• Tidak ada hasil yang ditemukan

ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)"

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

INDUSTRI FARMASI

(Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Oleh:

NUNUNG SAFITRI A14304053

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

NUNUNG SAFITRI, Estimasi marginal Abatement Cost (MAC) Limbah Cair Industri Farmasi (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor). Dibawah bimbingan ACENG HIDAYAT

Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II. Sektor ini diharapkan sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, penghasil devisa dan pemacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Market Research & Feasibility Studies PT. Multidata Riset Indonesia, tahun 2008 industri farmasi Indonesia berjumlah 224 buah dan memiliki kapasitas produksi sebesar 3% dari total kapasitas seluruh dunia. Jumlah tersebut hanya 0,2% dari total pasar seluruh dunia. Suplai untuk pasar lokal, penjualan produk farmasi mencapai US$ 1,2 miliar. PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan salah satu perusahaan farmasi yang berada di Kabupaten Bogor. Seperti halnya perusahaan lain, PT. Prafa menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Berdasarkan data dari Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DTRLH) Kabupaten Bogor, PT. Prafa merupakan perusahaan yang paling besar volume limbah cairnya per bulan diantara perusahaan farmasi lainnya yang berada di Kabupaten Bogor yaitu 600 m3.

Limbah cair yang dihasilkan PT. Prafa mengandung bahan-bahan organik yang tinggi yang berasal dari produksi obat-obatan. Limbah cair yang dihasilkan PT. Prafa berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan jika tidak diolah dengan baik. Sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1982, PT. Prafa dalam kegiatan produksinya dilengkapi dengan IPAL, yang didesain khusus untuk mengolah limbah cair agar tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah (KepMen LH 51 Tahun 1995). PT. Prafa dalam mengendalikan keluaran limbahnya dilakukan dengan proses produksi bersih melalui sistem IPAL yang terpadu dan sesuai dengan karakteristik limbah cair dan effluent yang dinginkan. Pembangunan IPAL terkait dengan biaya dan manfaat usaha tersebut. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengolah air limbahnya disebut Abatement Cost yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi ambient limbah cair agar tidak merusak dan mencemari lingkungan. Marginal Abatement Cost (MAC) mencerminkan biaya tambahan satu unit atau ton polusi berkurang atau tidak. MAC yang harus dikeluarkan oleh perusahaan terkait dengan biaya IPAL. Biaya IPAL terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional IPAL. Biaya investasi berupa biaya pembangunan IPAL sedangkan biaya operasional terdiri dari upah tenaga kerja, biaya overhead, biaya perawatan dan biaya angkutan.

Biaya pengolahan limbah yang dikeluarkan PT. Prafa dinternalisasi ke dalam biaya produksi, sehingga perusahaan dalam proses produksinya telah memperhitungkan biaya lingkungan. Biaya lingkungan merupakan biaya yang diperhitungkan sebagai kompensasi akibat dampak negatif terhadap lingkungan maupun masyarakat yang terkena dampak limbah Biaya produksi ini nantinya akan menentukan harga dasar jual obat dipasaran. Hal ini menyebabkan konsumen yang harus menanggung biaya lingkungan dari harga obat yang dibelinya. Biaya lingkungan yang harus ditanggung konsumen, menyebabkan harga obat menjadi mahal. Kenyataannya perusahaan lagi yang harus memperoleh keuntungan yang besar karena perusahaan tidak menanggung biaya lingkungan, padahal biaya lingkungan yang dikeluarkan nilainya tidak besar dibandingkan dengan keuntungan yang perusahaan peroleh. Selain itu, MAC yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kerugian yang harus ditanggung masyarakat yang terkena dampak limbah. Sehingga dari semua kegiatan produksi perusahaan yang harus menjadi

(3)

lingkungan dan masyarakat sekitar industri harus menanggung beban pencemaran akibat limbah industri.

Tujuan penelitian ini adalah mengestimasi tambahan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk mengurangi kadar pencemaran per satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC) dan mengestimasi besarnya MAC per unit produk serta persentase MAC terhadap harga jual dan keuntungan per unit produk.

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan farmasi yaitu PT. Prafa, yang terletak di Desa Karang Asem Barat, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Pemilihan objek dan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Hal ini didasarkan pada data Dinas Tata Ruang Lingkungan Hidup (DTRLH) Kabupaten Bogor, bahwa PT. Prafa merupakan perusahaan yang menghasilkan volume limbah cair terbesar di antara perusahaan farmasi lainnya yang berada di Kabupaten Bogor. Selain itu, PT. Prafa dalam upaya pengolahan limbah cairnya sudah dilengkapi sarana IPAL. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2008.

Hasil penelitian ini adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh PT Prafa untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC) untuk parameter BOD adalah sebesar Rp.646.374,22 per mg/l, parameter COD sebesar Rp.159.832,08 per mg/l dan parameter TSS sebesar Rp.646.433,41 per mg/l. MAC untuk keseluruhan konsentrasi parameter limbah cair yang telah mengalami proses pengolahan melalui IPAL untuk parameter BOD dengan outlet 14 mg/l adalah sebesar Rp.9.049.239,08, parameter COD dengan outlet 10,67 mg/l sebesar Rp.1.705.408,3 dan parameter TSS dengan outlet 14,17 mg/l sebesar Rp.9.159.961,42. sehingga total MAC yang harus dikeluarkan oleh PT Prafa untuk semua parameter yaitu BOD, COD dan TSS sebesar Rp.19.914.608,8 per bulan. Jadi semakin besar nilai pengurangan outlet limbah cair semakin besar nilai MAC yang harus dikeluarkan perusahaan.

Besarnya persentase biaya lingkungan terhadap harga jual sebesar 0,45 persen, artinya dari harga dasar satu tablet obat sebesar Rp.184,38 sebesar 0,45 persen dialokasikan untuk biaya pengolahan limbah (MAC) yaitu Rp.0,84 per tablet obat. Sementara itu, persentase MAC terhadap nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah sebesar 0,09 persen, artinya dari keuntungan yang diperoleh perusahaan sebesar Rp.921,14 sebesar 0,09 persen dialokasikan untuk MAC yaitu sebesar Rp.0,84. MAC per unit produk yang dikeluarkan oleh perusahaan mencerminkan biaya lingkungan. MAC yang dikeluarkan perusahaan diinternalisasi kedalam biaya produksi, yang nantinya akan menetukan harga jual satu tablet obat. Biaya lingkungan tersebut dibebankan ke konsumen dari produk yang mereka beli, sehingga harga obat yang diterima konsumen menjadi lebih mahal.

Perusahaan harus lebih meningkatkan kesadaran dan tanggungjawab sosial terhadap lingkungan melalui upaya peningkatan teknologi pengolahan limbah dan perbaikan sistem IPAL. Perusahaan sebaiknya meningkatkan alokasi biaya untuk pengolahan limbahnya agar perusahaan dapat meningkatkan teknologi pengolahan limbah, sehingga mutu limbah yang dihasilkan semakin baik. Sebaiknya alokasi MAC yang dikeluarkan perusahaan dibebankan dari keuntungan yang diperoleh perusahaan, bukan dibebankan pada harga produk. Hal ini bertujuan agar konsumen menerima harga obat yang lebih murah karena konsumen tidak harus menanggung biaya lingkungan. Perlunya perhatian yang lebih serius dari pemerintah melalui upaya pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan atau usaha yang berpotensi mencemari sungai-sungai dan udara ambient.

(4)

(Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor)

Oleh:

NUNUNG SAFITRI A14304053

Skripsi

Sebagai Bagian Pernyataan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pada

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(5)

(Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor) Nama Mahasiswa : Nunung Safitri

NRP : A14304053

Program Studi : Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP. 19571222 198203 1 002

(6)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI (Studi Kasus: PT.

PRAFA, KECAMATAN CITEUREUP, KABUPATEN BOGOR)” BELUM PERNAH

DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM TULISAN.

Bogor, Januari 2010

Nunung Safitri A14304053

(7)

Penulis bernama lengkap Nunung Safitri, dilahirkan pada tanggal 19 September 1985 di Jakarta, sebagai anak ke empat dari sepuluh bersaudara pasangan A’ang Ashari dan Kasih. Pada tahun 1998 penulis telah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtida’iyah Hidayatul Islamiyah Jakarta, kemudian pada tahun 2001 penulis juga telah menyelesaikan Pendidikan Menengah Pertama di SLTP PGRI Kramatwatu, Serang dan menyelesaikan pendidikan menengah di SMAN I Kramatwatu, Serang pada tahun 2004.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2004 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS), Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan seperti KOPMA periode 2005-2006 dan aktif dalam berbagai kepanitian kegiatan kampus.

(8)

Segala puji dan syukur kepada ALLAH SWT yang selalu memberikan rahmat dan kemudahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Estimasi Marginal Abatement Cost Limbah Cair Industri Farmasi (Studi Kasus: PT. Prafa, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor). Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah pada Rasulullah SAW beserta sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan kelulusan program sarjana pada departemen ilmu-ilmu sosial ekonomi pertanian, fakultas pertanian IPB. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan bermanfaat untuk penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak yang berkepentingan.

Bogor, Januari 2010

(9)

Segala puji dan syukur kepada ALLAH SWT atas segala karunia dan anugerah_Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan serta kerjasama dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Dr.Ir.Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar memberikan masukan, arahan dan bimbingan serta waktu selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Ir. Nindyantoro, MSP selaku dosen penguji utama dan Nuva, SP, MSi selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan atas kritik dan saran sebagai penyempurna skripsi ini. 4. Mbak Pini Wijayanti, SP atas bimbingan, saran, kritik, dan perhatiannya selama proses

penyusunan skripsi.

5. Segenap Dosen dan Staf Program studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS) yang telah memberikan banyak bantuan dan ilmu kepada penlis selama proses perkuliahan 6. Ir. Afrial dan Hj. Rosvita Rais selaku orangtua asuh yang telah memberikan kesempatan

dan pertolongan, sehingga penulis dapat kuliah hingga selesai. Tak lupa juga untuk Ayu dan Mas Radi yang selalu memberikan support.

7. Umi dan Bapak serta saudara-saudaraku juga keluarga besar buat kasih sayang, perhatian, do’a, nasihat dan dukungannya yang selalu tercurah tiada henti.

(10)

Wulan, Emil, Arin (GMSK), Sinta (PMT), Yanti (AGB), Arif Wibowo. Thanks a lot untuk perhatian, dukungan, bantuan dan kebersamaannya.

9. Teman-teman EPS 41 buat kebersamaannya : Cian, Nia, Vivid, Nisa, Yani, Lingga, Erfan, Rolas, Fitri, Anggie, Ade, Mayang, Mery, Lenny dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

10.Ibu Yanti dan seluruh staf dan karyawan PT. Prafa yang telah banyak membantu dalam penelitian dan pengambilan data guna penyelesaian skripsi.

11.Bapak Dodi (DTRLH Kabupaten Bogor) dan Bpk Nasrun (Humas Pemda Kabupaten Bogor) yang telah berkenan membantu demi kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini. 12.Semua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih banyak telah membantu

(11)

Halaman

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 11 1.4 Manfaat penelitian ... 11

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis-Jenis Industri Farmasi ... 14

2.2 Limbah ... 16

2.2.1 Pengertian Limbah dan Jenis-Jenisnya ... 16

2.2.2 Limbah Cair Industri ... 19

2.2.3 Limbah Cair Industri Farmasi ... 21

2.3 Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Cair ... 26

2.3.1 Pengelolaan Sumber Air Limbah ... 27

2.3.2 Pengolahan Air Limbah ... 28

2.4 Penelitian Terdahulu ... 30

2.4.1 Limbah Cair Industri Farmasi ... 30

2.4.2 Biaya Pengolahan Limbah Cair ... 34

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 36

3.1.1 MarginalAbatementCost (MAC) ... 36

3.1.2 Biaya Produksi dan Keuntungan ... 41

(12)

4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 46

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 46

4.3 Metode dan Analisis Data ... 47

4.3.1 Analisis Marginal Abatemen Cost (MAC) Berdasarkan Konsentrasi Parameter Limbah ... 48

4.3.2 Estimasi Persamaan dan Kurva Marginal Abatement Cost (MAC) ... 53

4.3.3 Penentuan MAC Terhadap Harga Jual dan Keuntungan per Unit Produk ... 55

4.3.4 Persentase MAC Terhadap Harga Jual dan Nilai Keuntungan per Unit Produk ... 56

V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum PT. Pradja Pharin ... 60

5.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ... 60

5.1.2 Lokasi dan Tata Letak Pabrik ... 60

5.1.3 Operasional Kegiatan ... 61

5.1.4 Jenis dan Tahapan Kegiatan Produksi ... 63

5.2 Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Kelestarian Lingkungan (UKL) PT. Prafa ... 64

5.3 Gambaran Umum IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) PT. Prafa ... 69

VI. MARGINAL ABATEMENT COST 6.1 Estimasi Marginal Abatement Cost (MAC) Berdasarkan Parameter Limbah Cair ... 75

6.1.1 Inlet dan Outlet Limbah Cair Berdasarkan Parameter ... 75

6.1.2 Total Biaya Proses Pengolahan Limbah (Total AbatementCost/TAC) ... 77

(13)

6.1.4 Estimasi Marginal Abatement Cost(MAC) Parameter TSS ... 84

VII. MAC PER UNIT PRODUK 7.1 Estimasi MAC per Unit Produk ... 88

7.2 Estimasi Persentase MAC Terhadap Harga Jual dan Keuntungan ... 89

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ... 93

8.2 Saran ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(14)

Tabel Teks Halaman 1. Rata-Rata Volume Limbah per Bulan Perusahaan Farmasi di

Kabupaten Bogor ... 4

2. Parameter karakteristik Kelompok Pencemar dalam Limbah Cair ... 19

3. Nilai BOD Limbah Cair Beberapa Jenis Industri ... 22

4. Nilai COD Limbah Cair Beberapa Jenis Industri ... 23

5. Nilai TSS Limbah Cair Beberapa Jenis Industri ... 24

6. Kadar Zat Pencemar dalam Limbah Awal (Sebelum Diolah) ... 26

7. Perbandingan Untung Rugi Proses Kimia, Fisika dan Biologi ... 30

8. Matriks dan Metode Analisis Data ... 47

9. Tahapan Pengembangan PT. Prafa ... 60

10. Rincian Luas Bangunan PT. Prafa ... 61

12. Proses dan Tahapan Kegiatan Produksi ... 63

13. Jenis Produk Berdasarkan Bentuk/Dosis Obat ... 63

14. Kegiatan yang Menimbullkan Dampak Lingkungan Beserta Evaluasi Dampaknya ... 64

15.Data Inlet dan Outlet Limbah Cair PT. Prafa Semester II (2007) dan Semester I (2008) ... 76

16.Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter BOD Inlet, Outlet, dan inlet-Outlet PT. Prafa ... 84

17. Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter COD Inlet, Outlet, dan inlet-Outlet PT. Prafa ... 85

18. Hasil Perhitungan Rataan Konsentrasi Parameter TSS Inlet, Outlet, dan inlet-Outlet PT. Prafa ... 87

(15)

Gambar Teks Halaman

1. Representasi Marginal Abatement Cost Function ... 37

2. Anatomi Marginal Abatement Cost Curve ... 38

3. Aggregate Abatement Cost ... 40

4. Kurva MAC ... 54

4. Marginal Abatement Cost untuk Parameter BOD ... 81

5. Marginal Abatement Cost untuk Parameter COD ... 84

(16)

Lampiran Teks Halaman

1. Contoh Lembar Laporan Hasil pemeriksaan Laboratorium ... 96

2. Laporan Biaya Proses Air Limbah PT. Prafa Tahun 2007/2008 .. 3. Pengeluaran Biaya Produksi PT. Prafa Tahun 2007/2008 ... 98

4. Tabel Total Produksi Obat PT. Prafa Tahun 2007/2008 ... 99

5. Alur Pembuangan Limbah Cair PT. Prafa ... 100

6. Proses Pengolahan Limbah Cair PT. Prafa ... 101

7. Perhitungan Persamaan Garis Kurva MAC ... 102

(17)

1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1990-an paradigma pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada industrialisasi. Sektor industri makin berperan sangat strategis sebagai motor penggerak pada Pembangunan Jangka Panjang (PJP) II. Sektor ini diharapkan sebagai penyerap tenaga kerja terbesar, penghasil devisa dan pemacu pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Banyak sektor industri yang berkembang dan berperan di Indonesia saat ini, hal ini disebabkan adanya globalisasi ekonomi yang semakin luas. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat, menyebabkan pertumbuhan industri semakin berkembang dengan pesat dan merambah ke segala bidang. Setiap bidang industri mempunyai peran yang penting dalam perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan manusia.

Salah satu sektor industri yang saat ini memainkan peran penting dalam meningkatkan perekonomian nasional adalah industri farmasi. Industri farmasi merupakan industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Market Research & Feasibility Studies PT. Multidata Riset Indonesia, tahun 2008 industri farmasi Indonesia berjumlah 224 buah dan memiliki kapasitas produksi sebesar 3% dari total kapasitas seluruh dunia. Jumlah tersebut hanya 0,2% dari total pasar seluruh dunia. Suplai untuk pasar lokal, penjualan produk farmasi mencapai US$ 1,2 miliar. Sementara itu, pada tahun 2010 akan dicanangkan program Kebijaksanaan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010 oleh Pemerintah, yang salah satu tujuannya adalah mendorong terfasilitasinya ketersediaan Obat Generik Berlogo (OGB) di wilayah

(18)

tertentu dan dalam kurun waktu tertentu. Hal ini semakin mendorong pertumbuhan produksi obat-obatan generik di Indonesia. Disamping itu, pada tahun 2008 belanja kesehatan Indonesia meningkat 14 persen dan pertumbuhan industri farmasi nasional di atas 15 persen.

Industri farmasi semakin berperan penting pada perekonomian nasional, meskipun industri farmasi di Indonesia relatif masih muda jika dibandingkan dengan industri farmasi di negara-negara maju. Industri farmasi mempunyai peran antara lain: menjamin dan memperbaiki kesehatan masyarakat dalam mengatasi berbagai penyakit, meminimasi resiko kesehatan dan menjamin pelayanan kesehatan yang berkesinambungan (sustainable) bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang, serta memberikan kontribusi dalam peningkatan ekonomi karena menghasilkan output ekonomi yang besar, investasi dan penyerapan tenaga kerja.

Industri farmasi merupakan industri yang sarat dengan inovasi dan berbasis pada penelitian serta pengembangan (Research and Development) sehingga menuntut adanya penemuan-penemuan baru berupa formulasi kimia. Penemuan bahan-bahan kimia yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan manusia telah mendorong dibangunnya industri-industri farmasi yang di satu sisi menghasilkan sejumlah obat demi kesehatan dan kesejahteraan manusia sedangkan di sisi lain juga menimbulkan eksternalitas negatif berupa limbah. Limbah yang berasal dari industri farmasi dapat mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan logam berat yang bergantung pada bahan-bahan yang dipergunakan untuk proses produksinya. Limbah yang mengandung B3 dapat

(19)

bersifat membahayakan kelangsungan hidup manusia dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan yang dapat terjadi akibat limbah industri, pemerintah dalam undang-undang No. 4 tahun 1982 mengharuskan pihak industri untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL ini berfungsi untuk meminimisasi daya cemar limbah yang dihasilkan dan tingkat pencemaran yang terjadi akibat proses produksi, agar tidak merusak dan mencemari lingkungan.

PT. Pradja Pharin (Prafa) merupakan salah satu perusahaan farmasi yang berada di Kabupaten Bogor. Seperti halnya perusahaan lain, PT. Prafa menghasilkan produk sampingan berupa limbah. Wujud limbah yang dihasilkan PT. Prafa berupa padat, gas, cair dan lumpur. Berdasarkan wujud limbah industri tersebut, limbah cair merupakan jenis limbah yang perlu mendapat perhatian karena berpengaruh penting terhadap kerusakan lingkungan, misalnya: pembuangan limbah cair ke badan air (sungai) yang digunakan masyarakat sekitar dapat mencemari air sungai dan merusak ekosistem yang ada di sungai tersebut. Selain itu, limbah cair merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan jika dibandingkan dengan jenis limbah lainnya karena dalam proses produksinya air merupakan bahan baku yang paling banyak digunakan. Berdasarkan data Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup (DTRLH) Kabupaten Bogor, PT. Prafa merupakan perusahaan yang paling besar volume limbah cairnya per bulan diantara perusahaan farmasi lainnya yang berada di Kabupaten Bogor.

(20)

Berikut Tabel 1 yang menggambarkan volume limbah cair perusahaan farmasi per bulan yang berada di Kabupaten Bogor.

Tabel 1. Rata-rata Volume Limbah Cair per Bulan Perusahaan Farmasi Kabupaten Bogor

No Nama Perusahaan Volume (m3/bulan)

1 PT Yupharin Pharmaceutical 450 2 PT Darya Varia Laboratoria 330 4 PT Novell Pharmaceutical Laboratories 400

5 PT.Pradja Pharin 600

6 PT Phytochemindo Reksa 36

7 PT Martino Berto 226

8 PT Eisai Indonesia 220

9 PT Novartis Indonesia 150

Sumber : Dinas Tata Ruang Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor (2006)

Limbah cair yang dihasilkan PT. Prafa mengandung bahan-bahan organik yang tinggi yang berasal dari produksi obat-obatan. Limbah cair yang dihasilkan PT. Prafa berpotensi menyebabkan kerusakan lingkungan jika tidak diolah dengan baik. Oleh karena itu, PT. Prafa mempunyai tanggungjawab sosial terhadap lingkungan, artinya tidak hanya menggunakan sumberdaya alam untuk kepentingan produksi tetapi juga harus melestarikannya. Sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1982, PT. Prafa dalam kegiatan produksinya dilengkapi dengan IPAL, yang didesain khusus untuk mengolah limbah cair agar tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah (KepMen LH 51 Tahun 1995). Agar dapat memenuhi baku mutu, PT. Prafa harus menerapkan prinsip pengendalian limbah cair secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi maupun setelah proses produksi. Dimulai dari perencanaan yang teliti, pelaksanaan pembangunan fasilitas IPAL atau Unit Pengolahan Limbah (UPL) yang benar, serta pengoperasian yang cermat.

(21)

PT. Prafa dalam mengendalikan keluaran limbahnya dilakukan dengan proses produksi bersih. Proses produksi bersih dilakukan melalui sistem IPAL yang terpadu dan sesuai dengan karakteristik limbah cair serta effluent yang dinginkan. IPAL yang dibangun perusahaan harus memenuhi kriteria sesuai ketetapan pemerintah. Akan tetapi kenyataannya, masih banyak perusahaan yang membangun IPAL hanya sebagai syarat pendirian perusahaan. Pembangunan IPAL terkait dengan biaya dan manfaat usaha tersebut. Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengolah air limbahnya disebut Abatement Cost yaitu biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk mengurangi satu-satuan konsentrasi daya cemar (ambient) limbah cair agar tidak merusak dan mencemari lingkungan. Marginal Abatement Cost (MAC) mencerminkan biaya tambahan satu unit atau ton polusi berkurang atau tidak. MAC yang harus dikeluarkan oleh perusahaan terkait dengan biaya IPAL. Biaya IPAL terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional IPAL. Biaya investasi berupa biaya pembangunan IPAL sedangkan biaya operasional terdiri dari upah tenaga kerja, biaya overhead, biaya perawatan dan biaya angkutan.

Biaya pengolahan limbah yang dikeluarkan PT. Prafa dinternalisasi ke dalam biaya produksi, sehingga perusahaan dalam proses produksinya telah memperhitungkan biaya lingkungan. Biaya lingkungan merupakan biaya yang diperhitungkan sebagai kompensasi akibat dampak negatif terhadap lingkungan maupun masyarakat yang terkena dampak limbah Biaya produksi ini nantinya akan menentukan harga dasar jual obat dipasaran. Jika biaya lingkungan dibebankan pada harga maka konsumen yang harus menanggung biaya

(22)

lingkungan tersebut bukan perusahaan. Biaya lingkungan yang harus ditanggung konsumen, menyebabkan harga obat menjadi mahal. Kenyataannya perusahaan lagi yang harus memperoleh keuntungan yang besar karena perusahaan tidak menanggung biaya lingkungan, padahal biaya lingkungan yang dikeluarkan nilainya tidak besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Selain itu, MAC yang dikeluarkan tidak sebanding dengan kerugian yang harus ditanggung masyarakat yang terkena dampak limbah. Sehingga dari semua kegiatan produksi perusahaan yang harus menjadi korban adalah konsumen dan masyarakat sekitar industri. Konsumen harus menanggung biaya lingkungan dan masyarakat sekitar industri harus menanggung beban pencemaran akibat limbah industri.

Selain itu, masih banyak perusahan yang menganggap sepele mengenai pentingnya informasi mengenai besarnya MAC. Biaya pengolahan limbah (MAC) perlu untuk dihitung dan diketahui dengan cermat, agar informasi mengenai efektivitas kinerja IPAL dapat dievaluasi. Informasi mengenai MAC juga dapat berguna bagi perusahaan dalam meningkatkan dan menerapkan teknologi pengolahan limbah yang tepat dan efektif.

I.2 Perumusan Masalah

Pengelolaan lingkungan adalah cara manusia mengatur alam untuk dimanfaatkan dan dilestarikan agar diperoleh keseimbangan yang senada dan serasi dengan tuntutan pembangunan (Tjondronegoro, 1982). Pengelolaan lingkungan merupakan bentuk tanggungjawab perusahaan dalam mengantisipasi

(23)

kerusakan lingkungan yang terjadi akibat kegiatan operasional perusahaan. Pencemaran dan perubahan lingkungan yang terjadi dapat diperkecil apabila perusahaan mengendalikan keluaran limbahnya melalui proses produksi bersih lingkungan. Selama 20 tahun terakhir, proses pembangunan di Indonesia dilakukan melalui berbagai upaya, diantaranya pembangunan industri yang lebih dititikberatkan pada aspek pertumbuhan ekonomi semata. Namun, aspek sosial budaya, aspek lingkungan dan aspek pencemaran nampak seperti diabaikan sehingga merangsang pertumbuhan sektor lain menjadi tidak seimbang dan menyebabkan lingkungan tidak seimbang. Setelah muncul berbagai masalah lingkungan, barulah pemerintah sadar betapa pentingnya aspek lingkungan dalam mendukung kelangsungan pembangunan. Saat ini, proses industri dengan berwawasan lingkungan dan pelaksanaan produksi bersih dengan pengendalian pencemaran akibat proses produksi merupakan suatu keharusan bagi seluruh pelaku ekonomi termasuk perusahaan.

Perusahaan didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, seperti yang telah diungkapkan oleh Gleuck dan Jauck (1984) bahwa tujuan perusahaan meliputi profitabilitas, efisiensi, kepuasan dan pengembangan karyawan, tanggung jawab sosial dan hubungan baik dengan masyarakat serta kelangsungan usaha dan tujuan lainnya. Perusahaan dalam mencapai tujuannya selalu berinteraksi dengan lingkungannya sebab lingkungan memberikan andil dan kontribusi bagi perusahaan. Keberadaan perusahaan dianggap mampu menyediakan kebutuhan masyarakat untuk konsumsi maupun penyedia lapangan pekerjaan. Perusahaan di dalam lingkungan masyarakat memiliki sebuah

(24)

legitimasi untuk bergerak leluasa melaksanakan kegiatannya, namun lama kelamaan karena posisi perusahaan menjadi amat vital dalam kehidupan masyarakat maka dampak yang ditimbulkan juga akan menjadi sangat besar. Dampak yang muncul dalam setiap kegiatan operasional perusahaan ini dipastikan akan membawa akibat pada lingkungan di sekitar perusahaan dalam menjalankan usahanya. Dampak negatif yang paling sering ditemukan dalam setiap kegiatan operasional perusahaan adalah polusi udara, limbah produksi, kesenjangan, dan lain-lain. Oleh karena itu, setiap perusahaan yang melakukan kegiatan produksi mempunyai tanggungjawab sosial berupa pengelolaan lingkungan melalui pengendalian pencemaran.

Pengendalian pencemaran yang berkaitan dengan limbah industri mempunyai beberapa motivasi dilihat dari kondisi lingkungan tempat sumber pencemaran berada. Pelaksanaan pengendalian pencemaran yang diakibatkan oleh limbah industri dalam kaitannya dengan pembangunan berwawasan lingkungan bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif. Upaya pengendalian ini dapat dilakukan berbagai cara, diantaranya dengan memasang perangkat kendali berupa IPAL. Perusahaan dalam kegiatan operasionalnya harus memiliki sarana IPAL karena IPAL merupakan syarat dapat berdiri dan beroperasinya sebuah perusahaan. IPAL juga merupakan sarana untuk meminimalisasi daya cemar dari limbah cair yang dihasilkan dari setiap kegiatan produksi. Industri harus menggunakan teknologi pengolahan limbah yang best praticable agar dapat memenuhi standar konsentrasi (baku mutu) dan kandungan polutan seperti

(25)

Biochemical Oxgen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspenden Solid (TSS), Fenol, dan polutan lainnya (KepMen No.3 Tahun 1998).

Perusahaan dalam kegiatan mengolah limbah sangat terkait erat dengan komponen biaya dan manfaat dari usaha tersebut. Biaya pengurangan untuk mengurangi jumlah limbah yang dibuang ke lingkungan melalui pengurangan konsentrasi ambient disebut dengan Abatement Cost. Abatement Cost yang dikeluarkan terkait dengan proses IPAL yang bertujuan mengolah limbah cair melalui pengurangan konsentrasi ambient tiap parameter limbah cair hingga memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Biaya IPAL terdiri dari biaya investasi, biaya operasional, dan biaya-biaya lainnya.

Tambahan biaya yang dikeluarkan untuk meminimisasi konsentrasi ambient limbah cair mulai dari masukan (inlet) hingga buangan akhir (outlet) merefleksikan Marginal Abatement Cost (MAC) yang dikeluarkan perusahaan. Semakin tinggi nilai inlet limbah cair maka semakin tinggi biaya yang dibutuhkan untuk mengolah limbah tersebut. Semakin rendah nilai parameter outlet dari limbah yang dihasilkan, semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan perusahaan, hal ini akan berimplikasi pada biaya produksi yang semakin besar. Oleh karena itu, informasi mengenai Abatement Cost yang telah dikeluarkan oleh perusahaan penting untuk diketahui dan diperlukan manajemen biaya pengolahan limbah. Manfaat dengan diketahui besarnya Abatement Cost, perusahaan dapat mengetahui efisiensi dan efektivitas kinerja IPAL dalam mengurangi daya cemar limbah dan perusahaan dapat meningkatkan upaya meminimalisasi konsentrasi daya cemar limbah melalui peningkatan teknologi pengolahan limbah yang lebih

(26)

baik dan tepat. Perusahaan memperhitungkan dan memasukkan Abatement Cost ke dalam komponen biaya produksi. MAC memberikan gambaran berapa besarnya biaya lingkungan yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Biaya lingkungan ini merupakan biaya yang diperhitungkan sebagai kompensasi akibat dampak negatif terhadap lingkungan maupun masyarakat yang terkena dampak limbah. Jika biaya produksi telah memperhitungkan MAC maka nilai jual suatu produk dikatakan telah memperhitungkan komponen biaya lingkungan. Hal ini berimplikasi pada konsumen yang harus menanggung biaya lingkungan tersebut. Biaya lingkungan yang ditanggung konsumen, menyebabkan harga obat menjadi lebih mahal. Sementara itu, perusahaan memperoleh untung yang besar karena tidak harus menanggung biaya lingkungan. Konsumen dan masyarakat sekitar industri yang dirugikan akibat lambah tersebut. Konsumen harus menanggung harga obat yang mahal, sedangkan masyarakat sekitar industri harus menanggung dampak limbah.

Kenyataannya perusahaan dalam melakukan pengolahan limbah tidak optimal. MAC yang perusahaan keluarkan masih relatif kecil sharenya terhadap keuntungan yang diperoleh perusahaan. Keuntungan besar yang diperoleh perusahaan dan harga obat yang mahal tidak diikuti dengan proses pengolahan limbah yang baik. Hal ini disebabkan kesadaran perusahaan terhadap lingkungan masih rendah.

(27)

Berdasarkan informasi tersebut, maka perumusan masalahnya:

1. Berapa tambahan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk mengurangi kadar pencemaran per satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC) ?

2. Berapa besarnya MAC per unit produk serta persentase MAC terhadap harga jual dan keuntungan per unit produk ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengestimasi tambahan biaya yang dikeluarkan oleh PT. Prafa untuk

mengurangi kadar pencemaran per satuan konsentrasi parameter limbah cair (Marginal Abatement Cost/MAC).

2. Mengestimasi besarnya MAC per unit produk serta persentase MAC terhadap harga jual dan keuntungan per unit produk.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai proses pembelajaran dan informasi bagi mahasiswa dan pihak yang berkepentingan untuk bahan perbandingan guna penelitian lebih lanjut. 2. Penelitian ini dimaksudkan agar dapat memberi informasi dan bahan

pertimbangan pada pemerintah selaku pembuat kebijakan mengenai pengelolaan lingkungan hidup terutama dampak pencemaran yang ditimbulkan akibat semakin berkembangnya industri.

(28)

3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada perusahaan dalam menentukan kebijakan yang menyangkut pengendalian limbah yang baik agar terwujud pembangunan yang seimbang dan kelestarian lingkungan dan dalam menentukan teknologi yang tepat dalam proses pengolahan limbah.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan pada perusahaan farmasi yang memproduksi berbagai jenis obat. Penelitian hanya difokuskan pada limbah cair karena dari kegiatan produksi, limbah cair merupakan limbah yang paling banyak dihasilkan dibandingkan limbah padat maupun limbah gas. Selain itu, limbah cair dapat memberikan dampak yang negatif yang signifikan terhadap lingkungan di sekitar perusahaan teerutama pada badan air (sungai).

Penelitian dilakukan dengan pendekatan Marginal Abatement Cost (MAC) berdasarkan konsentrasi parameter limbah cair. MAC berdasarkan parameter limbah cair yaitu biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan farmasi dalam meminimisasi konsentrasi ambient limbah cairnya dihitung berdasarkan parameter inlet dan outlet limbah cair. Dalam mengestimasi MAC, parameter yang digunakan dalam penelitian ini hanya tiga parameter yaitu BOD, COD dan TSS. Ketiga parameter tersebut merupakan parameter yang pengaruhnya cukup signifikan terhadap nilai inlet dan outlet yang dihasilkan, hal ini dapat dilihat dari perbandingan persentase nilai outlet terhadap nilai baku mutu limbah yang telah ditetapkan pemerintah lebih besar

(29)

jika dibandingkan ketiga parameter lainnya seperti pH, total N dan Fenol. Satuan unit produk yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu tablet (berdasarkan data jumlah produksi jenis tablet merupakan jenis produk yang paling banyak diproduksi sehingga diasumsikan satuan obat yang diproduksi terdiri dari satu jenis yaitu tablet).

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Jenis-Jenis Industri Farmasi

Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang, tetapi juga dalam bentuk jasa.

Farmasi diartikan sebagai suatu profesi di bidang kesehatan yang meliputi kegiatan-kegiatan di bidang penemuan, produksi, pengolahan, peracikan, dan distribusi obat. Berdasarkan Permenkes No. 222/Kab/BVII/69 tanggal 3 Oktober 1969, semua usaha farmasi di Indonesia harus menjadi anggota GP (Gabungan Pengusaha) Farmasi Indonesia. Usaha farmasi dikelompokan dalam empat bidang, yaitu :

1. Industri Farmasi

2. Pedagang Besar Farmasi (PBF) 3. Apotik

4. Toko Obat

Industri farmasi yang dimaksud adalah perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang melakukan produksi obat-obatan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam SKEP Menkes RI No.90/Kab/B.VII/71 – 24 April 1971, SKEP Menkes RI No.2819/A/SK/71 – 26 April 1971, SKEP Menkes RI

(31)

No.125/Kab/B.VII/71-9 Juni 1971, Permenkes RI No. 389/Menkes/PER/X/80-19 Oktober 1980, paket kebijaksanaan deregulasi 28 Mei 1990 berupa peraturan Menteri Kesehatan RI No. 242 dan 245/Menkes/SK/V/90 dengan klasifikasi, industri farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Penanaman Modal Asing dan Swasta Nasional. Menurut Menteri Kesehatan Nomor 245/Men.Kes/SKV/1990 tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan pemberian izin usaha industri farmasi, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: 1) Industri farmasi manufaktur

Industri farmasi manufaktur meliputi : a. proses fermentasi, b. sintesa kimia,

c. proses biologi dan ekstraksi. 2) Industri farmasi formulasi

Kategori industri farmasi formulasi mencakup proses pencampuran dan pembuatan senyawa.

Bentuk sediaan farmasi dibagi dalam tiga kelas, yaitu : 1. bentuk sediaan padat (solid) : tablet, kapsul.

2. bentuk sediaan setengah padat (semi-solid) : krim, salep. 3. bentuk sediaan cairan (liquid) : sirup, suspensi, cairan suntik.

Setiap industri farmasi yang akan memproduksi produknya harus mendapat izin terlebih dahulu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tentang fasilitas yang ada, mulai dari bangunan, struktur organisasi, karyawan, peralatan,

(32)

produksi, pengawasan mutu, sanitasi dan dokumentasi. Produk industri farmasi dapat diklasifikasikan menurut penggunaan, struktur kimia, atau proses produksinya. Proses yang digunakan untuk menghasilkan bahan-bahan farmasi dapat dikategorikan sebagai fermentasi, sintesa bahan kimia organik, proses biologi dan formulasi obat. Proses pembuatan produk farmasi berbeda-beda sesuai dengan bentuk sediaan yang diinginkan. Cara pembuatan obat atau produk farmasi dibagi menjadi dua kelas, yaitu :

1. Proses Batch 2. Proses Continous

Umumnya produk farmasi dibuat secara campaign, yaitu terdiri atas satu seri batch. Oleh karena itu kebanyakan air limbah terjadi selama perubahan produk.

2.2Limbah

2.2.1 Pengertian Limbah dan Jenis-jenisnya

Menurut kamus bahasa Indonesia limbah (1996) memiliki pengertian segala macam buangan yang dapat mencemari air sungai, danau, laut. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), limbah adalah sisa suatu usah atau kegiatan. Limbah yang mengandung bahan polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B3 yang dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Kualitas limbah menunjukkan

(33)

spesifikasi limbah yang diukur dari jumlah kandungan bahan pencemar di dalam limbah. Kandungan pencemar limbah terdiri dari berbagai parameter. Semakin kecil jumlah parameter dan semakin kecil konsentrasinya maka semakin kecilnya peluang untuk terjadinya pencemaran lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah:

1. volume limbah,

2. kandungan bahan pencemar, 3. frekuensi pembuangan limbah,

4. klasifikasi limbah industri dan karakteristiknya.

Berdasarkan nilai ekonominya, limbah dibedakan menjadi limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis dan yang mempunyai nilai ekonomis. Limbah yang mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dimana dengan melalui suatu proses lanjut akan memberikan suatu nilai tambah. Limbah non ekonomis adalah suatu limbah walaupun telah dilakukan proses lanjut dengan cara apapun tidak memberikan nilai tambah kecuali sekedar untuk mempermudah sistem pembuangan limbah, limbah jenis ini sering menimbulkan masalah pencemaran dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi tiga bagian:

1. Limbah cair

Limbah ini bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam proses produksinya. Jenis industri yang menghasilkan limbah cair diantaranya adalah industri pulp dan rayon, industri besi dan baja, industri kertas,

(34)

industri minyak goreng, industri tekstil, industri makanan, industri farmasi, dan lain-lain.

2. Limbah gas dan partikel

Limbah gas dan partikel merupakan limbah dalam bentuk gas/asap, partikulat dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik ke udara. Limbah gas ini akan dibawa angin sehingga akan memperluas jangkauan pencemarannya. Limbah gas pada dasarnya dari industri bersumber dari penggunaan bahan baku, proses sisa pembakaran.

3. Limbah padat

Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur dan bubur yang berasal dari proses pengolahan limbah ini menjadi dua bagian yaitu limbah padat yang dapat di daur ulang (misal: plastik, tekstil, potongan logam) dan limbah padat yang tidak memiliki nilai ekonomis (tidak dapat didaur ulang). Setiap zat pencemar memiliki satu atau lebih parameter karakteristik yang dapat menunjukkan:

a) Jumlah atau konsentrasi dari suatu jenis zat pencemar, misalnya TSS (Total Suspended Solids), BOD (Biochemical Oxgen Demand) dan COD (Chemical Oxgen Demand).

b) Kondisi limbah cair, misalnya pH, suhu.

Limbah cair mempunyai parameter yang umum digunakan untuk menggambarkan karakteristik dan kandungan limbah cair. Beberapa parameter karakteristik yang umum digunakan dapat dilihat pada Tabel 2:

(35)

Tabel 2. Parameter Karakteristik Kelompok Pencemar Dalam Limbah Cair

Kelompok pencemar Parameter karakteristik

Organik terurai BOD5 Biochemical Oxgen Demand atau Kebutuhan Oksigen Biokimia

Organik sulit terurai COD Chemical Oxgen Demand atau Kebutuhan Oksigen Kimia

Nutrien TN Total Nitrogen atau Nitrogen Total TP Total Phospor atau pospor total Sedimen SV30 Sludge Oxgen Demandolume, 30

minutes atau Volume Endapan Lumpur 30 menit

Padatan tersuspensi TSS Total Suspenden Solids atau Padatan Tersuspensi Total

TUR Turbidity atau Kekeruhan

Apungan O&G Oil and Grease atau Minyak dan Lemak

MBAS Methylene Blue Active Substance atau Deterjen Sintetis

Logam berat Cd Cadmium atau Kadmium Cu Cooper atau Tembaga

Cr Hexavalent Chromme atau Krom Valensi Enam

Cr total Total Chromme atau Krom Total Hg Mercury atau Raksa

Ni Nickel atau Nikel Pb Lead atau Timbal Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)

2.2.2 Limbah Cair Industri

Limbah cair (liquid waste) adalah limbah yang berwujud cair atau buangan cair yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk jenis kegiatan penghasilnya (BPLH Jawa Barat, 2006). Kandungan di dalam limbah cair tidak selalu harus berupa zat cair. Limbah cair dapat juga mengandung gas dan padatan, namun biasanya dalam proporsi yang jauh lebih kecil daripada zat cair. Komponen cairan dalam limbah cair umumnya adalah air (H2O). Walaupun demikian, ada juga yang sebagian besar cairannya bukan air (non H2O), misalnya pestisida bekas,

(36)

residu minyak, oli bekas dan sejenisnya. Jadi, air limbah (waste water) adalah istilah umum untuk limbah cair yang sebagian besar cairannya adalah air. Limbah cair industri merupakan limbah cair yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan di suatu kegiatan industri.

Beberapa sumber penghasil limbah cair didalam suatu industri adalah: a) Proses produksi, misalnya: pengecatan, pencucian bahan baku, pencampuran

bahan kimia, dan sebagainya.

b) Kegiatan utilitas, misalnya: menara pendingin (cooling tower), ketel uap (boiler), dan sebagainya.

c) Kegiatan domestik, misalnya: kantin industri, pembersihan lantai, dan sebagainya.

Karakteristik limbah cair dari suatu industri umumnya lebih dipengaruhi oleh limbah cair dari proses produksi. Karakteristik limbah cair dari proses produksi ditentukan oleh :

a) Penggunaan air,

b) Penggunaan bahan baku, c) Penggunaan bahan pendukung, d) Penggunaan energi.

Penggunaan air merupakan faktor utama ada tidaknya timbulan limbah cair. Semakin banyak penggunaan air untuk proses produksi akan semakin banyak limbah cair yang dihasilkan. Kontribusi dari kegiatan utilitas di suatu industri umumnya tidak memberikan pengaruh yang signifikan khusunya dari aspek kualitas limbah. Sebagian besar air bekas dari sistem pendinginan maupun boiler

(37)

digunakan kembali untuk kepentingan yang sama. Kegiatan domestik umumnya memberikan kontribusi limbah cair yang tidak terlalu besar dibandingkan bagian produksi. Walaupun demikian kandungan senyawa organik terurai dan senyawa nutrien yang dikandungnya seringkali cukup signifikan.

2.2.3Limbah Cair Industri Farmasi

Limbah industri farmasi adalah limbah yang dihasilkan dari proses produksi farmasi, biasanya bahan baku, proses, operasi dan laboratorium. Limbah industri farmasi berasal dari:

a) Obat-obatan yang kadaluwarsa,

b) Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi,

c) Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, d) Obat-obatan yang tidak lagi diperlukan institusi yang bersangkutan,

e) Limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

Limbah cair yang dihasilkan industri farmasi mengandung berbagai zat pencemar konvensional yang juga tergantung pada jenis produksi dan kategori industri yang bersangkutan. Limbah cair yang dihasilkan industri farmasi mengandung beberapa zat pencemar, diantaranya:

1. Biochemical Oxygen Demand (BOD5)

Industri yang menggunakan bahan-bahan organik, baik alami ataupun sintetis, akan menghasilkan limbah cair yang mengandung senyawa organik yang disebut BOD5. BOD5 adalah senyawa organik yang bersifat biodagradable ( yang

(38)

dapat diuraikan oleh mikroorganisme). Pengukurannya dengan menganalisa oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme. Parameter BOD5 digunakan sebagai indikator dari banyaknya senyawa organik-terurai yang dikandung dalam limbah cair. Parameter BOD5 sebenarnya menunjukkan jumlah oksigen (mg O2) yang dikonsumsi mikroba-aerobik saat menguraikan organik-terurai dalam waktu 5 hari pada 1 liter limbah cair. Contoh BOD5 = 100 mg/l berarti dalam 1 liter limbah cair terdapat sejumlah organik-terurai yang membutuhkan O2 sebanyak 100 mg agar mikroba aerobik dapat menguraikannya dalam waktu 5 hari.

Limbah cair yang memiliki nilai BOD5 diatas 50 mg/L umumnya memerlukan perhatian dan penanganan khusus karena dianggap berpotensi untuk mencemari badan air penerima limbah cair tersebut. Analisa BOD5 secara titrasi dibakukan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-2875-1992 untuk setiap industri dapat dilihat pada Tabel 3:

Tabel 3. Nilai BOD5 Limbah Cair Beberapa Jenis Industri

Jenis Industri BOD5 (Mg/L)

Tekstil 400 – 500

Makanan dan Minuman 2.500- 10.000

Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati 800 -2000

Farmasi 500 – 700

Pulp dan Kertas 400 – 800

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006) 2. Chemical Oxygen Demand (COD)

Selain senyawa organik-terurai, limbah cair juga mengandung senyawa organik yang tidak terurai (non biodagradable organic) yang disebut Chemical Oxygen Demand (COD). COD adalah bahan organik yang bersifat biodagradebel dan non biodagradebel. Pengukurannya dengan menganalisis kebutuhan oksigen secara kimiawi. Parameter COD digunakan untuk memberikan indikasi jumlah

(39)

seluruh senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair. Parameter COD sebenarnya menunjukkan jumlah oksigen (mg O2) yang ada dalam senyawa oksidan yang dibutuhkan untuk menguraikan seluruh senyawa organik yang terkandung dalam 1 liter limbah cair. Contoh COD = 150 mg/l berarti dalam 1 liter limbah cair terdapat senyawa organik jumlahnya setara dengan 150 mg O2. Limbah cair yang memiliki nilai COD diatas 70 mg/l umumnya sudah membutuhkan perhatian khusus karena dianggap berpotensi mencemari. Rasio organik (rasio BOD5;COD ), digunakan sebagai indikator untuk menentukan tepat tidaknya limbah cair untuk untuk diolah secara biologis. Semakin kecil rasio BOD5;COD (< 0,6), semakin tidak tepat limbah cair itu untuk diolah secara biologis. Limbah cair BOD5;COD > 0,8 sangat tepat untuk diolah secara biologis. Pengukuran COD dilakukan secara spektrofotometri dibakukan dalam SNI 06-6989,2-2004. Nilai COD beberapa limbah cair dari beberapa jenis industri dapat dilihat pada Tabel 4, berikut ini:

Tabel 4. Nilai COD Limbah Cair Beberapa Jenis Industri

Jenis Industri COD (Mg/L)

Tekstil 850-1000

Makanan dan Minuman 7000-20.000

Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati 5000-6000

Farmasi 600-1000

Pulp dan Kertas 1500-2000

Pelapisan logam 220

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006) 3. Total Suspended Solid (TSS)

Hampir seluruh industri mengeluarkan limbah cair yang mengandung padatan, baik berasal dari pembersihan bahan baku, pencucian alat, maupun dari sumber lainnya. Padatan dalam limbah cair terdiri dari padatan terlarut (DS atau

(40)

Dissolved Solids) maupun padatan tersuspensi (SS atau Suspended Solids). SS memiliki ukuran diatas 2 x 10 meter atau 2 mikron (µm) sehingga terlihat kasat mata. SS terdiri dari komponen padatan organik (VSS atau Volatile Suspended Solids) dan komponen padatan mineral (FSS atau Fixed Suspended Solids). Parameter padatan tersuspensi (SS atau Suspended Solid) atau juga disebut TSS (Total Suspended Solids) menunjukkan berat padatan yang berat padatan yang berukuran lebih besar dari 2 mikron di dalam 1 liter limbah cair. Contoh: SS = 50 mg/l berarti dalam 1 liter limbah cair ada 50 mg SS. TSS merupakan padatan tersuspensi yang terbagi menjadi:

a) Koloid yang berukuran sangat kecil antara 0,001 – 1,2 µm,

b) sedimen atau padatan-terendapkan (Setteable Solid), ukuran > 1,2 µm.

Limbah cair yang memiliki nilai TSS diatas 100 mg/l umumnya sudah dianggap berpotensi menimbulkan kekeruhan dan gangguan lainnya. Pengukuran nilai TSS dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri. Analisa TSS secara gravimetri dibakukan dalam SNI 06-6989,3-2004.

Tabel 5. Nilai TSS Limbah Cair Beberapa Jenis Industri

Jenis Industri TSS (Mg/L)

Tekstil 500-1000

Makanan dan Minuman 3000-7000

Deterjen, Sabun, Produk Minyak Nabati 300-1200

Pulp dan Kertas 700-2500

Pelapisan logam 80

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006) 4. Nitrogen Total (TN)

Industri yang menggunakan bahan-bahan organik alamiah, amoniak, dan urea umumnya akan menghasilkan limbah cair yang mengandung senyawa nitrogen. Senyawa nitrogen juga banyak dari kegiatan-kegiatan domestik di dalam

(41)

industri misalnya dari kantin, toilet, dan kamar mandi. Senyawa nitrogen dalam limbah cair dapat berwujud sebagai :

a) Nitrogen organik, seperti asam amino dan protein,

b) Nitrogen anorganik, seperti amoniak (NH3), nitrit (NO3), nitrat (NO3). Senyawa nitrit jarang dijumpai dalam limbah cair karena wujudnya yang tidak stabil dan mudah teroksidasi menjadi nitrat. Parameter nitrogen total menunjukkan konsentrasi total dari seluruh senyawa nitrogen yang dapat dijumpai dalam limbah cair, khususnya nitrogen organik, amoniak (NH3) dan nitrat (NO3).

Limbah cair yang memiliki nilai TN di atas 50 mg N/L umumnya dianggap berpotensi menimbulkan eutrofikasi yaitu suatu fenomena dimana tumbuhan algae (ganggang ) tumbuh pesat dalam badan air. Unsur N merupakan salah satu senyawa nutrien yang dibutuhkan tumbuhan untuk tumbuh berkembang.

5. Logam - As

Logam Arsen (As) merupakan salah satu unsur logam (metal) dari 80 jenis unsur logam. Unsur logam yang memiliki berat jenis lebih dari 5 gram/cm3 dikategorikan logam berat (heavy metal). Seperti unsur-unsur lainnya, logam – As memiliki karakteristik mengkilap, dapat dibentuk, lentur, tidak mudah pecah atau patah, berfungsi baik sebagai penghantar listrik, dan bermuatan positif. Arsen sebagaimana unsur logam lainnya tidak dapat diuraikan atau dihancurkan. Walau demikian senyawa yang umumnya mengandung As tidak stabil (mudah bereaksi) khususnya dengan oksigen. Tabel 6 menggambarkan kadar zat pencemar yang berasal dari industri farmasi dalam bentuk limbah awal (sebelum diolah).

(42)

Tabel 6. Kadar Zat Pencemar Dalam Limbah Awal (Sebelum Diolah)

Zat Pencemar Kategori A (mg/l) Kategori B (mg/l)

BOD 2.000–3.000 200 – 400 COD 4.000 - 7.500 300 – 600 TSS 3.000 – 600 250 – 500 Nitrogen Total 150 – 300 - Senyawa Fenol 100 – 150 - Logam – As 10 – 20 -

Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)

2.3 Pengelolaan dan Pengolahan Limbah Cair

Pengelolaan air limbah berbeda dengan pengolahan air limbah. Pengolahan merupakan bagian dari pengelolaan. Cakupan pengelolaan dalam air limbah:

1. Sumber air limbah

Air limbah sudah harus dikelola mulai dari sumbernya, baik kualitas maupun kuantitasnya. Semakin sedikit jumlah air limbah dan kualitasnya, semakin baik pengelolaannya.

2. Penyaluran atau transportasi

Penyaluran harus sesuai dengan ketentuan baik secara teknis maupun administrasi.

3. Pengolahan air limbah

(43)

2.3.1Pengelolaan Sumber Air Limbah

Pengelolaan limbah tidak hanya masalah teknis tetapi juga menyangkut manajemen akuntansi pengelolaan limbah seperti biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk proses pengolahan teknis maupun non teknis. Pengelolaan pada sumber air limbah sangat besar pengaruhnya terhadap biaya yang akan dianggarkan dalam investasi IPAL bahkan akan memberikan keuntungan bagi industri.

Pengelolaan yang buruk akan memperbesar nilai investasi IPAL, biaya operasional dan perawatan. Pengelolaan yang buruk juga akan menyulitkan dalam pencapaian baku mutu air hasil olahan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyaluran air limbah: 1. Sistem terbuka atau tertutup.

2. Air hujan sebaiknya tidak bercampur dengan saluran air limbah (sesuai dengan peraturan pemerintah).

3. Material saluran harus tahan terhadap air limbah. 4. Besarnya tercukupi atau berlebih.

Dalam pengelolaan air limbah, untuk mencapai hasil optimal harus memperhatikan beberapa hal, antara lain :

1. Sistem pengelolaan harus sesuai dengan karakteristik limbah.

2. Volume dan dimensi masing-masing hasil proses harus sesuai dengan beban air limbah.

(44)

4. Peralatan yang dipakai harus sesuai dengan karakteristik beban dan dimensi bak.

5. Material peralatan yang dipakai harus sesuai dengan karakteristik air limbah. 6. Diperhitungkan biaya investasi, sistem penyaluran, operasional, material dan

hasil sampingan.

2.3.2 Pengolahan Air Limbah

Pengolahan air limbah bertujuan mengurangi atau menghilangkan kandungan pencemar sampai setidaknya memenuhi konsentrasi yang diterapkan dalam baku mutu limbah cair. Upaya pengolahan limbah umumnya dilakukan di suatu IPAL.

IPAL terdiri dari beberapa unit pengolahan yang secara bersama-sama berfungsi untuk mengolah air limbah sampai mencapai karakteristik effluent yang diinginkan. Kegagalan di salah satu unit pengolahan dapat mempengaruhi kinerja keseluruhan IPAL. Spesifikasi teknis dan tata cara pengoperasian IPAL sangat ditentukan oleh:1

1. Karakteristik limbah cair yang masuk ke dalam IPAL (influent); semakin banyak jenis dan konsentrasi kelompok pencemar di dalam air limbah, semakin tinggi spesifikasi teknis yang dibutuhkan,

2. Karakterteristik effluent yang diinginkan; semakin baik karakteristik effluent IPAL yang diinginkan; semakin tinggi spesifikasi teknis yang dibutuhkan,

1

(45)

3. Kondisi lahan dimana IPAL itu berada,

4. Ketersediaan biaya, baik biaya investasi maupun biaya operasi; semakin tinggi spesifikasi teknis yang dibutuhkan, semakin tinggi juga biaya investasi dan operasi dari suatu IPAL.

Setiap jenis industri mempunyai karakteristik air limbah yang spesifik yang berbeda dengan jenis industri lainnya. Perbedaan karakteristik air limbah industri tersebut mengakibatkan spesifikasi teknis IPAL di tiap industri bersifat unik dan biaya yang dikeluarkan pun akan berbeda.

Instalasi air limbah merupakan serangkaian proses unit agar air limbah dapat terolah dengan baik dan tujuan tercapai. Rangkaian unit proses sangat tergantung pada sistem yang diterapkan. Penerapan sistem tergantung pada karakteristik air limbah yang akan diolah. Sistem pengolahan ada beberapa cara: 1. Fisika

yaitu dengan bantuan peralatan tanpa menggunakan bahan kimia atau makhluk hidup. Misalnya penyaringan (screening), pengendapan, dan lain-lain.

2. Kimia

yaitu dengan bantuan bahan kimia. Pengelolaan cara kimia dan umumnya dikombinasikan dengan cara fisika. Misalnya netralisasi pH, koagulasi, dan flokulasi.

3. Biologi

yaitu dengan bantuan makhluk hidup untuk menguraikan kotoran dalam limbah. Misal : active sludge, dan lain-lain.

(46)

Proses yang pengolahan yang dilakukan tergantung pada karakteristik jenis limbah cair yang akan diolah. Masing-masing proses pengolahan limbah cair mempunyai keuntungan dan kerugian dari segi teknis maupun non teknis. Berikut perbandingan untung rugi proses kimia, fisika maupun biologi:

Tabel 7. Perbandingan Untung-Rugi Proses Kimia-Fisika dan Biologi

No Uraian kimia- fisika Biologi

1 Investasi awal Rendah Tinggi

2 Operational cost Tinggi Rendah

3 Luas lahan yang dibutuhkan Besar Kecil

4 Kemudahan operasional rutin Lebih sulit Lebih mudah 5 Kemudahan operasional problem Lebih mudah Lebih sulit

6 Maintenance cost Tinggi Rendah

7 Pembentukan Lumpur Banyak Sedikit 8 Kebutuhan jumlah operator Banyak Sedikit 9 Recovery ( lama penyembuhan) Sebentar Lama sekali 10 Kualitas air olahan Baik Kurang baik 11 Keramahan terhadap lingkungan Ramah Kurang ramah 12 Efek samping jangka panjang Sedikit Sedikit sekali

13 Nilai tambah - Terproduksi

biogas Sumber: Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat (2006)

Berdasarkan Tabel 7, setiap proses pengolahan limbah mempunyai kekurangan dan kelebihan, sehingga perusahaan biasanya melakukan pengolahan limbah dengan menggabungkan beberapa proses kimia, fisika maupun biologi.

2.4 Penelitian Terdahulu

2.4.1 Limbah Cair Industri Farmasi

Selain penelitian mengenai industri farmasi, penelitian mengenai pengelolaan dan dampak limbah industri juga diperlukan untuk mendukung penelitian ini. Penelitian-penelitian tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh Agus (2005), yang meneliti mengenai karakteristik industri pengolahan kulit

(47)

dan dampak limbah terhadap ekonomi masyarakat sekitar dengan kasus sentra industri kulit Sukaregang, Kabupaten Garut. Hasil dari penelitiannya menyimpulkan bahwa berdasarkan variabel limbah mengenai keberadaan IPAL, upaya pengusaha dalam mengelola limbah, hasil pengolahan limbah, kualitas air sungai dan kondisi sungai. Secara umum masyarakat hilir lebih menanggapi negatif dibanding masyarakat hulu. Adanya industri kulit memiliki dampak ekonomi yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat hulu dan hilir, masyarakat hulu lebih merasakan adanya manfaat langsung yang menunjang ekonomi dibandingkan masyarakat hilir yang lebih sering mengalami keluhan kesehatan, masalah adanya penurunan kualitas air sungai dibanding masyarakat hulu.

Penelitian tentang ekonomi lingkungan pengelolaan limbah industri tapioka atau aci dengan pendekatan Contingent Valuation Method (CVM) studi kasus di Kelurahan Ciluar, Bogor yang dilakukan oleh Antonius (2006). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengrajin telah atau tidak melakukan pengelolaan limbah. Analisis dilakukan dengan CVM yang menggunakan alat analisis probit. Penelitiannya dapat disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap persepsi pengrajin terhadap pengelolaan limbah adalah pendapatan usaha dan jarak pabrik ke badan air sedangkan faktor yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan membayar antara lain umur, pendidikan, pendidikan, biaya tenaga kerja, pendapatan usaha, luas tempat usaha, tingkat masalah akibat dampak negatif limbah, dan pengetahuan serta pengelolaan limbah.

(48)

Optimasi pengolahan limbah cair dengan proses fisika-kimia-biologi studi kasus industri permen, kosmetik, dan farmasi, PT. Procter & Gamble Indonesia, Jakarta telah diteliti oleh Niza (1996). Tujuannya untuk mendapatkan gambaran karakteristik limbah cair industri permen, kosmetik, dan farmasi; mengetahui efisiensi pengolahan limbah cair industri dengan proses koagulasi, flokulasi, proses lumpur aktif, dan proses anaerob-aerob, dan untuk mendapatkan kombinasi pengolahan yang sesuai berdasarkan ketiga proses tersebut sehingga efisiensi yang diperoleh memenuhi baku mutu. Pada penelitian ini metode ex post facto digunakan untuk mendapatkan gambaran karakteristik limbah cair dan efisiensi pengolahan limbah cair yang ada. Berdasarkan semua penelitian yang dilakukan, ternyata efisiensi pengolahan limbah cair dengan proses koagulasi/flokulasi (proses kimia), proses lumpur aktif dan proses anaerob-aerob (proses fisika-biologi) yang dilakukan secara terpisah belum dapat menurunkan beban COD sampai memenuhi baku mutu limbah yang berlaku.

Penelitian mengenai penerapan pengelolaan air limbah industri dengan studi penerapan IPAL di Kecamatan Tugurejo, Kotamadya Semarang, Propinsi Jawa Tengah telah dilakukan oleh Hardiyanto (2000). Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui usaha industri melakukan minimisasi air limbah industrinya; mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan pengelolaan air limbah tidak dilakukan dengan optimal; mengetahui pengaruh investasi, beban buangan limbah teknologi IPAL, dan perilaku sosial masyarakat. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode regresi berganda, korelasi berganda, analisis deskriptif dengan menggunakan tabel frekuensi. Variabel penelitian adalah penerapan

(49)

pengolahan air limbah sebagai variabel terikat, biaya IPAL, beban buangan limbah cair, teknologi IPAL, sosial masyarakat dan peraturan pemerintah sebagai variabel bebas. Berdasarkan penelitian tersebut terdapat 74,29 persen industri dari 35 perusahaan yang memilih melakukan upaya minimisasi air limbah industrinya melalui optimalisasi pada proses produksi (reduce). Faktor-faktor yang mendorong industri menerapkan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) secara berturut-turut adalah biaya investasi, beban buangan air limbah, sosial masyarakat industri, teknologi proses, peraturan pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan. Faktor-faktor tersebut secara bersama-sama, secara signifikan mempengaruhi penerapan IPAL. Hal ini dijelaskan oleh hasil uji F hitung sebesar 788,857 > dari F tabel 2,54 pada taraf signifikansi 5 persen.

Tahun 2003, Ella melakukan penelitian mengenai minimisasi limbah pada industri farmasi dengan studi kasus di PT. Roche Indonesia. Tujuan dari penelitiannya adalah untuk mengetahui apakah konsep minimisasi limbah yang telah diterapkan di PT. Roche Indonesia, untuk mengetahui tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya minimisasi limbah, mengkaji banyaknya penghematan air yang dapat dilakukan dan mengkaji kemungkinan pemanfaatan limbah melalui reuse dan recycle. Metode penelitian adalah metode deskriptif melalui survey. Hasil penelitian yang didapat adalah minimisasi dapat dilakukan dengan pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari proses produksi, yaitu alkohol yang dipakai pada proses pembuatan tablet tersebut ditampung kembali dan digunakan sebagai tambahan bahan bakar incinerator. Minimisasi dengan mengurangi penggunaan air dapat dilakukan pada proses pencucian wadah (drum) penampung

(50)

tablet siap kemas. Selain itu, penghematan air dapat dilakukan pada air untuk keperluan domestik, yaitu memberikan pelatihan cara menggunakan keran air yang disediakan pada waktu dipakai mandi. Hal ini dapat mengurangi pemakaian air sebesar 132 m3 per bulan.

2.4.2 Biaya Pengolahan Limbah Cair

Cita septiviani (2009) meneliti tentang penetapan pajak lingkungan untuk industri tekstil (studi kasus PT.Unitex, Bogor). Tujuan dari penelitiannya adalah mengestimasi besarnya Marginal Abatement Cost (MAC) dan Marginal Damages (MD) dan megestimasi nilai pajak lingkungan. Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan biaya rata-rata (Avarage Cost Pricing/ACP) untuk mengestimasi MAC dan pendekatan Willingness To Pay (WTA) dengan metode Contingent Valuation Method (CVM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penetapan pajak lingkungan yang diperoleh berdasarkan pertemuan antara titik MAC dan MD. Nilai MAC bergantung pada besarnya nilai outlet limbah cair yang dihasilkan dan besarnya biaya pengolahan limbah cair, semakin besar nilai outlet semakin besar pajak yang harus dikeluarkan. Nilai MD dipengaruhi oleh faktor faktor pendidikan dan jarak tempat tinggal dengan sungai.

Penelitian mengenai pengolahan limbah cair ditinjau dari aspek biaya (studi kasus pengelolaan lingkungan pabrik tekstil PT. Unitex, Bogor). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara rinci desain, karakter, serta kemampuan instalasi pengolahan air limbah PT. Unitex. Penelitian dilakukan dengan mengamati dan mempelajari cara kerja IPAL, kemudian dengan menggunakan

Gambar

Tabel 6. Kadar Zat Pencemar Dalam Limbah Awal (Sebelum Diolah)  Zat Pencemar  Kategori A (mg/l)  Kategori B (mg/l)
Gambar 1. Representasi Marginal Abatement Cost Function
Gambar  3  menunjukkan  dua  fungsi  MAC  tunggal  yang  diberi  nama  sumber  A  dan  sumber  B,  dimana  sumber  B  adalah  tempat  yang  lebih  modern  dengan  alternatif  teknologi  pengendalian  pencemaran  yang  lebih  fleksibel
Tabel 10. Rincian Luas Bangunan PT. Prafa
+5

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Rausepp (2005) dalam Anyamene (2016) Pelatihan asertif adalah jenis pelatihan yang meningkatkan kesadaran akan hak masyarakat, membedakan antara non-ketegasan dan

%ada janin letak lintang baru mati dalam proses persalinan, bayi dapat dilahirkan dengan alat melalui jalan lahir biasa. *edangkan pada janin keil dan sudah beberapa

By including the available emergy for use in the category of Non-Financial Assets, while natural resources and energy used to produce emergy into the

Tujuan umum tersebut, dapat dirincikan menjadi tujuan khusus : (1) untuk menganalisis rata-rata nilai ulangan harian matematika siswa kelas V Sekolah Dasar

Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan sesuai dengan harapan pelanggan (Lewis dan Boom dalam Tjiptono, 2009). Artinya,

Dari program ini, dapat diketahui informasi seperti, status pada link dan device , waktu selama dalam keadaan up , jumlah data yang masuk dan keluar, IP Address, Subnet Mask,

Pengembangan karir dapat didefinisikan sebagai suatu usaha yang terencana, terorganisir, terdiri dari aktivitas atau proses yang terstruktur yang menghasilkan upaya saling

Saat ini komputer tidak hanya digunakan sebagai pengganti mesin ketik atau alat perhitungan biasa, namun lebih dari sekedar itu, komputer digunakan penyimpanan data. Salah