ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGEMBALIAN
SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN
SEMOLOWARU
SKRIPSI
Oleh NurAini NIM. C72213155
Universitas Islam Negeri SunanAmpel FakultasSyari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah
v ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian lapangan (field research) yang berjudul
“Analisis hukum Islam terhadap pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana praktik pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru.
Data penelitian dihimpun dengan menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi. Kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan menjelaskan data-data yang diperoleh. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu dimulai dari hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik ke hal-hal khusus yang berkaitan dengan analisis hukum Islam sehingga memperoleh kesimpulan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa praktik pengembalian sisa
pembayaran oleh Kober Mie Setan Semolowaru dilakukan tanpa adanya kesepakatan dengan pembeli, hal ini merupakan ketentuan dari pihak Kober Mie Setan Semolowaru yang digunakan untuk kegiatan sosial. Pengambilan sisa pembayaran dilakukan di bawah nominal Rp.500,00. Menurut hukum Islam pengambilan pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru diperbolehkan dengan alasan adanya kerelaan dari para pembeli. Kerelaan itu terjadi terutama setelah para pembeli mengetahui penggunaan uang sisa pembayaran tersebut.
viii DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...i
PERNYATAAN KEASLIAN ...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...iii
PENGESAHAN ...iv
ABSTRAK ...v
KATA PENGANTAR ...vi
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR GAMBAR...x
DAFTAR TRANSLITERASI...xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 6
C. Rumusan Masalah... 7
D. Kajian Pustaka... 7
E. Tujuan Penelitian... 12
F. Kegunaan Hasil Penelitian... 12
G. Definisi Operasional... 13
H. Metode Peneliian... 14
I. Sistematika Penulisan... 21
BAB II TEORI JUAL BELI DAN SEDEKAH DALAM HUKUM ISLAM A. Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli... 23
2. Dasar Hukum Jual Beli... 26
3. Rukun Jual Beli... 28
4. Syarat Jual Beli... 29
ix
6. Macam-macam Jual Beli ... 44
7.Khiya>r ... 48
B. Sedekah 1. Pengertian Sedekah ... 49
2. Dasar Hukum Sedekah ... 50
3. Hikmah Sedekah... 50
BAB III PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU A. Gambaran Umum Kober Mie Setan Semolowaru ... 52
1. Sejarah berdirinya... 52
2. Lokasi tempat danwebsite... 54
3. Struktur organisasi ... 54
B. Mekanisme Transaksi Jual Beli... 57
C. Praktik Pengembalian Sisa Pembayaran ... 62
D. Tanggapan Pembeli ... 64
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGEMBALIAN SISA PEMBAYARAN DI KOBER MIE SETAN SEMOLOWARU A. Analisis terdahap Praktik Pengembalian Sisa Pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru ... 70
B. Analisis Hukum Islam terhadap Pengembalian Sisa Pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru ... 72
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 81
B. Saran ... 82 DAFTAR PUSTAKA
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jual beli merupakan suatu transaksi yang sudah berkembang di
masyarakat baik dalam hal cara bertransaksi maupun dalam hal
pembayarannya. Pada zaman dahulu jual beli dilakukan dengan pertukaran
barang sejenis ataupun senilai atau yang lebih dikenal dengan sebutan barter,
namun pada sekarang ini pembayaran dilakukan dengan uang.
Jual beli menurut KUHPerdata pasal 1457 yaitu suatu persetujuan
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu
barang dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan.1 Sedangkan
dalam hukum Islam, jual beli adalah tukar menukar barang dengan barang
dengan maksud memberi kepemilikan.2
Dalam hal jual beli perlu juga memperhatikan hak dan kewajiban bagi
penjual dan pembeli agar transaksi jual beli dapat berjalan dengan baik. Hak
dan kewajiban jual beli diatur dalam Undang-undang No.8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, yaitu sebagai berikut :
Diantaranya kewajiban pembeli yang harus dilakukan yaitu harus
beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa,
1
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk W etboek), (Sinarsindo Utama, 2014), 290.
2
2
membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Hak pembeli meliputi
hak atas informasi yang benar, jelas jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif, hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti
rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Tidak hanya pembeli saja yang mempunyai hak, penjual juga
memiliki hak diantaranya yaitu hak untuk menerima pembayaran yang
sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau
jasa yang diperdagankan. Kewajiban penjual yaitu beriktikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya, memperlakukan atau melayani konsumen
secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, memberikan kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Kegiatan jual beli juga diatur dalam al-Qur’an yaitu sebagai berikut:
...
...
...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...3(QS al-Baqarah : 275)
Jual beli juga dijelaskan dalam as-Sunnah Rasulullah Saw
diantaranya sebagai berikut:
3
3
:
" :
,
"
,
" :
"
Nabi pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik itu? Beliau
menjawab : “usaha seseorang dengan hasil jerih payahnya sendiri dan
berdagang yang baik”4Maksudnya berdagang yang tidak mengandung unsur penipuan dan kebohongan. Dan darinya sebuah hadits : “jual beli yang sah adalah jual beli yang berdasarkan kerelaan5
Jual beli juga memiliki beberapa etika, diantaranya sebagai berikut:6
1. Tidak boleh berlebihan dalam mengambil keuntungan.
2. Berinteraksi dengan jujur.
3. Bersikap toleran dalam berinteraksi.
4. Menghindari sumpah.
5. Memperbanyak sedekah.
6. Mencatat utang dan mempersaksikannya.
Pada era modern yang saat ini penuh dengan perkembangan,
termasuk pula dalam hal ekonomi atau bisnis. Salah satu usaha atau bisnis
yang diminati oleh masyarakat adalah bisnis atau usaha kuliner. Persaingan
pada usaha kuliner ini sangat ketat. Maka dari itu pelaku usaha akan terus
berinovasi terhadap usahanya. Salah satu inovasi dalam usaha kuliner yang
dilakukan adalah menyediakan makanan dan minuman cepat saji yang
membuat pembeli merasa diuntungkan karena dirinya merasa tidak repot
agar bisa menikmati pesanannya.
4
ash-Shan’ani, Subulus Salam Syarh Bulu>ghil Mara>m Min Jam’i A dillatil A hka>m, 3, (Riyadh: Maktabah Nazar Musthofa al Baz, tt), 4.
5
Jalaluddi as-Suyuthi,Jamius Shogi>r, 1, (Beirut: Darul Kutub Ilmiah, tt), 102.
6
4
Salah satu usaha yang bergerak di bidang kuliner dan menyediakan
makanan cepat saji yang terkenal di Surabaya adalah Kober Mie Setan. Di
tempat ini pengunjung di manjakan dengan beberapa pilihan menu yang
beragam diantaranya adalah mie setan dengan beberapa macam levelnya
yang menunjukkan seberapa pedas mie yang di pesannya, ada pula mie iblis
dan lain sebagainya.
Kober Mie Setan Semolowaru tidak hanya menyediakan beberapa
pilihan pada menu makanan saja, melainkan pada menu minuman juga
disediakan beragam pilihan yang diantaranya es gendruwo, es pocong, es
sundel bolong dan sebagainya serta kopi juga tersedia di sini.
Letak lokasi Kober Mie Setan Semolowaru juga sangat strategis
karena mudah dijangkau terutama oleh kalangan-kalangan muda yang sedang
menempuh pendidikan, karena disana lokasinya dekat dengan
kampus-kampus maupun sekolah-sekolah formal seperti SMP dan SMA. Tetapi di
Kober Mie Setan tidak menyiapkan ruang sendiri bagi orang yang merokok,
ada beberapa orang yang habis makan lalu merokok ditempatnya tersebut,
sehingga orang lain disekitarnya merasa terganggu dengan asap dari rokok
tersebut.
Dalam hal pemesanan pembeli juga bisa membelinya lewat aplikasi
GOJEK pada menu GO-FOOD, pembeli bisa memilih menu-menu makanan
yang sudah tersedia di aplikasi tersebut melalui gadget. Jadi pembeli tidak
perlu susah payah datang ke tempat, juga tidak perlu mengantri untuk
5
Dalam praktik transaksi jual beli di Kober Mie Setan Semolowaru
ada suatu hal yang menarik untuk dijadikan sebuah penelitian yaitu
mengenai pengembalian sisa pembayaran, pihak penjual tidak
mengembalikan sisa pembayaran yang di bawah nominal Rp.500,00. Tanpa
adanya konfirmasi kepada pembeli, penjual secara langsung tidak
mengembalikannya, padahal dalam struk pembayaran sisa pengembalian
tertera jelas namun tetap tidak dikembalikan. Misalnya membeli satu
makanan seharga Rp.9.500,00 dan satu minuman seharga Rp.6.000,00 maka
totalnya Rp.15.500,00 belum hanya itu, ada tambahan PPN yang dikenakan
pada pembeli yaitu 10% jadi Rp.15.500,00 ditambah Rp.1.550,00 maka total
seluruh pembayaran setelah ditambah pajak menjadi Rp.17.050,00 pembeli
membayar Rp.17.500,00 maka pengembaliannya Rp.450,00 tetapi ini tidak
dilakukan oleh penjual walaupun dalam struk pembayaran tertera
pengembaliannya. Hal tersebut dilakukan penjual kepada semua pembeli
tanpa terkecuali. Beberapa pembeli ada yang tidak menghiraukan atas sisa
pengembalian tersebut, namun ada juga yang keberatan atau tidak rela
apabila sisa pembayaran tidak dikembalikan.7
Maka dari itu penulis merasa tertarik untuk meneliti analisis hukum
Islam terhadap pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan
Semolowaru.
7
6
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan menarik
beberapa permasalahan yang terkait dengan judul penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembeli untuk melakukan pembelian
di Kober Mie Setan Semolowaru.
2. Tata cara pemesanan pada Kober Mie Setan Semolowaru.
3. Tidak adanya ruangan khusus merokok di Kober Mie Setan Semolowaru.
4. Adanya ketidaknyamanan pembeli yang mengantri untuk memesan.
5. Adanya ketidakrelaan pembeli terhadap sisa pembayaran yang tidak
dikembalikan.
6. Praktik pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru.
7. Analisis hukum Islam terhadap pengembalian sisa pembayaran di Kober
Mie Setan Semolowaru.
Untuk menghasilkan penelitian yang lebih terfokus pada judul
skripsi, maka penulis membatasi penelitian ini pada pokok batasan masalah
berikut:
1. Praktik pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru?
2. Analisis hukum Islam terhadap pengembalian sisa pembayaran di Kober
7
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dalam penelitian ini
penulis merumusan dua rumusan masalah, yaitu :
1. Bagaimana praktik pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan
Semolowaru?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pengembalian sisa pembayaran
di Kober Mie Setan Semolowaru?
D. Kajian Pustaka
Penelitian mengenai pembahasan tentang pengembalian sisa
pembayaran diantara penelitian yang sudah ada yaitu:
1. Moh Karim (C02205098) Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya tahun 2011 dengan judul skripsi “Studi Komparatif Hukum
Islam dan Hukum Positif tentang Praktik Pengembalian Uang Belanja
dengan Permen di Swalayan Bangkalan”. Skripsi ini membahas
bagaimana praktik pengembalian uang belanja permen di swalayan dan
bagaimana praktik pengembalian uang belanja permen di swalayan
menurut hukum Islam dan menurut hukum positif.
Dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pelaku usaha
menilai satu permen dengan harga Rp.100,00 untuk pengembalian belanja
sebagai ganti uang koin. Menurut hukum Islam tidak boleh karena bukan
8
kabul dan tidak ada ketentuan khiya>r, serta menurut hukum positif juga
tidak diperbolehkan karena bukan alat tukar yang sah.8
Skripsi di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang akan
penulis teliti yaitu sama-sama membahas mengenai pengembalian sisa
pembayaran, namun jelas ada perbedaan yang nampak sekali yaitu
penelitian saudara Moh Karim ini sisa pembayaran yang seharusnya
berupa uang koin digantikan berupa permen.
2. Sukron Muktafi (C02208142) Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya tahun 2013 dengan judul skripsi “Tinjauan Hukum Islam
terhadap Sistem Jual Beli dengan Pengembalian Sisa Pembayaran berupa
Voucher di Kedai Kopi Hik’s Sidoarjo”. Skripsi ini membahas bagaimana
sistem jual beli dengan pengembalian sisa pembayaran berupa voucher di
Kedai Kopi Hik’s Sidoarjo dan bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap
sistem jual beli dengan pengembalian sisa pembayaran berupa voucher di
Kedai Kopi Hik’s Sidoarjo.
Dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa voucher yang
diberikan sebagai pengembalian berbentuk potongan kertas bernilai Rp.
100,00 per satu voucher yang berlaku hingga 3 bulan sejak setelah
bertransaksi. Menurut hukum Islam pengembalian berupa voucher tidak
8
9
sah karena bertentangan dengan prinsip muamalah (tidak boleh terjadi
unsur paksaan).9
Skripsi di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang akan
penulis teliti yaitu sama-sama membahas mengenai pengembalian sisa
pembayaran, namun jelas ada perbedaan yang nampak sekali yaitu
penelitian saudara Sukron Muktafi ini sisa pembayaran yang seharusnya
berupa uang koin digantikan berupa voucher.
3. Zamil Misbah dari Universitas Islam Bandung tahun 2015 dengan judul
skripsi “Analisis Hukum Islam terhadap Pengembalian Sisa Harga dengan
Barang di Mini Market Waralaba Indomart Cabang Mekar Wangi Kota
Bandung”. Skripsi ini membahas bagaimana konsep jual beli dan regulasi
pengembalian sisa harga dengan barang menurut hukum Islam dan
bagaimana pelaksanaan pengembalian sisa harga dengan barang dan
pengelolaan dana kelebihan kembalian di Indomart Cabang Mekar Wangi
Kota Bandung serta bagaimana analisis hukum Islam terhadap
pengembalian sisa harga dengan barang di Indomart Cabang Mekar
Wangi Kota Bandung.
Dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ketentuan
tentang konsep jual beli dan regulasi pengembalian sisa harga dengan
barang menurut hukum Islam dapat dibenarkan selama asas saling ridha
yang berimplikasi adanya kerelaan dari pihak pembeli tersebut dilakukan
9
10
selama proses transaksi. Untuk pelaksanaan pengembalian sisa harga
dengan permen di Indomart Cabang Mekar Wangi Kota Bandung
disebabkan adanya beberapa produk barang yang memiliki nilai yang
tidak sesuai dengan pecahan uang rupiah. Dalam pandangan hukum Islam
terhadap pengembalian sisa harga barang di Indomart Cabang Mekar
Wangi Kota Bandung adalah sah dilakukan.10
Skripsi di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang akan
penulis teliti yaitu sama-sama membahas mengenai pengembalian sisa
pembayaran, namun jelas ada perbedaan yang nampak sekali yaitu
penelitian saudara Zamil Misbah ini sisa pembayaran diberikan berupa
permen.
4. Riski Nurlita (04380021) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta tahun 2009 dengan judul skripsi “Pandangan Hukum Islam
terhadap Pengembalian Sisa Harga Barang (Studi Kasus Di Kopontren
Al-Munawwir Krapyak Bantul Yogyakarta)”. Skripsi ini membahas
bagaimana pelaksanaan pengembalian sisa harga dengan barang di
Kopontren Al-Munawwir Krapyak Bantul Yogyakarta dan bagaimana
pandangan hukum Islam terhadap pengembalian sisa harga dengan barang
di Kopontren Al-Munawwir Krapyak Bantul Yogyakarta.
Dalam hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa praktik
pengembalian sisa harga dengan barang yang dilakukan Kopontren
al-10
11
Munawwir Krapyak Bantul Yogyakarta dilakukan dengan tujuan untuk
mempermudah proses transaksi jual beli, pengembalian barang dilakukan
pada jumlah nominal kurang dari Rp.500,00 jenis barang yang digunakan
adalah berupa permen. Menurut pandangan hukum Islam pengembalian
tidak sah karena tidak adanya kerelaan dari pembeli.11
Skripsi di atas memiliki persamaan dengan penelitian yang akan
penulis teliti yaitu sama-sama membahas mengenai pengembalian sisa
pembayaran, namun jelas ada perbedaan yang nampak sekali yaitu
penelitian saudari Riski Nurlita ini sisa pembayaran yang seharusnya
berupa uang koin digantikan berupa permen. Skripsi ini hampir sama
dengan skripsi nomor satu dan tiga yang sama-sama menggunakan
permen untuk pengembaliannya
Dari skripsi-skripsi yang sudah ada, penelitian yang akan penulis
teliti belum ada yang pernah membahas mengenai pengembalian sisa
pembayaran yang tidak dikembalikan bila nominal di bawah Rp.500,00
tanpa adanya kesepakatan dengan pembeli di Kober Mie Setan
Semolowaru.
11
12
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian dan pembahasan tentang analisis hukum
Islam terhadap pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan
Semolowaru adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan bagaimana praktik pengembalian
sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru.
2. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana analisis hukum Islam
terhadap pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Diharapkan hasil dari penelitian yang akan dilakukan ini akan
bermanfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya paling tidak
mencakup dua aspek yaitu:
1. Segi Teoretis
a. Memberikan pengetahuan terutama dalam hal pengembalian sisa
pembayaran yang tidak diberikan tanpa adanya kesepakatan penjual
dan pembeli menurut hukum Islam.
b. Menambah informasi mengenai muamalah, serta dapat digunakan
untuk bahan rujukan bagi peneliti berikutnya, khususnya dalam
penelitian pengembalian sisa pembayaran.
13
a. Memberikan pengetahuan dan informasi kepada masyarakat terutama
pembeli di Kober Mie Setan Semolowaru.
b. Memberikan manfaat bagi Kober Mie Setan Semolowaru yang menjadi
subyek penelitian untuk selalu melakukan pengembalian sisa
pembayaran sesuai dengan syariat Islam.
G. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan agar tidak terjadi
kekeliruan dalam memahami penelitian yang penulis teliti, maka penulis
akan menguraikan pengertian judul “analisis hukum Islam terhadap
pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru” sebagai
berikut:
Hukum Islam : Suatu aturan dalam agama Islam yang
bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah
serta teori-teori dari empat mazhab yang
berhubungan dengan pembahasan jual beli
dan juga sedekah mengenai pengembalian
sisa pembayaran.
Pengembalian sisa pembayaran : Kelebihan uang pembayaran oleh pembeli
yang harus dikembalikan penjual kepada
14
Kober Mie Setan Semolowaru : Tempat yang menyediakan makanan dan
minuman siap saji yang terletak di wilayah
Semolowaru.
H. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yang
dilakukan dengan metode kualitatif, yakni tentang analisis hukum Islam
terhadap pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru.
2. Pendekatan penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang kemudian
dianalisa menggunakan deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif.
3. Obyek penelitian
Obyek penelitian menjelaskan tentang apa dan/atau siapa yang
menjadi obyek penelitian, juga dimana dan kapan penelitian dilakukan,
bisa juga ditambahkan hal-hal lain yang dianggap perlu.12 Penelitian ini
dilakukan di Kober Mie Setan Semolowaru dengan menggali data dari
pihak Kober Mie Setan Semolowaru beserta pembeli- pembeli mengenai
praktik pengembalian sisa pembayaran yang tidak diberikan.
4. Data yang akan dikumpulkan
12
15
Adapun data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini
diantaranya:
a. Data primer
1) Tentang profil umum Kober Mie Setan Semolowaru yaitu sejarah
berdirinya, visi dan misi, struktur organisasi, letak lokasi.
2) Mengenai produk makanan dan minuman yang ditawarkan kepada
pembeli oleh Kober Mie Setan Semolowaru.
3) Mengenai pengembalian sisa pembayaran yang tidak diberikan
kepada pembeli.
b. Data sekunder
Data mengenai pembahasan jual beli tentang pengembalian sisa
pembayaran yang berasal dari sumber kepustakaan berupa buku-buku,
kitab, maupun artikel-artikel yang menyangkut pembahasan mengenai
landasan teori jual beli, meliputi:
1) Pengertian jual beli
2) Dasar hukum jual beli
3) Rukun dan syarat jual beli
4) Etika jual beli
5) Macam-macam jual beli
6) Khiya>rdalam jual beli
7) Pengertian sedekah
8) Dasar hukum sedekah
16
5. Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini didapat dari beberapa sumber,
sebagai berikut:
a. Sumber primer
Sumber primer adalah data yang didapatkan dari sumber yang
langsung yaitu obyeknya.13Sumber primer ini diantaranya:
1) Supervisordi Kober Mie Setan Semolowaru, yaitu Dewi Karina.
2) Pembeli di Kober Mie Setan Semolowaru, diantaranya yaitu:
a) Ahmad Syah Fahlevi
b) Laila Nur Faizah
c) Nihayatush Sholihah
d) Febriani Rokhmawati
e) Masita Dian Rahmania
f) Muhammad Syifaul Ansori
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah data yang didapatkan dalam bentuk
yang sudah jadi, yang berupa publikasi atau laporan.14 Sumber
sekunder ini didapatkan dari beberapa literasi buku maupun dari media
lain, antara lain sebagai berikut:
1) Al-Quran dan as-Sunnah
2) Wahbah az-Zuhaili,Fiqih Islam wa-A dilatuhu
13
J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 2.
14
17
3) Nasrun Haroen,Fiqh Muamalah
4) Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah
5) Rachmat Syafei,Fiqih Muamalah
6) Abdul Aziz Muhammad Azzam,Fiqh Muamalat
7) Abdul Rahman Ghazaly,Fiqh Muamalat
6. Teknik pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, maka
penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
observasi adalah teknik dengan sebuah alat perantara untuk melakukan
pengamatan secara langsung pada subyek penelitian.15 Teknik
observasi ini digunakan untuk:
1) Mengamati praktik jual beli di Kober Mie Setan Semolowaru.
2) Mengamati praktik pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie
Setan Semolowaru serta mencoba menjadi pembeli di Kober Mie
Setan Semolowaru.
b. Wawancara
Teknik wawancara adalah teknik dalam proses percakapan yang
dilakukan dua pihak dengan mengajukan pertanyaan secara langsung.16
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data dari subyek-subyek
15
Burhan Asshofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 26.
16
18
yang terlibat dalam praktik pengambilan sisa pembayaran di Kober
Mie Setan Semolowaru diantaranya :
1) Supervisordi Kober Mie Setan Semolowaru yaitu Dewi Karina.
2) Pembeli di Kober Mie Setan Semolowaru diantaranya Levi, Fais,
Nay, Febriani, Sita, Syifaul.
c. Dokumentasi
Teknik dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data
secara tidak langsung ditujukan pada subyek penelitian yang berbentuk
tulisan atau gambar. Teknik ini digunakan untuk mengkaji buku,
karangan ilmiah, maupun artikel-artikel dari internet yang digunakan
untuk memperoleh data yang berhubungan dengan pengembalian sisa
pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru meliputi bukti
pembayaran dalam struk, menu-menu yang ditawarkan.
7. Teknik pengolahan data
Setelah data terkumpul baik dari hasil pustakaan maupun lapangan,
maka akan diolah melalui tahap-tahap berikut ini:
a. Editing
Editing merupakan teknik yang digunakan dalam memeriksa
data-data yang sudah diperoleh dengan memilih dan menyeleksi data
yang meliputi kesesuaian dan keselarasan satu dengan yang lainnya,
keaslian, kejelasan, serta relevansinya dengan permasalahan.17 Dengan
17
19
teknik ini penulis akan memeriksa kelengkapan data yang sudah
didapat dan akan digunakan sebagai sumber dokumentasi.
b. Organizing
Organizing merupakan teknik untuk mengatur dan menyusun
data sumber dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh
gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta
mengelompokkan data yang diperoleh.18 Diharapkan dengan teknik ini
penulis dapat memperoleh gambaran tentang praktik pengembalian
sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru.
c. A nalyzing
Teknik analyzing merupakan teknik dengan memberikan
analisis lanjutan terhadap hasilediting dan organizing data yang telah
diperoleh dari sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori
dan dalil-dalil yang lainnya sehingga diperoleh kesimpulan.19 Dengan
teknik ini diharapkan memperoleh kesimpulan mengenai praktik
pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru yang
dianalisis menggunakan hukum Islam seperti al-Qur’an dan as-Sunnah
mengenai teori jual beli.
8. Teknik analisis data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
18
Ibid., 154.
19
20
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati dengan metode yang telah ditentukan.20
Analisis deskriptif yang digunakan untuk penelitian ini bertujuan
untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai obyek penelitian
mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang
diselidiki.21 Metode ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang
pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru.
Kemudian data tersebut akan dianalisa dengan menggunakan metode
deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan data-data yang diperoleh
tentang praktik pengembalian sisa pembayaran yang bersifat umum
selanjutnya dianalisis dengan hukum Islam setelah itu ditarik kesimpulan
dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu untuk mencari dan
menguasai ilmu pengetahuan yang berawal dari alasan umum menuju ke
arah yang lebih spesifik,22sehingga hasil dari analisisnya akan fokus pada
pengembalian sisa pembayaran menurut hukum Islam.
20
Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.
21
Bisri Hari Wijaya, Teknik Penulisan Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Hangar Creator, 2008), 29.
22
21
I. Sistematika Pembahasan
Agar pembahasan ini dikaji secara sistematis maka penulis membagi
skripsi menjadi 5 bab. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Bab pertama yaitu pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,
identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian
dan sistematika pembahasan.
Bab kedua yaitu teori jual beli dan sedekah dalam hukum Islam, yang
berisi tentang landasan teori yang memuat jual beli meliputi pengertian,
dasar hukum, rukun dan syarat, etika, macam-macam jual beli,khiya>rdalam
jual beli, dan juga mengenai sedekah meliputi pengertian, dasar hukum dan
hikmah sedekah.
Bab ketiga yaitu praktik pengembalian sisa pembayaran di Kober
Mie Setan, yaitu berisi hasil penelitian di Kober Mie Setan Semolowaru
meliputi sejarah berdirinya, visi misi, struktur organisasi, letak lokasi,
makanan dan minuman yang dijual, transaksi jual beli, serta praktik
pengembalian sisa pembayaran.
Bab keempat yaitu analisis hukum Islam terhadap praktik
pengembalian sisa pembayaran di Kober Mie Setan Semolowaru, yang berisi
tentang analisis terhadap praktik pengembalian sisa pembayaran di Kober
Mie Setan Semolowaru dan analisis hukum Islam terhadap pengembalian
22
Bab kelima penutup, yaitu berisi kesimpulan dan saran yang
23 BAB II
TEORI JUAL BELI DAN SEDEKAH DALAM HUKUM ISLAM
A. Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli secara etimologi yaitu ✁ þ ✝ yang berarti
pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).1 Kata lain dari al-bay’
adalah ash-shira>’, al-tija>rah, al-muba>dalah,2 sebagaimana firman Allah Swt yaitu:
...
...Mereka mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi.3 (QS.
al-Fa>thi}r : 29)
Jual beli secara terminologi adalah menukar barang dengan barang
atau barang dengan uang dengan jelas melepaskan hak milik dari satu
kepada yang lain atas dasar saling merelakan.4Namun, terdapat beberapa
definisi jual beli menurut para Ulama’, antara lain:
a. Ulama’ Hanafiyah mendefinisikan jual beli, yaitu:
Saling tukar menukar harta dengan harta melalui cara tertentu.5
1
Rachmat Syafei,Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 73.
2
Ibid.
3
Departemen Agama RI,al-Qur’an...,437.
4
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 20005), 67.
5
24
Tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui
cara tertentu yang bermanfaat.6
Dalam definisi tersebut terkandung pengertian bahwa cara yang
khusus adalah melalui i>ja>b dan qabu>l, atau juga boleh melalui saling
memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Di samping
itu, harta yang diperjualbelikan harus bermanfaat bagi manusia,
sehingga bangkai, minuman keras dan darah, tidak termasuk sesuatu
yang boleh diperjualbelikan, karena benda-benda itu tidak bermanfaat
bagi manusia. Apabila jenis-jenis barang seperti itu tetap
diperjualbelikan, menurut Ulama’ Hanafiyah jual belinya tidak sah.7
b. Ulama’ Malikiyah mendefinisikan jual beli sebagai berikut:
Jual beli adalah akadmu’a>wad}ah(timbal balik) atas selain manfaat dan bukan pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, obyeknya jelas dan bukan utang.8
c. Ulama’ Syafi’iyah memberikan pengertian jual beli sebagai berikut:
:
Jual beli menurut shara’ adalah suatu akad yang mengandung tukar menukar harta dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan untuk
6
Ibid.
7
Nasroen Haroen,Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 111-112.
8
25
memperoleh kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu
selamanya.9
d. Menurut Ulama’ Hanabilah, bahwa jual beli adalah:
:
Makna jual beli dalamshara’adalah tukar menukar harta dengan harta, atau tukar menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu selamanya, bukan riba atau bukan utang.10
e. Menurut Hasbi ash-Shiddeqy, jual beli adalah memilikkan pada
seseorang sesuatu barang dengan menerima dari padanya harta (harga)
atas dasar kerelaan dari pihak penjual dan pihak pembeli.11
f. Menurut Imam Taqiyuddin mendefinisikan jual beli yaitu:12
Maksudnya bahwa tukar menukar harta tersebut harus dapat
dimanfaatkan dengan sesuai shara’, di samping itu harus disertai
dengani>ja>bdanqabu>l.
g. Menurut Sayyid Sabiq, jual beli adalah melepaskan harta dengan
mendapat harta lain berdasarkan kerelaan atau memindahkan milik
dengan mendapatkan benda lain sebagai gantinya secara sukarela dan
tidak bertentangan denganshara’.13
9
Ibid., 175-176.
10
Ibid., 177.
11
Hasbi ash-Shiddieqy,Hukum-Hukum Fiqih Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1952), 360.
12
Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Kifa>yah al-A khya>r, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2012), 326.
13
26
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli adalah
suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
yang dilakukan secara rid}a (sukarela) di antara kedua belah pihak, yang
satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan shara’ (rukun dan syarat
sahnya, maupun hal-hal yang berkaitan dengan jual beli) dan disepakati.
2. Dasar Hukum Jual Beli
Dalil hukum jual beli terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Sebagaimana Allah berfiman:
...
...
...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...14 (QS al-Baqarah : 275)
Ayat ini menerangkan bahwa Allah memperbolehkan jual beli,
tetapi mengharamkan riba.
...
Bukanlah suatu dosa bagimu mencari karunia dari tuhanmu...15 (QS al-Baqarah : 198)
Maksud ayat di atas menerangkan bahwa tidak ada dosa bagi
orang-orang yang yang mencari karunia Allah dengan cara berdagang. Tetapi,
14
Departemen Agama RI,al-Qur’an..., 47.
15
27
janganlah meninggalkan amal ibadah kepada Allah saat melakukan
perdagangan tersebut.
...
...
...Kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka
diantara kamu...16(QS an-Nisa>: 29)
Makna ayat di atas menerangkan bahwa dilarangnya memakan harta
dari jalan yang batil. Carilah harta dari perdagangan yang berprinsip
saling suka sama suka. Jadi, dalam jual beli tidak sah jika ada salah satu
pihak yang melakukan akad terdapat unsur paksaan.
Dasar hukum jual beli juga terdapat dalam as-Sunnah Rasulullah
Saw, yaitu sebagai berikut:
:
:
:
)
(
Dari Rafi’ Khadij bertanya kepada Nabi Saw, tentang mata pencaharian
yang paling baik. Beliau menjawab, “Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual beli yang diberkati (mabrur)”.17 (HR. Ahmad : 17271)
Jual beli yang mabru>r setiap jual beli yang tidak ada dusta dan
khianat, sedang dusta itu adalah penyamaran dalam barang yang dijual,
dan penyamaran itu adalah menyembunyikan aib barang dari penglihatan
pembeli. Adapun makna khianat itu seperti menyifatkan dengan sifat
16
Ibid., 83.
17
28
yang tidak benar atau memberitahu harga yang dusta.18 Sesuai dengan
sabda Rasulullah Saw:
Jual beli berlaku dengan saling rid}a.19(HR. Ibnu Majjah : 2176)
3. Rukun Jual Beli
Jual beli merupakan suatu akad yang akan dipandang sah apabila
telah memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli adalah bagian
dari suatu perbuatan yang apabila tidak dilaksanakan maka perbuatan
tersebut tidak sah. Menurut jumhur Ulama’ rukun jual beli ada empat
yaitu ‘a>qidain, s}i>ghat, ma’qu>d ‘alaih, nilai tukar pengganti barang20
berikut adalah penjelasannya:
a. ‘A <qidayn
‘A <qidaynadalah orang yang melakukan akad dimana ada pihak
penjual dan pihak pembeli.
b. S}i>ghat (i>ja>bdanqabu>l)
S}i>ghat atau akad adalah perkataan atau ucapan yang dilakukan
oleh penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah apabila i>ja>b
dan qabu>l belum diucapkan, sebab hal ini menunjukkan adanya
kerelaan. Apabila orang yang bisu atau yang lainnya yang tidak dapat
18
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat (Sistem Transaksi Dalam Islam), (Jakarta: AMZAH, 2010), 27.
19
Ibnu Majjah,Kitab Ibnu Majjah, Hadits No. 2176, Lidwah Pustaka I-Software-Kitab Sembilan Imam.
20
29
melakukan i>ja>b qabu>l secara lisan, maka dapat menggunakan cara
surat-menyurat yang mengandung arti i>ja>b dan qabu>l.21 Tanda yang jelas untuk menunjukkan kerelaan adalah dengani>ja>bdanqabu>l, sesuai
dengan sabda Rasulullah Saw:
Dari Abi Hurairah dari Nabi Saw bersabda : janganlah dua orang yang
jual beli berpisah, sebelum saling merid}ai”.22 (HR. Abu daud dan
Tirmidzi)
c. Ma’qu>d ‘alaih
Ma’qu>d ‘alaih adalah harta yang akan dipindahkan dari tangan
salah seorang yang berakad kepada pihak lain, baik harga atau barang
berharga.23
d. Nilai tukar pengganti barang
Nilai tukar pengganti barang merupakan unsur yang terpenting
dalam jual beli, hal ini biasanya lebih dikenal dengan sebutan uang.
4. Syarat Jual Beli
Secara umum tujuan adanya syarat adalah antara lain untuk
menghindari pertentangan di antara manusia, menjaga kemaslahatan
orang yang berakad, menghindari adanya gharar, dan lain-lain. Mengenai
21
Hendi Suhendi,Fiqh Muamalah..., 70.
22
Abu Daud,Kitab Abu Daud, Hadith No.3458, Software Sunan Abu Daud, 44.
23
30
syarat jual beli Ulama’ Syafi’iyah, Ulama’ Hanafi, Ulama’ Hambali,
Ulama’ Maliki memiliki pendapat tersendiri yaitu sebagai berikut:
a. Ulama’ Syafi’iyah
Ulama’ Syafi’iyah mensyaratkan 22 syarat jual beli, yaitu:
1) ‘A <qidayn
a) Dewasa atau sadar
‘A <qidayn harus ba>ligh dan berakal, menyadari dan
mampu memelihara di>n dan hartanya. Dengan demikian, akad
anakmumayyiz dianggap tidak sah.
b) Tidak dipaksa atau tanpa hak
c) Islam
Dianggap tidak sah, orang kafir yang membeli kitab
al-Qur’an atau kitab-kitab yang berkaitan dengan di>nul Islam
seperti hadits, kitab-kitabfiqhatau membeli budak yang muslim.
Allah Swt berfirman:
...
...Dan Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang yang beriman.24(QS. An-Nisa>: 141)
d) Pembeli bukan musuh
Umat Islam dilarang menjual barang, khususnya senjata
kepada musuh yang akan digunakan untuk memerangi dan
menghancurkan kaum muslimin.25
24
31
2) S{i>ghat
a) Berhadap-hadapan
Pembeli dan penjual harus menunjukkan s{i>ghat akadnya
kepada orang yang sedang bertransaksi dengannya yakni harus
sesuai dengan orang yang dituju. Dengan demikian tidak sah
berkata, “Saya menjual kepadamu!”. Tidak boleh berkata, “Saya
menjual kepada Faul”, padahal nama pembeli bukan Faul.
b) Ditujukan pada seluruh badan yang akad
Tidak sah berkata, “Saya menjual barang ini kepada
kepala atau tangan kamu”.
c) Qabu>ldiucapkan oleh orang yang dituju dalami>ja>b
Orang yang mengucapkan qabu>l haruslah orang yang
diajak bertransaksi oleh orang yang mengucapkan i>ja>b kecuali
jika diwakilkan.
d) Harus menyebutkan barang dan harga
e) Ketika mengucapkan s{i>ghat harus disertai niat (maksud)
f) Pengucapan i>ja>b dan qabu>l harus sempurna
Jika seseorang yang sedang bertransaksi itu gila sebelum
mengucapkan, jual beli yang dilakukannya batal.
g) I>ja>b qabu>ltidak terpisah
25
32
Antara i>ja>b dan qabu>l tidak boleh diselingi oleh waktu
yang terlalu lama yang menggambarkan adanya penolakan dari
salah satu pihak.
h) Antarai>ja>bdanqabu>ltidak terpisah dengan pernyataan lain
i) Tidak berubahlafazh
Lafazh i>ja>b tidak boleh berubah seperti perkataan, “Saya
jual dengan 15 ribu”, kemudian berkata lagi, “Saya menjualnya
dengan 20 ribu”, padahal barang yang dijual masih sama dengan
barang yang pertama dan belum adaqabu>l.
j) Bersesuaian antarai>ja>bdanqabu>lsecara sempurna
k) Tidak dikaitkan dengan sesuatu
Akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak
ada hubungan dengan akad.
l)Tidak dikaitkan dengan waktu26
3) Syaratma’qu>d ‘alaih
a) Suci
b) Bermanfaat
c) Dapat diserahkan
d) Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang lain
e) Jelas dan diketahui oleh kedua orang yang melakukan akad27
b. Ulama’ Maliki
26
Ibid., 83
27
33
Dalam jual beli Ulama’ Maliki mensyaratkan 11 syarat, yaitu
sebagai berikut:
1) ‘A <qidayn
a) Penjual dan pembeli harusmumayyiz
b) Keduanya merupakan pemilik barang atau yang dijadikan wakil
c) Keduanya dalam keadaan sukarela
d) Jual beli berdasarkan paksaan adalah tidak sah.
e) Penjual harus sadar dan dewasa
Ulama’ Malikiyah tidak mensyaratkan harus Islam bagi ‘a>qidayn
kecuali dalam membeli hamba yang muslim dan membeli mushaf.
Begitu pula dipandangshahihjual beli orang yang buta.
2) S{i>ghat
a) Tempat akad harus bersatu
b) Pengucapani>ja>bdanqabu>ltidak terpisah
Di antara i>ja>b dan qabu>l tidak boleh ada pemisah yang
mengandung unsur penolakan dari salah satu‘a>qidsecara adat.28
3) Ma’qu>d ‘alaih
a) Bukan barang yang dilarangshara’
b) Harus suci, maka tidak boleh menjualkhamrdan lain-lain
c) Bermanfaat menurut pandanganshara’
d) Dapat diketahui oleh kedua orang yang berakad
e) Dapat diserahkan
28
34
c. Ulama’ Hambali
Dalam jual beli Ulama’ Hambali mensyaratkan 11 syarat, yaitu
sebagai berikut:
1) ‘A <qidayn
a) Dewasa
‘A <qidayn harus dewasa (ba>ligh dan berakal) kecuali pada
jual beli barang-barang yang sepele atau telah mendapat izin dari
walinya dan mengandung unsur kemashlahatan.
b) Ada kerid}aan
Masing-masing‘a>qid harus saling merid}ai yaitu tidak ada
unsur paksaan. Ulama’ Hanabilah menghukumi makruh bagi
orang yang menjual barangnya karena terpaksa atau karena
kebutuhan yang mendesak dengan harga di luar harga umum.29
2) S{i>ghat
a) Berada di tempat yang sama
b) Tidak terpisah
Antara i>ja>b dan qabu>l tidak terdapat pemisah yang
menggambarkan adanya penolakan.
c) Tidak dikatkan dengan sesuatu
3) Ma’qu>d ‘alaih
a) Harus berupa harta
29
35
Ma’qu>d ‘alaih adalah barang-barang yang bermanfaat
menurut pandangan shara’. Ulama’ Hanabilah mengharamkan
jual beli Qur’an, baik untuk muslim maupun kafir sebab
al-Qur’an itu wajib diagungkan, sedangkan menjualnya berarti tidak
mengagungkannya. Begitu pula mereka melarang jual beli
barang-barang mainan dan barang-barang yang tidak bermanfaat
lainnya.
b) Milik penjual secara sempurna
Dipandang tidak sah jual beli fudhul, yakni menjual
barang tanpa seizin pemiliknya.
c) Barang dapat diserahkan ketika akad
d) Barang diketahui oleh penjual dan pembeli
Barang harus jelas dan diketahui kedua belah pihak yang
melangsungkan akad.
e) Harga diketahui oleh kedua belah pihak
f) Terhindar dari unsur-unsur yang menjadikan akad tidak sah
Barang, harga dan ‘a>qid harus terhindar dari unsur-unsur
yang menjadikan akad tersebut menjadi tidak sah, seperti riba.
d. Ulama’ Hanafi
Menurut Hanafi rukun jual beli cukup dengan i>ja>b dan qabu>l
36
maupun perbuatan.30 Persyaratan yang ditetapkan oleh Ulama’ Hanafi
yaitu:
1) Syarat terjadinya akad
Adalah syarat-syarat yang telah ditetapkan shara’. Jika
persyaratan ini tidak terpenuhi, jual beli batal. Tentang syarat ini,
Ulama’ Hanafiyah menetapkan empat syarat, yaitu berikut ini:
a) Syarat ‘a>qidayn (dua orang yang akad).‘A >qidayn harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Berakal danMumayyiz
Ulama’ Hanafiyah tidak mensyaratkan harus ba>ligh.
Tasharruf yang boleh dilakukan oleh anak mumayyiz dan
berakal secara umum terbagi tiga:
Tasharrufyang bermanfaat secara murni, sepertihibah
Tasharruf yang tidak bermanfaat secara murni, seperti
tidak sah talak oleh anak kecil
Tasharruf yang berada di antara kemanfaatan dan
kemadharatan, yaitu aktivitas yang boleh dilakukan, tetapi
atas seizin wali
2) ‘A <qidayn harus berbilang, sehingga tidaklah sah akad
dilakukan seorang diri. Minimal dilakukan dua orang, yaitu
pihak yang menjual dan yang membeli.
b) Syarat dalam akad
30
37
Syarat ini hanya satu, yaitu harus sesuai antara i>ja>b dan
qabu>l. Namun demikian, dalam i>ja>b qabu>l terdapat tiga syarat
berikut ini:31 1) Ahli akad
Menurut Ulama’ Hanafiyah, seorang anak yang berakal
dan mumayyiz (berumur tujuh tahun, tetapi belum ba>ligh)
dapat menjadi ahli akad. Ulama’ Malikiyah dan Hanabilah
berpendapat bahwa akad anakmumayyizbergantung pada izin
walinya. Adapun menurut Ulama’ Syafi’iyah, anak mumayyiz
yang belum ba>ligh tidak dibolehkan melakukan akad sebab ia
belum dapat menjaga agama dan hartanya (masih bodoh).
Allah Swt berfirman dalam al-Qur’an :
...
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan...32(QS. An-Nisa>: 5)
2) Qabu>lharus sesuai dengani>ja>b
3) I>ja>b dan qabu>l harus bersatu, yaitu berhubungan antara i>ja>b
danqabu>lwalaupun tempatnya tidak bersatu.
c) Tempat akad
Harus bersatu atau berhubungan antara i>ja>b dan qabu>l.
Maka berarti meskipun tidak satu tempat tidak menjadi halangan
31
Ibid., 77.
32
38
untuk mengetahui kondisi barang yang diakadkan.33 Apabilai>ja>b
danqabu>lberbeda majelis, maka akad jual beli tidak sah.
d) Ma’qu>d ‘alaih
1) Ma’qu>d ‘alaih harus ada, tidak boleh akad atas barang-barang
yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada, seperti jual beli
buah yang belum tampak, atau jual beli anak hewan yang
masih dalam kandungan. Secara umum dalil yang digunakan
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim
bahwa Rasulullah Saw melarang jual beli yang belum tampak
hasilnya.
2) Harta harus kuat, tetap, dan bernilai, yakni benda yang
mungkin dimanfaatkan dan disimpan.
3) Benda tersebut milik sendiri.
4) Dapat diserahkan.
2) Syarat pelaksanaan akad
a) Benda dimiliki‘a>qidatau berkuasa untuk akad
b) Pada benda tidak terdapat milik orang lain
Oleh karena itu, tidak boleh menjual barang sewaan atau
barang gadai, sebab barang tersebut bukan miliknya sendiri,
kecuali kalau diizinkan oleh pemilik sebenarnya, yakni jual beli
33
39
yang ditangguhkan (mauqu>f).34 Berdasarkan nafadh dan waqaf
(penangguhan), jual beli terbagi dua:
i. Jual belinafadh
Jual beli yang dilakukan oleh orang yang telah
memenuhi syarat dan rukun jual beli sehingga jual beli
tersebut dikategorikan sah.
ii. Jual belimauqu>f
Jual beli yang dilakukan oleh orang yang tidak
memenuhi syarat dan rukun nafadh, yakni bukan milik dan
tidak kuasa untuk melakukan akad, seperti jual beli fudhu>l
(jual beli bukan milik orang lain tanpa ada izin). Namun
demikian, jika pemiliknya mengizinkan jual beli fudhu>l
dipandang sah. Sebaliknya, jika pemilik tidak mengizinkan
dipandang batal.35 Ulama’ fiqh berbeda pendapat dalam
menghukumi jual belifudhu>l.
3) Syarat sah akad
a) Syarat umum
Syarat umum adalah syarat-syarat yang berhubungan
dengan semua bentuk jual beli yang telah ditetapkan shara’.
Diantaranya yang disebutkan dalam rukun di atas, juga harus
terhindar dari kecacatan jual beli, yaitu ketidakjelasan,
34
Rachmat Syafei,Fiqh Muamalah..., 79.
35
40
keterpaksaan, pembatasan dengan waktu (tawqit), penipuan
(gharar), kemad}aratan, dan pesyaratan yang merusak lainnya.
b) Syarat khusus
Syarat khusus adalah syarat-syarat yang hanya ada pada
barang-barang tertentu. Jual beli ini harus memenuhi persyaratan
berikut:
Barang yang diperjual belikan harus dapat dipegang, yaitu
pada jual beli benda yang harus dipegang sebab apabila
dilepaskan akan rusak atau hilang.
Harga awal harus diketahui, yaitu pada jual beli amanat.
Serah terima benda dilakukan sebelum berpisah, yaitu pada
jual beli yang bendanya ada di tempat.
Terpenuhi syarat penerimaan.
Harus seimbang dalam ukuran timbangan, yaitu dalam jual
beli yang memakai takaran atau timbangan.
4) Syaratluzu>m
Syarat ini hanya ada satu, yaitu akad jual beli harus terlepas
atau terbebas dari khiya>r (pilihan) yang berkaitan dengan kedua
pihak yang akad dan akan menyebabkan batalnya akad.36
e. Syarat nilai tukar pengganti barang
Para Ulama’ fiqh mengemukakan syarat dari nilai tukar (harga
barang) yaitu sebagai berikut:
36
41
1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2) Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi) apabila barang itu
dibayar kemudian berhutang maka waktu pembayarannya harus
jelas.37
3) Jika barang berupa uang, akad tidak batal sebab dapat diganti
dengan yang lain, namun jika harga menggunakan barang yang
dapat rusak dan tidak dapat diganti waktu itu, menurut Ulama’
Hanafiyah akadnya batal.38
5. Etika jual beli
Jual beli juga memiliki beberapa etika, diantaranya sebagai
berikut:39
a. Tidak boleh berlebihan dalam mengambil keuntungan.
Penipuan dalam jual beli yang berlebihan dilarang dalam semua
agama karena itu termasuk hal yang diharamkan dalam agama. Namun,
untuk penipuan kecil yang tidak bisa dihindari oleh seseorang itu
adalah sesuatu yang boleh. Sebab, apabila dilarang maka tidak akan
ada transaksi jual beli sama sekali, karena biasanya jual beli tidak bisa
lepas dari unsur penipuan. Jual beli yang mengandung unsur penipuan
37
Nasroen Haroen,Fiqh Muamalah..., 124-125.
38
Ibid., 50.
39
42
secara berlebihan harus dihindari. Ulama’ Malikiah menentukan batas
penipuan yang berlebihan itu adalah sepertiga ke atas.
b. Berinteraksi dengan jujur.
Dengan menjelaskan barang yang dijual tanpa adanya unsur
kebohongan ketika menerangkan jenis, sumber, biayanya. Tirmidzi
men-takhri>jsebuah hadits dari Rifa’at:
Para pedagang itu akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai orang yang fasik (penjahat), kecuali orang-orang yang bertakwa kepada Allah, berperilaku baik, dan berkata jujur.
c. Bersikap toleran dalam berinteraksi.
Penjual bersikap mudah dalam menentukan harga dengan cara
menguranginya, dan pembeli tidak terlalu keras dalam menentukan
syarat-syarat penjualan dan memberikan harga lebih.
Imam Bukhori meriwayatkan sebuah hadits dari Jabir:
Allah akan merahmati orang yang bersikap toleran saat menjual, membeli, dan menagih utang.
d. Menghindari sumpah.
Dianjurkan untuk menghindari sumpah dengan nama Allah
dalam jual beli, karena itu termasuk cobaan bagi nama Allah.
Sebagaimana Allah berfirman:
...
Dan janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa, dan menciptakan kedamaian di antara manusia...40(QS al-Baqarah : 224)
40
43
e. Memperbanyak sedekah.
Disunnahkan bagi seorang pedagang untuk memperbanyak
sedekah sebagai penebus dari sumpah, penipuan, penyembunyian cacat
barang. Melakukan penipuan dalam harga, ataupun akhlak yang buruk,
dan sebagainya. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Abu Dawud meriwayatkan
dari Qais bin Abi Gurzah sebuah hadits yang berbunyi:
Pedagang, ketahuilah bahwa setan dan dosa senantiasa mengiringi jual beli maka iringilah jual beli itu dengan sedekah.
f. Mencatat utang dan mempersaksikannya.
Dalam jual beli dianjurkan untuk mencatat transaksi dan
jumlah utang, begitu juga mempersaksikan jual beli yang akan dibayar
di belakang dan catatan utang. Allah berfirman:
...
Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya...41(QS al-Baqarah : 282)
...
...
...Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki diantaramu...42
(QS al-Baqarah : 282)
41
Ibid., 48.
42
44
6. Macam-macam Jual Beli
Dari berbagai tinjauan, jual beli dapat dibagi menjadi beberapa
macam, yaitu sebagai berikut ini:
a. Ditinjau dari pertukaran, jual beli terdiri dari empat macam yaitu:43
1) Jual belisalam (pesanan)
Jual beli salam adalah jual beli melalui pesanan yakni jual
beli dengan cara menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian
barang diantar belakangan.
2) Jual belimuqayyadah(barter)
Jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan cara menukar
barang dengan barang seperti menukar baju dengan sepatu.
3) Jual belimut}laq
Jual belimut}laq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang
telah disepakati sebagai alat tukar.
4) Jual beli alat tukar dengan alat tukar
Jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah jual beli barang
yang biasa dipakai sebagai alat tukar dengan alat tukar lainnya
seperti uang perak dengan uang emas.
b. Ditinjau dari harganya, jual beli terdiri atas empat macam:
1) Jual beli yang menguntungkan (mura>bah{a>h)
2) Jual beli yang tidak menguntungkan (tauliyah)
3) Jual beli rugi (kha>sarah)
43
45
4) Jual belial-musa>wah
Jual belial-musa>wah adalah penjual menyembunyikan harga
aslinya tetapi kedua orang yang akad saling merid}ai, jual beli seperti
inilah yang sekarang berkembang.
c. Ditinjau daris}i>ghatnya
Jual beli mu’a>t}ah adalah jual beli yang telah disepakati oleh
pihak akad, berkenaan dengan barang maupun harganya, tetapi tidak
memakai i>ja>b qabu>l. Jumhur ulama menyatakan s}ahi>h apabila ada i>ja>b
dari salah satunya. Begitu pula dibolehkan i>ja>b qabu>l dengan isyarat,
perbuatan, atau cara-cara lain yang menunjukkan kerid}aan.
Memberikan barang dan menerima uang dipandang sebagai s}i>ghat
dengan perbuatan atau isyarat.
Jual belimu’a>t}ahdisandarkan pada QS. Ali ‘Imran ayat 145 :
...
Barangsiapa yang menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan pahala itu dan barangsiapa menghendaki pahala akhirat, Kami berikan pahala itu, Kami akan memberikan balasan kepada orang-orang yang
bersyukur.44(QS Ali ‘Imran : 145)
Dan juga disebutkan pada Sunnah Nabi Saw yaitu :
,
...Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung dengan niat, bagi siapapun hanyalah mendapatkanapa yang diniatkannya. Maka barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
kepada Allah dan Rasul-Nya.45(HR. Bukhari: 1)
44
Departemen Agama RI,al-Qur’an..., 68.
45
46
Selain disandarkan pada al-Qur’an dan as-Sunnah, jual beli
mu’a>t}ahjuga disandarkan pada salah satu kaidah fiqhiyyah yaitu :
Kaidah ini menjelaskan bahwa segala urusan tergantung kepada tujuannya.46
Adapun kaidah yang termasuk dari cabang kaidah ini salah
satunya adalah :
Yang dimaksud dalam akad adalah maksud atau makna, bukan lafal atau bentuk perkataan.
Kaidah ini bermakna bahwa dalam suatu akad jika terjadi
perbedaan antara maksud (niat) orang yang melafalkan dengan apa
yang diucapkan, maka yang dianggap akad adalah niat atau
maksudnya, selama yang demikian itu masih diketahui. Misalnya, ada
dua orang yang melafalkan transaksi dengan lafal memberi barang
dengan syarat adanya pembayaran harga barang itu, maka transaksi ini
dianggap transaksi jual beli. Karena transaksi inilah yang dimaksud
atas makna dari pembuat transaksi, bukan transaksi pemberian
sebagaimana yang dikehendaki oleh lafal.47
d. Ditinjau dari hukum dan sifatnya, jual beli menurut jumhur Ulama’
dibagi menjadi dua yaitu:
1) Jual belis}ahi>h
46
Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman,Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,(Bandung: PT al-Ma’arif, 1986), 488.
47
47
Jual beli s}ahi>h adalah jual beli yang memenuhi ketentuan
shara’, baik rukun maupun syaratnya.
2) Jual beli tidak sah
Jual beli tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi
salah satu syarat dan rukun segingga jual beli menjadi rusak (fa>sid)
atau batal.
Sedangkan menurut Ulama’ Hanafiyah, jual beli yang dilihat
dari hukum dan sifatnya dibagi menjadi tiga yaitu:48
1) Jual belis}ahi>h
Yaitu merupakan jual beli yang memenuhi ketentuan syariat
(rukun dan syarat), barang bukan milik orang lain, tidak terkait
dengankhiya>rlagi maka jual beli tersebut s}ahi>hdan memikat kedua
belah pihak. Misalnya, Paul membeli baju, seluruh rukun dan syarat
jual belinya telah terpenuhi, barangnya juga telah diperiksa oleh
Paul, barang tidak ada kecacatan atau rusak. Kemudian Paul
membayarkan uang kepada penjual dan barangpun sudah diterima
dan tidak adakhiya>r.49
2) Jual beli batal
Yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu rukun, atau
tidak sesuai dengan syariat, yakni orang yang berakad bukan
ahlinya, seperti jual beli yang dilakukan oleh orang gila dan anak
kecil.
48
Ibid., 423.
49
48
3) Jual beli rusak
Jual beli rusak adalah jual beli yang sesuai dengan ketentuan
syariat pada asalnya, tetapi tidak sesuai dengan syariat pada
sifatnya. Seperti jual beli yang dilakukan oleh orang yang
mumayyiz, tetapi bodoh sehingga menimbulkan pertentangan.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dilihat bahwa para
Ulama’ berbeda pendapat dalam hal pembagian bentuk-bentuk jual
beli, diantaranya dilihat dari segi pertukaran, harga, hukum dan
sifatnya.
7 . Khiya>r
Dalam jual beli menurut agama Islam dibolehkan memilih, apakah
akan meneruskan jual beli atau akan membatalkannya. Karena terjadinya
oleh sesuatu hal,Khiya>r dibagi menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut:
a. Khiya>r majelis, artinya antara penjual dan pembeli boleh memilih
akan melanjutkan jual beli atau membatalkannya. Selama keduanya
masih ada dalam satu tempat, khiya>r majelis boleh dilakukan dalam
berbagai jual beli. Rasulullah bersabda:
Penjual dan pembeli boleh khiya>r selama belum berpisah50 (HR. Bukhari: 2112)
50
49
Bila keduanya telah berpisah dari tempat akad tersebut, maka khiya>r
majelis tidak berlaku lagi atau batal.
b. Khiya>r syarat, yaitu penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu
baik oleh penjual maupun pembeli, seperti seseorang berkata, “saya
jual rumah ini dengan harga Rp. 500.000.000,00 dengan syarat khiya>r
selama tiga hari”.
c. Khiya>r ‘aib artinya dalam jual beli ini disyaratkan kesempurnaan
benda-benda yang dibeli, seperti seseorang berkata “saya beli mobil itu
seharga sekian, bila mobil itu cacat akan saya kembalikan”.
B. Sedekah
1. Pengertian dan Hukum Sedekah
Secara bahasa sedekah berasal dari bahasa arab yaitu ُﺔَﻗَدَﺻ yang
berarti tindakan yang benar. Pada awal pertumbuhan Islam, sedekah
diartikan sebagai pemberian yang disunnahkan. Tetapi, setelah kewajiban
zakat disyariatkan dalam al-Qur’an sering disebutkan dengan kata
s}adaqah maka s}adaqah mempunyai dua arti. Pertama, s}adaqah sunnah
atautat}awwu’(sedekah) dan wajib (zakat).51
Secara shara’ sedekah diartikan sebagai suatu pemberian
seseorang secara ikhlas kepada orang yang berhak menerima yang diiringi
pula dengan pahala dari Allah.52 Contoh : memberikan sejumlah uang,
51
Nasroen Haroen,Fiqh Muamalah..., 88.
52
50
beras, atau benda-benda lain yang bermanfaat bagi orang lain yang lebih
membutuhkan. Berdasarkan pengertian ini, maka infak (pemberian/
sumbangan) juga termasuk kategori sedekah.
2. Dasar Hukum Sedekah
Berdasarkan ijma’ulama menetapkan bahwa hukum sedekah ialah
sunnah. Islam mensyariatkan sedekah karena didalamnya terdapat unsur
memberikan pertolongan kepada pihak yang membutuhkan. Dalam
al-Qur’an banyak ayat yang menganjurkan kita untuk bersedekah,
diantaranya adalah :
a. Surah al-Baqarah ayat 280 yaitu :
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, Maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.53(QS al-Baqarah : 280)
3. Hikmah Sedekah54
Sedekah memiliki nilai social yang sangat tinggi. Orang yang
bersedekah dengan ikhlas ia bukan hanya mendapatkan pahala tetapi juga
memiliki hubungan sosial yang baik. Hikmah yang dapat diambil adalah :
53
Departemen Agama RI,al-Qur’an..., 47.
54
51
a. Orang yang bersedekah lebih mulia dibanding orang yang
menerimanya sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadith yang
artinya “tangan di a