• Tidak ada hasil yang ditemukan

Integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN PEMBELAJARAN MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADIS DI MADRASAH ALIYAH NEGERI

JOMBANG

SKRIPSI

Oleh :

RUSKA ULLYFATURROFI’AH NIM. D71213133

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Ruska Ullyfaturrofi’ah, NIM. D71213133, 2017.Integrasi Pendidikan Karakter Dengan Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang, Skripsi, Prodi Pendidikan Islam, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Penelitian yang berjudul Integrasi Pendidikan Karakter dengan Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah mengenai deskripsi integrasi pendidikan karakter dan pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis.

Jenis metode penelitian ini yakni penelitian deskriptif kualitatif, dimana riset yang bersifat deskriptif (menggambarkan) dan menggunakan analisis, dengan metode pengumpulan data melalui observasi (pengamatan), wawancara dan dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan cara mereduksi data yang tidak relevan, memaparkan data dan menarik kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1) pendidikan karakter di Madrasah Aliyah Negeri Jombang yakni terlaksananya pendidikan karakter yang baik. Nilai-nilai karakter juga sudah banyak diterapkan oleh peserta didik di Madrasah ini. 2) pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang ini dilakukan sesuai dengan RPP dan Silabus, selain itu guru juga mengupayakan materi yang telah dipelajarinya tersebut bisa diterapkan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. 3) integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang yakni terdapat pelaksanaan KBM mata pelajaran Al-Qur’an Hadis yang baik karena perencanaan pembelajaran tersusun secara sistematis dengan tidak mengesampingkan nilai-nilai karakter yang terkandung dalam mata pelajaran Al-Qur’an Hadis. Nilai-nilai dari pendidikan karakter juga sudah banyak diterapkan oleh peserta didik di Madrasah ini baik di dalam KBM maupun pada kegiatan ekstrakulikuler.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian... 6

E. Kegunaan Penelitian ... 7

F. Penelitian Terdahulu ... 8

G. Definisi Operasional ... 11

(8)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter ... 14

1. Pengertian Pendidikan Karakter, Budi Pekerti, Etika, Nilai dan Moral ... 14

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 21

3. Urgensi Pendidikan Karakter ... 26

4. Metodologi Pendidikan Karakter ... 27

5. Guru sebagai Pendidik Karakter ... 33

B. Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis ... 35

1. Pengertian Al-Qur’an Hadis... 35

2. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis ... 37

3. Ruang Lingkup Pembelajaran Al-Qur’an Hadis ... 39

4. Karakteristik Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian... 43

B. Subjek atau Objek Penelitian ... 44

C. Tahap-tahap Penelitian ... 46

D. Sumber dan Jenis Data ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 49

F. Teknik Analisis Data ... 52

(9)

1. Identitas Madrasah ... 54

2. Sejarah Singkat Madrasah ... 54

3. Visi, Misi, Tujuan dan Motto Madrasah ... 55

4. Program Kegiatan Madrasah ... 57

5. Struktur Organisasi Madrasah ... 60

6. Data Siswa dan Rombongan Belajar Madrasah ... 68

7. Data Guru dan Karyawan Madrasah ... 69

8. Data Ruang Sarana dan Prasarana Madrasah ... 75

B. Paparan Data ... 77

1. Pendidikan Karakter di Madrasah Aliyah Negeri Jombang ... 77

2. Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis diMadrasah Aliyah NegeriJombang ... 83

3. Integrasi Pendidikan Karakter dengan Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah NegeriJombang ... 86

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Struktur Organisasi Madrasah Aliyah Negeri Jombang

Tabel 2.1 Data Siswa dan Rombongan Belajar

Tabel 2.2 Data Guru Madrasah Aliyah Negeri Jombang

Tabel 3.1 Data Karyawan Madrasah Aliyah Negeri Jombang

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Transkip Wawancara

Lampiran II Bukti Konsultasi

Lampiran III Surat Izin Penelitian

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek pemegang peranan penting yang

menandai maju tidaknya suatu peradaban bangsa dan negara, pasalnya

kebanyakan negara yang besar dan maju adalah negara yang memiliki tingkat

kualitas pendidikan yang baik pula.

Pendidikan juga dipandang sebagai salah satu bentuk investasi dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta bertujuan untuk meningkatkan

kualitas sumberdaya manusia.Maka dalam hal ini pendidikan bersifat terencana

agar sesuai dengan tujuan yang dikehendaki serta berperan pokok pada

pembentukan generasi muda yang cerdas. Usaha meningkatkan mutu pendidikan

pun sangat dibutuhkan untuk menentukan arah dan masa depan calon penerus

bangsa baik dari segi sumberdaya ataupun media yang dibutuhkannya.

Adapun esensi fungsi dari adanya pendidikan itu sendiri di Indonesia

telah dicantumkan pada UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pada pasal 3 yakni :

(13)

2

Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Dalam UU diatas telah disinggung bahwasanya salah satu komponen

fungsi pendidikan nasional itu sendiri adalah tujuan berakhlak mulia, maka jelas

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa ini peran pendidikan tidak hanya

berupaya untuk memperbaiki segi aspek kognitif kualitas keilmuan dan

pengetahuan suatu masyarakatnya saja, tetapi juga berfungsi sebagai

pembentukan karakter masyarakat dalam suatu bangsa itu sendiri, dengan kata

lain pendidikan tidak hanya mendidik para peserta didiknya untuk menjadi

manusia yang cerdas, tetapi juga membangun kepribadiannya agar berakhlak

mulia.

Di sisi lain seiring berjalannya waktu arus globalisasi pun mulai

menggerogoti dunia pendidikan, nampaknya nilai-nilai pendidikan agama pun

yang terdapat pada diri manusia sudah tidak lagi dipegang sebagai pedoman

hidup, kehidupan sekuler telah merajalela masuk di berbagai sektor terutama

pendidikan, sehingga pembentukan karakter dan nilai pendidikan peserta didik

yang merupakan bagian terpenting dari proses pendidikan justru kurang tergarap

secara serius.

Saat ini pendidikan di Indonesia dinilai oleh banyak kalangan tidak

bermasalah dalam hal mencerdaskan para peserta didiknya, namun dinilai kurang

berhasil dalam hal membangun kepribadian peserta didiknya agar berkarakter

1

UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, Bab. I, Pasal 3 Ayat I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 2.

(14)

3

dan berakhlak mulia.Oleh karena itu muncul isu pendidikan karakter yang terkini

diperbincangan oleh semua kalangan intelektual serta dirasa perlu diupayakan

sebagai kebutuhan yang mendesak.

Pendidikan karakter juga dirasa penting untuk semua jenjang pendidikan,

yakni dimulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.Secara umum,

pendidikan karakter sesungguhnya dibutuhkan sejak anak berusia dini. Apabila

karakter anak sudah terbentuk sejak dini, ketika dewasanya nanti tidak akan

mudah terpengaruh atau berubah karena adanya segala intervensi atau godaan

yang datang merayu dan menggiurkan dimasa depan.2

Dengan adanya pendidikan karakter sejak usia dini diterapkan persoalan

mendasar dunia pendidikan yang akhir-akhir ini sering menjadi keprihatinan

bersama karena terjadinya kemerosotan nilai dan akhlak dapat diatasi. Maka

nantinya pendidikan di Indonesia ini sangat diharapkan dapat mencetak alumni

pendidikan yang unggul, yakni para anak bangsa yang cerdas, beriman,

bertaqwa, berakhlak mulia serta mempunyai keahlian dibidangnya dan

berkarakter.

Maka sejatinya perlu dikawal atas integrasi atau keseluruhan pelaksanaan

pendidikan karakter ini di semua lapisan jenjang sekolah. Tidak mudah memang

untuk melaksanakan hal tersebut, maka penting dengan hal itu salah satunya

perlulah kepiawaian guru dalam menginternalisasikan pendidikan karakter

2

Akhmad Muhaimin, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 15.

(15)

4

tersebut ke dalam segala aspek mata pelajaran yang akan diberikan kepada

peserta didik di sekolah.

Dalam hal ini guru berperan sebagai center figure dalam membentuk dan

mengembangkan peserta didik yang tidak hanya cerdas tetapi juga memiliki

kepribadian yang berakhlak mulia dalam kesehariannya. Untuk mencapai hal

tersebut salah satunya perlu dirasa adanya internalisasi nilai-nilai pendidikan

karakter pada diri peserta didik melalui mata pelajaran di sekolah. Bahkan tidak

hanya pada mata pelajaran umum saja yang diutamakan, tetapi juga termasuk

pentingnya peran mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) khususnya

Al-Qur’an Hadis disekolah terutama madrasah untuk membentengi peserta didik

dalam pembinaan akhlak yang diharapkan nantinya dapat menjadikan peserta

didik menjadi insan yang unggul dan berkarakter.

Adapun dalam hal ini Madrasah Aliyah Negeri Jombang atau biasa

disebut dengan MAN Jombang merupakan salah satu lembaga pendidikan yang

berada dibawah naungan departemen agama dan dipandang sebagai madrasah

aliyah yang berkarakter baik dan unggul. Letak lokasinya berada di Jalan Dr.

Wahidin Sudirohusodo No.2 Jombang.

Madrasah ini adalah termasuk salah satu madrasah yang memprioritaskan

adanya integrasi karakter, dapat dilihat dalam visi madrasah ini adalah

terwujudnya generasi muda yang berilmu, beramal, berakhlak mulia, unggul

dalam prestasi dan kompetitif berbasis lingkungan sehat dengan misi

(16)

5

pembiasaan siswa berakhlakul karimah. Selain itu madrasah ini mengupayakan

juga peningkatan dalam proses pembelajaran yang efektif, kreatif, inovatif,

peningkatan kualitas kegiatan ekstrakulikuler, dan juga peningkatan kualitas

partisipasi siswa dalam event adu prestasi sehingga setiap peserta didik dapat

berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Sesuai dengan tujuan tersebut madrasah ini pula melakukan penanaman

nilai dan pembiasaan berakhlakul karimah pada peserta didik yang salah satunya

dapat diberikan atau diintegrasikan oleh guru-guru pada mata pelajaran PAI

khususnya pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadis dengan didukung oleh upaya

proses belajar mengajar (KBM) yang dilakukan secara efektif beserta upaya

pengembangan lainnya di luar mata pelajaran, dengan tujuan agar nantinya dapat

membangun karakter dan membentuk pembiasaan berakhlakul karimah.

Maka atas dasar pemikiran tersebut, penulis mengangkat judul:

“Integrasi Pendidikan Karakter Dengan Pembelajaran Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang”

B. Rumusan Masalah

Dari adanya latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat

diambil rumusan masalah pada permasalahan ini yaitu:

1. Bagaimana pendidikan karakter di Madrasah Aliyah Negeri Jombang ?

2. Bagaimana pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah

(17)

6

3. Bagaimana integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata

pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang ?

C. Batasan Masalah

Dalam skripsi ini terdapat batasan masalah yang akan dikaji. Hal ini

untuk menghindari kekaburan dan kesimpangsiuran dalam pembahasan, sehingga

dapat mengarah kepada pokok bahasan yang ingin dicapai.

Adapun batasan-batasanmasalah tersebut adalah:

1. Penelitian ini hanya membahas pendidikan karakter di Madrasah Aliyah

Negeri Jombang

2. Pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri

Jombang

3. Integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata pelajaran

Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang.

D. Tujuan Penelitian

Dari adanya rumusan masalah di atas maka tujuan penulis dalam

penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui pendidikan karakter di Madrasah Aliyah Negeri Jombang ?

2. Mengetahui pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah

Aliyah Negeri Jombang ?

3. Mengetahui integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata

(18)

7

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan untuk kepentingan

teoritis dan praktis. Adapun secara teoritis penelitian ini dapat berguna antara

lain:

1. Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pendidikan

a. Secara umum, temuan penelitian ini diharapkan dapat memberi

dukungan terhadap hasil penelitian sejenis tentang integrasi pendidikan

karakter.

b. Memberikan kontribusi berdaya guna secara teoritis, metodologis dan

empiris bagi kepentingan akademis (UIN Sunan Ampel Surabaya)

dalam bidang pengkajian konsep pembelajaran karakter siswa melalui

integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata pelajaran

Al-Qur’an Hadis.

2. Pendidik dan tenaga kependidikan

a. Dapat dijadikan bahan evaluasi, peningkatan ataupun pengembangan

mutu kualitas karakter pada peserta didik di madrasah, dan sebagai

pengajar di tingkat Madrasah Aliyah yang profesional dalam

membentuk karakter peserta didik melalui kegiatan belajar mengajar

berlangsung di dalam maupun pengembangan di luar kelas.

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk:

(19)

8

a. Informasi bagi para pendidik di madrasah dalam upaya penanaman,

pengembangan, dan penginternalisasian nilai-nilai karakter pada peserta

didik.

b. Bahan masukan untuk Madrasah Aliyah Negeri Jombang dalam

merencanakan, melaksanakan, serta mengevaluasi pelaksanaan

pendidikan karakter, perkembangan akhlak atau karakter peserta didik di

madrasah dalam kesehariannya.

c. Sebagai sumbangan pemikiran dalam rangka turut meningkatkan mutu

pendidikan di Madrasah Aliyah Negeri Jombang.

2. Peneliti dan calon peneliti

a. Bagi peneliti: penelitian ini digunakan sebagai upaya untuk mengkaji

secara ilmiah tentang integrasi pendidikan karakter dengan

pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah

Negeri Jombang.

b. Bagi calon peneliti: diharapkan penelitian ini dapat menginspirasi calon

peneliti untuk mengkaji kembali dikemudian hari atau

mengembangkannya di bidang lain.

F. Penelitian Terdahulu

Dalam rangka membantu menyajikan penulisan penelitian ini, maka

penulis juga menyantumkan hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan

(20)

9

kerangka pemikiran dengan harapan hasil penelitian dapat tersaji secara

originalitas dan mudah dipahami.

1. Muhammad Zaini Bakhtiar (08110193)

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul :”Pembentukan Karakter Siswa Melalui Kegiatan Keagamaan di

Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Lamongan”

Metode Penelitian : Kualitatif

Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini memaparkan bahwa konsep

pembentukan karakter di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Lamongan tertata

dengan rapi, yakni mewajibkan semua siswa untuk mengikuti kegiatan

keagamaan yang telah teragendakan. Proses penerapan pembentukan

karakter ini dilakukan pada kegiatan intra maupun ekstra sekolah atau

melalui kegiatan pembelajaran maupun ekstra sekolah seperti keagamaan.

2. Mansur (06310062)

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : “Hubungan Antara Pendidikan Agama Islam Dengan Pembentukan

Karakter Siswa Kelas VII SMP Islam Al-Ma’arif Singosari Malang”

Metode Penelitian : Kualitatif

Hasil Penelitian : Dapat diketahui bahwa mata pelajaran dan dan penerapan

nilai-nilai moral dan akidah pembelajaran pendidikan agama islam dapat

membentuk karakter siswa dengan baik dan tak lepas dari faktor-faktor

(21)

10

3. Nur Azizah (07110056)

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : “Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Al-Qur’an”

Metode Penelitian : Kualitatif

Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dalam Al-Qur’an

dan Hadist telah terdapat secara jelas mengenai pendidikan karakter dari segi

potensi diri seseorang itu sendiri mempunyai karakter maupun faktor dari

luar, yakni lingkungan yang mempengaruhi.

4. Sukatno (06110193)

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : “Upaya Guru Pendidikan Agama Islam Dalam Membentuk Karakter

Peserta Didik di SMA Muhammadiyah 1 Kepanjen”

Metode Penelitian : Kualitatif

Hasil Penelitian : Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa upaya yang

dilakukan oleh guru PAI yang bekerjasama dengan guru-guru yang lainnya

bisa membentuk karakter siswa dengan baik melalui program atau budaya

yang telah diterapkan di sekolah.

5. Ahmad Syaiful Ulum (10110088)

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul : “Pelaksanaan Pembinaan Akhlak Melalui Pendidikan Akhlak Mulia

di SMA Negeri 1 Turen”

(22)

11

Hasil Penelitian : Bahwa usaha pembinaan akhlak mulia di SMA Negeri 1

Turen adalah dengan memberikan materi tentang akhlak mulia. Pendidikan

akhlak mulia ini merupakan sebuah mata pelajaran khusus yang ada di SMA

Negeri 1 Turen yang dirasa sesuai dengan kebutuhan remaja (peserta didik)

saat ini.

Maka dengan adanya rujukan penelitian terdahulu yang sudah dilakukan

diatas, posisi penelitian yang berbeda saat ini akan dilakukan oleh peneliti

dengan judul: “Integrasi Pendidikan Karakter Dengan Pembelajaran Mata

Pelajaran Al-Qur’an Hadis Di Madrasah Aliyah Negeri Jombang”.

G. Definisi Operasional

Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang judul penelitian

ini, maka penulis perlu menjelaskan sedikit teori yang terdapat dalam judul

penelitian ini yaitu “Integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata

pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang”

1. Integrasi : penyatuan menjadi satu kesatuan yang utuh atau penggabungan.3

2. Pendidikan karakter : suatu usaha yang disengaja untuk membantu peserta

didik sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan

nilai-nilai etika. Pendidikan karakter yang dimaksudkan dalam hal ini merupakan

sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan

3

Pius A. Partanto dan M. Dahlam Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), h. 264.

(23)

12

dalam kepribadian seseorang atau peserta didik sehingga menjadi satu dalam

perilaku kehidupan orang tersebut.4

3. Mata pelajaran Al-Qur’an Hadis : mata pelajaran ini adalah unsur dari mata

pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) pada madrasah yang memberikan

pendidikan kepada peserta didik untuk memahami dan mencintai Al-Qur’an

dan Hadis sebagai sumber ajaran Islam dan mengamalkan isi kandungannya

sebagai petunjuk dan pedoman dalam seluruh aspek kehidupannya. Maka

dari itu mata pelajaran Al-Qur’an Hadis diajarkan dari tingkat dasar kepada

peserta didik di sekolah untuk membantu peserta didik mengetahui perbuatan

tingkah laku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.5

H. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan ini menunjukkan urutan gambaran pembahasan

menyeluruh dari awal hingga akhir, terdiri dari lima bab yang penulis susun

secara sistematis sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu,

definisi operasional, dan sistematika pembahasan.

BAB II : Kajian pustaka yang menguraikan teori-teori yang sesuai dengan topik penelitian. Dimana teori diambil dari berbagai literatur yang berhubungan

dengan penelitian karakter, meliputi: pengertian pendidikan karakter, etika, nilai

4

Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 5.

5

Abdurrohman An Nahlawi, Pendidikan Islam dan Masyarakat, terj.Drs. Sihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 1995), h. 116.

(24)

13

moral dan budi pekerti, tujuan pendidikan karakter, urgensi pendidikan karakter,

metodologi pendidikan karakterdan peran guru sebagai pendidik karakter.

Kemudian mengenai mata pelajaran Qur’an Hadis meliputi: pengertian

Al-Qur’an Hadis, tujuan dan fungsi mata pelajaran Al-Al-Qur’an Hadis, ruang lingkup

pembelajaranAl-Qur’an Hadis, karakteristik mata pelajaran Al-Qur’an Hadis.

BAB III : Metode penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, subjek atau objek penelitian,tahap-tahap penelitian, sumber dan jenis data, teknik

pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV : Bab ini berisi tentang laporan hasil penelitian yang peneliti bagi menjadi dua sub bab, antara lain:

1. Gambaran umum obyek penelitian yang memaparkan tentang : letak

geografis Madrasah Aliyah Negeri Jombang, sejarah singkat Madrasah

Aliyah Negeri Jombang, visi, misi, tujuan, dan motto Madrasah Aliyah

Negeri Jombang, program kegiatan Madrasah Aliyah Negeri Jombang,

struktur organisasi Madrasah Aliyah Negeri Jombang, keadaan siswa

Madrasah Aliyah Negeri Jombang, keadaan guru dan karyawan Madrasah

Aliyah Negeri Jombang, sarana dan prasarana Madrasah Aliyah Negeri

Jombang

2. Penyajian analisis data berisi tentang Integrasi pendidikan karakter dengan

pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri

Jombang dan analisis data penelitian

(25)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan Karakter, Budi Pekerti, Etika, Nilai, dan Moral

Kata pendidikan sudah tidak asing terdengar dalam kehidupan kita,

banyak sekali tokoh atau ahli pendidikan yang memaparkan tentang

pengertian pendidikan ini dengan konsep yang berbeda-beda. Adapun

pengertian urgen dari istilah pendidikan tersebut juga telah dirumuskan

dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1UU RI Nomor 20

tahun 2003 yakni :

“Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara”.6

Ki Hajar Dewantara sang pelopor pendidikan Indonesia menyatakan

bahwa pendidikan berarti daya upaya untuk memajukan pertumbuhan nilai

moral (kekuatan batin atau karakter), fikiran (intellect) dan tumbuh anak

yang satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat memajukan

6

UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003, h. 2.

(26)

15

kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita

didik selaras.7

Definisi lain juga diungkapkan oleh George F. Kneller bahwa

pendidikan memiliki arti luas dan sempit. Dalam arti luas pendidikan

diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi

perkembangan jiwa, watak, ataupun kemauan fisik individu. Dalam arti

sempit bahwa pendidikan adalah suatu proses mentransformasikan

pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan dari generasi ke generasi yang

dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga-lembaga pendidikan. 8

Selanjutnya istilah dari karakter sendiri banyak sekali yang

berpendapat bahwa kata karakter hampir sama atau berhubungan dengan

kata seperti budi pekerti, etika, nilai dan moral. Adapun secara harfiah kata

karakter berasal dari bahasa Inggris, yaitu “character” yang berarti watak,

karakter, atau sifat. Asal usul kata karakter lain dari bahasa Yunani yang

berarti to mark artinya cetak biru, format dasar, sidik, seperti sidik

jari.9Sedangkan dalam bahasa Indonesia, watak diartikan sebagai sifat batin

manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan perbuatannya, dan berarti

pula tabiat, dan budi pekerti.10

7

Zaim ElMubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 2.

8

Wiji Suwarno, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), h. 20.

9

Ngainun Naim, Character Building, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 51.

10

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 163.

(27)

16

Menurut Wyne yang dikutip oleh E. Mulyasa, mengemukakan bahwa

karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu“character”yang berarti menandai

dan memfokuskan penerapan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata dan

sehari-hari.11Dirjen pendidikan agama islam (2010) mengemukakan bahwa

karakter dapat diartikan sebagai totalitas ciri-ciri pribadi yang melekat dan

dapat diidentifikasi pada perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti

secara khusus ciri ini membedakan individu dengan individu yang lain.12

Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang

berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, orang-orang

sekitar, dan lingkungannya.Perilaku yang berlaku sehari-hari baik sikap

maupun tindakan.Karakter juga merupakan jati diri yang melekat pada

individu, dengan menunjukkan nilai-nilai perilaku tertentu yang

membedakan antara individu satu dengan yang lainnya.Karakter dalam

pengertian ini menandai dan memfokuskan pengaplikasian nilai-nilai

kebaikan dalam bentuk tindakan dan tingkah laku.Orang-orang yang tidak

mengaplikasikan nilai-nilai kebaikantentu saja berkarakter jelek, sedang

yang mengaplikasikan berkarakter mulia.

Istilah lain dari karakter juga terdapat dalam bahasa Arab yakni

Akhlak yang diartikan sama atau mirip dengan budi pekerti. Akhlak pada

dasarnya adalah mengajarkan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan

11

E. Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 3.

12

Ibid., 4.

(28)

17

dengan Tuhan Allah Sang Penciptanya, sekaligus bagaimana seseorang

harus berhubungan dengan sesama manusia dalam kehidupannya.

Budi pekerti dalam bahasa Sansekerta berarti tingkah laku atau

perbuatan yang sesuai dengan akal sehat. Perbuatan yang sesaui dengan akal

sehat itu yang sesuai dengan nilai-nilai dan moralitas masyarakat, jika

perbuatan itu menjadi kebiasaan dalam masyarakat, maka akan menjadi tata

krama di dalam pergaulan masyarakat. Adapun menurut Edi Setyawati

bahwa ada lima jangkauan nilai budi pekerti, yaitu sikap dan perilaku dalam

hubungan dengan Tuhan, diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan bangsa serta

alam semesta.13

Kemudian selanjutnya kata etika juga disebut berhubungan dengan

karakter, adapun pengertian etika menurut Bertens yakni mengandung multi

arti. Pertama, etika dalam arti seperangkat nilai atau norma yang menjadi

pegangan hidup seseorang atau kelompok orang yang bertingkah laku.

Kedua, etika diartikan sebagai kumpulan prinsip atau nilai moral, maka etika

dalam hal ini lebih sebagai kode etik.Ketiga, etika diartikan sebagai ilmu

tentang yang baik dan yang buruk.14

Disisi lain istilah nilai berasal dari bahasa Latin vale’re yang artinya

berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai

sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat, dan benar menurut keyakinan

13

Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Piaget, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), h. 20.

14

Bertens, Etika Umum, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999), h. 31.

(29)

18

seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang

menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna, dan dapat

membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat.15

Menurut Steemen, nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada

hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah

sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan

seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut

pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai

dan etika.16

Nilai merupakan preferensi yang tercermin dari perilaku seseorang,

sehingga seseorang akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu

tergantung pada sistem nilai yang dipegangnya, sebagaimana yang

diungkapkan oleh Kelven Hall dalam jurnalnya sebagai berikut:

“Values are both more general and more central to my personality than are my atthitudes. A value is an enduring preference for a mode of conduct (e.g.,honesty) or a state of existence (e.g.,inner peace). A person’s values cluster together to form a values system, that is, an organization of values in terms of their relative importance”.17

Artinya bahwa:

“Nilai keduanya lebih umum dan lebih penting bagi kepribadian saya daripada atthitudes saya. Nilai adalah preferensi abadi untuk modus perilaku (misalnya, kejujuran) atau keadaan eksistensi (damai

15

Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter Kontruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembealjaran Afektif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 56.

16

Eka Darmaputera, Pancasila, Identitas dan Modernitas Tinjauan Etis dan Budaya, (Jakarta: BKP Gunung Mulia, 1987), h. 7.

17

Kelven Hall, Readings in Value Development, (New Yersey: Paulist Press, 1982), h. 56.

(30)

19

misalnya, batin). Nilai-nilai seseorang cluster bersama untuk membentuk sistem nilai yaitu, sebuah organisasi nilai-nilai dalam hal kepentingan relatif mereka”.

Adapun kata yang berhubungan lainnya dengan karakter adalah

norma, yang dalam hal ini juga berarti aturan, ukuran, patokan, kaidah bagi

pertimbangan dan penilaian atas perilaku manusia. Menurut Magnis Suseno

bahwasanya membedakan norma menjadi dua, yaitu norma umum yang

terdiri dari norma moral dan norma hukum, serta norma khusus yaitu norma

sopan santun yang hanya berlaku pada wilayah dan waktu tertentu. Norma

sopan santun terbentuk oleh masyarakat di daerah tertentu maka umumnya

tidak tertulis, tetapi menjadi kebiasaan lisan saja, yang jika dilanggar akan

mendapat celaan dari masyarakat, tetapi jika ditaati akan mendapat pujian

dari masyarakat.18

Dan kata yang berhubungan dengan karakter adalah moral, dalam

pandangan Sastrapraptedja diungkapkan bahwa pengertian moralitis yakni

segala hal yang terkait dengan moral, terkait dengan perilaku manusia dan

norma-norma yang dipegang masyarakat yang mendasarinya.19Oleh sebab

itu, moralitas merupakan sistem nilai tentang bagaimana seseorang

seharusnya hidup secara baik sebagai manusia.Moralitas itu terkandung

dalam aturan hidup bermasyarakat dalam berbagai bentuk kebiasaan, seperti,

18

Magnis Suseno, Etika Jawa, Sebuah Analisis Falsafi Tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa, (Jakarta: PT Gramedia, 1985), h. 46.

19

M Sastrapratedja, Pendidikan sebagai Humanisasi, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2001), h. 15.

(31)

20

tradisi, petuah, peraturan, wejangan, perintah, larangan, dan lain-lain.moral

dan etika juga mempunyai peranan yang sama yanitu memberi orientasi atau

pegangan hidup tentang bagaimana seseorang harus melangkah dalam hidup

ini. Nilai moral berkaitan erat dengan baik-buruk yang menuntut jawaban

seseorang, yang biasanya lebih berdasarkan kepada nilai fundamental dalam

hidup.20

Dari sekian banyak pandangan arti tentang pendidikan karakter dan

istilah lain yang berhubungan dengannya, pada esensinya pendidikan

karakter sesungguhnya dalam hal ini adalah suatu usaha yang disengaja

untuk membantu peserta didik sehingga ia dapat memahami,

memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai etika.

Pendidikan karakter yang dimaksudkan dalam hal ini merupakan

sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk

ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang atau peserta didik

sehingga menjadi satu dalam kehidupan orang tersebut. Pendidikan karakter

melibatkan pendidikan moral, pendidikan nilai dan juga agama, artinya

pendidikan moral berfungsi sebagai dasar bagi sebuah pendidikan karakter,

berupa keputusan moral individual, yakni apakah ia akan menjadi manusia

yang baik atau yang buruk, berkaitan dengan batin seseorang, berupa

keputusan, pilihan yang bebas dan bertanggung jawab.

20

Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter Kontruktivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012), h. 54.

(32)

21

Selanjutnya, pengertian pendidikan nilai berkaitan dengan nilai-nilai

budi pekerti, tata krama, sopan santun dalam masyarakat dan akhlak,

berfungsi membantu peserta didik mengenal, menyadari pentingnya dan

menghayati nilai-nilai yang pantas dan yang semestinya dijadikan panduan

sikap dan perilaku manusia, baik secara perorangan maupun bersama-sama

dalam suatu masyarakat, serta agama yang dijadikan landasan manusia untuk

pedoman hidup serta berperilaku yang sesuai dengan kaidah ajarannya.

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Pada dasarnya konsep awal pendidikan karakter adalah seperti tujuan

pendidikan yang pada intinya yaitu memanusiakan manusia, membangun

dan membentuk insan kamil atau manusia yang seutuhnya.Maksudnya

adalah pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang mampu

mengaktualisasikan dirinya dengan kemampuan yang dimilikinya serta dapat

mengubah dan membentuk hidup manusia secara mandiri, cerdas dan

berkarakter seutuhnya.

Hal tersebut mengindikasikan bahwa dalam proses pendidikan

maupun proses belajar mengajar bahwasanya perkembangan perilaku peserta

didik dan pemahamannya mengenai nilai-nilai moral seperti keadilan,

kejujuran, rasa tanggung jawab serta kepedulian terhadap oranglain

merupakan elemen yang harus ditanamkan agar peserta didik nantinya

(33)

22

kehidupan sehari-hari baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

Hal tersebut didukung oleh statement Mark dan Terence yakni :

“Morality is directed and constructed to perform a large range of independent functions to prohibit destruction and harm, to promote harmony and stability, to develop what is best in us. It promotes she social and economic conditions that sustain mutually benefical trust and cooperation, articulates ideals and excel lence, sets priorities among the activities that constitute our lives”.21

Artinya adalah:

“Moralitas diarahkan dan dibangun untuk melakukan berbagai macam fungsi independen untuk melarang perusakan dan membahayakan, untuk mempromosikan harmoni dan stabilitas, untuk mengembangkan apa yang terbaik dalam diri kita.Hal ini mendorong kondisi sosial dan ekonomi yang menopang kepercayaan yang saling menguntungkan dan kerjasama, mengartikulasikan cita-cita dan unggul, menetapkan prioritas diantara kegiatan yang menerapkan hidup kita”.

Dari konsep tersebut dapat dimengerti bahwasanya perlunya

keseimbangan keharmonisan atau stabilitas antara keseimbangan dimensi

kognitif dan afektif dari diri kita dalam proses pendidikan untuk membentuk

manusia yang seutuhnya.

Adapun tujuan pendidikan karakter dalam setting sekolah,

diantaranya sebagai berikut:

1. Mengubah dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap

penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan

peserta didik yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

21

Driyarkarya, Driyakarya tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1991), h. 58.

(34)

23

2. Mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan

nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.

3. Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat

dalam memerankan tanggungjawab pendidikan karakter secara

bersama.22

Hal ini selaras dengan statement yang dikemukakan oleh Fakry

Ghaffar tentang tujuan pendidikan karakter yakni sebuah proses transformasi

nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian peserta

didik sehingga menjadi satu dalam perilaku kehidupan peserta didik tersebut.

Dari tujuan tersebut, ada tiga ide pemikiran penting yaitu:23

1) Proses transformasi nilai-nilai

2) Ditumbuhkembangkan dalam kepribadian

3) Menjadi satu dalam perilaku

Ada beberapa pula mengenai jenis bimbingan karakter berdasarkan

tujuannya yang selama ini dikenal dan dilaksanakan dalam proses

pendidikan karakter diantaranya yakni:24

1. Pendidikan karakter berbasis nilai religius yang merupakan kebenaran

wahyu-wahyu Tuhan (konversi moral)

22

Dharma Kesuma dkk,Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 9.

23

Ibid., h. 5.

24

Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multi Dimensional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 29.

(35)

24

2. Pendidikan karakter berbasis nilai budaya, antara lain yang berbasis

budi pekerti, pancasila, apresiasi, sastra, keteladanan tokoh-tokoh

sejarah, dan para pemimpin bangsa (konversi budaya)

3. Pendidikan karakter berbasis lingkungan (konversi lingkungan)

Maka dalam hal ini pendidikan karakter berarti bukan hanya sekedar

mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu

pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik

sehingga siswa dididik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang

benar dan yang salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik

serta mampu melakukannya (domain psikomotorik), sehingga komponen

pendidikan karakter harus melibatkan bukan hanya aspek “knowing the

good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the

good” (moral feeling) dan “acting the good” (moral action).25

Sedangkan tujuan pendidikan karakter dalam perspektif Al-Qur’an

sendiri sebenarnya lebih ditekankan pada membiasakan seseorang agar

mempraktikkan dan mengamalkan nilai yang baik dan menjauhi

nilai-nilai yang buruk dan ditujukan agar manusia mengetahui tentang cara hidup,

atau bagaimana seharusnya hidup.

Pendidikan dalam Al-Qur’an ditujukan sebagai berikut:

25

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 31.

(36)

25

1. Mengeluarkan dan membebaskan manusia dari kehidupan yang gelap

(tersesat) kepada kehidupan yang terang (lurus).(Q.S Al-Ahzab, 33 : 43)

Artinya: “Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikatNya

(memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari

kegelapan kepada cahaya (yang terang) dan adalah Dia Maha

Penyayang kepada orang-orang yang beriman”.26

2. Mengubah manusia yang biadab (jahiliyah) menjadi manusia yang

beradab. (Q.S Al-Baqarah, 2: 67)

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi

betina.” Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah

ejekan?” Musa menjawab: “Aku berlindung kepada Allah agar tidak

menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil.”27

Tujuan pendidikan karakter yang demikian tersebut, telah berhasil

dilakukan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Abul Hasan Ali al-hasani

26Al-Qur’an dan Terjemahnya

, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), h. 423.

27Al-Qur’an dan Terjemahnya

, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2008), h. 10.

(37)

26

al-Nadawy pernah berkata bahwa Muhammad bin Abdullah diutus oleh

Allah SWT sebagai Nabi dan Rasul tepat dalam keadaan dunia laksana suatu

bangunan yang sedang digoncang hebat sekali oleh gempa, sehingga semua

isinya berantakan tidak berada di tempat semestinya”.28

Maka dapat kita ketahui dari berbagai paparan tujuan pendidikan

karakter diatas yang pada intinya tujuan pendidikan karakter adalah agar

dapat membangun dan membentuk karakter seseorang atau peserta didik

dalam kehidupan. Sehingga dalam kegiatan pendidikan sendiri pun

diperlukan pelaksanaan semaksimal mungkin untuk dapat mencapai tujuan

tersebut.

3. Urgensi Pendidikan Karakter

Kata urgen dimaknai sebagai kebutuhan yang mendesak.Mendesak

artinya bahwa segera untuk diatasi, segera dilaksanakan, dan tidakakan ada

potensi yang membahayakan.Dikatakan mendesak karena ada tanda-tanda

yang mengharuskan suatu tindakan.29

Di era global ini ancaman hilangnya karakter semakin

nyata.Nilai-nilai karakter yang luhur tergurus oleh arus globalisasi, utamanya kesalahan

dalam memahami makna kebebasan sebagai sebuah demokrasi dan

rendahnya filosofi teknologi. Kemajuan teknologi adalah pisau bermata dua,

di satu sisi memberi kemudahan bagi manusia dan di sisi lain memberi

28

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 167.

29

Barnawi dan M. Arifin, Strategi dan Kebijakan Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 12.

(38)

27

dampak yang negatif.30 Menurut Setiwan Dani, ia berpendapat bahwa

teknologi dapat menjadi media penghancur bagi umat manusia sekiranya ada

tiga hal.

Pertama, teknologi cenderung memudahkan, bisa menjebak orang

menjadi sosok yang serba instan atau manja dan tidak menghargai proses.

Kedua, teknologi memang bisa mendekatkan yang jauh, tetapi bisa juga

tidak peduli dengan sekelilingnyajika terlalu intensdalam menggunakan

teknologi.Ketiga, teknologi bisa memicu perilaku konsumtif, menjadikan

seseorang selalu mempromosikan produk terbaru dan membeli yang telah

ditawarkan dari internet.31

4. Metodologi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai integral dan utuh mesti

juga menentukan metode yang akan dipakai, sehingga tujuan pendidikan

karakter akan semakin terarah dan efektif. Untuk mencapai itu semua

perlulah berbagai metode yang membantu pendidikan karakter yang ideal

dan sesuai dengan tujuannya.32

Istilah metode secara sederhana sering diartikan ialah cara yang cepat

dan tepat. Pemakaian kata cepat dan tepat sering diungkapkan dengan istilah

efektif dan efisien. Maka metode dipahami sebagai cara yang paling efektif

30

Ibid.,h. 14.

31

Ibid., h. 14.

32

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 185.

(39)

28

dan efisien dalam mengajarkan suatu materi pengajaran. Pengajaran yang

efektif artinya pengajaran dapat dipahami peserta didik secara

sempurna.Sedangkan pengajaran yang efisien adalah pengajaran yang tidak

memerlukan waktu dan tenaga yang banyak.

Metode adalah suatu jalan yang diikuti untuk memberikan

pemahaman kepada peserta didik dalam segala macam pelajaran.Sedangkan

metode meurut al-Syaibani adalah sebagai cara-cara yang praktis yang

menjalankan tujuan-tujuan dan maksud pengajaran. Metode pembelajaran

dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan

rencana yang disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk

mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran

yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan pembelajarannya,

diantaranya:

1. Metode Cerita atau Qishah

Menurut al-Razzi kisah merupakan penalaran terhadap kejadian

masa lalu.Dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, kisah

sebagai metode pendukung pelaksanaan pendidikan memiliki peranan

yang sangat penting, karena dalam kisah-kisah terdapat berbagai

keteladanan dan edukasi.

2. Metode Diskusi

Diskusi adalah suatu pertukaran pikiran (sharing of opinion)

(40)

29

pandangan tentang suatu masalah yang dirasakan bersama.Dalam

pembelajaran metode diskusi terdiri dari dua macam yaitu, diskusi kelas

dan diskusi kelompok.Diskusi kelas umumnya dipimpin oleh guru,

karena guru dianggap mempunyai kompetensi dan pengetahuan yang

luas serta punya otoritas.Sedangkan diskusi kelompok dapat berupa

kelompok kecil yang beranggotakan dua sampai enam orang, atau

kelompok yang lebih besar dan anggotanya dapat mencapai dua puluh

orang.

3. Metode Keteladanan

Dalam penanaman karakter pada peserta didik di sekolah,

keteladanan merupakan metode yang sangat efektif dan efisien.Karena

peserta didik pada umumnya memang cenderung meneladani guru atau

pendidiknya.Hal ini memang secara psikologis peserta didik memang

senang meniru, tidak saja yang baik, bahkan terkadang yang

jeleknyapun mereka tiru.

Keteladanan merupakan faktor mutlak yang harus dimiliki oleh

guru.Dalam pendidikan karakter, keteladanan yang dibutuhkan oleh

guru berupa konsisten dalam menjalankan perintah agama dan menjauhi

larangan-Nya.keteladanan guru sangatlah penting demi efektifitas

pendidikan karakter.Tanpa keteladanan, pendidikan karakter kehilangan

ruhnya yang paling esensial, hanya slogan, kamuflase, fatamorgana dan

(41)

30

Keteladanan memang menjadi salah satu hal klasik bagi

berhasilnya sebuah tujuan pendidikan karakter. Guru merupakan

penggerak jiwa bagi pendidikan karakter, sebab guru (mayoritas)

menentukan karakter peserta didik. Indikasi adanya keteladanan dalam

pendidikan karakter ialah model peran dalam insan pendidik (guru, staf,

karyawan, kepala sekolah, pengurus perpustakaan) yang dapat diteladani

oleh peserta didik.33

Menurut Suwandi, bahwa pendekatan modeling, keteladanan

(uswah) yang dilakukan oleh guru lebih tepat digunakan dalam

pendidikan karakter di sekolah. Hal ini mengingatkan bahwa karakter

merupakan perilaku behavior, tidak hanya pengetahuan saja yang dapat

diinternalisasikan oleh peserta didik maka harus ada sebuah

keteladanan.

4. Metode Pembiasaan

Pembiasaan adalah sesuatu yang disengaja dilakukan secara

berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan.Metode

pembiasaan (habituation) ini berintikan pengalaman. Kebiasaan adalah

pengulangan pembiasaan menempatkan manusia sebagai sesuatu yang

istimewa, yang dapat menghemat kekuatan, karena akan menjadi

kebiasaan yang melekat dan spontan, agar kegiatan dapat dilakukan

33

Doni Koesoma A, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: PT Gramedia, 2007), h. 215.

(42)

31

dalam setiap pekerjaan. Oleh karenanya, metode ini sangat efektif dalam

rangka pembinaan karakter dan kepribadian peserta didik.34

Metode pembiasaan ini bertujuan untuk membiasakan peserta

didik berperilaku terpuji, disiplin, kerja keras dan ikhlas, jujur, dan

tanggung jawab atas segala tugas yang dilakukan.Hal ini perlu

dilakukan oleh guru dalam rangka pembentukan karakter untuk

membiasakan peserta didik melakukan perilaku terpuji (akhlak mulia).35

Pendidikan dengan pembiasaan menurut Mulyasa dapat

dilaksanakan secara terprogram dalam pembelajaran atau dengan tidak

terprogram dalam kegiatan sehari-hari.Kegiatan pembiasaan dalam

pembelajaran secara terprogram dapat dilaksanakan dengan perencanaan

khusus dalam kurun waktu tertentu, untuk mengembangkan pribadi

peserta didik secara individu dan kelompok.

Adapun kegiatan pembiasaan peserta didik yang dilakukan

secara tidak terprogram dapat dilaksanakan dengan cara-cara berikut:

a) Kegiatan rutin, yaitu pembiasaan yang dilakukan secara terjadwal.

Seperti shalat fardhu berjama’ah, shalat sunnah berjama’ah,

upacara, senam, memelihara kebersihan diri, dan lingkungan

sekolah.

34

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabet, 2012), h. 93.

35

Ibid., h. 94.

(43)

32

b) Kegiatan yang dilakukan secara spontan, ialah pembiasaan yang

dilakukan tidak terjadwal dalam kejadian khusus, misalnya

pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada

tempatnya.

c) Kegiatan dengan keteladanan, ialah pembiasaan dalam bentuk

perilaku sehari-hari, seperti berpakaian rapi, berbahasa yang baik

dan santun, rajin membaca, datang ke sekolah tepat waktu, dan lain

sebagainya.36

Dalam pelaksanaan pendidikan karakter, pembiasaan peserta

didik akan lebih efektif jika ditunjang dengan keteladanan dari tenaga

pendidik. Oleh karenanya, metode pembiasaan ini tidak terlepas dari

keteladanan.Dimana ada pembiasaan disana ada keteladanan. Kebiasaan

yang dilakukan secara terus menerus yang dalam teori pendidikan akan

membentuk karakter.

5. Guru sebagai Pendidik Karakter

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian guru adalah orang

yang kerjanya mengajar.37Menurut masyarakat Jawa, guru dilacak melalui

36

Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabet, 2012), h. 95.

37

Anton Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), h. 30.

(44)

33

akronim gu dan ru. “Gu” diartikan dapat digugu (dianut) dan “Ru” bisa

diartikan ditiru (dijadikan teladan).38 Sedangkan pengertian guru menurut

UU RI Nomor 14 Bab 1 Pasal 1 Tahun 2005 tentang guru dan dosen adalah:

“Pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan sejak usia dini, jalur pendidikan dasar dan pendidikan menengah.”39

Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh tokoh Al-Ghazali

bahwa guru adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan,

menyempurnakan, dan mensucikan hati sehingga menjadi dekat dengan

Khaliqnya.40Jadi, guru adalah semua orang yang berusaha mempengaruhi

perkembangan seseorang serta memberi suri tauladan dalam membentuk

kepribadian anak didik dalam bidang ibadah, intelektual, jasmani dan rohani

yang dapat dipertanggungjawabkan kepada orangtua, masyarakat serta

kepada Allah SWT.

Adapun betapa majunya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

dengan alat (piranti) lunak dan kerasnya di era ini, belum mampu

menggantikan peranan guru di dalam kelas, seperti video, film, televisi,

radio, tape recorder, internet, robot komputer dan lain sebagainya.

Semuanya ini merupakan alat (piranti) yang dipergunakan sebagai media

menjelaskan sesuatu kepada siswa.Banyak peran guru yang tidak mampu

38

Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Puataka Sinar Harapan, 1995), h. 26.

39

UU RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, (Jakarta: PT Asa Mandiri, 2006), h. 1.

40

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: Ciputat Press, 2002), h. 88.

(45)

34

diperagakan oleh media ini, terutama berkaitan dengan unsur-unsur

manusiawi seperti sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, keteladanan yang

hanya ada pada diri guru itu sendiri.41

Guru memiliki peranan yang sangat berat dan penting karena guru

harus bertanggungjawab atas terbentuknya karakter siswa yang telah

diamanahkan para orangtua atau wali untuk menciptakan anak didiknya

menjadi terdidik, terbimbing, dan terlatih jasmani maupun rohaninya. Maka

guru adalah seorang figur yang terhormat, guru menjadi ukuran dan

pedoman bagi peserta didiknya serta ditengah masyarakat sebagai suri

tauladan.

Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh bapak tokoh pendidikan

nasional Ki Hajar Dewantara bahwa guru adalah “Ing Ngarso Sung Tulodho,

Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” arti dari pada motto ini

adalah guru di depan memberi teladan, guru ditengah memberi semangat,

dan guru mendorong dari belakang.42Ini berarti bahwa keberadaan guru

sangat besar dan berarti di kalangan peserta didik, guru akan merubah

perilaku, guru yang memberikan pengetahuan serta menanamkan budi

pekerti.

Kemudian di sisi lain sebagai pendidik karakter, ketika sebagai

pengajar formal diruang kelaspun haruslah dituntut lebih kreatif serta

41

Martinis dan Bansu, Taktik Mengembangkan Kemapuan Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), h. 8.

42

Ibid.,9.

(46)

35

memiliki pengetahuan yang cukup luas mengenai berbagai metode

pembelajaran secara tepat, karena guru diharapkan juga harus mampu

menciptakan suatu situasi dan kondisi kelas yang kondusif agar dapat

memudahkan tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan dalam proses

kegiatan belajar mengajar.

B. Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis 1. Pengertian Al-Qur’an Hadis

Secara bahasa Qara’a mempunyai arti: mengumpukan, atau

menghimpun menjadi satu. Kata Qur’an dan Qira’ah keduanya merupakan

masdar (infinitif) diambil dari kata kerja lampau (fi’il madhi) yaitu

qara’a-qiraatan-qur’anan.43

Terdapat berbagai macam definisi Al-Qur’an, diantaranya definisi

menurut Abdul Wahhab Khalaf, yaitu : firman Allah yang diturunkan kepada

kepada Rasulullah SAW dengan perantara Jibril, Ia terhimpun dalam mushaf

yang dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, yang

disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi, baik

secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari perubahan dan pergantian.

Selanjutnya Al-Qur’an secara istilah adalah firman Allah SWT yang menjadi

mukjizat abadi kepada Rasulullah yang tidak mungkin bisa ditandingi oleh

manusia, diturunkan ke dalam hati Rasulullah SAW, diturunkan ke generasi

43

Muhaimin, Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya: Karya Abditama, 1994), h. 86.

(47)

36

berikutnya secara mutawatir, dan yang membacanya bernilai ibadah dan

berpahala besar.44

Al-Qur’an merupakan wahyu Allah dan sekaligus sebagai pedoman

atau panduan hidup bagi umat manusia. Banyak ilmu yang lahir dari

Al-Qur’an, baik itu yang berhubungan langsung dengannya seperti Ulumul

Qur’an, Ilmu Tafsir dan lain sebagainya yang tidak berhubungan langsung

dengan namun terinspirasi dari Al-Qur’an seperti ilmu kalam, ilmu ekonomi,

dan yang lainnya. Al-Qur’an menekankan pada kebutuhan manusia untuk

mendengar, menyadari, merefleksikan, menghayati, dan memahami.Maka,

mau tidak mau Al-Qur’an harus mampu menjawab berbagai problematika

yang terjadi dalam masyarakat.45

Sedangkan kata hadist merupakan isim (kata benda) yang secara

bahasa berarti kisah, cerita, pembicaraan, percakapan, atau komunikasi baik

verbal maupun lewat tulisan.Bentuk jamak dari hadist yang lebih populer

dikalangan ulama muhaddisin adalah ahadis, dibandingkan bentuk lainnya

seperti hutsdan atau hitsdan.46 Masyarakat Arab di zaman Jahiliyyah telah

menggunakan kata hadist ini dengan makna “pembicaraan”, hal itu bisa

44

Manna Khalil al-Qattan, Mabahist fi ulum al-Qur’an, Studi Ilmu-ilmu, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1987), h. 10.

45

Tim Badan Litbang dan Diklat Lajnah Pentafsiran Mushaf Al-Quran, Tafsir Al-Qur’an Tematik : Al-Qur’an dan Pemberdayaan Kaum Duafa, (DEPAG: 2008), h. 12.

46

M. Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 20.

(48)

37

dilihat dari kebiasaan mereka untuk menyatakan “hari-hari mereka terkenal”

dengan sebutan ahadist.47

Jadi Al-Qur’an Hadis adalah bagian mata pelajaran Pendidikan

Agama Islam (PAI) yang dimaksudkan untuk memberikan motivasi,

bimbingan, pemahaman, kemampuan dan penghayatan terhadap isi yang

terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis sehingga dapat diwujudkan dalam

perilaku sehari-hari sebagai perwujudan iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Antara Al-Qur’an dan Hadis ini keduanya merupakan bagian yang

utama dari Pendidikan Agama Islam. Keduanya memberikan pendidikan

kepada peserta didik untuk memahami dan mencintai Al-Qur’an dan

Hadissebagai sumber ajaran Islam dan mengamalkan isi kandungannya

dalam kehidupannya sehari-hari.

2. Tujuan dan Fungsi Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis

Mata pelajaran Al-Qur’an Hadis mempunyai tujuan dan fungsi, dan

tujuan itu sendiri adalah agar peserta didik bersemangat untuk meningkatkan

kecintaan peserta didik terhadap Al-Qur’an Hadis, membekali peserta didik

dengan dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis sebagai

pedoman dalam menyikapi dan menghadapi kehidupan, meningkatkan

pemahaman dan pengalaman isi kandungan Al-Qur’an dan Hadis yang

dilandasi oleh dasar-dasar keilmuan tentang Al-Qur’an dan Hadis sebagai

47

Subhi as-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Hadist (terj), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), h. 15.

(49)

38

petunjuk dan pedoman dalam seluruh aspek kehidupannya.48Sedangkan

fungsi dari mata pelajaran Al-Qur’an Hadis pada madrasah adalah sebagai

berikut :

a. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta

didik kepada Allah SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan

keluarga. Pada dasarnya dan kewajiban yang pertama yaitu kewajiban

menanamkan ketaqwaan dan keimanan dilakukan oleh setiap orangtua

dalam keluarga. Sekolah berfungsi menumbuhkembangkan lebih lanjut

pada diri anak melalui bimbingan, pengajaran, dan pelatihan agar

keimanan dan ketaqwaan tersebut dapat berkembang secara optimal

sesuai dengan tingkat perkembangan.

b. Perbaikan yaitu, untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan

kelemahan peserta didik dalam keyakinan pemahaman dan pengalaman

ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

c. Pencegahan yaitu, untuk menangkal hal-hal negatif dalam lingkungan

atau budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat

perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.

d. Sumber nilai, yaitu memberikan pedoman hidup untuk mencapai

kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

48

Abdurrohman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 116.

(50)

39

e. Sumber motivasi, yaitu memberikan dorongan untuk meningkatkan

kualitas hidup beragama, bermasyarakat dan bernegara.

f. Pembiasaan, yaitu untuk menjadikan nilai-nilai Al-Qur’an dan Hadis

sebagai petunjuk dan pedoman peserta didik dalam kehidupannya

sehari-hari.

Dari pemaparan fungsi terkait Pendidikan Agama Islam khususnya

Al-Qur’an Hadis disekolah tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur’an

Hadismerupakan sebuah wadah penting dalam pengembangan keimanan,

penyaluran, pencegahan hal-hal negatif, penyesuaian, dan sumber nilai yang

akan didapatkan siswa di pendidikan sekolah.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran Al-Qur’an Hadis

Ruang lingkup pembelajaran Al-Qur’an Hadis lebih banyak berisi

tentang ketrampilan khusus yang memerlukan banyak latihan dan

pembiasaan.Pembelajaran Al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan

pembelajaran membaca-menulis di sekolah dasar, karena dalam

pembelajaran Al-Qur’an, peserta didik belajar huruf-huruf dan kata-kata

yang tidak mereka pahami artinya.Yang paling penting dalam pembelajaran

qira’at Al-Qur’an ialah ketrampilan membaca Al-Qur’an dengan baik sesuai

(51)

40

dalam membaca Al-Qur’an dengan mempelajari artinya, sehingga apa yang

dibaca dapat dipahami artinya.49

Sedangkan ruang lingkup pembelajaran hadis ini sebenarnya

bergantung pada tujuan pembelajarannya pada suatu tingkat perguruan yang

dimuat dalam kurikulum yang dilengkapi dengan garis besar program

pembelajarannya.Yang jelas semuanya adalah pelajaran tentang teks dan

pengertiannya, baik teks itu berasal dari ucapan Nabi ataupun ucapan para

sahabat tentang Nabi.Isinya tentu ucapan Nabi atau cerita tentang peri

kehidupan Nabi Muhammad SAW.50

Dengan demikian ruang lingkup pelajaran Al-Qur’an hadis ini yaitu

mempelajari tentang bagaimana membaca serta memahami Al-Qur’an

dengan baik sesuai dengan kaidah Ilmu Tajwid serta mempelajari dan

menguraikan segala ucapan, perkataan maupun ketetapan Nabi atau cerita

tentang kehidupan Nabi SAW.

4. Karakteristik Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis

Di dalam GBPP SLTP dan SMU Mata Pelajaran Pendidikan Agama

Islam Kurikulum tahun 1994, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan

pendidikan agama islam ialah “usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam

melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan dengan memperhatikan

49

Zakiah Daradjat, dkk, Metodik Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 173.

50

Ibid.,h. 174.

(52)

41

tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar

umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.”51

Dalam hal ini pendidikan agama mengembangkan kemampuan siswa

untuk memperteguh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta

berakhlak mulia/berbudi pekerti luhur dan menghormati penganut lainnya.

Dan mata pelajaran Al-Qur’an Hadis termasuk di dalam rumpun

mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang mana tujuan dan fungsi mata

pelajaran Al-Qur’an Hadis tidak jauh dari mata pelajaran Pendidikan Agama

Islam.

Peran dan efektifitas pendidikan agama di madrasah sebagai landasan

pengembangan spiritual untuk kesejahteraan masyarakat. Pendidikan

Al-Qur’an Hadis di madrasah sebagai bagian yang integral dari pendidikan

agama, memang bukan satu-satunya faktor yang menentukan dalam

pembentukan watak dan kepribadian peserta didik, tetapi secara subtansial

mata pelajaran Al-Qur’an dan Hadis memiliki kontribusi dalam memberikan

motivasi kepada peserta didik untuk mempraktekkan nilai-nilai agama

sebagai terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadis dalam kehidupan

sehari-hari.

Mata pelajaran Al-Qur’an Hadis merupakan unsur mata pelajaran

pendidikan Agama Islam pada madrasah yang memotivasi peserta didik

51

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), h. 75-76.

(53)

42

untuk memahami Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber ajaran agama Islam

dan mengamalkan isi pandangannya sebagai petunjuk dan landasan dalam

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

jenis penelitian kualitatif.Penelitian kualitatif adalah riset yang bersifat deskriptif

(menggambarkan) dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan

induktif.Jenis penelitian kualitatif ini merupakan penelitian yang tidak

menggunakan menghitung atau statistik tetapi melalui pengumpulan data,

analisis kemudian diinterpretasikan.

Tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami fenomena

atau gejala sosial dengan lebih menitikberatkan pada gambaran yang lengkap

tentang fenomena yang dikaji daripada memerincinya menjadi variabel-variabel

yang saling terkait. Harapannya ia diperoleh pemahaman yang mendalam tentang

fenomena untuk selanjutnya dihasilkan sebuah teori, metode ini dapat membantu

peneliti untuk memperoleh jawaban atas fakta dan realita yang dihadapi,

sekaligus memberikan pemahaman dan pengertian baru atas masalah tersebut

sesudah menganalisis data yang ada.52

Jadi dalam penelitian kualitatif ini peneliti bermaksud akan memaparkan

data secara deskriptif dengan mengkaji dan memahami fenomena sosial yang

52

J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya, (Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 33.

(55)

44

berhubungan dengan integrasi pendidikan karakter dengan pembelajaran mata

pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang, kemudian

dengan mengamati gejala sosial, perilaku sosial atau seseorang, pembelajaran

mata pelajaran Al-Qur’an Hadis yang berhubungan dengan integrasi pendidikan

karakter dalam penelitian tersebut sesuai dengan data dan fakta di lapangan

(madrasah).

Teknik dalam penelitian ini lebih terfokus pada pembahasan atau

pemaparan tentang kualitatif, dimana penelitian deskriptif kualitatif berupaya

untuk memaparkan situasi atau peristiwa, tidak mencari atau menjelaskan

hubungan tetapi memaparkan situasi.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti sendiri dengan bantuan oranglain dalam

mengumpulkan data.Hal itu dilakukan karena, apabila memanfaatkan alat yang

bukan manusia dan mempersiapkannya terlebih dahulu sebagai yang lazim

digunakan dalam penelitian klasik, sangat tidak mungkin mengadakan

penyesuaian terhadap kenyataan-kenyataan yang ada di lapangan. Selain itu

hanya manusia sebagai alat sajalah yang dapat berhubungan responden atau

objek lainnya, dan hanya manusia sebagai instrumen pulalah yang dapat menilai

apakah kehadirannya menjadi faktor pengganggu sehingga apabila terjadi hal

(56)

45

itu, pada waktu mengumpulkan data di lapangan peneliti berperan serta dalam

kegiatan kemasyarakatan.53

Berdasarkan pandangan di atas, maka kehadiran peneliti dalam penelitian

ini adalah bertindak sebagai key instrument atau instrumen kunci. Peneliti

bertindak dan terlibat langsung dalam penelitian di lapangan dengan mencari

data sebanyak-banyaknya dan sevalid-validnya. Adapun penelitian ini dilakukan

selama kurang lebih 1 bulan dari tanggal 4 Mei 2017 sampai dengan 14 Juni

2017 di Madrasah Aliyah Negeri Jombang. Peneliti melakukan wawancara di

Madrasah dengan tiga informan yakni dengan 1 waka kurikulum, 1 guru

Al-Qur’an Hadis, dan salah satu peserta didik dari kelas XI IPS 1.Alasan peneliti

memilih informan tersebut adalah karena dianggap yang bisa memberikan

penjelasan atau deskripsi sesuai dengan fakta dan realita dilapangan.

Maka selama proses penelitian berlangsung, peneliti akan melakukan

wawancara dengan informan yang bersangkutan yakni:

1) Madrasah Aliyah Negeri Jombang

Dalam hal ini peneliti mengadakan wawancara secara mendalam dengan

bapak Sutaji, S. Pd., M. Pd. selaku waka kurikulum dengan harapan dari

wawancara ini diperoleh gambaran secara global mengenai visi dan misi

madrasah, kegiatan pengembangan kurikulum serta budaya kegiatan belajar

53

M. Djunaidi Ghoni dan Fauzan Al Mansur, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Malang: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 33.

(57)

46

mengajar yang diterapkan di madrasah maupun tentang karakter keseharian

siswa siswi di madrasah.

2) Guru Mata Pelajaran Al-Qur’an Hadis

Dalam hal ini peneliti juga mengadakan wawancara dengan guru mata

pelajaran Al-Qur’an Hadis di Madrasah Aliyah Negeri Jombang. Dengan

harapan peneliti mendapatkan informasi dan gambaran mengenai peran guru

Al-Qur’an Hadis dalam kegiatan belajar mengajar, pembimbing karakter,

dan integrasi pendidikan karakter siswa di dalam maupun diluar kelas

dengan pembelajaran mata pelajaran Al-Qur’an Hadis.

3) Peserta didik

Peneliti juga melakukan wawancara dengan peserta didik dengan harapan

mendapatkan informasi tentang kes

Gambar

Tabel 1.1
Tabel 1.1 Struktur Organisasi MAN Jombang
Tabel 2.1 Data siswa Madrasah Aliyah Negeri Jombang tahun
Tabel 2.2
+3

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Jatmiko (2013) dengan judul “Pengaruh Kredibilitas Celebrity Endorser Terhadap Minat Beli Konsumen” dengan hasil

Apa yang menjadi motiv bapak untuk ikut melanggengkan shalat kajat.. Apakah acara ini

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data penelitian yang sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan

Artinya,meskipun individu maupun masyarakat adalah beragam dan berbeda-beda tetapi mereka memiliki dan diakui akan kedudukan, hak-hak dan kewajiban yang sama

Bahan ferromagnetik juga memiliki suseptibilitas yang tinggi, sangat berguna karena menghasilkan medan magnet B yang kuat dengan arus yang relatif kecil dalam koil.. Bahan

(10) Rencana kebutuhan Jenis Sarana Produksi Pertanian Organik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak

Secara umum Abdimas ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : wawancara dan pengamatan Pengguna PAUD, kunjungan ke lahan baru PAUD, studi literatur

Selain dengan latihan terprogram untuk menjadi atlet bulutangkis yang baik butuh evaluasi-evaluasi yang mendukung kemajuan atlet tersebut, dalam hal ini peneliiti