• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Maslahah Mursalah Pemotongan Bagian Tubuh Kepiting Yang Masih Hidup Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Maslahah Mursalah Pemotongan Bagian Tubuh Kepiting Yang Masih Hidup Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

AHMAD ZULFIKAR TOGA ILMIAH NIM: C92212141

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah Dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) Surabaya

(2)

SKRIPSI

Diajukam kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu

Ilmu Syariah dan Hukum

Oleh

Ahmad Zulfikar Toga Ilmiah

C92212141

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Fakultas Syari’ah dan Hukum Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Judul skripsi ini “Tinjauan Mas}lah{ah Mursalah Pemotongan Bagian Tubuh Kepiting Yang Masih Hidup Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo”. Rumusan masalah: bagaimana proses budidaya kepiting soka di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo? dan bagaimana tinjauanmas{lah{ah mursalah terhadap proses budidaya kepiting soka di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo?

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis menggunakan penelitian kualitatif yang pengumpulan datanya dengan cara observasi, wawancara, dan dengan telaah pustaka qdiolah dengan cara editing, organizing dan kemudian menganalisis dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan dengan pembahaan dengan teknik deskriptif analisis.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup telah memenuhi syarat serta landasan hukum

mas}lah}ah mursalah. Proses pemotongan bagian tubuh kepiting dilihat dari segi

kualitas dan kepentingan termasuk mas{lah{ah h{a>jiyah. Jika dilihat dari segi cakupannya (jangkauannya) termasuk mas{lah{ah ghalibah. Sedangkan jika dilihat dari keberadaannya masalah ini termasuk mas{lah{ah mursalah, karena proses budidaya kepiting soka dilihat secara sekilas terdapat unsur penyiksaan pada hewan akan tetapi jika teliti secara mendalam prosesnya sangat banyak membuahkan manfaat dan membawa kemaslahatan bagi manusia.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSEYUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TRANSLITERASI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah... 6

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Kajian Pustaka ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 10

G. Definisi Operasional... 10

H. Metode Penelitian... 12

I. Sistematika Pembahasan ... 17

BAB II TEORI MAS{LAH MURSALAH{ ... 19

A. Pengertian Mas{lah{ah Mursalah ... 19

1. Pengertian Mas{lah{ah ... 19

2. Pengertian Mas{lah{ah Mursalah ... 21

B. Macam-macam Mas{lah{ah ... 24

C. Landasan Hukum Mas{lah{ah Mursalah ... 28

D. Syarat-sarat Mas{lah{ah Mursalah ... 31

E. Pendapat Para Ulama’ Tentang Mas{lah{ah Mursalah ... 33

(10)

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG DESA DAN PROSES PEMOTONGAN BAGIAN TUBUH KEPITING YANG MASIH HIDUP DI DESA BANJAR KEMUNING KECAMATAN SEDATI

KABUPATEN SIDOARJO ... 41

A. Gambaran Umum Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo ... 41

1. Keadaan Demografis Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo ... 41

2. Keadaan Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo ... 42

B. Proses Budidaya Kepiting Soka ... 46

1. Pengertian Kepiting Soka ... 46

2. Sejarah Kepiting Soka ... 47

3. Syarat Budidaya Kepiting Soka ... 49

4. Proses Budidaya Kepiting Soka ... 52

C. Manfaat Budidaya Kepiting Soka ... 60

BAB IV TINJAUAN MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP PEMOTONGAN BAGIAN TUBUH KEPITING YANG MASIH HIDUP DI DESA BANJAR KEMUNING KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO ... 62

BAB V PENUTUP ... 71

A. Kesimpulan ... 70

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai wilayah perairan yang lebih luas dari pada wilayah daratannya, dan mempunyai SDA (Sumber Daya Alam) yang sangat melimpah. Sumber Daya Alam adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Setiap manusia mempunyai kebutuhan sehingga sering terjadi pertentangan-pertentangan kehendak untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu adanya aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar manusia tidak melanggar hak-hak milik orang lain. Maka, timbullah hak dan kewajiban diantara sesama manusia.1

Dengan adanya hak dan kewajiban tersebut maka manusia bebas mengambil manfaat dan memiliki setiap SDA yang telah diberikan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Sebagaimana pendapat Dimyauddin Djuwaini bahwa harta benda yang tidak termasuk dalam milik yang dilindungi(dikuasai oleh orang lain) dan tidak ada larangan hukum (mani’

ash-shar’i) untuk memilikinya. Misalnya air yang masih berada dalam sumbernya, ikan yang berada di lautan, hewan pohon kayu di hutan dan sebagainya.2 Setiap orang berhak menguasai harta benda ini untuk dimiliki

1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), 31.

(12)

sebatas kemampuan masing-masing. Perbuatan menguasai harta bebas ini untuk tujuan pemilikan. Dalam hal ini manusia banyak memanfaatkan hasil SDA baik untuk dikonsumsi secara pribadi maupun untuk kebutuhan mencari rezeki dalam usaha atau pekerjaan.

Dalam syari’at Islam, menghormati dan melindungi kebebasan atas

kepemilikan harta merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Seorang pemilik harta, bebas memanfaatkan dan mengembangkan hartanya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsi-prinsip syar’iat Islam. Didalam teologis Islam, pemilik harta yang sejati adalah Allah, sedangkan di tangan manusia harta merupakan amanat Allah sehingga dalam pemanfaatanya tidak boleh melanggar ketentuan syari’at Allah.

Pada dasarnnya hukum Islam itu hanya bersumber pada al-Qur’a>n

dan al-Hadits. Namun, setelah Islam semakin berkembang, maka timbul

berbagai macam istilah-istilah dalam penggalian hukum Islam yang dimunculkan oleh para mujtahid, sehingga dikenal istilah sebagai hukum primer dan hukum sekunder.

Hukum primer yaitu hukum-hukum yang telah disepakati oleh jumhur ulama (al-Qur’a>n, as-Sunnah, al-Ijma, dan al-Qiyas) dan sumber hukum sekunder yaitu sumber-sumber hukum yang masih diperselisihkan pemakaiannya dalam menetapkan hukum Islam oleh para ulama

(al-Istih{sa>n, al-Mas{lah{ah al-Mursalah, al-Istish{a>b). Salah satu dari

sumber hukum sekunder dalam Islam akan dibahas secara lebih detail, yaitu

(13)

Secara umum mas{lah{ah mursalah adalah suatu kemaslahatan yang tidak ada nash juz’i (rinci) yang mendukungnya, dan tidak ada pula yang

menolaknya dan tidak ada pula ijma’ yang mendukungnya, tetapi

kemaslahatan ini didukung oleh sejumlah nash melalui cara istiqra’ (induksi dari sejumlah nash).3

Mas{lah{ah mursalah merupakan sesuatu yang baik menurut akal,

dengan pertimbangan dapat mewujudkan kebaikan atau yang disebut dengan

mas{lah{ah dan menghindari keburukan. Dengan demikian, prinsip umum

mas{lah{ah mursalah menarik manfaat dan menghindari kerusakan bagi

kehidupan.

Pada masa modern saat ini kebutuhan manusia sangat beragam. Karenanya tidak sedikit manusia yang memilih cara instan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Banyak manusia yang berlomba-lomba dalam meningkatkan usahanya secara baik dengan cara mengolahnya secara kreatif dan inovatif untuk menarik konsumen. Sesuai firman Allah dalam surat

al-Baqarah ayat 148 dan ayat 172 yang berbunyi:

َوُ ٌةَهْجِو ٍ لُكِل َو

ُمُكِب ِتََْ اْوُ نْوُكَت اَم َنْيَأ ِتاَرْ يَْْا اوُقِبَتْساَف اَهْ يِ لَوُم

ِ لُك ىَلَع َه َنِإ اًعْ يََِ ُه

ٍءْيَش

ٌرْ يِدَق

“Dan bagi tiap-tiapnya itu satu tujuan yang dia hadapi. Sebab itu berlomba-lombalah kamu pada serba kebaikan. Di mana saja kamu berada niscaya akan dikumpulkan Allah kamu sekalian.Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu Maha Kuasa”.4

ََ

َنوُدُبْعَ ت ُ ََِإ ْمُتْ ُك ْنِإ ََِِ اوُرُكْشاَو ْمُكاَْ قَزَر اَم ِتاَب ِيَط ْنِم اوُلُك اوَُمآ َنيِذَلا اَهّ يَأ

3 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, (Jakarta: Publishing House, 1996), 113. 4

(14)

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.”5

Sebagai contoh dari kemajuan teknologi pangan adalah dengan menginovasi kepiting bakau menjadi kepiting soka. Kepiting bakau merupakan salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai, khususnya di hutan-hutan bakau (mangrove). Dan disebut kepiting soka karena berasal dari kepanjangannya, yakni “soft karapace” yang artinya kulit lunak, setelah melalui beberapa proses budidaya dari kepiting bakau sehingga menjadi kepiting soka.

Kepiting soka ini sangat digemari masyarakat, terutama para penggemar sea food karena kepiting lebih mudah untuk dinikmati tanpa harus bersusah payah memecahkan cangkangnya karena sudah melalui proses pelunakan.

Dilihat dari segi fisik bentuk kepiting ini sama dengan kepiting jenis lainnya. Hanya saja berbeda dalam proses budidayanya, saat masih usia 10 - 12 hari, kepiting soka digunting kaki serta capitnya. Sehingga, yang tersisa hanyalah kaki renangnya saja. Setelah itu, kepiting akan mengalami pergantian kulit yang lebih lunak atau moulting. Cangkang lunak itulah yang menjadi kelebihan dari kepiting soka.

Teguh, salah seorang pembudidaya kepiting soka dari Sidoarjo, Jawa Timur mengatakan, prospek usaha budidaya kepiting soka saat ini makin

(15)

menggiurkan. Sebab, permintaan kepiting jenis ini terus meningkat. Selain rumah tangga, konsumen utama kepiting ini adalah hotel dan restoran.6

Budidaya kepiting soka terbilang masih baru, sehingga belum banyak masyarakat yang menggelutinya. Menurutnya, memelihara kepiting soka lebih sulit dari kepiting lainnya. Memelihara kepiting soka membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Hampir 5 bulan terakhir, Teguh warga Banjar Kemuning ini memulai usaha budidaya kepiting lunak. Ia mengaku, tidak mudah untuk membudidayakan kepiting jenis ini. Karena sangat membutuhkan ketelitian dalam perawatannya. Namun, prinsip budidaya Kepiting Soka ala Heri sangat sederhana. Yakni dari benih Kepiting Bakau ukuran 10 sampai 12 hari, diadaptasikan dengan lingkungan tambak selama 1 hari. Kemudian dipotong kedua capitnya. Demikian pula dengan keenam kaki jalannya. Sementara kedua kaki renangnya tetap dibiarkan utuh. Setelah pemotongan kaki, kepiting lalu dimasukan lagi ke dalam keramba dan dibelihara selama 15 hari, atau sampai mengalami proses ganti kulit atau

moulting. Saat moulting inilah, kepiting akan menghasilkan cangkang baru

yang lunak dan siap untuk dipanen. 7

Berdasarkan proses budidaya kepiting soka dirasa penting untuk meneliti dengan permasalahan seputar proses budidaya kepiting soka. Proses budidaya kepiting soka menyakiti terhadap hewan. Adanya unsur penyiksaan tehadap hewan tersebut karena untuk menjadikan cangkang kepiting tersebut menjadi lunak harus dengan cara memotong enam kaki hewan tersebut secara

6

Teguh, Wawancara, Sidoarjo, 02 November 2015. 7

(16)

hidup-hidup, sehingga untuk proses budidaya ke tahap selanjutnya tidak memiliki kaki dalam keadaan hidup.

Guna mengetahui apakah proses budidaya tersebut diperbolehkan dalam Islam, dan apakah hal tersebut menyimpang dari ajaran Islam atau tidak, maka penulis akan mengadakan penelitian lebih lanjut. Penulis akan menganalisis proses budidaya kepiting soka bedasarkan hukum Islam.

Berdasarkan latar belakang, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan membahasnya melalui skripsi dengan judul : “Tinjauan

Mas{lah{ah Mursalah Terhadap Pemotongan Bagian Tubuh Kepiting

Yang Masih Hidup Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Demi memperdalam materi yang dikaji dan lebih fokus lagi kepada pokok penelitian maka penulis merasa perlu untuk memberikan identifikasi masalah dan batasan masalah kaitannya dengan Tinjauan Mas{lah{ah

Mursalah Terhadap Pemotongan Bagian Tubuh Kepiting Yang Masih Hidup

Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo. Dari latar belakang tersebut dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa

Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

(17)

3. Mekanisme jual beli kepiting soka di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

4. Tinjauan Mas{lah{ah Mursalah Terhadap Pemotongan Bagian Tubuh Kepiting Yang Masih Hidup Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

2. Tinjauan Mas{lah{ah Mursalah Terhadap Pemotongan Bagian Tubuh Kepiting Yang Masih Hidup Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo?

2. Bagaimana tinjauan mas{lah{ah mursalah terhadap Pemotongan Bagian Tubuh Kepiting Yang Masih Hidup Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo?

D. Kajian Pustaka

(18)

sehingga terlihat jelas bahwa kajian yang sudah akan dilakukan ini bukan merupakan pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.

Kajian pustaka ini sebenarnya bertujuan memudahkan peneliti untuk mengembangkan dan membandingkan penelitian terdahulu yang telah ada dengan penelitian yang akan dilakukan. Hal ini tidak menutup kemungkinan adanya persamaan topik, persamaan penelitian, teori, atau metodologi. Bahkan menjadi sumber rujukan atas penelitian terdahulu dengan tema yang hampir serupa sehingga dapat menunjukkan perbedaan dan keaslian untuk penelitian selanjutnya. Setelah ditelusuri melalui kajian pustaka, penulis menemukan beberapa skripsi yang memiliki tema yang serupa diantaranya:

Skripsi yang ditulis oleh Siti Jamilatur Rosidah dengan judul

“Analisis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Ayam Aduan Sekarat Hasil Kalah

Sabung Ayam di Kabupaten Sidoarjo” pada tahun 2015. Dalam skripsinya

tersebut disimpulkan bahwa jual beli ayam aduan sekarat hasil kalah sabung tidak memenuhi syarat dikarenakan terdapat adanya ‘a>ib pada obyek, setelah pembeli melihat adanya cacat pada obyek, pembeli mempunyai hak

khiya>r, untuk memilih antara melangsungkan atau mengurungkan akad

yang pernah diadakan atas dasar cacat pada barang. Tetapi apabila pembelinya sudah tahu dan menerima ‘a>ib yang ada pada obyek yaitu ayam aduan tersebut maka jual beli yang dilakukan adalah sah.8

8

(19)

Di samping skripsi yang di atas ada juga skripsi Indah Sulistyo Wati

dengan judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Bulu Itik

Yang Masih Hidup di Desa Modopuro Kec. Mojosari Kab. Mojokerto” pada

tahun 2013. Dalam skripsinya tersebut disimpulkan bahwa praktek jual beli bulu itik di Desa Modopuro Kec. Mojosari Kab. Mojokerto adalah sistem jual beli dengan cara tebasan perkandang yang mana pembeli datang ke lokasi tepatnya peternak itik untuk mengecek bulu-bulu itik yang siap untuk dibeli. Penjual dan pembeli akan melakukan dengan sistem tebasan perkandang, yang mana kesepakatan harga yang ditetapkan sebelum bulu-bulu itik dicabut. Sehingga sering terjadi perdebatan antara kedua belah pihak setelah mengetahui bahwa bulu-bulu itik tidak sesuai dengan taksiran antara penjual dan pembeli.9

Sementara itu penelitian yang akan peneliti lakukan ada beberapa persamaan dan perbedaannya dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun persamaannya yaitu sama-sama mebahas tentang penyiksaan terhadap hewan dan metode penelitiannya sama-sama menggunakan kualitatif dengan menggunakan metode penelitian lapangan. Dan adapun perbedaannya yaitu dari obyek, tempat penelitian yang terdahulu dan analisis fiqih yang akan dikaji.

E. Tujuan Penelitian

9 Indah Sulistyo Wati, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Jual Beli Bulu Itik di Desa

(20)

Sejalan dengan adanya rumusan masalah diatas, maka penulis menyusun penelitian ini mempunyai tujuan diantara lain:

1. Untuk mengetahui proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo. 2. Untuk mengetahui tinjauan mas{lahah mursalah terhadap pemotongan

bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dengan tercapainya tujuan di atas, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberi manfaat tersebut bisa bersifat teoritis dan praktis. Untuk penelitian kualitatif, manfaat penelitian lebih bersifat teoritis yaitu untuk pengembangan ilmu, namun juga tidak menolak manfaat praktisnya untuk memecahkan masalah. Bila peneliti kualitatif dapat menemukan teori, maka akan berguna untuk menjelaskan suatu gejala. Manfaat penelitian ini adalah: 1. Secara teoritis, untuk sebagai pengetahuan khususnya yang berkaitan

dengan hukum Islam. Sehingga dapat dijadikan informasi atau input bagi para pembaca dalam menambah pengetahuan yang berhubungan dengan hukum Islam khususnya tentang perekonomian.

(21)

mas{lah{ah mursalah terhadap pemotongan bagian tubuh kepiting yang

masih hidup.

G. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi yang menunjukkan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya, apa yang diukur dan bagaimana mengukurnya. Maksudnya bahwa definisi operasional memuat penjelasan tentang pengertian yang bersifat operasional dari konsep penelitian sehingga dapat dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji, atau mengukur variabel atau konsep tersebut melalui penelitian.

Penelitian ini berjudul “Tinjauan Mas{lah{ah Mursalah Terhadap pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo”. Untuk memperjelas arah dan tujuan penelitian, serta memudahkan pemahaman dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian istilah yang akan banyak digunakan dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut antara lain:

Mas{lah{ah Mursalah : Mas{lah{ah yang secara syar’i tidak menetapkan

hukum secara spesifik untuk mewujudkan kemaslahatan dan tidak terdapat dalil yang menunjukkan atas pengakuannya maupun pembatalannya.10

(22)

Pemotongan : Proses perbuatan memotong bagian tubuh kepiting.

Kepiting : Jenis kepiting yang diteliti adalah kepiting bakau.

H. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan secara kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek pada saat sekarang berdasarkan fakta yang nampak sehingga dapat diterima oleh akal sehat manusia.11

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan yaitu penelitian terhadap pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

1. Data yang dikumpulkan a. Data Primer

1. Proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup. 2. Teori tentang mas{lah{ah mursalah.

b. Data Sekunder

1. Data tentang biografi Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

2. Data tentang geografis Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

(23)

3. Data tentang mata pencaharian penduduk di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

2. Sumber Data

Sumber data adalah sumber data yang akan digali oleh penulis baik secara primer maupun sekunder. Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian yang bersumber lapangan yang mana langsung meneliti ditempat kejadian melalui proses yaitu wawancara. Sumber data tersebut berupa: a. Sumber Primer

Sumber primer yaitu sumber yang langsung berkaitan dengan obyek penelitian.12 Penulis dalam penelitian ini menggunakan, antara lain:

1. Petani atau pembudidaya kepiting soka 2. Konsumen kepiting soka

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder yaitu sumber yang mendukung atau melengkapi dari sumber primer,13 antara lain :

1. Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh.

2. Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam.

3. Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah.

4. A. Faishal Haq, Ushul Fiqh.

5. Nasrun Haroen, Us}ul Fiqh 1.

6. Nasrun Haroen, Ushul Fiqh.

(24)

7. Syafi’i Karim, Us}ul Fiqih.

8. Abdul Wahab Khallaf, Qa>’idah-qa>’idah Hukum Islam.

9. Abdul Wahbah Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih Cetakan ke-1.

10. Romli. Muqaranah Mazahib fil Us}ul .

11. Hendi Suhendi, Fiqh Muamalat.

12. Amir Syarifuddin, Us}ul Fiqh Jilid 2.

13. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid 2 Cetakan ke-1.

14. Moh Abu Zahrah, Us}ul Fiqih.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan atau informasi ataupun bukti-bukti yang diperlukan untuk penelitian dalam rangka pengumpulan data, dalam penelitian ini maka penulis menggunakan:

a. Observasi

Observasi adalah kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematis tentang objek yang diteliti dengan jalan pengamatan dan pencatatan.14 Observasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah observasi langsung yang bisa dilakukan selama melangsungkan kunjungan lapangan termasuk kesempatan-kesempatan selama pengumpulan data yang lain seperti pada waktu wawancara.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk memeperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang

14

(25)

dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti.15 Dalam penelitian ini penulis akan mewawancarai pihak-pihak yang terkait dengan proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup. c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, dan lain sebagainya.16 Dokumen dalam pengertian lain merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu bukti surat perjanjian kerja sama. dengan adanya dokumentasi dalam suatu penelitian maka dapat meningkatan keabsahan dan penelitian akan lebih terjamin, karena peneliti betul-betul melakukan penelitian kelapangan secara langsung.17

4. Teknik Pengolahan Data

Karena data yang diperoleh secara langsung dari pihak yang bersangkutan (studi lapangan) dan bahan pustaka yang selanjutnya diolah dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :

a. Organizing, yaitu menyusun secara sistematis data yang diperoleh dalam

kerangka yang sudah direncanakan sebelumnya dan kerangka tersebut dibuat berdasarkan data yang relevan dengan sistematika pertanyaan dalam rumusan masalah.

15

Ibid, 235

16 Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi, (Jakarta : PT Rineka Cipta 2006), 206.

(26)

b. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data yang diperoleh baik dari

segi kesempurnaannya, kelengkapannya, kebenaran dalam pengisiaanya, kejelasan, maupun keragaman data yang diterima peneliti.18

c. Melakukan analisis lanjutan terhadap hasil-hasil pengorganisasian data dengan menggunakan kaidah-kaidah dan dalil-dalil yang berkaitan dengan pembahasan, sehingga diperoleh kesimpulan tertentu mengenai proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi (catatan lapangan), dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.19

Data yang diambil dalam penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis/perkataan dari orang-orang dan perilaku yang dapat dipahami/dianalisis dengan cara berfikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan berdasarkan data tersebut, kemudian dicarikan data lagi secara berulang-ulang, sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis

18

(27)

tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul, dan pada akhirnya hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.20

Teknik yang dipakai dalam penelitian ini dimulai dengan memaparkan data tentang proses pemotongan bagian tubuh hewan yang masih hidup, yang dianalisis dengan hukum Islam dalam hal ini berupa al-Qur’a>n,

Hadits dan pendapat para ulama yang kemudian diambil kesimpulan dari

hasil analisisnya.

I. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini dikelompokan menjadi lima bab, yang terdiri dari sub bab-sub bab masing-masing mempunyai hubungan dengan yang lain dan merupakan rangkaian yang berkaitan. Adapun sistematikanya sebagai berikut :

Bab pertama adalah pendahuluan, yang memuat tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua adalah teori mas}lah}ah mursalah. Dalam hal ini memuat pengertian, macam-macam, syarat-syarat dan pemikiran para ulama’ tentang

mas}lah}ah mursalah.

Bab tiga gambaran umum tentang desa dan proses pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa Banjar Kemuning

(28)

Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo yang meliputi: letak geografis lokasi penelitian, kondisi geografis, sosial pendidikan, sosial ekonomi dan sosial budaya. Gambaran masalahnya berupa proses pembudidayaan kepiting soka.

Bab empat ini menjelaskan tinjauan mas{lah{ah mursalah terhadap pemotongan bagian tubuh kepiting yang masih hidup di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo.

(29)

BAB II

TEORI MAS{LAH{AH MURSALAH

A. Pengertian Mas{lah{ah Mursalah

1. Pengertian Mas}lah}ah

Maslahat secara etimologi didefinisikan sebagai upaya mengambil manfaat dan menghilangkan mafsadat/madharat. Mas{lah{ah berasal dari

kata shalah (حلص) dan penambahan “alif” diawalnya yang berarti “baik”

lawan dari kata “rusak” atau “buruk”. Ia adalah mashdar dengan arti kata

shalah, yaitu “manfaat” atau “terlepas dari kerusakan”.21 Mas}lah}ah

dalam bahasa Arab berarti perbuatan-perbuatan yang mendorong kepada kebaikan manusia. Mas}lah}ah dalam arti yang umum yaitu setiap segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau menghasilkan seperti menghasilkan keuntungan atau kesenangan dalam arti menolak atau menghindarkan dari mad}arat. Segala sesuatu yang mengandung kebaikan dan manfaat di dalamnya disebut dengan

mas}lah}ah.22

Adapun pengertian mas}lah}ah secara terminologi, ada beberapa

pendapat dari para ulama’, antara lain:

a. Imam Ghazali (madzab syafi’i), mengemukakan bahwa : al-

mas}lah}ah pada dasarnya adalah mengambil manfaat dan menolak ke-

(30)

mad}aratan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’. Yang

dimaksud Imam Al-Ghazali manfaat dalam tujuan syara’ yang harus dipelihara terdapat lima bentuk yakni: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Dengan demikian yang dimaksud mafsadah adalah

sesuatu yang merusak dari salah satu diantara lima hal tujuan syara’

yang disebut dengan istilah al-Maqās}id al-Syari‘ah menurut al-Syatibi. Imam Ghazali mendefinisikan maslahat sebagai berikut :

َتارورضلا حاصماُ ةرضم عفدوأ ةعف م بلج نع لصأا ي ةرابع يهف ةحلصما

“Maslahat pada dasarnya ialah berusaha meraih dan mewujudkan

manfaat atau menolak ke- mad}aratan.23"

b. Jalaluddin Abdurrahman secara tegas menyebutkan bahwa mas}lah}ah

dengan pengertian yang lebih umum dan yang dibutuhkan itu ialah semua apa yang bermanfaat bagi manusia baik yang bermafaat untuk meraih kebaikan dan kesenangan maupun bermanfaat untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan. Serta memelihara maksud

hukum syara’ terhadap berbagai kebaikan yang telah digariskan dan

ditetapkan batas-batasnya, bukan berdasarkan keinginan dan hawa

nafsu manusia belaka.”24

c. Al-Kawarizmi, menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan al-

mas}lah}ah adalah memelihara tujuan syara’ dengan cara

menghindarkan kemafsadahan dari manusia. Dari pengertian tersebut, beliau memandang mas}lah}ah hanya dari satu sisi, yaitu

(31)

menghindarkan mafsadat semata, padahal kemaslahatan mempunyai sisi lain yang justru lebih penting, yaitu meraih manfaat.25

d. Menurut Al-Thufi mas}lah}ah merupakan dalil paling kuat yang secara

mendiri dapat dijadikan alasan dalam menentukan hukum syara’.26

Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa mas}lah}ah

merupakan tujuan dari adanya syariat Islam, yakni dengan memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara kehormatan, serta memelihara harta.

2. Pengertian Mas}lah}ah Mursalah

Mas{lah{ah Mursalah menurut bahasa yaitu suatu kebenaran yang

dapat digunakan. Menurut Abu Zahrah dalam buku Ushul Fiqh,

Mas{lah{ah Mursalah artinya mutlak (umum), menurut istilah ulama’

ushul adalah kemashlatan yang oleh syar’i tidak dibuatkan hukum untuk

mewujudkannya, tidak ada dalil syara’ yang menunjukkan dianggap atau tidaknya kemashlahatan itu.27

Misalnya kemashlahatan yang menuntut bahwa kontrak jual beli yang tidak tertulis tidak mampu hak kepemilikan, jadi itu termasuk

kemashlahatan yang oleh syar’i belum ditetapkan hukumnya dan juga

tidak ada dalil tentang dianggap atau tidaknya kemashlahatan itu.28

Menurut ulama’ Syafi’iyah Mas{lah{ah adalah mengambil manfaat

dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan

25 Amir Syarifuddin, Us}ul Fiqh Jilid 2…368. 26 Nasrun Harun, Us}ul Fiqh…125.

(32)

syara’, ia memandang bahwa suatu kemashlahatan harus sejalan dengan

tujuan syara’ sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia. Al-Ghazali menjelaskan bahwa menurut asalnya maslahah itu berarti sesuatu yang mendatangkan manfaat (keuntungan) dan menjauhkan mudarat (kerusakan), namun hakikat dari maslahah adalah:

ِعْرهشلا ِدوُصْقَم ىَلَع ُةَظَفاَحُمْلا

“Memeliharatujuan syara’(dalam menetapkan hukum)”.

Sedangkan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu ada lima, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.

Selain itu al-Khawarizmi juga memberikan definisi yang hampir sama dengan definisi al-Ghazali di atas, yaitu:

ِعْرهشلا ِدوُصْقَم ىَلَع ُةَظَفاَحُمْلا

ِقْلَْْا ِنَع ِدِساَفَمْلا ِعْفَدِب

“Memelihara tujuan syara’ (dalam menetapkan hukum) dengan cara menghindarkan kerusakan dari manusia.”

Mas{lah{ah Mursalah yaitu kemashlahatan yang keberadaannya

tidak didukung syara’ dan tidak pula dibatalkan atau ditolak syara’ melalui dalil yang rinci.29

Dengan demikian mas}lah}ah mursalah ini merupakan maslahat

yang sejalan dengan tujuan syara’ yang dapat dijadikan dasar pijakan

dalam mewujudkan kebaikan yang dihajatkan oleh manusia serta terhindar dari ke- mad}aratan. Diakui hanya dalam kenyataannya jenis maslahat yang disebut terakhir ini terus tumbuh dan berkembang seiring dengan

(33)

perkembangan masyarakat Islam yang dipengaruhi oleh perbedaan kondisi dan tempat.

Untuk menghukumi sesuatu yang tidak dijelaskan oleh syara’ perlu dipertimbangkan faktor manfaat dan mad}aratnya. Bila mad}aratnya lebih banyak maka dilarang oleh agama, atau sebaliknya. Hal ini sebagaimana

dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah: “berubahnya suatu hukum menjadi haram

atau bergantung mafsadah atau mas}lah}ah- nya”.30

Menurut Jalaluddin Abdurrahman, bahwa mas}lah}ah mursalah ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a. Maslahat pada dasarnya secara umum sejalan dengan syariat.

.ِه ِةَعْ يِرَشِل ِماَعلا ِجَهْ َما َعَم ٌقَفه تُم َو ُعْرَشلا ِهِب َءاَج اًمَل ٌمِئًاُم

Dengan kata lain kategori maslahat jenis ini berkaitan dengan

Maqās}id al-syariah yaitu agar terwujudnya tujuan syariat yang

bersifat daruri (pokok).

b. Maslahat yang sifatnya samar-samar dibutuhkan kesungguhan dan kejelian para mujtahid untuk merealisasikan dalam kehidupan.31

Dari beberapa definisi tentang Mas{lah{ah Mursalah dan rumusannya yang berbeda tersebut dapat disimpulkan bahwa Mas{lah{ah

Mursalah itu adalah suatu yang dipandang oleh akal sehat karena

mendatangkan kebaikan dan menghindarkan kerusakan pada manusia,

yang sesuai dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.

(34)

B. Macam-macam Mas{lah{ah

Para ahli ushul fiqh mengemukakan beberapa pembagian

Mas{lah{ah.

1. Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemashlahatan itu, para ahli ushul fiqh membagi menjadi tiga macam, yaitu:

a. Mas{lah{ah D{haru>riyyah (ةيرورضلا ةحلصما), yaitu kemashlahatan yang

berbuhungan dengan kebutuhan pokok umat manusia di dunia dan di akhirat.32 Kemashlahatan seperti ini ada lima, yaitu:

1) Memelihara agama (al-Di>n). Untuk persoalan al-Di>n

berhubungan dengan ibadah-ibadah yang dilakukan seseorang muslim dan muslimah, membela Islam dari ajaran-ajaran yang sesat, membela Islam dari serangan-serangan orang-orang yang beriman kepada Agama lain.

2) Memelihara jiwa (al-Nafs). Didalam Agama Islam nyawa manusia adalah sesuatu yang sangat berharga untuk orang lain atau dirinya sendiri.

3) Memelihara akal (al-‘Aql). Yang membedakan manusia dengan hewan adalah akal, oleh karena itu kita wajib menjaga dan melindunginya. Islam mewajibkan kita untuk menuntut ilmu sampai ke ujung dunia manapun dan melarang kita untuk merusak akal sehat kita, seperti minum minuman keras.

(35)

4) Memelihara keturunan (al-Nasl). Menjaga keturunan dengan menikah secara Agama dan Negara. Mempunyai anak di luar nikah akan berdampak pada pembagian harta waris dan ketidak jelasan status anak tersebut.

5) Memelihara harta (al-Ma>l). Harta adalah sesuatu yang sangat penting dan berharga, tetapi Islam melarang untuk memperoleh harta dengan cara kejelekan.

Kelima kemashlahatan ini, disebut dengan al-Masali>h al-Khamsah.

b. Mas{lah{ah H{a>jiyah (ةيجاحاةحلصما), yaitu sesuatu yang diperlukan oleh

seseorang untuk memudahkan untuk menjalani hidup dan menghilangkan kesulitan dalam rangka memelihara lima unsur di atas. Jika tidak tercapai manusia akan mengalami kesulitan seperti adanya ketentuan rukhṣah (keringanan) dalam ibadah.33

c. Mas{lah{ah Tah{si>niyyah (ةي سحتلا ةحلصما), yaitu memelihara kelima

unsur pokok di atas dengan cara meraih dan menetapkan hal-hal yang pantas dan layak dari kebiasaan-kebiasaan hidup yang baik, serta menghindarkan sesuatu yang dipandang sebaliknya oleh akal yang sehat.

Ketiga kemashlahatan ini perlu dibedakan, sehingga seorang muslim dapat menentukan prioritas dalam mengambil suatu kemashlahatan. Kemashlahatan D{haru>riyyah harus lebih didahulukan dari

(36)

kemashlahatan H{a>jiyyah, dan kemashlahatan H{a>jiyyah harus lebih didahulukan dari kemashlahatan Tah{si>niyyah.34

2. Dilihat dari segi cakupannya (jangkauannya) Mas{lah{ah terbagi menjadi tiga:

Bila ditinjau dari segi cakupan, Jumhur Ulama membagi mas}lah}ah kepada tiga tingkatan, yaitu:

a. Al-Mas}lah}ah al-‘ mmah (mas}laḥah umum), yang berkaitan dengan

semua orang seperti mencetak mata uang untuk kemaslahatan suatu Negara.

b. Al-Mas}lah}ah al-Ghalibah (mas}lah}ah mayoritas), yang berkaitan

dengan mayoritas (kebanyakan) orang, tetapi tidak bagi semua orang. Contohnya orang yang mengerjakan bahan baku pesanan orang lain untuk dijadikan barang jadi, maka apabila orang tersebut membuat kesalahan (kerusakan) wajib menggantinya.

c. Al-Mas}lah}ah al-Kha>ssah (mas}laḥah khusus/pribadi), yang

berkenaan dengan orang-orang tertentu. Seperti adanya kemaslahatan bagi seorang istri agar hakim menetapkan keputusan fasah }karena suaminya dinyatakan hilang.

3. Dilihat dari segi keberadaan Mas{lah{ah menurut syara’ terbagi menjadi tiga:

a. Mas{lah{ah Mu’tabarah (ةرتعما ةحلصما), yaitu kemashlahatan yang

didukung oleh syar’i. Maksudnya, adanya dalil khusus yang menjadi

(37)

dasar bentuk dan jenis kemashlahatan tersebut. Misalnya, hukuman atas orang yang meminum minuman keras dalam hadits Rasulullah saw, dipahami secara barlainan oleh para ulama’ fiqh, disebabkan perbedaan alat pemukul yang dipergunakan Rasulullah saw. ketika melaksanakan hukuman bagi orang yang meminum minuman keras.

b. Mas{lah{ah Mulgha>h (ةاغلما ةحلصما), yaitu kemashlahatan yang ditolak

oleh syara’, karena bertentangan dengan ketentuan syara’. Misalnya,

syara’ menentukan bahwaorang yang melakukan hubungan seksual di

siang hari pada bulan Ramad{han dikenakan hukuman memerdekakan budak, atau puasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin. Apabila tidak mampu memerdekakan budak, baru dikenakan hukuman puasa dua bulan berturut-turut. Kemashlahatan

seperti ini, menurut kesepakatan para ulama’, disebut Mas{lah{ah

Mulgha>h dan tidak bisa dijadikan landasan hukum. 35

c. Mas{lah{ah Mursalah (ةلسرما ةحلصما), yaitu mas}lah}ah yang tidak diakui

secara eksplisit oleh syara’ dan tidak pula ditolak serta dianggap batil

oleh syara’, tetapi masih sejalan secara substantif dengan kaidah-kaidah

hukum yang universal. Gabungan dari dua kata tersebut, yaitu

mas}laḥah mursalah menurut istilah berarti kebaikan (mas}laḥah) yang

tidak disinggung dalam syara’, untuk mengerjakannya atau

meninggalkannya, namun jika dikerjakan akan membawa manfaat.

(38)

Oleh sebab itu dikatakan oleh Ibnu Taimiyah, sebagaimana dikutib oleh Nazar Bakry dalam buku Fiqh dan Us}ul Fiqh:

ُمْكُح

ِءْيهشلا

َوَُأ

ٌماَرَح

ْوَأ

ٌحاَبُم

ْرُظَْ يْلَ ف

َلِإ

ِهِتَدَسْفَم

ِههِتَحَلْصَمَو

“Hukum sesuatu adakah dia haram atau mubah, maka dilihat dari segi mafsadatan dan kebaikannnya”.

Contohnya, peraturan lalu lintas dengan segala rambu-rambunya. Peraturan seperti ini tidak terdapat dalil khusus yang mengaturnya. Namun, peraturan tersebut sejalan dengan tujuan syariat, yaitu dalam hal memelihara jiwa dan harta.

C. Landasan Hukum Maṣlaḥah Mursalah

Landasan syariah berupa al-Qur’a>n, Hadis serta kaidah fiqh yang berkaitan dengan mas}lah}ah akan di uraikan secara terperinci, jumhur ulama dalam menetapkan mas}lah}ah dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum berdasarkan:

a. Al-Qur’a>n

Berdasarkan istiqra’ (penelitian empiris) dan nash-nash al-Qur’a>n maupun hadist diketahui bahwa hukum-hukum syari’at Islam mencakup diantaranya pertimbangan kemaslahatan manusia.36 Sebagaimana firman Allah dalam surah Yu@nus ayat 57.

ْوَم ْمُكْتَءاَج ْدَق ُساهلا اَه يَأ َا

َيِِمْؤُمْلِل ٌةََْْرَو ىًدَُو ِروُدصلا ِي اَمِل ٌءاَفِشَو ْمُكِ بَر ْنِم ٌةَظِع

(39)

“Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.37

Hasil induksi terhadap ayat dan hadis menunjukan bahwa setiap hukum mengandung kemaslahatan bagi umat manusia, dalam hubungan ini, Allah berfirman dalam surat al-Anbiya>’ 21:107.

ًةََْْر هَِإ َكاَْلَسْرَأ اَمَو

َيِمَلاَعْلِل

“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.38

Redaksi ayat di atas sangat singkat, namun ayat tersebut mengandung makna yang sangat luas. Di antara empat hal pokok, yang terkandung dalam ayat ini adalah: Allah mengutus Nabi Muhammad

(al-‘ālamīn), serta risalah, yang kesemuanya mengisyaratkan sifat-sifatnya,

yakni rahmat yang sifatnya sangat besar. Firman Allah dalam surat

Al-Baqarah 2:185 yakni:

ُمُكِب ُديِرُي َََو َرْسُيْلا ُمُكِب ُهّا ُديِرُي

َرْسُعْلا

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. . . . “39

Ayat tersebut terdapat kaidah yang besar, di dalam tugas-tugas

yang dibebankan akidah Islam secara keseluruhan, yaitu “memberikan

kemudahan dan tidak mempersulit”. Hal ini memberikan kesan kepada kita

yang merasakan kemudahan di dalam menjalankan kehidupan ini secara

37 Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahanya…215. 38 Ibid., 331.

(40)

keseluruhan dan mencetak jiwa orang muslim berupa kelapangan jiwa, tidak memberatkan, dan tidak mempersukar.40

b. Hadist

Najmuddi>n Sulaiman bin Abd Qawiy bin Abd Karim al-T{ufi al-Hanbaly (al-T}ufi) menggunakan hadits riwayat Ibn Ma>jah dan Da>r al-Qut}ni, Ima>m Mali>k al-Hakim dan al-Baihaqi, yang dikategorikan dalam hadis hasan sebagai dasar hukum mas}lah}ah,

landasan utama pendapatnya adalah mendahulukan nash dan ijma>’.

ْنَع

ِبَا

ديِعىَس

ْدَعَس

ْنِب

ِكِلاَم

ْوَا

ْنِب

ِس

ِنََ

ِ يِرْدْْا

َيىِضَر

ُه

ُهَْع

َنَا

َلاْوُسَر

ِه

ىهلَص

ِه

ِهيَلَع

َو

َ،مهلَس

َلاَق

:

ََ

َرَض

َر

َََو

َراَرِض

.

ُثْيِدَح

ٌنَسَح

ُاَوَر

ُنْبِا

اَم

ْهَج

.

ُراهدلاَو

ِنْطُق

َيَغَو

اّ

اًدَْسُم

.

َرَو

ُاَو

ِكِلاَم

ِف

ِءَا طاَوُمْلا

.

ْنَع

ِنْبوُرَمع

َيََْ

ْنَع

ِهيلِبَا

نَع

ِبَلا

ىهلَص

ُه

ِهيَلَع

َ،مَلَسَو

َاَسْرُم

ُطَقْساَف

َبَا

ديِعَس

.

“Diriwayatkan dari Aby Sa’id Sa>ad bin Mali>k al-khudzi>y, r.a

sesungguhnya Rasulullah saw bersabda ‚tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain‚ hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Ma>jah dan dari Quthni dan selain keduanya adalah masnad, dan meriwayatkan Ima>m Mali>k dalam al-Muwa>t}o’, dari Amr bin Yahya dari ayahnya

dari Nabi saw dinilai sebagai hadis mursal15 terputus pada Aba> Sa’id”.

Al-Thufi berpendapat bahwa hadis tersebut mengandung makna bahwa hukum Islam melarang segala bentuk kemad}aratan dari manusia. Pendapatnya ini didasarkan pada pemahamnnya terhadap ayat Al-Qur’a>n maupun hadis yang menggambarkan bahwa Allah memelihara dan memprioritaskan ke- maṣlaḥahtanhambanya.41

40 Miftachul Choiroh, “Analisis Mas}lah}ah Mursalah Terhadap Pengharum Ruangan yang Terbuat dari Kotoran Sapi (Studi Kasus di SMA Muhammadiyah 1 Babat Kabupaten Lamongan) (Skripsi IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013).

(41)

D. Syarat-syarat Mas{lah{ah Mursalah

Dalam menggunakan mas{lah{ah mursalah itu sebagai h{ujjah, para

ulama’ bersikap sangat hati-hati. Sehingga tidak menimbulkan pembentukan

syari’at berdasarkan nafsu dan keinginan tertentu. Berdasarkan hal tersebut,

maka para ulama’ menyusun syarat-syarat mas{lah{ah mursalah yang dipakai

sebagai dasar pembentukan hukum, antara lain:

1. Kemaslahatan itu sejalan dengan kehendak syara’ dan termasuk dalam jenis kemaslahatan yang didukung oleh nash secara umum.

2. Kemaslahatan itu bersifat rasional dan pasti, bukan sekedar perkiraan. Sehingga hukum yang ditetapkan melalui mas}lah}ah mursalah itu benar-benar menghasilkan manfaat dan menghindari kemudaratan.

3. Ke- maṣlaḥatan itu menyangkut kepentingan orang banyak, bukan kepentingan pribadi, apabila maslahat itu bersifat individual menurut Al-Ghazali maka syarat lain harus dipenuhi, dimana maslahat tersebut harus sesuai dengan Maqās}id al-syari’at.42

4. Pembentukan hukum dengan mengambil kemaslahatan itu tidak bertentangan dengan dasar ketetapan al-Quran, Hadis, dan ijma’.

5. Yang dinilai akal sehat sebagai mas}lah}ah yang hakiki dan telah sejalan

dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum tidak berbenturan

dengan dalil syara’ yang telah ada, baik dalam bentuk Al-Qur’a>n dan

Sunnah, maupun ijma’ ulama’ terdahulu.

(42)

6. Mas}lah}ah mursalah diamalkan dalam kondisi yang memerlukan, yang

seandainnya masalahnya tidak diselesaikan dengan cara ini, maka umat berada dalam kesempitan hidup dan menghadapi kesulitan.43

Sedangkan Abdul Wahab Khallaf menyebutkan bahwa syarat-syarat

mas{lah{ah mursalah untuk bisa dijadikan sebagai h{ujjah, yaitu:44

1. Mas{lah{ah harus benar-benar membuahkan mas{lah{ah atau tidak

didasarkan dengan mengada-ngada, maksudnya ialah agar bisa diwujudkan pembentukan didasarkan atas peristiwa yang memberikan kemanfaatan bukan didasari atas peristiwa yang banyak menimbulkan kemadharatan. Jika mas{lah{ah itu berdasarkan dugaan, atau hukum itu mendatangkan kemanfaatan tanpa pertimbangan apakah masalah itu bisa lahir dengan cara pembentukan tersebut. Misalnya, mas{lah{ah dalam hal pengambilan hak seorang suami dalam menceraikan istri.

2. Mas{lah{ah itu sifatnya umum, bukan bersifat perorangan. Maksudnya

ialah bahwa kaitannya dengan pembentukan hukum terhadap suatu kejadian atau masalah dapat melahirkan kemanfaatan bagi kebanyakan umat manusia, yang benar-benar dapat terwujud.

3. Pembentukan hukum dengan mengambil kemashlahatan ini tidak berlawanan dengan tata hukum atau dasar ketetapan nash dan ijma’. Seperti hal tuntunan kemashlahatan untuk mempersamakan hak waris antara laki-laki dengan perempuan, merupakan kemashlahatan yang tidak dibenarkan, sebab bertentangan dengan nash yang telah ada.

(43)

4. Pembentukan mas{lah{ah itu harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh hukum-hukum Islam, karena jika bertentangan maka

mas{lah{ah tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mas{lah{ah.

5. Mas{lah{ah itu bukan mas{lah{ah yang tidak benar, dimana nash yang ada

tidak menganggap salah dan tidak pula membenarkannya.

E. Pendapat Para Ulama’ tentang Mas{lah{ah Mursalah

Dalam hal penggunaan dan pemakaian mas{lah{ah mursalah sebagai

dalil syari’at dalam menetapkan hukum, maka penulis akan memaparkan

pendapat para ulama’ yang dibatasi pada pendapat beberapa Imam madzhab

lainnya dan ulama’ lainnya.

Mas{lah{ah menurut Najamuddin at-Thufi:

Menurut Najamuddin at-Thufi mas{lah{ah merupakan h{ujjah

terkuat yang secara mandiri dapat dijadikan sebagai landasan hukum dan ia tidak membagi mashlahat itu sebagaimana yang dilakukan oleh jumhur

ulama’.45 Ada tiga prinsip yang dianut at-Thufi tentang mas{lah{ah yang

menyebabkan pandangannya berbeda dengan jumhur ulama’, yaitu:

1. Akal bebas menentukan kemashlahatan dan kemafsadatan khususnya dalam bidang muamalah dan adat. Untuk menentukan (termasuk mengenai kemashlahatan dan kemudharatan) cukup dengan akal. Pandangan ini

berbeda dengan jumhur ulama’ yang mengatakan bahwa sekalipun

(44)

kemashlahatan dan kemudharatan itu harus mendapatkan dukungan dari

nash dan ijma’, baik bentuk, sifat maupun jenisnya.

2. Mas{lah{ah merupakan dalil mandiri dalam menetapkan hukum. Oleh

sebab itu, untuk kehujjahan mas{lah{ah tidak diperluan dalil pendukung, karena mas{lah{ah itu didasarkan kepada pendapat akal semata.

3. Mas{lah{ah hanya berlaku dalam masalah muamalah dan adat kebiasaan,

adapun dalam masalah ibadah dan ukuran-ukuran yang ditetapkan syara’, seperti sholat dhuhur empat rakaat, puasa ramadhan satu bulan dan lain-lain, tidak termasuk objek masalah, karena masalah-masalah seperti ini merupakan hak Allah semata.

4. Mas{lah{ah merupakan dalil syara’ paling kuat. Oleh sebab itu, ia juga

mengatakan nash atau ijma’ bertentangan dengan mas{lah{ah maka didahlukan mas{lah{ah dengan cara takhs{i>s{ nash tersebut (pengkhususan hukum) dan baya>n (perincian/penjelasan).

Ada beberapa alasan yang dikemukakan Najamuddin at-Thufi dalam mendukung pendapatnya itu:

1. Firman Allah dalam surat al-Baqarah, 2:179:

َنوُقه تَ ت ْمُكهلَعَل ِباَبْلَْأا ِِوُأ َا ٌةاَيَح ِصاَصِقْلا ِي ْمُكَلَو

“Dan dalam qis{as{ itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu.”46

Allah Swt. berfirman , “Telah diharuskan atas kalian berbuat adil dalam

hukum qis{as{, hai orang-orang mukmin, orang merdeka dengan orang merdeka, budak dengan budak, dan wanita dengan wanita, janganlah

(45)

kalian melampaui batas dan jangan pula kalian, sebagaimana orang-orang sebelum kalian berbuat kelewat batas karena mereka mengubah hukum Allah yang berkaitan dengan qis{as{.

2. Firman Allah dalam surat al-Ma>idah, 5: 38:

ٌميِكَح ٌزيِزَع ُهّاَو ِهّا َنِم ًَاَكَن اَبَسَك اَِِ ًءاَزَج اَمُهَ يِدْيَأ اوُعَطْقاَف ُةَقِراهسلاَو ُقِراهسلاَو

“Lelaki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan dari apa yang mereka kerjakan.”

Jumhur Ulama mempertimbangkan adanya nisab dalam kass pencurian, sekalipun mengenai kadarnya masih diperselisihkan di kalangan mereka. Masing-masing dari madzhab yang empat mempunyai pendapatnya sendiri. Menurut Imam Malik Ibnu Anas, nisab hukum potong tangan adalah tiga keping uang perak (dirham) murni. Apabila seseorang mencuri sesuatu yang nilainya mencapai tiga dirham atau lebih, maka tangannya harus dipotong.

3. Firman Allah dalam suratan-Nu>r, 24: 2:

ياهزلا َو ُةَيِناهزلا

د ِحاو هلُك اوُدِلْجاَف

ِم

ي ٌةَفْأَر امِِِ ْمُكْذُخََْ ََو ةَدْلَج َةَئاِم امُهْ

ِه ِنيد

ْمُتْ ُك ْنِإ

ْدَهْشَيْل َو ِرِخ ْْا ِمْوَ يْلا َو ِهِب َنوُِمْؤُ ت

َي ِمْؤُمْلا َنِم ٌةَفِئاط امُهَ باذَع

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang seratus kali dera.”

(46)

pernah melakukan persetubuhan dalam ikatan nikah yang s}ah}ih}

sedangkan dia telah akil baligh).

4. Rasulullah bersabda:

ُعيِبَي ََ

اَهِتَلاَخ وَا اَهِتهمَع ىَلَع ُةَأرَما ُحَكُت َََو داَبِل ٌرِضاَح ُعيِبَي َََو ضعَب ِعيَب ىَلَع ْمُهُضعَب

ْمُكََْرَأ مُتعَطَق َكِلَذ مُتلَعَ ف نِإ مُكهنِإ

“Seseorang jangan membeli barang yang telah ditawar orang lain, dan

jangan pula orang kota (para pedagang) membeli barang dagangannya dengan mendatangi para petani desa, dnn jangan dinikahi seorang perempuan (sekaligus) dengan bibi (saudara kandung ayah atau ibu yang perempuan), karena apabila kamu lakukan itu, maka kamu telah memutuskan hubungan silaturrahim sesama kamu. (H.R. al-Bukhari).”

Larangan-larangan Rasulullah dalam hadits ini, menurut at-Thufi, dimaksudkan untuk kemashlahatan umat. Larangan membeli barang yang sudah ditawar orang lain adalah untuk memelihara kemashlahatan penawar barang pertama, larangan mendatangi para petani ke desa untuk membeli komoditi mereka adalah untuk memelihara kemashlahatan para petani desa dari kemungkinan terjadinya penipuan harga, dan larangan menikahi wanita sekaligus dengan bibinya, juga untuk memelihara kemashlahatan istri dan keluarga. Oleh sebab itu, menurut at-Thufi, pada dasarnya baik firman Allah maupun sabda Rasul saw, bertujuan untuk kemashlahatan manusia. Drngan demikian, keberadaan mas{lah{ah sebagai landasan hukum tidak diragukan lagi dan bisa dijadikan dalil mandiri.47

Mas{lah{ah menurut ulama’ Malikiyah, Hanabilah dan Syathibi:

(47)

Ulama’ Malikiyah dan Hanabilah menerima mas{lah{ah mursalah

sebagai dalil dalam menetapkan hukum, bahkan mereka dianggap sebagai

ulama’ fiqh yang paling banyak dan luas menerapkannya. Menurut mereka

mas{lah{ah mursalah merupakan induksi dari logika sekumpulan nash,

bukan dari nash yang dirinci seperti yang berlaku dalam al-qiyas. Bahkan Imam Syathibi mengatakan bahwa keberadaan dan kualitas mas{lah{ah

mursalah bersifat pasti, sekalipun dalam penerapannya bisa bersifat relatif.48

Alasan Jumhur Ulama’ dalam menetapkan mas{lah{ah dapat

dijadikan h{ujjah dalam menetapkan hukum, antara lain adalah:

1. Hasil induksi terhadap ayat atau hadits menunjukkan bahwa setiap hukum mengandung kemashlahatan bagi umat manusia. Dalam hubungan ini, Allah berfirman dalam surat al-Anbiya>’ ayat 107 yang berbunyi:

اَمَو

َْيِمَلاَعْلِل ًةََْْر هَِإ َكاَْلَسْرَأ

“Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh manusia.”\

Menurut jumhhur ulama’, Rasulullah tidak akan menjadi rahmat apabila

bukan dalam rangka memenuhi kemashlahatan manusia. Selanjutnya, ketentuan dalam ayat ayat al-Qur’a>n dan sunnah Rasulullah, seluruhnya dimaksudkan untuk mencapai kemashlahatan umat manusia, di dunia dan di akhirat. Oleh sebab itu, memberlakukan mas{lah{ah terhadap hukum-hukum lain yang juga mengandung kemashlahatan adalah legal.

(48)

2. Kemashlahatan manusia akan senantiasa dipengaruhi perkembangan

tempat, zaman, dan lingkungan mereka sendiri. Apabila syari’at Islam

terbatas pada hukum-hukum yang ada saja, akan membawa kesulitan. 3. Jumhur ulama’ jjuga beralasan dengan merujuk kepada beberapa

perbuatan sahabat, seperti ‘Umar ibn al-Khattab, sebagai salah satu

kemashlahatan untuk melestarikan al-Qur’a>n dan menuliskan al-Qur’a>n pada satu logat bahasa di zaman ‘Utsman ibn ‘Affan demi

memelihara tidak terjadinya perbedaan bacaan al-Qur’a>n itu sendiri.49

Sebagian ulama’ berpendapat bahwa mas{lah{ah mursalah itu

pengakuannya dan pembatalannya tidak berdasarkan saksi syara’. Oleh karena itu, mas{lah{ah mursalah tidak dapat dipakai sebagai dasar pembetukan hukum. Alasan mereka itu adalah:

1. Syari’atlah yang akan memelihara kemashlahatan umat manusia dengan

nash-nash dan petunjuk qiyas. Sebab syar’i tidak akan menyia-nyiakan

manusia.

2. Pembentukan hukum berdasar harus adanya mas{lah{ah merupakan terbukanya pintu nafsu antara para pemimpin, penguasa dan ulama’ fatwa (mufti).50

F. Objek Mas}lah}ah Mursalah

Memperhatikan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa lapangan

mas}lah}ah mursalah selain berlandaskan hukum syara’ secara umum, juga

49 Nasrun Haroen, Ushul Fiqh, ... 125.

(49)

harus diperhartikan ada dan hubungan antara satu manusia dengan manusia yang lainnya. Lapangan tersebut merupakan pilihan utama untuk mencapai kemaslahatan. Dengan demikian segi ibadah tidak termasuk dalam segi tersebut.

Segi peribadatan yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang tidak memberi kesempatan kepada akal untuk mencari kemaslahatan juznya dari setiap hukum yang ada didalamnya. Diantaranya, ketentuan syariat tentang ukuran had kifarat, ketentuan waris, ketentuan jumlah bulan dalam masa iddah wanita yang ditinggal mati atau diceraian suaminya. Segala sesuatu yang telah ditetapkan ukurannya dan disyariatkan berdasarkan kemaslahatan yang berasal dari kemaslahatan itu sendiri, Allah sudah menjadikan syi’ar keagamaan yang satu dan mencakup seluruh manusia sepanjang zaman dan sepanjang waktu.

Secara ringkas, dapat dikataan bahwa mas}lah}ah mursalah itu difokuskan terhadap lapangan yang tidak terdapat dalam nash, baik dalam

Al-Qur’a>n maupun as-sunnah yang menjelaskan hukum-hukum yang ada

penguatnya melalui suatu i’tiba>r. Hal ini difokuskan pada hal-hal yang tidak

didapatkan adanya ijma>’ atau qiya>s yang berhubungan dengan kejadian tersebut.

Demikian beberapa pandangan tentang dimasukannya mas}lah}ah

dalam Islam sebagai salah satu sumber hukum istid}ah dan metode untuk menetapkan hukum Islam. Sebagaimana telah diterangkan bahwa mas}lah}ah

(50)

dari akar shari’at dan tidak mengesampingkan nash-nash yang qat’}i baik

qat’}i dari segi sanadnya ataupun dalalahnya.51

(51)

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG DESA DAN PROSES PEMOTONGAN BAGIAN TUBUH KEPITING YANG MASIH HIDUP DI DESA BANJAR

KEMUNING KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

A. Gambaran Umum Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo

1. Keadaan Demografis Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo

Wilayah Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati merupakan salah satu desa yang ada di Kabupaten Sidoarjo dengan jarak tempuh ke Ibukota Kabupaten sekitar 15 Km. Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati memiliki ketinggian tanah 5 M dari permukan air laut, yang memiliki luas wilayah 384.689 Ha.52

Adapun batas-batas wilayah Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati sebagai berikut:

a. Batas wilayah sebelah Utara : Desa Segoro Tambak b. Batas wilayah sebelah Timur : Selat Madura

c. Batas wilayah sebelah Selatan : Desa Gisik Cemandi d. Batas wilayah sebelah Barat : Tanah Juanda (AL)

(52)

2. Keadaan Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati memiliki 8 RT dan 4 RW. Berdasarkan data terakhir jumlah penduduk di wilayah Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati untuk penduduk laki-laki berjumlah 883 orang, sedangkan penduduk perempuan berjumlah 888 orang. Sehingga jika dijumpai dari keseluruhan penduduk Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati yaitu brejumlah 1.771 orang, yang terdiri dari 457 Kepala Keluarga (KK).53

a. Keadaan Sosial

Keadaan sosial masyarakat di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati cukup baik, karena selama ini memiliki jiwa kekeluargaan yang memang tertanam dan terbangun sejak lama antara warga yang satu dengan warga yang lainnya, baik dari pihak bapak-bapak, ibu-ibu maupun para remaja ataupun anak-anak muda. Hal ini terbukti ketika setiap diadakannya kegiatan kerja bakti masal mereka saling bergotong royong untuk membersihkan desa mereka. Tingkat keamanan yang ada di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati juga masih terkontrol dengan baik.

b. Keadaan Ekonomi

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati bisa dikatakan cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari tiap-tiap hari keluarga yang memiliki fasilitas dalam memenuhi

(53)

kebutuhan hidup, baik yang berupa sandang, pangan maupun papan untuk ditempati. Dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati yang terdiri dari berbagai macam sektor pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian masing-masing, yaitu:

Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa mayoritas penduduk Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati mencari rizki sebagai petani ikan

No Pekerjaan Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil 7 Orang

2 TNI 5 Orang

3 Swasta 18 Orang

4 Petani Ikan 71 Orang

5 Pertukangan 6 Orang

6 Buruh Tani Ikan 71 Orang

(54)

dan nelayan karena letak wilayah Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati berada di pinggiran pantai atau pesisir laut.54

c. Keadaan Pendidikan

Keadaan sosial pendidikan di wilayah Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati dapat dikatakan cukup baik, hal ini dapat dilihat dari data penduduk menurut tingkat pendidikan umum dan pendidikan khusus.

Dari beberapa data yang telah diuraikan tersebut dapat disimpulkan bahwa hampir semua penduduk Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati adalah orang yang pernah merasakan dunia pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati mempunyai ilmu yang cukup.

d. Keadaan Keagamaan\

Mayoritas masyarakat Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati beragama Islam bahkan seluruh penduduknya beragama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa agama Islam yang dianut oleh seluruh penduduk sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, sehingga corak dan tradisi budaya yang dilatar belakangi ajaran Islam juga sangat menonjol dalam kegiatan kemasyarakatan.

Adapun tempat ibadah yang ada di wilayah Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati berdasarkan data yang masuk di Desa

(55)

Banjar Kemuning Kecamatan Sedati terdapat 3 masjid dalam kondisi baik dan terdapat 4 mushalla dengan kondisi baik.

Adapun kegiatan-kegiatan keagamaan yang ada di wilayah Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo antara lain sebagai berikut:

1) Adanya pengajian agama untuk kaum muslimin dan muslimat setiap sebulan sekali setiap hari kamis legi, diadakan di masjid. 2) Adanya rutinan doa yasin dan tahlil untuk bapak setiap hari kamis

malam dan ibu setiap hari rabu malam.

3) Diba’iyah setiap hari minggu siang untuk kalangan remaja perempuan.

4) Kumpulan ibu-ibu Ikatan Haji Muslimat (IHM) setiap dua minggu sekali pada hari selasa.

5) Pembacaan mana>qib oleh ibu-ibu pada hari sabtu malam.

6) Para Remaja Masjid (Remas) mengadakan khataman Al-Qur’an setiap 1 bulan sekali di hari minggu dan hari-hari besar Islam. 7) Adanya sedekah bumi (ruwat desa), wayangan dan istighosah

akbar untuk masyarakat Banjar Kemuning yang dilaksanakan di desa dan bali kambang (lapangan dekat sungai) yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada bulan Ruwah.55

Dari data mengenai kegiatan umat muslim di wilayah Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati sebagaimana yang diuraikan di

(56)

atas, maka dapat dikatakan bahwa penduduk Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati merupakan masyarakat religius meskipun tidak semua warga mengikuti kegiatan-kegiatan tersebut.

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat yang tinggal di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati merupakan masyarakat yan tergolong sangat berpegang teguh terhadap apa yang telah dibawa oleh orang tua mereka, sehingga dengan demikian bahwa baik buruknya segala bentuk kegiatan dalam masyarakat tergantung pada masyarakat yang menjalankannya, sejauh mana mereka dapat menerimanya dengan penuh ikhlas.

B. Proses Budidaya Kepiting Soka 1. Pengertian Kepiting Soka

Kepiting soka adalah jenis kepiting bakau yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat bahasa ilmiah menyebutkan Scylla Paramosain akan tetapi kepiting soka dipanen pada saat kepiting baru saja ganti kulit atau

moulting sehingga kondisi cangkang dan kulit kepiting masih sangat

lembut atau masih lunak maka bahasa inggris menyebutnya soft shell

crab lidah orang jawa menyebutnya “soka” dari pada menyebut soft shell

crab kepanjangan makanya jadilah kepiting soka atau kepiting cangkang

lunak.56

(57)

2. Sejarah Kepiting Soka

Di Desa Banjar Kemuning Kecamatan Sedati Kabupaten Sidoarjo tengah budidaya kepiting soka dimulai sejak tahun 2009. Bermulah dari adanya program penghijauan hutan mangrove yang dilaksanakan oleh sebuah LSM dari Negara Jepang yaitu OISCA sehingga pada saat orang jepang berkunjung ke Desa Banja

Gambar

Gambar 3.1 Lahan budidaya kepiting soka
Gambar 3.2  Kepiting bakau
Gambar 3.3  Proses mutilasi atau memotong kaki kepiting
Gambar 3.4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Didik Isnadi (2005) dengan judul Analisis Pengaruh Customer Relationship Management Terhadap

Pada penelitian ini data penelitian merupakan data hasil observasi berupa proses tindakan kelas dilaksanakan, walaupun terdapat angka-angka data tersebut merupakan data

 Terdapat tombol back untuk kembali ke materi  Menggunakan Fungsi bagian 2  Tombol akan berbunyi saat kursor mengenai tombol, juga akan berbunyi saat

1. Cara Menumbuhkan Minat Baca Anak yang ditulis oleh Anna Yulia Tahun 2005 di dalamnya dijelaskan mengenai tips dan trik menumbuhkan minat baca pada anak.

1 Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Timur Aceh (Otsus Aceh) 2 Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Tengah Aceh (Otsus Aceh) 3 Perencanaan Teknis Jalan Wilayah Barat Aceh (Otsus Aceh)

Disiplin kerja (X) -Taat terhadap aturan Waktu - Masuk kerja sesuai waktu yang ditentukan perusahaan -Pulang kerja sesuai waktu yang ditentukan perusahaan

Berkaitan dengan hipotesis 2 a dalam penelitian ini, hasil pengujian wilcoxon rank sign test menunjukkan tidak terdapat signifikansi perbedaan pola manajemen laba pada

Tablični prikaz adijabatskih temperatura izgaranja parafinskih goriva za pojedine vrijednosti pretička zraka λ, uz ulaznu temperaturu zraka za izgaranje ϑzr=300 °C