• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAUSIYAH PADA MAJALAH AL FIKRAH EDISI 87 : ANALISIS FRAMING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TAUSIYAH PADA MAJALAH AL FIKRAH EDISI 87 : ANALISIS FRAMING."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

Oleh:

AISHA MARSHA AZMI B01213002

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

AL-FIKRAH EDISI 87 (Analisis Framing). Skripsi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Tausiyah, Majalah Al-Fikrah, Framing

Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah bagaimana bingkai dari

rubrik Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi 87. Adapun tujuannya adalah

peneliti ingin mengetahui bingkai dari rubrik Tausiyah pada majalah Al-Fikrah

edisi 87.

Untuk mengidentifikasi masalah tersebut secara menyeluruh, maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti kemudian melakukan observasi dan dokumentasi dalam penelitian. Data yang diperoleh kemudian dianalisa sesuai dengan rumusan framing model Gamson dan Modigliani.

(7)

HALAMANPERSETUJUAN... ii

1. Akidah Dalam Perspektif Ilmu Kalam... 15

2. Akidah Dalam Perspektif Ilmu Tauhid... 19

(8)

A.Media Cetak Dakwah... 55

1. Profil dan Sejarah Majalah Al-Fikrah... 55

2. Konsep Majalah Al-Fikrah... 57

3. Profil K.H Masbuhin Faqih... 59

4. Teks Rubrik Tausiyah Majalah Al-Fikrah edisi 87... 62

B. Al-Fikrah dan Semangat Dakwah... 65

1. Analisis Framing Rubrik Tausiyah... 65

2. Tasawuf dalam Framing Gamson Modigliani... 72

C. Rubrik Tausiyah dan Semangat Berjuang... 76

1. Para Salik dan Refleksi Perjuangan... 76

2. Perjuangan Kemerdekaan Sebagai Refleksi Para Salik... 79

3. Cinta Bangsa Sebagai Iman... 82

D.Sintesis... 86

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan... 87

B. Saran... 88

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdakwah adalah kewajiban setiap muslim. Sebagaimana Firman Allah

dalam Al-Quran surat Ali Imron ayat 104:

فو ﺮْ ْ ﺎ ﺑ نو ﺮ ْ ﺄ و ﺮْ ْ ا ﻰ إ نﻮ ْﺪ ﺔﱠ أ ْ ﻜﻨﱢ ﻦ ﻜﺘ

ْ و

munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.(Q.S Ali Imron:104)1

Prof. Dr. M.Ali Aziz dalam bukunya Ilmu Dakwah, menjelaksan dakwah

adalah kegiatan peningkatan iman menurut syariat Islam.2 Kemudian menurut

Dr. H. Nur Syam dalam bukunya Filsafat Dakwah, mendefinisikan dakwah

adalah proses merealisasikan ajaran Islam dalam dataran kehidupan manusia

dengan strategi , metodologi dan sistem dengan mempertimbangkan dimensi

religio-sosio-psikhologis individu atau masyarakat agar target maksimalnya

tercapai.3

Dari waktu ke waktu, sarana berdakwah mengalami perkembangan

variasi. Dakwah tidak hanya dilaksanakan bil lisan melalui pertemuan langsung

1

Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, (Komplek Percetakan Al-Quranul Karim Raja Fahd, 1421 H), h. 93

2

Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 19

3

(10)

seperti ceramah, khutbah, majelis-majelis ilmu, dan lain-lain. Tetapi juga bil lisan secara tidak langsung misalnya melalui radio, televisi, dan internet. Variasi dakwah yang memanfaatkan perkembangan teknologi ini akan membuat pesan

dakwah diharapkan dapat sampai kepada sasarannya yang tentu saja melalui

proses penyesuaian diri. Maksudnya, pesan dakwah yang disampaikan pada hari

ini kemungkinan baru akan didengar oleh mad’u ditempat dan waktu yang ia

kehendaki sendiri.

Demikian pula dakwah bil qolam juga mengalami perkembangan variasi.

Bil qolam tidak hanya ditulis pada sarana-sarana seperti papan tulis ataupun kertas (buku, koran, majalah) tetapi dapat juga ditulis pada format digital

sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama serta dapat diakses oleh

orang yang lebih banyak dan bahkan yang lebih ekonomis.

Tidak ketinggalan dakwah bil hal juga sama. Dakwah ini mengalami perkembangan variasi. Mad’u tidak hanya dapat menyaksikan perilaku dari Da’i

melalui pertemuan langsung akan tetapi dapat pula melalui media televisi

maupun internet.

Dakwah adalah usaha untuk meyakinkan kebenaran kepada orang lain.

Bagi orang yang didakwahi, pesan dakwah yang tidak dipahami tak lebih

maknanya dari bunyi bunyian.4 Dakwah Islamiyah tiada lain merupakan kegiatan

mengkomunikasikan ajaran Allah yang terkandung dalam Al-Quran dan

4

(11)

Sunnah, agar manusia mengambilnya untuk menjadi jalan hidupnya.5 Sehingga

demikian fungsi dakwah (sebagai alatnya) merupakan suatu kontrol sosial yang

didasarkan pada kebenaran alquran dengan disertai semangat tetap konsisten

terhadap misi kebenarannya tersebut, yaitu dengan sikap mental yang tahan uji

atau sabar.

Rosulullah bersabda;

ﮫ ﺎ ﺮْﺟ أ ْ ﺜ ﮫ ﺮْ ﻰ ﱠلد ْ ﻦ

.

Yang artinya;

“Barangsiapa yang menunjukkan kepada perbuatan baik, maka baginya pahala

seperti orang yang melaksanakannya.” (HR Ibnu Mas’ud Al-Badri).6

Dakwah dapat dikatakan berhasil dengan baik jika telah dapat mendorong

manusia melakukan secara nyata ajaran-ajaran Islam. Sesuai dengan tujuan

dakwah yaitu mempertemukan kembali fitrah manusia dengan agama atau

menyadarkan manusia supaya mengakui kebenaran Islam dan mau mengamalkan

ajaran Islam sehingga menjadi umat baik.7. Untuk itu dakwah selalu diarahkan

untuk mempengaruhi tiga aspek perubahan pada diri mad’u, yaitu aspek

pengetahuannya (knowledge), aspek sikapnya (attitude), dan aspek perilakunya

(behavior).8Maka dari itu agar dakwah dapat mengena sasaran maka diperlukan pengetahuan tentang ilmu dakwah. Seperti teknik, strategi, taktik, dan

pendekatan dalam berdakwah.

5

Kustadi Suhandang, Ilmu Dakwah, (Bandung: Rosdakarya, 2013), h. 12

6

Fachruddin HS, dkk, Pilihan Sabda Rosul; Hadis Hadis Pilihan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001) h. 517

7

Andy Dermawan, (ed), Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 2002), h. 8

8

(12)

Khusus pada skripsi ini, peneliti ingin menyoroti lebih jauh perihal

dakwah bil qolam.

Dakwah bil qolam merupakan dakwah yang dilakukan dengan menggunakan tulisan untuk menyalurkan pesan dakwahnya, melalui media cetak

seperti buku, majalah, surat kabar. Kemudian dapat dilakukan menggunakan

media online seperti facebook, whatsapp, twitter, instagram, blogspot dan lain sebagainya. Dakwah melalui teknik bil qolam dapat dengan mudah disimpan dan dibaca berulang kali sehingga pesan dakwah dengan tidak mudah hilang begitu

saja dari ingatan pembaca.

Dakwah bil qolam melalui media cetak menuntut kepandaian para da’i

dalam dunia tulis menulis. Penyampaian dakwah menggunkan media cetak tidak

sama dengan dakwah bil lisan. Da’i harus bisa mengemas tulisannya dengan jelas dan ahli dalam penyusunan kata yang baik yang bisa dipahami oleh

pembaca. Untuk itu pemahaman da’i akan dunia jurnalistik sangatlah dibutuhkan.

Menjadikan media cetak sebagai media dakwah dapat memberikan

harapan baru bagi perkembangan dunia dakwah, yang biasanya dakwah selalu

dikembangkan dengan budaya tutur yang cenderung menjadikan mad’u menjadi

pendengar yang pasif, dalam hal ini dakwah melalui media memberikan tawaran

yang lebih dimana mad’u dapat mengalanisis kejadian dengan lebih jelas, karena

tertulis dalam media dan dapat memberikan opsi baik itu berupa kritik atau saran

kepada redaksi melalui surat atau email. Dan bagi da’i sendiri merupakan

(13)

pers dan jurnalistik, baik terjun langsung atau bekerja sama dengan pers sehingga

dapat mengarahkan lembaga pers dalam prespektif Islam agar tidak bertentangan

dengan etika moral dan agama.9

Dengan menerima pesan dakwah melalui media akan memudahkan

mad’u untuk memperkaya khasanah pengetahuan agamanya. karena media

memungkinkan mad’u dapat menerima pesan dakwah dimanapun seperti didalam

rumah, di kantor, di perjalanan, dan kapanpun bisa pagi, siang, sore, atau malam

hari. Dalam segala kondisi sesuai yang diinginkannya.

Majalah adalah salah satu jenis media yang dimaksud oleh penulis diatas..

Majalah biasanya dikemas dengan cara yang lebih menarik daripada buku atau

surat kabar yang dapat menarik banyak minat masyarakat untuk membaca,

sehingga dakwah dengan lebih mudah dipahami. Penulis tertarik untuk meneliti

majalah karena hingga saat ini masyarakat masih memiliki respon terhadap

media cetak seperti majalah. Majalah terbukti tidak raib dengan canggihnya

teknologi yang ada. Bukti bahwasannya majalah masih memiliki respon yang

positif di masyarakat adalah masih beredarnya majalah di kalangan masyarakat.

Majalah yang dijadikan fokus penelitian kali ini adalah majalah

Al-Fikrah. Majalah Al-Fikrah sebagai media informasi dan pemikiran Islam,

diterbitkan dan dikelola oleh Yayasan Pondok Pesantren Mambaus Sholihin.

Awal penerbitan majalah ini pada tanggal 17 Agustus 1997. Banyak yang

mendukung dalam penerbitan majalah ini karena dirasa perlu adanya media

9

(14)

aspirasi santri untuk mengembangkan kreatifitas tulis menulis santri. Di samping

itu Al-Fikrah juga dapat digunakan sebagai media dakwah pesantren bagi

masyarakat luas. Selain itu, majalah ini diharapkan pula bisa membentuk pola

pikir santri yang progressif dan transformatif. Hal ini tidak bisa terlepas dari

realitas, bahwa pesantren yang mampu menerbitkan sebuah majalah memiliki

nilai lebih dari pada yang tidak, sebab jangkauan dakwah dengan majalah akan

lebih luas. Melalui majalah tersebut, pesantren menjadi lebih dekat dengan

masyarakat. Mereka bisa mengetahui banyak hal mengenai pesantren dan kajian

Islam melalui tulisan-tulisan yang tersajikan dalam majalah tersebut.

Kini disetiap edisinya Al-Fikrah dapat menjual majalahnya hingga 6000

eksemplar. Penjualan majalah Al-Fikrah sudah menyebar luas hingga keluar

Pulau Jawa. Reseller majalah ini adalah para Alumni dari Pondok Pesantren.

Majalah Al-Fikrah berusaha menjawab tantangan zaman dan globalisasi media,

dan kebutuhan umat Islam akan bacaan yang memliki kualitas baik dari segi isi

maupun aktualitasnya.

Adapun yang menjadi objek penelitian kali ini adalah majalah Al-Fikrah.

Namun penelitian hanya terfokus pada rubrik Tausiyah edisi 87 yang membahas

tentang materi dakwah ke-tasawuf-an Karena menurut peneliti rubrik ini memuat

materi dakwah yang cocok untuk masyarakat di akhir zaman yang sibuk mencari

dunia namun jarang yang memikirkan kehidupan akhirat. Rubrik Tausiyah

secara konsisten selalu diisi oleh tim redaksi yang diambil dari ceramah

(15)

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah bingkai Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi 87

November 2015?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bingkai Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi 87

November 2015.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan memberi kontribusi pada pengembangan

keilmuan dakwah dan komunikasi bagi peneliti khususnya, maupun bagi

pelbagai pihak yang memiliki ketertarikan untuk mengkaji mengenai

dinamika keilmuan dakwah dan komunikasi.

2. Secara Praktis

a. Bagi Peneliti

Dengan adanya penelitian ini, sangat besar harapan dapat mengetahui

dan memahami bingkai dari bingkai Tausiyah pada majalah Al-Fikrah edisi

87 November 2015. Dengan begitu hasil penelitian ini bisa menjadi bahan

(16)

b. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapakan dapat memberikan sumbangsih ilmu

terhadap fakultas dakwah khususnya prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam.

E. Devinisi Konsep

Pada devinisi konseptual, peneliti menjabarkan tentang makna konsep

pada penelitian yang berjudul Tausiyah pada Majalah Al-Fikrah edisi 87

(Analisis Framing). Maka disini dijelaskan beberapa istilah yang terdapat

didalam judul antara lain:

1. Tausiyah

Tausiyah memiliki arti yang sama dengan dakwah. Tausiyah atau wasiyah berarti pesan atau perintah tentang sesuatu. Kegiatan menyampaikan

wasiyah disebut tausiyah. Kata ini kemudian dalam bahasa Indonesia disebut

wasiat. Pengertian ini dipahami dari kata wasiyah dan kata pengembangannya dari Alquran dan Hadits.

Dalam konteks dakwah, wasiat merupakan pesan moral yang harus

dijalankan oleh penerima wasiat . Dalam sejumlah hadis, Nabi Muhammad

SAW kadangkala memberi wasiat tanpa diminta oleh seseorang dan kadangkala

diberikan setelah ada orang yang memintanya. Pesan moral wasiat merupakan

pesan yang sangat penting dibanding pesan yang lain. Pesan ini tidak

disampaikan dengan cara lain kecuali dengan wasiat. Bukan hanya sebagai

(17)

pelaksanaan wasiat dapat dijatuhi sanksi moral yang berat. Pesan moral wasiat

ini ditunjukkan kepada orang tertentu, meskipun setiap orang dapat

menjalankannya.10

2. Majalah

Majalah mulai bekembang sejak akhir abad ke 19, ketika media tersebut

hadir sebagai media hiburan utama. Karena saat itu baik radio maupun televisi

belum banyak dikenal orang. Selain TV dan radio belum banyak dikenal, juga

tidak setiap orang pada saat itu mampu untuk pegi menonton di bioskop-bioskop.

Dalam situasi masyarakat seperti itulah kemudian majalah mulai tumbuh dengan

membuka halaman iklan sebagai salah satu daya tariknya. Sehingga karena

perkembangannya yang cukup pesat baik dalam bentuk, ukuran, maupun

popularitasnya, sirkulasi majalah terbukti maningkat cepat. Implikasinya, lebih

banyak majalah itu terjual, lebih banyak pula perusahaan tertarik untuk

mengiklankan produknya lewat majalah itu. Sehingga pada gilirannya hal itu

dapat berpengaruh pada upaya penyediaan halaman-halaman khusus untuk

iklan.11

Menurut sejarah pers, majalah yang pertama kali diterbitkan adalah

gentlemant’s magazine pada tahun 1731 di London. Disusul terbitnya majalah di Paris, Prancis yang berisikan katalog dari jenis-jenis buku yang akan dijual.

Setelah mengalami proses yang lama, majalah tersebut berangsur-angsur terbit

10

Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 31

11

(18)

secara kontinyu dan bentuknya sudah berubah, bukan lagi seperti katalog buku.

Tapi telah berisi aneka macam berita , mulai dari artikel, essai, berita-berita

hangat dan ulasan.

Dalam dunia Islam, sejarah masuknya percetakan dibawa oleh Nappoleon

Bonaparte, di Mesir pada tahun 1798 M. Masuknya Nappoleon ke Mesir tersebut

menjadi permulaan kebangkitan dunia arab Islam. Kala itu dipublikasikan

majalah bernama La De Cade Egyptinne yang diterbitkan oleh Marc Aruriel. Sepeninggal Napoleon, pada tahun 1828 M. Di Mesir diterbitkan surat kabar

resmi dengan nama Al-Waqai’u Al-Misriyyah oleh Muhammad Ali Pasya pada tahun 1870. Rifa’i Badawi dan Rafi al-Tahtawi menerbitkn majalah Rawdah al-Madaris sebagai media pembudayaan bahasa arab di dunia Islam.

Kemudian pada tahun 1879, Jamaluddin al-Afgani menerbitkan majalah

Al-Urwah Al-Wutsqa sebagai penyebaran ide-ide Islam. Majalah islami ini terbit di Paris pada abad XIX dibantu oleh Syeikh Muhammad Abduh. Kedua tokoh ini

adalah pelopor pembaharuan kebangkitan umat Muslim.12

Para jurnalis-jurnalis Muslim saat ini melakukan terobosan-terobosan

hingga ke daerah terpencil untuk melaksanakan dakwah. Seperti yang Rasulullah

SAW yang menyampaikan dakwah bil qolam nya ke penguasa tirani hanya dengan surat tanpa komunikasi langsung. Begitupula para sahabat dan ratusan

imam-imam mengasah tajam penanya untuk ber-haraqah di jalan Allah. Seperti

12

(19)

Syeikh Muhibbudin al-Khatib, Syeikh Sakib Arsalam, Yusuf al-Qardhawi, Imam

Mutawalli Sya’rawi adalah pemuka pergerakan Islam yang tersohor di Mesir

yang merintis dakwah bil qolam melalui majalah.13

Majalah memiliki kekuatan pengaruh sebagaimana surat kabar.

Klasifikasi majalah dibagi kedalam lima kategori utama, yakni:

1) General customer magazine (majalah konsumen umum). 2) Busness publication (majalah bisnis).

3) Literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah), yaitu terbitan berkala yang berisi kajian-kajian ilmiah yang spesifik dan

dalam bidang tertentu.

4) Newsletter (majalah khusus terbitan berkala). 5) Public Relations Magazines (majalah humas).

Saat ini telah banyak majalah yang secara khusus menyatakan sebagai

majalah dakwah Islam. Penulis-penulis keagamaan juga bisa memanfaatkan

majalah sebagai media dakwah bil qolam, yang basic nya non-dakwah untuk mempublikasikan tulisannya. Asal dapat menyesuaikan spesifikasi majalah

tersebut.14

3. Analisis Framing

Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan

analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai

13

Ibid, h. 199

14

(20)

framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame

dimaknai sebagai sturktur kenseptual atau perangkat kepercayaan yang

mengorganisir pandangan politik kebijakan dan wacana, serta yang

menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresisasi realitas. Konsep ini

kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang

mengandaikan frame sebagai kepingan kepingan dalam perilaku (stips of

behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas.15

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis

untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)

dibingkai oleh media. pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses

konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan di konstruksi dengan makna

tertentu. Hasilnya pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan

orang-orang tertentu. Bagaimana media memahami dan memaknai realitas dan

dengan cara apa realitas itu ditanda kan. Hal inilah yang menjadi pusat perhatian

dari analisis framing. Praktisnya, ia digunakan untuk melihat bagaimana aspek

tertentu ditonjolkan atau ditekankan oleh media.

Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing, framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (storytelling )media atas peristiwa. Cara

bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan

berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas.

15

(21)

Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media

mengkonstruksi realitas.

Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai

karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam

analisis isi kuantitatif yang ditekankan adalah isi (konten) dari suatu pesan/teks

komunikasi. sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian

adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana

pesan peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana konstruksi peristiwa dan

menyajikannya kepada khalayak pembaca.16

4. Sistematika Pembahasan

Dalam mempermudah pembahasan ini penulis akan menguraikan

sistematika pembahasannya. Adapun sistematika pembahasan penelitian adalah

sebagai berikut :

Bab I adalah pendahuluan, pada bab ini berisi tentang latar belakang

masalah yakni fenomena sosial yang mendasari penelitian ini, rumusan masalah

yang merupakan akar masalah yang jawabannya akan ditemukan setelah

melakukan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep dan

sistematika pembahasan.

Bab II adalah kajian kepustakaan, pada bab ini berisi tentang kajian

pustaka yang membahas tentang teori kepustakaan yang terkait dengan judul

16

(22)

penelitian, kajian teoritik yakni pembahasan kajian teori dan penelitian terdahulu

yang relevan sebagai rujukan dan perbandingan terhadap penelitian yang

dilakukan saat ini

Bab III adalah metode penelitian, pada bab ini berisi tentang pendekatan

dan jenis penelitian yang akan dipakai dan juga metode penelitian yang akan

dipakai oleh peneliti. Dan juga membahas tentang teknik pengumpulan data dan

teknik analisis datayang akan dipakai dalam penelitian.

Bab IV adalah penyajian data, pada bab ini penyajian dan analisis data

menjelaskan tentang rubrik Tausiyah yang kemudian dianalisa framing

menggunakan teori Gamson dan Modigliani dan hubungan antara rubrik tausiyah

dan isu yang berkaitan pada November 2015. Pada bab ini yang nantinya akan

menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.

Bab V adalah penutup, bab ini merupakan bab terakhir yang menjawab

(23)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Akidah

1. Akidah dalam Perspektif Ilmu Kalam

Ilmu Kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan

dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah) dan sebagai temeng terhadap segala

tantangan dari para penentang.1 Akidah dalam perspektif ilmu kalam dijabarkan

sebagai berikut :

a. Syi’ah

Doktrin penting dalam Syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk

agama itu bersumber dari ahlul Bait, dan menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahlul Bait atau pengikutnya.2

Dikalangan Syi’ah, teori ketuhanan menganut jalur kajian teologis Islam.

Pengikut Syi’ah generasi pertama lebih dekat kepada kaum salaf, jauh dari

perdebatan teoritis dan lebih suka menyerahkan pengertian-pengertian yang

disebutkan dalam al-kitab dan al-sunnah. Kemudian mereka terjangkit

pandangan aliran-aliran lain. Untuk itu baik Syi’ah Zaidiyah maupun Syi’ah

Al-Asy’ariyah menentang Mu’tazilah untuk beberapa waktu, kemudian kembali

lagi ke pendapat mereka. Filsafat ketuhanan Mu’tazilah berdasarkan pada al-Tauhid al-Tanzih (me-Maha Esa-kan dan me-Maha Sucikan Allah). Mereka juga

1

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013) h. 1

2

(24)

mendukung prinsip al-Tajrid (me-Maha Abstakan Allah) dan kajian rasional murni. Dalam hal ini kaum Syi’ah Ismailiyyah telah bertindak ekstrim, dan

memfilsafatkan ketuhanan dalam hal yang rumit yang bisa dimengerti oleh

orang-orang tertentu. tidak untuk orang awam. Aliran Syi’ah Ismailiyyah secara

umum lebih dekat kepada ilmuwan dan filosof.3

b. Mu’tazilah

Asas ketuhanan menurut kaum Mu'tazilah adalah al-Tanzih dan al-Tauhid

(penyucian dan pengesaan kepada Allah). Untuk itu mereka benar-benar

menyucikan Allah dari materi dan segala aksidensiannya, karena Allah bukanlah

jisim juga bukan bayangan. Bukan substansi juga aksidensia. Bukan bagian juga

bukan keseluruhan. Tidak dibatasi oleh zaman atau tempat. Tidak punya orang

tua juga tidak punya anak. Tidak bisa dipandang mata tidak bisa didengar

telinga. Sama sekali tidak menyerupai makhluk. Dan semua yang terlintas di

hati. Sebagai konsekuensi dari adanya prinsip al-Tanzih ini maka tidak ada jalan untuk melihat Allah dengan pandangan mata karena ini meng konsekuensi kan

arah ke tempat dimana Allah berada, padahal yang mengatakan bahwa Allah

berada di suatu arah adalah mustahil. Allah mengajak bicara kepada Musa

dengan suara suara yang terdengar telinga juga mustahil karena ini meng

konsekuensi kan berbadan terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala yang sama

sekali ditolak oleh kaum Mu'tazilah.4

3

Ibrahim Madkour, Aliran Dan Teori Filsafat Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 100

4

(25)

Golongan ini mendasarkan pokok ajarannya pada lima masalah:

1) Masalah ketauhidan. Kaum Mu’tazilah meniadakan sifat-sifat Tuhan. Mereka menganut pendapat yang meniadakan sifat-sifat yag Qadim itu sama sekali. Sebab kalau ada sifat yang Qadim, tentulah ada beberapa yang qadim. Dan ini adalah kepercayaan syirik.

2) Masalah keadilan Tuhan. Keadilan berarti meletakkan tanggung jawab manusia atas perbuatan-perbuatannya. Tuhan tidak menghendaki

keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia, manusia bisa

mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan

larangan-larangan-Nya, karena kekuasaan yang dijadikan Tuhan pada diri manusia. Tuhan

tidak memerintah kecuali apa yang dilarang-Nya. Dengan dasar keadilan

ini, Mu'tazilah menolak golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa

manusia dalam segala perbuatannya tidak mempunyai kebebasan bahkan

manusia dalam keterpaksaan.

3) Masalah wa’ad (janji positif) dan wa’ide (janji negatif). Kaum Mu'tazilah sepakat mengatakan bahwa seorang mukmin apabila meninggal dalam

keadaan taat dan taubat, dia berhak untuk mendapatkan pahala. Juga

berhak untuk mendapatkan tafaddul (karunia Tuhan), yaitu suatu pengertian lain dibalik pahala. Dan apabila seorang mukmin meninggal

tanpa bertobat lebih dahulu dari sesuatu dosa besar yang telah

(26)

tetapi siksa yang diterimanya lebih ringan daripada siksa orang kafir.

Inilah yang mereka sebut janji dan ancaman.

4) Masalah manzilah bainal manzilataini. Washil bin Atho' mengatakan bahwa orang yang berdosa besar selain musyrik itu tidak mukmin dan

tidak pula kafir. Tetapi fasiq. Fasiq terletak antara iman dan kafir.5

5) Amar ma’ruf nahi munkar. Kaum Mu'tazilah beriktikad bahwa Amar ma'ruf nahi mungkar dan kalau perlu mengangkat senjata.6

c. Al-Asy’ariyyah

Ajaran-ajaran Al-Asy’ari adalah sebagai berikut:

1) Tuhan dan sifat-sifatnya. Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memeliki sifat-sifat itu seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak

boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis.

2) Kebebasan dalam berkehendak. Perbuatan manusia yang disebut Al-Asy’ari al-kasb sebenarya adalah perbuatan Tuhan, dapat pula dilihat dari perkembangan al-Asy’ari tentang kehendak dan yang menyebabkan

perbuatan mempunyai wujud. Disamping kasb manusia itu memiliki kemampuan ikhtiar (memilih). Kekuatan memilih ini juga tidak efektif namun sudah menjadi sunnah Allah bahwa Dia menciptakan perbuatan

manusia bersamaan dengan pilihan (ikhtiar dan kemampuan yang

diciptakan oleh Allah di dalam diri manusia). Manusia hanyalah memiliki

5

Ibid, hh.168-172

6

(27)

kebebasan dalam memilih dan mengupayakan untuk berbuat suatu

tindakan.

3) Akal dan wahyu, kriteria baik dan buruk. Al-asy’ari berpendapan bahwa untuk menentukan baik dan buruk adalah berdasarkan wahyu. Perbuatan

manusia pada dasarnya adalah netral dan wahyulah yang menentukan

apakah perbuatan manusia itu baik atau buruk.

4) Melihat Allah. Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi dengan tanpa bisa digambarkan.7

Gambaran teori ketuhanan kaum Asy'ariyah adalah lebih menggeluti

ke-Esa-an dan kesucian (al-Tauhid dan al-Tanzih) Allah dibandingkan Tajrid, memurnikanNya. Asy'ariyah generasi pertama mementingkan akal hingga

mendekati Mu'tazilah. Kemudian generasi belakang datang dan mereka banyak

mempersempit ruang gerak ini. Kaum Asy'ariyah belakangan puas dengan

dengan pandangan orang orang terdahulu dengan tanpa menambahkan pendapat

baru.8

2. Akidah dalam Perspektif Ilmu Tauhid

Ilmu Tauhid adalah suatu ilmu yang menerangkan tentang sifat-sifat

Allah yang wajib dipercayai dan dimakrifati. Dalam ilmu tauhid dibahas tentang

7

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013), hh. 134-141

8

(28)

rukun iman yang berjumlahi Penam dan masalah gaib lain yang wajib diimani.9

Akidah dalam perspektif ilmu tauhid dijabarkan sebagai berikut :

a. Al-Ghazali

Menurut al-Ghazali, ada tiga obyek material ilmu tauhid, yaitu: Allah

dengan segala sifat-sifat Nya, kenabian dengan segala kaitannya dan hari akhirat

dengan segala kandungannya.10

Imam al-Ghazali berpendapat: iman adalah tashdiq (pembenaran), dan Islam adalah tunduk menyerahkan diri pada amalan dan perbuatan, dan

meninggalkan perbuatan durhaka, inkar dan maksiat. Menurutnya tashdiq itu tempatnya ada didalam hati yang kemudian dilisankan, dan Islam (taslim atau

munafikin semuanya sama dengan kaum mukminin juga. Demikian pula,

pengetahuan (yakni pembenaran, atau tashdiq) saja tidak dapat disebut sebagai

9

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Ilmu Kalam, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2013) h. 5

10

Ibid, h. 80

11

(29)

iman; sebab andaikata hal itu merupakan iman, maka ahlul kitab semuanya

adalah kaum mukminin juga.”

Kemudian ia juga merinci lagi uraian ini dengan berkata: “Amal

(perbuatan) tidak sama dengan iman, dan iman tidak sama dengan amal. Hal ini

dapat dibuktikan bahwa pada kenyataannya, bagian terbesar dari waktu

seseorang tidak diisi dengan suatu amal oleh si mukmin, dan tidaklah dapat

dikatakan bahwa pada saat-saat seperti itu iman telah terangkat (hilang) dari

dirinya, sehingga dengan demikian sebagai contoh, boleh dikatakan: ‘tidak ada

kewajiban berzakat atas orang miskin,’ tapi tidak boleh dikatakan: ‘tidak ada

kewajiban beriman atas orang-orang miskin.’12

c. Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah dalam kitabnya al-Aqidah al-Wasathiyyah mengatakan Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan

raja segala sesuatu; Dialah Yang Mencipta, yang memberi rezeki, yang

menghidupkan, dan yang mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi.

kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh

diberikan kepada selain-Nya; Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan,

dan kemuliaan; serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.13

12

Abul A’la Al-Maududi, Khilafah dan Kerajaan, (Bandung: Mizan, 1996), h. 298

13

(30)

d. Abu Bakar Al-Jazairi

Iman ialah pembenaran hati terhadap eksistensi Allah, rububiyyah Nya untuk segala sesuatu. Dan uluhiyyah Nya untuk orang pertama dan orang-orang terakhir dengan membenarkan segala apa yang diperintahkan oleh Allah

agar beriman dan meyakini Allah, malaikat, beberapa kitab, para Rasul, tempat

kembali, pembalasan, nikmat, celaka, takdir (ketentuan), dan qadha (kepastian).

Berdasarkan konsepsi tersebut, maka seorang hamba yang mengakui

uluhiyyah dan rububiyyah kepada selain Allah, dia adalah kafir dan musyrik.14 Konsep tauhid terbagi menjadi empat macam. Yaitu uluhiyyah,

rububiyyah, tauhid fil aqidah, tauhid fil ibadah.

Tauhid rububiyyah Dengan pengertian, hanya Allah yang menciptakan, mengurus dan mengendalikan alam semesta ini.15 Yaitu mengesakan Allah

didalam perbuatan-perbuatannya. Maknanya yaitu, bahwasannya Allah

bersendiri dalam perciptaan, perintah, kepemilikan, pengaturan, dan dialah yang

mengadakan segala yang ada ini dari tidak ada menjadi ada tanpa adanya sekutu

maupun pembantu. Dengan pengertian hanya Allah.

Tauhid uluhiyyah dengan pengertian hanya Allah saja yang berhak dipuja, tempat meminta, dan tempat memohon pertolongan.yaitu mengesakan Allah di dalam perbuatan para hamba.16 Yaitu memurnikan semua jenis ibadah, baik

berupa menyembelih, nadzar, doa, tawakkal, khouf, roja’ (berharap), inabat

14

Abu Bakar Al-Jazairy, Pemurnian Aqidah, (Jakarta: Pustaka Amani,2001), h. 136

15

Syekh Mahmud Shaltut, Aqidah dan Syariah Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 1994), h. 17

16

(31)

(bertaubat), roghbah (berharap), rohbah (takut), khosyyah (takut berdasarkan ilmu) maupun jenis-jenis ibadah yang lainnya hanya untuk Allah saja tidak ada

sekutu bagi Nya.17

Konsep uluhiyyah dikaitkan dengan konsep ibadah. Manusia beribadah hanya kepada iLah yang haq saja yakni Allah swt. Sedangkan konsep rububiyyah

dikaitkan dengan konsep isti’anah (memohon pertolongan). Manusia meminta pertolongan hanya kepada Rab atau Murbiy yang haq, yakni Allah swt.18

Sedangkan konsep tauhid fil-aqidah adalah keyakinan didalam aqidah kita

bahwa Allah itu Esa, dan keyakinan semacam ini melahirkan sikap ibadah dan

menyembah hanya kepada Allah saja, atau tauhid fil-ibadah. Keduanya saling melengkapi. Yang pertama merupakan aspek batin dan yang kedua adalah lahir.19

3. Akidah dalam Perspektif Tasawuf

Akidah dalam Perspektif Tasawuf, dijelaskan sebagaimana berikut :

a. Ibnu Athoillah dalam kitabnya Al Hikam menjelaskan tasawuf adalah latihan-latihan jiwa dalam rangka ibadah dan menempatkan diri sesuai

dengan ketentuan Allah. Bagi Syekh Athoillah, tasawuf ini memiliki 4 aspek

penting yakni berakhlak dengan akhlak Allah SWT, senantiasa melakukan

17

Asy Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Wusobiy, Ummu Luqman Salma binti Ngadino As Salafiyyah, Terjemah Al-Qoulul Mufid,(Sleman: Darul Ilmi, 2005), hh. 108-117

18

Abd. Jabbar Adlan, Dirasat Islamiah, pengantar ilmu tauhid dan pemikiran Islam, (Surabaya: CV. Aneka Bahagia Offset, 1995), h. 33

19

(32)

perintah-Nya, dapat menguasai hawa nafsunya serta berupaya selalu bersama

dan berkekalan dengan-Nya secara sungguh-sungguh.20

b. Ibnu Ujaibah dalam kitabnya Mi’raj at Tasawwuf ila Haqaiq at Tasawwuf

menjelaskan tasawuf adalah ilmu yg dengan nya diketahui cara untuk

mencapai Allah, membersihkan batin dari semua akhlak tercela dan

menghiasinya dengan beragam akhlak terpuji, awal dari tasawwuf adalah

ilmu. Tengahnya adalah amal dan akhirnya adalah karunia.21

c. Al Ghazali di dalam kitabnya, al Munqidz min ad-Dhalal, menulis bahwa para sufi adalah mereka yang menempuh (suluk)jalan Allah, yang berakhlak

tinggi dan bersih , bahkan juga berjiwa cemerlang lagi bijaksana.22

d. Dalam buku Qowaid at Tasawwuf, Ahmad Zaruq mengatakan bahwa kata tasawwuf telah difefinisikan dan ditafsirkan dari berbagai aspek. Sehingga

mencapai sekitar dua ribu definisi. Semua itu disebabkan karena ketulusan

untuk menghadapkan diri kepada Allah yang dapat dicapai dengan berbagai

cara.23

Sebagai usaha menyingkap tabir yang membatasi manusia dengan Tuhan,

ahli tasawuf membuat suatu sistem yang tersusun atas dasar didikan tiga tingkat

yang dinamakan takhalli, tahalli, tajalli. Masing-masing akan diuraikan sebagi berikut :

20

Kitab Al-Hikam, Syekh Ibnu Athoillah As-Sakandari, (Jakarta: Shahih, 2015), h. 12

21

Abdul Qodir Isa, Hakekat Tasawuf, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), h. 6

22

Tim reviewer MKD 2014, Akhlak Tasawuf, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press, 2014), h. 212

23

(33)

a. Takhalli. Berarti membersihkan diri dari sifat-sifa tercela, dari maksiat lahir dan maksiat batin.

b. Tahalli. Bermakna mengisi diri dari sifat-sifat terpuji dengan taat lahir dan taan batin.

c. Tajalli. Bermakna terungkapnya nur gaib untuk hati.24

Esensi dari ajaran tasawuf itu sendiri, yakni mendekatkan diri sedekat

mungkin dengan Tuhan sehingga ia dapat melihatnya dengan mata hati, bahkan

ruhnya dapat bersatu dengan ruh Tuhan. Sufi melihat persatuan manusia dengan

Tuhan. Perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan. Bahkan Tuhan dekat bukan

hanya kepada manusia tapi juga kepada makhluk lain. Ini ditegaskan dalam

uraian Hadits Qudsi berikut:" pada mulanya Aku adalah harta yang tersembunyi,

kemudian Aku ingin dikenal, maka Ku-ciptakan makhluk, dan melalui mereka

akupun dikenal."

Dari sini kemudian muncullah paham bahwa Tuhan dan makhluk bersatu.

Kalau kedua ayat diatas mengandung arti Ittihad, persatuan manusia dengan Tuhan, maka hadis yang disebut terakhir mengandung konsep wahdat Al wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.25

Tuhan, Sebagaimana telah disebut dalam uraian di atas pada awalnya

adalah "harta" yang bersembunyi, kemudian ingin dikenal maka diciptakanlah

makhluk, dan melalui makhluk lah Ia dikenal. Maka alam sebagai makhluk

24

Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), hh. 66-71

25

(34)

adalah penampakan diri (tajalli) dari Tuhan. Alam sebagai cermin yang didalamnya terdapat gambar Tuhan. Sebagai bayangan, wujud Alam tak mungkin

wujud tanpa wujud Tuhan. Atau dengan kata lain, wujud alam tergantung kepada

wujud Tuhan. Sebagai bayangan wujud Alam bersatu dengan wujud Tuhan.

Inilah ajaran Ibnu arobi dalam wahdat Al wujud.

Ajaran wahdatul wujud dengan Tajalli Tuhan selanjutnya membawa pada ajaran "insan Al Kamil" yang dikembangkan terutama oleh Abdul Karim Al Jilli

(1365-1426 M.). Tajalli Tuhan yang sempurna terdapat dalam diri Insan Kamil. Untuk sampai ke tingkat Insan Kamil seorang Sufi harus mengadakan Taraqqi

(pendakian) melalui tiga tahapan: hidayah, tawasut dan khitam. Insan Kamil terdapat dalam diri para Nabi dan para Wali. Nabi Muhammad merupakan

penampakan Insan Kamil yang paling sempurna.

Demikianlah tujuan Sufi untuk berada sedekat mungkin dengan Tuhan

akhirnya tercapai melalui Ittihad serta Hulul yang mengandung arti pengalaman adanya persatuan ruh manusia dengan ruh Tuhan dan akhirnya sampai

mengalami wahdat Al wujud, yang mengandung arti penampakan diri (tajalli) Tuhan yang sempurna dalam diri Insan Kamil.26

B. Media Cetak

Merebaknya media massa saat ini khususnya media cetak seperti surat

kabar, majalah, tabloid, dll. merupakan salah satu wujud dari era keterbukaan

26

(35)

informasi. Berbagai informasi bertebaran setiap hari dan setiap saat. Semua

pesan yang dihasilkan media massa dikosumsi masyarakat serta menjadi bahan

informasi dan referensi pengetahuan mereka.

Keuntungan dakwah dengan menggunakan media massa adalah bahwa

media massa menimbulkan keserempakan, artinya suatu pesan dapat diterima

oleh komunikan (mad’u) yang jumlahnya relatif banyak. Jadi, untuk

menyebarkan pesan dakwah media massa menjadi sangat efektif dalam

mengubah sikap, perilaku, pendapat mad’u dalam jumlah yang banyak.27

Untuk itu, aktivitas dakwah perlu untuk bisa masuk ke dalam wilayah ini.

Artinya, para Da’i perlu menyiapkan dirinya untuk memiliki keahlian dalam

berdakwah melalui tulisan (dakwah bilqolam) lewat media massa agar pesan yang dihasilkan media massa tidak kering tanpa pengetahuan agama.28

Menurut Fakhr al-Razi, yang dikutip Hamka, tulisan tulisan para malaikat

melahirkan sebuah dakwah bil qolam. Seperti yang terdapat dalam Q.S Al-Jatsiyah ayat 29 yang artinya;

“inilah kitab (catatan) kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.”29

Dasar inilah yang membuat Nabi Sulaiman mem-pelopori dakwah bil

qolam dalam Al-Qur’an. Dalam suatu riwayat, surat Sulaiman merupakan surat

27

Wahyu Ilaihi, Komunikasi Dakwah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h.105

28

Aep Kusnawan (ed), Komunikasi dan Penyiaran Islam, (Bandung: Benang Merah Press, 2004), hh. 23-24

29

(36)

bercorak dakwah yang pertama kali dimuat dengan kalimat

Bismillahirrohmanirrohim.30

Sesungguhnya sejak masa kebangkitan dan perkembangan Islam,

berdakwah melalui tulisan sudah dipandang Rosulullah SAW sebagai salah satu

bentuk atau langkah dakwah yang efektif. Seperti surat Rasulullah SAW yang

dikirimkan kepada Raja Bahrain Al Mundzir bin Sawa, yang merupakan langkah

berdakwah melalui tulisan itu, telah mendapat sambutan yang sangat

menggembirakan.31

Adapun, memasuki zaman global era informasi seperti saat ini, pola

dakwah bil qolam melalui tulisan baik dengan menerbitkan kitab-kitab, buku, majalah, internet, koran, dan tulisan-tulisan yang mengandung pesan dakwah

sangat penting dan efektif. Keuntungan dari dakwah bil qolam ini tidak menjadi

musnah meskipun sang da’i, atau penulisnya sudah wafat.32

Definisi dakwah bil qolam menurut tafsir Departemen Agama RI, adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar menurut

perintah Allah SWT. Lewat seni tulisan.

Sedangkan menurut Ali Yafie, dakwah bil qolam pada dasarnya menyampaikan informasi tentang Allah, tentang alam, makhluk-makhluk, dan

30

Suf Kasman, Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah Bil Qolam Dalam Al-Quran, (Jakarta: Teraju, 2004), h. 119

31

Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 25

32

(37)

tentang hari akhir/nilai keabadian hidup. Dakwah model ini merupakan dakwah

tertulis lewat media cetak.

Menurut Jalaluddin Rahmat yang dikutip Suf Kasman, dakwah bil qolam

adalah dakwah melalui media cetak. Mengingat kemajuan teknologi informasi

yang memungkinkan seseorang berkomunikasi secara intens dan menyebabkan

pesan dakwah bisa menyebar seluas-luasnya, maka dakwah lewat tulisan mutlak

dimanfaatkan oleh kemajuan teknologi informasi.33

Dari penjabaran yang sudah dijelaskan oleh para ahli diatas mengenai

dakwah bil qolam, maka dapat disimpulkan bahwa dakwah bil qolam merupakan kegiatan berdakwah yang dilakukan menggunakan tulisan baik melalui media

cetak maupun elektronik.

Metode yang digunakan dalam dakwah bil qolam adalah metode karya tulis. Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan tangan dalam

menyampaikan pesan dakwah. Keterampilan tangan ini tidak hanya melahirkan

tulisan, tetapi juga gambar atau lukisan yang mengandung misi dakwah.34

Melalui tulisan-tulisan di media massa, seorang muballigh, ulama’, atau

umat Islam pada umumnya dapat melaksanakan dakwah bil qolam sesuai dengan bidang keahlian dan keilmuan yang dikuasainya. Dengan demikian, mereka atau

kita pun dapat melaksanakan peran sebagai jurnalis muslim, yakni sebagai

muaddib (pendidik), musaddid (pelurus informasi tentang ajaran dan umat

33

Suf Kasman, Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah Bil Qolam Dalam Al-Quran, (Jakarta: Teraju, 2004) h. 120

34

(38)

Islam), mujaddid (pembaharu pemahaman tentang Islam), muwahid (pemersatu atau perekat ukhuwah Islamiyah), dan mujahid (pejuang, pembela, dan penegak agama Islam).35

Kegiatan berdakwah melalui karya tulisan ini bisa diartikan secara

sederhana sebagai Jurnalistik Dakwah. Jurnalistik dakwah adalah kegiatan

menyampaikan pesan berupa dakwah kepada khalayak ramai melalui saluran

media. Tekanannya tentu pada media pers, baik surat kabar, majalah, maupun

tabloid. Karena melalui media pers, pesan dakwah itu tentu saja disampaikan

melalui karya tulisan.36

Jurnalistik dakwah atau disebut jurnalistik islami bermisi amar ma’ruf

nahi munkar. Ciri khasnya adalah menyebar luaskan informasi tentang perintah

dan larangan Allah SWT. Jurnalistik islami tentunya menghindari

gambar-gambar atau ungkapan-ungkapan pornografi , menjauhkan promosi kemaksiatan,

atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti fitnah, berita

bohong, mendukung kemungkaran, dan sebagainya. Jurnalistik islami harus

mampu mempengaruhi khalayak agar menjauhi kemaksiatan, perilaku destruktif,

dan menawarkan solusi islami atas setiap masalah.

Dakwah bil qolam digalakkan untuk membuka wawasan dan pemahaman umat Islam tentang ajaran Islam. Untuk itu media cetak yang menjadi sarana

35

Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qolam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 23

36

(39)

dakwah bil qolam adalah media massa cetak, meliputi surat kabar, koran, buku, surat, koran, buletin, poster, brosur, dan majalah.37

1. Surat Kabar

Surat kabar atau koran merupakan salah satu kekuatan sosial dan ekonomi

yang cukup penting dalam masyarakat. Pada awal perkembangannya, di Italia

surat kabar dalam bentuk “post bulletins” tumbuh secara bertahap mulai dari

bentuknya yang amat sederhana, lembaran-lembaran kertas yang dipublikasikan

secara lokal, hingga dalam bentuknya seperti yang sekarang dapat dilihat, dengan

jumlah halaman yang banyak serta dalam radiasi publikasi kelas internasional.38

Surat kabar merupakan media yang amat besar pengaruhnya jika bisa

dimanfaatkan sebagai media dakwah. Ia termasuk dari beberapa media massa

pembentuk opini masyarakat. Media ini hampir bisa disebut sebagai “makanan

pokok” masyarakat yang mendambakan informasi dan selalu dapat mengikuti

perkembangan dunia. Dakwah melalui media ini dapat berbentuk berita-berita

keislaman, penulisan-penulisan artikel, konsultasi keagamaan, dan sebagainya. 39

Adapun karakteristik surat kabar yang bernafas Islam ialah memuat

rubrik-rubrik agama Islam yang meliputi berita, artikel, iklan, dan kode etik

jurnalistik islami.

37

Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Dakwah; Visi dan Misi Dakwah bil Qolam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 30

38

Ibid, h. 88

39

(40)

2. Surat

Dakwah dengan surat telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Pada masa Nabi

SAW, surat disampaikan oleh kurir, sekarang dapat disampaikan melalui pos

atau internet. Jika pesan dakwah tidak menarik bagi penerima surat, maka saat itu

juga segera dibuang. Sepucuk surat akan disimpan dan dibaca berulang-ulang

oleh penerimanya, jika pesannya membuat tertarik dan tersanjung. Karenannya,

pesan dakwah melalui surat tidak hanya ditulis dengan kata, melainkan pula

melibatkan perasaan yang paling dalam. Apalagi di zaman tegnologi dengan

surat (email) dimana seseorang dapat langsung berinteraksi dengan sekian

banyak orang dalam waktu yang amat singkat baik sesama muslim maupun

dengan masyarakat non muslim.40

3. Buku

Jurnalistik buku kini telah menempati posisi penting sebagai sumber

segala informasi: dari yang bersifat hiburan, keterampilan praktis, hingga yang

lebih bersifat ilmiah. Dari sisi bentuk dan penampilannya, buku menyajikan yang

terbaik buat pembaca.41

Dakwah dengan buku adalah investasi masa depan. Boleh jadi penulis

yang telah wafat, Tetapi ilmunya terus dibaca lintas generasi dan memberikan

pahala yang mengalir. Semua pendakwah saat ini tidak akan bisa mengetahui

apalagi mengutip ucapan Rasulullah saw jika tidak ada pendakwah melalui masa

40

Ibid, h. 418

41

(41)

sebelumnya. Dengan motivasi izin ini, pendakwah akan meluangkan waktu

menulis buku. Dengan menulis buku, pendakwah otomatis membaca buku.

Dakwah dengan buku tidak memberikan resiko ancaman yang besar. Jika ada

pihak yang tidak setuju dengan sebuah buku, ia harus membantahnya dengan

buku juga. Kritik terhadap karya tulis seyogianya dilakukan dengan karya tulis

pula. Demikianlah tradisi intelektual muslim zaman dulu. Buku ditanggapi

dengan buku, lisan dikritik dengan lisan.42

4. Poster atau Plakat

Poster atau plakat adalah karya seni atau desain grafis yang memuat

komposisi gambar dan huruf diatas kertas berukuran besar. Dakwah dengan

poster berarti dakwah dengan ketertarikan dan ingatan. Melihat poster bukan

suatu tujuan, melainkan pekerjaan ‘sambil lalu’. Pesan dakwah tidak akan dibaca

bila pandangan mad’u tidak tertuju padanya. Ketika pandangan mulai mengarah,

ia membaca pesan dakwah, tetapi ia mengabaikannya, mungkin juga

melupakannya. Ini berbeda jika pesan ditulis dengan kata-kata yang singkat dan

mengena atau dengan kata lain, dakwah dengan bahasa iklan.43

5. Brosur

Brosur, pamflet, atau buklet adalah terbitan tidak berkala yang dapat

terdiri dari satu hingga sejumlah halaman kecil, tidak terkait dengan terbitan lain,

dan selesai dalam sekali terbit. Di masjid-masjid besar, brosur dakwah sering

42

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2012), hh. 419-420

43

(42)

dibagikan di pintu-pintu masjid untuk dibaca di dalam masjid atau dibaca

dirumah jika diberikan ketika jamaah keluar masjid. Keunggulan sebuah brosur

sebagai media dakwah bil qolam adalah pengulasan sebuah topik secara singkat.

Media ini efektif dalam menggiring massa untuk tujuaan tertentu. 44

6. Majalah

Majalah mulai bekembang sejak akhir abad ke 19, ketika media tersebut

hadir sebagai media hiburan utama. Karena saat itu baik radio maupun televisi

belum banyak dikenal orang. Selain TV dan radio belum banyak dikenal, juga

tidak setiap orang pada saat itu mampu untuk pegi menonton di bioskop-bioskop.

Dalam situasi masyarakat seperti itulah kemudian majalah mulai tumbuh dengan

membuka halaman iklan sebagai salah satu daya tariknya. Sehingga karena

perkembangannya yang cukup pesat baik dalam bentuk, ukuran, maupun

popularitasnya, sirkulasi majalah terbukti maningkat cepat. Implikasinya, lebih

banyak majalah itu terjual, lebih banyak pula perusahaan tertarik untuk

mengiklankan produknya lewat majalah itu. Sehingga pada gilirannya hal itu

dapat berpengaruh pada upaya penyediaan halaman-halaman khusus untuk

iklan.45

Menurut sejarah pers, majalah yang pertama kali diterbitkan adalah

gentlemant’s magazine pada tahun 1731 di London. Disusul terbitnya majalah di Paris, Prancis yang berisikan katalog dari jenis-jenis buku yang akan dijual.

44

Ibid, h. 423

45

(43)

Setelah mengalami proses yang lama, majalah tersebut berangsur-angsur terbit

secara kontinyu dan bentuknya sudah berubah, bukan lagi seperti katalog buku.

Tapi telah berisi aneka macam berita , mulai dari artikel, essai, berita-berita

hangat dan ulasan.

Dalam dunia Islam, sejarah masuknya percetakan dibawa oleh Nappoleon

Bonaparte, di Mesir pada tahun 1798 M. Masuknya Nappoleon ke Mesir tersebut

menjadi permulaan kebangkitan dunia arab Islam. Kala itu dipublikasikan

majalah bernama La De Cade Egyptinne yang diterbitkan oleh Marc Aruriel. Sepeninggal Napoleon, pada tahun 1828 M. Di Mesir diterbitkan surat kabar

resmi dengan nama Al-Waqai’u Al-Misriyyah oleh Muhammad Ali Pasya pada tahun 1870. Rifa’i Badawi dan Rafi al-Tahtawi menerbitkn majalah Rawdah al-Madaris sebagai media pembudayaan bahasa arab di dunia Islam.

Kemudian pada tahun 1879, Jamaluddin al-Afgani menerbitkan majalah

Al-Urwah Al-Wutsqa sebagai penyebaran ide-ide Islam. Majalah islami ini terbit di Paris pada abad XIX dibantu oleh Syeikh Muhammad Abduh. Kedua tokoh ini

adalah pelopor pembaharuan kebangkitan umat Muslim.46

Para jurnalis-jurnalis Muslim saat ini melakukan terobosan-terobosan

hingga ke daerah terpencil untuk melaksanakan dakwah. Seperti yang Rasulullah

SAW yang menyampaikan dakwah bil qolam nya ke penguasa tirani hanya dengan surat tanpa komunikasi langsung. Begitupula para sahabat dan ratusan

46

(44)

imam-imam mengasah tajam penanya untuk ber-haraqah di jalan Allah. Seperti Syeikh Muhibbudin al-Khatib, Syeikh Sakib Arsalam, Yusuf al-Qardhawi, Imam

Mutawalli Sya’rawi adalah pemuka pergerakan Islam yang tersohor di Mesir

yang merintis dakwah bil qolam melalui majalah.47

Majalah memiliki kekuatan pengaruh sebagaimana surat kabar.

Klasifikasi majalah dibagi kedalam lima kategori utama, yakni:

a. General customer magazine (majalah konsumen umum). b. Busness publication (majalah bisnis).

c. Literacy reviews and academic journal (kritik sastra dan majalah ilmiah), yaitu terbitan berkala yang berisi kajian-kajian ilmiah yang spesifik dan

dalam bidang tertentu.

d. Newsletter (majalah khusus terbitan berkala). e. Public Relations Magazines (majalah humas).

Saat ini telah banyak majalah yang secara khusus menyatakan sebagai

majalah dakwah Islam. Penulis-penulis keagamaan juga bisa memanfaatkan

majalah sebagai media dakwah bil qolam, yang basic nya non-dakwah untuk mempublikasikan tulisannya. Asal dapat menyesuaikan spesifikasi majalah

tersebut.48

Media Cetak sebagai media dakwah memiliki kelebihan dan kekurangan

sebagai berikut:

47

Ibid, h. 199

48

(45)

Kelebihan media cetak, yaitu :

a. Dapat dibaca berkali-kali dengan cara menyimpannya.

b. Dapat membuat orang yang berfikir lebih spesifik tentang isi tulisan.

c. Bisa disimpan atau dicollect isi informasinya.

d. Harganya lebih terjangkau maupun dalam distribusinya.

e. Lebih mampu menjelaskan hal-hal yang bersifat kompleks atau rigid.

Kekurangan media cetak, yaitu :

a. Dari segi waktu media cetak lambat dalam memberikan informasi.

Karena media cetak tidak dapat menyebarkan langsung berita yang terjadi

pada masyarakat dan harus menunggu turun cetak.

b. Media cetak hanya dapat berupa tulisan.

c. Media cetak haya dapat memberikan visual berupa gambar yang

mewakili keseluruhan isi berita.

d. Biaya produksi yang cukup mahal karena media cetak harus mencetak

dan mengireimkannya sebelum dapat dinikmati masyarakat.49

Komunikasi massa merupakan konsep dari media cetak. Komunikasi

massa dapat diartikan dalam dua cara, yang pertama; komunikasi untuk media,

dan yang kedua; komunikasi untuk massa. Ciri dari komunikasi massa adalah

hubungan antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali

bersifat interaktif. Komunikasi massa seringkali mencakup kontak secara

49

(46)

serentak antara satu pengirim dengan banyak penerima, menciptakan pengaruh

luas dalam waktu singkat, dan menimbulkan respons seketika dari banyak orang

secara serentak.50

Dalam hal ini dijelaskan teori komunikasi massa yang digunakan media

cetak, antara lain Hypodermic Needle Theory dan Uses and Gratifications Theory.

a. Hypodermic Needle Theory.

Dalam literatur komunikasi massa, ini sering disebut dengan istilah teori

jarum hipodermik atau teori peluru. Alasannya, isi senapan (dalam hal ini

diibaratkan pesan) langsung mengenai sasaran tanpa perantara. Hal ini artinya,

pesan yang dikirimkan akan langsung mengenai sasarannya, yakni penerima

pesan. Seperti peluru yang langsung mengenai sasaran. Teori ini

mengasumsikan media massa mempunyai pemikiran bahwa audience bisa ditundukkan sedemikian rupa atau bahkan bisa dibentuk dengan cara apapun

yang dikehendaki media.51

Seperti yang diuraikan diatas, model jarum hipodermik menunjukkan

kekuatan media massa yang perkasa untuk mengarahkan dan membentuk

perilaku khalayak. Dalam kerangka behaviorisme, media massa adalah faktor

lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman

klasik, pelaziman operan, atau proses imitasi (belajar sosial). Khalayak sendiri

50

Denis Mcquail, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Erlangga, 1987), hh. 33-34

51

(47)

dianggap kepala kosong yang siap untuk menampung seluruh pesan

komunikasi yang dicurahkan kepadanya.52

b. Uses and Gratifications Theory.

Teori ini mengasumsikan bahwa pengguna media mempunyai pilihan

alternatif untuk memuaskan kebutuhannya. Teori uses and gratification

menekankan bahwa audience aktif untuk menentukan media mana yang harus

dipilih untuk memuaskan kebutuhannnya. Teori ini lebih menekankan pada

pendekatan manusiawi dalam melihat media masa. Artinya, manusia itu

mempunyai otonomi, wewenang untuk memperlakukan media. Konsumen

media mempunyai kebebasan untuk memutuskan lewat media mana mereka

menggunakan media dan bagaimana media itu akan berdampak pada dirinya

Pendekatan uses and gratification diatas mempersoalkan apa yang dilakukan orang pada media, yakni menggunakan media sebagai pemuas

kebutuhannya. Umumnya kita lebih tertarik bukan kepada apa yang kita

lakukan pada media, tetapi kepada apa yang dilakukan media kepada kita.

Kita ingin tahu bukan untuk apa kita membaca surat kabar atau menonton

televisi, tetapi bagaimana surat kabar dan televisi menambah pengetahuan,

mengubah sikap, atau menggerakkan perilaku kita. Inilah yang disebut

sebagai efek komunikasi massa.53

52

Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), h. 202

53

(48)

C. Analisis Framing

Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan

analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media. Gagasan mengenai

framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Mulanya, frame

dimaknai sebagai sturktur kenseptual atau perangkat kepercayaan yang

mengorganisir pandangan politik kebijakan, dan wacana, serta yang

menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresisasi realitas. Konsep ini

kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang

mengandaikan frame sebagai kepingan kepingan dalam perilaku (stips of

behavior) yang membimbing individu dalam membaca realitas..54

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis

untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja)

dibingkai oleh media. pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses

konstruksi. Di sini realitas sosial dimaknai dan di konstruksi dengan makna

tertentu. Hasilnya pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan

orang-orang tertentu. Bagaimana media memahami dan memaknai realitas, dan

dengan cara apa realitas itu ditanda kan, Hal inilah yang menjadi pusat perhatian

dari analisis framing. Praktisnya, ia digunakan untuk melihat bagaimana aspek

tertentu ditonjolkan atau ditekankan oleh media.

Menurut Eriyanto dalam bukunya Analisis Framing, framing adalah metode untuk melihat cara bercerita (storytelling )media atas peristiwa. Cara

54

(49)

bercerita itu tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan

berita. “Cara melihat” ini berpengaruh pada hasil akhir dari konstruksi realitas.

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai sebagai cara untuk

membedah ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati

strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih

bermakna, lebih menarik, lebih berarti, atau lebih diingat untuk membuat

khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan

wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang itulah yang

pada akhirnya dapat menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang

ditonjolkan dan dihilangkan serta akan dibawa kemana berita tersebut.55

Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai

karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam

analisis isi kuantitatif yang ditekankan adalah isi (konten) dari suatu pesan/teks

komunikasi. sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian

adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana

pesan peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana konstruksi peristiwa dan

menyajikannya kepada khalayak pembaca.56

Analisis framing memiliki dua rumusan atau model tentang perangkat

framing yang kini kerap digunakan sebagai metode framing untuk melihat media

55

Ibid, h. 162

56

(50)

mengemas berita. Model yang pertama adalah milik Pan dan Kosichi. Model ini merupakan modifikasi dari dimensi operasional analisis wacana milik Van Dijk.

Model yang kedua adalah milik Gamson dan Modigliani.

Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosichi berasumsi bahwa setiap berita

mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame

merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks

berita. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai

suatu peristiwa dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam

teks.57

William A. Gamson dan Andre Modigliani mendefinisikan frame sebagai kumpulan gagasan sentral atau alur cerita yang mengarahkan makna atau

peristiwa –peristiwa yang dihubungkan dengan suatu isu. Frame merupakan inti besar sebuah wacana publik yang disebut package. Analisis framing yang dikembangkan Gamson dan Modigliani memahami wacana media sebagai suatu

gugusan perspektif interpretatif saat memberi makna suatu isu.58

57

Alex Shobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 175

58

(51)

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

TABEL 2.1

No. JUDUL DAN NAMA PENELITI PERSAMAAN PERBEDAAN

1. Konstruksi Pemikiran Media

Buletin Al Islam : analisis

2. Sinetron “Anak-Anak Manusia”

Tentang Pahitnya Kejujuran

episode 25-26 di RCTI : analisis

framing Gamson dan Modigliani.

Skripsi disusun oleh Fauziyah

(52)

episode 25-26.

3. Analisis Framing Pemberitaan

Konsultasi Sufistik pada Tabloid

Posmo Rubrik Kedai Sufi

Halaman 8-9 Edisi 495-497

Nopember 2008. Skripsi disusun

oleh Maksum Agus. Fakultas

4. Framing Pemberitaan Muktamar Ke-33 Nahdhatul Ulama dalam Bingkai Surat Kabar Harian (SKH) Kompas Dan Harian Republika Edisi Agustus 2015.

(53)

dan Penyiaran Islam, UIN Sunan

Kalijaga (2016)

5. Framing Media Dalam Berita Ruu

Pilkada (Analisis Framing

William A. Gamson dan Andre

Modigliani Pada Berita RUU

Pilkada di Media Online

Viva.co.id dan Metronews.com

Periode 25 September-15 Oktober

2014). Skripsi disusun oleh Luthfi

Afif Azzaenuri. Fakultas Ilmu

Sosial Dan Humaniora Jurusan

Ilmu Komunikasi, UIN Sunan

Kalijaga (2015)

Menggunakan

analisis framing

model Gamson dan

Modigliani.

Terletak pada unit

analisisnya dimana

penyusun ingin

mengetahui

pembingkaian yang

dilakukan oleh

media online

Viva.co.id dan

(54)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah

kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian analisis teks media. Menurut

Moleong (2005), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitiannya.

Misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainnya. Secara

menyeluruh dan dengan cara deksripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada

suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode

alamiah.1 Tujuan utama dari metode kualitatif adalah untuk memahami dan

mengerti gejala, fakta, realita, dan peristiwa yang dialami oleh manusia. Hal ini

disebabkan oleh fakta dan gejala yang terjadi selalu dipahami berbeda oleh orang

yang memahaminya.2

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif karena

bertujuan untuk memperoleh pemaparan yang objektiv pada objek kajian teks

dalam rubrik Tausiyah pada majalah Al-Fikrah. Untuk menganalisis ini, peneliti

menggunakan pendekatan analisis framing. Framing adalah pendekatan untuk

melihat bagaimana media membingkai sebuah peristiwa. Pada dasarnya analisis

framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya

1

Haris Hardiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011) h. 9

2

Gambar

gambar atau ungkapan-ungkapan pornografi , menjauhkan promosi kemaksiatan,
TABEL 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka memajukan pendidikan, Desa Jlegiwinangun akan secara bertahap merencanakan dan mengganggarkan bidang pendidikan baik melalui ADD, swadaya masyarakat

This selectivity must be challenged on a regular basis to ensure ongoing validity of the database ; this is especia ll y necessary after any major change in a substance

Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Realistik Bersetting Kooperatif Kelas VII D SMPN 2 Rejotangan Tulungagung Tahun Pelajaran

Pembuatan sistem dapat memudahkan seseorang untuk menghitung biaya yang akan dikeluarkan untuk membuat rumah atau bangunan. Data yang diolah akan berguna bila

pendidikan umum dengan kekhasan agama Islam pada jenjang Pendidikan Menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari

Batasan Masalah pada Perancangan dan Implementasi Aplikasi Kamus Bahasa Biak pada android yaitu menerjemahkan bahasa Biak ke bahasa Indonesia maupun sebaliknya, kamus ini

[r]

First, to determine the effect of yeast culture and monensin, both alone and in combination, on rumen protozoal concentration and generic composition and, second, the effect of