• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH DIBEDAKAN DARI KECENDERUNGAN GAYA BERPIKIR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH DIBEDAKAN DARI KECENDERUNGAN GAYA BERPIKIR."

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KONEKSI MATEMATIKA SISWA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH

DIBEDAKAN DARI KECENDERUNGAN GAYA BERPIKIR

SKRIPSI

Oleh:

ZAINULLAH ZUHRI NIM. D04211040

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(2)

DIBEDAKAN DARI KECENDERUNGAN GAYA BERPIKIR

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk memenuhi salah satu persyaratan

dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh:

ZAINULLAH ZUHRI NIM. D04211040

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

(3)
(4)
(5)
(6)

viii

DIBEDAKAN DARI KECENDERUNGAN GAYA BERPIKIR Oleh: Zainullah Zuhri

ABSTRAK

Dalam pembelajaran matematika yang baik, maka akan lebih ditekankan pada bagaimana siswa memahami konsep-konsep matematika dengan baik, karena siswa yang memahami konsep akan mampu men-generalisasi-kan pengetahuannya. Salah satu hal yang cukup memberi pengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa adalah pemahaman pengetahuan awal. Ketika siswa diberi konsep matematika maka siswa akan berusaha memahami dengan menggunakan keterkaitan pengetahuan dan strategi dari konsep matematika yang sebelumnya sudah dipahami. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bruner, bahwa setiap konsep dalam matematika saling berkaitan dengan konsep yang lainnya. Keterkaitan antar konsep dalam matematika disini sederhananya kita sebut dengan koneksi matematika. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap proses koneksi siswa dalam menyelesiakan masalah dibedakan dari kecenderungan gaya berpikir

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan data kualitatif, subjek penelitian adalah 8 siswa kelas X MA Nurul Jadid yang terdiri dari subjek bergaya pikir Acak Abstrak, Sekuensial Konkret, Sekuensial Abstrak dan Acak Konkret berdasarkan tes gaya berpikir dan pertimbangan guru kelas matematika serta pengalaman peneliti selama praktek mengajar di sekolah tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan pemberian tes dan wawancara. Untuk menguji kredibilitas data, peneliti melakukan triangulasi sumber. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis berdasarkan indikator koneksi matematika siswa.

Setelah dilakukan analisis data penelitian, didapatkan hasil sebagai berikut: Hanya Subjek dengan gaya berpikir Acak Abstrak saja yang cenderung mampu melalui semua indikator dalam proses mengungkap koneksi matematika siswa. Subjek dengan gaya berpikir Sekuensial Konkret cendrung belum tentu mampu melalui 1 indikator dalam proses mengungkap koneksi matematika siswa. Subjek dengan gaya berpikir Sekuensial Abstrak cendrung belum tentu mampu melalui 4 indikator dan cenderung tidak mampu melalui 1 indikator dalam proses mengungkap koneksi matematika siswa. Subjek dengan gaya berpikir Acak Konkret cendrung belum tentu mampu melalui 5 indikator dan cenderung tidak mampu melalui 1 indikator dalam proses mengungkap koneksi matematika siswa.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL LUAR ... i

SAMPUL DALAM ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPISI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

D. Koneksi Matematika dalam Menyelesaikan Masalah 22

(8)

xi

A. Proses Koneksi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan

Masalah Bergaya Pikir Acak Abstrak ... 39

B. Proses Koneksi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Bergaya Pikir Sekuensial Konkret ... 74

C. Proses Koneksi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Bergaya Pikir Sekuensial Abstrak ... 105

D. Proses Koneksi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Bergaya Pikir Acak Konkret ... 137

E. Perbedaan Proses Koneksi Matematika Siswa yang Memiliki Gaya Berpikir Acak Abstrak, Sekuensial Konkret, Sekuensial Abstrak, dan Acak Konkret dalam Menyelesaikan Masalah ... 165

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 170

BAB V PENUTUP... 180

A. Simpulan ... 180

B. Saran ... 183

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Indikator Koneksi Matematika ... 11

2.2 Adaptasi Indikator Koneksi Matematika ... 13

2.3 Koneksi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah ... 24

3.1 Daftar Subjek Penelitian ... 27

3.2 Daftar Nama Validator ... 30

4.1 Daftar Subjek Penelitian ... 38

4.2 Perbandingan Data Subjek S1 dan S2 ... 71

4.3 Perbandingan Data Subjek S3 dan S4 ... 102

4.4 Perbandingan Data Subjek S5 dan S6 ... 134

4.5 Perbandingan Data Subjek S7 dan S8 ... 162

4.6 Perbandingan Proses Koneksi Matematika Siswa yang Memiliki Gaya Acak Konkret,Acak Abstrak, Sekuensial Abstrak, dan Sekuensial Konkret dalam Menyelesaikan Masalah ... 165

(10)

xiii Menyelesaikan Masalah ... 53

4.4 Jawaban Tertulis Subjek S2 dalam Memahami Masalah 54 4.5 Jawaban Tertulis Subjek S2 dalam Melaksanakan Rencana ... 55

4.6 Alur Proses Koneksi Matematika Siswa S2 dalam Menyelesaikan Masalah ... 70

4.7 Jawaban Tertulis Subjek S3 dalam Memahami Masalah 74 4.8 Jawaban Tertulis Subjek S3 dalam Melaksanakan Rencana ... 75

4.9 Alur Proses Koneksi Matematika Siswa S3 dalam Menyelesaikan Masalah ... 87

4.10 Jawaban Tertulis Subjek S4 dalam Memahami Masalah 88 4.11 Jawaban Tertulis Subjek S4 dalam Melaksanakan Rencana ... 89

4.12 Alur Proses Koneksi Matematika Siswa S4 dalam Menyelesaikan Masalah ... 101

4.13 Jawaban Tertulis Subjek S5 dalam Memahami Masalah 105 4.14 Jawaban Tertulis Subjek S5 dalam Melaksanakan Rencana ... 106

4.15 Alur Proses Koneksi Matematika Siswa S5 dalam Menyelesaikan Masalah ... 119

4.16 Jawaban Tertulis Subjek S6 dalam Memahami Masalah 120 4.17 Jawaban Tertulis Subjek S6 dalam Melaksanakan Rencana ... 121

(11)

4.20 Jawaban Tertulis Subjek S7 dalam Melaksanakan

Rencana ... 138 4.21 Alur Proses Koneksi Matematika Siswa S7 dalam

Menyelesaikan Masalah ... 148 4.22 Jawaban Tertulis Subjek S8 dalam Memahami Masalah 149 4.23 Jawaban Tertulis Subjek S8 dalam Melaksanakan

Rencana ... 150 4.24 Alur Proses Koneksi Matematika Siswa S8 dalam

(12)

xv

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A (Instrumen Penelitian)

1. Instrumen Tes Gaya Berpikir ... 186

2. Instrumen Tes Koneksi Matematika Sebelum Revisi ... 188

3. Revisi Tes Koneksi Matematika ... 194

4. Validasi Tes Koneksi Matematika ... 200

5. Revisi Instrumen Tes Koneksi Matematika ... 204

6. Pedoman Wawancara Sebelum Revisi ... 210

7. Revisi Pedoman Wawancara ... 216

8. Validasi Pedoman Wawancara ... 223

9. Pedoman Wawancara Setelah Resvisi ... 227

Lampiran B (Hasil Penelitian) 1. Hasil Tes Gaya Berfikir Semua Subjek ... 231

2. Hasil Tes Koneksi Matematika Semua Subjek ... 255

3. Hasil Transkip Wawancara Semua Subjek ... 267

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu elemen yang sangat penting dalam menyiapkan sumberdaya manusia yang berkarakter. Proses pendidikan yang baik akan mempengaruhi pengembangan ilmu pengetahuan, perkembangan teknologi dan kebiasaan berbudaya yang bermoral untuk keberhasilan pembangunan bangsa.1 Pendidikan juga diharapkan mampu untuk mencetak generasi yang siap menghadapi tantangan perkembangan zaman.

Dalam sistem pendidikan Indonesia, salah satu mata pelajaran yang dipelajari secara formal dan informal mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi adalah matematika. Matematika merupakan ilmu setara dengan ilmu filsafat yang merupakan induk dari semua ilmu pengetahuan. Matematika sebagai ilmu dasar merupakan jembatan penghubung antara berbagai bidang ilmu. Dengan menggunakan konsep matematika dapat diperoleh langkah-langkah pemecahan masalah yang sistematis dan selaras dengan kondisi lingkungan sekitarnya.2 Langkah-langkah tersebut yang selanjutnya akan diterapkan secara konsisten dan jujur dalam kehidupan sehari-hari.

Belajar matematika bukanlah semata menghitung dan menghafal rumus, namun juga membutuhkan pemahaman terhadap konsep dari rumus dan berhitung yang dilakukan. Pembelajaran matematika yang baik lebih ditekankan pada bagaimana siswa memahami konsep-konsep matematika dengan baik, karena siswa yang memahami konsep akan mampu men-generalisasi-kan pengetahuannya.3 Melalui pemahaman konsep (conceptual understanding) matematika inilah dapat diketahui sejauh mana siswa mampu menerima dan memahami konsep dasar matematika yang telah diterimanya. Seperti itulah pentingnya pemahaman konsep dalam matematika, sehingga pemahaman konsep dalam matematika

1Elly Susanti. Proses koneksi Produktif dalam Penyelesaikan Masalah Matematika,

(Dikrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam , 2013), 1.

2Ibid., 1.

(14)

ini tidak dapat terpisahkan dari hal-hal yang berkaitan dengan matematika.

Susanti menjelaskan bahwa pemahaman konsep matematika dimulai dengan perolehan konsep matematika sehari-hari seperti pengenalan pola, bentuk, ukuran, dan menghitung.4 Pernyataan Susanti tersebut dapat diartikan bahwa seseorang memahami konsep melalui aktifitas-aktifitas matematika yang saling berkaitan dan kemudian mengarahkannya pada suatu konsep utuh yang dapat dipahami. Setiap aktifitas matematika yang dilakukan tersebut berperan dalam membangun pemahaman konsep yang utuh dalam pemikiran siswa, sehingga tidak boleh ada satu pun aktifitas yang terlewat untuk menghasilkan pemahaman konsep yang baik.

Salah satu hal yang cukup memberi pengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa adalah pemahaman pengetahuan awal. Ketika siswa diberi konsep matematika maka siswa akan berusaha memahami dengan menggunakan pengetahuan dan strategi dari konsep matematika yang sebelumnya sudah dipahami. Hal ini sejalan dengan teori konstruktivis Piaget tentang prinsip utama dalam perkembangan kognitif yakni organisasi dan adaptasi, dimana dalam prinsip adaptasi tersebut terdapat dua proses belajar yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi siswa menyatukan informasi atau ide yang sudah ia miliki dengan informasi atau ide baru yang diperolehnya, hasil dari asimilasi tersebut adalah sebuah sekema baru yang diproses dalam tahap akomodasi5. Dalam proses asimilasi dan akomodasi tersebut menunjukkan aktifitas siswa yang akan menghubungkan konsep-konsep yang telah dipelajari dengan konsep-konsep-konsep-konsep yang baru dipelajarinya, hal ini dikarenakan adanya keterkaitan dari konsep-konsep tersebut. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Bruner, bahwa setiap konsep dalam matematika saling berkaitan dengan konsep yang lainnya.6 Keterkaitan antar konsep dalam matematika disini sederhananya kita sebut dengan koneksi matematika.

Koneksi matematika dikatakan baik jika siswa dapat menghubungkan gagasan-gagasan matematis dari konsep-konsep matematika dan mengaitkan antar konsep yang telah diketahui

4Elly Susanti. Op. Cit., 2.

5Robert L.Solso-Otto H.Maclin-M.Kimbarly Maclin, Psikologi Kognitif, (Jakarta:

Erlangga). 365.

6

(15)

3

dengan konsep baru yang akan dipelajari, sehingga pemahaman mereka akan lebih mendalam dan lebih bertahan lama. Koneksi matematika siswa tersebut semakin baik dengan adanya pengalaman belajar siswa yang baik juga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hudojo bahwa untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut.7 Dari hal tersebut menujukkan bahwa siswa akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar didasarkan kepada apa yang telah diketahui atau pengalaman belajar siswa tersebut.

Jika melihat realita saat ini, kebanyakan siswa dalam mengerjakan soal atau masalah matematika masih terpaku pada prosedur yang digunakan oleh guru, 8 mereka tidak menggunakan analisis dan membangun koneksi mereka sendiri untuk memahami masalah atau soal dan kemudian memecahkan permasalahan tersebut. Kenyataan ini diperkuat oleh hasil penelitian Sugiman yang menyatakan bahwa koneksi matematika siswa masih rendah, hal ini dapat dilihat dari rata-rata prosentase penguasaan untuk setiap aspek koneksi siswa sebagaimana berikut: Untuk koneksi inter topik matematika 63%, antar topek matematika 41%, matematika dengan pelajaran lain 56%, dan matematika dengan kehidupan 55%.9 Karena koneksi matematika yang rendah ini, siswa sering kali mengalami kesulitan untuk melanjutkan langkah sampai menemukan penyelesaian ketika berhadapan dengan situasi yang sulit dalam menyelesaikan masalah matematika.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika adalah komponen utama dalam penyelesaian masalah karena dapat membantu siswa menghubungkan antara pengalaman dan pengetahuan yang digunakan untuk menjelaskan apa yang mereka lihat, mereka pikir dan mereka simpulkan. Pemecahan masalah sendiri dianggap sangat penting karena dengan kemampuan pemecahan masalah yang baik, maka kompetensi matematika yang dimiliki oleh siswa mampu untuk ditingkatkan, selain itu pemecahan masalah juga dapat mendorong siswa agar lebih kreatif dalam

7Herman Hudojo, Belajar Matematika, (Jakarta: LPTK, 1988), 4. 8Elly Susanti. Op. Cit.,4.

9Fikri Apriyono., Tesis: “Profil Kemampuan Koneksi Matematika Siswa SMP Dalam

(16)

menyelesaikan masalah matematika. Meskipun dimungkinkan adanya perbedaan siswa dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Setiap orang meliliki cara berbeda dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, perbedaan cara menyelesaikan masalah bagi sebagian orang adalah sebuah fenomena menarik yang perlu dicermati. Karena Secara psikologis, ada perbedaan cara seseorang dalam menyerap informasi yang diperolehnya. Perbedaan ini juga dapat dipengaruhi oleh kecenderungan gaya berpikir dalam memproses informasi. Kecenderungan gaya berpikir adalah sebuah model yang awalnya dikembangkan oleh Anthony Gregorc, professor dibidang kurikulum dan pengajaran di Universitas Connecticut. Kajian dari investigasinya menyimpulkan adanya dua macam dominasi otak yaitu pertama persepsi konkret dan abstrak, kedua kemampuan pengaturan secara sekuensial (linier) dan acak (nonlinear). Orang yang termasuk dalam dua katagori “sekuensial” cenderung memiliki dominasi otak kiri, sedangkan orang yang termasuk dalam dua katagori berpikir secara “acak” biasanya termasuk dalam dominasi otak kanan. 10

Dengan kata lain, gaya berpikir sangat mempengaruhi terhadap bagaimana siswa menyelesaikan masalah matematikanya. Sangat mungkin bahwa cara menyelesaikan masalah siswa akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan siswa lain sesuai dengan gaya berpikir masing-masing siswa. Gaya berpikir tadi dapat dibagi menjadi empat kombinasi kelompok perilaku. Anthony Gregorc menyebut gaya-gaya ini sebagai sekuensial konkret, sekuensial abstrak, acak konkret dan acak abstrak. Orang yang bergaya pikir sekuensial konkret cenderung memandang pada kenyataan dan proses informasi dengan cara yang teratur, linier, dan sekuensial. Orang yang bergaya pikir sekuensial abstrak cenderung berpikir dalam konsep dan menganalisis informasi. Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang teratur dan rapi. Orang yang bergaya pikir acak konkret cenderung menpunyai sikap eksperimental yang diiringi oleh perilaku yang kurang terstuktur. Seperti pemikir sekuensial konkret, mereka berdasarkan pada kenyataan, tapi ingin melakukan pendekatan coba salah. Sedangkan Orang yang bergaya pikir acak abstrak cenderung

10Bobbi De Porter & Mike Hernack, “Quantum Learning”.Diterjemahkan oleh Alwiyah

(17)

5

melihat dunia dengan perasaan dan emosi, mereka tertarik kepada nuansa dan sebagian besar adalah cenderung kepada mistisme. 11

Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah yang dibedakan dari kecenderungan gaya berpikir. Sehingga peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian yang berjudul, “Analisis Koneksi Matematika Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Dibedakan Dari Kecenderungan Gaya Berpikir ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, di susun pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana koneksi matematika siswa dengan gaya berpikir acak abstrak dalam menyelesaikan masalah di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?

2. Bagaimana koneksi matematika siswa dengan gaya berpikir sekuensial konkret dalam menyelesaikan masalah di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?

3. Bagaimana koneksi matematika siswa dengan gaya berpikir sekuensial abstrak dalam menyelesaikan masalah di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?

4. Bagaimana koneksi matematika siswa dengan gaya berpikir acak konkret dalam menyelesaikan masalah di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?

5. Adakah perbedaan koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah dibedakan dari kecenderungan gaya berpikir acak abstrak, sekuensial konkret, sekuensial abstrak dan acak konkret di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo?

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui koneksi matematika siswa dengan gaya berpikir acak abstrak dalam menyelesaikan masalah di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

11Bobbi De Porter & Mike Hernack, “Quantum Learning”.Diterjemahkan oleh Alwiyah

(18)

2. Untuk mengetahui koneksi matematika siswa dengan gaya berpikir sekuensial konkret dalam menyelesaikan masalah di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

3. Untuk mengetahui koneksi matematika siswa dengan gaya berpikir sekuensial abstrak dalam menyelesaikan masalah di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

4. Untuk mengetahui koneksi matematika siswa dengan gaya berpikir acak konkret dalam menyelesaikan masalah di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

5. Untuk mengetahui perbedaan koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah dibedakan dari kecenderungangaya berpikir acak abstrak, sekuensial konkret, sekuensial abstrak dan acak konkret di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

D. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Guru

Sebagai informasi mengenai hasil analisis koneksi matematika siswa sehingga dapat digunakan guru sebagai pertimbangan untuk merancang pembelajaran yang sesuai untuk siswa dengan gaya berpikir yang berbeda yaitu: acak abstrak, sekuensial konkret, sekuensial abstrak, dan acak konkret dalam upaya perbaikan pengajaran di lembaga pendidikan yang diajar.

2. Bagi Siswa

Sebagai bahan introspeksi diri untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematika dalam menyelesaikan masalah.

E. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap maksud penelitian ini, maka berikut ini diberikan definisi yang terdapat dalam penelitian ini :

1. Analisis

(19)

7

antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.

2. Koneksi Matematika

Koneksi matematika dalam penelitian ini secara mendasar membahas tentang proses dan deskripsi koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah.

3. Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah adalah suatu proses menyelesaikan suatu masalah matematika dengan daya nalar yang tinggi dan didasarkan pada kemampuan mengkaitkan konsep-konsep matematika maupun konsep dari disiplin ilmu lain.

4. Koneksi Matematika dalam Menyelesaikan Masalah

Merupakan proses penyelesaian masalah yang dilakukan oleh siswa untuk mengungkap indikator-indikator koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. 5. Gaya Berpikir

Gaya berpikir adalah kecenderungan berpikir seseorang yang dipengaruhi oleh dominasi otak kanan dan otak kiri, dimana daerah otak kanan meliputi abstrak dan acak (non linier), sedangkan daerah otak kiri meliputi sekuensial dan konkret. Kombinasi gaya berpikir penelitian ini merupakan gabungan dari daerah otak kanan dan otak kiri yaitu acak abstrak, sekuensial abstrak, sekuensial konkret dan acak konkret.

F. Batasan Penelitian

Untuk menjaga fokus penelitian ini, maka dirasa perlu membatasi masalah penelitian yaitu pada materi persamaan kuadrat yang difokuskan pada menentukan akar-akar persamaan kuadrat

.

G. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasana dalam penelitian ini terdiri dari 5 BAB dan masing-masing BAB dibagi menjadi subbab yang dapat disajikan sebagai berikut:

1) BAB I PENDAHULUAN

(20)

masalah, tujuan, manfaat, definisi operasional, batasan penelitian dan sistematika pembahasan.

2) BAB II KAJIAN PUSTAKA

Merupakan bagian kedua yang membahas tentang dasar teoritis dalam penelitian. Kajian pustaka dimaksudkan sebagai landasan dalam membuat kerangka berpikir terhadap fokus penelitian. Berisi tentang kajian koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah persamaan kuadrat dibedakan dari kecenderungan gaya berpikir.

3) BAB III METODE PENELITIAN

Merupakan bagian ketiga yang membahas tentang jenis penelitian, subjek penelitian, metode penelitian, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data teknik analisis data dan prosedur penelitian.

4) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Merupakan bagian yang membahas tentang analisis koneksi matematika siswa dan pembahasan tentang hasil penelitian sesuai dengan rumusan dan tujuan penelian. 5) BAB V PENUTUP

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Koneksi Matematika Siswa

Koneksi berasal dari bahasa Inggris yaitu “connection” yang diartikan hubungan. Pengertian koneksi secara umum adalah suatu hubungan atau keterkaitan. Dalam matematika yang disebut dengan koneksi matematika dapat diartikan sebagai keterkaitan secara internal dan eksternal. Keterkaitan secara internal adalah keterkaitan antara konsep-konsep matematika, yaitu berhubungan dengan matematika itu sendiri, sedangkan keterkaitan secara eksternal, yaitu keterkaitan antara matematika dengan kehidupan sehari-hari.

Koneksi matematika (mathematical connection) merupakan salah satu dari lima kemampuan standar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika yang ditetapkan dalam NCTM,1 yaitu: kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation). Koneksi matematika juga merupakan salah satu dari lima keterampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika di Amerika pada tahun 1989. Lima keterampilan itu adalah sebagai berikut: Communication (Komunikasi matematika), Reasoning (Berpikir secara matematika), Connection (Koneksi matematika), Problem Solving (Pemecahan masalah), Understanding (Pemahaman matematika),2 sehingga dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika merupakan salah satu komponen dari kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika.

When student can connect mathematical ideas, their understanding is deeper and more lasting”.3 Apabila para siswa dapat menghubungkan gagasan-gagasan matematis, maka pemahaman mereka akan lebih mendalam dan lebih bertahan lama. Pemahaman siswa akan lebih mendalam jika siswa dapat mengaitkan

1The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards for

School Mathematics. (Reston, VA: NCTM, 2000), 29.

2Asep Jihad,Pengembangan Kurikulum Matematika (Tinjauan Teoritis

danHistoris),(Bandung: Multipressindo, 2008), 148.

3The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Principles and Standards for

(22)

antar konsep yang telah diketahui siswa dengan konsep baru yang akan dipelajari oleh siswa. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang tersebut. Oleh karena itu untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut.4

Adanya keterkaitan antara kehidupan sehari-hari dengan materi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa juga akan menambah pemahaman siswa dalam belajar matematika. Kegiatan yang mendukung dalam peningkatan kemampuan koneksi matematika siswa adalah ketika siswa mencari hubungan keterkaitan antar topik matematika dan mencari keterkaitan antara konteks eksternal di luar matematika dengan matematika. Konteks eksternal yang diambil adalah mengenai hubungan matematika dengan kehidupan sehari-hari. Keterkaitan antar konsep atau prinsip dalam matematika memegang peranan yang sangat penting dalam mempelajari matematika karena dengan pengetahuan itu, maka siswa memahami matematika secara lebih menyeluruh dan lebih mendalam. Selain itu dalam menghafal juga semakin sedikit, akibatnya belajar matematika menjadi lebih mudah. Mudah sekali mempelajari matematika kalau kita melihat penerapannya di dunia nyata.5

Konsep-konsep matematika tersusun secara hirarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam matematika terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun sebuah gedung bertingkat, lantai kedua dan selanjutnya tidak akan terwujud apabila pondasi dan lantai sebelumnya yang menjadi prasyarat benar-benar dikuasai agar dapat memahami konsep-konsep selanjutnya.6

Kemampuan siswa dalam mengkoneksikan keterkaitan antar topik matematika dan dalam mengkoneksikan antara dunia nyata dan matematika dinilai sangat penting, karena keterkaitan itu dapat

4Herman Hudojo, Belajar Matematika, (Jakarta: LPTK, 1988), 4.

5Elanie B. Johnson, Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar

Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. (Bandung: Kaifa, 2010).

6Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer(Edisi Revisi),

(23)

11

membantu siswa memahami topik-topik yang ada dalam matematika. Siswa dapat menuangkan masalah dalam kehidupan sehari-hari ke model matematika, hal ini dapat membantu siswa mengetahui kegunaan dari matematika. Maka dari itu, efek yang dapat ditimbulkan dari peningkatan membangun koneksi matematika adalah siswa dapat mengetahui koneksi antar ide-ide matematika dan siswa dapat mengetahui kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dua hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk terus belajar matematika.

Siswa dikatakan mampu untuk membuat koneksi dengan baik apabila mampu memenuhi indikator-indikator koneksi matematika. Menurut Orhan indikator koneksi matematika sebagai tabel 2.1 berikut: 7

1. Mengenali hubungan antar konsep matematika

2. Menggunakan hubungan antar konsep matematika

3. Menggunakan hubungan konsep dengan operasi hitung tertentu dalam berbagai bentuk representasi matematika yang ekuivalen

2. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep yang ekuivalen

(24)

3. Menggunakan dan memanfaatkan serta menulis prosedur atau operasi tertentu 3. Hubungan keterkaitan

matematika dan di luar matematika

1. Menyajikan masalah matematika dalam berbagai bentuk di luar matematika 2. Mengkomunikasikan gagasan

dengan simbol, tabel atau media lain untuk menjelaskan keterkaitan matematika lain untuk menjelaskan keterkaitan matematika dan di luar matematika yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari 2. Mengaplikasikan masalah,

menerapkan konsep, rumus matematika dalam soal-soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari

3. Memiliki pola, keteraturan dalam menyelesaikan masalah-masalah metematika yang berhubungan denga kehidupan sehari-hari

4. Menerka jawaban dari maslah matematika dalam kehidupan sehari-hari

(25)

13

1. Menyebutkan konsep matematika yang terdapat dalam masalah (a)

2. Menghubungkan antar konsep matematika dalam masalah (b)

3. Menjelaskan makna keterkaitan antar konsep matematika (c)

1. Menyebutkan konsep disiplin ilmu lain yang terdapat pada masalah (d) 2. Menghubungkan konsep matematika

dengan disiplin ilmu lain dalam masalah (e)

3. Menjelaskan makna keterkaitan konsep matematika dengan displin ilmu lain (f) 3. Hubungan

matematika dalam kehidupan sehari-hari

1. Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika (g) 2. Membuat dugaan penyelesaian dari

masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari (h)

3. Membuktikan jawaban dengan benar (i)

B. Pemecahan Masalah Matematika

(26)

proses psikologi belajar yang melibatkan tidak hanya sekedar aplikasi dalil-dalil atau teorema-teorema yang dipelajari akan tetapi harus didasarkan atas adanya struktur kognitif yang dimiliki siswa.8 Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam menyelesaikan masalah, siswa memerlukan daya nalar yang tinggi dengan melibatkan keterkaitan konsep-konsep dalam membuat langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh suatu penyelesaian.

Ruseffendi menyatakan bahwa ada beberapa sebab soal-soal tipe pemecahan masalah diberikan kepada siswa yaitu:9 1) Dapat menimbulkan keinginan tahu dan adanya motivasi, menumbuhkan sifat kreatif, 2) Disamping memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung, dan lain-lain), diisyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat pertanyaan yang benar, 3) Dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam, dan dapat menambah pengetahuan baru, 4) Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah diperolehnya, 5) Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil pemecahannya, 6) Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja satu bidang studi tetapi (bila diperlukan) banyak bidang studi, malahan dapat melibatkan pelajaran lain di luar pelajaran sekolah untuk merangsang siswa menggunakan segala kemampuan.

Menurut George Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu:10

1. Memahami Masalah (Understanding the Problem)

Tanpa adanya pemahaman terhadap masalah yang diberikan, siswa tidak mungkin mampu menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Langkah ini dimulai dengan pengenalan akan apa yang diketahui atau apa yang ingin didapatkan. Selanjutnya

8Herman Hudojo. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika.(Japan

International Cooperation Agency: Universitas Pendidikan Indonesia, 2000), 96.

9Hidayatun Ni’mah. Skripsi.Analisis Kesalahan Siswa Kelas V dalam Menyelesaikan Soal

Cerita yang Melibatkan Pecahan Di SD Negeri Kedondong I. (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2012), 12.

10Herman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontempore,. (Japan

(27)

15

pemahaman apa yang diketahui serta data apa yang tersedia, kemudian melihat apakah data serta kondisi yang tersedia mencukupi untuk menentukan apa yang ingin didapatkan. 2. Merencanakan Penyelesaian (Devising Plan)

Dalam menyusun rencana pemecahan masalah diperlukan kemampuan untuk melihat hubungan antara data serta kondisi apa yang tersedia dengan data apa yang diketahui atau dicari. Selanjutnya menyusun sebuah rencana pemecahan masalah dengan memperhatikan atau mengingat kembali pengalaman sebelumnya tentang masalah-masalah yang berhubungan. Pada langkah ini siswa diharapkan dapat membuat suatu model matematika untuk selanjutnya dapat diselesaikan dengan menggunakan aturan-aturan matematika yang ada.

3. Menyelesaikan Masalah (Carrying Out The Plan)

Rencana penyelesaian yang telah dibuat sebelumnya, kemudian dilaksanakan secara cermat pada setiap langkah. Dalam melaksanakan rencana atau menyelesaikan model matematika yang telah dibuat pada langkah sebelumnya, siswa diharapkan memperhatikan prinsi-prinsip atau aturan-aturan pengerjaan yang ada untuk mendapatkan hasil penyelesaian model yang benar. Kesalahan jawaban model dapat mengakibatkan kesalahan dalam menjawab permasalahan soal. Untuk itu, pengecekan pada setiap langkah penyelesaian harus selalu dilakukan untuk memastikan kebenaran jawaban model tersebut.

4. Memeriksa Kembali (Looking Back)

Hasil penyelesaian yang didapat harus diperiksa kembali untuk memastikan apakah penyelesaian tersebut sesuai dengan yang diinginkan dalam soal. Apabila hasil yang didapat tidak sesuai dengan yang diminta, maka perlu pemeriksaan kembali atas setiap langkah yang telah dilakukan untuk mendapatkan hasil sesuai dengan masalahnya, dan melihat kemungkinan lain yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan soal tersebut. Dari pemeriksaan tersebut maka berbagai kesalahan yang tidak perlu dapat terkoreksi kembali sehingga siswa dapat sampai pada jawaban yang benar sesuai dengan soal yang diberikan.

(28)

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memahami masalah

Pada langkah ini siswa memahami soal dengan menuliskan: a. Apa yang diketahui?

b. Apa yang ditanyakan?

c. Keterkaitan yang diketahui dengan yang diketahui d. Keterkaitan yang diketahui dengan yang ditanyakan 2. Merencanakan Penyelesaian

Pada langkah ini siswa merancang srategi yang sesuai dengan masalah yang diberikan, yakni menghubungkan masalah tersebut dengan pengalaman sebelumnya, mencoba mengenali polanya atau menggunakan analogi. Pada langkah ini siswa ditekankan untuk membuat model matematika yang sesuaia dengan masalah yang diberikan.

3. Melaksanakan Rencana

Pada langkah ini siswa melakukan rencana penyelesaian masalah yang telah direncanakan. Dalam hal ini siswa menyelesaikan model (kalimat) matematika yang telah dibuat sebelumnya. Pada langkah ini siswa juga menafsirkan solusi dari masalah yang sebenarnya.

4. Memeriksa Kembali

Penyelesaian yang sudah diperoleh itu harus diteliti kembali dengan memperhatikan apakah hasil yang diperoleh itu sudah benar atau belum. Apakah penyelesaian yang diperoleh sudah sesuai dengan soal yang diberikan atau belum.

C. Gaya Berpikir

(29)

17

dominasi otak kanan. Dengan mengetahui domain otak mana dan bagaimana cara kita mengolah informasi, diharapkan mampu untuk menghasilkan prestasi yang lebih efektif.

Untuk mengenali cara berpikir atau klasifikasi kita, John Parks Le Tellier telah merancang sebua tes yang awalnya dia terapkan pada Super Camp.11 Tes ini terdiri dari 15 nomor, setiap nomor terdiri dari empat kelompok kata dengan pilihan A, B, C, dan D, yang harus dipilih masing-masing dua kata. Hasil pemilihan kata dimasukkan dalam kolom yang khusus dirancang untuk tes ini. Berikut kolom jawabannya,

1. C D A B

2. A C B D

3. B A D C

4. B C A D

5. A C B D

6. B C A D

7. D D C A

8. C A B D

9. D A B C

10. A C B D

11. D B C A

12. C D A B

13. B D C A

14. A C B D

15. A C B D

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah

I II III IV

Jumlahkan jawaban tersebut pada kolom I, II, III, IV. Kalikan masing-masing kolom dengan 4. Keterangannya sebagai berikut,

I. ______ × 4 = ______ (Sekuensial konkret) II. ______ × 4 = ______ (Sekuensial abstrak)

11

(30)

III. ______ × 4 = ______ (Acak abstrak) IV. ______ × 4 = ______ (Acak konkret)

(31)

19

1. Gaya Berpikir Sekuensial Konkret

Pemikir sekuensial konkret berpegang pada kenyataan dan proses informasi dengaan cara yang teratur, linier, dan sekuensial.12 Bagi orang-orang seperti ini, realitas terdiri dari apa yang dapat mereka ketahui melalui indra fisik mereka, yaitu indra penglihatan, peraba, pendengaran, perasa, dan penciuman. Mereka biasanya sangat teliti, detail, memperhatikan dan mengingat realitas dengan mudah, kejadian-kejadian, informasi, rumus-rumus dan aturan-aturan yang rumit dengan mudah.

Catatan atau makalah adalah cara baik bagi orang-orang dengan tipe berpikir sekuensial konkret ini untuk belajar. Pelajar dengan tipe berpikir ini harus mengatur tugas-tugas menjadi proses tahap demi tahap dan berusaha keras untuk mendapatkan kesempurnaan pada setiap tahap. Mereka sangat menyukai pengarahan dan prosedur khusus. Karena kebanyakan dunia bisnis diatur dengan cara ini, mereka akan menjadi orang-orang bisnis yang sangat baik.

2. Gaya Berpikir Acak Konkret

Pemikir acak konkret mempunyai sikap eksperimental yang diiringi dengan perilaku yang kurang terstruktur.13 Seperti halnya pemikir sekuensial konkret, pemikir tipe ini juga berdasarkan pada kenyataan, tetapi lebih menekankan pada pendekatan trial and error. Karenanya, mereka lebih sering melakukan lompatan yang sebenarnya.

Mereka mempunyai dorongan kuat untuk menemukan alternatif dan mengerjakan segala sesuatu dengan cara mereka sendiri. Waktu bukanlah prioritas bagi orang-orang bertipe seperti ini, dan mereka cenderung tidak memperdulikannya, terutama ketika terlibat dalam situasi yang menarik. Mereka lebih terorientasi pada proses daripada hasil; akibatnya, proyek-proyek seringkali tidak berjalan sesuai dengan yang mereka rencanakan karena kemungkinan-kemungkinan yang muncul dan yang mengundang eksplorasi selama proses.

12Bobbi De Porter & Mike Hernack. Op. Cit.,128. 13

(32)

3. Gaya Berpikir Acak Abstrak

Pemikir tipe acak abstrak lebih tertarik pada nuansa, dan sebagian lagi cenderung pada mistisisme. Dunia “nyata” untuk para pelajar acak abstrak adalah dunia perasaan dan emosi. Pikiran orang acak abstrak menyerap ide-ide, informasi, kesan dan mengaturnya dengan refleksi.14 Hal ini dapat memakan waktu lama, sehingga terkadang orang lain tidak menyangka ternyata orang bertipe ini mempunyai reaksi atau pendapat. Mereka mengingat dengan sangat baik jika informasi dipersonifikasikan. Perasaan juga dapat lebih meningkatkan atau mempengaruhi belajar mereka yang bertipe ini.

Kebalikan dengan pemikir sekuensial konkret, mereka yang berpikir acak abstrak merasa terkekang jika berada di lingkungan yang sangat teratur, sehingga mereka akan tersiksa jika bekerja di bank, asuransi atau perusahaan sejenisnya. Mereka lebih senang berkiprah dalam ketidakteraturan dan menyukai berhubungan dengan orang-orang. Pemikir acak abstrak mengalami peristiwa secara holistik, yaitu perlu melihat keseluruhan gambar sekaligus, bukan bertahap. Dengan alasan inilah, mereka akan terbantu jika mengetahui bagaimana segala sesuatu terhubung dengan keseluruhannya sebelum masuk ke dalam detail.

4. Gaya Berpikir Sekuensial Abstrak

Filosof dan ilmuwan peneliti ternama mempunyai cara berpikir tipe ini, mereka berpikir dalam konsep dan menganalis informasi. Realitas bagi para pemikir sekuensial abstrak adalah dunia teori metafisis dan pemikiran abstrak.15. Mereka sangat menghargai orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang teratur rapi. Proses berpikir mereka logis, rasional dan intelektual.

Pemikir bertipe sekuensial abstrak dapat dengan mudah meneropong hal-hal penting, seperti titik-titik kunci dan detail-detail penting. Aktivitas favorit mereka adalah membaca, dan jika mereka mengerjakan sesuatu mereka akan melakukan dan memikirkan secara mendalam. Mereka ingin mengetahui sebab-sebab dibalik akibat dan memahami teori-teori dan konsepnya. Biasanya mereka lebih suka bekerja sendiri dari berkelompok.

14Ibid., 132. 15

(33)

21

D. Persamaan Kuadrat

Persamaan kuadrat adalah suatu persamaan polinomial berorde dua. Bentuk umum dari persamaan kuadrat adalah

�2+ � + = 0

Dengan

≠ 0

Huruf-huruf a, b dan c disebut sebagai koefisien: koefisien kuadrat a adalah koefisien dari x2, koefisien linier b adalah koefisien dari x, dan c adalah koefisien konstan atau disebut juga suku bebas. Terdapat 3 cara dalam menyelesaikan persamaan kuadrat, yaitu: a) Memfaktorkan, untuk bentuk persamaan kuadrat �² + � + = 0 , maka kita harus menentukan dua buah bilangan yang jika dijumlahkan hasilnya dan dikalikan menghasilkan , b) Melengkapkan kuadrat sempurna, merubah bentuk persamaan kuadrat menjadi bentuk kuadrat sempurna dan, c) Menggunakan rumus abc.

(34)

E. Koneksi Matematika dalam Menyelesaikan Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari, kita selalu menghadapi banyak permasalahan, untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut kita membutuhkan suatu pemecahan masalah yang sesuai. Hudojo mengungkapkan bahwa memecahkan suatu masalah merupakan suatu aktivitas dasar bagi manusia.16 Seseorang akan selalu berusaha untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya, dia akan melakukan berbagai cara sampai menemukan penyelesaian yang dicari, ketika satu cara yang dipakai menemukan kegagalan, dia akan menggunakan cara lain yang lebih efektif dalam menyelesaikannya.

Pemecahan masalah adalah usaha untuk menemukan solusi dari suatu permasalahan. Hudojo menjelaskan pemecahan masalah merupakan proses penerimaan masalah sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah tersebut.17 Evans mendefinisikan pemecahan masalah adalah suatu aktivitas yang berhubungan dengan pemilihan jalan keluar atau cara yang cocok bagi tindakan atau pengubahan kondisi sekarang (present state) menuju situasi yang diharapkan (future state/desire/goal).18 Berdasarkan pemaparan tentang pemecahan masalah di atas, bisa kita simpulkan bahwa pemecahan masalah adalah sebuah usaha untuk mencari solusi atau jalan keluar dari masalah yang akan diselesaikan.

Terdapat beberapa tahapan dalam menyelesaikan suatu masalah. Ellis dan Hunt menyebutkan beberapa tahapan pemecahan masalah sebagai berikut:19 a) Pemahaman masalah, b) Penemuan berbagai hipotesis mengenai cara pemecahan dan memilih salah satu dari hipotesis-hipotesis itu, c) Menguji hipotesis yang dipilih dan mengevaluasi hasilnya.

Kita bisa menggunakan tahapan Polya dalam pemecahan masalah yaitu: a) Memahami masalah, meliputi aktivitas: mengidentifikasi yang diketahui, mengidentifikasi data yang relevan, mengidentifikasi apa yang ditanyakan, b) Membuat rencana penyelesaian, meliputi aktivitas pemilihan strategi yang akan

16

Herman, Hudojo. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. (Malang: UM Press, 2005) hal.123

17 Ibid, hal.125

(35)

23

digunakan dalam pemecahan masalah, c) Pelaksanaan rencana, meliputi pengaplikasian strategi untuk menyelesaikan masalah, d) Memeriksa kembali, meliputi kegiatan melihat kembali apakah penyelesaian yang diperoleh sudah sesuai dengan apa yang diketahui dan ditanyakan.

Pemecahan masalah dapat diajarkan seorang guru kepada siswa. Mengajarkan pemecahan masalah berarti usaha guru untuk membangkitkan siswa agar menerima dan merespon pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dan membimbing siswa menemukan pemecahan dari permasalahan tersebut. Pemecahan masalah tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemampuan koneksi siswa. Apabila para siswa dapat menghubungkan gagasan-gagasan matematis dalam menyelesaikan masalah, maka pemahaman mereka akan lebih mendalam dan lebih bertahan lama. Dengan kata lain, pemahaman siswa akan lebih mendalam jika siswa dapat mengaitkan antar konsep yang telah diketahui siswa dengan konsep baru dipelajari oleh siswa. Kemampuan siswa dalam mengkoneksikan keterkaitan antara topik matematika dengan dunia nyata dinilai sangat penting, karena keterkaitan itu dapat membantu siswa memahami topik-topik yang ada dalam matematika, dan menuangkan masalah dalam kehidupan sehari-hari dalam model matematika, hal ini dapat membantu siswa mengetahui kegunaan dari matematika, maka dari itu, efek yang dapat ditimbulkan dari peningkatan kemampuan koneksi matematika adalah siswa dapat mengetahui koneksi antar ide-ide matematika dan siswa dapat mengetahui kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dua hal tersebut dapat memotivasi siswa untuk terus belajar matematika.

(36)

koneksi matematika sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Salah satu alternatif yang dapat dipilih guru untuk meningkatkan koneksi matematika siswa adalah dengan memberikan permasalahan yang ada disekitar kita (kehidupan sehari-hari). Siswa dikatakan memiliki koneksi matematika yang baik apabila dia mampu untuk menghubungan antar konsep matematika, menghubungkan prosedur matematika sebagai representasi yang ekuivelen, menghubungkan keterkaitan matematika dan di luar matematika, menghubungkan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa koneksi matematika dalam menyelesaikan masalah adalah proses penyelesaian masalah yang dilakukan oleh siswa untuk mengungkap indikator-indikator koneksi yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan masalah matematika.

Adapun tahapan proses koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3

Koneksi Matematika Siswa dalam Menyelesaikan Masalah No Tahap Polya Indikator Koneksi Matematika

1 Memahami Masalah

Menyebutkan konsep matematika yang terdapat dalam masalah (a)

Menyebutkan konsep disiplin ilmu lain yang terdapat pada masalah (d)

Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika (g) 2 Merencanakan

Penyelesaian

Menghubungkan antar konsep matematika dalam masalah (b)

Menghubungkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain dalam masalah (e) Membuat dugaan penyelesaian dari masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari (h) 3 Melaksanakan

Rencana

(37)

25

Menghubungkan antar konsep matematika dalam masalah (b)

Menjelaskan makna keterkaitan antar konsep matematika (c)

4 Memeriksa Kembali

(38)

26 A. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif dengan cara mendeskripsikan dan menganalisis data yang diperoleh. Data yang di deskripsikan adalah data yang didapat dari hasil wawancara dan dokumentasi saat subjek menyelesaikan masalah dalam penelitian. Peneliti tidak hanya mendeskripsikan dan menganalisis data, akan tetapi peneliti juga memberikan penafsiran dan pengkajian secara mendalam dalam setiap kasus yang diteliti.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada 21 September s/d 22 September 2015, semester genap tahun ajaran 2014/2015 dan bertempat di MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo tahun ajaran 2014/2015 dan telah dikenai tes gaya berpikir. Kemudian dipilih dua orang subjek yang mewakili tiap klasifikasi gaya berfikir yaitu kelompok dengan gaya berpikir acak abstrak, sekuensial konkret, sekuensial abstrak dan acak konkret. Tes gaya berfikir yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari tes gaya berpikir yang dirancang oleh John Parks Le Tellier.1

Berdasarkan hasil tes tersebut, siswa yang akan dijadikan subjek penelitian diambil dengan pertimbangan dari guru mata pelajaran matematika. Tujuannya untuk mengetahui apakah kedelapan siswa yang dijadikan subjek penelitian telah tepat dan sesuai dengan gaya berpikir selama ini, serta apakah siswa yang terpilih sebagai subjek dapat mengkomunikasikan argumen dari pekerjaannya secara lisan.

1

(39)

27

Diagram alur pemilihan subjek dalam penelitian digambarkan seperti berikut ini:

Gambar 3.1

Diagram Pengelompokkan Subjek

Berdasarkan hasil tes gaya berpikir yang diberikan kepada siswa kelas X MA Nurul Jadid Paiton Probolinggo tahun ajaran 2014/2015, sehingga diperoleh subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1 Daftar Subjek Penelitian

No Inisial Subjek Gaya Berfikir Kode

1. WN Acak Abstrak S1

2. SUW Acak Abstrak S2

3. HM Sekuensial

Konkret

S3

4. MNF Sekuensial S4

Keterangan:

: Urutan Kegiatan

:Kegiatan

: Hasil kegiatan

Siswa Kelas X MA Nurul Jadid

Tes Gaya Berpikir

Acak Konkret

Pemilihan subjek sesuai kriteria sebanyak 8siswa, dimana 2

siswa terdiri dari masing-masing klasifikasi gaya berpikir Acak

Abstrak

Sekuensial Abstrak Sekuensial

(40)

Subjek diberi permasalahan/tugas tertulis

Wawancara Berbasis-Tugas

Diberi waktu untuk menyelesaikan masalah dan memberi argumen

Subjek diwawancara berdasarkan

penyelesaian tugas yang diberikan Direkam

dengan Audiovisual Didapat hasil tertulis dan transkrip

rekaman wawancara (audiovisual)

Berhenti Mulai

Konkret 5. FA Sekuensial

Abstrak

S5

6. RS Sekuensial

Abstrak

S6

7. NFHA Acak Konkret S7 8. RM Acak Konkret S8

D. Teknik Pengumpulan data

Metode pengumpulan data menggunakan wawancara berbasis tugas. Wawancara tersebut digunakan untuk mengungkap indikator-indikator koneksi matematika yang muncul dari siswa saat memberikan respon terhadap permasalahan yang diberikan. Pedoman wawancara yang digunakan bersifat terbuka dan semi terstuktur.

Gambar 3.2

(41)

29

E. Instrumen Penelitian

Instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Soal Tes Koneksi Matematika (TKM)

Soal tes koneksi matematika digunakan untuk mengetahui koneksi matematika siswa. Soal tes koneksi matematika disusun oleh peneliti sendiri berupa satu soal uraian. Soal uraian dirancang dengan tujuan untuk memudahkan peneliti untuk mengetahui ide-ide dan langkah-langkah yang ditempuh oleh siswa dalam menyelesaikan soal secara mendalam.

Langkah pertama yang dilakukan untuk menyusun soal adalah menetapkan indikator koneksi matematika yang ingin diamati. Dalam penelitian ini, proses koneksi matematika dapat diketahui dengan indikator-indikator yang diamati meliputi : 1) Menyebutkan konsep matematika yang terdapat dalam soal, 2) Menghubungkan antar konsep matematika dalam soal, 3) Menjelaskan makna keterkaitan antar konsep matematika, 4) Menyebutkan konsep disiplin ilmu lain yang terdapat pada soal, 5) Menghubungkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain dalam soal, 6) Menjelaskan makna keterkaitan konsep matematika dengan displin ilmu lain, 7) Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika, 8) Membuat dugaan penyelesaian dari masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Sebelum tes koneksi matematika digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu digunakan validasi. Karena instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.2 Valid berarti instrumen dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.3 Setelah divalidasi, dilakukan perbaikan berdasarkan saran dan pendapat validator agar masalah yang akan diberikan layak, valid, dan dapat digunakan untuk mengetahui koneksi matematika siswa. Setelah dilakukan revisi, maka instrumen tes koneksi matematika dapat diberikan kepada subjek yang sudah dipilih berdasarkan gaya berpikir. Adapun nama-nama validator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan R & D (Bandung: Alfabeta,

2012), 121.

3

(42)

Tabel 3.2 Daftar Nama Validator

Diagram alur penyusunan tes koneksi matematika yang digunakan untuk mengetahui koneksi matematika digambarkan sebagai berikut:

No Nama Validator Jabatan 1. Lisanul Uswah Sadieda,

S.Si, M.Pd

Dosen Pendidikan Matematika UIN Sunan Ampel Surabaya

2. Ahmad Hanif Asyhar, M.Si

(43)

31

Gambar 3.3

Diagram Alur Penyusunan Instrumen TKM

Setelah menyusun tes koneksi matematika, maka langkah selanjutnya adalah memberikan tes tersebut kepada 8 orang siswa yang sudah terpilih sebagai subjek penelitian. Data yang diperoleh berupa jawaban tertulis siswa. Kemudian data tertulis tersebut dianalisis dengan cara melihat apakah jawaban tertulis yang

Mulai

Menetapkan kriteria TKM

Menyusun instrumen

Validasi Draft instrumen

Valid?

Revisi

Instrumen TKM yang digunakan dalam penelitian

selesai

Tidak Ya

Keterangan:

: Mulai dan selesai

: Urutan Kegiatan

: Kegiatan

: Hasil kegiatan

: Pertanyaan

:Siklus jika

(44)

diberikan sesuai dengan indikator 1) Menyebutkan konsep matematika yang terdapat dalam soal, 2) Menghubungkan antar konsep matematika dalam soal, 3) Menjelaskan makna keterkaitan antar konsep matematika, 4) Menyebutkan konsep disiplin ilmu lain yang terdapat pada soal, 5) Menghubungkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain dalam soal, 6) Menjelaskan makna keterkaitan konsep matematika dengan displin ilmu lain, 7) Menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika, 8) Membuat dugaan penyelesaian dari masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari, 9) Membuktikan jawaban dengan benar.

2. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan sebagai arahan dalam wawancara. Pedoman wawancara disusun sendiri oleh peneliti untuk dapat mengidentifikasi ide-ide dan langkah-langkah penyelesaian yang ditempuh siswa dalam menyelesaikan tes koneksi matematika. Penyusunan pedoman wawancara berdasarkan indikator-indikator untuk memperoleh analisis koneksi matematika dalam menyelesaikan masalah dibedakan dari kecenderungan gaya berpikir. Wawancara yang dilakukan peneliti bersifat terbuka dan semi terstruktur. Terbuka artinya siswa bebas mengutarakan pendapatnya dan semi terstruktur bertujuan agar wawancara tidak terlalu melebar dan tetap berkembang sesuai dengan pedoman wawancara.

F. Teknik Analisis Data

Bogdan menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuanya dapat diinformasikan kepada orang lain.4 Ketika peneliti mengumpulkan data, analisis dilakukan dengan 1) Mentranskrip dan mengkodekan data, 2) Mengkategorisasikan data, 3) Mereduksi data, 4) menyajikan data, 5) menginterpretasikan koneksi matematika siswa, 6) Menarik simpulan. Langkah-langkah analisis data tersebut secara rinci diuraikan sebagai berikut:

1. Mentranskrip dan mengkodekan. Data yang telah dikumpulkan berupa rekaman wawancara selanjutnya

4Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta,

(45)

33

ditranskripkan secara lengkap dan utuh sebagaimana adanya yang diperoleh dari lapangan. Kemudian data dikodekan. Tujuannya adalah untuk memudahkan peneliti dalam menempatkan data dalam kerangka pembahasan hasil penelitian. Pengkodean dilakukan sebagai berikut: “ P ” dan “ S.a.b”.

Keterangan:

P : Pertanyaan Peneliti

Sn.m : Subjek Penelitian ke-n, Jawaban ke-m Ilustrasi:

P : Pertanyaan Peneliti

S.1.2 : Subjek S1, jawaban dari pertanyaan ke-2

2. Mengkategorisasikan data. Setelah mentranskrip dan mengkodekan, selanjtunya data dikategorisasikan atau dikelompokkan menurut kelompok gaya berpikir yang berbeda.

3. Mereduksi data. Dalam hal ini, peneliti menyederhanakan data, membuang keterangan yang berulang-ulang atau tidak penting, memberikan keterangan tambahan, dan menerjemahkan ungkapan bahasa setempat ke dalam bahasa Indonesia. Pereduksian disini disesuaikan dengan kebutuhan peneliti untuk mengungkap koneksi matematika siswa. 4. Menyajikan data. Dalam hal ini, menyajikan data yang telah

direduksi.

5. Kredibelitas atau melakukan triangulasi data. Triangulasi dimaksudkan untuk melihat konsistensi data yang telah diperoleh dan meningkatkan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Denzin mengatakan bahwa ada beberapa jenis triangulasi, yaitu: triangulasi sumber, waktu, teknik, penyidik dan teori.5 Pemilihan jenis triangulasi ini didasarkan pada tujuan penelitian. Dilakukan triangulasi sumber ,data yang diperoleh dari subjek pertama dibandingkan dengan subjek ke-2 dari masing-masing klasifikasi gaya berpikir. Data dari ke dua sumber dideskripsikan, dikatagorikan, mana pandangan yang sama dan mana pandangan yang berbeda dan mana spesifik dari ke-2 sumber tersebut. Jika hasil triangulasi ini menunjukan

5

(46)

bahwa data tahap pertama konsisten, maka diperoleh data yang kredibel. Bila pengujian Kredibelitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain untuk memastikan data mana yang dianggaap benar.6

6. Menginterpretasikan koneksi matematika siswa. Menurut Cohen, dkk. interpretasi adalah making meaning of the data. Ini dapat diterjemahkan sebagai membuat arti atau makna terhadap data yang ada. Dalam hal ini, peneliti memberi makna terhadap data dari kedelapan subjek penelitian pada masing-masing kategori kemampuan.

7. Menarik simpulan. Dalam hal ini, peneliti menarik simpulan berdasarkan hasil interpretasi data. Penarikan kesimpulan pada penelitian ini meliputi proses berpikir koneksi matematika yang mengacu pada indikator-indikator pencapaian koneksi matematika.

Dalam gambar di bawah ini, dapat diihat bahwa teknik analisis data dengan langkah-langkah seperti yang disebutkan di atas, sebenarnya sudah berlangsung selama pengumpulan data, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar.

6

(47)

35

Gambar 3.4

Bagan Alur Teknik Analisis Data Penelitian G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Kegiatan dalam tahap persiapan meliputi:

a. Meminta izin kepada guru mata pelajaran matematika untuk melakukan penelitian dikelas tersebut.

Mengkodekan Data

Mengkategorisasikan

Mereduksi Data

Menyajikan

Triangulasi Data

Menginterpretasi Data

(48)

b. Membuat kesepakatan dengan guru mata pelajaran matematika meliputi:

1) Kelas yang digunakan untuk penelitian 2) Waktu yang digunakan untuk penelitian 3) Materi yang akan digunakan dalam penelitian c. Menyusun instrumen penelitian meliputi:

1) Soal Tes Koneksi Matematika (TKM) 2) Pedoman wawancara

3) Uji validasi soal tes dan setelah itu diberikan kepada guru mata pelajaran matematika 4) dokumentasi

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan dalam tahap pelaksanaan meliputi: a. Pemberian tes gaya berpikir

Pemberian tes dilakukan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Selama proses pengerjaan tes oleh subjek, peneliti bertindak sebagai pengawas. b. Mengelompokkan siswa kedalam kelompok acak

abstrak sekuensial konkret, sekuensial abstrak dan acak konkret berdasarkan hasil tes gaya berpikir. c. Memilih delapan subjek penelitian berdasarkan

klasifikasi gaya berpikir. Masing-masing dua siswa dari setiap klasifikasi.

d. Pemberian Tes Koneksi Matematika (TMK) Pemberian tes dilakukan sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Selama proses pengerjaan tes oleh subjek, peneliti bertindak sebagai pengawas.

e. Melakukan wawancara

Selama wawancara, peneliti menelusuri langkah-langkah siswa dalam menyelesaikan masalah matematika. Peneliti menggunakan alat perekam untuk menyimpan data hasil wawancara. 3. Tahap analisis data

(49)

37

4. Tahap penyusunan laporan penelitian

(50)

180 A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa proses koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan dibedakan dari gaya berpikir acak abstrak, sekuensial konkret, sekuensial abstrak dan acak konkret adalah sebagai berikut:

1. Proses koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah bergaya pikir acak abstrak pada tahap memahami masalah adalah siswa cenderung mampu menyebutkan konsep matematika yang terdapat pada masalah, menyebutkan konsep disiplin ilmu lain yang terdapat pada masalah, menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika. Pada tahap merencanakan penyelesaian siswa cenderung mampu menghubungkan antar konsep matematika dalam masalah, siswa juga cenderung mampu untuk membuat dugaan penyelesaian dari masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian siswa cenderung mampu menghubungkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain dalam masalah, menjelaskan makna keterkaitan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain, menghubungkan antar konsep matematika dalam masalah, menjelaskan makna keterkaitan antar konsep matematika. Pada tahap memeriksa kembali siswa cenderung mampu membuktikan jawaban dengan benar.

(51)

181

melaksanakan rencana penyelesaian, siswa cenderung mampu menghubungkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain dalam masalah, menjelaskan makna keterkaitan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain, menghubungkan antar konsep matematika dalam masalah dan menjelaskan makna keterkaitan antar konsep matematika.

3. Proses koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah bergaya pikir sekuensial abstrak pada tahap memahami masalah adalah siswa cenderung mampu menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika, pada tahap merencanakan penyelesaian siswa cenderung mampu membuat dugaan penyelesaian dari masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari, pada tahap melaksanakan rencana penyelesaian, siswa cenderung mampu menghubungkan konsep matematika dengan disiplin ilmu lain dalam masalah, menjelaskan makna keterkaitan konsep matematika dengan displin ilmu lain, menghubungkan antar konsep matematika dalam masalah, menjelaskan makna keterkaitan antar konsep matematika sedangkan pada tahap memeriksa kembali siswa cenderung tidak mampu membuktikan jawaban dengan benar.

4. Proses koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah bergaya pikir acak konkret pada tahap memahami masalah adalah siswa cenderung mampu menyebutkan konsep matematika yang terdapat pada masalah, menuliskan masalah kehidupan sehari-hari dalam bentuk model matematika, pada tahap merencanakan penyelesaian siswa cenderung mampu membuat dugaan penyelesaian dari masalah matematika dalam kehidupan sehari-hari, pada tahap melaksanakan rencana siswa cenderung mampu menghubungkan antar konsep matematika dalam masalah, menjelaskan makna keterkaitan antar konsep matematika sedangkan pada tahap memeriksa kembali siswa cenderung tidak mampu membuktikan jawaban dengan benar.

(52)
(53)

183

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, berikut saran yang dapat diberikan yaitu:

1. Saran untuk guru:

Karena penelitian ini mengungkap tentang proses koneksi matematika siswa dalam menyelesaikan masalah dibedakan dari gaya berpikir acak abstrak, sekuensial konkret, sekuensial abstrak dan acak konkret, diharapkan guru mampu mendisain pembelajaran matematika yang sesuai dengan masing-masing kualifikasi gaya berpikir, sehingga tujuan pembelajaran yang dibuat mampu untuk dicapai.

2. Saran untu peneliti berikutnya:

(54)

184

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan Filosofi, Teori & Aplikasinya. Surabaya: Lentera cendikia.

De Porter, Bobbi & Mike Hernack. 2013. “Quantum Learning”.

Diterjemahkan oleh Alwiyah Abdurrahman. Bandung: Mizan Pustaka.

Gordah, Eka Kasah. 2012. “Upaya Guru Meningkatkan kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Melalui Pendekatan Open Ended”. Jurnal Pendidikan. 267 Herdiansyah, Haris. 2012. Metodologi Penelitian Kualitataif Untuk

Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanik. Hudojo, Herman. 1988. Belajar Matematika. Jakarta: LPTK.

Hudojo, Herman. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press

Jihad, Asep. 2008. Pengembangan Kurikulum Matematika (Tinjauan Teoritis dan Historis), Bandung: Multipressindo.

Johnson, Elanie B. 2010. Contextual Teaching and Learning : Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: Kaifa.

Juwita , Eka Ratna. 2012. Skripsi. Profil Abstraksi Siswa dalam Mengkonstruk Hubungan Antar Segitiga. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

L.Solso, Robert dkk. Psikologi Kognitif, Jakarta: Erlangga

Ni’mah. Hidayatun. 2012. Skripsi. Analisis Kesalahan Siswa Kelas V dalam Menyelesaikan Soal Cerita yang Melibatkan Pecahan Di SD Negeri Kedondong I. Surabaya: IAIN Sunan Ampel. Sudarsono. 2013. Tesis. Proses Mengonstruksi Koneksi Matematika

Siswa Smp Dalam Pemecahan Masalah Geometri. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Suharnan. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi

(55)

185

Susanti , Elly. 2013. Proses koneksi Produktif dalam Penyelesaikan Masalah Matematika, Dikrektorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Koneksi Matematika
tabel atau
Tabel 2.2 Adaptasi Indikator Koneksi Matematika
Gambar 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwasanya poligami adalah perkawinan yang dilakukan oleh suami lebih dari seorang

bermaksud mengetahui pengaruh kualitas pelayanan sekolah terhadap kepuasan siswa SMA Negeri 1 Sumberlawang Kabupaten Sragen tahun 2015/2016 yang hanya dibatasi pada dimensi

This international seminar on Language Maintenance and Shift V (LAMAS V for short) is a continuation of the previous LAMAS seminars conducted annually by the

Dari hasil pengujian, menunjukkan bahwa F = 46,105 pada P < 0,05 , dengan demikian maka terdapat pengaruh antara nilai intrinsik pekerjaan, pertimbangan

bahwa berdasarkan berita acara pemeriksaan proyek (BAP) ... oleh Tim Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM atau BPMPTSP Provinsi atau BPMPTSP Kabupaten/Kota*)

Tradisi Nyumbang adalah kebiasaan masyarakat Desa Sipare-pare Tengah dalam mengahadiri pesta (walimatul ursy) dengan membawa sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam

Dengan kondisi yang seperti diuraikan, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi dan disiplin kerja dosen yayasan pada

Hal ini dikarenakan penelitian kuantitatif dan kausal menganalisa hubungan sebab dan akibat serta pengaruh antara variabel yang satu dengan variabel yang