• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemutusan perkawinan yang berlangsung tanpa izin wanita yang dinikahkan di bawah umur prespektif Sayyid Sabiq : studi kasus di desa Palasa kecamatan Talango kabupaten Sumenep Madura.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemutusan perkawinan yang berlangsung tanpa izin wanita yang dinikahkan di bawah umur prespektif Sayyid Sabiq : studi kasus di desa Palasa kecamatan Talango kabupaten Sumenep Madura."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PEMUTUSAN PERKAWINAN YANG BERLANGSUNG TANPA

IZIN WANITA YANG DINIKAHKAN DI BAWAH UMUR

PRESPEKTIF SAYYID SABIQ

(Studi Kasus Di Desa Palasa Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep Madura)

SKRIPSI

Oleh

Nida’un Nur Iftikar

NIM. C91213142

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syari’ah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang berjudul “Pemutusan Perkawinan Yang Berlangsung Tanpa Izin Wanita yang Dinikahkan Bawah

Umur Dalam Prespektif Sayyid Sabiq”. Pokok permasalahan dalam penelitian ini

adalah pemutusan perkawinan yang disebabkan karena terjadi percekcokan atau perselisihan diantara sumai istri tersebut, serta bagaimana prespektif Sayyid Sabiq terhadap keabsahan nikah anak dibawah umur ?

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis untuk menjawab permasalahan yang ada. Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode wawancara, dan studi pustaka untuk mendeskripsikan permasalahn yang ada, selanjutnya dianalisis dengan pola pikir deduktif untuk memperjelas kesimpulannya.

Dari penelitian yang penulis lakukan ini pemutusan perkawinan disebabkan karena percekcokan yang terjadi diantara suami istri ketika membina rumah tangga. Adapun yang menjadi Latar belakang mengapa wali tidak meminta izin terlebih dahulu adalah karena usia anak perempuan yang masih dibawah umur dan perkawinan tersebut dilakukan untuk menjaga nasab dan harta keluarga. Perjodohan di Desa Palasa sudah menjadi adat-istiadat masyarakat setempat. Banyak faktor yang mempengaruhi perjodohan tersebut. Faktor yang menonjol dan sering menjadi alasan masyarakat Desa Palasa adalah nasab dan harta. Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunnah perkawinan adalah pergaulan yang kekal dan abadi, maka dari itu perkawinan harus didasarkan atas suka sama suka oleh kedua belah pihak (Calon istri dan suami) dan adanya persetujuan kedua belah pihak secara utuh. Adapun alasan mengapa perkawinan harus berdasarkan cinta dan kasih sayang yang tulus adalah agar bisa membangun keluarga yang saki>nah, mawaddah dan rah}mah.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan batasan Masalah ... 8

1. Identifikasi Masalah ... 8

2. Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metode Penelitian ... 13

1. Data yang Dikumpulkan ... 14

2. Sumber Data ... 14

3. Teknik Pengumpulan Data ... 15

4. Teknik Pengolahan Data ... 16

5. Teknik Analisis Data ... 16

I. Sistematika Pembahasan ... 17

(8)

A. Biografi Sayyid Sabiq ... 19

B. Putusnya Perkawinan ... 22

1. Nushu>z... 22

2. Syiqoq... 27

3. T}alaq... 29

C. Pernikahan Anak Di Bawah Umur Menurut Sayyid Sabiq... ... 37

BAB III GAMBARAN UMUM DAN PEMUTUSAN PERKAWINAN YANG BERLANGSUNG TANPA IZIN WANITA YANG DINIKAHKAN BAWAH UMUR DI DESA PALASA ... 40

A. Gambaran Umum Desa Palasa ... 40

1. Sejarah Desa Palasa... 40

2. Letak Geografis Desa Palasa... 41

3. Keadaan penduduk Desa palasa... 42

4. Tingkat Pendidikan Penduduk... 43

5. Tempat Ibadah... 43

6. Organisasi Sosial Keagamaan... 44

7. Sarana Pendidikan... 44

8. Sarana Kesehatan... 44

B. Pemutusan Yang Berlangsung Tanpa Izin Wanita Yang Dinikahkan Di Bawah Umur Di Desa Palasa ... 44

1. Latar Belakang Terjadinya Perkawinan Tanpa Izin Putrinya Yang Masih Di Bawah Umur Di Desa Palasa... 44

2. Pemutusan Perkawinan Di Desa Palasa... ... 48

(9)

A. Analisis Tentang Pemutusan Perkawinan Yang Berlangsung

Tanpa Izin Wanita Yang Dinikahkan Di Bawah Umur Di Desa

Palasa... ... 52

B. Analisi Sayyid Sabiq TentangPemutusan Perkawinan Yang Berlangsung Tanpa Izin Wanita Yang Dinikahkan Di Bawah Umur... 55

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah

Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan Islam antara lain

terletak pada ruang lingkup aspek yang mencakup seluruh dimensi kehidupan

umat manusia termasuk di dalamnya perkawinan. Perkawinan merupakan

salah satu sunna>tullah yang umum berlaku pada semua makhluq Tuhan, baik

manuisa, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Akan tetapi tidak semua

perkawinan dilakukan dengan tata cara yang sama, seperti contohnya

manusia dan hewan keduanya sama-sama melakukan perkawinan, tetapi

hukum bagi binatang tidak berlaku bagi manusia.1

Pernikahan adalah salah satu cara yang dipilih Allah SWT sebagai

jalan bagi manusia untuk beranak atau mendapatkan keturunan dan menjaga

kelestarian hidupnya.2 Allah SWT menciptakan manusia untuk hidup saling

berpasang-pasangan, melalui jalur ikatan suci sebuah pernikahan kita hidup

saling berpasang-pasangan sebagai suami dan istri dan saling melengkapi

satu sama lain.

Firman Allah SWT dalam surat al-Dha>riya>t : 49







 









1 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Juz 6, Alih bahasa M. Thalib, (Bandung : PT.Al-Ma’arif, 1990), 9.

(11)

2

Artinya :

Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

menginggat akan kebesaran Allah SWT.(Q.S. adh-Dha>riya>t : 49). 3

Berdasarkan undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1,

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria daengan seorang

wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.4

Salah satu tujuan perkawinan adalah untuk mendapatkan keluarga bahagia

yang penuh dengan ketenangan dan rasa kasih sayang.5 Hal ini sebagaimana

yang dinyatakan dalam al-Qur’an surat ar-Ru>m : 21

                                     Artinya :

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. ar-Ru>m : 21).6

Agar tercipta sebuah keluarga yang harmonis, tentram dan damai tentu

bukan hal yang mudah untuk dilakukan oleh setiap Insan, maka kita harus

memahami dengan sungguh-sungguh hakikat dari perkawinan tersebut.

Dalam hukum Islam perkawinan adalah akad yang sangat kuat atau mi>sa>qan

3 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan terjemahannya, (Surabaya : Mahkota,

1990), 862.

4Undang-undang RI No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan KHI, (Bandung : Citra Umbara,

2012), 2.

5 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta : Kencana Prenada Media

Group, 2006), 47.

(12)

3

gali>zan untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya

merupakan ibadah yang bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah

tangga yang saki>nah, mawaddah dan rah{mah.7

Pernikahan yang didasari cinta kasih harus disetujui oleh kedua belah

pihak, yaitu atas dasar kemauan sendiri tanpa adanya unsur ancaman dari

pihak orang lain (orang tua), Sebagaimana tercantum dalam pasal 6

Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 ayat 1 yaitu : “Perkawinan

harus didasarkan atas persetujuan kedua belah pihak dan calon mempelai”.8

Fenomena yang kerap terjadi adalah wali menikahkan anaknya yang

masih dibawah umur tanpa meminta pendapat atau persetujuan terlebih

dahulu. Meskipun wali berhak untuk menikahkan anaknya yang masih

dibawah umur tanpa persetujuannya atau keridhoannya. Tetapi keridhoan

dari anak perempuan adalah hal yang sangat penting. Perlu diketahui bahwa

perkawinan merupakan pergaulan abadi dan persekutuan suami istri,

kelanggengan, keserasian kekalnya cinta dan persahabatan. Tidaklah akan

terwujud apabila keridhaian fisik calon istri sebelumnya belum diketahui.

Oleh sebab itu Islam menganjurkan agar wali meminta persetujuan dari

putrinya terlebih dahulu sebelum menikahkan baik itu gadis atau janda.

Kasus yang penulis teliti di masyarakat Desa Palasa banyak terjadi

perjodohan, tahun 2016 ada 5 pasangan suami istri yang menikah berawal

dari sebuah perjodohan keluarga. Perempuan yang menikah karena

7 Bisri, Cik Hasan, dkk, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta : Logos Wacana

Ilmu), 140.

(13)

4

perjodohan tersebut masih dalam tahap usia dini berumur 9 tahun atau 10

tahun. Perjodohan tersebut ada yang sampai ke jenjang pernikahan dan

adapun yang tidak ke jenjang pernikahan.9

Menurut golongan Syafi’I menganjurkan agar ayah dan datuk tidak

mengawinkan wanita yang masih anak-anak sehingga ia cukup dewasa

dengan seizinnya. Agar si anak nantinya tidak terjatuh pada pria yang tidak

disukai.10 Kerelaan calon istri dapat dilihat dari sikapnya, seperti contohnya

diam, tidak memberikan reaksi penolakan dipandang sebagai izin kerelaan

apabila ia gadis, tetapi bila calon istri janda tetap izinnya secara tegas.11

Seperti Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah,

bahwa Nabi Saw bersabda :

َِِا ْنَع

ه ُلْوُسَر َنا َ , ه َةَرْ يَرُ

َمَلَسَو ِهْيَلَع ُه ىَلَص

َََو َرَمْأَتْسَت َََح َْْأا ُحِكْنَ ت ََ : َلاَق

ِتُكْسَت ْنَأ ؟ اَهُ نْدِا َفْيَكَو ه ُلْوُسَر ََ اْوُلاَق َنَذْأَتْسَت َََح َرْكِبْلا ُحِكْنَ ت

Artinya :

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw, bersabda : jangan dinikahkan janda sehingga ia diminta perintahnya dan jangan dinikahkan gadis, sehinggaia diminta persetujuannya (izinnya) Sahabat bertanya : Ya Rasulullah, bagaimana izinnya ? Nabi bersabda : kalau ia diam”12

Putusnya perkawinan disebabkan karena beberapa hal diantaranya

adalah karena kematian, t}alaq, perceraian. Apabila putusnya karena

kematian jika seorang suami atau istri meninggal dunia atau kedua suami

9Yuli Susanti, Wawancara. Desa Palasa. Tanggal 10 November 2016.

10 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Juz 7,...,20.

11 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta : Kencana, 2003), 33.

(14)

5

istri meninggal dunia, maka menjadi putuslah perkawinan mereka. Putus

karena kematian diartikan mati secara fisik, yakni memang dengan kematian

itu diketahui jenazahnya, sehingga kematian itu benar-benar secara biologis,

maupun kematian secara yuridis yaitu dalam kasusu suami yang mafqud

(hilang tidak diketahui apakah ia masih hidup atau sudah meninggal dunia,

lalu melalui proses pengadilan hakim dapat menetapkan kematian suami

tersebut.13

Putus perkawinan karena t}alaq adalah suami menjatuhkan t}alaq

terhadap istri. Atau karena perceraian yang terjadi diantara keduanya. Dalam

hukum Islam perceraian terjadi karena Zhihar, ila’ dan li’an, adapun sebab

lain adalah karena nushu>z, syiqoq atau fasakh.

Dalam kasus yang penulis temukan adanya sebuah perkawinan yang

mana wali tidak meminta persetujuan kepada anaknya ketika anak tersebut

berumah tangga serung terjadi perselisihan antara keduanya, asal muasal

perkawinan tersebut terjadi karena berawal dari sebuah perjodohan antara

kedua keluarga. Perjodohan ini sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat

Madura tepatnya di Desa Palasa. Banyak sekali jenis-jenis perjodohan di

Desa Palasa, diantara perjodohan tersebut adalah arrebok omor, perjodohan

sederajat umur besan, dan perjodohan harta dan nasab.14

Maksud dari perjodohan arrebok omor disini adalah berebutnya

umur nenek dengan cucu perempuan, jadi sebelum neneknya meninggal

beliau ingin melihat cucunya berjodoh terlebih dahulu agar ketika meninggal

13Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat,..., 248.

(15)

6

dunia nanti arwahnya tenang setelah melihat cucunya berjodoh dan

kebanyakan cucu perempuan yang dijodohkan di sana sekitar berumur 13

tahun.15 Perjodohan sederajat adalah perjodohan yang terjadi antara besan

dari pihak keluarga laki-laki harus seumur dengan besan keluarga perempuan

dan umur yang menjadi patokan adalah 45 Tahun.16

Di Desa Palasa banyak terjadi perjodohan yang sampai pada jenjang

pernikahan. Tetapi dalam hal ini perlu digaris bawahi bahwa terjadinya

perkawinan tidak lepas dari campur tangan wali yang menikahkan anaknya

tanpa dimintai izinnya terlebih dahulu. Salah satu kasus yang penulis

temukan adalah perjodohan untuk menjaga nasab dan harta keluarga.

Setelah terjadinya perkawinan ternyata pasangan suami istri

tersebut tidak bisa membina keluarga yang bahagia dan sering terjadi

percekcokan antara mereka. Salah satu sebab terjadi pertengkaran lantaran si

istri dan suami belum memahami hakikat sebuah perkawinan karna usianya

yang masih belum dewasa, dan suami yang belum pantas untuk menjadi

kepala keluarga. Pada akhirnya setelah berunding antara kedua keluarga dan

berusaha untuk mendamaikan keduanya tetapi jalur damai tersebut tidak

berhasil. Wali dari pihak perempuan memutuskan perkawinan karena rumah

tangga anak-anak mreka sudah tidak bisa untuk diperbaiki kembali dan

kemudian suami menceraikan istrinya dihadapan keluarga kedua belah pihak.

Kasus yang penulis paparkan diatas adalah putusnya perkawinan

berawal dari Nushu>z istri dan suami, yang mana suami tidak bisa menasehati

15 Ahmad Kutada. Wawancara. Desa Palasa. Tanggal 8 November 2016.

(16)

7

istrinya dan istri tidak menurut kepada suami karena suami belum bisa

menjadi panutan atau imam yang baik dalam keluarga. Menginggat bahwa

umur mereka yang masih kecil dan belum memahami tujuan dari sebuah

perkawinan. Mereka terjebak dalam nushu>z yang akan berdampak pada

syiqoq.

Syiqoq adalah pertengkaran atau perselisihan yang terjadi antara

suami istri yang mana keduanya tidak bisa mengatasi permasalahan tersebut.

Firman Allah surat An-Nisa>’ ayat 35 :

                                      Artinya :

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi

Maha Mengenal. (Q.S. An-Nisa>’ : 35)

Dengan adanya pemaparan permasalahan di atas, penulis mengkaji

tentang pemutusan perkawinan yang terjadi karena wali tidak meminta

persetujuan terhadap putrinya sebelum menikahkan. Oleh karena itu Penulis

menulis skripsi ini dengan judul Pemutusan Perkawinan yang Berlangsung

Tanpa Izin Wanita Yang Dinikahkan Di Bawah Umur Prespektif Sayyid

Sabiq (Studi Kasus Di Desa Palasa Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep

(17)

8

B. Identifikasi dan batasan masalah

Dari latar belakang masalah yang telah penulis paparkan di atas,

maka dapat ditulis identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Pernikahan di bawah umur

2. Izin dari wanita (calon istri)

3. Pemutusan perkawinan

4. Pemutusan Perkawinan yang Berlangsung Tanpa Izin Wanita Yang

Dinikahkan Bawah Umur dalam Prespektif Sayyid

Dari identifikasi masalah tersebut penulis membatasi masalah,

diantaranya :

1. Praktik pemutusan perkawinan yang berlaangsung tanpa izin wanita yang

dinikahkan bawah umur di Desa Palasa

2. Prespektif Sayyid Sabiq tentang pemutusan perkawinan yang berlangsung

tanpa izin wanita yang dinikahkan

C. Rumusan Masalah

Dari identifikasi dan batasan masalah yang telah penulis paparkan

di atas, maka dapat ditulis rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pemutusan perkawinan yang berlaangsung tanpa izin wanita

yang dinikahkan bawah umur di Desa Palasa ?

2. Bagaimana Prespektif Sayyid Sabiq tentang pemutusan perkawinan yang

(18)

9

D. Kajian Pustaka

Peneliti ini digunakan untuk mengetahui apakah sudah ada

penelitian yang sama dengan sebelumnya. Adapun pembahasan dalam

penelitian ini adalah tentang pemutusan perkawinan oleh wali yang

menikahkan putrinya tanpa izinnya terlebih dahulu.

Sudah banyak literatur yang membahas tentang pemutusan

perkawinan, namun penulis belum menemukan mengenai pemutusan

perkawinan oleh wali yang menikahkan putrinya tanpa izinnya dalam

prespektif Sayyid Sabiq. Agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan

sebelum menikahkan anak perempuan wajib bagi wali untuk meminta izin

kepada kepada anak perempuan tersebut, agar perkawinan dilaksanakan

dengan kerelaan antara kedua belah pihak yakni calon suami dan calon istri.

Berdasarkan penelitian yang telah penulis lakukan, ada beberapa

penelitian yang serupa mengkaji tentang pemutusan perkawinan, perlu

diketahui bahwa banyak yang menjadi sebab putusnya perkawinan seperti

fasakh, talaq, syiqoq li’an, ada penelitian yang mengkaji tentang pendapat

Sayyid Sabiq tetapi dalam permasalahan kafa’ah dalam perkawinan,

Penelitian tersebut antara lain :

Skripsi Kumala yang berjudul “Pembatalan Perkawinan Karena

Kawin Paksa” (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur

Perkara Nomor 530/Pdt.G/2008/PA.JT). Pembahasan dalam penelitian ini

adalah pembatalan yang terjadi akibat kawin paksa, yang terjadi pada

(19)

10

perempuan (istri) lantaran laki-laki (suami) itu telah dipaksa oleh pihak

orang tua perempuan (istri), paksaan tersebut berupa ancaman yang

mengharuskan laki-laki (suami) mengawini perempuan (istri) tersebut.

Mengenai pertimbangan hakim dan dasar-dasar hukum Pengadilan Agama

Jakarta Timur suami atau istri dapat mengajukan pembatalan perkawinan

apabila perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar

hukum.17

Skripsi Ahmad Farid Fanani yang berjudul “Analisi Hukum Islam

terhadap tradisi pemaksaan perjodohan sebagai alasan perceraian” (Studi

kasus di Desa Morbatoh Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang).

Skripsi ini menyimpulkan bahwa pemaksaan perjodohan di Desa Morbatoh,

Kec. Banyuates, Sampang merupakan tradisi budaya yang secara turun

temurun ada. Bisa dikategorikan haram hukumnya, apabila si anak tersebut

melakukan penolakan dalam proses perjodohan. Secara Hukum Islam

khususnya dalam KHI tidak mengenal pemaksaan perjodohan sebagai alasan

perceraian. Namun apabila dilihat secara subjektifitas peneliti bahwa mereka

bercerai karena proses perjodohan yang dipaksa.18

Skripsi Hj. Amanatul Mufidah yang berjudul “Studi pemikiran

Sayyid Sabiq tentang kafa’ahdalam Perkawinan”. Skripsi ini menyimpulkan

bahwa kafa’ah menurut Sayyid Sabiq tidak jauh berbeda dengan Imam

17 Kumala, “Pembatalan Perkawinan Karena Kawin Paksa (Analisis Putusan Hakim Pengadilan

Agama Jakarta Timur Perkara Nomor 530/Pdt.G/2008/PA,JT)” (Skripsi–-UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2011).

18 Ahmad Farid fanani, “Analisi Hukum Islam terhadap tradisi pemaksaan perjodohan sebagai

(20)

11

Madzhab dalam hal makna dan tujuan kafa’ah namun ada perbedaan

mengenai ukuran yang dapat dijadikan kafa’ah, dan siapa yang dibebani

persyaratan dalam menentukan ukuran kafa’ah. Ke empat Imam Madzhab

sepakat bahwa yang dikenai beban untuk menentukan ukuran kafa’ah adalah

wanita dan walinya karena ketika wanita menikah dengan laki-laki yang

tidak sekufu merupakan aib bagi dirinya dan walinya, namun dalam hal ini

berbeda pemikiran dengan Sayyid Sabiq yang mengatakan bahwa laki-laki

yang dibebani dalam menentukan ukuran kafa’ah sehingga ketika laki-laki

menikah dengan wanita yag tidak sekufu bukan merupakan aib baginya.19

Dari penelitian yang sudah ada, memang ada yang membahas secara

umum mengenai putusnya perkawinan. Akan tetapi dari beberapa penelitian

yang dilakukan, putusnya perkawinan difokuskan adalah tentang pengkajian

pembatalan nikah karena kawin paksa hanya skripsi yang ditulis oleh

Kumala Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

yakni “Pembatalan Perkawinan Karena Kawin Paksa (Analisis Putusan

Hakim Pengadilan Agama Jakarta Timur Perkara Nomor

530/Pdt.G/2008/PA.JT)”. penelitian tersebut mengkaji putusan hakim

Pengadilan Agama Jakarta Timur mengenai pembatalan perkawinan.

Sedangkan dalam pembahasan penelitian ini berbeda dengan

pembahasan yang dilakukan sebelum-sebelumnya, karena selama melakukan

penelitian belum ada yang mengkaji mengenai Pemutusan Perkawinan yang

berlangsung tanpa izin wanita yang dinikahkan bahwah umur dalam

19 Hj. Amanatul Mufidah, “Studi Pemikiran Sayyid Sabiq tentang Kafa’ah dalam Perkawinan”

(21)

12

prespektif Sayyid Sabiq. Maka penulis membahas masalah tersebut dengan

judul “Pemutusan Perkawinan Yang Berlangsung Tanpa Izin Wanita Yang

Dinikahkan Di Bawah Umur Dalam Prespektif Sayyid Sabiq (Studi Kasusu

Di Desa palasa Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep Madura)”

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan di atas, maka penelitian skripsi ini

bertujuan untuk :

1. Mengetahui praktik pemutusan perkawinan di Desa Palasa

2. Mengetahui pemutusan perkawinan oleh wali yang menikahkan putrinya

tanpa izin dalam prespektif Sayyid Sabiq

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sekurang-kurangnya

untuk hal berikut ini:

1. Kegunaan teoritis : penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan

dalam bidang perkawinan, khususnya tentang kewajiban wali dalam

meminta izin kepada anak perempuannya dalam hal perkawinan. agar

tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan setelah akad, seperti adanya

pemutusan perkawinan.

2. Kegunaan Praktis : hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat praktis terhadap pihak-pihak yang membutuhkan, baik sebagai

pedoman maupun yang lainnya khususnya dalam bidang perkawinan

khususnya terkait masalah pembatalan perkawinan oleh wali yang

(22)

13

G. Definisi Operasional

Skripsi ini berjudul “Pemutusan Perkawinan Yang Berlangsung

Tanpa Izin Wanita Yang Dinikahkan Bawah Umur Dalam Prespektif Sayyid

Sabiq (Studi Kasusu Di Desa palasa Kecamatan Talango Kabupaten

Sumenep Madura)”. Agar memperoleh pengertian yang jelas dan

batasan-batasan yang tegas maka perlu dijelaskan variable-variable yang tercantum

di dalamnya, yaitu :

1. Pemutusan Perkawinan : Putusnya perkawinan karena adanya suatu hal

yang mengharuskan perkawinan tersebut tidak diteruskan oleh suami

istri.

2. Tanpa izin wanita yang dinikahkan : Wanita tersebut dinikahkan tanpa

dimintai persetujuannya terlebih dahulu

3. Bawah umur : Belum cukup umur

4. Prespektif Sayyid Sabiq : Sudut pandag atau pandangan sayyid Sabiq,

Sayyid Sabiq adalah seorang ulama Kontemporer Mesir yang memiliki

reputasi Internasional dalam bidang fiqih dan da’wah Islam. Terutama

melalui karyanya yang monumental Fiqh as-Sunnah.

H. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yaitu data yang

dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah fakta-fakta yang berkaitan

langsung dan tidak langsung mengenai praktik pemutusan perkawinan yang

(23)

14

terlebih dahulu di Desa Palasa. Adapun penulisan skripsi ini menggunakan

metode pembahasan sebagai berikut ini :

1. Data yang dikumpulkan

Sesuai rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, agar dalam

pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggung jawabkan tentang

kualitas mutunya, maka penulis membutuhkan data sebagai berikut :

a. Data yang terkait mengenai praktik pemutusan perkawinan di Desa

Palasa Kecamatan Talango Kabupaten Sumenep Madura.

b. Data yang terkait mengenai pemutusan perkawinan yang berlangsung

tanpa izin wanita yang dinikahkan bawah umur dalam prespektif Sayyid

Sabiq

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data

tersebut dapat diperoleh.20 Dari data yang akan dikumpulkan di atas,

maka sumber data dalam penelitian ini adalah :

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan

langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau orang

yang memerlukannya.21 Sumber data primer dalam skripsi ini adalah :

1) Istri

2) Suami

20 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta : PT. Rineka

Cipta, 2010), 172.

(24)

15

3) Wali atau orang tua yang menikahkan

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang diambil dan diperoleh dari bahan pustaka dengan

mencari data atau informasi berupa benda – benda tertulis seperti

buku-buku, majalah, dokumen peraturan-peraturan dan catatan harian lainnya.22

Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder berupa

buku-buku yang terkait dengan pembahasan ini, yaitu :

1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

2) Kompilasi hukum Islam

3) Fiqih Sunnah Sayyid Sabiq

4) Fiqih Munakahat

5) Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yang

dilakukan oleh penulis antara lain adalah :

a. Wawancara (interview), yaitu teknik memperoleh data dengan tanya

jawab langsung secara lisan dengan salah satu pasangan suami istri yang

menikah tanpa dimintai persetujuan terlebih dahulu di Desa Palasa dan

orang tua yang menjadi wali dalam pernikahan tersebut. Wawancara ini

dilakukan dengan pokok pertanyaan yang telah disiapkan kemudian

dilanjut dengan variasi wawancara yaitu pengembangan dari wawancara

guna memperoleh data yang diperlukan.

(25)

16

b. Dokumen (Dokumenter), yaitu memperoleh data dengan menelusuri dan

memperoleh dokumen yang berupa buku-buku yang relevan dengan

pemutusan perkawinan, kewenangan wali dalam menentukan pasangan

bagi anak perempuannya dan perkawinan wanita di bawah umur.

4. Teknik Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul kemudian diolah dengan cara-cara

sebagai berikut :

a. Editing (pemeriksaan data) yaitu memeriksa kembali semua data yang

diperoleh dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi

yang meliputi kesesuaian, keselarasan satu dengan yang lainnya, keaslian,

kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.23

b. Organizing yaitu mengatur dan menyusun data sedemikian rupa sehingga

dapat memperoleh gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis “Deskriptif Analisis”, yaitu metode yang menggambarkan dan

menjelaskan data secara rinci dan sistematis sehingga diperoleh

pemahaman yang mendalam dan menyeluruh.24 Kemudian menggunakan

pola pikir deduktif yaitu menganalisis data yang bertitik tolak dari teori

yang bersifat umum tentang pemutusan perkawinan untuk meninjau data

yang bersifat khusus yaitu pandangan Sayyid Sabiq mengenai pemutusan

23 Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti,

2004), 91.

(26)

17

perkawinan yang berlangsung tanpa izin wanita yang dinikahkan bawah

umur

I. Sistematika Pembahasan

Secara garis besar penelitian ini dibagi menjadi lima bab, setiap bab

mempunyai sub-bab pembahasan sebagai berikut :

Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari Latar

Belakang masalah, Identifikasi Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah,

Kajian Pustaka, Tujuan Penelitian, Kegunaan Hasil Penelitian, Definisi

Operasioanal, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

Bab kedua berisi landasan teori yang meliputi Biografi sayyid Sabiq,

Putusnya Perkawinan (Nusyuz, Syiqoq, T}alaq), Pernikahan Anak Di Bawah

Umur.

Bab ketiga adalah menguraikan hasil penelitian yang meliputi

gambaran umum Desa Palasa (sejarah Desa Palasa, letak geografis Desa

Palasa, keadaan penduduk Desa Palasa, tingkat pendidikan penduduk, tempat

ibadah, organisasi sosial keagamaan, sarana pendidikan, sarana kesehatan),

praktik pemutusan perkawinan di Desa Palasa (Latar Belakang wali

menikahkan tanpa izin dari putrinya Desa Palasa, Praktik pemutusan

perkawinan di Desa Palasa ).

Bab keempat adalah merupakan bab yang membahas kajian tentang

analisis prespektif Sayyid Sabiq (Pemutusan perkawinan yang berlangsung

(27)

18

Sayyid Sabiq tentang Pemutusan Perkawinan Yang berlangsung tanpa izin

wanita yang dinikahkan di bawah umur)

Bab kelima merupakan bagian terakhir dari skripsi ini. Bab ini

memuat kesimpulan dan saran.

(28)

BAB II

LANDASAN TEORI

PUTUSNYA PERKAWINAN DAN PERNIKAHAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT SAYYID SABIQ

A. Biografi Sayyid Sabiq

Nama lengkap Sayyid Sabiq adalah Sayyid Sabiq Muhammad

Tihamiy, lahir dari pasangan keluarga terhormat, Sabiq Muhammad

at-Tihami dan Husna Ali Azeb di desa Istanha (sekitar 60 km di utara Cairo)

Mesir. Sayyid Sabiq bertempat tinggal di Istanha, Distrik al-Bagur, Propinsi

al-Munufiah, Mesir, 1915. Gelar at_Tihamiy adalah gelar keluarga yang

menunjukan daerah asal leluhurnya, Tihamah (dataran rendah semenanjung

Arabia bagian barat). Silsilahnya berhubungan dengan khalifah ketiga yaitu

Usman bin Affan (576-656). 1

Mayoritas warga desa Istanha termasuk keluarga Sayyid Sabiq sendiri

menganut Mazhab Syafi’i namun ketika Sayyid Sabiq berada dikampusnya

“al-Azhar” mengambil Mazhab Hanafi karena pengaruh kerajaan Turki

Usmani (ottoman) penganut madzhab Hanafi,2 yang De facto menguasai mesir

hingga tahun 1914, disamping itu juga beasiswanya lebih besar dan peluang

untuk menjadi pegawai pun lebih terbuka lebar hal ini serupa dilakukan oleh

1 Abdul Azis Dahlan (et al), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,

1997), 1614.

(29)

20

mayoritas mahasiswa al-Azhar, namun demikian Sayyid Sabiq gemar

membaca dan menelaah mazhab-mazhab lain.3

Meskipun datang dari keluarga penganut Mazhab Syafi’i, Sayyid

Sabiq mengambil Mazhab Hanafi di Universitas al-Azhar. Para mahasiswa

Mesir ketika itu cenderung memilih mazhab ini karena beasiswanya lebih

besar dan peluang untuk menjadi pegawai pun lebih terbuka lebar. Hal ini

merupakan pengaruh kerajaan Turki Usmani (Ottoman), penganut mazhab

Hanafi yang de facto menguasai Mesir hingga tahun 1914. Meskipun demikian

Sayyid Sabiq mempunyai kecenderungan suka membaca dan menelaah

mazhab-mazhab lain.4

Diantara guru-guru Sayyid sabiq adalah Syekh Mahmud Syaltut dan

Syekh Tahrir ad-Dinari, keduanya dikenal sebagai ulama besar di al-Azhar

ketika itu. Ia juga belajar kepada Syekh Mahmud Khattab pendiri

al-Jam’iyyah asy-Syar’iyyah lil al-‘Amilin fi al-Kitab wa as-Sunnah

(Perhimpunan Syariat bagi pengamal Al-Qur’an dan Sunah Nabi). Al

-Jam’iyyah ini bertujuan mengajak umat kembali mengamalkan Al-Qur’an dan

sunah Nabi Saw tanpa terikat pada mazhab tertentu.

Sayyid Sabiq juga menulis sejumlah buku yang sebagiannya beredar

di dunia Islam , termasuk di Indonesia, diantaranya :

a. Al- Yuhud fi al-Qur’an (Yahudi dalam al-Qur’an)

b. Anasir al-Quwwah fi al-Islam (Unsur-unsur dinamika dalam Islam)

3

Ibid. 1615

(30)

21

c. Al-Aqa’id al-Islamiyyah (Akidah Islam)

d. Ar-Riddah (Kemurtadan)

e. As-Salah wa at-Taharah wa al-Wudu’(Sholat, bersuci dan berwudhu’)

f. As-Siyam (puasa)

g. Baqah az-Zahr (Karangan Bunga)

h. Da’wah al-Islam (Dakwah Islam)

i. Islamuna (Islam kita)

j. Khas}a>’is} asy-Syari>’h al-Isla>miyyah wa Mumayyiza>tuha> (keistimewaan dan

ciri Syariat Islam),

k. Mana>sik al-H}ajj wa al-‘Umrah (Manasik Haji dan Umrah)

l. Maqa>la>t Isla>miyyah (Artikel-artikel Islam)

m.Mas}a>dir at-Tasyri>’ al_Isla>mi (sumber-sumber Syariat Islam)

n. Taqa>li>d Yajib ‘an Tazu>l Munkara>t al-Afra>h} (Adat kebiasaan :wajib

menghilangkan berbagai kemungkaran sukaria).

Sebagaian dari buku-buku ini telah diterjemahkan ke bahasa asing,

termasuk bahasa Indonesia, namun yang paling populer diantaranya adalah

Fiqh as-Sunnah. Fiqh as-Sunnah mempunyai pengaruh yang luas di dunia

Islam. Nasiruddin al-Albani, Muhadis dari Suriah memandangnya sebagai

buku terbaik dari segi sistematika penulisan dan bahasanya. Di Indonesia buku

ini termasuk buku sumber Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan Perguruan

Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS).

Menurut Sayyid Sabiq melalui penulisan kitab Fiqh as-Sunnah ia

(31)

22

disertai dengan dalil-dalil shahih, menghapuskan rasa fanatisme mazhab

dikalangan umat Islam. Dalam menetapkan hukum, Sayyid Sabiq senantiasa

merujuk langsung pada al-Qur’an dan Sunah Nabi SAW tanpa terikat pada

mazhab tertentu. Namun demikian ia bersikap terbuka terhadap pendapat lain

sehingga tidak jarang ia mengemukakan pendapat para ulama yang disertakan

dengan dalilnya tanpa melakukan tarji>h (menguatkan salah satu dari dua

dalil).5 Sebagai penghargaan atas sumbangannya di bidang dakwah, pada

tahun 1409H/1989 M, ia memperoleh Nut al-Imtiya>z min at}-Tabaqah al-U>la>

(Surat penghargaan tertinggi bagi Ulama). Kemudia penghargaan atas

sumbangannya di bidan Fikih dan kajian Islam, pada tahun 1414H/1994M.

B. Putusnya Perkawinan

Suatu perkawinan itu putus dengan salah satu dari tiga sebab

kematian, t}alaq, perceraian (Khulu’, Zhihar, Ila’ dan Li’an). Adapun

penyebab lain dari putusnya perkawinan adalah syiqoq, fasakh, Nushu>z dan

kematian. Berikut ini penulis akan memaparkan putusnya perkawinan karena

Nushu>z, syiqoq dan t}alaq.

1. Nushu>z

Kata nushu>z dalam bahasa arab merupakan bentuk masdar dari

kata “Nazhaza – yanshuzu- nushu>zan” yang berarti duduk kemudian

berdiri, mrnentang atau durhaka.6 Arti nushu>z yang tepat digunakan

dalam konteks pernikahan adalah menentang atau durhaka yang

5 Ibid.

6 Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya : Pustaka

(32)

23

dilakukan istri terhadap suami ataupun kedurhakaan yang dilakukan oleh

suami.

Arti Nushu>z dalam konteks hubungan suami istri yang ditemukan

dalam Al-Qur’an adalah menerangkan tentang sikap yang tidak lagi

berada pada tempat yang semestinya ada dan dipelihara dalam kehidupan

rumah tangga. Nushu>z mempunyai beberapa keadaan yang tidak

diterangkan Allah SWT dalam Al-Qur’an Q.S. An-Nisa>’ ayat 34 :

                                                                              Artinya :

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.

(Q.S. An-Nisa>’ : 34).7

Ayat di atas sering kali dikutip dan digunakan sebagai landasan

tentang nushu>znya istri terhadap suami, meskipun secara tersirat tidak

dijelaskan bagaimana awal mula terjadinya nushu>z istri tersebut

melainkan hanya sebatas cara untuk suami memperingatkan istri ketika

(33)

24

sedang nushu>z. Ataupun dapat diambil kandungan hukum dari ayat

tersebut yaitu :

a. Kepemimpinan rumah tangga

b. Hak dan kewajiban suami istri

c. Solusi tentang nushu>z yang dilakukan oleh istri.

Nushu>z dari pihak istri berarti kedurhakaan ini dilakukan oleh

sang istri terhadap suaminya. Kedurhakaan yang dilakukan sang istri

meliputi pelanggaran-pelanggaran perintah, penyelewengan dan hal-hal

yang dapat menganggu keharmonisan rumah tangga. Nushu>z yang

dilakukan istri diantaranya ada yang berupa perbuatan dan ada yang

berupa ucapan. Nushu>z yang berupa perbuatan misalnya :

a. Istri melalaikan kewajiban-kewajibannya (enggan berhias di depan

suami, sedangkan suami menginginkannya, enggan melayani suami

tanpa alasan yang syar’i)

b. Tidak taat kepada suami

c. Tidak mau bertempat tinggal bersama suami

d. Suka menerima tamu orang-orang yang tidak disukai suami

e. Keluar rumah tanpa izin suami.8

Adapun ucapan istri yang bisa dikatakan nushu>z adalah istri

berbicara tidak sopan kepada suami, seperti memaki-maki suami dengan

kata-kata kasar, membentak, istri menjawab panggilan suami dengan

(34)

25

kata-kata tidak sopan dan kasar padahal suami berbicara santun kepada

istrinya.

Apabila istri nushu>z kepada suami, tindakan-tindakan yang harus

dilakukan adalah Allah SWT menetapkan beberapa cara menghadapi

kemungkinan nushu>znya seorang istri, sebagaimana yang dinyatakan

dalam surat An-Nisa>’ ayat 34, dalam ayat tersebut hendaknya suami

mensehati istri dengan hal-hal yang sesuai dan menyamakan watak serta

sikapnya.

Selain nushu>znya istri kesuami adapun juga nushu>z suami ke istri.

Dalam kitab fiqih sunnah sayyid sabiq dijelaskan bahwa :

ِلُجرلا ُزْوُشُن

ْتَفاَخ اَذِإ :

اَه ِجْوَز َزْوُشُن ُةَاْرَمْلا

ْوَا اَهِضْرَمِل امِإ اَهْ َع ِِضاَرْعِإَو

,اَه ِس ََِِكِل

,اَمُهَ ْ يَ ب اَهَحِلْصُي ْنَأ اَهْ يَلَع َحاَُج َََف ,اَهِهْجَو ِةَماَمَدِل ْوَا

ِةَجْوزلا ُلَزاََ ت ِحْلصلا ِْى َناَكْوَلَو

.اَه ِجْوَزِل ًةَيِضْرَ ت اَهِقْوُقُح ٍضْعَ ب ْنَع

9

: َُناَحْبُس ُه ُُلْوْقِل

ُ                             )

َلاَق

ِْنْغُمْلا ِِ

ُلُك َكِلاَذ ْىَلَع ْوَأ ,اَهِتَقَفَ ن ْوَا اَهِتَمْسِق ْنِم ٍئْيَش ِكْرَ ت ْىَلَع ُْتَََاَص َََْمَو :

ِتْيِضَر ْنِإ : اََ ُلْوُقَ يَ ف ِِتَأَرْما ْنَع ُبْيِغَي ِلُجرلا ِى ٌدَْمَأ َلاَق .َكِلاَذ اََ ْتَعَجَر ْنِإَف اًزاَج

اِإَو ,اَذَ ْىَلَع

ْتَئاَش ْنِإَف ,ٌزِئاَج َوُهَ ف ,ُتْيِضَر ْدَق : ُلْوُقَ تَ ف ,ُمَلْعَأ ِتْنَأَف

. ْتَعَجَر

10

Apabila istri khawatir suaminya menyeleweng dan

mengabaikannya, meskipun itu alasan sakit atau ketuaan istrinya atau

wajahnya yang jelek, maka dipandang tidak salah apabila mereka

mengadakan perdamaian dengan cara istri merelakan menggugurkan

9 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 2, (Beirut : Da>r al-Fikr, 1983), 613.

(35)

26

sebagian hak-haknya demi menyenangkan hati suaminya.11 Allah SWT

berfirman dalam surat An-Nisa>’ ayat 128 :

                             ...  Artinya :

jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, Maka tidak mengapa bagi keduanya Mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) (Q.S. An-Nisa>’ : 128).12

Dalam kitab Al-Mughni disebutkan apabila istri berdamai dengan

melepaskan hak gilirannya atau nafkahnya atau kedua-duanya hukumnya

boleh, jika nanti suaminya telah balik kembali maka istri berhak untuk

mendapatkan giliran dan nafkahnya.13 Imam Ahmad berkata perihal suami

yang mau meninggalkan pergi istrinya lalu berkata kepadanya : jika

engkau suka aku tinggal pergi, engkau tetap jadi istriku, dan jika tidak

engkau tahu sendiri. Lalu istrinya menjawab : saya rela. Maka yang

seperti ini hukumnya boleh tetapi jika istri tidak suka berarti t}alaq.14

Kesimpulan dari pemaparan Sayyid Sabiq di atas tentang

nushu>znya suami kepada istri, hal-hal yang harus dilakukan istri adalah :

11 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 8, Alih Bahasa M.Thalib, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1990),

113.

12 M. Ali Ash-Shaubani, Shafwatut Tafasir, Jilid 1,..., 719.

13 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 8, Alih Bahasa M.Thalib,..., 114.

(36)

27

a. Hendaknya dimintai dirinya ketetapan istri akan kemuliaan

pemeliharaannya beserta sifat-sifat yang dituntut bagi istri, seperti hak

memberikan tempat tinggal nafkah

b. Jika seorang istri mencintai suaminya hendaknya memalingkan hati

suaminya pada dirinya mengharapkan kelanggengan, takut untuk

berpisah dan bercerai. Hendaknya ia mencari penyebab pada diri

suaminya supaya tersambung jalannyadan baginya terdapat berbagai

cara yang memungkinkan sehingga ia berbuat baik.

Seperti yang dijelakan dalam surat An-Nisa>’ ayat 128 yakni

menganjurkan untuk melakukan perdamaian, yang mana istri diminta

untuk lebih bersabar dalam menghadapi suaminya.

2. Syiqoq

Syiqoq berasal dari bahasa arab “Syaqqaqa-yusyaqqu-syiqoq”

yang artinya bermakna “Al-inkisaru” artinya pecah, berhamburan.15

Sedangkan Syiqoq menurut istilah ulama fiqih diartikan sebagai

perpecahan/perselisihan yang terjadi antara suami istri yang telah

berlarut-larut sehingga dibutuhkan perhatian khusus terhadapnya namun

ia tetap akan bergantung pada kedua belah pihak, apakah mereka

memutuskan atau tidak.

Sedangkan syiqoq menurut Sayyid Sabiq adalah

(37)

28 ا

َقْرُفْلا َنِم َفْيِخَو ُءاَدَعْلا َمَكْحَتْساَو َِْْجْوزلا ََْْ ب ُقاَقِّشلا َعَقَو اَذِإ : َِْْجْوزلا ََْْ ب ُقاَقِّشل

ِة

َيِجْوزلا ُةاَيََْا ِتَضرَعَ تَو

,اَِِِرْمَأ ِْى اْوُرُظَْ يِل َِْْمَكَح ُمِكاََْا َثَعَ ب ِراَيَْْأل ِة

16

ِْيَ ف اَم َََعْفَ يَو

َُناَحْبُس ُه ُلْوُقَ ي ,اَهِئاَهْ نِإ ْوَأ ِةَي ِجْوزلا ِةاَيََْا ِءاَقْ بِإ ْنِم ُةَحَلْصَمْلا

ُ :              )

َِْْلْدَع َِْْغْلِِ َِْْلِقاَع ِناَمَكََْا َنْوُكَي ْنَأ ُطَرَ تْشُيَو . َ ءاَسِّلاُ

.َِْْمِلْسُم

17

ِى ُرْمَأاَو ,َزاَج اَمِهِلَْأ َِْْغ ْنِم ََاَك ْنِإَف ,اَمِهِلَْأ ْنِم َنْوُكَي ْنَأ ُطَرَ تْشُي َاَو

. َرَخا ٍبِناَج ْنِم ِلاََِِْ ُمَلْعَأَو ,َثُدََْ اَِِ ْىَرْدَأَو ِبِناَج ْنِم ُقَفْرَا اَه نَأ , ِبْد لل ِةَيأا

َ ي ْنَأ َِْْمَكَحْلِلَو

َِْْجْوزلا اَضِر ََِإ ِةَجاََْا َنْوُد ِءاَهْ نِإا وَأ ِءاَقْ بِإا َنِم ُةَحَلْصَمْلا ِْيَ ف اَم َََعْف

.اَمِهِليِكْوَ ت ْوَأ

18

,ِِّبْعَشلاَو ,ِنَْمرلا ِدْبَع ِنْب َةَمَلَس َِِْأَو ,ٍسابَع ِنْباَو ,ٍّىِلَع ُيْأَر اَذََو

ْيِعَسَو ,ِّيِعْخ لاَو

َكِلاَذ َمدَقَ ت ْدَقَو .ِرِذُْمْلا ِنْباَو ,َقاَحْسِإَو ,ِّيِعاَزْوَأاَو ,ِكِلاَمَو ,َِْْ بُج ِنْب ِد

.ِءْزُْجا اَذَ ِى

Maksud dari pemaparan Sayyid Sabiq di atas adalah perpecahan

atau perselisihan antara suami istri, jika terjadi perpecahan antara suami

istri sehingga timbul permusuhan yang dikhawatirkan mengakibatkan

pisah dan hancurnya rumah tangga, maka hendaklah diadakan hakam

(wasit) untuk memeriksa perkaranya dan hendaklah wasit ini berusaha

mengadakan perdamaian guna kelanggengan kehidupan rumah tangga dan

hilangnya perselisihan.19

Allah SWT berfirman dalam surat An-Nisa>’ ayat 35:

             ...  Artinya :

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang

hakam dari keluarga perempuan.... (Q.S. An-Nisa>’ : 35). 20

16 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 2,..., 614.

17 Ibid.

18 Ibid.

19 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 8, Alih Bahasa M.Thalib,..., 114.

(38)

29

Hakam ini disyaratkan dua orang laki-laki, yang sehat akalnya,

dewasa, adil dan muslim. Hakam ini tidak harus dari masing-masing

pihak.21 Apabila bukan dari pihak keluarga masing-masing maka

diperbolehkan. Ayat di atas menerangkan bahwa hakam dari kalangan

keluarga hukumnya sunnah. Karena keluarga lebih bersifat kasih sayang

dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi disamping lebih mengenal

keadaan masing-masing.22

Menurut pendapat Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Abu Salamah

bin Abdur Rahman, Sya’bi, Nakha’i, Sa’id bin Zubair, Malik, Auza’i,

Ishak dan Ibnu Mundzir. Hakam disini berusaha untuk menciptakan

kebaikan, kelanggengan kehidupan rumah tangga atau mengakhiri

perpecahan tanpa lebih dulu memerlukan persetujuan atau pemberian

kuasa dari suami istri yang bersangkutan.23

2. T{alaq

ُهُفْ يِرْعَ ت

ِم ُذْوُخأم ُق ََطلا :

ِقََْطِإا َن

.ُكْر تلاَو ُلاَسْرِإا َوَُو ,

24

,َرْ يِسَأا ُتْقَلْطَأ : ُلْؤُقَ ت

ِةَي ِجْوزلا ِةَق َََعلا اَه نِإ َو , ِجَاوزلا ِةَطِباَر لَح : ِعْرشلا َِِْو .َُتْلَسْرَأَو َُدْيَ ق َتْلَلَح اَذِإ

.

25

: ُهُتَاَرَك

ُدْقَعَو . ُم ََْسِإا اَهْ يَلَع ُصِرََْ َِْلا ِتََاَغْلا َنِم ٌةَيَاغ ِةَيِجْوزلا ِةاَيََْا َرَارْقِتْسا نِإ

ْنَأ َِْْجْوزلِل ََْسَتَ يِل ,ُةاَيََْا َيِهَتْ َ ت ْنَأ ََِْإ ِدْيِبْأَتلاَو ِماَودلِل ُدَقْعُ ي اَََإ ِجاَوزلا

ِم َََعََْ

ِتْيَ بْلا َن

21 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 8, Alih Bahasa M.Thalib,..., 115.

22 Ibid.

23 Ibid.

24

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz 2,..., 577.

(39)

30

ِشَْ ت اَِِِدَاْوَا ِةَئِشَْ ت ْنِم اَكَمَتَ يِلَو ,ِةَفِراَوْلا ِِل ََِظ ِى ِناَمَعْ َ يَو ,ِْيَلِإ ِنََِوََْ ًادْهَم

.ًةََِاَص ًةَئ

َو .اَهِقَثْوَأَو ِتََصلا ِسَدْقَأ ْنِم َِْْجْوزلا ََْْ ب ُةَلصلا ْتَناَك اَذَ ِلَجَأ ْنِمَو

ْىَلَع لَدَأ َسْيَل

, ِظْيِلَغْلا ِقاَثْ يِمْلِِ ِِتَجْوَز ِجْوزلا ََْْ ب َدْهَعْلا ىََ َُنَاحْبُس َه نَأ ْنِم اَهِتيِسْدُق

26

: َلاَقَ ف

ُ

َِْْجْوزلا ََْْ ب ُةَق َََعْلا ْتَناَك اَذِإَو .َءاَسِّْلاُ َاًظْيِلَغ اًقاَثْ يِم ْمُكِْم َنْذَخَأَو

َةَقَ ثَؤُم اَذَكَ

ْمَأ لُكَو .اَِْْأَش ْنِم ُنْيِوْه تلا َاَو ,اَِِ ُل ََْخإا َيِغَبْ َ ي َا ُنِإَف , ًةَدكَؤُم

َنِْوُ ي ْنَأ ِِنْأَش ْنِم ِر

ِتاَوَفِل ,ِمََْسِإا ََِْإ ٌضْيِغَب َوُهَ ف ,اَِْْأَش ْنِم اَفِعْضُيَو ِةلِّصلا ِِذَ ْنِم

ِباَِذَو ْعِفاََمْلا

.َِْْجْوزلا َنِم لُك ْحِلاَصَم

27

ْنِعَف

: َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلَص ِه ُلْوُسَر نَأ َرَمُع ِنْبا

ُ

لَجَو زَع ِه ََِْإ ِلََََْا ُضَغْ بَأ

ُق ََطلا

ِمََْسِإا ِرْظَن ِْى َوُهَ ف ,ٍةَق َََع ْنِم َِْْجْوزلا ََْْ ب اَم َدِسْفُ ي ْنَأ َداَرَأ ٍناَسْنِإ يَأَو .َ

ُبُلْطَت َِْلا ُةَجْوزلاَو .َُْع ٌجِراَخ

ُةَحِئاَر اَهْ يَلَع ٌماَرَح ,ٍضَتْقُم َاَو ٍبَبَس َِْْغ ْنِم ُقََطلا

ْنَعَ ف .ِةَْجا

اَق َََط اَهَجْوَز ْتَلَأَس ٍةَأَرْمِإ اََُأ ": َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلَص ِه ُلْوُسَر نَا َنَِْوَ ث

."ِةَْجا ُةَحِئاَر اَهْ يَلَع ٌماَرَحَف ,ٍسَِْ َِْْغ ْنِم

: ُهُمْكُح

ءارا ْتَفَلَ تْخِإ

َو , ِق ََطلا ِمْكُح ِى ُءاَهَقُفْلا

ِنْيَذلا ُيْاَر ,ِءاَراا ِِذَ ْنِم حَصَأا

. ُةَلِباَََْاَو ُفاَْحَأا ْمَُو ,ٍةَجاََِ اِإ ِِرْظَح ََِْإ اْوُ بََذ

28

ىلَص ِه ُلْوُسرلا ِلْوَقِب لَدَتْساَو

لُك ُه َنَعَلُ : َملَسَو ِْيَلَع ُه

َأِلَو ,َ ٍق ََْطِم , ٍقاوَذ

نِإَف ,ِه ِةَمْعِِل اًرْفُك ِق ََطلا ِْى ن

.ٌماَرَح ِةَمعِّلا ٌناَرْفُكَو ,ِِمَعِن ْنِم ٌةَمْعِن َجاَوزلا

َِْلا ِةَرْوُرضلا ِِذَ ْنِمَو .ِةَرْوُرَضِل اِإ لََِ َََف

,ِِتَجْوَز ِكْوُلُس ِِْ ُلُجرلا َبََْرَ ي ْنَأ ُُحْيِبُت

رِقَتْسَي ْنَأ ْوَأ

َه نِإَف ,اَهِئاَهِتْشا ُمَدَع ِِبْلَ ق ِْى

ِةَمْعِن ِناَرْفُك َضََْ ٍذِئَْ يِح ُنْوُكَي ِق ََطلا ََْا ٌةَس ٌةَجاَح َكاَُ ْنُكَت ََْ ْنِإَف , ِبْوُلُقْلا ُبلَقُم

ْوُرْكَم ُنْوُكَيَ ف ,ِجْوزلا َنِم ٍبَدَا َءْوُسَو ِه

.اًرْوُظََْ اً

29 26 Ibid. 27 Ibid. 28 Ibid. 578.
(40)

31

يِعْجرلا ُق ََطلا

.ُنِئاَبْلاَو

ًةَنْوُ يَ ب اًِئَِ َنْوُكَي ْنَأ امإ ُنِئاَبْلاَو ,ٌنِئَِ امِإَو يِعْجَر امِإ ُق ََطلا

: َيِلَي اَمْيِف اَُرُكْذَن ُصََُ ٌماَكْحَأ ِّلُكِلَو ,ْىَرْ بُك ًةَنْوُ يَ ب ْوَأ ,ْىَرْغُص

: يِعْجرلا ُق ََطلا

َِِ َلَخَد َِلا ِِتَجْوَز ْىَلَع ُجْوزلا َُعِقَوُ ي ْيِذلا ُق ََطلا َوُ

ا

,ًةَقْ يِقَح

.ٍةَدِحاَو ٍةَقَلَطِب اًقْوُ بْسَم ْنُكَي َََْو , ٍلاَم ِةَلَ باَقُم ِْى َنْوُكَي ْنَا ْنَع اًدرَُ اًعاَقْ يِإ

30

َقْرَ ف َاَو

ًةَياَِك ْوَأ اًِْْرَص ُق ََطلا َنْوُكَي ْنَأ ََْْ ب َكِلَذ ِْى

: َُناَحْبُس ِه ُلْوَ ق َكِلَذ ِْى ُلْصَأاَو .

ْىِذلا ُقَََطلا .ٍَناَسْحِِِ ٌحْيِرْسَتْوَأ ٍفْوُرْعَِِ ٌكاَسْمِإَف ِنََرَم ُق ََطلاُ

ُنْوُكَي ُه َُعَرَش

, ِفْوُرْعَمْلِِ ََْْوُأا ِةَقَلطلا َدْعَ ب َُتَجْوَز َكِسُُْ ْنَا ِجْوزلل ُزْوََُ ُنَأَو ,ٍةرَم َدْعَ ب ًةرَم

ُزْوََُ اَمَك

ََِْإ اَدَرَو ,اَهُ تَعَجاَرُم ُاَْعَم ِفْوُرْعَمْلِِ ُكاَسْمِإاَو ,َةَيِناثلا ُةَقَلطلا َدْعَ ب َكِلاَذ

ْحاَكِّلا

,

ايِعْجَر ُق ََطلا َناَك اَذِإ اِإ قََْا اَذَ ُنْوُكَي َاَو , ََِْسََِِْ اَهُ تَرِشاَعُمَو

.

31

ُه ُلْوُقَ يَو

َُناَحْبُس

: ُ                                                        )

.

: َنِئاَبْلا ُق ََطلا

ُلْوَقْلا َمدَقَ ت

ُلمَكُمْلا َوُ َنِئاَبْلا َق ََطلا نَِِ

َلْبَ ق ُقَََطلاَو ِث َََثْلِل

, ٍلاَم ْىَلَع ُق ََطلاَو ,ِلْوُخدلا

32

ُنِئاَبْلا ُق ََطلا امَاَو :ْدِهَتْجُمْلا ُةَياَدِب ِْى ٍدْشُر ُنْبا َلاَقَو

ْوُخدلا ِمَدَع ِلْبَ ق ْنِم ِق ََطلل ُدَجْوُ ت اََِإ َةَنو يبْلا نَأ ْىَلَع اْوُقَف تا ْدَقَ ف

ِدَدَع ِلْبَ ق ْنِمَو ِل

. ِتاَقْ يِلتلا

ْىَرْ بُك ٍةَنْوُ ْ يَ ب ٍنِئَِ َو ,ِةَيِجْوزلا َدْيَ ق ُلْيِزُي ْىَرْغُص ٍةَنْوُ ْ يَ ب ٍنِئَِ ََِْإ ُمِسَقْ َ يَو

. ِث َََثْلِل ُلمَكُمْلا َوَُو

33

ْوُ ْ يَ ب ْنِئاَبْلا ُق ََطلا : ْىَرْغُص ًةَنْوُ ْ يَ ب ْنِئاَبْلا

ْىَرْغُص َةَن

اَذِإَو ,ِِرْوُدَص ,ِدجُِِ ,ِةَيِجْوزلا َدْيَ ق ُلْيِزُي

ُي ْنَأ ِجْوزِلَو .اَهِجْوَز ْنَع ًةَيِبَْجَأ ُرْ يِصَت َةقَلَطُمْلا نِإَف ِةَيِجْوزلا ِةَطِب ارلل ًَْيِزَم َناَك

َدْيِع

ُص ًةَنْوُ ْ يَ ب اًِئَِ اًق َََط َةقَلَطُمْلا

ْىَرْغ

اًجْوَز َجوَزَ تَ ت ْنَأ َنْوُد ,ِنْيَدْيِدَج ٍرْهَمَو ٍدْقَعِب ِِتَمْصِع ََِْإ

ُلْبَ ق ْنِم ًةَدِحاَو اَهَقلَط َناَك ْنِإَف , ِتاَقَلطلا َنِم َُل َيِقَب اَِِ ِْيَلِإ ْتَداَع اََداَعَأ اَذِإَو ,َرَخَا

30 Ibid. 595.

31 Ibid.

32 Ibid. 597.

(41)

32

َِْْ تَقَلَط اَهْ يَلَع ُكِلَُْ ُنِإَف

َناَك ْنِإَو ,ِِتَمْصِع ََِْإ ِةَدْوَعْلا َدْعَ ب

اَهْ يَلَع ُكِلَُْ َا َِْْ تَقَلَط اَهَقلَط

.ًةَدِحاَو ًةَقْلَط اِإ

34

ِةَي ِجْوزلا َدْيَ ق ُلْيِزُي ْىَرْ بُك ٌةَنْوُ ْ يَ ب ُنِئاَبْلا ًق ََطلا : ْىَرْ بُك ًةَنْوُ ْ يَ ب ُنِئاَبْلا ُق ََطلا

ِنِئاَبْلا ُلْثِم

ِلُجرلل لَََِا ُنَأ اِإ ,ِِماَكْحَأ َعْيََِ ُذُخَََْو ,ْىَرْغُص ًةَنْوُ ْ يَ ب

ْىَرْ بُك ًةَنْوُ ْ يَ ب اَََِِْأ ْنَم َدْيِعُي ْنَأ

ه ُلُقَ ي .اًحْيِحَص اًحاَكِن َرَخَا ًاَجْوَز َحِكَْ ت ْنَأ َدْعَ ب اِإ ِِتَمْصِع ََِْإ

ُ : ََاَعَ ت

اَهَقلَط ْنِإَف

.ََُرْ يَغ اًجْوَز َحِكَْ ت ََح ِدْعَ ب ْنِم َُل لََِ َََف

لََِ َََف ,َةَثَل ثلا َةَقْلطلا اَهَقلَط ْنِإَف ْيَأ

.َرَخَا َجوَزَ ت ْنَا َدْعَ ب اِإ ِلوَأا اَهِجْوَزِل

35

T}alaq, dari kata ithlaq, artinya melepaskan atau meninggalkan,

dalam Istilah agama t}alaq artinya melepaskan ikatan perkawinan atau

bubarnya perkawinan. 36

T}alaq adalah perbuatan yang tidak disukai oleh Allah langgengnya

kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat diinginkan

oleh Islam. Aqad nikah diakadkan adalah untuk selama-lamanya dan

seterusnya hingga meninggal dunia, agar suami istri bersama-sama dapat

mewujudkan rumah tangga tempat berlindung, menikmati naungan kasih

sayang dan dapat memelihara anak-anaknya hidup dalam pertumbuhan

yang baik. Karena itu dikatakan bahwa ikatan suami istri adalah ikatan

suci dan paling kokoh, tidak ada sesuatu dalil yang lebih jelas

menunjukan tentang sifat kesuciannya yang demikian agung itu, lain dari

pada Allah sendiri yang menanamkan ikatan perjanjian antara suami istri

34 Ibid. 598.

35 Ibid.

(42)

33

dengan Mi>tsa>qan Ghali>z}an yaitu perjanjian yang kokoh.37 Allah berfirman

dalam surat An-Nisa>’ ayat 21 :

 











 







Artinya :

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu

Perjanjian yang kuat. (Q.S. An-Nisa>’ : 21)38

Jika ikatan antara suami istri begitu kokoh dan kuatnya, maka

tidak sepatuhnya dirusakkan dan disepelekan. Setiap usaha untuk

menyepelekan hubungan perkawinan dan melemahkannya adalah dibenci

oleh Islam, karena ia merusakkan kebaikan dan menghilangkan

kemaslahatan antara suami istri.39 Dalam sabda Rasulullah SAW :

زَع ِل ََََْا ُضَغْ بَأ : َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلَص ِه ُلْوُسَر نَا َرَمُع ِنْبا ْنَع

َدُواَد اْوُ بَأ ُاَوَرُ ُق ََطلا لَجَو

ََُححَصَو ُمِكاََْاَو

Artinya :

Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW Bersabda : “ Perbuatan

halal yang sangat dibenci Allah adalah azza wajalla ialah t}alaq

(HR. Abu Dawud dan Hakim disahkan olehnya)

Siapa saja yang mau merusakkan hubungan antara suami istri oleh

Islam dipandang telah keluar dari Islam dan tidak punya tempat terhormat

dalam Islam. Terkadang sebagian istri mempengaruhi suaminya agar

menceraikan madunya. Islam melarang perbuatan ini dengan keras.

37 Ibid.

38 M. Ali Ash-Shaubani, Shafwatut Tafasir, Jilid 1,..., 611.

(43)

34

Istri yang minta cerai tanpa sebab dan alasan yang benar maka

diharamkan baginya bau surga.40

ْنَع

ْنِم اًقَََط اَهَجْوَز ْتَلَأَس ٍةَأَرْمِإ اََُا : َلاَق َملَسَو ِْيَلَع ُه ىلَص ِه ُلْوُسَر نَأ َنَِْوَ ث

َىِذِمِّّْلا ُةَسَحَو ِنَسلا ُاَوَرُ .َةَْجا ُةَحِئاَر اَهْ يَلَع ٌماَرَحَف ٍسَِْ َِْْغ

Artinya :

Dari Tsauban, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “ siapapun perempuan yang minta cerai kepada suaminya tanpa suatu sebab, maka haram baginya bau surga (HR. Ashhabus Sunan dan

dihasankan oleh Tirmidzi)

Mengenai hukum cerai ini para ahli fiqih berbeda pendapat.

Pendapat yang paling benar diantara semua itu yaitu yang mengatakan

terlarang kecuali alasan yang benar.41 Alasan Golongan Hanafi dan

Hanbali berpendapat seperti yang telag dipaparkan di atas adalah :

َلَع ُه ىلَص ِه ُلْوُسَر َلاَق

ِم , ٍقاوَذ لُك ُه َنَعَل : َلاَق َملَسَو ِْي

ٍق ََْط

Artinya :

Rasulullah SAW bersabda : Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai dan bercerai (maksudnya adalah suka kawin dan cerai).

Hal tersebut disebabkan bercerai itu kufur terhadap nikmat Allah,

sedangkan kawin adalah satu nikmat dan kufur terhadap nikmat adalah

haram. Jadi tidak halal bercerai kecuali karena darurat. Darurat yang

dimaksud disini adalah ketika suami meragukan kebersihan tingkah laku

istrinya atau sudah tidak punya cinta dengannya . karena hati terletak

pada genggaman Allah, tetapi jika tidak ada alasan apapun maka bercerai

40 Ibid. 11.

(44)

35

yang demikian berarti kufur terhadap nikmat Allah, apabila berlaku jahat

terhadap istri maka itu suatu perbuatan yang dibenci dan terlarang. 42

T}alaq ada 2 yaitu t}alaq raj’i dan t}alaq ba’in, dan t}alaq ba’in dibagi

menjadi 2 yaitu t}alaq ba’in sughra dan t}alaq ba’in kubra. 43

Talaq Raj’i adalah t}alaq yang dijatuhkan oleh suami kepada istri

yang telah dikumpulinya betul-betul, yang ia jatuhkan bukan sebagai

ganti dari mahar yang dikembalikannya dan sebelumnya belum pernah ia

menjatuhkan t}alaq kepadanya sama sekali atau baru sekali saja. Tidak ada

perbedaan antara t}alaq yang dinyatakan dengan terus terang dan

sindiran.44 Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 229 :











Referensi

Dokumen terkait

Perancangan jaringan indoor jaringan HSDPA pada provider 3 pada Gedung C Fakultas Teknik Universitas Riau menggunakan propagasi COST 231 MultiWall dimana dalam

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengevaluasi apakah sistem pemberian kredit yang terdapat di CU Bererod Gratia telah sesuai dengan

Malik Sulaiman Syah adalah raja yang adil dan disegani oleh raja-raja negeri lain. Dalam menjalankan pemerintahannya ia didampingi oleh seorang wazir yang sangat

Pemeriksaan tanda – tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien dalam memantau kondisi pasien atau mengidentifikasi masalah dan mengevaluasi.. respons terhadap

Sedangkan untuk mengolah dan menggabungkan keseluruhan elemen tersebut digunakan software-software pendukung, yaitu teks (Microsoft Word 2000, Flaxfx), gambar (Paint Shop Pro 7.0,

[r]

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2018) menjelaskan bahwa motivasi terbanyak bagi Ibu yang bekerja diantaranya adalah keinginan untuk membantu

Sumber : Data Primer diolah, 2019 Pada tabel di atas menunjukkan bahwa pemilihan faktor yang lebih urgen dari matriks SWOT analisis lingkungan internal faktor kekuatan