karya yang bersifat
fisik maupun non fisik.42
Sedangkan Amin Abdullah cenderung lebih menyamakan
istilah kultur dengan istilah “tradisi”. Dalam mengkaji sebuah
kultur tertentu harus ada ketegasan terlebih dahulu, misalnya kultur
39
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 75.
40
Ibid., h. 79.
41
M. Ainul Yakin, Pendidikan Multikultural Cross-Cultural Understanding,
(Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2005), h. 27-28.
42
Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural, (Surakarta: Muhammadyah University
29
wilayah mana atau kultur bagaimana yang dimaksudkan. Ada dua
kategori tradisi yang dimaksudkan, yaitu great tradition (tradisi
besar), yaitu wilayah alam pikiran, konsep, ide, teori, keyakinan,
dan gagasan. Yang mana hal ini juga melibatkan proses dialektika
yang intensif dengan little tradition (tradisi kecil),43 yang
merupakan wilayah aplikasi praksis di lapangan dari teori, konsep,
ide, keyakinan, dan gagasan, hal ini sejalan dengan istilah yang
digunakan Charles Adam dengan sebutan high tradition (tradisi
agung) dan low tradition (tradisi rendah).
Dalam konteks di atas, apa yang dimaksud oleh Amin
dalam pengkategorian tradisi dengan istilah great tradition dan
little tradition tersebut tidak lain adalah sebuah pola umum dan
pola khusus dalam konsep studi Islam.
Ahmadi mengklasifikasikan kebudayaan pada dua bagian
yaitu kebudayaan material (hasil cipta, yaitu sebuah karsa yang
bewujud satu barang atau alat-alat) dan kebudayaan non material
(hasil cipta, yaitu sebuah karsa yang berwujud
kebiasaan-kebiasaan, adat istiadat, keyakinan, pengetahuan, dan sebagainya)44
Secara etimologis multikulturalisme dibentuk dari kata
multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Dengan
demikian multikulturalisme dapat diartikan sebagai sebuah paham
43
Amin Abdullah, Pendidikan Agama Era Multikultural Multireligius, (Jakarta: PSAP,
2005), h. 1-2.
44
30
yang mengakui adanya banyak kultur atau budaya. Secara hakiki,
dalam kata itu terkandung sebuah pengakuan akan martabat
manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaannya
masing-masing yang unik.45 Akar kata multikulturalisme adalah
kebudayaan.
Setiap individu merasa dihargai dan merasa bertanggung
jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Sedangkan
ketimpangan atau gesekan dalam berbagai bidang kehidupan dapat
terjadi akibat adanya pengingkaran suatu masayarakat terhadap
kebutuhan untuk diakui (politic of recognition).46
Dari berbagai pandangan tokoh mengenai pengertian
multikulturalisme, dapat kami tarik kesimpulan bahwa
multikulturalisme adalah suatu faham yang meyakini dan
membenarkan adanya relativisme kultur yang disebabkan adanya
perbedaan ruang dan waktu, pola pikir (paradigma), mata
pencaharian, ekonomi, latar belakang pendidikan, agama,
keragaman budaya, suku, dan golongan. Dasar kemunculan
multikulturalisme bermuara pada studi atas kebudayaan. Sehingga
mampu menimbulkan penghargaan atas perbedaan yang telah ada
dan selanjutnya menumbuhkan rasa toleransi ditengah
kemajemukan bangsa.
45
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, h. 75.
46
31
c. Pengertian Pendidikan Multikultural
Jika multikultural adalah suatu keniscayaan yang harus ada
pada diri hamba Tuhan, tentu untuk menyalurkan
multikulturalisme diperlukan suatu perantara yang mampu
mentransfer kepada semua manusia. Cara yang dilakukan tentu
memiliki strategi dan tujuan yang jelas. Karena kita sadari,
multikulturalisme akan optimal terwujud jika perantara yang
digunakan tepat.
Istilah pendidikan multikultural secara etimologis terdiri
dari dua terma, yaitu pendidikan dan multikultural.47
Pendidikan merupakan suatu wahana yang paling tepat
untuk membangun kesadaran multikulturalisme yang dimaksud.
Karena idealnya, pendidikan seharusnya mampu berperan sebagai
juru bicara bagi terciptanya fundamen multikultural itu sendiri
yang terbebas dari kooptasi Negara. Agar hal ini terlaksana, maka
harus ada perubahan paradigma dalam pendidikan, yaitu dimulai
dari penyeragaman menuju identitas tunggal, kemudian dilanjutkan
dengan pengakuan dan penghargaan keragaman identitas dalam
kerangka penciptaan harmonisasi kehidupan.48
Untuk merubah kerangka pikir individu maupun kelompok
bangsa Indonesia dalam menghadapi masalah-masalah
47
Maslikhah, Quo Vadis Pendidikan Multikultur, Rekonstruksi Sistem Pendidikan
Berbasis Kebangsaan, (Surabaya: STAIN Salatiga Press-JP BOOK, 2007), h. 47. 48
32
kultural, pendidikan dipandang sebagai faktor penting dalam
menumbuhkembangkan kesadaran nilai-nilai multikultural. Dalam
hal ini pendidikan boleh dipandang sebagai upaya pendewasaan
manusia dari tindak anarkisme dan transendensi diri manusia atas
nilai-nilai multikultural dalam kehidupan berbangsa, sehingga akan
tercipta kehidupan sosio-kultural yang lebih baik.49
Menurut Ali Maksum dalam bukunya Pluralisme dan
Multikulturalisme Paradigma Baru Pendidikan di Indonesia,
menyatakan bahwa pendidikan berbasis multikultural ini sangat
membantu peserta didik untuk mengerti, menerima, dan
menghargai orang dari suku, budaya, nilai, dan agama dengan
optimal. Oleh karena itu, peserta didik hendaknya diajak langsung
untuk melihat nilai budaya lain agar mengerti secara mendalam
sehingga ia mampu untuk menghargai dan menghormati budaya
lain. Tentu dalam kasus ini bukan kita menyembunyikan budaya
lain atau menyeragamkan berbagai budaya menjadi satu budaya
nasional. Yang menarik dan harus kita perhatikan bahwa dalam
pendidikan berbasis multikultural ini setiap budaya diakomodasi
dan memiliki nilai tersendiri, sehingga perlu adanya keterbukaan
hati dan pikiran dalam relativitas nilai budaya. 50
49
Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme, (Malang: Aditya Media Publishing,
2011), cet. 1, h. 17.
50
33
Pendidikan Multikultural sebenarnya dapat dikatakan
sebagai wacana baru, pengertian pendidikan multikultural
sesungguhnya hingga saat ini belum begitu jelas dan masih banyak
pakar pendidikan yang memperdebatkannya. Namun demikian,
bukan berarti bahwa definisi pendidikan multikultural tidak ada
atau tidak jelas. Oleh karena itu perlu dijelaskan definisi
pendidikan multikultural menurut beberapa tokoh.
Menurut Prof HAR Tilaar, pendidikan multikultural
berawal dari perkembangan gagasan dan kesadaran tentang
interkulturalisme setelah terjadinya Perang Dunia (PD) kedua.
Kemunculan gagasan dan kesadaran interkulturalisme ini akibat
adanya perkembangan politik internasional menyangkut HAM,
kemerdekaan dan kolonialisme, diskriminasi rasial dan lain-lain.
Tak hanya itu, interkulturalisme juga muncul karena meningkatnya
pluralitas (keberagaman) di negara-negara Barat sendiri sebagai
akibat dari peningkatan migrasi dari negara-negara baru ke
Amerika dan Eropa.51
Sedangkan menurut Ainul Yaqin pendidikan multikultural
merupakan proses pengembangan sikap dan prilaku seseorang atau
sekelompok orang dalam usaha untuk mendewasakan manusia
melalui pengajaran, proses, pelatihan, perbuatan dan tata cara
mendidik dengan menghargai pluralitas dan heterogenitas secara
51
34
humanistik.52 Peserta didik tidak hanya memahami dan menguasai
materi pelajaran yang dipelajari, tetapi diharapkan memiliki
karakter yang kuat untuk bersikap demokratis, pluralis dan
humanis.
Pendidikan multikultural adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh seseorang untuk melakukan proses penanaman nilai
toleransi, keterbukaan, menerima, dan menghormati setiap
menghadapi sesuatu yang berbeda. Perbedaan-perbedaan ini
meliputi banyak hal, misalnya dari segi budaya, suku, ras, dan
agama. Dalam wujudnya, sikap manusia masih banyak yang belum
tertanam jiwa toleransi, merasa ingin menang sendiri, jika hal ini
dibiarkan akan tercipta perbedaan golongan di sekitar kita.
Pendidikan multikultural mengantarkan kita sekalian untuk
merubah sikap pandang yang telah ada, dengan adanya pendidikan
yang mampu menjembatani pemahaman tentang multikultural
kepada masyarakat menjadi sangat bermanfaat bagi
keberlangsungan hidup di era global. Dari sini akan tercipta
suasana masyarakat yang rukun, aman, dan kondusif.
2. Tujuan Pendidikan Multikultural
Jauh sebelum digagasnya pendidikan berwawasan
multikultural, Islam sudah memiliki konsep tersendiri mengenai tujuan
untuk menggapai Muslim yang sejati. Pendidikan Islam bertujuan
52
35
untuk membentuk kepribadian Muslim. Marimba menggolongkan
kepribadian menjadi tiga aspek:
a. Aspek kejasmanian; meliputi tingkah laku, yang mudah nampak
dan dapat diketahui dari luar. Misalnya tata cara berbuat, cara-cara
berbicara dan sebagainya.
b. Aspek kejiwaan; meliputi aspek-aspek yang tidak segera dapat
dilihat dan diketahui dari luar, misalnya: cara berfikir, sikap, minat,
dan potensi.
c. Aspek kerohanian yang luhur; meliputi aspek-aspek kejiwaan yang
lebih abstrak yaitu filsafat hidup dan kepercayaan. Ini meliputi
sistem nilai-nilai yang telah meresap di dalam kepribadian itu, yang
telah menjadi bagian dan mendarah daging dalam kepribadian itu
yang mengarahkan dan memberi corak seluruh kehidupan individu
itu. Bagi orang-orang yang beragama, aspek inilah yang
menuntutnya kearah kebahagiaan, bukan saja di dunia tetapi juga di
akhirat. Aspek inilah yang memberi kualitas kepribadian
keseluruhannya.53
Marimba mengambil kesimpulan kepribadian Muslim ialah
kepribadian dengan seluruh aspek-aspeknya, meliputi baik tingkahlaku
luarnya, kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup dan
kepercayaan menunjukkan pengabdian diri kepada Tuhan penyerahan
diri kepada Tuhan.
53
Ahmad D.Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al-Ma’arif,
36
Setelah dipaparkan tentang epistimologi pendidikan
multikultural, saatnya kita mengetahui apa sebenarnya tujuan yang
diharapkan terselenggaranya pendidikan multikultural ini. Tentu kalau
hanya berjalan tanpa tujuan, sesuatu hal akan terasa ngambang untuk
dilaksanakan.
Sebelum kita mengetahui apa saja tujuan pendidikan
multikultural, kita uraikan terlebih dahulu tentang urgensi pendidikan
multikultural di Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Choirul
Machfud, diataranya yang paling penting untuk diketahui adalah;
pertama, pendidikan multikultural berfungsi sebagai pemecahan
konflik; kedua, dengan pembelajaran berbasis multikultural, peserta
didik diharapkan tetap pada akar budayanya; ketiga, pendidikan
multikultural sangat dibutuhkan di alam demokrasi ini.54
Menurut Sulalah dalam bukunya Pendidikan Multikultural
memaparkan pada dasarnya pengembangan pendidikan multikultural
dalam seluruh jenjang pendidikan memiliki tujuan-tujuan, yaitu untuk
menunjukkan pengesahan, penanaman kesadaran, pengembangan
akhlak setiap warga agar memiliki keadaban (civility), keterampilan,
dan menumbuhkan sikap kesadaran hidup demokrasi.55 Ketika semua
indikator tujuan ini terlaksana dan berjalan seimbang, maka akan
tercipta dan berkembang sikap saling menghargai (mutual respect),
54
Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural, 215.
55
Sulalah, Pendidikan Multikultural Didaktika Nilai-nilai Universitas Kebangsaan,
37
saling pengertian (mutual understanding), dan saling percaya (mutual
trust) terhadap segala perbedaan ditengah masyarakat majemuk.
Pendidikan multikultural merupakan sebuah konsep yang
dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang
pendidikan bagi semua peserta didik yang berbhineka ras, etnik, kelas
sosial, agama, dan kelompok budaya. Paradigma semacam ini dapat
menciptakan konstruksi pengetahuan, sikap, dan
kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik dalam masyarakat yang
demokrasi-pluralistik. Konstruksi semacam ini sangat dibutuhkan
ketika peserta didik berinteraksi di tengah kemajemukan masyarakat.56
Menurut Ali Maksum dalam bukunya Pluralisme dan
Multikulturalisme Paradigma Baru memberikan pandangannya
tentang tujuan pendidikan multikultural, yakni:
a. Untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya.
b. Agar manusia mempunyai kreativitas dalam memahami
perbedaan satu sama lain sebagai peluang untuk bekerjasama
dalam mencapai derajat kemanusiaan.
c. Agar terjadi interaksi dinamis antar-individu yang merupakan
proses transaksi pengetahuan dan pengalaman
d. Membawa masyarakat dalam kerukunan, perdamaian, tanpa
konflik, tanpa kekerasan dalam kebhinekaan.
56
38
3. Ruang Lingkup Pendidikan Multikultural
Ruang lingkup pendidikan multikultural cukup luas, hal ini
dipaparkan oleh Hilda, ia memberikan ketegasan tentang batasan atau
ruang lingkup pendidikan multikultural meliputi; konteks, proses, dan
konten, pengembangan kurikulum multikultural, dan mengajar dalam
perspektif multikultural.
Banks memberikan gambaran ada enam faktor yang menjadi
pertimbangan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural, yaitu;57 1)
gender, 2) race atau etnic, 3) social class, 4) religion, 5)
exceptionality, dan 6) other variables. Diantara ke enam faktor
tersebut, agama termasuk dalam hal yang menjadi topik menarik dalam
pelaksanaan pendidikan multkultural.
Baidhawy berpendapat bahwa wilayah keagamaan harus
menjadi prioritas utama sebagai landasan kebijakan dalam terciptanya
pendidikan multikultural ini. Karena pendidikan sangat mengakui
adanya pluralitas agama.
Hans Kueng dan Ignas Kladen sejalan dengan Baidhawy
seperti disitir oleh Roibin, bahwa tidak perlu ada perdebatan antara
agama dan multikulturalisme. Menurut kedua ilmuwan di atas, agama
bergantung pada keputusan manusia yang menghayatinya. Dari sini
terlihat peran subjektif-kognitif manusia, sehingga sering kali agama
dianggap sebagai bagian dari sistem budaya. Sekalipun agama dan
57
39
budaya masing-masing memiliki pijakan sendiri-sendiri, namun
diantara keduaya tidak dapat kita pisahkan satu sama lain. Pemahaman
seperti ini juga belum sampai pada kesepakatan final.58
Muslim Abdurrahman menegaskan pembatasan ruang lingkup
pendidikan multikultural pada akhirnya bukanlah persoalan urgen yang
harus terbatas pada aspek tertentu. Hal ini yang menyebabkan agama
masuk dalam tatanan ruang lingkup pendidikan multikultural yang
semestinya tidak perlu diperdebatkan.
Dengan melibatkan agama dalam proses pendidikan
multikultural dari berbagai bidang, maka agama mampu berperan
maksimal. Yang mana agama tidak hanya memnanamkan nilai
kesholehan ritual saja, tapi lebih penting dari itu, yakni dengan adanya
agama mampu mewujudkan kesholehan sosial yang mampu
membongkar proses dehumanisasi.59
4. Model dan Karakteristik Pendidikan Multikultural
a. Model Pendidikan Multikultural
Pendidikan berperan sebagai proses individuasi, yaitu
adanya perpaduan yang menyeluruh antara individu dengan
lingkungan (kehidupan masyarakat) dan kebudayaan seperti yang
dikemukakan oleh Berger dan Luckman.
58
Ibid., h.49.
59
40
Untuk menganalisis internalisasi nilai budaya, perlu
dipertimbangkan mekanisme sosial yang nyata ada saat perubahan
itu berlangsung.60 Oleh karenanya, menurut Sulalah tidak perlu
disangsikan lagi bahwa pendidikan karakter adalah upaya dengan
melibatkan semua pihak pada setiap struktur. Pendidikan karakter
tidak akan optimal jika tidak adanya keseimbangan dan
keharmonisan antar lingkungan.
Berkaitan dengan menumbuhkan nilai nilai kebaikan,
Lincona menawarkan tiga komponen karakter yang baik yaitu;
pertama, moral knowing (pengetahuan tentang moral), kedua,
moral feeling (perasaan tentang moral). Ketiga, moral action (
perbuatan moral). Ketiga komponen moral di atasmeliputi dimensi
sebagai berikut:61
1) Moral knowing meliputi 6 dimensi;
a) Awareness (kesadaran tentang baik dan buruk)
b) Knowing values (pengetahuan tentang nilai)
c) Perspective-taking (menggunakan pandangan moral)
d) Reasoning (Pertimbangan Moral)
e) Desition making (membuat keputusan berdasarkan moral)
f) Self-knowladge (pengetahuan tentang diri)
2) Moral feeling meliputi 6 dimensi:
60
A.Khozin Affandi dkk., Buku Penunjang Berpikir Teoritis Merancang Proposal,
(Surabaya: Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel, 2006), h. 136.
61
41
a) Conscience (nurani)
b) Self-esteem (percaya diri)
c) mpaty (merasakan penderitaan orang lain)
d) Loving the good (mencintai kebenaran)
e) Self control (pengendalian diri)
f) Humality (kerendahan hati)
3) Moral action meliputi 3 dimensi:
a) Competence (kompeten dalam menjalankan moral)
b) Will (kemauan untuk berbuat baik)
c) Habit (kebiasaan untuk berbuat baik)
Dari beberapa indikator di atas, pembangunan karakter
mampu mengantarkan setiap individu untuk peka terhadap keadaan
sosial bila terjadi integrasi dari ketiga komponen moral tersebut.
b. Karakteristik Pendidikan Multikultural
Hal-hal yang merupakan karakteristik teori multikultural adalah:62
1)Penolakan terhadap teori universalitas yang cenderung
mendukung pihak yang kuat, sedangkan tori multikultural lebih
cederung mendukung dan berupaya memberdayakan pihak yang
lemah.
2)Teori multikultural mencoba menjadi inklusif yaitu berupaya
untuk menawarkan teori atas kelompok-kelompok lemah.
62
42
3)Teori multikultural tidak bebas atau tidak mengobral nilai, tetapi
lebih kepada menyusun teori atas nama pihak yang lemah dan
bekerja di dunia sosial untuk mengubah struktur sosial, kultur,
dan prospek, untuk masing-masing individu.
4)Teori multikultural tidak hanya berkecimpung dalam dunia
sosial saja tetapi juga dunia intelektual, dengan cara
menjadikannya lebih terbuka dan beragam.
5)Tidak ada untuk menarik garis yang jelas antara teori dan type
narasi lainnya.
6)Teori multikultural sangat kritis, yaitu kritik terhadap diri dan
kritik terhadap teori lain, yang paling penting terhadap dunia
sosial.
7)Teori multikultural menyadari bahwa karya mereka dibatasi
oleh sejarah tertentu, konteks kultural dan sosial tertentu, yang
mana mereka pernah hidup dalam konteks tersebut.
Conrad P. Kottak mengemukakan bahwa kultur memiliki
karakter-karakter khusus dari tujuh segi, 1) sebagai muatan, 2)
sebagai fungsi, 3) sebagai indicator, 4) sebagai tujuan, 5) sebagai
aktivitas, 6) sebagai model, 7) sebagai proses.63
Purwasito mengemukakan struktur kultur terbagi atas
empat macam, yaitu mikrokultur (kelompok masyarakat),
subkultur (kelompok lokal), makrokultur (skala nasional), dan
63
43
superkultur (skala global). Sedangkan pada saat pertukaran budaya
dalam waktu yang lama (proses akulturasi) akan meghasilkan versi
kultur lain.64
Karakteristik teori multikultural mampu memudahkan kita
untuk lebih dalam mengetahui ciri-ciri, tujuan, dan bagaimana
hakikat multikultural sendiri. Sehingga multikultural bisa dengan
mudah difahami oleh khalayak umum. Tentu karakteristik
multikultural ini memiliki paradigma baru tentang multikultural
menurut Ali Maksum dalam bukunya Pluralisme dan
Multikulturalisme Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di
Indonesia.
Jika multikulturalisme memiliki karakteristik yang khas,
yang mana ini sebuah faham yang hadir pada setiap insan, tentu
yang memilikinya pun memiliki karakteristik pula, yang mana hal
ini adalah masyarakat multikultural itu sendiri.
Adapun beberapa karakteristik multikultural menurut Pierre
L. Van de Berghe adalah sebagai berikut:65
1)Masyarakat terbagi dalam dua bagian bentuk kelompok, yaitu
kelompok latar budaya dan kelompok sub-budaya yang berbeda.
2)Masyarakat memiliki struktur sosial yang terbagi dalam
lembaga yang bersifat nonkomplementer.
64
Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural, h. 96-97.
65
44
3)Masyarakat kurang adanya kesadaran dalam mengembangkan
kesepakatan, sehingga sering menimbulkan konflik
antarkelom