1
DRAFT
RENCANA AKSI PENGEMBANGAN ENERGI ALTERNATI F
BERBASI S TANAMAN NYAMPLUNG 2010- 2014
I . PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis energi dunia yang terjadi pada dekade terakhir telah mendorong pengembangan energi alternatif (biofuel) yang berasal dari sumberdaya energi terbarukan (renewable resources). Untuk mendorong pengembangan energi alternatif ini, pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Energi Nasional yang diantaranya menetapkan target produksi
biofuel pada tahun 2025 sebesar 5% dari total kebutuhan energi minyak nasional dan menugaskan Departemen Kehutanan untuk memberikan kontribusinya dan berperan aktif dalam pengembangan bahan baku biofuel
termasuk pemberian ijin usaha pemanfaatan hutan tanaman terutama areal yang tidak produktif serta ijin usaha pemanfaatan hutan alam.
Untuk mendorong pengembangan dan implementasi biofuel tersebut, Pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan yaitu:
1. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional
2. Keputusan Presiden No. 10 Tahun 2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran
3. I nstruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain 4. Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 0048 tahun
2
bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, Bahan Bakar Lain, LPG, LNG dan Hasil Olahan yang Dipasarkan di Dalam Negeri
5. Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3674K/ 24/ DJM/ 2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar yang Dipasarkan Dalam Negeri.
6. UU No.30 Th.2007 tentang Energi, diantara memuat kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyediaan dan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan, serta untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui peningkatan akses masyarakat tidak mampu dan / atau masyarakat yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi.
Terkait dengan hal tersebut diperlukan kesiapan bahan baku, teknologi pengolahan minyak dan pemanfaatannya serta kegiatan pendukung lainnya berupa kebijakan pengembangannya.
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) merupakan salah satu tanaman hutan yang memiliki prospek dan potensi tinggi untuk dikembangkan sebagai bahan baku biofuel. Biji nyamplung dapat dikonversi menjadi
3
wind breaker / perlindungan untuk tanaman pertanian dan konservasi sempadan pantai, 6). Pemanfaatan biofuel nyamplung dapat menekan laju penebangan pohon hutan sebagai kayu bakar.Beberapa hasil studi yang berkaitan dengan kelayakan ekonomi usaha menunjukkan pengembangan nyamplung sebagai biofuel layak untuk diusahakan. Selain itu, dengan dibangunnya industri pengolahan biofuel
nyamplung, diharapkan akan membuka kesempatan kerja bagi tenaga domestik. Dengan target kebutuhan biofuel sampai dengan tahun 2025 sebesar 10.000.000 kiloliter, maka dari kegiatan pengembangan DME akan bisa menyerap tenaga kerja sebanyak 10 juta orang. Jumlah ini akan bertambah apabila didukung dengan pengembangan industri yang memanfaatkan limbah hasil pengolahan menjadi produk sampingan seperti briket arang, kompos, dsb.
Selama ini, proses produksi biofuel nyamplung belum dilakukan dalam skala pemanfaatannya. Hal ini disebabkan oleh beberapa kendala antara lain biji sebagai bahan baku berasal dari hutan alam yang kuantitas dan kualitasnya juga terbatas, teknologi pengolahan biji nyamplung menjadi
biofuel juga masih belum dipahami oleh masyarakat luas serta belum tersosialisasinya penggunaan biofuel nyamplung kepada masyarakat.
Peningkatan produksi dan kualitas biji nyamplung dapat dilakukan melalui program pemuliaan tanaman dan penambahan luas areal tanaman nyamplung melalui pembangunan hutan tanaman nyamplung. Untuk memproduksi biofuel sebanyak 10.000.000 kiloliter, maka diperkirakan diperlukan penanaman tanaman nyamplung seluas sekitar 500.000 ha.
4
instalasi pembangkit energi berbasis nyamplung. Untuk memperoleh dampak manfaat yang lebih luas, maka pembangunan desa percontohan pengguna energi berbasis nyamplung akan menjadi pilihan kegiatan yang prioritas. Hal ini diharapkan dapat berimplikasi terhadap minat masyarakat banyak dan juga industri untuk mengembangkan nyamplung sebagai
biofuel potensial di masa mendatang.
Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan telah melaksanakan penelitian terhadap nyamplung untuk keperluan biofuel secara komprehensif. Hasil yang secara nyata dapat dimanfaatkan antara lain rekayasa mesin pengolah biji nyamplung untuk biofuel serta uji coba bahan bakar murni 100 % dari biofuel nyamplung. Adapun hasil penelitian telah disajikan dalam bentuk buku, disosialisasikan dalam beberapa seminar berskala nasional dan internasional, serta diuji coba melalui demonstrasi road test menggunakan alat transportasi (jeep dan bus) dengan total jarak tempuh 320 km dengan bahan bakar murni 100% biodiesel nyamplung (B100) tanpa kendala teknis. Biodiesel nyamplung yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI 04-7182-2006. Hasil penelitian tersebut dapat diakses melalui website Badan Litbang Kehutanan.
Sehubungan dengan hal tersebut, Departemen Kehutanan akan menindaklanjutinya dengan melalukan kegiatan pengembangan dalam Aksi Pengembangan Energi Alternatif berbasis Nyamplung di 12 lokasi target yang tercakup dalam 9 provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Gorontalo, Maluku Tengah, dan Provinsi Papua serta kawasan hutan lainya yang punya potensi sumber daya.
B. Maksud dan Tujuan
5
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup kegiatan meliputi pengembangan demplot DME di Jawa dengan pasokan biji nyamplung dari kawasan hutan Perhutani dan Hutan Rakyat, di luar Jawa dengan pasokan biji nyamplung dari Hutan Tanaman dan Pemanfaatan Hutan Alam, serta pengembangan melalui RHL dan
Corporate Social Responsibility (CSR).
D.
Jangka Waktu Pelaksanaan Rencana Aksi
6
I I .
KONDI SI PENGEMBANGAN BI OFUEL ( NYAMPLUNG)
SAAT I NI
A.
Potensi dan Sebaran
Nyamplung adalah salah satu sumber energi nabati yang potensial yang berasal dari kawasan hutan dan tersebar merata di seluruh kepulauan di I ndonesia. Keunggulan nyamplung sebagai bahan baku energi nabati adalah daya survival tanaman sangat tinggi terbukti dengan penyebarannya yang merata hampir di seluruh daerah terutama pada daerah pesisir pantai di I ndonesia antara lain: Taman Nasional (TN) Alas Purwo, TN Kepulauan Seribu, TN Baluran, TN Ujung Kulon, Cagar Alam (CA) Pananjung Pangandaran, Kawasan Wisata (KW) Batu Karas, Pantai Carita Banten, P. Yapen, Jayapura, Biak, Nabire, Manokwari, Sorong, Fakfak (wilayah Papua), Halmahera dan Ternate (Maluku Utara), TN Berbak (Pantai Barat Sumatera).
Tegakan nyamplung dari hutan alam memberikan jumlah anakan alami yang melimpah. Komposisi tegakan terdiri atas tegakan muda sampai tua dan masih produktif (menghasilkan biji) hingga umur 50 tahun. Produksi biji per hektar tinggi, yaitu sekitar 10-20 ton per ha per tahun. Rendemen minyak tinggi, yaitu potensial 65% dan terekstrak 40-45% . Kayu nyamplung juga sudah diperdagangkan secara komersial oleh masyarakat sebagai bahan baku pembuatan kapal nelayan.
7
Berdasarkan tebaran pada gambar tersebut, dugaan luasan tegakan nyamplung di masing-masing wilayah di I ndonesia tercantum pada Tabel 1. Tabel. 1. Dugaan luasan tegakan hutan Nyamplung di I ndonesia
Luasan Lahan Potensial untuk Budidaya nyamplung (Ha)
No Wilayah Fungsi/ Letak
Bertegakan nyamplung
Tanah Kosong dan Belukar
Total
Luar Kawasan 6.800 24.600 31.400
1. Sumatera
Dalam Kawasan 7.400 16.800 24.200
Luar Kawasan 14.200 41.400 55.600
2. Jawa
Dalam Kawasan 2.200 3.400 5.600
Luar Kawasan 13.500 1.300 14.800
3. Bali dan Nusa
Tenggara Dalam Kawasan 15.700 4.700 20.400
Luar Kawasan 21.700 39.400 61.100
4. Kalimantan
Dalam Kawasan 10.100 19.200 29.300
Luar Kawasan 5.600 6.100 11.700
5. Sulawesi
Dalam Kawasan 3.100 5.900 9.000
Luar Kawasan 21.100 30.800 51.900
6. Maluku
Dalam Kawasan 8.400 9.700 18.100
Luar Kawasan 5.300 8.100 13.400
7. I rjabar
Dalam Kawasan 28.000 34.900 62.900
Luar Kawasan 9.400 5.000 14.400
8. Papua
Dalam Kawasan 79.800 16.400 96.200
8
Selain data tersebut di atas, saat ini telah dilakukan pengembangan tanaman nyamplung di Pulau Jawa yang dilakukan oleh Perum Perhutani di wilayah KPH Kedu Selatan (Unit I Jawa Tengah) dan KPH Banyuwangi Selatan (Unit I I Jawa Timur ) dengan potensi tercantum pada Tabel 2 dan 3.
Tabel 2.. Hasil I nventarisasi Tanaman Nyamplung di KPH Kedu Selatan* )
Lokasi Tanaman Tahun Luas (Ha) Kelas Keliling (cm) Jumlah Pohon Prod.Biji/ ph Panen (kg) Prod Biji/ Panen (kg)
Prod Biji/ Thn (3x panen)
(kg)
1980 11 – 20
21 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 61 – 70 91 – 100
1.077 1.394 1.804 1.684 1.394 701 496 0,16 0,65 1,26 1,06 1,44 4,42 1,52 177 906 2.266 1.792 2.007 3.096 754 530 2.718 6.797 5.375 6.022 9.287 2.262
8.550 1,29 10.997 32,992
BKPH Purworejo
-RPH Loano
-Petak : 129
1950/ 19 77
91 – 100 101 – 110 111 – 120 121 – 130 131 – 140 141 – 150 151 – 160 161 – 170 181 – 190 191 – 200 201 up 267 400 -400 133 399 133 133 133 133 133 10,1 25,32 -29,5 18,2 39,5 30 25,2 45,6 80 51,8 2.697 10.128 - 11.800 2.421 15.761 3.990 3.352 6.065 10.640 6.889 8.090 30.384 -35.400 7.262 47.282 11.970 10.055 18.194 31.920 20.668
2.264 32,57 73.742 221.225
Jumlah 136,2 10.814 84.739 84.739 254.216
* )
9
Tabel 3. Potensi Tanaman Nyamplung di KPH Banyuwangi Selatan* )
Lokasi Tanaman Tahun Luas (Ha) Kelas Keliling (cm) Jumlah Pohon Prod.Biji/ p h Panen (kg) Prod Biji/ Panen (kg)
Prod Biji/ Thn (3x panen) (kg) BKPH Pedotan -RPH Purwosari
-Petak :
33 e
34 c
35 e
1987 1987 1987 14,6 4,8 43,0 12.045 3.960 35.475 8 8 8 96.360 31.680 283.800 289.080 95.040 851.400
Jumlah 62,4 51.480 8 411.840 1.235.520
* )
Sumber : Direksi Perum Perhutani, 2009
B.
Kebijakan Pengembangan yang telah dilaksanakan
Pengembangan tanaman nyamplung selama ini didasarkan atas beberapa hal antar lain:
1. Konservasi dan Rehabilitasi lahan
10
2. Pembangunan DME
DME dikembangkan dengan konsep pemanfaatan energi setempat khususnya energi terbarukan untuk pemenuhan kebutuhan energi dan kegiatan yang bersifat produktif. Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produktivitas, kesempatan kerja dan kesejahteraan masyakat pada umumnya melalui penyediaan energi terbarukan yang terjangkau dan berkelanjutan.
Pengembangan DME dimaksudkan untuk menjadikan kegiatan penyediaan energi sebagai entry point dalam pengembangan kegiatan ekonomi perdesaan.
Terkait hal di atas, telah disusun Renstra DME 2009-214, dengan kegiatan mencakup :
1) Ketahanan Energi 2) Diversifikasi Energi
3) Pemanfaatan Sumber Daya Energi Terbarukan 4) Pengembangan Skema Pembiayaan
5) Pengembangan teknologi Tepat Guna
6) Penelitian dan Pengembangan Teknologi Energi Terbarukan
C.
Manfaat
11
kosmetik untuk perawatan kulit, menyembuhkan luka seperti luka bakar dan luka potong; bunga- dapat digunakan sebagai campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Biji- setelah diolah menjadi minyak bermanfaat untuk pelitur, minyak rambut dan minyak urut, berkhasiat juga untuk obat urus-urus dan rematik
Dari proses minyak nyamplung dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan antara lain :
1. Minyak dari biji nyamplung sebagai bahan baku biodisel.
2. Minyak nyamplung dapat digunakan sebagai bahan bakar pencampur minyak tanah (biokerosine), yaitu :
a. Kompor sumbu dengan perbandingan campuran minyak tanah dan minyak nyamplung 50 : 50
b. Kompor semawar dengan perbandingan campuran minyak tanah dan minyak nyamplung 30 : 70
c. Tungku semen pasir dengan perbandingan campuran minyak tanah dengan minyak nyamplung 70 : 30, selain itu tungku ini dapat menggunakan bahan bakar biji utuh dengan briket limbah
3. Metil stearat (stearin) yang dihasilkan dari endapan biodisel setelah dipadatkan dan dihilangkan racunnya dapat dibuat coklat putih dengan harga Rp. 20.000,-/ kg
4. Limbah pengepresan biji berupa bungkil yang terdiri dari campuran tempurung, daging biji, dan minyak yang dapat digunakan untuk pembuatan briket bungkil atau briket arang.
5. Apabila tempurungnya dapat dipisahkan dari limbah, maka tempurung tersebut dapat dimanfaatkan untuk arang aktif yang daging limbah harganya tinggi.
12
D. Permasalahan
Pada saat ini sebenarnya potensi hutan nyamplung baik alam yang dikelola oleh Taman Nasional, dan Perum Perhutani berbentuk hutan tanaman sudah menghasilkan buah, namun kondisinya belum terpelihara dengan baik, sehingga produktivitas buah/ biji belum optimal.
Kendala yang kemungkinan dihadapi dalam pengembangan energi alternatif di pedesaan antara lain :
1. Tingkat pendapatan di pedesaan masih rendah untuk mampu membiayai kebutuhan energi listrik;
2. Kemampuan masyarakat pedesaan untuk menjamin keberlangsungan instalasi pembangkit baik dari aspek manajemen maupun aspek teknis masih rendah
3. Subsidi energi listrik dan BBM mengakibatkan harga energi yang diproduksi dari sumber energi terbarukan tertentu oleh masyarakat pedesaan kurang kompetitif
4. Lokasi Geografis Desa yang tersebar
13
I I I . KONDI SI YANG DI HARAPKAN
Berdasarkan atas kondisi dan permasalahan yang ada maka diharapkan dari kegiatan Rencana Aksi Nyamplung 5 (lima) tahun kedepan (2010 – 2014) akan diperoleh luaran berupa:
1. Diperolehnya informasi pola konsumsi energi pada 3 level kelembagaan RT, UKM, Transportasi pada tahun 2010 – 2011
2. Diperolehnya bentuk kelembagaan pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung pada tahun 2010 – 2011
3. Terbangunnya kelembagaan pengelola tanaman Nyamplung melalui kajian kelembagaan, pembentukan kelompok usaha, diklatluh dan pendampingan usaha pada tahun 2010 - 2014
4. Terselenggaranya sosialisasi di (areal perhutani, areal I UUPHHBK dan areal RHL) di 12 Desa Target pada tahun 2010 – 2014
5. Terbangunnya klaster biofuel berbasis hutan tanaman nyamplung pada tahun 2010 - 2014
6. Terbangunnya industri pengolahan biofuel nyamplung untuk 20 industri rumah tangga pada tahun 2010 – 2014
7. Terselenggaranya mekanisme pemasaran biofuel berbasis nyamplung melalui pembentukan forum komunikasi antar kelompok usaha , temu bisnis dan kegiatan promosi pada tahun 2010 – 2014
8. Terbangunnya tegakan benih bersertifikat pada tahun 2012 – 2014
9. Diperolehnya model pengelolaan hutan tanaman nyamplung sebagai sumber bahan bakar nabati pedesaan pada tahun 2010 – 2014
10. Tersusunnya naskah akademik tentang standar pembiayaan dan subsidi usaha biodiesel serta tinjauan Perpres Daftar Negatif I nvestasi pada tahun 2010 – 2014
14
I V. KEGI ATAN
Dalam program aksi pengembangan energi alternatif berbasis nyamplung untuk mencapai harapan sebagaimana dijelaskan pada Bab I I I , maka tahun 2010-2014 akan dilakukan berbagai kegiatan oleh berbagai institusi lingkup departemen dan BUMN terkait; sedangkan untuk percepatan program tersebut, Departemen Kehutanan memberi kesempatan para pihak baik BUMS maupun lembaga kemasyarakatan dengan memanfaatkan peluang dalam pengembangan energi alternatif dari nyamplung melalui usaha pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah pengembangan.
Program aksi yang merupakan kegiatan :
BADAN PENELI TI AN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
A. I NFORMASI POLA KONSUMSI ENERGI PEDESAAN
Permintaan terhadap bahan bakar nabati akan terus meningkat sebagai
akibat keterbatasan cadangan dan fluktuasi harga minyak mentah dunia
yang terus meningkat. Dengan akan dibangunnya unit-unit pengolah
biodiesel berbasis Nyamplung di pedesaan, maka diperlukan data
besarnya kebutuhan energi masyarakat untuk menjalankan aktivitas
perekonomiannya.
Pengolahan biji nyamplung akan memberi manfaat sosial ekonomi bagi
penduduk “desa hutan berupa kemudahan pemenuhan kebutuhan energi
pedesaan, membuka peluang untuk memajukan industri rumah tangga
sebagai usaha produktif, serta memajukan sektor pertanian yang menjadi
sumber mata pencaharian sebagian besar penduduknya. Penyediaan
biokerosin
atau
biodiesel
nyamplung diharapkan dapat mensubstitusi
penggunaan kayu bakar.
Disamping itu, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan
berkembangnya industri rumah tangga maka meningkat pula volume
15
biodisel
dan memajukan usaha rumah tangga pedesaan dan secara tidak
langsung akan mengurangi tekanan terhadap kelestarian hutan.
Diharapkan juga dengan penyediaan
biodiesel
nyamplung berdampak
positif terhadap perkembangan usaha produktif di pedesaan dan dapat
memandirikan ekonomi rumah tangga penduduknya.
Melalui kegiatan identifikasi pola konsumsi energi masyarakat pedesaan
pada berbagai/tingkat kelompok ekonomi pedesaaan (rumah tangga,
usaha kecil menengah dan transportasi), dapat ditetapkan strategi
penyediaan bahan baku dari hutan tanaman nyamplung yang ada dan
akan dibangun dapat memasok bahan baku unit-unit pengolah biodiesel
tersebut secara berkelanjutan.
B. KELEMBAGAAN PENGELOLA TANAMAN NYAMPLUNG
Kajian kelembagaan pengelolaan SDE Nyamplung sampai tahun 2014 akan dapat mencakup :
1. Organisasi atau bentuk kelembagaan
Organisasi dapat dibentuk ditingkat masyarakat langsung berupa berupa lembaga pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung dan kelompok usaha; sedangkan ditingkat pemerintah
berupa Forum/Tim Asistensi DME/
lembaga penyuluhtingkat Kabupaten yang diketuai oleh Bupati/Kepala Dinas
Kehutanan, dan anggotanya Kepala Dinas-Dinas terkait dan
stakeholder lain
berupa dan pendampingan usaha di 12 desa targetLembaga dapat merupakan penggabungan rumah tangga atau
anggota masyarakat desa bersama-sama dalam wadah lembaga
pengelola yang dapat berupa Koperasi / Kelompok Petani Nyamplung,
Koperasi / Kelompok Produsen Biofuel, atau lainnya, merupakan
contoh lembaga yang memberi harapan. Pembentukan lembaga atau
16
bila lembaga tersebut sesuai dengan kebutuhan ekonomi dan kondisi
budaya masyarakat.
2. Aturan-aturan baku yang menyangkut prosedur dan bentuk-bentuk artikulasi hubungan dan kepentingan.
Tujuan dibentuk lembaga adalah untuk melayani kepentingan dalam rangka memandirikan energi atau mengatasi masalah-masalah sosial terkait dengan pengembangan DME.
Adapun peran lembaga dan hubungannya dengan ke berlangsung proses pengembangan DME:
1). Dapat menjadii wadah bagi anggota masyarakat yang menjadi sasaran pengembangan DME;
2). Apabila didalamnya mencakup pengelolaan keuangan, dapat memberi pelayanan tabungan, pinjaman, transaksi usaha dan lain-lain pemenuhan kebutuhan modal bagi masyarakat DME.
3). Apabila didalamnya tercakup lembaga pemasaran desa dapat membantu kelancaran dan perluasan pasar berbagai hasil produksi nyamplung dan biofuel juga sangat bermanfaat.
Penguatan organisasi
petani dalam koperasi / kelompok usaha bersama sangat diperlukan
agar mekanisme pasar dapat berlangsung, dalam hal ini petani dapat
memiliki posisi tawar setara dengan mitra usahanya, mitra dagangnya,
mitra kerjanya dan lain-lain.
4). Dapat meningkatkan keterampilan teknis, administratif dan kewirausahaan.
17
dapat dibangun rasa memiliki dan rasa tanggung jawab dari dinas-dinas terkait atau stakeholder lain terhadap upaya pengembangan DME. Upaya penyamaan persepsi diantara anggota forum sangat diperlukan.
Pendampingan merupakan ujung tombak pengembangan DME di tingkat lapangan, bertugas menangkap aspirasi masyarakat dan membangun komitmen pendampingan dengan masyarakat. Pendamping dapat terdiri dari Petugas Lapangan Kehutanan dan Petugas Lapangan Dinas/ I nstansi terkait tingkat Kabupaten, Kepala Desa, Tokoh Masyarakat, Pengurus Koperasi dan lain-lain. Pembentukan pendamping dilakukan melalui beberapa tahap pelatihan agar mampu memfasilitasi petani melalui pelatihan dan pendampingan, serta meningkatkan pemahamannya terhadap DME. Jenis-jenis pelatihan untuk pendamping antara lain Penumbuhan Kebersamaan, Penguatan Kelembagaan, Pengembangan Kelembagaan dan Usaha. Setiap selesai satu jenis pelatihan lalu diadakan pelatihan dan pendampingan kelompok petani oleh Tim Pendamping. Karenanya pendamping harus berada di lokasi DME sehingga dapat berbaur langsung dengan para petani agar mudah untuk memfasilitasinya.
18
C. ANALI SI S KEBI JAKAN
Salah satu tantangan besar dalam pemasaran adalah bagaimana suatu produk baru dapat berhasil dipasarkan. Jenis produk yang benar-benar baru seperti biofuel akan menghadapi tantangan dalam pemasarannya. Untuk menghadapi kendala tersebut diperlukan kebijakan atau aturan yang kondusif hasil kajian yang cukup memadai.
Kajian mencakup:
1. Uji coba pemasaran
Dalam uji pemasaran diidentifikasi tentang pembeli, segmen pasar, penyalur, efektifitas pemasaran, potensi pasar, dan informasi terkait lainnya. saluran distribusi adalah jenis penyalur apa yang sesuai untuk
biofuel, bagaimana syarat-syarat penjualan atau pembayaran, serta perjanjian penempatan biofuel di toko.
2. Berbagai perilaku konsumen
Dalam hal ini diamati segmen pasar, kelompok pembeli potensial yang terbaik yang akan dijadikan sasaran promosi dan distribusinya.
Pembeli potensial semestinya memenuhi persyaratan sebagai berikut: mereka bisa menerima (adopter), pengguna yang kuat atau dalam jumlah banyak, panutan (opinion leader), bersedia berpendapat positif tentang
biofuel, dan mudah dicapai tanpa memerlukan banyak biaya. Namun dalam kenyataan agak sulit menemukan kelompok pembeli potensial yang memiliki semua persayaratan, sehingga perlu menetapkannya dengan cara memberi nilai urutan menggunakan dasar persyaratan tersebut.
Berdasar hasil uji pasar dan perilaku konsumen, maka Unit Pengolahan
19
berhasil dengan baik, Unit Pengolahan Biofuel harus siap untuk mengembangkan fasilitas produksi dengan kapasitas penuh.
Hasil kajian kebijakan untuk skala ekonomi usaha dan subsidi serta investasi disajikan dalam bentuk naskah akademik tentang.
1. standar biaya subsidi usaha biodiesel 2. Perpres tentang Daftar Negatif I nvestasi .
D. PENGEMBANGAN KLASTER BI OFUEL BERBASI S HUTAN
TANAMAN NYAMPLUNG
Pengembangan biofuel berbasis nyamplung dilakukan berdasarkan konsep kluster, dimana pentahapannya berdasarkan :
1. Tahap inisiasi berupa peningkakan aplikasi teknologi budidaya dan pengolahan biodiesel melalui perluasan tanaman (10.000 ha/ tahun) dan terbangunnya I ndustri kecil dan menengah pengolahan nyamlung di 12 Desa Target dan 20 I ndustri rumah tangga
2. Tahap peningkatan produksi, pada tahap ini diperlukan kegiatan untuk tujuan peningkatan produktivitas bahan baku biodiesel yaitu melalui peningkatan produktivitas buah lebih dari 10 Kg/ phn/ musim panen, atau 30 kg/ phn/ thn dan tersedianya pasokan bahan baku untuk DME nyamplung (@ 109 ton/ thn selama 2 tahun).
20
E. TEGAKAN BENI H BERSERTI FI KAT
Salah satu indikator dari kegiatan tegakan benih bersertif ikat adalah terbangunnya koleksi provenance dari 12 sumber benih/ Desa target. tegakan tersebut sejak awal ditujukan untuk produksi benih, maka tegakan dapat ditanam pada tapak yang kondusif bagi produksi benih dan diperlakukan untuk menstimulasi produksi benih yang berlimpah serta penebangan pohon-pohon yang jelek dilakukan melalui penjarangan seleksi hingga jarak antar pohon optimal untuk persilangan
Pembangunan sumber benih provenance baik yang ditunjuk dapat diperoleh dari hutan hutan alam atau hutan tanaman melalui tahapan:
1)
Pengumpulan benih
sebagai materi pembangunan TBP berasal dari provenan Nyamplung terbaik dari hasil uji provenan yang telah dilakukan sebelumnya. Benih dikumpulkan minimal dari 25 pohon induk pada tegakan provenan terbaik.2)
Pembangunan TBP
: menanam bibit dari provenan terbaik dengan jarak tanam awal 3 x 2 m atau 3 x 3 m.3)
Penjarangan
dilakukan setelah tajuk bersinggungan dengan membuang pohon-pohon yang jelek dan produksi buahnya rendah, untuk mengatur jarak tanam yang optimal agar dapat meningkatkan produksi buah.4)
Jalur isolasi
dibuat untuk menghindari kontaminasi tepung sari dari pohon-pohon yang tidak dikehendaki. Jalur isolasi dibuat minimal selebar 50 m mengelilingi TBP.21
F. MODEL PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN NYAMPLUNG
SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR NABATI PEDESAAN
Model pengelolaan Hutan tanaman Nyamplung dicapai melalui pendekatan pembangunan Demplot yang terdiri dari:
1. Pembangunan hutan tanaman berupa demplot dengan target 10 demplot DME @ 50 ha (Yapen, Bantul, Kulon Progo, Ciamis, Gorontalo, Nunukan, Kaltim, NTB, Lampung, Maluku) dan 2 demplot yang sudah ada (Purworejo dan Banyuwangi) serta 1 di Kebumen. Dukungan 50 ha dengan asumsi bahwa pembangunan hutan tanaman 20 000 batang dengan jarak tanam 5m x 5m
2. Pembangkitan 12 mesin pengolah nyamplung unit pengolahan biodiesel Nyamplung pada demplot-demplot DME
Pembangunan demplot DME dilakukan melalui pentahapan:
1) I dentifikasi Potensi Sumber Energi Terbarukan (pengumpulan data potensi, perhitungan potensi energi yang bisa dihasilkan,
2) I dentifikasi Kebutuhan Energi Masyarakat Pedesaan: Kebutuhan energi masyarakat pedesaan untuk sektor kehutanan diidentifikasi berdasarkan pengumpulan data berdasarkan jasa energi mulai pembibitan dan penanaman
3)
Penyebar Luasan I nformasi Pemanfaatan Energi Setempat (peningkatan partisipasi masyarakat, sosialisasi melalui jaringan sosial masyarakat, sosialisasi melalui jalur formal)22
G.
MONI TORI NG DAN EVALUASI PROGRAM
Untuk monitoring dan evaluasi diperlukan kriteria dan standar keberhasilan pengembangan DME.
23
V. PENUTUP
1. Rencana aksi ini perlu dilakukan tinjauan ulang setiap tahunnya mengingat terdapat potensi pengembangan yang meningkat manakala usaha ini memberikan margin keuntungan yang menjanjikan, sehingga dalam hal yang berkaitan dengan pengembangan seperti penanaman melalui RHL dan CSR peningkatannya akan terjadi lebih tinggi dari yang direncanakan.
24
LAMPI RAN 1LOGFRAME RENCANA AKSI NYAMPLUNG 2010 - 2014
No KEGI ATAN I NDI KATOR I NSTI TUSI
1 I NFORMASI POLA KONSUMSI ENERGI PEDESAAN
1.1. I dentifikasi pola konsumsi energi pedesaan pada Berbagai/ tingkat kel. pelakU ekonomi desa
Diperolehnya pola konsumsi energi pada 3 level kelembagaan RT, UKM, Transportasi
2010 - 2011
Balitbang/ P2SEK
2 KELEMBAGAAN PENGELOLA TANAMAN NYAMPLUNG
2.1. Kajian kelembagaan
pengelolaan SDE Nyamplung
Diperolehnya bentuk kelembagaan pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung
2010 - 2011
Balitbang/ P2SEK
2.2. Pembentukan dan
pengembangan kel.usaha
Terbangunnya kelompok usaha di 12 Desa Target
2010 - 2014
Balitbang/ P2SEK, RLPS, Pemda dan LSM
2.3. Diklatluh Terbinanya 100 penyuluh dan 100
LMDH di 12 Desa Target 2010 - 2014
Pusdiklat dan Pusbinluh
2.4 Pendampingan Usaha Pendampingan kelompok usahadi
12 Desa Target 2010 - 2014
RLPS, BPK, Pemda dan LSM
3 SOSI ALI SASI
3.1. Sosialisasi pengembangan biodiesel nyamplung
Terselenggaranya sosialisasi di (areal perhutani, areal I UUPHHBK dan areal RHL) di 12 Desa Target. 2010 - 2014
Pusinfo, Pusdal, Balitbang,
RLPS, BPK, Pemda dan Perum Perhutani
4 PENGEMBANGAN KLASTER BAHAN BAKAR NABATI BERBASI S HT NYAMPLUNG
4.1 .Perluasan hutan tanaman nyamplung
Penanaman 10.000 ha/ tahun di Jawa
2010 - 2014
Perhutani
4.2. Pemeliharaan dan perlindungan tanaman yang sudah ada
Produktivitas buah lebih dari 10 Kg/ phn/ musim panen, atau 30 kg/ phn/ thn
2011 - 2014
4.2.1. Areal Perhutani Pemupukan, pengendalian hama
penyakit, dan perlindungan tanaman 198 ha/ tahun 2010 - 2014
Perhutani
4.2.2. Demplot DME Terpeliharanya demplot DME di
Purworejo dan Banyuwangi @50 Ha;
2010 - 2012
Terpeliharanya 10 demplot DME lainnya
2011 - 2014
RLPS, BPK, Pemda
4.3 Pembangunan HTI dan
Pengolahan Biodiesel Nyamplung
Terbitnya perijinan: I UPHHBK-HT sebanyak 2 unit di Riau dan
25
Maluku2011 - 2014 4.4 Pembangunan HT
Nyamplung(melalui CSR/ pemberdayaan usaha, dan I UPHHBK)
Terbangunnya pengusahaan penanaman dan pengolahan nyamplung
2011 - 2014
BPK, BUMN, BUMS
4.5 Pemanfaatan Hutan Alam Nyamplung (Yapen, Nunukan, Maluku, Gorontalo, Lampung, NTB)
Terbitnya I UPHHBK-HA sebanyak 6 lokasi @ 50 Ha
2010 - 2014
BPK, Pemda, Balitbang/ UPT terkait
4.6 Pembangunan Tanaman Nyamplung melalui RHL
1.000 Ha / thn di sekitar Demplot 2010 - 2014
RLPS
4.7 Suplai bahan baku nyamplung Tersedianya pasokan bahan baku
nyamplung di Purworejo dan Banyuwangi
@ 109 ton/ thn selama 2 tahun. 2010 - 2011
Perhutani
5
I NDUSTRI PENGOLAHAN BI OFUEL YAMPLUNG5.1.Teknologi pengolahan bahan baku untuk Biofuel
Terbangunnya I ndustri kecil dan menengah pengolahan nyamlung di 12 Desa Target dan 20 I ndustri rumah tangga
2010 - 2014
BPK, ESDM dan Balitbang/ P3HH
5.2. Analisis Ekonomi dan Finansial pengusahaan nyamplung
Diperolehnya standar pembiayaan usaha pengolahan biofuel
Nyamplung di 12 Desa Target dan 20 industri rumah tangga
2012 - 2014
Balitbang/ P2SEK
6 PEMASARAN HASI L
6.1 Pembentukan Forum Komunikasi Kelompok usaha
Terwujudnya Forum Komunikasi kelompok usaha di 12 Desa 2010 - 2014
Balitbang/ P2SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum
Perhutani, UKM dan Koperasi
6.2 Temu Bisnis Terjalinnya hubungan bisnis
antara produsen biji nyamplung
dengan pengguna langsung (end
user) atau dengan pedagang
(trader) melalui kegiatan Temu Bisnis di 12 Kabupaten
2010 - 2014
Balitbang/ P2SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum
Perhutani, UKM dan Koperasi, BUMS, BUMD.
6.3 Promosi Terselenggaranya kegiatan
promosi di 12 Kabupaten
2010 - 2014
Balitbang/ P3SEK, Pemda, RLPS, BPK, Perum Perhutani
7 PEMBANGUNAN TEGAKAN BENI H BERSERTI FI KAT
7.1 I dentifikasi pohon plus Sertifikat tegakan teridentifikasi
seluas 150 Ha 2012 - 2014
RLPS
7.2 Pembangunan APB Sertifikat APB seluas 16 Ha
2012 - 2014
RLPS
26
(provenance) dari 12 sumber benih/ Desa target
2012 - 2014
8 MODEL PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN NYAMPLUNG SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKAR
NABATI PEDESAAN
8.1. Pengembangan Demplot DME tanaman Nyamplung
Terbangunnya demplot di 12 DME ( @ 50 Ha)
2010 - 2014
DEPT ESDM, Balitbang/ P3HT
8.2. Teknologi pengolahan Nyamplung Terpasangnya 12 mesin pengolah nyamplung di Purworejo,
Kebumen, Banyuwangi, Yapen, Bantul, Kulon Progo, Ciamis, Gorontalo, Nunukan, NTB, Lampung, Maluku
2010 - 2014
DEPT ESDM,
Balitbang/ P3HH dan BPK
9 ANALI SI S KEBI JAKAN
9.1. Kebijakan pengembangan skala ekonomi usaha dan subsidi
Tersusunnya naskah akademik standar pembiayaan dan subsidi usaha biodiesel
2010 - 2011
Balitbang/ P2SEK, ESDM, DEPERI NDAG, DEPKEU
9.2. Kebijakan investasi Tersusunnya Naskah akademik
tentang tinjauan Perpres
tentang Daftar Negatif I nvestasi 2011 - 2014
BPK, RLPS,
Balitbang/ P2SEK, DEPKEU
10 MONEV
Terselenggaranya monev pada 12 Lokasi demplot DME dan lokasi pengembangan.
2010 - 2014
27
LAMPI RAN 2Tata w aktu pelaksaan pengembangan energi alternatif berbasis
Nyamplung Departemen Kehutanan tahun 2010- 2014.
No Luaran 2010 2011 2012 2013 2014
1 Pola Konsumsi
Energi Pedesaan
1.1 Diperolehnya pola
konsumsi energi pada 3 level mekanisme kelembagaan RT, UKM, transportasi
X X
2 Kelembagaan
Pengelola Tanaman Nyamplung
2.1 Diperolehnya
bentuk kelembagaan pengelolaan (pasokan bahan baku, pengolahan, dan pemasaran biofuel) SDE Nyamplung di 12 Desa Target
X X
2.2 Terbangunnya
kelompok usaha di 12 Desa Target
X X X X X
2.3 Terbinanya 100
penyuluh dan 100 LMDH di 12 Desa Target
X X X X X
2.4 Terselenggaranya
pendampingan kelompok usaha di 12 Desa Target
X X X X X
3 Sosialisasi
3.1 Terselenggaranya
sosialisasi di (areal perhutani, areal I UUPHHBK dan areal RHL) di 12 Desa Target
X X X X X
4 Pengembangan Pilot Project
28
Nyamplung4.1 Penanaman 10.000
ha/ tahun di Jawa
X X X X X
4.2. Produktivitas buah
lebih dari 10 kg/ phn/ musim panen, atau 30 kg/ phn/ thn
X X X X
4.2.1 Pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan perlindungan tanaman 198 ha/tahun
X X X X X
4.2.2 • Terpeliharanya
demplot DME di purworejo banyuwangi @50 Ha;
X X X
• Terpeliharanya
demplot DME lainnya @50 Ha;
X X X X
4.3. Terbitnya
perijinan: I UPHHBK-HT sebanyak 2 unit di Riau dan Maluku
X X
4.4. Terbitnya
I UPHHBK-HA sebanyak 6 lokasi @ 50 Ha
X X X X X
4.5. Pembangunan
Tanaman
Nyamlung melalui RHL
X X X X X
4.6. Tersedianya
pasokan bahan baku nyamplung di Purworejo dan Banyuwangi @ 109 ton/ thn
X X
4.7. Terbangunnya
I ndustri kecil dan menengah pengolahan nyamlung di 12 Desa Target dan 20 I ndustri rumah tangga
X X X X X
Diperolehnya standar pembiayaan usaha pengolahan
29
biofuesl Nyamplungdi 12 Desa Target dan 20 industri rumah tangga 5 Pemasaran
5.1 Terwujudnya
Forum Komunikasi kelompok usaha di 12 Desa rumah tangga
X X X X X
5.2 Terjalinnya
hubungan bisnis antara produsen biji nyamplung dengan pengguna
langsung (end
user) atau dengan
pedagang (trader) melalui kegiatan Temu Bisnis di 12 Kabupaten
X X X X X
5.3 Terselenggaranya
kegiatan promosi di 12 Kabupaten
X X X X X
6 Tegakan Benih
Bersertifikat
6.1 Sertifikat tegakan
teridentifikasi seluas 150 Ha
X X X
6.2 Sertifikat APB
seluas 16 Ha
X X X
6.3 Terbangunnya
koleksi
provenance dari 12 sumber
benih/ Desa target
X X X
7 Model
Pengelolaan Hutan Tanaman Nyamplung Sebagai Sumber Bahan Bakar Nabati Pedesaan
7.1 Terbangunnya
demplot di 12 DME ( @ 50 Ha)
X X X X X
7.2 Terpasangnya 12
mesin pengolah nyamplung di Purwoejo, Kebumen,
30
Banyuwangi,Yapen, Bantul, Kulon Progo, Ciamis, Gorontalo, Nunukan, NTB, Lampung, Maluku
8 Policy Analysis
8.1 Tersusunnya hasil
analisis kebijakan pengembangan mesin pengolahan dan subsidi
X X
8.2 Tersusunnya
naskah akademik tentang tinjauan Perpres
menyangkut Daftar Negatif I nvestasi
X X X X
9 Monev
9.1 Terselenggaranya
monev pada 12 Lokasi demplot DME dan lokasi pengembangan.
X X X X X
Saran dan masukan dapat dikirimkan ke: