Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
INBOX
INBOX 1
DAMPAK KRISIS KEUANGAN GLOBAL TERHADAP
PEREKONOMIAN ACEH
Krisis Keuangan Global
Krisis keuangan yang diawali oleh krisis sub-prime mortgage di Amerika
Serikat, dimana penyaluran kredit perumahan (mortgage) dilakukan dengan
ekspansif tanpa memperhatikan kehati-hatian (prudential). Dengan tingkat suku
bunga yang rendah dan ekspektasi berlebihan akan kenaikan harga properti
mendorong lembaga keuangan untuk memberikan kredit kepada debitur yang
sebenarnya tidak layak (sub-prime) dilihat dari sisi pendapatan, ataupun
track-record perkreditannya. Dengan tingkat bunga yang rendah akibat turunnya suku
bunga Bank Sentral Amerika Serikat (fed rate) sekitar 1%, maka permintaan
atas mortgage tersebut melonjak dan mendorong kenaikan harga properti jauh
melebihi perkiraan.
Perkembangan Fed Rate
Hal tersebut mendorong lembaga keuangan semakin ekspansif mencari
tambahan dana untuk mendorong penyaluran mortgage, yaitu dengan menjual
produk derivatif berbasis mortgage tersebut, seperti Mortgage Back Securities
(MBS), Collateralized Debt Obligation (CDO), dan Credit Default Swap (CDS).
kepada lembaga keuangan lain dan investor baik melalui pasar modal ataupun
langsung di seluruh dunia. Namun dengan berjalannya waktu dan naiknya suku
bunga The Fed (Fed rate) sampai 5,25% pada tahun 2007, pembayaran
pinjaman dari debitur sub-prime mulai tersendat dan akhirnya macet akibat
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
INBOX
pemiliknya tidak mampu membayar terus meningkat sehingga harga rumah
mulai anjlok. Kombinasi hal-hal tersebut menyebabkan harga produk derivatif
mortgage tersebut anjlok yang menyebabkan kerugian lembaga keuangan yang
memiliki produk tersebut dan berakhir pada kebangkrutan lembaga-lembaga
keuangan besar tersebut seperti Bear & Stern, Freddi Mac, Fannie Mae, Indy
Mac, Merril Lynch, AIG sampai Lehman Brother yang diikuti oleh lembaga
keuangan lain di dunia yang memiliki portofolio produk derivatif dari mortgage
Amerika Serikat tersebut.
Hal tersebut menyebabkan kerugian besar-besar pada lembaga-lembaga
keuangan di dunia, dan akhirnya merusak kredibilitas lembaga keuangan
tersebut. Sentimen keraguan terhadap lembaga keuangan menyebabkan
anjloknya pasar modal dunia termasuk di Indonesia, karena orang enggan
memegang saham suatu perusahaan karena khawatir perusahaan tersebut
‘terinfeksi’ sub-prime mortgage.
Indeks Pasar Saham Dunia
Krisis keuangan yang terjadi tersebut menyebabkan pemerintah AS untuk
mem-bail-out lembaga-lembaga keuangannya karena berpotensi pada rusaknya sektor
keuangan secara keseluruhan dan merembet pada sektor riil yang akan berimbas
pada meningkatnya pengangguran dan kemiskinan akibat PHK massal
perusahaan-perusahaan yang bangkrut.
Proses pemulihan tersebut menyebabkan AS dan negara besar lainnya yang
terkena dampak krisis tersebut menarik (repatriasi) dananya dalam jumlah yang
sangat besar dari emerging market yang salah satunya Indonesia.
8 September 8 Oktober Persen
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
INBOX
Dampak terhadap Indonesia
Secara umum implikasi krisis tersebut bagi Indonesia, adalah pengetatan
likuiditas dan turunnya permintaan akibat resesi dunia. Pengetatan likuiditas
(liquidity squeeze) di Indonesia dipicu oleh repatriasi dana asing dari Indonesia,
yang berakibat peningkatan suku bunga dan pelemahan nilai tukar rupiah.
Resesi yang terjadi di Amerika Serikat dan beberapa negara besar juga
menyebabkan turunnya ekspor negara-negara mitra dagangnya. Salah satunya
adalah Indonesia, yang menjadikan AS sebagai negara tujuan ekspor nomor 2
setelah Jepang.
Indonesia sebagai small-open economic country tentunya tidak mudah untuk
terlepas dari dampak tersebut. Usaha pemerintah untuk mengantisipasi dampak
pengetatan likuiditas seperti peningkatan kepercayaan pasar terhadap perbankan
dan pasar modal telah dilakukan. Insentif dalam mendorong ekspor serta usaha
menjaga pertumbuhan ekonomi nasional juga sedang dipertimbangkan untuk
mengantisipasi resesi dunia.
Dampak terhadap Aceh
Nanggroe Aceh Darussalam sebagai salah satu provinsi di Indonesia tentunya
juga akan merasakan dampak tersebut. Meskipun pangsanya relatif kecil baik
dalam pertumbuhan ekonomi dan ekspor Indonesia, namun dampak regional
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
INBOX
yang akhirnya berdampak pada pengurangan pengangguran dan pengentasan
kemiskinan di Aceh.
Beberapa potensi dampak krisis terhadap Aceh, antara lain :
1. Sebagai salah satu daerah pengekspor dengan tujuan Amerika Serikat
yaitu komoditi kopi dan komoditi lainnya, penurunan permintaan AS
akan berpengaruh pada kinerja ekspor Aceh.
2. Resesi AS juga mempengaruhi permintaan minyak bumi dunia, yang
berakibat pada turunnya harga minyak bumi. Penurunan harga minyak
dunia berpengaruh pada turunnya pendapatan Indonesia yang
disumbang dari penjualan minyak bumi. Hal tersebut akan
mempengaruhi pendapatan Negara (APBN) yang akhirnya berimbas
pada APBD. Aceh sebagai salah satu daerah yang mendapat dana bagi
hasil migas akan terkena dampak yakni turunnya nominal dana bagi
hasil migas tersebut, dan juga transfer pusat yang merupakan persentasi
dari Dana Alokasi Umum (DAU) akibat anggaran pendapatan negara
yang diperkirakan mendapat tekanan.
3. Implikasi lain dari liquidity squeeze juga akan memberikan tekanan
pada kurs rupiah, akibat penarikan valas oleh pihak asing. Ancaman
pelemahan kurs, akan berdampak pada biaya impor yang meningkat
akibat harga barang impor yang naik. Hal ini tentunya akan menambah
beban anggaran pemerintah daerah dan tekanan inflasi khususnya pada
imported goods.
Dari hasil assessment sementara, dampak krisis keuangan global terhadap Aceh
yang dapat diketahui antara lain sebagai berikut :
a. Dampak terhadap sektor riil.
1. Secara umum dampak krisis global terhadap pertumbuhan ekonomi
NAD masih belum terlihat dengan jelas dan diperkirakan tidak
signifikan. Hal ini disebabkan sumber pertumbuhan ekonomi NAD
lebih banyak berasal dari komponen konsumsi rumah tangga dan
komponen belanja pemerintah daerah yang tidak terkait langsung
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
INBOX
PDRB Prov. NAD menurut Penggunaan
2007 Q1-08 Q2-08 Q3-08 2007 Q3-08
Konsumsi 7.2 6.5 -4.0 -3.3 50.3 50.7
Rumah Tangga 9.8 12.4 -1.1 -0.6 31.9 32.9
Pemerintah 3.2 -2.3 -8.7 -7.8 18.4 17.8
Investasi 1.0 -41.7 -24.2 -31.3 12.8 15.7
PMTB 9.4 2.6 6.0 -5.4 13.2 15.4
Perubahan Stok -37.9 -404.7 -161.6 -155.8 -0.4 0.3
Net Ekspor -16.0 -5.4 -5.4 -5.2 36.9 33.6
Ekspor 2.3 -4.4 -2.5 -8.9 41.2 40.3
Impor 512.2 0.0 9.1 -23.5 4.3 6.6
PDRB -2.2 -5.2 -7.9 -8.7 100 100
Sektor Pertumbuhan year on year (%) Share (%)
Sumber : BPS Prov. NAD, diolah
2. Ekspor NAD dalam pembentukan PDRB cukup dominan, namun
hampir seluruhnya merupakan ekspor migas (gas alam dan kondensat),
sedangkan, ekspor non-migas yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat relatif kecil. Tahun 2007, pangsa ekspor sebesar 41% dari
PDRB sedangkan net-ekspor sebesar 37%. Dari pangsa tersebut, ekspor
non-migas hanya sekitar 4,8% atau 1,9% dari PDRB.
Ekspor Prov. NAD tahun 2000 - 2007
Tahun Ekspor (US$) Ekspor
Non-Migas (US$) Share non-migas 2000 1,806,083,419 176,793,051 9.8%
Sumber : BPS Prov. NAD dan Dirjen Bea Cukai, diolah
3. Beberapa komoditi ekspor non-migas antara lain berupa pinang, kayu
manis, kopi dan kelapa sawit dengan negara tujuan terutama India,
Amerika Serikat, Malaysia dan Philipina. Sebagaimana kita ketahui
akhir-akhir ini harga-harga komoditi tersebut mengalami penurunan di
pasar internasional yang tentunya akan memberikan dampak terhadap
kinerja ekspor NAD, bahkan beberapa komoditi permintaannya
mengalami penurunan yang cukup besar. Sebagai contoh :
o India sebagai negara pengimpor pinang dan kayu manis dari Aceh
telah menghentikan sementara impor komoditi tersebut dibulan
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
INBOX
o Amerika Serikat yang merupakan pasar kopi Aceh terbesar (70,3%)
telah mengurangi permintaannya hingga 50%.
o Ekspor kelapa sawit diperkirakan juga menurun karena harga yang
turun drastis, sehingga kurang menguntungkan.
4. Dampak dari menurunnya permintaan negara pengimpor terhadap
komoditi tersebut terhadap ketenagakerjaan sebagaimana yang terjadi
pada industri garmen di Jawa Barat yang mulai merencanakan
mem-PHK ribuan karyawannya, belum terlihat. Hal ini disebabkan komoditi
pinang, kayu manis, kopi dan sebagian areal kelapa sawit merupakan
komoditi milik rakyat dan tidak diusahakan oleh perusahaan berskala
besar yang mempekerjakan banyak buruh kebun.
b. Dampak terhadap Perbankan NAD
1. Likuiditas (DPK) perbankan di NAD pasca tsunami mengalami
peningkatan yang cukup besar khususnya pada tahun 2006 kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2007 seiring dengan mulai selesainya
sebagian proyek-proyek bantuan. Penurunan tersebut berlanjut hingga
Juni 2008, namun sejak saat itu DPK perbankan NAD meningkat
kembali hingga posisi terakhir September 2008. Dengan perkembangan
tersebut liquidity squeeze sebagaimana yang dikhawatirkan tampaknya
tidak terjadi di NAD. Selain itu, dari pemantauan KBI Banda Aceh
persaingan tingkat suku bunga dalam rangka mendapatkan DPK juga Pangsa Ekspor Non-migas Tahun 2007
Kajian Ekonomi Regional Triwulan III-2008
INBOX
masih dalam batas wajar dengan bunga deposito 3 bulan (deposan inti,
Rp1 miliar keatas) maksimal berkisar 12 – 13%.
Dana Pihak Ketiga Prov. NAD
2005 2006 2007 Juni 2008 Sept 2008 DPK (Rp Juta) 13,850,463 21,928,092 18,304,884 16,889,557 18,857,912
Giro 7,277,198 10,973,950 8,113,998 7,272,709 7,956,687 Tabungan 3,968,828 5,483,349 6,470,160 5,876,531 5,876,903 Deposito 2,604,437 5,470,793 3,720,726 3,740,317 5,024,322
Sumber : LBU/LBUS Bank Umum Prov. NAD, diolah
2. Dalam kaitan dengan pembiayaan perbankan kepada sektor riil, dari
pemantauan belum ada bank yang sama sekali menghentikan
pembiayaannya, namun memperlambat ekspansinya dengan lebih
selektif dalam menyalurkan kreditnya seiring dengan belum jelasnya
pemulihan krisis global. Dalam kaitan tersebut, rasio NPL perbankan
NAD juga menunjukkan kecenderungan peningkatan meskipun masih
dalam batas yang wajar.
Sumber : Laporan Bulanan Bank Umum Prov. NAD, diolah
Rasio NPL
1.3%
2.4%
0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9