TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK
PIDANA PENIPUAN YANG BERKEDOK LOWONGAN
PEKERJAAN
(Studi Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan Negeri
Kisaran Nomor 317/PID.B/2013/PN.Kis)
SKRIPSI
Oleh Mukarofah NIM. C03213045
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam Prodi Hukum Pidana Islam
SURABAYA
viii
ABSTRAK
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustakaan judul “Tinjauan Hukum Pidana
Islam Terhadap Tindak Pidana Penipuan yang Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Kisaran Nomor
317/Pid.B/2013/PN.Kis)” merupakan hasil dari penelitian kepustakaan untuk
menjawab dua pertanyaan, yaitu bagaimana pertimbangan hakim terhadap putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 317/Pid.B/2013/PN.Kis tentang Penipuan yang Berkedok Lowongan Pekerjaan dan bagaimana tinjauan hukum pidana Islam terhadap pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 317/Pid.B/2013/PN.Kis tentang Penipuan yang Berkedok Lowongan Pekerjaan.
Data penelitian yang dihimpun adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang dihimpun melalui pengumpulan data literatur dan dokumentasi yang selanjutnya akan dianalisis menggunakan teknik deskriptif analisis. Menganalisis hasil penelitian menggunakan teknik deskriptif analisis, yaitu dengan cara memaparkan data dengan jelas dalam hal ini data terkait dengan putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 317/Pid.B/2013/PN.Kis tentang penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan, kemudian dianalisis dengan konsep hukum pidana Islam.
Hasil penelitian menyimpulkan yaitu bahwa hakim menjatuhkan hukuman tidak sesuai dengan Pasal 378 KUHP dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), hakim hanya setuju dengan Pasal yang dikenakan namun, hakim tidak setuju dengan masa hukumannya. Hakim dalam penjatuhan hukuman yang telah mempertimbangkan hukuman kepada terdakwa belum sesuai dengan kadar kesalahan dan berpatokan pada penjatuhan hukuman dengan menerapkan unsur edukatif atau pendidikan, yang tertuang dalam amar putusan perkara Nomor 317/Pid.B/2013/PN.Kis tentang penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan dengan menjatuhkan pidana penjara selama 5 (lima) bulan. Hal ini dalam pandangan hukum pidana Islam termasuk perbuatan dusta dengan hukuman berupa ta‘zi>r. Penerapan hukuman ta‘zi>r pada tindak pidana penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan pada putusan Pengadilan Negeri Kisaran dirasa sesuai jika diterapkan dalam konteks pidana Islam, karena
ta’zi>r merupakan hukuman yang dijatuhkan serta besar kecilnya ditentukan oleh ulil
amri>.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Batasan Masalah ... 8
D. Rumusan Masalah ... 8
E. Kajian Pustaka ... 9
F. Tujuan Penelitian ... 12
G. Kegunaan Hasil Penelitian ... 13
H. Definisi Operasional ... 13
I. Metode Penelitian ... 14
J. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II KONSEP TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM TINDAK
xii
A. Penipuan dalam Hukum Pidana Islam.. ... 20 B. Penipuan dalam Jarimah Ta’zi>r ... 28
BAB III PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KISARAN NOMOR
317/PID.B/2013/PN.Kis TENTANG PENIPUAN YANG
BERKEDOK LOWONGAN PEKERJAAN
A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Kisaran... 45
B. Deskriptif Kasus Tentang Penipuan yang Berkedok
Lowongan Pekerjaan Perkara Nomor
317/PID.B/2013/PN.Kis Putusan Pengadilan Negeri Kisaran 46 C. Pertimbangan Hukum Hakim ... 57 D. Amar Putusan ... 65
BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG BERKEDOK LOWONGAN PEKERJAAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KISARAN NOMOR 317/PID.B/2013/PN.Kis
A. Analisis Pertimbangan Hakim terhadap Tindak Pidana
Penipuan yang Berkedok Lowongan Pekerjaan dalam
Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor
317/PID.B/2013/PN.Kis ... .. 68
B. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Pertimbangan Hakim
terhadap Tindak Pidana Penipuan yang Berkedok Lowongan Pekerjaan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 317/PID.B/2013/PN.Kis ... .. 77
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 84
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu
negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut.1 Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari
kata fiqh jinayah. Fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak
pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang
yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil
hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan hadis.2
Salah satu kejahatan yang diakui di Indonesia yaitu kejahatan tindak pidana
penipuan. Menurut Bahasa penipuan adalah perbuatan atau perkataan yang tidak
jujur (bohong), palsu dan sebagainya atau dengan cara tipu muslihat mengecoh,
mengakahi, memperdaya atau mencari keuntungan diri sendiri.3 Kasus penipuan
akhir-akhir ini semakin marak di Indonesia dengan berbagai modus-modus
1Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2008), 1.
2 Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta : Lembaga Studi Islam dan
Kemasyarakatan, 1992), 86.
2
dilakukan untuk menipu misalnya, penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan
melalui media cetak, sosial media dan lain sebagainya.
Dengan seiring berkembangnya zaman dan teknologi, maka semakin
berkembanglah pula angka kejahatan yang terjadi sehingga menimbulkan
keresahan pada masyarakat. Dan para pelaku tindak pidana penipuan ini
menggunakan kesempatan lowongan pekerjaan untuk mengambil keuntungan diri
sendiri dari orang-orang yang sedang mencari pekerjaan. Penipuan bisa terlaksana
cukup dengan bermodalkan kemampuan berkomunikasi yang baik sehingga
seseorang dapat meyakinkan orang lain, baik melalui serangkaian kata bohong
ataupun fiktif.4
Karena tindak pidana penipuan ini hanya bermodalkan kemampuan
berkomunikasi yang baik sehingga bagi para oknum, tindak pidana penipuan
tidaklah begitu sulit untuk dilakukan. Namun, dalam setiap tindak kejahatan pasti
ada hukumannya sesuai dengan seberapa besar kejahatan yang dilakukannya. Baik
itu orang yang punya kedudukan atau jabatan besar ataupun orang yang
berkedudukannya rendah, karena hukum harus ditegakkan.5 Hukum adalah semua
aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku
4 Kiky Wahyuni, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Tinjauan Yuridis Tentang Delik
Penipuan (Studi Kasus Putusan No. 556/Pid.B/2012/PN.Mks), (Maskassar : Fakuktas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 2013), 2.
5 TB. Asep Subhi dan Ahmad Taufik, 101 Dosa-Dosa Besar, (Jakarta Selatan : Qultum Media, 2004),
3
manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa
negara dalam melakukan tugasnya.6
Jika berbicara tentang hukum di Indonesia, tindak pidana penipuan diatur
dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi :7
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya atau supaya memberi hutang maupun menghapus piutang, diancam karena penipuan dengan pidan penjara paling lama empat tahun”.
Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal
378 KUHP, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut :8
1. Unsur subjektif dari Pasal 378 ialah :
a. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
b. Melawan hukum.
2. Unsur objektif dari Pasal 378 ialah :
a. Barang siapa.
b. Menggerakkan orang lain atau orang lain tersebut :
1) Menyerahkan sesuatu benda.
2) Mengadakan suatu perikatan utang.
3) Meniadakan suatu piutang.
6 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989),
36.
4
3. Dengan memakai :
a. Sebuah nama palsu
b. Suatu sifat palsu
c. Tipu muslihat
d. Rangkaian kata-kata bohong
Dari tahun ke tahun kasus penipuan berkedok lowongan pekerjaan ini
semakin marak. Salah satu kasus penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan
terjadi pada tahun 2013 di Kisaran yang dilakukan oleh seorang PNS. Tindak
pidana ini bermula ketika adanya tes penerimaan Calon Pegawai Negeri (CPNS)
di Kabupaten Batubara tahun 2010, dimana anak saksi korban yang bernama Rudi
Ginting dinyatakan tidak lulus dalam CPNS tersebut, kemudian terdakwa
menghubungi saksi Sri Mahdani selaku keluarga dari saksi korban dengan
mengatakan adanya penyisipan CPNS langsung dari Jakarta dan terdakwa
menjanjikan bisa memasukkan Rudi Ginting untuk menjadi PNS di Kabupaten
Batubara dengan menyerahkan sejumlah uang Rp. 95.000.000,- (Sembilan puluh
lima juta rupiah).9
Setelah terdakwa memberitahu kepada saksi Sri Mahdani kemudian saksi
Sri Mahdani pun menyampaikan kepada saksi korban yang bernama Sehat
Ginting yang selaku ayah dari Rudi Ginting dan Sehat Ginting pun setuju dan
5
menyerahkan sejumlah uang yang diminta terdakwa kepada saksi Sri Mahdani.
Keesokkan harinya saksi Sri Mahdani menyerahkan uang tersebut kepada
terdakwa. Untuk meyakinkan bahwa saksi korban Rudi Ginting sudah diangkat
sebagai CPNS, terdakwa menyerahkan fotocopy 1 (satu) lembar Surat Petikan
Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor : SK–KEM–HUB–01547082011–
BKN–VIII–2011 dan 1 (Satu) lembar Surat Petikan Keputusan Badan
Kepegawaian Negara Nomor: 065/UP.3/12/ 2010 kepada saksi Sri Mahdani.10
Kemudian saksi Sri Mahdani menyerahkan surat tersebut kepada saksi
korban Sehat Ginting, namun setelah ditunggu beberapa lama Rudi Ginting tidak
mendapat panggilan dari Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara menjadi
PNS dan ternyata 2 (dua) lembar surat tersebut dinyatakan palsu oleh pihak
Badan Kepegawaian Negera setelah saksi korban Sehat Gintung mengeceknya ke
Badan Kepegawaian Negara.
Berdasarkan uraian kasus di atas, jaksa penuntut umum mendakwa
terdakwa dengan dakwaan KESATU yang telah terbukti secara sah dan
meyakinkan. Terdakwa melanggar ketentuan Pasal 378 KUHP. Setelah
mendengar tuntutan jaksa penuntut umum, majelis hakim menjatuhkan putusan
terhadap terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana penipuan serta menjatuhkan pidana penjara 5 Bulan.
6
Sanksi pidana ini bertujuan untuk memperbaiki pribadi terpidana
berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama menjalani hukuman,
terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi perbuatannya dan
kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan berguna.11
Dari uraian kasus di atas yang menyebutkan bahwa pelaku penipuan adalah
seorang PNS. Jika memandang dari segi profesinya yang dimana seorang PNS
melakukan tindak pidana dapat dikatakan sebagai pengkhianatan. Sebagaimana
Firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat (27) :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati
amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.12
Sedangkan jika dipandang dari segi perilakunya penipu dapat dikatakan
kemunafikan. Pertanda orang yang munafik ada tiga, yaitu apabila berbicara
bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat
khianat.
Jika ditinjau dari hukum pidana islam tindak pidana penipuan ini termasuk
jari>mah ta‘zi>r. Dalam jari>mah ta‘zi>r ini dapat dibagi menjadi dua ialah :13
11 Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), 4.
12 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul,
(Bandung : Hilal, t.t), 180.
7
1. Jari>mah ta‘zi>r yang menyinggung hak Allah, yaitu semua perbuatan yang
berkaitan dengan kemaslahatan umum. Misalnya, berbuat kerusakan di muka
bumi, pencurian yang tidak memenuhi syarat, mencium wanita yang bukan
istrinya, penimbunan bahan-bahan pokok, dan penyelundupan.
2. Jari>mah ta‘zi>r yang menyinggung hak perorangan (individu) yaitu setiap
perbuatan yang mengakibatkan kerugian kepada orang tertentu, bukan orang
banyak. Contohnya penghinaan, penipuan dan pemukulan.
Jadi, tindak pidana penipuan ini termasuk dalam jari>mah ta‘zi>r yang
menyinggung hak perorangan (individu) dan hanya merugikan antar individu saja.
Sanksi yang dikenakan terhadap tindak pidana penipuan ini yang disebut
hukuman ta‘zi>r, yaitu hukuman yang belum ditentukan oleh syara’, melainkan
diserahkan kepada ulil amri>, baik penentuannya maupun pelaksanaannya.14
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan
melakukan identifikasi sebanyak-banyaknya kemudian yang dapat diduga sebagai
masalah.15 Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
penulis mengidentifikasi permasalahan yang muncul didalamnya, yaitu:
14 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004),
19.
8
1. Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana penipuan yang berkedok
lowongan pekerjaan.
2. Pertimbangan hakim yang tidak sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum
(JPU).
3. Pertimbangan hakim terhadap tindak pidana penipuan.
4. Putusan hakim tentang tindak pidana penipuan.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi diatas, maka ditetapkan batasan masalah yang perlu
dikaji. Studi dibatasi pada batasan masalah :
1. Pertimbangan Hakim terhadap Tindak Pidana Penipuan yang Berkedok
Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan
Negeri Kisaran Pengadilan Kisaran Nomor : 317/PID.B/2013/PN.Kis).
2. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pertimbangan Hakim tentang Tindak
Pidana Penipuan yang Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan
Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Kisaran Pengadilan Kisaran Nomor :
317/PID.B/2013/PN.Kis).
D. Rumusan Masalah
Agar lebih praktis dan operasional maka permasalah di dalam studi ini
9
1 Bagaimana Pertimbangan Hakim terhadap Tindak Pidana Penipuan yang
Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Mahkamah Agung
Pengadilan Negeri Kisaran Pengadilan Kisaran Nomor :
317/PID.B/2013/PN.Kis)?
2 Bagaimana Tinjauan Hukuman Pidana Islam terhadap Pertimbangan Hakim
tentang Tindak Pidana Penipuan yang Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi
Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Kisaran Pengadilan
Negeri Kisaran Nomor : 317/PID.B/2013/PN.Kis)?
E. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian yang
sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang akan diteliti sehingga terlihat
jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau
duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.16
Kajian pustaka pada penelitian dimaksudkan untuk pengetahuan penelitian
lain yang dilakukan oleh peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran
mengenai pembahasan dan topik yang akan diteliti dengan penelitian yang sejenis
yang mungkin pernah dilakukan peneliti sebelumnya sehingga diharapkan tidak
ada pelanggaran materi secara mutlak.
Upaya penelitian tindak pidana penipuan yang berkedok lowongan
pekerjaan dengan cara menganalisis Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
10
Kisaran dengan Nomor Perkara : 317/PID.B/2013/PN.Kis tentang penipuan.
Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam penulisan skripsi ini selain menggunakan
berkas perkara yang terdapat di Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan
Negeri Kisaran serta buku-buku yang berkaitan dengan masalah penipuan sebagai
bahan rujukan, penulis juga menggunakan hasil karya ilmiah (skripsi) yang sudah
pernah ditulis oleh penulis-penulis sebelumnya. Pembahasan tentang masalah ini
sebelumnya sudah ada yang menulis diantaranya :
1. Skripsi (2005) berjudul “Studi Analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri
Surabaya No. 822/Pid.B/06-05-2004/PN.Surabaya tentang Penipuan Ditinjau
dari Hukum Pidana Islam” yang dibahas oleh Chusnul Chotimah. Perbedaan
dari skripsi ini dengan skripsi saya ialah bahwa skripsi ini hanya membahas
penipuan secara umum dan dalam hukum pidana Islamnya. Sedangkan di
dalam skripsi saya membahas tentang pertimbangan hakim terhadap tindak
pidana penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan (Studi Direktori Putusan
Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Kisaran Pengadilan Negeri Kisaran
Nomor 317/Pid.B/2013/PN.Kis) dan membahas tinjauan hukum pidana Islam
terhadap tindak pidana penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan.17
2. Skripsi (2012) berjudul “Tindak Pidana Penipuan SK CPNS di Kabupaten
Indramayu Tahun 2008-2011 dalam Prespektif Fikih Jinayah” yang dibahas
17 Chusnul Chotimah, “Studi Analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Surabaya No.
11
oleh Istiqori Syahiqul Maziyyah. Perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang
akan saya bahas ialah bahwa skripsi ini hanya membahas bentuk jari>mah
dalam tindak pidana penipuan SK CPNS serta sanksi dalam pandangan fikih
jinayah terhadap tindak pidana penipuan SK CPNS yang terjadi di
Kabupaten Indramayu. Sedangkan skripsi saya ini membahas tentang
pertimbangan hakim terhadap tindak pidana penipuan yang berkedok
lowongan pekerjaan.18
3. Skripsi (2014) berjudul “Tinjauan Yuridis tentang Tindak Pidana Penipuan
(Studi Kasus Putusan No. 1812/Pid.B/2011/PN. Mks)”, yang dibahas oleh
Andi Juzailah Dwi Saputri. Inti dari skripsi ini berbeda dengan inti skrisi
saya karena skripsi ini hanya membahas tentang penerapan hukum pidana
terhadap tindak pidana penipuan dan pertimbangan hakim untuk
menjatuhkan sanksi pidana terhadap tindak pidana penipuan dalam Putusan
Nomor 1812/Pid. B/2011/PN.Mks. Sedangkan skripsi saya membahas
tentang pertimbangan hakim terhadap tindak pidana penipuan yang berkedok
lowongan pekerjaan.19
Persamaan titik acuan peneliti dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya
ialah sama-sama membahas mengenai penipuan. Sedangkan perbedaan titik
acuan peneliti dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya ialah dalam
18 Istiqori Syahiqul Maziyyah, “Tindak Pidana Penipuan SK CPNS di Kabupaten Indramayu Tahun
2008-2011 dalam Prespektif Fikih Jinayah”, (Skripsi-Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2012).
12
penelitian ini peneliti lebih membahas mengenai pertimbangan hakim dan sanksi
penipuan ditinjau dari hukum pidana Islam. Selain itu peneliti juga akan
melakukan tinjauan hukum pidana Islam mengenai tindak pidana penipuan
dengan menganalisis contoh kasus yang kongkret, dalam hal ini putusan
Pengadilan Negeri Kisaran No. 317/Pid.B/2013/PN.Kis. tentang penipuan
Sehingga antara penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan penelitian
yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya terdapat adanya suatu perbedaan.
F. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah titik akhir yang akan dicapai dalam sebuah
penelitian dan juga menentukan arah penelitian agar tetap dalam koridor yang
benar hingga tercapainya sesuatu yang dituju.20 Berdasarkan rumusan masalah
diatas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis antara lain:
1. Untuk mengetahui Pertimbangan Hakim terhadap Tindak Pidana Penipuan
yang Berkedok Lowongan Pekerjaan (Studi Direktori Putusan Mahkamah
Agung Pengadilan Negeri Kisaran Pengadilan Kisaran Nomor :
317/PID.B/2013/PN.Kis).
2. Untuk mengetahui Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pertimbangan
Hakim tentang Tindak Pidana Penipuan yang Berkedok Lowongan Pekerjaan
20 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta Selatan : Salemba Humanika, 2010),
13
(Studi Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Kisaran
Pengadilan Kisaran Nomor : 317/PID.B/2013/PN.Kis).
G. Kegunaan Hasil Penelitian
1. Secara Teoritis : dijadikan suatu masukan dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan tentang penipuan. Selain itu dapat dijadikan perbandingan dalam
penyusunan penelitian selanjutnya dan sebagai informasi bagi masyarakat
tentang tindak pidana penipuan.
2. Secara Praktis : hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan
penyuluhan serta penyumbangan pemikiran baik secara komunikatif,
informatif, maupun edukatif khususnya bagi masyarakat yang awam akan
penegakan hukum yang ada di Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan acuan melakukan penelitian yang akan datang serta
diharapkan dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara pidana
khususnya tindak pidana penipuan yang ada pada Pasal 378 KUHP.
H. Definisi Operasional
1. Hukum pidana Islam : Menurut Hukum Pidana Islam perbuatan yang
dilakukan dalam kasus tersebut merupakan jari>mah Ta‘zi>r.
2. Tindak penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan : Tindak pidana penipuan
14
penyisipan yang dilakukan oleh oknum PNS, namun ternyata kabar tersebut
bohong.
3. Penipuan : perbuatan atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan
sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari
untung.
I. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah metode yang akan diterapkan dalam penelitian
yang akan dilakukan. Berikut metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini
antara lain : 21
1. Pendekatan Penelitian
Metode yang digunakan adalah pendekatan kasus. Pendekatan kasus
menggunakan putusan hakim sebagai sumber bahan hukum. Putusan hakim
yang digunakan adalah putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.22
2. Data yang Dihimpun
Data yang berhasil dihimpun dari hasil penelitian ini adalah
pertimbangan hakim yang yuridis dan sosiologis, dalam hal ini pertimbangan
hakim yang yuridis ialah dimana pertimbangan hakim ini untuk menimbang
suatu amar putusan.
21 Bambang Wahyu, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 2002), 17.
22Dyah Octorina Susanti dan A’an Efendi, Penelitian Hukum: Legal Research, (Jakarta: Sinar Grafika,
15
Sedangkan pertimbangan hakim yang sosiologis yaitu dimana
pertimbangan hakim ini yang menitik beratkan dan menitik ringankan
pebuatan pelaku. Dan dalam tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak
penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan ini merupakan jari>mah ta‘zi>r.
3. Sumber Data
Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi
mengenai apa yang seyogyanya, diperlukan sumber-sumber penelitian atau
dalam penelitian hukum disebut bahan hukum. Antara lain :
a. Sumber primer
Sumber primer merupakan Sumber yang bersifat autoritatif artinya
punya otoritas. Sumber hukum primer terdiri dari perundang-undangan,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan
dan putusan-putusan hakim.23 Sumber primer dalam penulisan ini diambil
dari data Direktori Putusan Pengadilan Negeri Kisaran No.
317/Pid.B/2013/PN.Kis tentang Penipuan yang Berkedok Lowongan
Pekerjaan dan KUHP .
b. Sumber sekunder
Sumber sekunder adalah sumber yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang,
16
hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.24 Bahan
hukum sekunder antara lain:
1) Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika,
2005.
2) Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta : Amzah, 2013.
3) Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2008.
4) Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta : Sinar
Grafika, 2009.
5) Andi Hamzah, Delik-Delik Tertentu di Dalam KUHP, Jakarta : Sinar
Grafika, 2014.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan adalah dengan pengumpulan data literatur, yaitu
penggalian bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan bahasan sanksi
pidana. Bahan-bahan pustaka yang digunakan di sini adalah buku–buku yang
ditulis oleh para pakar atau ahli hukum terutama dalam bidang hukum pidana
dan hukum hukum pidana Islam.
Dokumentasi ini mengumpulkan data putusan hakim yang sumber data
dari Direktori Putusan Negeri Kisaran Nomor 317/Pid.B/2013/PN.Kis dan
mengumpulkan data tinjauan hukum pidana Islam yang sumber data dari
sumber data sekunder yaitu bahan-bahan pustaka (liberary).
24 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
17
5. Teknik Pengolahan Data
Data yang didapat dari dokumen dan sudah terkumpulkan di lakukan
analisa, berikut tahapan-tahapannya :
a. Editing, yaitu mengadakan pemeriksaan kembali terhadap data-data yang
diperoleh secara cermat baik dari data primer atau sekunder untuk
mengetahui apakah data tersebut sudah cukup baik dan dapat segera
disiapkan untuk keperluan proses berikutnya,25 yakni tentang penipuan
(Studi Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Kisaran No.
317/Pid.B/2013/PN.Kis), ditinjau dari Hukum Pidana Islam.
b. Organizing, yaitu menyusun data secara sistematis mengenai tindak pidana
penipuan (Studi Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan Negeri
Kisaran No. 317/Pid.B/2013/PN.Kis), ditinjau dari Hukum Pidana Islam.
c. Analizing, yaitu tahapan analisis terhadap data, mengenai hukuman tindak
pidana penipuan (Studi Direktori Putusan Mahkamah Agung Pengadilan
Negeri Kisaran No. 317/Pid.B/2013/PN.Kis). ditinjau dari Hukum Pidana
Islam.
6. Teknik Analisa Data
Deskriptif analisis adalah teknik analisa dengan cara menjelaskan dan
memamparkan data apa adanya, dalam hal ini data tentang pertimbangan
hakim dalam Direktori Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor
18
317/Pid.B/2013/PN.Kis tentang penipuan yang berkedok lowongan
pekerjaan, kemudian dianalisa dengan menggunakan Hukum Pidana Islam
yakni dengan menggunakan teori jari>mah ta‘zi>r.
Pola pikir deduktif adalah pola pikir yang berangkat dari variabel
yang bersifat umum dalam khusus teori jari>mah ta‘zi>r, kemudian
diaplikasikan kepada variabel yang bersifat khusus, dalam hal ini
pertimbangan hakim yang dalam Direktori Putusan Pengadilan Negeri
Kisaran Nomor 317/Pid.B/2013/PN.Kis tentang penipuan yang berkedok
lowongan pekerjaan.
J. Sistematika penulisan
Agar memudahkan dalam pembahasan dan mudah dipahami, maka penulis
membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjadi pendahuluan. Dalam
bab ini dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian
pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab dua merupakan landasan teori tentang jari>mah ta‘zi>r yang akan
dijadikan landasan analisis masalah, Yang meliputi : pengertian, macam-macam
19
Bab tiga memuat gambaran singkat tentang pertimbangan hakim terhadap
tindak pidana penipuan yang berkedok lowongan pekerjaan, amar putusan
Pengadilan Negeri Kisaran No. 317/Pid.B/2013/PN.Kis, tentang penipuan yang
berkedok lowongan pekerjaan.
Bab empat merupakan analisis terhadap pertimbangan hakim dalam
Putusan Pengadilan Negeri Kisaran tentang tindak pidana penipuan yang meliputi
analisis putusan hukum hakim tentang tindak pidana penipuan (Studi Direktori
Putusan Mahkamah Agung Pengadilan Negeri Kisaran No.
317/Pid.B/2013/PN.Kis.) dan tinjauan hukum pidana Islam terhadap Putusan No.
317/Pid.B/2013/PN.Kis. tentang tindak pidana penipuan yang berkedok lowongan
pekerjaan.
Bab lima merupakan penutup yang berisi tentang hasil inti jawaban pokok
20 BAB II
KONSEP TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM HUKUM PIDANA ISLAM
A. Penipuan dalam Hukum Pidana Islam
1. Pengertian Penipuan dalam Hukum Pidana Islam
Tindak pidana adalah hukum yang memuat peraturan-peraturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggar yang diancam dengan hukuman berupa siksaan badan. Menurut Sudarsono, pada prinsipnya hukum pidana adalah yang mengatur tentang kejahatan dan pelanggaran terhadap kepentingan umum dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana yang merupakan suatu penderitaan.1 Sedangkan dalam hukum pidana Islam tindak pidana disebut jari>mah atau jinaya>h. Jari>mah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’ yang diancam oleh Allah dengan hukuman ha>dd atau ta‘zi>r. Menurut Bahasa
perkataan “jari>mah” adalah bentuk masdar artinya perbuatan dosa,
berbuat salah atau berbuat jahat.2
Jinaya>h adalah suatu perbuatan yang dilarang oleh syara’, baik perbuatan tersebut mengenai jiwa, harta, dan lainnya. Adapun menurut
1Muhammad Apryadi, “hukum pidana islam”,
https://muhammadapryadi.wordpress.com/tentang-ilmu-hukum/hukum-pidana-islam/, “diakses pada”, 23 September 2014.
2
21
istilah jinaya>h adalah suatu nama untuk perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang.3
Dapat disimpulkan bahwa pengertian jari>mah atau jinaya>h adalah ketentuan-ketentuan hukum syara’ yang melarang orang berbuat atau tidak berbuat sesuatu dan atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan syara’ itu dikenakan sanksi hukuman yang berupa penderitaan badan atau
denda kepada si pelanggar.
Islam mengharamkan segala bentuk tindak pidana termasuk segala bentuk tindak pidana penipuan. Penipuan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang dengan jalan membohongi orang lain atau tipu daya melihat secara melawan hak demi untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar bagi pribadinya, baik itu barang maupun uang.4 Karena penipuan itu cenderung melakukan kebohongan dan merugikan orang lain, adapun dalam Islam kebohongan itu sama dengan dusta.5 Dusta adalah bohong dan dusta merupakan perbuatan yang rendah dan menimbulkan kerusakan pada dirinya serta dapat menimbulkan kejahatan yang mendorong pada pebuatan dosa yang dilakukan bukan karena terpaksa. Dusta, curang, mengelabuhi, mengada-ada yaitu cara yang dilakukan oleh para pendusta dalam menyalahi kenyataan yang ada.
3
Makhrus Munajat, Dekontruksi Hukum Pidana Islam (Sleman : logung pustaka, 2004), 2.
4
Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), 71.
5
22
2. Dasar Hukum Penipuan dalam Hukum Pidana Islam
Adapun dasar-dasar hukum daripada penipuan atau dusta sebagai berikut :
a. Dalam Al-Qur’an surat al-Imran ayat 77 :
َق َََخ َل َكِئ َلوُأ ًَيِلَق اً َمَث ْمِهِناَمْيَأَو ِ للا ِدْهَعِب َنوُرَ تْشَي َنيِذلا نِإ
َلَو ِةَماَيِقْلا َمْوَ ي ْمِهْيَلِإ ُرُظَْ ي َلَو ُ للا ُمُهُمِلَكُي َلَو ِة َر ِخ ْْا يِف ْمُهَل
ميِلَأ باَذَع ْمُهَلَو ْمِهيِكَزُ ي
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit. Mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dantidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih”.6
b. Dalam Al-Qur’an Al-Baqarah ayat 188 :
ِماكُحْلا ىَلِإ اَهِب اوُلْدُتَو ِلِطاَبْلاِب ْمُكَ ْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكْأَت َلَو
َنوُمَلْعَ ت ْمُتْ نَأَو ِمْثِْْاِب ِسا لا ِلاَوْمَأ ْنِم اًقي ِرَف اوُلُكْأَتِل
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui”.7c. Dalam Al-Qur’an An-Nissa ayat 29 :
6 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul, (Bandung
: Hilal, t.t), 59.
7 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul, (Bandung
23
ْنَأ لِإ ِلِطاَبْلاِب ْمُكَ ْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكْأَت َل اوَُمآ َنيِذلا ا َه يَأ اَي
نِإ
ۚ
ْمُكَسُفْ نَأ اوُلُ تْقَ ت َلَو
ۚ
ْمُكْ ِم ضاَرَ ت ْنَع ًةَراَجِت َنوُكَت
اًمي ِحَر ْمُكِب َناَك َ للا
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali jika diadakanperdagangan dengan cara suka sama suka”.8
3. Macam-Macam Penipuan dalam Hukum Pidana Islam
Jari>mah penipuan ini dapat diartikan sama dengan dusta, maka sebagian macam-macam penipuan dan dusta adalah sebagai berikut :9 a. Sumpah palsu
Jika tipuannya itu diperkuat dengan sumpah palsu. Oleh karena itu Rasulullah saw. melarang keras para saudagar banyak bersumpah, khususnya sumpah palsu. Rasulullah saw. sangat membenci banyak sumpah dalam perdagangan, karena :10
1) Memungkinkan terjadinya suatu penipuan.
2) Menyebabkan hilangnya perasaan membesarkan asma' Allah dari hatinya.
b. Mengurangi Takaran dan Timbangan
8
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul, (Bandung : Hilal, t.t),83.
9Yusuf Qardhawi, “halal dan haram”,
http://media.isnet.org/kmi/islam/Qardhawi/Halal/4027.html, “diakses pada”, 06 Juni 2014.
10
24
Salah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan.11 Al-Qur’an menganggap penting persoalan ini sebagai salah satu bagian dari muamalah dan dijadikan sebagai salah satu dari sepuluh wasiatnya di akhir surat Al-an'am (152), Al-isra’ (35) dan Al-muthafifin (1-6) yaitu :
َلَو
اوُبَرْقَ ت
َلاَم
ِميِتَيْلا
لِإ
يِتلاِب
َيِ
ُنَسْحَأ
ىتَح
َغُلْ بَ ي
ُ دُشَأ
ۚ
اوُفْوَأَو
َلْيَكْلا
َناَزيِمْلاَو
ِطْسِقْلاِب
ۚ
َل
ُفِلَكُن
اًسْفَ ن
لِإ
اَهَعْسُو
ۚ
اَذِإَو
ْمُتْلُ ق
اوُلِدْعاَف
ْوَلَو
َناَك
اَذ
ىَبْرُ ق
ۚ
ِدْهَعِبَو
ِ للا
اوُفْوَأ
ۚ
َذ
ْمُكِل
ْمُكاصَو
ِِب
ُكلَعَل
ْم
َنوُركَذَت
"Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, sampai dia mencapai (usia) dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebankan seseorang melainkan menurut kesanggupannya. Apabila kamu berbicara, bicaralah sejujurnya, sekalipundia kerabat(mu) dan penuhilah janji Allah. Demikianlah dia memerintahkan kepadamu agar kamu ingat".12
اوُفْوَأَو
َلْيَكْلا
اَذِإ
ْمُتْلِك
اوُنِزَو
ِساَطْسِقْلاِب
ِميِقَتْسُمْلا
ۚ
َذ
َكِل
رْ يَخ
ُنَسْحَأَو
ًَيِوْأَت
"Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan yang benar, itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.13
11
Ibid.
12
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul, (Bandung : Hilal, t.t), 149.
13
25
لْيَو
َنيِفِفَطُمْلِل
ُ
1َ
َنيِذلا
اَذِإ
اوُلاَتْكا
ىَلَع
ِسا لا
َنوُفْوَ تْسَي
ُ
2َ
اَذِإَو
ْمُوُلاَك
ْوَأ
ْمُوُنَزَو
َنوُرِسْخُي
ُ
3َ
َلَأ
نُظَي
َلوُأ
َكِئ
ْمُه نَأ
َنوُثوُعْ بَم
ُ
4َ
مْوَ يِل
ميِظَع
ُ
5َ
َمْوَ ي
ُموُقَ ي
ُسا لا
ِبَرِل
َنيِمَلاَعْلا
ُ
6َ
"Celakalah orang-orang yang curang, orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan, dan apabila mereka menakarkan atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah Apakah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar, yaitu suatu hari di mana manusia akan berdiri menghadap kepada Tuhan seluruhnalam".14
Dasar Hukum tentang penipuan atau mengurangi takaran dan timbangan selain dari Al-Qur’an juga dapat dari hadis, diriwayatkan
oleh Ibnu’ Umar bin al-Khathab :
ْمَل
اوُصُقْ َ ي
َلاَيْكِمْلا
َناَزيِمْلاَو
لِإ
اوُذِخُأ
َنيِِسلاِب
ِةدِشَو
ِةَنوُئَمْلا
َو
ِرْوَج
ِناَطْلسلا
“Tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan kecuali akan ditimpa paceklik, susahnya penghidupan dan kezaliman penguasa atas mereka”.15
c. Riba
Islam membenarkan pengembangan uang dengan jalan perdagangan. Akan tetapi, Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Maka diharamkanlah riba itu sedikit maupun banyak dan mencela
14
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul, (Bandung : Hilal, t.t), 587.
15
26
orang Yahudi yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya.
Di antara ayat-ayat yang paling akhir diturunkan ialah firman Allah dalam surat al-Baqarah 278-279 :
ْنِإ اَبِرلا َنِم َيِقَب اَم اوُرَذَو َ للا اوُق تا اوَُمآ َنيِذلا اَه يَأ اَي
ِِلوُسَرَو ِ للا َنِم بْرَحِب اوُنَذْأَف اوُلَعْفَ ت ْمَل ْنِإَف َ
278ُ َنيِ ِمْؤُم ْمُتْ ُك
َ
279ُ َنوُمَلْظُت َلَو َنوُمِلْظَت َل ْمُكِلاَوْمَأ ُسوُءُر ْمُكَلَ ف ْمُتْبُ ت ْنِإَو
ۚ
"Wahai orang-orang yang beriman! Takwalah kepada Allah, dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang beriman. Jika kamu tidak melaksanakannya, maka umumkanlah peperangan dari Allah dan Rasul-Nya. Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)".16 Allah telah memproklamirkan perang untuk memberantas riba dan orang-orang yang meribakan harta serta menerangkan betapa bahayanya dalam masyarakat.
4. Unsur-Unsur Penipuan dalam Hukum Pidana Islam
Tiap-tiap jari>mah atau jinaya>h dalam (tindak pidana) harus mempunyai unsur-unsur yang wajib dipenuhi, yaitu :17
a. Nash yang melarang perbuatan dan mengancamkan hukuman terhadapnya dan unsur ini biasa disebut unsur formil (rukun syar’i).
16
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul, (Bandung : Hilal, t.t), 47.
17
27
b. Adanya tingkah laku yang membentuk jari>mah, baik berupa perbuatan-perbuatan nyata atau sikap tidak berbuat dan unsur ini disebut unsur material (rukun maddi).
c. Pembuat adalah orang mukallaf, yaitu orang dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap jari>mah yang diperbuatanya dan unsur ini disebut unsur moril (rukun adabi).
Ketiga unsur ini harus terdapat pada suatu perbuatan untuk digolongkan kepada jari>mah atau dalam setiap tindak pidana. Disamping unsur umum pada tiap-tiap jari>mah juga terdapat unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman. Perbedaan unsur-unsur umum dengan unsur-unsur khusus ialah kalau unsur-unsur umum satu macamnya pada semua jari>mah, sedangkan kalau unsur-unsur khusus dapat berbeda-beda bilangannya dan macamnya menurut perbedaan jari>mah. Maka unsur-unsur ini merupakan pembeda antara satu tindak pidana dengan tindak pidana lainnya.18
5. Sanksi Penipuan dalam Hukum Pidana Islam
Untuk sanksi tindak penipuan ini dikenakan jari>mah ta‘zi>r. Jari>mah ta‘zi>r adalah sanksi hukuman jari>mah tidak ditentukan secara tegas dalam Al-Qur’an dan As-sunnah, karenanya ia diserahkan kepada ijtihad manusia atau masyarakat berdasarkan kemaslahatan umat
18
28
sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat. Hukuman ta‘zi>r merupakan hukuman yang dijatuhkan terhadap perbuatan maksiat yang tidak ada ha>dd dan tidak ada kafarat terhadap jari>mah yang ada sanksi
hukumannya tapi tidak cukup pelaksanaan hukuman.19
Dengan demikian hukuman ta‘zi>r ialah hukuman yang dijatuhkan atas jari>mah-jari>mah yang tidak dijatuhkan hukuman yang telah dijatuhkan oleh syara’yaitu jari>mah-jari>mah ha>dd, qisa>s dan diya>t, hukuman tersebut banyak jumlahnya yang dimulai dari hukuman
yang paling ringan sampai hukuman yang paling berat, hakim diberi wewenang untuk memilih diantara hukuman-hukuman tersebut yaitu hukuman yang sesuai dengan keadaan jari>mah serta pelakunya.
B. Penipuan dalam Jari>mah Ta‘zi>r
1. Pengertian Jari>mah Ta‘zi>r
Kata ta‘zi>r merupakan bentuk masdhar yang secara etimologis berarti yaitu menolak dan mencegah.20 Kata ini juga memiliki arti menolong atau menguatkan. Sedangkan menurut istilah adalah pencegahan dan pengajaran terhadap tindak pidana yang tidak ada ketentuannya dalam ha>dd, kafarat, maupun qisa>s.21 Ta‘zi>r adalah hukuman atas tindakan pelanggaran yang tidak diatur secara pasti dalam
19
Hasbi Ash-Shiddiqi, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), 86.
20Ibrahim Anis, dkk., Al-Mu’jam Al-Wasit, (Mesir : Majma’ Al
-Lughah Al-Arabiyyah, 1972), 598.
21
29
hukum ha>dd. Status hukumnya berbeda-beda sesuai dengan keadaaan dosa dan pelakunya. Disebut dengan ta’zi>r karena hukuman tersebut sebenarnya menghalangi si terhukum untuk tidak kembali kepada jari>mah atau dengan kata lain membuatnya jera.22
Menurut Abdul Qadir Audah, ta‘zi>r ialah pengajaran yang tidak diatur oleh ha>dd dan merupakan jenis sanksi yang diberlakukan karena melakukan beberapa tindak pidana yang oleh syariat tidak ditentukan dengan sebuah sanksi hukuman tertentu.23 Sedangkan menurut Wahbah Al-Zuhaili, sanksi-sanksi ta‘zi>r adalah hukuman-hukuman yang secara syara’ tidak ditegaskan mengenai ukurannya. Syariat Islam
menyerahkannya kepada penguasa negara untuk menentukan sanksi terhadap pelaku tindak pidana yang sesuai dengan kejahatannya.24
2. Macam-Macam Jari>mah Ta‘zi>r
a. Dari segi hak yang dilanggar ada 2 (dua) bagian, yaitu :25
1) Jari>mah ta‘zi>r yang menyinggung hak Allah SWT : semua perbuatan yang berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum. Misalnya, penghimpunan bahan-bahan pokok, membuat kerusakan dimuka bumi.
22
Alie Yafie, Dkk, Ensiklopedi Hukum Pidan Islam, Jilid II, (Bogor : PT.Kharisma Ilmu), 178.
23
Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’I Al-Islami Muqaranam bi Al-Qanun Al-Wad’I, (Beirut : Mu’assasah Al-Risalah, 1992), 685.
24
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adilatuh, (Beirut : Dar Al-Fikr, 1997), 5300.
25
30
2) Jari>mah ta‘z>ir yang menyinggung hak individu : setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang lain. Seperti, penghinaan, penipuan, dll.
b. Dari segi sifatnya dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :26
1) Ta‘zi>r karena melakukan maksiat : meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan. Misalnya, tidak membayar hutang, memanipulasi hasil wakaf, sumpah palsu,
riba’, menolong pelaku kejahatan, memakan barang-barang yang
diharamkan.
2) Ta‘zi>r karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum : jari>mah ini tidak bisa ditentukan karena perbuatan ini tidak diharamkan karena zatnya, melainkan karena sifatnya, sifat yang menjadi alasan dikenakan hukuman adalah terdapat unsur merugikan kepentingan umum.
3) Ta‘zi>r karena melakukan pelanggaran : orang yang meninggalkan yang mandub (sesuatu yang diperintahkan dan dituntut untuk dikerjakan) atau mengerjakan yang makruh (sesuatu yang dilarang dan dituntut untuk ditinggalkan) tidak dianggap melakukan maksiat hanya saja mereka dianggap menyimpang/pelanggaran dapat dikenakan ta‘zi>r.
26
31
Menurut Abdul Aziz Amir jari>mah ta‘zi>r dibagi menjadi 6 (enam) bagian, yaitu :27
a) Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan pembunuhan : pembunuhan diancam dengan hukuman mati. Apabila hukuman mati dimaafkan maka hukumanya diganti dengan diya>t. Namun, apabila tidak dimaafkan maka ulil amri> berhak menjatuhkan hukuman ta‘zi>r.
b) Jari>mah ta‘zi>r yang berkaitan dengan pelukaan : hukuman ta’zi>r juga dapat dikenakan jari>mah pelukaan apabila
qishashnya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’ dan orang yang melakukan jari>mah pelukaan dengan berulang-ulang kali (residivis),
disamping dikenakan hukuman qisa>s.28
c) Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kerusakan akhlaq : jari>mah ta‘zi>r ini berkaitan dengan jari>mah zina, menuduh zina, dan penghinaan lainnya. Perzinaan
yang diancam dengan ta‘zi>r adalah perzinaan yang tidak memenuhi syarat untuk dikenakan hukuman ha>dd, atau terdapat syubhat dalam pelakunya, perbuatannya atau tempat. Penuduhan zina yang diancam dengan ta‘zi>r ialah apabila orang yang
27
Ibid, 256.
28
32
dituduh itu bukan orang muhshan dan tuduhan zina dengan sindiran (kinayah).29 Adapun tuduhan-tuduhan lainnya yang berupa penghinaan dan statusnya.
d) Jari>mah ta‘zi>r yang berkaitan dengan harta : jari>mah yang berkaitan dengan harta adalah jari>mah pencurian dan perampokan. Apabila syarat untuk dikenakan hukuman ha>dd tidak terpenuhi maka pelaku dikenakan hukuman ta‘zi>r. Demikian pula apabila terdapat syubhat baik dalam pelaku maupun perbuatannya.
e) Jari>mah ta‘zi>r yang berkaitan dengan kemaslahatan individu : jari>mah yang termasuk dalam kelompok ini, anatar lain seperti
saksi palsu, bohong, menyakiti hewan melanggar privasi orang lain.
f) Jari>mah ta‘zi>r yang berkaitan dengan keamanan umum : jari>mah ta‘zi>r ini yang termasuk dalam kelompok ini adalah jari>mah yang mengganggu keamanan negara/pemerintah, suap,
pegawai/pejabat yang lalai dalam menjalankan kewajiban, pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap masyarakat, melawan petugas pemerintah dan memebangkang peraturan, melepaskan narapidana dan menyembunyikan buronan,
29
33
pemalsuan tanda tangan dan stempel, dan kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi.
c. Dari segi dasar hukum (penetapan) ada 3 (tiga), yaitu :30
1) Jari>mah ta‘zi>r yang berasal dari jari>mah-jari>mah ha>dd atau qisa>s, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau ada yang subhat. Seperti pencurian yang tidak mencapai nisab atau oleh keluarga sendiri.
2) Jari>mah ta‘zi>r yang jenisnya disebut dalam nash syara’ tetapi
hukumannya belum ditetapkan. Seperti riba’, suap, mengurangi
takaran dan timbangan.
3) Jari>mah ta‘zi>r yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan oleh syara’. Jenis ketiga ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri>. Seperti pelaggaran disiplin pegawai pemerintahan, penipuan, pencopetan, pornografi dan pornoaksi, penyelundupan, pembajakan, human trafficking.
3. Dasar Hukum Jarimah Ta‘zi>r
Dasar hukum diisyaratkannya ta‘zi>r terdapat dalam beberapa hadis Nabi dan tindakan sahabat. Hadis-hadis tersebut, yaitu :
a. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bahz ibn Hakim
30
34
ْنَع
ِنْباِزْهَ ب
مْيِكَح
ْنَع
ِْيِبَأ
ْنَع
،ِ ِدَج
نَأ
ىِب لا
ىلَص
ُلا
ِْيَلَع
َملَسَو
َسَبَح
َسان
ا
ىِف
ِةَمْه تلا
ُ
اور
دوادوبا
ّتلاو
ر
ىذم
ئاس لاو
ىقهيبلاو
حّحصو
مكاحلا
َ
“Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Nabi saw. menahan seseorang karena disangka melakukan kejahatan.31
b. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Burdah
ْنَع
ْيِبَا
ًةَدْرُ ب
ْىِراَصْنَأْا
ُنَأ
َعِمَس
ُسَر
َلْو
ِلا
ىلَص
ُلا
ِْيَلَع
َو
َملَس
ُلْوُقَ ي
:
َل
ُدَلْجُي
دَحَأ
َقْوَ ف
َةَرْشَع
طَوْسَأ
َّلِإ
ىِف
دَح
ْنِم
ِدْوُدُح
ِلا
َ
ملسم
اور
ُ
ىَلاَعَ ت
“Dari Abi Burdah Al-Anshari bahwa ia mendengar Rasulullah
bersabda : seseorang tidak boleh dicambuk lebih dari sepuluh kali, kecuali di dalam hukuman yang telah ditentukan oleh
Allah”.32
c. Hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah
ْن َع
َة َشِئاَع
َى ِضَر
ُلا
َهْ َع
ا
نَأ
ي ِب لا
ىل َص
ُلا
ِ ْيَلَع
َمل َسَو
َلا َق
:
ىوَذاْو ُلْ يِقَأ
ِتا َئْيَهْلا
ْمِهِتاَر َشَع
ُحْلالِإ
َدْوُد
ُ
اور
د محأ
دوادو بأو
ئا سناو
ى قهيبلاو
َ
“Dari Aisyah ra. bahwa Nabi bersabda : ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan atas perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimah hudud”.33 4. Unsur-unsur Jari>mah Ta’zi>r
Unsur-unsur jari>mah ta‘zi>r menurut Abdul Qadir Audah ada tiga unsur, yaitu :34
31
File Mausu’ah Hadis, Sunan al-Nasa’i, No. 4792, (CD. Mausu’atul Hadis), 306.
32
File Mausu’ah Hadis, Shahih Muslim, No. 3222, (CD. Mausu’atul Hadis), 200.
33
35
a. Unsur formal yaitu adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan dan mengancamnya dengan hukuman.
b. Unsur material yaitu adanya tangkah laku yang membentuk jari>mah, baik berupa perbuatan nyata (positif) maupun sikap tidak berbuat (negartif).
c. Unsur moral yaitu bahwa pelaku adalah orang yang mukallaf yakni orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan.
5. Sanksi Jari>mah Ta‘zi>r
Dalam hukum Islam, hukuman ta‘zi>r terbagi menjadi beberapa macam, sebagai berikut :35
a. Hukuman Mati
Pada dasarnya, hukuman ta‘zi>r menurut Islam bertujuan untuk mendidik dan tidak boleh merusak atau membinasakan. Karena itu tidak boleh ada hukuman matiatau pemotongan badan dalam ta‘zi>r. Sebagian besar fukaha memperbolehkan penjatuhan hukuman
mati sebagai hukuman ta‘zi>r apabila pelaku terus menerus mengulangi tindak pidananya dan kemaslahatan umum menghendaki demikian atau kerusakan yang diakibatkan oleh pelaku tidak bisa ditolak kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti menjatuhkan
34
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), 28.
35
36
hukuman mati kepada mata-mata, penyeru bid’ah (pembuat fitnah) dan residivis yang berbahaya.
Hukuman mati hanya dikenakan terhadap empat tindak pidana ha>dd, seperti zina, pemberontakan, murtad, gangguan keamanan, dan
atau pada tindak pidana qisa>s. Sedangkan hukuman mati sebagai hukuman ta‘zi>r tidak lebih dari lima bentuk saja. Hukuman mati ini ditetapkan disetiap negara besar, yaitu Inggris, Jerman, Prancis dan Amerika. Karena hukuman mati merupakan cara yang baik untuk melawan dan memberantas pelaku-pelaku tindak pidana yang berbahaya dari lingkungan masyarakat.
b. Hukuman dera (Jilid)
Hukuman dera merupakan satu hukuman pokok dalam hukum Islam dan juga merupakan hukuman yang ditetapkan untuk tindak pidana ha>dd dan ta‘zi>r yang berbahaya. Hukuman dera mempunyai dua batasan yaitu batas tertinggi dan terendah. Hakim bisa memilih jumlah dera yang sesuai dengan tindak pidana dan keadaan diri pelaku. Karena hukuman ta‘zi>r didasarkan pada kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya tindak pidana sehingga penguasa dapat melakukan ijtihad.36
Menurut Imam Malik memperbolehkan penjatuhan hukuman dera lebih dari seratus kali meskipun dalam tindak pidana ha>dd,
36
37
batas maksimal tidak lebih dari seratus kali. Menurut Imam Abu Hanifah dan Muhammad batas tertinggi hukuman dera dalam tindak pidana ta‘zi>r adalah 39 kali. Sedangkan menurut Abu Yusuf, sebanyak 75 kali. Sebagian fukaha berpendapat batas terendah hukuman dera adalah 3 (tiga) kali karena jumlah ini yang paling sedikit yang dapat mencegah. Namun, sebagian fukaha lainnya tidak menetapkan adanya batas minimal dalam hukuman dera karena adanya pengaruh pencegahan pada diri seseorang dapat berbeda-beda menurut kondisi dan keadaan mereka.
Dalam hukum Islam tidak ada ketentuan yang melarang hukuman dera dijadikan hukuman atas tindak pidana ta‘zi>r meskipun sebagian fukaha mengutamakan hukuman dera yang dijatuhkan atas tindak pidana yang sejenisnya dijatuhkan hukuman ha>dd.
c. Hukuman penjara
Dalam Islam hukuman penjara dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut :37
1. Hukuman terbatas
Hukum Islam menetapkan hukuman penjara terbatas untuk tindak pidana ta‘zi>r biasa dan juga pidana ringan/biasa. Batas terendah hukuman ini adalah satu hari, sedangkan batas tertinggi tidak ada kesepakatan di antara fukaha. Sebagian ulama
37
38
berpendapat bahwa batas tertingginya tidak lebih dari enam bulan, sebagian yang lain berpendapat bahwa batas tidak lebih dari satu tahun dan sebagian yang lainnya berpendapat bahwa batas tertinggi diserahkan kepada penguasa.
Dalam hukum konvensional, hukuman kurungan adalah hukuman utama bagi semua tindak pidana. Namun dalam hukum Islam, hukuman kurungan merupakan hukuman kedua atas tindak pidana biasa dan bersifat pilihan yang diserahkan kepada hakim. 2. Hukuman tidak terbatas
Hukuman penjara tidak terbatas adalah orang yang berbahaya, orang yang terbiasa melakukan tindak pidana (mu’tadul ijram), orang biasa melakukan tindak pidana pembunuhan, penganiayaan dan pencurianatau orang yang tindak pidananya tidak dapat dicegah dengan hukuman biasa. Dalam hukuman penjara tidak terbatas ini terhukum terus dikurung sampai ia menampakkan tobat dan baik pribadinya atau sampai ia mati. Masa hukumannya pendek jika keadaannya menjadi baik, tetapi terkadang sampai mati jika keadaan terhukum tidak dapat diharapkan menjadi baik.38
d. Hukuman pengasingan (at-Taghrib wal-Ib’ad)
38
39
Menurut Abu Hanifah, hukuman pengasingan adalah hukuman ta‘zi>r. Sedangkan menurut madzhab lain hukuman pengasingan
adalah hukuman ha>dd. Sebagian ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, masa pengasingan dalam tindak pidana ta‘zi>r tidak boleh lebih dari satu tahun.39 Karena hukuman pengasingan dalam tindak pidana zina gair muhsan adalah hukuman ha>dd yang masanya satu tahun. Maka
hukuman ta‘zi>r tidak boleh melebihi masa pengasingan dalam zina ghair muh}san tersebut.
e. Hukuman salib
Hukuman salib adalah hukuman ha>dd. Menurut sebagian fukaha, pelaku salib setelah dieksekusi mati, sedangkan yang lain berpendapat pelaku disalib hidup-hidup kemudian dihukum mati dalam keadaan tersalib. Untuk hukuman ta‘zi>r, hukuman salib sudah pasti tidak dibarengi atau didahului oleh hukuman mati. Masa penyaliban fukaha mensyaratkan agar tidak lebih dari tiga hari. Hukuman salib dengan cara hukuman fisik (badan) yang bertujuan untuk mendidik dan menyiarkan (mencemarkan nama baik) pelaku secara sekaligus.40
f. Hukuman peringatan (al-Wa’zu) dan hukuman yang lebih ringan darinya
39
Ibid, 95.
40
40
Dalam hukum Islam, hukuman peringatan termasuk kategori hukuman ta‘zi>r. Hakim boleh hanya menghukum pelaku dengan hukuman peringatan bila hukuman ini memperbaiki pribadi pelaku dan mencegahnya untuk mengulangi perbuatannya (jera). Hukuman ta‘zi>r yang lebih ringan dari peringatan yaitu disiarkannya nama
pelaku pidana atau dihadapkannya pelaku ke muka pengadilan sebagai bentuk hukuman ta‘zi>r.41
g. Hukuman pengucilan (Hajr)
Di antara hukuman ta‘zi>r dalam Islam adalah hukuman pengucilan (hajr) sebagai hukuman yang dijatuhkan kepada istri.42 Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 34.
ُلاَجِرلا
َنوُماوَ ق
ىَلَع
ِءاَسِلا
اَمِب
َلضَف
ُ للا
ْمُهَضْعَ ب
ىَلَع
ضْعَ ب
اَمِبَو
اوُقَفْ نَأ
ْنِم
ْمِهِلاَوْمَأ
ۚ
ُتاَحِلاصلاَف
تاَتِناَق
تاَظِفاَح
ِبْيَغْلِل
اَمِب
َظِفَح
ُ للا
ۚ
يِتَلاَو
َنوُفاَخَت
نُ َزوُشُن
نُ وُظِعَف
نُ وُرُجْ اَو
يِف
ِع ِجاَضَمْلا
نُ وُبِرْضاَو
ۚ
ْنِإَف
ْمُكَْعَطَأ
َََف
اوُغْ بَ ت
نِهْيَلَع
ًَيِبَس
ۚ
نِإ
َ للا
َناَك
ايِلَع
اًريِبَك
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
41
Ibid, 98.
42
41
pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.43
Pengucilan ini diberlakukan apabila membawa dampak positif atau kemaslahatan sesuai dengan sesuai kondisi masyarakat dan situasi masyarakat tertentu.44
h. Hukuman teguran (Taubikh)
Hakim memandang bahwa hukuman teguran dapat memperbaiki dan mendidik terpidana, cukup baginya untuk menjatuhkan hukuman teguran.45
i. Hukuman ancaman (Tahdid)
Hukuman ancaman (tahdid) juga termasuk diantara hukuman ta‘zi>r dengan syarat bukan ancaman kosong dan apabila hukuman ini
cukup dapat memperbaiki keadaan serta mendidik terpidana.46
j. Hukuman penyiaran nama pelaku (Tasyhir)
Tasyhir adalah mengumumkan tindak pidana pelaku pada
publik. Hukuman tasyhir dijatuhkan atas tindak pidana yang terkait dengan kepercayaan, seperti kesaksian palsu dan penipuan. Hukuman
43
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Di Lengkapi Dengan Asbabun Nuzul, (Bandung : Hilal, t.t), 83.
44 A. Dzajuli, Fiqh Jinayah, …, 218. 45
Abdul Qadir Audah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam Jilid III,..., 99.
46
42
tasyhir dapat dilakukan dengan cara mengumumkannya di surat kabar
atau menempelkan pengumuman tersebut ditempat-tempat umum.47 k. Hukuman lainnya
Hukuman-hukuman lainnya adalah hukuman ta‘zi>r yang bersifat umum dan dapat diterapkan pada setiap tindak pidana. Selain hukuman tersebut, ada beberapa bentuk hukuman yang tidak bersifat umum dan tidak dapat diterapkan pada semua jenis tindak pidana, yaitu :48
1) Dicabut dari hak kepegawaian (pemecatan atau al-‘azlu minal wazifah)
Hukuman ini biasanya dijatuhkan kepada pegawai umum, baik yang digaji maupun yang tidak.
2) Pencabutan hak-hak tertentu (al-hirman)
Sebagian hak terpidana yang ditetapkan oleh hukum Islam dicabut, seperti hak menduduki suatu jabatan, memberi kesaksian, tercabutnya hak mendapat rampasan perang, gugurnya hak mendapatkan nafkah bagi istri yang nusyuz dan sebagainya.
3) Perampasan harta atau materiil (al-musadarah)
Perampasan yang dilakukan meliputi penyitaan barang bukti tindak pidana dan barang yang terlarang.
47
Ibid, 100.
48
43
4) Pemusnahan (izalah)
Memusnahkan bekas atau pengaruh tindak pidana atau perbuatan yang diharamkan, seperti melenyapkan bangunan yang berada di jalanan umum dan melenyapkan botol-botol minuman keras dan susu yang tidak murni.
l. Hukuman denda (Garamah)
Sebagian fukaha berpendapat bahwa denda yang bersifat finansial dapat dijadikan hukuman ta‘zi>r yang umum dengan syarat hukuman denda harus bersifat ancaman, yaitu dengan cara menarik uang terpidana dan menahan darinya sampai keadaan pelaku menjadi baik. Jika sudah baik, hartanya dikembalikan kepadanya, namun jika tidak menjadi baik, hartanya diinfaqkan untuk jalan kebaikan.49 Sedangkan sebagian fukaha tidak berpendapat demikian karena hukuman denda berpotensi menimbulkan pembedaan antara orang kaya dan orang miskin. Oleh karena itu, hukuman denda tidak mungkin dijatuhkan karena merupakan hukuman yang teringan dibandingkan hukuman yang lain. Sebagian fukaha yang setuju akan hukuman denda ini tidak menetapkan minimal dan maksimal pada hukuman denda karena hal itu sepenuhnya diserahkan kepada pihak penguasa.
49
44
Dalam hal ini, para pakar hukum konvensional mengakui terdapat banyaknya kelemahan pada hukuman denda dan mereka berupaya memperbaikinya. Namun, hukuman itu merupakan salah satu cara yang baik untuk meringankan atau membatasi kecacatan dan keburukan hukuman kurungan. Pada dasarnya, hukum Islam menetapkan bahwa tindak pidana ta‘zi>r memiliki sekumpulan hukuman yang tingkat berat dan ringannya beragam. Jika hukuman denda tidak sesuai maka hakim tidak dituntut untuk menjatuhkan hukuman ini dalam kondisi apa pun.50