• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan hukum pidana islam terhadap hukuman kebiri kimia bagi pelaku pedofilia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan hukum pidana islam terhadap hukuman kebiri kimia bagi pelaku pedofilia."

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP HUKUMAN

KEBIRI KIMIA BAGI PELAKU PEDOFILIA

SKRIPSI

Oleh

Ahadin Akhmad

(C73213072)

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum Islam

Jurusan Hukum Publik Islam

Program Studi Hukum Pidana Islam

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi dengan judul Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Hukuman Kebiri Kimia Bagi Pelaku Pedofilia ini adalah hasil penelitian kepustakaan untuk menjawab pertanyaan bagaimana hukuman kebiri kimia terhadap tindak pidana pedofilia, serta bagaimana analisi hukum pidan islam terhadap hukuman kebiri kimia bagi pelaku pedofilia.

Data penelitian ini dihimpun melalui kajian dokumen, yang selanjutnya diolah dengan beberapa tahap yaitu editing yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang telah diperoleh, organizing yaitu menyusun dan mensistematiskan data-data yang telah diperolah, dan analizing yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaku pedofilia di hukum dengan seberat – beratnya, serta di lihat tingkat perbuatannya apakah pelakunya melakukan sekalai atau melakukan berulang kali. Apabila pelaku melakukan sekali maka patut wajar pelaku di hukum penjara dengan berat agar bisa mendapat efek jera dan pemebelajaran bagi lainnya. Sedaangkan elaku yang sudah melakukan berkali – kali maka patut penerapan hukuman kebiri kimia bisa diterapkan untuk pelaku tersebut, karena sudah membahayakan anyak anak serta dampak yang di timbulkan cukup besar pula. Sedangkan apabila kita melihat hukuman kebiri kimia, hukum pidana islam melihat itu sebagai takzir, karena tidak ada dalam nas Al – quran dan As – Sunnah, karena hukuman kebiri kimia langsung di buat oleh pemerintah yang berdaulat karena terjadi sebuah kegentingan dalam masyarakat. Dalam hal ini penulis berpendapat hukuman kebiri kimia boleh dilakukan selama bisa membuat pelajaran bagi pelaku maupun orang lain.

Sejalan dengan kesimpulan di atas, di harapkan: pertama dalam penetapan hukuman kebiri pemerintah harus melihat secara detail tentang hukuman tersebut,

kedua pemerintah juga seharusnya memikirkan untuk melihat dampak dari hukuman tersebut bagi pelaku dan korban, dan ketiga, pemerintah bisa memikirkan dengan baik dalam merumuskan sebuah hukum jangan terlalu mengambil kebijakan tanpa ada dasar yang mendasari dengan kuat dan jelas.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

MOTTO... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... ... xivi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Batasan Masalah... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Kajian Pustaka ... 11

F. Tujuan Penelitian ... 12

G. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

H. Definisi Operasional... 13

I. Metode Penelitian... 14

J. Sistematika Pembahasan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA HUKUMAN KEBIRI KIMIA BAGI PELAKU PEDOFILIA A. Pengertian Hukuman Kebiri ... 18

B. Pelaksanaan Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia ... 21

(8)

D. Jenis – Jenis Pemidanaan Atau Hukuman Dalam Pidana

Positif ... 29

E. Tujuan Hukuman Atau Pemidanaan ... 34

F. Pemidanaan Atau Hukuman dalam Pidana Islam ... 38

G. Macam – Macam Pemidanaan Dalam Hukum Pidana

Islam ... 41

H. Tujuan Pemidanaan Atau Hukuman Dalam Pidana

Islam ... 47

BAB III PENERAPAN HUKUMAN KEBIRI KIMIA BAGI PELAKU

PEDOFILIA

A. Pengertian Hukuman Kebiri Kimia Bagi Pelaku

Pedofilia ... 50

B. Tindak Pidana Kebiri Kimia Bagi Pelaku Pedofilia ... 56

C. Hukuman Kebiri Kimia Dalam Prespektif Fiqih

Jinayah... 61

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP

HUKUMAN KEBIRI KIMIA BAGI PELAKU PEDOFILIA

A. Analisis Hukuman Kebiri Kimia Terhadap Tindak

Pidana Pedofilia ... 69

B. Analisis Hukum Pidana Islam Terhadap Hukuman Kebiri

Kimia Bagi Pelaku Pedofilia ... 76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA

(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir – akhir ini kejahatan seksual terhadap anak begitu merajalela.

Mulai dari pemerkosaaan, sodomi bahkan tidak jarang kejahatan seksual

terhadap anak (pedofilia) yang berujung pada tindakan pembunuhan. Dengan

makin maraknya kasus yang ada, pemerintah ahkirnya memutar otak untuk

menjerat tindak kejahatan seksual terhadap anak dengan mengupayakan

amandemen undang – undang perlindungan anak untuk diberikan hukuman

yang membuat efek jera bagi pelaku. Kebiri merupakan hukuman yang

paling efektif dan memberikan efek jera bagi pelaku. Pedofilia merupakan

kepuasan seks yang didapatkan oleh seseorang dari hubungan seks terhadap

anak – anak.1

Praktik pedofilia termasuk eksibisionisme2 terhadap anak, manipulasi

terhadap anak. Dengan kata lain, pedofilia adalah perbuatan seksual yang

dilakukan oleh orang dewasa dengan sasaran hubungan intim adalah anak –

anak, dimana kategori anak – anak disini adalah berusia 15 tahun dengan

ketentuan sesuai dengan aturan Indonesia.

1 Koes Irianto, Memahami Sosiologi, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2010), 101.

2 Eksibisionisme merupakan kelainan jiwa yang ditandai dengan kecendrungan untuk

memperlihatkan hal-hal yang tidak senonoh, seperti alat kelamin pada lawan jenis sebagaimna dikutip di jurnal hukum Made Sisca Anggreni,I Ketut Rai Setiabudhi,Sagugung Putri M.E

(10)

2

Jumlah kasus pelecehan seksual anak oleh pelaku pedofilia di

Indonesia meningkat setiap tahun. Misalnya, pada tahun 2011 ada sekitar

2.176 yang dilaporkan ke komisi perlindungan anak, 329 adalah kasus

pelecehan seksual seperti penganiayaan, pemerkosaan, dan perdagangan anak

dibawah umur. Pada tahun 2014 ada sekitar 5.066 yang dilaporkan kepada

komisi perlindungan anak, dan jumlah itu meningkat sekitar 2.5 kali lipat

setiap empat tahun.3

Sementara itu sebuah survai yang di lakukan oleh kementerian sosial

dan kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak pada

tahun 2013 dengan dukungan dari biro statistik badan perencanaan

pembangungan (BAPENNAS) dan UNICEF tentang pelecehan seksual

terhadap anak menyebutkan :4

1. 6,36 % laki – laki dan 6,28 % wanita antara umur 18 sampai 24 tahun

mengalami setidaknya satu bpelecehan seksual sebelum umur 18 tahun.

2. 8,3 % laki – laki dan 4,2 % perempuan antara umur 13 sampai 17 tahun

pernah mengalami pelecehan seksual 12 bulan terakhir.

3. 40,57 % laki – laki dan 7,63% perempuan antara umur 18 sampai 24

tahun pernah mengalami kekerasan fisik sebelum berusia 17 tahun.

4. 78,7 % laki – laki dan 80,1 % perempuan tidak menyadari bahwa ada

lembaga perlindungan anak.

3 ECPAT Indonesia, Global Study On Sexual Exploitation Of Children In Travel and Tourism,

(Bangkok : ECPAT Indonesia Jointly With Defence For Children ECPAT Netherlands, 2016), 14.

(11)

3

Dalam hai ini presiden Joko Widodo membuat Perpu No. 1 Tahun

2016 perubahan kedua Undang – Undang No. 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak. Dimana didalam Perpu tersebut mengatur hukuman bagi

pelaku kejahatan seksual terhadap anak, salah satunya adalah penerapan

hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia (pedofilia). Akan tetapi, gagasan

terhadap hukuman kebiri sampai saat ini menuai pro dan kontra dikalangan

masyarakat. Berbagai kalangan menganggap hukuman kebiri merupakan

hukuman yang sangat tidak perikemanusiaan, karena membuat pelaku bisa

menjadi dendam terhadap Negara.

Sementara itu Khofifah Indar parawansa berpendapat “hukuman

tambahan berupa kebiri itu merupakan kebiri kimawi yang tidak permanen.

Kebiri kimiawi tidak memotong alat kelamin namun mematikan sementara

saraf libido dan bisa dilakukan secara medis. Jadi tidak sampai

menghentikan kemungkinan berketurunan karena kebiri kimiawi ada

masanya. Berapa tahun, nanti hakim yang memutuskan.”5 Selain dari

masyarakat luas yang menuai pro dan kotra, diataranya adalah pendapat

yang Kontra berasal dari Andina Septia (32), ibu dari seorang anak

perempuan. “Selain biayanya mahal, hukuman kebiri kimia tidak serta merta

menghentikan risiko pelakunya akan berbuat jahat pada korban atau korban

lain. Jangan-jangan dia malah sakit hati dan muncul rasa ingin balas dendam

(12)

4

kepada korban.”6 Selain itu menurut masruchah, anggota komnas perempuan

“Kalau soal sanksi atau pidana dikebiri, ya pasti kita enggak setuju, karena

sebagian dari pelanggaran HAM.”7

Sedangkan pendapat pro atas usulan PERPU tersebut berasal dari

Arist Merdeka Sirait, ketua komisi nasional perlindungan anak mengatakan

“"Sangat yakin karena ada literaturnya," katanya. Hukuman tersebut bisa

memberikan efek jera kepada predator, ditambah dengan diterapkan sanksi

sosial yakni menyebarluaskan serta menempel foto-foto pelaku di

tempat-tempat umum. "Ini kami harapkan memberikan efek jera. Dikebiri ini bukan

diputus hasrat seksual tetapi dikontrol sehingga tidak melakukan tindakan

seksual,"8 dan Elizabeth Santosa Komisi Nasional Perlindungan Anak,

berpendapat “Mari kita percayakan implementasi kebijakan ini pada

pemerintah. Setelah berjalan satu hingga dua tahun, bisa kita evaluasi

bersama, apakah peraturan itu efektif dan bisa mengerem terjadinya

kejahatan kekerasan seksual.”9

Sementara itu, didalam islam pelampiasan nafsu seksualitas hanya

dianggap legal apabila dilakukan melalui perkawinan yang sah. Di luar itu,

persetubuhan dianggap melampaui batas dan dianggap haram, bahkan

6 Rahma Wulandari, “Pro Dan Kontra Hukuman Kebiri Untuk Pelaku Kekerasan Seksual Pada Anak”, http://www.femina.co.id/trending-topic/pro-dan-kontra-hukuman-kebiri-untuk-pelaku-kekerasan-seksual-pada-anak, diakses pada 23 Oktober 2016.

7 Rapler.Com, “Pro Kontra Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia”,

http://www.rappler.com/indonesia/110227-pro-kontra-hukuman-kebiri, diakses pada 23 Oktober 2016.

8 Ibid.

9 Rahma Wulandari, “Pro Dan Kontra Hukuman Kebiri Untuk Pelaku Kekerasan Seksual Pada

(13)

5

mendekatinya saja merupakan perbuatan terlarang.10 Dalam hukum islam

perbuatan perzinaan dianggap sebagai suatu perbuatan yang dianggap

terkutuk dan dianggap sebagai jarimah. Menurut sebagian ulama tanpa

memandang pelakunya, baik dilakukan oleh orang yang sudah menikah atau

orang yang belum menikah, selama persetubuhan itu diluar kerangka

pernikahan, hal ini disebut dengan zina, dan disebut dengan perbuatan

melawan hukum.11

Berkaitan dengan kriteria anak berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang –

Undang No. 35 Tahun 2014 “anak adalah seorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Hukum

islam telah menetapkan yang termasuk anak seorang manusia yang telah

mencapai umur tujuh tahun dan belum balligh, sedang menurut kesepakatan

para ulama, manusia dianggap baligh apabila mereka mencapai umur 15

(lima belas) tahun.12

Dalam hukum islam ada beberapa pendapat tentang batasan seorang

anak yang dapat di kenakan petanggung jawaban pidana, kebanyakan fuqaha,

mereka membatasi usia mereka membatasi usia anak yang dapat di kenai

petanggungjawaban pidana atas jarimah yang di perbuatnya yaitu setelah

anak mencapai usia 15 tahun. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah,

10 Analta Inala, “Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Pedofilia) Studi Komparatif Hukum Islam Dan Hukum Positif” (Skripsi--~~Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016), 7.

(14)

6

membatasi kedewasaan anak pada usia 18 tahun dan menurut suatu riwayat

19 tahun.13

Kekerasan seksual atau pelecehan seksual sering di rasakan sebagai

perilaku penyimpang, karena perbuatan tersebut memaksa seseorang terlibat

dalam suatu hubungan seksual atau menetapkan seseorang sebagai objek

perhatian yang tidak di inginkannya dengan cara kekerasan.14 Dalam hukum

islam perilaku kekerasan seksual belum diatur secara tegas, karena

pembahasan dalam Al Qur’an maupun Hadist, dengan demikian ketentuan

hukum tentang kekerasan seksual ini masih menjadi ijihat para ulama.

Hukuman tersebut berbentuk Takzir. Bentuk hukuman tersebut dapat berupa

hukuman mati, jilid, denda, dan lain – lain. Hukuman Takzir yang dikenakan

kepada pelaku harus sesui dengan bentuk kekerasan seksual, hukuman

tersebut disansikan kepada pelaku demi kemaslahatan.

Di dalam Al – Qur’an hanya menejelaskan tentang zina bukan

tentang kekerasan seksual, sebagaimana terdapat dalam surat Al –Isra’ ayat

32:



















“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”15

13 Ibid., 370.

14 Rohan Colier, Pelecehan Seksual Hubungan Dominasi Masyarakat Dan Minoritas,

(Yogyakarta: Pt Tiara Yogya 1998), 4.

(15)

7

Surat An – Nur Ayat 2 juga di sebutkan:



































































“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”16

Bukan hanya melarang mendekati zina, tapi islam juga

memerintahkan kita untuk menjaga pandangan kepada siapa saja kecuali

dengan suami, anak merekap, saudara mereka, orang tua mereka sesuai dengan

firman Allah surat An Nur ayat (30 – 31).

(16)

8



















































“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera mereka, atau putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera-putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Dan apabila orang yang sudah kawin maka akan dihukum rajam.

Kebiri didalam islam dikenal dengan al ikhsa’, castration adalah pemotongan

dua buah zakar (testis), yang dapat dibarengi dengan pemotongan penis

(zakar). Jadi kebiri dapat berupa pemotongan testis saja, dan inilah

pengertian dasar dari kebiri. Namun ada kalanya kebiri berupa pemotongan

testis dan penis saja. Kebiri bertujuan menghilangkan syahwat dan

menjadikan mandul.17

Melihat dari acuan metode tersebut dan mengingat metode kibiri

yang digunakan dalam hukuman pelecahan sesksual terhadap anak ada

(17)

9

pebedaan yang cukup segnifikan. Karena hukuman kebiri yang dimaksud

adalah kebiri kimia dampak yang ditimbulkan pun berbeda. Lalu bagaimana

pandangan islam mengenai hukuman kebiri kimia terhadap hukuman

pelecehan seksual terhadap anak. Maksud dan pokok hukuman dalam islam

adalah untuk menjadikan maslahat bagi orang banyak, baik itu bagi pelaku,

masyarakat, dan bagi eksekutor bagi yang melaksanakan hukuman.

Tindakan kekerasan seksual yang dilakukan oleh di bawah umur

memerlukan perhatian khusus dari pemerintah karena hal ini berkaitan

dengan moralitas generasi penerus bangsa. Dalam hal ini pengadilan yang

merupakan lembaga yang menangani masalah hukum perlu memberi

perhatian khusu pada kasus kepada anak terutama pada tindakan kekerasan

seksual.

Indonesia merupakan Negara mayoritass muslim tersebesar di dunia.

Perlu kiranya pandangan hukum islam menjadi pertimbangan didalam

undang – undang dan juga di selaraskan dengan hukuman positif. Sehingga

dapat di atur dengan jelas hukuman mana yang terbaik bagi pelaku pedofilia.

Dan juga mengatur secara jelas siapa yang menjadi eksekusi dalam hukuman

tersebut, karena di dalam perpu ini masih banyak pertentangan dari beberapa

(18)

10

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang diatas maka dapat di identifikasi masalah seperti berikut

1. Maraknya kekerasan seksual terhadap anak oleh pelaku pedofilia

2. Pro dan kontra hukuman kebiri kimia bagi pelaku pedofilia

3. Pandangan hukum pidana islam mengenai hukuman kebiri kimia bagi

pelaku pedofilia

4. Analisis hukuman pidana islam mengenai hukuman kebiri kimia bagi

pelaku pedofilia

C. Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas, maka terdapat batasan masalah

sebagai berikut :

1. Pandangan hukum pidana islam terhadap hukuman kebiri kimia bagi

pelaku pedofilia

2. Analisis hukum pidana islam terhadap hukuman kebiri kimia bagi pelaku

pedofilia

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penyusun dapat merumuskan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hukuman kebiri kimia terhadap tindak pidana pedofilia ?

2. Bagaimana analisis hukum pidana islam terhadap hukuman kebiri kimia

(19)

11

E. Kajian Pustaka

Penelitian terdahulu yang relevan ini pada intinya adalah untuk

mendapatkan gambaran hubungan topik sejenis yang akan diteliti penulis

yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya sehingga tidak ada

pengulangan. Dalam penelusuran awal, sampai saat ini penulis menemukan

penelitian atau tulisan yang sedikit kemiripan dalam penelitian yang

dilkukan penulis, diantaranya yaitu penelitian

Arifah, dalam skripsinya yang berjudul “Perlindungan Hukum

Terhadap Anak sebagai Korban Pelecehan Seksual”, menjelaskan bagaimana

perlindungan hukum. dalam penelitiannya lebih menekankan pada

bagaimana pertanggung jawaban pelaku di tinjau dari UU No. 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan anak.18

Ngabdul Munngim, dalam skripsinya yang berjudul “Studi Terhadap Sanksi Kebiri Sebagai Alternatif Hukuman Bagi Pelaku Tindak Pidana

Pedofilia”, dijelaskan dalam penelitian ini bahwa penulis lebih

mengutamakan sanksi kebiri kimia apabila dijadikan sebagai bentuk

pembaharuan hukum dalam sanksi pedofilia.19

Ahmad Sandi, dalam skripsinya yang berjudul “Hukum Kebiri Bagi

Pelaku Pedofilia Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Peluang Penerapannya

Di Indonesia”, dijelaskan dalam penelitian ini bahwa penulis membahan

18 Arifah, “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Pelecehan Seksual”

(Skripsi--~Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2010).

(20)

12

hukuman kebiri, tata cara pelaksanaan hukuman kebiri serta bagaimana

pandangan hukum pidana islam mengenai hukuman kebiri.20

F. Tujuan Hasil Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui pandangan hukum pidana islam terhadap hukuman

kebiri kimia bagi pelaku pedofilia

2. Untuk menjelasakan analisis hukum pidana islam terhadap hukuman

kebiri kimia bagi pelaku pedofilia

G. Kegunaan Hasil Penelitian

Sementara itu kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Manfaat secara teoritis

a. penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan

hukum pidana islam terkait dengan ttinjauan hukum pidana islam

terhadap hukuman kebiri kimia bagi pelaku pedofilia.

b. Memberikan informasi dan menambah pengetahuan secara akademis

serta menjadi literatur hukum pidana islam atau hukum positif

mengenai analisis hukum pidana islam terhadap hukuman kebiri

kimia bagi pelaku pedofilia.

20

Ahmad Sandi “Hukum Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia Dalam Prespektif Hukum Islam Dan

(21)

13

2. Manfaat secara praktis

a. Diharapkan dapat menjadi pertimbangan anggota legislatif dan

eksekutif, dalam membuat hukuman bagi pelaku pedofilia (pedofilia)

yang baik dan menjadi kemaslahatan orang banyak.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran,

baik bagi para praktisi maupun masyarakat umum.

H. Definisi Operasional

Untuk membangun kerangka teori dalam penelitian ini, penyusun

akan menejelaskan beberapa definisi umum yang berhubungan dengan

penelitian ini yaitu :

1. Kebiri kimia

kebiri kimia adalah memasukkan bahan kimia anti – androgen

kedalam tubuh melalui suntikan atau pil yang diminum.21

2. Kekerasan seksual anak

Kekerasan seksual atau pelecehan seksual adalah suatu tindakan yang

di lakukan oleh orang dewasa kepada anak – anak yang berusia di bawah

umur 18 (delapan belas) tahun.22

21 Supriyadi Widodo Eddyono,Menguji Euforia Kebiri Catatan Kritis Ats Rencana Kebijakan

Kebiri (Chemical Castration) Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Anak Di Indonesia,(Jakarta: Institut

For Criminal Justice Reform, Ecpat Indonesia, Mappi Fh Ui, Koalisi Perempuan Indonesia, Aliansi 99 Tolak Perpu Kebiri, 2016), 4.

(22)

14

3. Pedofilia

Pedofilia adalah orang dewasa yang berulang kali melakukan

tindakan seksual dengan anak pre pubertas.23

I. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library

research), yaitu penelitian yang menekankan sumber informasinya dari

buku-buku hukum, jurnal dan literatur yang berkaitan atau relevan dengan objek

penelitian.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik, dimana

penulis menguraikan secara sistematis tujuan yuridis hukuman kebiri

dalam perspektif sumber hukum Islam.

3. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu

penelitian untuk menemukan doktrin-doktrin atau asas-asas hukum, maka

dalam penelitian ini penulis mencoba memahami perbincangan seputar

penyimpangan seksual khususnya yang membahas tentang tindak pidana

pemerkosaan anak di bawah umur dan hukuman kebiri sebagai sanksi

terhadap pelaku pemerkosaan anak di bawah umur.

23 Masrizal Khaidir, “Penyimpangan Seks (Pedofilia)”, Jurnal Kesehatan Masyarakat,

(23)

15

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah riil yang sangat dibutuhkan

sehubungan dengan referensi yang sesuai dengan objek. Dalam

penyusunan penelitian ini dilakukan langkah-langkah data sebagai berikut:

a. Sumber Primer

Bahan primer dalam penulisan ini yaitu menggunakan bahan

yang diambil dari hukum positif Indonesia yang diambil dari KUHP,

UU No. 23 Tahun 2003 dan Perpu No. 1 Tahun 2016.

b. Sumber Sekunder

Adapun bahan sekunder adalah bahan yang diambil dari

buku-buku literatur yang berhubungan dengan tema judul yang diangkat

penulis, yaitu buku-buku yang berhubungan dengan kejahatan seksual,

kebiri dan perlindungan anak.

5. Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan penyusun adalah penyusun

kualitatif. Setelah data – data terkumpul, selanjutnya dianalisa dengan

metode deduktif, yaitu menganalisa data yang bersifat umum kemudian

ditarik kepada yang bersifat khusus.

Dalam hal ini setelah penyusun mendapakan data – data dan

gambaran yang cukup jelas mengenai tinjauan hukum pidana islama

terhadap hukuman kebiri kimia, kemudian menganalisanya untuk

mengambil sebuah kesimpulan. Apakah hukuman kebiri kimia tersebut

(24)

16

darinya. Adapun hukum normatif yang digunakan untuk menganalisa

adalah konsep hukum islam.

6. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah :24

a. Pendekatan Yuridis

Pendekatan yuridis adalah cara mendekati masalah yang diteliti

dengan mendasarkan pada aturan perundang – undangan yang berlaku.

b. Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif adalah cara mendekati masalah yang diteliti

dengan mendasarkan pada hukum islam.

J. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan pembahasan studi ini dan dapat dipahami

permasalahannya secara sistematis dan lebuh terarah, maka pembahasannya

dibentuk dalam bab-bab yang masing-masing mengandung sub bab, sehingga

tergambar keterkaitan yang sistematis. Untuk selanjutnya sistematika

pembahsannya dibagi sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan memuat uraian tentang latar belakang masalah,

identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, kajian

pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi

operasional, metode penelitian dan sistematika pembahsan.

(25)

17

BAB II: Kajian Teori yang memuat pengertian hukuman kebiri secara

konvensional, pengertian pemidanaan dalam hukum positif , jenis

– jenis pidana atau hukuman, tujuan pemidanaan, pemidanan atau

hukuman dalam hukum pidana islam, macam – macam

pemidanaan dalam hukum pidana islam, tujuan pemidanaan atau

hukuman dalam pidana islam, serta bagaimana hukuman kebiri

kimia dalam prespektif fiqih jinayah.

BAB III: Pembahasan yang berisi tentang penerapan hukuman kebiri kimia

bagi pelaku pedofilia, pembahasan pada bab ini di mulai dengan

pengertian hukuman kebiri kimia bagi pelaku pedofilia,

pelaksanaan hukuman kebiri bagi pelaku pedofilia, serta tindak

pidana kebiri kimia bagi pelaku pedofilia.

BAB IV: Analisis dari hukum pidana islam terhadap hukuman kebiri kimia

bagi pelaku pedofilia, dalam bab ini juga membahas pandangan

hukum pidana islam tentang hukuman kebiri kimia bagi pelaku

pedofilia, serta hukuman kebiri kimia dalam prespektif hukum

pidana islam.

(26)

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA HUKUMAN KEBIRI KIMIA BAGI PELAKU PEDOFILIA

A. Pengertian Hukuman Kebiri

1. Pengertian Hukuman Kebiri Bedah

Sepanjang sejarah peradaban manusia, kebiri dilakukan dengan

berbagai tujuan. Di Mediterania Timur pada 8000 – 9000 tahun lalu

digunakan kepada hewan, tujuannya agar ternak betina lebih banyak dari

pada ternak jantan.1 Sementara itu, di Mesir pada 2.600 sebelum masehi

(SM), budak yang dikebiri berharga lebih tinggi karena dianggap lebih rajin

dan patuh kepada majikannya.2 Tidakan serupa ditemukan pada budak di

Yunani sekitar 500 sebelum masehi (SM), penjaga harem raja Persia, serta

bendahara dan sejumlah pejabat kekaisaran Tiongkok.3

Kemudian praktek pengebirian pada manusia adalah bukan fenomena

baru dalam kehidupan manusia. Sejauh ini pada abad ke 20, pengebirian

dilakukan sebagai bentuk hukuman bagi pemerkosaan atau pelecehan

perzinan. Di eropa penegebirian bagi pelanggar seks dilakukan di awal abad

ke 20. Orang Denmark melopori yang pertama undang – undang pada tahun

1929 menegesahkan hukuman medis bagi pelaku pelanggar seksual. Kemudia

di ikuti oleh Jerman (1933), Norwegia (1934), Finlandian (1935), Estonia

(1937), Islandia (1938), Latvia (1938), dan Swedia (1944) memberlakukan

1

Supriyadi Widodo Eddyono,Menguji Euforia Kebiri Catatan……….,9.

2

Ibid.

3

Ibid.

(27)

19

hukuman yang serupa. Hukuman pengebirian di Eropa dengan tujuan

penghapusan dorongan seksual yang diyakini sebagai factor etiologi perilaku

kriminal seksual,4

Kebiri secara bedah (atau dapat dikenal dengan Testicular

Pulpectomy atau Bilateral Orchiectomy) adalah prosedur ireversibel yang

melibatkan pengangkatan testis, yang menghasilkan hormone laki – laki.

Dalam melaksanakannya relatif sederhana, sayatan kecil di Skrotum dibuat

dan testis dilepas. Prostheses di masukkan kedalam Skrotum untuk

mencegah setelah testis diangkat. Hal ini diasumsikan bahwa operasi

pengangkatan kelenjar seks akan menyebabkan berkurangnya hormon seks

dalam tubuh, yang berakibat hilanya dorongan seks.5

Dalam kebiri secara bedah menyebabkan efek samping secara

permanen mislanya : keringat berlebihan dan memewarh, kehilangan rambut

baik pada tubuh maupun wajah, kenaikan berat badan, dan pelunakan kulit,

hilangnya protein, augmentasi fungsi hipofisis, augmentasi kreatin yang

ditemukan pada urin, pengurangan kalsium pada tulang dalam jangka waktu

tertentu.6 Sementara efek samping secara psikologis adalah depresi,

kecenderungan bunuh diri, emosi labil, serta tidak pedulian terhadap

kehidupan.7

4 Linda E. Weiberger,Sreenivasan Shoba, Thomas Garrick, Handley Osran, ―The Impact Of

Surgical castration Risk Among Sexually Violend Predatory Offenders‖, The Journal Of The

American Academy Of Psychiatry And The law, voleme 33, Number I, (2005), 18.

5Vioslay Stojanovsky, ―Surgical castration Of Sex Offenders And Ist Legality : The case Of The

Czech Republic‖, Faculty Of Law, Masaryk University,………., 5. 6

Ibid.

7

(28)

20

2. Pengertian Hukuman Kebiri Kimia

Kebiri yang dimaksud disini adalah konsekwensi hukum dari tindak

pidana kekerasan anak (pedofilia), merujuk pada PERPU No. 1 Tahun 2016

sebagai perubahan kedua UU No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan

Anak. Kebiri pada dasarnya ada dua macam yakni kebiri kimia dan kebiri

fisik (bedah). Kebiri fisik dilakukan dengan cara mengamputasi organ seks

eksternal, sehingga membuatnya kekurangan hormone testosterone.8

Sedangkan kebiri kimia adalah memasukkan bahan kimia anti – androgen

kedalam tubuh melalui suntikan atau pil yang diminum.9

Sementara itu didalam artikel lain menyebutkan hukuman kebiri bisa

diartikan menjadi dua tindakan, yakni berupa pemotongan atau berupa

suntikan zak kimia atau dikenal dengan istilah kebiri kimia. Kebiri kimia

adalah tindakan memasukkan bahan kimiawi antiandrogen, baik melalui pil

atau suntikan ke dalam tubuh pelaku tindak kejatahan seksual dengan tujuan

untuk memperlemah hormon testosterone.10

Sementara itu juga di dalam jurnal yang berjudul California’s Chemical Castration Law : Model For Massachusetts? “kebiri kimia

merupakan sebuah perawatan medis yang menggunakan obat antihormonal

untuk menghalangi pelepasan hormone, akibatnya menurunkan kadar

testosterone secara signifikan dan dorongan seksual pada pria ”11

8

Analta Inala, Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Kekerasan ….,14.

9

Supriyadi Widodo Eddyono,Menguji Euforia Kebiri Catatan……….,.

10

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, ―Menkes : Pertimbangkan Efek Samping Hukuman

Kebiri‖, www.depkes.go.id, di akses pada 18 Mei 2016.

11

John S. Murray, “California’s Chemical Castration Law : A Model For Massachusetts?”

(29)

21

B. Pelaksanaan Hukuman Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia

Sepajang sejarah, praktik pengebrian sudah diberlakukan sebagai

salah satu hukuman yang bersifat khusus. Sistem pengebirian mempunyai

dua metode yang pernah ada dlam pelaksanaannya, baik itu pengebirian

bedah atau yang biasa kita sebut penegebirian fisik di mana adalah

pemotongan testis dengan dilakukannya operasi dan kebiri kimia dengan

cara menyuntikkan zak khusus. Masing – masing metode memiliki efek fisik

maupun psikologis yang berbeda, dengan demikian hukuman ini dapat

dibenarkan dalam situasi tertentu.

1. Pengebirian Secara Bedah

Secara prosedur, penegebirian fisik adalah proses mengurangi atau

bahkan menghilangkan gairah sex baik pria maupun wanita. di Mesir,

pada 2.600 sebelum Masehi (SM), budak yang dikebiri berharga lebih

tinggi karena dianggap lebih rajin dan patuh kepada majikannya.

Tindakan serupa ditemukan pada budak di Yunani sekitar 500 SM,

penjaga harem raja di Persia, serta bendahara dan sejumlah pejabat

kekaisaran Tiongkok.12

Lebih lanjut pada masa kekaisaran Raja Tiongkok. Pada masa itu,

kekaisaran Tiongkok mengharuskan seorang laki-laki untuk menjaga

tempat tidurnya kaisar, para putri kaisar dan juga para selir-selir kaisar.

Untuk menjaga dan menghindari agar tidak terjadinya perzinahan dengan

para selir dan putrinya, kaisar memutuskan untuk menghilangkan atau

(30)

22

memotong testis si lelaki tersebut. Seiring dengan perkembangan waktu,

setiap pelaku kejahatan seksual yang ada dilingkungan kekaisaran

tersebut diberi hukuman dengan cara testisnya di potong.13

Pengebirian bedah pada wanita dicapai dengan cara menghilangkan

sel telur pada ovarium atau disebut dengan oophorectomy. Selama proses

operasi oophorectomy wanita setidaknya membutuhkan waktu sekitar 4

– 6 minggu untuk pulih dan melakukan aktifitasnya kembali.14

Sementara bagi laki laki pengebirian fisik adalah dengan cara testikel

atau biji zakar orang tersebut dikeluarkan dari kantung zakar seseorang.

Tindakan ini mirip dilakukan oleh kambing yang disebutkan diatas.

Akibatnya, orang itu tidak dapat menghasilkan sperma, sekaligus

mengurangi hasrat seksualnya.15 Dan biasanya untuk kaum pria lebih

cepat pulih sehabis operasi untuk melakukan kegiatan yang semestinya.

Penegebirian bedah memeng dianggap sangat efektif dalam mencapai

beberapa tujuan yang salah satunya adalah menurunkan gairah seksual

kepada pelaku tindak pidana kekerasan seksual / pedofilia untuk

mencegah timbulnya residivisme. Penegebirian bedah membawa

beberapa konsekwensi jangka panjang anatara lain :16

a. Seutuhnya mengalami kemandulan.

13 Ibid.

14 http://criminal.findlaw.com/criminal-changers/chemical-and-surgical-castration.html diakses

pada 5 April 2017.

15 Benny Hakim Bernadie, http://kupasbengkulu.com/dampak-psikologis-pengebirian/ diakses

tanggal 8 April 2017.

16 Ahmad Sandi “Hukum Kebiri Bagi Pelaku Pedofilia Dalam Prespektif Hukum Islam

(31)

23

b. Hilangnya kemampuan umtuk mencapai ereksi atau kekuatan massa

otot yang hilangnya hasrat.

c. Sulit menjalin hubungan seksual dengan lawam jenis.

d. Bulu pada bagian muka dan kemaluan berhenti tumbuh.

e. Ketidak mampuan memproduksi hormone testoteron.

f. Hilangnya simbolik kedewasaan dan kewanitaan.

g. Infeksi jangka panjang/

Efek samping daiatas merupakan hal yang umumna terjadi bagi para

tindak pidana yang menjalani penegebirian bedah. Seiring dengan

berjalannya waktu maka pemikiran dan perkembangan masyarakat, maka

lahirlah pemikiran human right yang menganggap hukuman penegebirian

bedah merupakan hukuman yang keji dan tidak berperi kemanusiaan.

Alasan tersebut didasari karena pemeberian hukuman seharusnya

diberikan dengan cara lebih efektif dan alternatife yang dirancang untuk

tetap memberikan hukuman namun disesuaikan dengan keadaan.

2. Pengebirian Secara Kimia

Awal abad ke kedua puluh Amerika Serikat mendukung gerakan

genetika baik pengerian atau sterelisasi atas banyaknya penyakit

masyarakat mengenai pelecehan seksual dan di beberapa Negara

menerapkan perlunya hukum kebiri sebagai sanksi untuk pelanggaran

tersebut.17

(32)

24

Di beberapa Negara Bagian Amerika Serikat seperti Lousiana dan

lowa telah mengadopsi kebiri sebagai bagian treatment dan bukan

punishment. Di Amerika Serikat sendiri telah menjadi debat panjang

tentang kebiri ini sejhak tahun 1980 bahkan jauh di era sebelumnya.

Penyuntikan cairan kimia kepada pelaku nkejahatan seksual anak dalam

bentuk medroxy progesterone acetate (MPA) diyakini akan menurunkan

level testoren yang berimplikai pada menurunnya hasrat seksual.

Namun pemberian MPA pada pelaku kajahatan seksual anak di tolak

oleh The Food and Drug Administration, alasan yang yang dikemukakan

institusi ini adalah untuk mengurangi hasrat seksual, maka pelaku

kajahatan seksual anak harus disuntik chemical castration dengan dosis

500 miligram dan diberikan setiap minggu dalam jangka waktu tertentu

hingga mengakibatkan pelaku impoten, disamping itu, suntikan MPA ini

dapat menegakibatkan terganggunya fungsi organ reproduksi pada

pelaku, disamping itu juga akan menimbulakan problem yang lebih serius

yang sulit diprediksi sebagai implikasi dari suntikan MPA.18

Pendapat lain mengatakan bahwa injeksi chemical costratation seolah

– olah injeksi medis akan menajdai jalan keluar untuk memberikan

hukuman bagi pelaku kejahatan dimasa depan, setelah ditemukannya

cairan suntikan mati untuk mengekskusi palaku kajahatan setelah divonis

oleh pengadilan. Dan sekarang muncul cairan injeksi untuk menghukum

pelaku kekerasan seksual anak. Temuan medis ini dianggap memberikan

(33)

25

jalan keluar dalam menghukum pelaku kejahatan. Namun, banyak ilmuan

berpendapat bahwa chemical castration ini lebih di dominasi pada

motivasi kampanye retorika bagi kepentingan politik.19

Menurut Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, Denpasar, Wimpie Pangkahila, pada era modern,

kebiri memang tak lagi dilakukan dengan membuang testis, tetapi secara

kimia. Prosesnya bisa melalui pemberian pil ataupun suntikan hormon

anti-androgen. "Hormon anti-androgen itu adalah anti-hormon laki-laki.

Pemberian obat anti-androgen tidak akan memunculkan efek pada

seorang pria akan menjadi feminin," kata Wimpie. Namun, kebiri

kimiawi menimbulkan efek negatif berupa penuaan dini pada tubuh.

Cairan anti-androgen diketahui akan mengurangi kepadatan tulang

sehingga risiko tulang keropos atau osteoporosis meningkat.

Anti-androgen juga mengurangi massa otot, yang memperbesar kesempatan

tubuh menumpuk lemak dan kemudian meningkatkan risiko

penyakit jantung dan pembuluh darah. Satu hal yang perlu diketahui,

kebiri kimiawi tidak bersifat permanen. Artinya, jika pemberian zat

anti-androgen dihentikan, efeknya juga akan berhenti dan pemerkosa akan

mendapatkan lagi fungsi seksualnya, baik berupa hasrat seksual maupun

kemampuan ereksi.20

19 Ibid.

20 Bestari Kumala Dewi, “

(34)

26

Semenetara itu di Negara – negera yang elah menerapkan hukuman

kebiri kimia hakim menjatuhkan pelaku kekerasan seksual / pedofilia

hukuman kebiri kimia dan memberikan cairan MPA apabila pelaku telah

memenuhi 4 tipe tindak kejahatan antara lain :21

“Type I danies that the act wa a crime. Type II acknowledges that he

has commited a crime, but blames outside factors, such as alcohol, drugs

or stress. Type III is the violent offender eho is driven by nonsexsual

motivation, sch as anger, power, of violence. Type IV is the paraphiliac,

whose crime is driven by sexsual arousal characterized by a specific

sexsual fantasy.”

Dengan diberlakukannya hukuman kebiri kimia adalah bentuk tindak

lanjut pemerintah dengan banyaknya kasus pelecehan sekual terhadap

anak. Penetapan hukuman dan pemberian obat yang digunakan dalam

penyuntikan kebiri kimia menurut Negara – Negara yang telah

menjatuhkan hukuman kebiri seperti California sebagai berikut :22

“menyediakan hukuman bagi seorang yang malakukan kejahatan

seksual kepada anak. Dengan cara memberikan peratan berupa pemberian

suntikan medroxyprogesterone acetate (MPA). Undang – undang ini di

buat oleh badan legislative California pada bulan Mei, Agustus dan

September 1996 dan mulai beroperasi pada tanggal 1 Januari 1997.

Putusan hukuman tersebut menetapkan penggunaan MPA. Undang –

21 Tanya Simpson,If Your Hand Causes You To Sin…..”:Florida’s Chemical Castration Statute

Misses The Mark, (Florida : Florida State University Law Review, 2007), 1232.

(35)

27

undang ini juga di tiru oleh AS, terutama Florida dan Louisiana, yang

ditinjau di bawah ini. Perlakuan MPA mungkin atau harus dipesan jika

pelaku telah melakukan pelanggaran terhadap pemerkosaan atau

pelanggaran seksual lainnya dan korban pelanggaran tersebut belum

berusia 13 tahun.”

Sementara itu dalam Chemical Castration For Child Predators :

Practical, Effective, And Constitutional menyebutkan pemberian MPA

di berikan setiap minggu melalui suntikan inframuscular injection 100

sampai 1000 miligram, terhantung kepada kebutuhan pelanggar.23

C. Pemidanaan atau hukuman dalam hukum pidana positif

Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga

tahap pemeberian sanksi. Dalam hukum pidana positif kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum sedangkan “pemidanaan” diartikan

sebagai penghukuman. Doktrin membedakan hukum pidana formil dan

hukum pidana materil.24 Menurut J.M Van Bemmelen menjelaskan bahwa

hukum pidana materil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut –

turut, peraturan yang dapat di terapakan terhadap perbuatan itu, dan pidana

yang di ancamkan dari perbuatan itu. Sedangkan hukum pidana formil

23 Elizabet M Tullio, Chemical Castration For Child Predators : Practical, Effective, And Constitutional,………,Vol 13 : 19, (2010), 205.

24

(36)

28

mengatur cara bagaimana acara pidana seharusnya dilakuan dan menentukan

tata tertib yang harus di perhatiakan pada kesematan itu.25

Dari pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pemidanaan

materil adalah suatu aturan yang di tuliskan di dalam suatu undang – undang

untuk menjerat seseorang yang berbuat kejahatan. Sedangkan hukum pidana

formil adalah tata cara atau aturan yang mengatur pelaksanaan .hukum pada

pidana materil. Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadapa seorang

penjahat, dapat di benarkann secara normal bukan karena pemidanaan

mengandung konsekwensi – konsekwensi posistif bagi terpidana, korban

juga orang lain di dalam masyarakat.

Pidana di jatuhkan bukan karena pelaku telah berbuat jahat,

melainkan pemidanaan di jatuhkan bertujuan agar pelaku mendapatkan efek

jera dari perbuatan yang dilakukannya. Pernyataan di atas dapat

disimpulakan bahwa pemidanaan sama sekali bukan dimasukkan untuk balas

dendam melainkan upaya pembinaan bagi pelaku yang telah melakukan

kejahatan. Pemberian pemidanaan dapat benar – benar terwujud apabila

telah melalui langkang – langkah sebgai berikut ;

1. Pemberian pidana oleh pembuat undang – undang.

2. Pemberian pidana oleh badan yang berwenang.

3. Pemberian pidana oleh instansi pelaksana yang berwenang.

25

(37)

29

D. Jenis – Jenis Pemidanaan Atau Hukuman Dalam Pidana Positif

Dalam hukum pidana positif di Indonesia menurt pasal 10 KUHP

mengenal dua jenis pemidanaan yaitu ;

1. Pidana pokok

a. Pidana mati

b. Pidana penjara

c. Pidana kurungan

d. Pidana denda

2. Pidana tambahan

a. Pencabutan hak – hak tertentu

b. Perampasan barang – barang tertentu

c. Pengumuman putusan hakim

Adapun mengenai urutan dan jenis pdana tersebut adalah di dasarkan

pada berat ringannya pidana yang diaturnya, yang berat adalah yyang di

sebutkan terlebih dahulu. Keberadaan pidana tambahan adalah sebagai

tambahan terhadap pidana pokok, dan biasanya bersifat fakultatif. ,hal ini

terkecuali bagi kejahatan sebagaimana tersebut dalam ketentuan pasal 250

bis, pasal 261 dan pasal 275 KUHP yang bersifat imperatif atau keharusan.26

Sedangkan perbedaan pidana pokok dan pidana tambahan menurut

tolib setiady dalam bukunya pokok – pokok hukum panitensier Indonesia

adalah sebagai berikut ;27

26

Tolib Setiady, Pokok – Pokok Hukum Panitensier Indonesia, (Bandung : Alfabeta, 2010), 77

27

(38)

30

1. Pidana tambahan hanya dapt ditabahkan di dalam pidana pokok, keculai

dalam hal perampasan barang tertentu terhadap anak yang di serakan

kepada pemerintah.

2. Pidana tambahan tidak mempunyai keharusan sebagaimana halnya

pidana pokok, sehingga sifat dari pidana tambahan ini adalah fakultatis

atau dapat dijatuhkan atau tidak kecuali dalam pasal 250 bis, pasal 261

dan pasal 275 KUHP yang bersifat imperatif atau keharusan.

Dengan pengertian di atas maka dapat di simpukan bahwa penjatuhan

eksekusi adalah di dasari dengan penetapan keputusan hakim yang telah

mempunyai keputasan hukum tetap. Berikut ini penjelasan mengenai pasal

10 KUPH adala sebagai berikut :

1. Pidana pokok

a. Pidana mati

Pidana mati adalah pidana terberat dari semua hukuman yang ada di

indoensia. Hukuman mati adalah suatu hukum atau vonis yang

dijatuhkan di pengadilan sebagai bentuk hukuman terberat yang di

jatuhkan atas seseorang atas perbuatannya.28 Dikatakan terberat di

karenakan penulisan dalam undang – undang merupakan urutan teratas

dari semua hukuman. Namun tidak semua sanksi tidak di kenakan

hukuman mati, hanya beberapa jenis hukuma yang dapat di kenakan

hukuman mati sebagai sanksinya yaitu :

28

(39)

31

1) Kejahatan terhadap negara pasal 104,111 ayat (2), dan pasal 123

ayat (3) KUHP.

2) Pembunuhan dengan berencana, pasal 140 ayat (3) dan pasla 340

KUHP.

3) Pencurian dan pemerasan yang di lakukan dengan keadaan yang

memeberatkan pasal 365 ayat (4) dan 368 ayat (2) KUHP.

4) Pembajakan di laut, pantai pesisir, sungai yang sesuai dengan pasal

444 KUHP.

5) Kejahatan extraordinary crime seperti Undang – Undang No 5 dan

22 Tahun 1997 Tentang Narkotika Dan Psikotropika, Undang –

Undang terorisme, serta Undang – Undang pelanggaran HAM.

b. Pidana penjara

Menurt Andi Hamzah pidana “penjara merupakan bentuk pidana yang

berupa kehilangan kemerdekaan”. Pidana penjara atau pidana kehilangan

kemerdekaan itu bukan anya dalam bentu pidana penjara tetapi juga

berupa pengasingan.29

Pidana penjara adalah bentuk pidana yang memebatasi kemerdekaan

atau kebebasan seseorang, yaitu berupa hukuman penjara dan kurungan.

Hukuman penara lebih berat karena diancam terhadap berbagai

kejahatan. Adapun kurungan lebih ringan karena diancam terhadap

pelanggaran atau kajahatan yang dilakukan karena kelalaian. Pidana

penjara paling berat adalah seumur hidup sedangkan paling ringan

29

(40)

32

adalah 1 hari semalam. Pidana penjara dalam KUHP dijelaskan pada

pasal 10, serta di perinci penjelasannya pada pasal 12 KUHP.

c. Pidana kurungan

Pidana kurungan adalah bentuk dari hukuman perampasan

kemerdekaan bagi si terhukum yaitu pemisahan si terhukum dari

penggaulan hidup masyarakat ramai dalam waktu tertentu dimana

sifatnya sama dengan hukuman penjara, yaitu merupakan perampasan

kemerdekaan seseorang. Namun pidana kurungan dikatakan lebih ringan

di bandingkan dengan pidana penjara. Lamanya pidana kurungan

dijelaskan pada pasal 18 KUHP.30

d. Pidana denda

Pidana denda adalah hukman berupa kewajiban seseorang ntuk

menegmbalikan keseimbangan hukum atau menebus kesalahannya

dengan membayar sejumlah uang tertentu. Pada urutan sistematika yang

terdapat pada psala 10 KUHP, pidana denda merupakan pidana pokok

dengan urutan paling bawah. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa pidana

denda biasanya dijatuhkan apda delik – delik ringan bisa berupa

pelanggaran maupun kejahatan ringan. Pidana denda selain diataur

dalam pasal 10 KUHP, tetapi perincian terdapat pada pasal 30 KUHP.31

30

Tolib Setiady, Pokok – Pokok Hukum Panitensier Indonesia,...,100

31

(41)

33

2. Pidana tambahan

a. Pencabutan hak – hak tertentu

Pencabutan hak – hak tertentu dimasukkan sebagai pencabutan segala

hak yang dipunyai oleh orang atau warga. Pencabutan hak – hak tertentu

di tulis dalam pasal 35 KUHP yang berbunyi :

1) Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu

2) Hak menjadi anggota angkatan bersenjata

3) Hak memilih dan hak di pilih dalam pemilihan umum

4) Hak menjadi penasihat, atau pengurus hukum, hak menjadi wali,

hak menjadi pengawas, pengampu atau pengampu pengawas, atas

orang bukan anaknya sendiri.

5) Hak yang menjadi penguasaan bapak, menjalankan perwalian atau

pengampuan atas nakanya sendiri.

6) Hak menjalankan perwalian yang tertentu.

b. Perampasan barang barang tertentu

Pidana perampasna barang – barang tertentu adalah jenis pidana harta

kekayaan, seprti halnya dengan pidana denda. Ketentua mengenai

perampasan barang – barang tertentu terdapat dalam pasal 39 KUHP

yaitu ;

1) Barang – barang milik terpidana yang diperoleh dari kajahatan

atau yang sengaja di pergunakan untuk melakukan kejahatan,

(42)

34

2) Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan

dengan segaja atau karena pelanggaran, dapat juga di jatuhkan

putusan perampasan berdasarkan putusan sesuai dengan hal – hal

di dalam undang – undang.

3) Perampasan dilakukan oleh orang yang bersalah yang diserahkan

kpada pemerintah, tetapi hanya atas barang yang telah di sita.

c. Penumuman putusan hakim

Pengumuman putusan hakim di atur dalam pasal 43 KUHP yang

mengatur bahwa :32 “apabila hakim memerintahkan supaya putusan di

umumkan berdasarkan kitab undang – undang ini atau aturan umum

yang lainnya, harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan

perintah atas biaya terpidana. Pidana tambahan pengumuman putusan

hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal – hal yang di tentukan oleh

undang –undang”.

E. Tujuan hukuman atau pemidanaan

Di Indonesia sendiri hukum positif belum pernah merumuskan tujuan

pemidanaan. Selama ini wacana tentang wacana tujuan peminaan tersebut

masih dalam tataran yang bersifat teoristis.menurut P.A.F Lamintang

menyatakan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pokok pikiran tentang tujuan

yang ingin di capai dengan suatu pemidanaan, yaitu ;33

32

Ibid, 104.

33

(43)

35

1. Untuk memperbaiki pribadi dari penjahat itu sendiri

2. Untukmembuat orang menjadi jera dalam melakukan kejahatan –

kejahatan, serta

3. Untuk membuat penjahat – penjahat tertentu menjadi tidak mampu

untuk melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara

– cara lain sudah tidak dapat diperbaiki lagi.

Dari kerangka pemikiran diatas , melahirkan beberapa teori tentang

tujuan pemidanaan. Pada umunya teori – teori pemidanaan terbagi atas tiga

bagian yaitu ;

1. Teori Absolut Atau Teori Pembalasan (Vergelding Theorien)

Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata – semata karena orang

telah melakukan kajahatan atau tindak pidana. Teroiini di perkenalkan

oleh Kent dan Hegel. Teori ini bertujuan untuk memuaskan pihak yang

dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau

menjadi korban. Pendekatan teori absolut meletakkan gagasannya

tentang hak untuk menjatuhkan pidana yang keras, dengan alasan karena

seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya, sudah seharusnya dia

menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya.34

Sedangkan menurut muladi teori absolut memandang bahwa

pemidanaan merupakan pembalasan atas kesalahan yang telah dilakukan

sehingga berorientasi pada perbuatan dan terletak pada kejahatan itu

sendiri. Teoriini mengedepankan bahwa sanksi dalam hukum pidana

34

(44)

36

dijatuhkan karena semata – mata karena orang telah melakukan suatu

kejahatan yang merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu

pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan sehingga sanksi

bertujuan untuk memuaskan tuntutan keadilan.35

2. Teori Relatif Atau Tujuan (Doel Theorien)

Teori relatif atau teori tujuan, berpokok pangkal pada dasar bahwa

pidana alat untuk meneggakan tata tertib hukum dalam masyarakat.

Teori ini berbeda dengan teori absolut, dasar pemikiran agar suatu

kejahatan dapat dijatuhi hukuman artinya penjatuhan pidan mempuanyai

tujuan tertentu, misalnya memperbaiki sifat mental atau membuat

pelaku tidak berbahaya lagi, di butuhkan proses pembinaan sikap ental.

Menurut muladi tentang teori relatif menyebutkan bahwa pembinaan

bukan sebagai pembalasan atas kesalahan pelaku tetapi sarana mencapai

tujuan yang bermanfaat untuk melindungi masyarakat menuju

kesejahteraan. Sanksi di tetapkan pada tujuannya, yakni untuk

mencegah agar orang tidak melakukan kejahatan, maka bukan bertujuan

untuk pemuasan absolut atas keadilan.36

3. Teori Gabungan Atau Moderen (Vereningings Theorien)

Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asal pembalasan dan

asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu

menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Secara teoritis, teori gabungan

berusaha untuk menggabungkan pemikiran yang terdapat pada teori

35

Zainal farid, Hukum Pidan I, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), 11.

36

(45)

37

absolut dan teori relatif. Disamping mengakui penjatuhan sanksi pidana

diadakan untuk membalas perbuatan pelaku, juga dimasukkan agar

pelaku dapat dapat diperbaiki sehingga bisa kembali kemasyarakat.37

Teroi ini dikenalakan oleh Prins, Van Hammel, Van List dengan

pandangan sebagai berikut ;38

a. Tujuan terpenting pidana adalah memberantas kejahatan sebagai

gejala masyarakat.

b. Ilmu hukum pidana dan perundang – undangan pidana harus

memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologis.

c. Pidana iala suatu dari yang efektif yang dapat digunakan pemerintah

untuk memberantas kejahatan. Pidana bukan satu – satunya sarana,

oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri akan tetapi

harus digunakan dlambentuk kombinasi dengan upaya sosial.

Dari pandangan diatas menunjukkan bahwa teori ini mensyaratkan

agar pemidanaan itu selain memberikan penderitaan jasmani juga

psikologi dan terpenting adalah memberikan pemidanaan dan

pendidikan. Dari tujuan diatas maka dpat disimpulakan bahwa tujuan

pemidanaan menurut teori gabungan adalah pemberian sudatu

pemidanaan tidak boleh dengan tujuan balas dendam ataupun membuat

efek jera, melainkan harus mengedepankan pembelajaran bagi pelaku.

37

Mahrus Ali, Dasar –dasar Hukum Pidana”,... 192.

38

(46)

38

F. Pemidanaan atau hukuman dalam hukum pidana islam

Hukum pidana di dalam syariat islam merupakan hal prinsip, sebab

telah diatur dengan tegas dan jelas di dalam Al – Quran dan As – Sunnah di

samping aturan – atauran hukum lainnya. Allah SWT dan Rasul – Nya

dengan jelas menjelaskan aturan – aturan tentang had zina, qadhaf,

pencurian, perampokan, dan lainnya, serta hukuman kisas dan ketentuan

umum tentang takzir.

Hal tersebut dapat pula berarti betapa urgensnya hukum pidana

tersebut dalam hukum silam dapat dipastikan bahwa tidak dengan

menjelaskan ketentuan – ketentuan Allah tersebut, maka tujuan dari hukum

tidak dapat berjalan efektif. Apabila di tinjau bahwa Allah memerintahkan

melaksanakan aturan – aturan tersebut tanpa suatu tendensi kepentingannya

atas manusia, selain agar manusia dapat menikmati hasil dari beberapa

hukum tersebut.39

Dalam hukum islam tindak pidana di artikan sebagai peristiwa

pidana, tindak pidana atau istilah – istilah lainnya disebut jarimah. Jarimah

bersal dari kata (

َ

َ ج

) yang sinonimnya (

َ طق َ سك

) artinya ; berusaha dab

bekerja. Hanya saja pengertian usaha disini khusus untuk usaha yang tidak

baik atau usaha yang dibenci oleh manusia.40

39

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, Penerapan Syariat Islam Dalam Konteks Modernitas, (Bandung : Asy Syaamil Press, 2000), 134 – 135.

40

(47)

39

Dari pengertian di atas maka dapat ditarik definisi bahwa jarimah itu

adalah ;41

َ َ تا

َْيقتْس ْ اَقْي طْ ا َ ْ ْ ا ََقحْ َف َ ه ََ ك

Melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran,

keadilan, dan jalan yang lurus (agama).

Sementara itu menurut Imam Al – Mawardi berpendapat bahwa

jarimah adalah ;42

َْح َ ئا جْ ا

َ ْي ْ ت ْ أََ ح َ ْن َى تَ ََا ج َ ي ْ شَ ار ْ

َ

Jarimah adalah perbuatan – perbuatan yang dilarang oleh syarak dan

diancam dengan hukuman had dan takzir.

Adapun pengertian hukuman yang dikemukakan oleh Ahmad Wardi

dari Abdul Qadir Audah yaitu ;43

َ َ جْ اَ ح ْص َر َ ق ْ اَءا جْ ىهَ ْ ق ْ ا

ر َشا ْ أَ يْص َى َ

Hukuman adalah pembalasan yang ditetapkan untuk kemaslahatn

masyarakat, karena adanya pelanggarn atas ketentuan – ketentuan syarak.

Dalam bahasa Indonesia, kara jarimah berarti perbuatan pidana atau

tindak pidana. Kata laian yang sering di gunakan sebagai padanan istilah

jarimah ialah kata hinayah. Hanya dengan kata laian menurut para fuqaha

istilah jarimah pada umumnya di gunakan untuk semua pelanggaran terhadap

perbuatan – perbuatan yang dilarang oleh syarak baik mengenai jiwa atau

lainnya. Sedangkan jinayah pada umumnya digunakan untuk menyebutkan

41

Ibid.

42

Ibid.

43

(48)

40

perbuatan pelanggaran yang mengenai jiwa atau anggota badan seperti

membunuh dan melukai anggota badan tertentu.44

Dari pengertian diatas maka, jarimah ialah larangan – larangan syarak

yang diancam hukuman had atau hukuman takzir, yang mana larangan –

larangan tersebut adakalanya berupa perbuatan yang dilarang atau

meninggalkan perbuatan yang di perintahkan. Oleh karenanya tiap – tiap

jarimah hendaknya memenuhi unsur – unsur umum seperti ;45

1. Nas yang melarang perbuatan dan mengancam hukuman terhadapnya.

Unsur ini sbisanya di sebut unsur formil (rukun Syar’i).

2. Ada tingkah laku yang membentuk jarimah, baik berupa perbuatan –

perbuatan nyata maupun sikap tidak berbuat. Unsur ini bisanya di sebut

unsur materiel (rukun maddi).

3. Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai

pertanggung jawaban terhadap jarimah yang di perbuatnya, dan unsur ini

biasanya di sebut unsur moril (rukun adabi).

Ketiga unsur tersebut harus terdapat pada suatu perbuatan untuk

digolongkan kepada jarimah. Di samping unsur – unsur umum pada tiap –

tiap jarimah terdapat juga unsur – unsur yang bersifat khusus untuk dapat

dikenakan hukuman, seperti pengambilan dengan diam – diam dalam jarimah

pencurian.46

44

H.A Djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), Ed. 2 Cet. 3, (Jakarta : Raja Grafindo, 2000), 12.

45

Ibid, 6.

46

(49)

41

G. Macam – macam pemidanaan dalam hukum pidana islam

Hukum pidana dianggap sebagai tulang punggung terwujudnya

ketertiban umum dan tegaknya hak asasi manusia. Dan para ulama pada

umumnya membagi Jarimah dalammenghukum pelaku kejahatan

berdasarkan berat dan rintangan hukum serta di tegaskan atau tidak oleh Al

– Quran atau Al – Hadist. Atas dasar ini mereka membagi hukum pidana

islam menjadi tiga yaitu ;47

4. Jarimah hudud

5. Jarimah kisas

6. Jarimah takzir

Pengertian Jarimah hudud yaitu suatu hukuman yang di tentukan oleh

syarak sehingga terbatas jumlahnya. Selain di tentukan bentuknya (jumlah),

juga di tentukan hukumnya secara jelas, baik melalui Al – Quran dan As –

Sunnah. Lebih dari itu, Jarimah ini termasuk dalam Jarimah yang menjadi hak

tuhan, prinsipnya adalah Jarimah yang menyangkut kepentingan orang

banyak, yaitu untuk memelihara kepentingan, ketentraman, dan keamanan

masyarakat.

Hukuman Jarimah ini sangat jelas karena hanya ada satu hukuman

untuk satu Jarimah, tidak ada pilihan hukuman bagi Jarimah ini tentu saja

tidak mempunyai batas tertinggi dan terendah seperti layaknya hukuman lain.

Dalam pelaksanaan hukuman terhadap pelaku yang telah nyata – nyata

melakukan Jarimah yang mesuk kelompok Jarimah hudud, tentu dengan

47

(50)

42

segala macam pembuktian. Hakim tida bisa berijtihad dengan memilih

hukuman lain, karena hukuman sudah jelas di tulis dalam nas Al – Quran dan

Al – Hadist.

Kerena beratnya sanksi yang di terima terhukum apabila terbukti

bersalah melakukan Jarimah ini, maka penetapa asas legalitas bagi pelaku

Jarimah harus hati – hati, ketat dalam penerapannya.48 Meliputi : perzinahan,

Qadzaf (menuduh zina), minum khamer (minum – minuman keras),

pencurian, perampokan, pemberontakan dan murtad.49 Pengertian Jarimah

kisas, Jarimah diyat seperti Jarimah hudud telah di tentukan besar jenis

maupun hukumannya.

Kekuasaan hakim pada Jarimah hudud di batasi dengan penentuan

jumalah hukumannya. Tetapi pada Jarimah kisas dan Jarimah diyat pelaku

maupun ahli waris dapat memanfaatkan untuk tidak dilakukan hukuman.

Perbedaan Jarimah kisas dan Jarimah diyat yaitu, Jarimah kisas adalah suatu

jenis Jarimah yang di peruntukan bagi pelaku pembunuhan jiwa dan anggota

badan yang dilakukan dengan sengaja. Adapun diyat merupakan adalah

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan produk daun lamtoro fermentasi dengan Trichoderma viride dan Bacillus laterosporus sebanyak 20% di ransum itik Pitalah dan perlakuan R3 penurunan lemak (18,50%),

Penegakan hukum terhadap pidana di pasar modal yang dilakukan oleh badan otoritas di bidang pasar modal dan lembaga keuangan, Bapepam-LK sekarang ada pada Otoritas Jasa

Faktor kepuasan kerja pegawai honorer Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kecamatan Watopute Kabupaten Muna yaitu faktor penghargaan berupa gaji atau insentif,

Proses persiapan dalam acara pesta pernikahan membutuhkan waktu yang cukup lama sekitar tiga minggu. Setelah pelamaran, keluarga dan masyarakat datang bersama-sama

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan

Ibid, "hal" 177.. Perilaku konsumen juga ditentukan oleh kebudayaan, yang tercermin pada cara hidup, kebiasaan dan tradisi dalam permintaan akan bermacam-macam barang dan

Perilaku altruisme pada relawan bencana alam dalam penelitian ini adalah memberikan perhatian pada orang lain, membantu orang lain, dan meletakkan kepentingan orang

jum’at, 01 Desember 2017 pukul 10:10 WIB, beliau merupakan masyarakat asli desa Leran yang pernah menggunakan sesajen dalam acara pernikahan.. Kalau hukum membuat sesajen saya