BIODIVERSITAS TUMBUHAN DI CAGAR ALAM MOROWALI SULAWESI TENGAH INDONESIA
PLANT BIODEVERSITYAT MOROWALI NATURE CONSERVATION PARK OF CENTRAL SULAWESI-INDONESIA
Ramadhanil Pitopang1 dan Moh. Ihsan 2
1) Jurusan Biologi, Fakultas MIPA Universitas Tadulako,
Kampus Bumi Tadulako Tondo, Jl.Sukarno Hatta km 9 Palu Sulawesi Tengah Telepon/Fax : 0451-422844, E-mail : pitopang_64@yahoo.com
2) Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako,
Kampus Bumi Tadulako Tondo, Jl.Sukarno Hatta km 9 Palu Sulawesi Tengah
ABSTRACT
The research about Plant biodiversity of Morowali Nature Reserve has been conducted from May-December 2008. It was located at two (2) sites namely Kea-kea (Lapangga) and Uwata Salubiru in the district North Bungku. The research was aimed to study the plant diversity by using plot line transect methods along 3000 m with 43 nested subplots 20 by 20 m in size. Dumbois-Muller and Ellenberg Formula was followed to analyses the vegetation data. The results showed that the studied areas were very rich in plant biodiversity with Shannon diversity Index was more than 3. We recorded 267 flowering plant species which were categorized tree, poles, sapling and seedling. There were a number endemic species for
Sulawesi such as Sarcotheca celebica Veldk. (Oxalidaceae), Palaquium maliliensis van
Royen (Sapotaceae), Dillenia serrata Thunb (Dilleniaceae), Dillenia celebica Hoogland
(Dilleniaceae), Garcinia celebica L (Clusiaceae), Macadamia hildebrandii Steenis
(Proteaceae), Dinochloa scanden (Blume ex Nees) Kuntze (Poaceae), Hydriastele
nannostachys W.J.Baker & Loo, Korthalsia celebica Becc. (Arecaceae), Knema celebica de
Wilde (Myristicaceae), Nepenthes eymae Sh Kurata, Nepenthes tomoriana Danser and
Nepenthes glabrata J.R.Turnbull & A.T.Middleton.
Keywords: Plant biodiversity , Morowali Nature Reserve, Central Sulawesi.
ABSTRAK
Penelitian tentang keanekaragaman jenis tumbuhan Cagar Alam Morowali telah dilakukan dari bulan Mai- Desember 2008 berlokasi di desa Kea-kea (Lapangga) and Uwata (Salubiru) kecamatan Bungku Utara. Penelitian bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman jenis tumbuhan (vegetasi) menggunakan metoda survey melalui garis transek berpetak yang panjangnya 3000 m dan di dalamnya terdapat sebanyak 43 subplot berukuran 20 X 20 m untuk pengamatan pohon. Selanjutnya data dianalisis mengikuti rumus Dumbois-Muller dan Ellenberg. Hasil menunjukan tercatat 267 spesies tumbuhan tingkat tinggi yang dikategorikan pohon, tiang, pancang dan tingkat semai di daerah penelitian. Selain itu tercatat pula
beberapa jenis tergolong endemik Sulawesi seperti Sarcotheca celebica Veldk.
(Dilleniaceae), Dillenia celebica Hoogland (Dilleniaceae), Garcinia celebica L (Clusiaceae),
Macadamia hildebrandii Steenis (Proteaceae), Dinochloa scanden (Blume ex Nees) Kuntze
(Poaceae), Hydriastele nannostachys W.J.Baker & Loo, Korthalsia celebica Becc.
(Arecaceae), Knema celebica de Wilde (Myristicaceae), Nepenthes eymae Sh Kurata,
Nepenthes tomoriana Danser and Nepenthes glabrata J.R.Turnbull & A.T.Middleton
Kata Kunci : Keanekaragaman hayati tumbuhan, Cagar Alam Morowali, Sulawesi Tengah
I. LATAR BELAKANG
Sulawesi merupakan pulau terbesar dan
penting secara biogeografi di Indonesia,
terletak dalam subregion biogeografi Wallacea
yaitu suatu wilayah yang unik karena
merupakan kawasan peralihan antara Benua
Asia dan Australia yang memiliki
keanekaragaman hayati dengan tingkat
endemisitas yang cukup tinggi. Kekayaan
keanekaragaman hayati ini bisa ditemukan di
beberapa habitat alaminya seperti di berbagai
kawasan konservasi seperti Taman Nasional,
Suaka Margasatwa dan Cagar Alam (Pitopang
dkk, 2011).
Salah satu kawasan konservasi di
Sulawesi Tengah adalah Cagar Alam (CA)
Morowali, yang ditetapkan sebagai cagar
alam pada tanggal 24 November 1986 melalui
Surat Keputusan Menteri Kehutanan
No.374/kpts-VII/1986. Cagar Alam ini
berukuran cukup luas sekitar 225.000 ha.
Kawasan konservasi ini terletak pada daerah 10
20 ’- 10 57 25’ LS dan 121015’ – 121046’ BT, dengan topografi yang bervariasi mulai dari
landai sampai berbukit pada elevasi 0 – 2.600
m dpl. Berdasarkan sistem klasifikasi yang
diusulkan oleh Whitten et al. (1987) CA
Morowali termasuk ke dalam hutan dataran
rendah (0-1500 m dpl) dan hutan pegunungan
bawah (1500 – 2400 m dpl). Sedangkan Coates
dan Bishop (2000) membagi habitat
berdasarkan adanya pengaruh laut yaitu pantai,
mangrove, hutan sekunder dan daerah
pinggiran hutan, serta hutan pamah dan
dataran rendah
Keanekaragaman hayati Cagar Alam
Morowali memiliki karakteristik tersendiri
namun secara umum potensi keanekaragaman
hayati CA. Morowali sampai saat ini belum
terungkap secara baik dan menyeluruh
(Khairuddin, 2008). Tujuan dari penelitian ini
untuk mempelajari keanekaragaman hayati
tumbuhan di dua lokasi di kawasan. Hasilnya
dapat dijadikan sebagai data base
keanekaragaman hayati tumbuhan selanjutnya
bermanfaat untuk pengelolaan dan konservasi
Cagar Alam Morowali.
II. BAHAN DAN METODE
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan May
sampai Desember 2008 berlokasi di 2 wilayah
yang masuk ke dalam dusun Uwata desa
Kecamatan Bungku Utara Kabupaten
Morowali Propinsi Sulawesi Tengah.
Berdasarkan peta geologi lokasi
penelitian termasuk ke dalam Mendala
Sulawesi Timur yang menyusun daerah bagian
dari “Zone Kolonodale”. meliputi daerah yang
sebagian besar terdiri dari batuan beku ultra
basik, serta batuan endapan tak terpisahkan. Di
bagian tertentu terdapat formasi kuarter yang
terdiri dari endapan aluvium dari batuan ultra
basik, dan endapan permukaan seperti endapan
sungai dan pantai. Tanah-tanah yang
mendominasi lokasi penelitian berasal dari
bahan induk ultra basik, menempati daerah
berbukit sampai bergunung dengan fisiografi
cembung dan tertoreh dengan lereng curam,
sehingga erosi lebih berperan selama proses
pembentukannya. Hasil dari proses
pembentukan tanah yang dijumpai adalah
sebagian besar tanah di daerah dataran tinggi
(elevasi lebih dari 300 m dpl), serta
mempunyai solum yang tidak tebal.
Tanah-tanah demikian dapat diklasifikasikan sebagai
Inceptisols tidak masam (Eutropepts) atau
Ultisol lembab (Sub BKSDA Sulawesi Tengah,
1994)
Gambar 1. Peta lokasi penelitian di Uwata Desa Salubiru dan Kea-kea desa Lapangga, Kecamatan Bungku Utara, Kabupaten
Morowali (Sumber : The Nature Conservancy)
Iklim lokasi penelitian cukup terpengaruh
oleh angin laut. Menurut klasifikasi Schmidt
dan Ferguson, iklim kawasan cagar alam dan
sekitarnya termasuk type A, atau merupakan
daerah basah dengan nilai Q antara 0 - 14,3%.
Hampir seluruh kawasan cagar alam dan
sekitarnya yang dipetakan mempunyai curah
hujan di atas 2.500 mm pertahun, kecuali pada
sebagian kecil bagian kawasan sebelah Utara,
dengan curah hujan antara 2.000 mm - 2.500
mm pertahun.
Tabel 1. Informasi posisi geografi dan topografi
wilayah penelitian
No Uraian Lokasi
Kea-kea, Rano Kodi, Desa Lapangga
Dusun Uwata, Desa Salubiru 1 Kabupaten Bungku Utara Bungku Utara 2 Altitude (m dpl) 0-20 300-600 3 Topografi Rata, hutan rawa,
Dekat muara sungai yang berasal dari Rano Kodi.
Curam dan berbukit-bukit dan sungai
Gambar 2. Kondisi Kea-kea dekat Rano Kodi dan
“lowland rain forest” (kiri dan kanan atas)
desa Lapangga desa Uwata (gambar kiri dan kanan bawah) CA Morowali.
[image:3.595.66.569.306.777.2] [image:3.595.320.560.343.674.2]Pengamatan keanekaragaman jenis
tumbuhan meliputi struktur dan komposisi
dilakukan secara survey menggunakan
metoda jalur (Transect methods) berplot yang
panjangnya 3 km (3000 m) . Di dalam jalur
yang lebarnya 20 m dibagi menjadi petak-petak
yang ukurannya 20 X 20 (untuk pohon) yang di
dalamnya terdapat petak-petak berukuran kecil
berukuran 10 X 10 m (tiang), 5 X 5 m
(pancang) dan 2 X 2 m (anakan) yang diletakan
secara sengaja (Purposive Randomized
Sampling) pada setiap jarak 50 m (Suryanegara dan Indrawan, 1998). Pada setiap subpetak
(recording units), seluruh individu pohon yang
berukuran dbh > 20 cm (diameter breast
hight/setinggi dada) dbh-nya diukur
menggunakan “Diameter Tape”. Sedangkan
tinggi bebas cabang dan tinggi total dihitung
menggunakan Vertex model ”Sweden”.
Pencatatan juga dilakukan terhadap tumbuhan
tingkat tiang (poles), pancang (sapling) dan
semai (seedling) serta tumbuhan liana dan
efifit. Seluruh morphospecies yang dapat
dikenali dicatat nama jenisnya baik nama lokal
ataupun nama ilmiah (“scientific name”)
sedangkan yang tidak dapat dikenal di
lapangan dilakukan pengkoleksian specimen
voucher untuk keperluan identifikasi dan
determinasi.
Untuk pengumpulan spesimen herbarium
mengikuti prosedur Pitopang et al. (2011) dan
Bridson dan Forman (1988) terutama untuk
tumbuhan yang berbunga dan berbuah (fertile).
Setiap nomor koleksi spesimen terutama untuk
jenis yang fertil dibuat sebanyak 3 (tiga)
duplikat dan disimpan di Herbarium Celebense
(CEB) Universitas Tadulako Palu dan duplikat
dikirim ke Herbarium Bogoriense (BO)
Cibinong Indonesia.
3. Analisis Data
Dari -hasil pengukuran dapat dihitung
besaran-besaran seperti Basal Area (BA),
Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif
(FR), Dominansi (DR), and Indek Nilai
Penting (INP) yang dihitung dan dianalisis
mengikuti rumus Dumbois-Muller dan
Ellenberg (Soerianegara and Indrawan 1998 ;
Setiadi et al., 2002). Tinggi atau rendahnya
tingkat keanekaragaman jenis vegetasi
ditentukan menggunakan rumus Indek
Shannon-Whiener (Ludwig and Reynolds,
1988).
III. HASIL
1. Jumlah Jenis , Marga, Suku dan Indek Keanekaragaman Jenis (H’)
Jumlah jenis, marga dan suku untuk
vegetasi pada tingkat pohon, tiang, pancang
dan semai berbeda-beda pada tiap-tiap lokasi.
Untuk lebih jelasnya jumlah masing-masing
strata vegetasi dapat dilihat seperti pada Tabel
2. Untuk vegetasi tingkat pohon (dbh > 20 cm)
57 jenis/ha di Kea-kea sedangkan di Uwata
hanya sebanyak 47 jenis/ha. Jumlah jenis
vegetasi strata tiang (dbh 10-19.9 cm) di
Kea-kea 42 dan di Uwata 41. Untuk vegetasi strata
Pancang (dbh 2-9.9 cm) di Uwata sebanyak 50
sedangkan di Kea-kea hanya sebesar 38. Untuk
tercatat sebanyak 66 di Kea-kea dan 56 di
Uwata.
Terdapatnya perbedaan jumlah jenis
pohon, tiang, pancang dan semai di dua lokasi
yang dibandingkan mungkin disebabkan
karena terdapatnya perbedaan kondisi faktor
lingkungan seperti faktor edapik yang meliputi
tekstur, struktur dan jenis tanah. Selain itu
juga karena curah hujan dan suhu lingkungan.
Pada lokasi Kea-kea habitat vegetasi yang
diamati sebagian besar merupakan hutan
dataran rendah yang kadang-kadang terdapat
genangan air (swampy) dan hutan-hutan dekat
sungai yang menghubungkan danau “Rano Kodi” dengan laut. Hal ini mengakibatkan
hanya jenis-jenis pohon tertentu yang dapat
tumbuh dengan baik. Sedangkan di Uwata
sebagian besar vegetasinya disusun oleh
jenis-jenis hutan yang topografinya sedikit berbukit
yang termasuk ke dalam tipe hutan sekunder
yang mengalami gangguan aktifitas manusia.
Hal ini ditunjukan dengan terdapatnya padang
alang-alang disekitar lokasi dan tumbuhnya
beberapa species pioner seperti Macaranga
spp, dan Trema sp.
Kalau dilihat dari besarnya Indek
keanekaragam jenis (“Shanon-Whienerindex) baik pada stata pohon, tiang, pancang serta
semai dan tumbuhan bawah pada 2 lokasi
pengamatan nilainya dikategorikan sangat
tinggi, hal ini ditunjukan dengan indek Shanon
lebih dari 3 seperti diperlihatkan pada Tabel 2.
Nilai indek kenekaragaman jenis menunjukan
stabilitas kompleksitas ekosistem tersebut.
Semakin tinggi nilai indek keanekaragaman
maka ekosistem di wilayah tersebut juga
semakin baik. Barbour et al. (1987)
mengklasifikasikan nilai indek
keanekaragaman jenis Shanon (H’) atas 4 kategori yaitu H’= 1 – 2 (rendah), H’ = 2 – 3
(sedang), H’ = 3 – 4 (tinggi) and H > 4 (sangat tinggi).
Tabel 2. Jumlah jenis pohon, tiang, pancang serta semai dan tumbuhan bawah pada 2 lokasi pengamatan di CA. Morowali.
Keterangan : Jumlah jenis, Jumlah Marga, dan
Jumlah Suku, J.Ind = Jumlah Individu/ha, H’
= Indek diversity Shanon-Whiener.
2. Komposisi Taksonomi
Dusun Kea-kea Desa Lapangga
Secara visual Kea-kea merupakan daerah
dataran rendah yang rata, wilayahnya
kadang-kadang tergenang oleh air, walaupun beberapa
disusun oleh pasir terutama pada lokasi
peneluran burung Maleo (Macrocephalon
maleo) dan rawa (dipinggir Rano Kodi), dan sungai yang merupakan outlet dari Sungai
Kea-kea yang bermuara di laut. Gambaran vegetasi
di Kea-kea Secara umum ditumbuhi oleh
pohon, liana, efifit dan tumbuhan bawah.
Jenis pohon yang memiliki nilai INP
tertinggi adalah Acmena accuminatisima
dengan INP 27,46 %., diikuti oleh jenis pohon
No Lokasi
Stratifikasi Vegetasi
Jumlah Pohon Tiang Pancang Semai
1
Kea-kea
Lapangga Jenis 57 42 38 65
Kec. Bungku
Utara Marga 51 36 32 57
Suku 32 25 22 32
J.Ind. 326 580 12400 41600
H' 3.61 3.35 3.16 2.85
2 Uwata, Salubiru Jenis 47 41 50 56
Kec. Bungku
Utara Marga 40 37 38 51
Suku 26 20 21 36
J.Ind. 186 284 1875 25900
[image:5.595.322.548.107.416.2]lain seperti “sengilu” (Sarcotheca celebica),
“jongi” Dillenia celebica, Metrosideros petiolata . Untuk vegetasi tingkat tiang
didominasi oleh Dillenia celebica dengan INP
39.06 diikuti oleh Sarchoteca celebica,
Syzigium accuminatisima, Alstonia spectabilis, Gymnacranthera maliliensis, Dillenia celebica
dan lain-lain. Sedangkan vegatsi tingkat
pancang INP tertinggi adalah jenis Syzigium
accuminatisima dengan nilai 32.42%. Diikuti
oleh Sarchoteca celebica, Garcinia balica,
Dillenia serrata, Macadamia hildebrandii dan lain-lain.
Untuk vegetasi tingkat semai, tumbuhan
bawah dan liana pada dasarnya disusun oleh
jenis rotan “lauro nenga/rotan batang ”
(Calamus zollingerii), Cratoxillon celebicum
(Clusiaceae), Phaleria capitata
(Thymelacaceae), Pandanus tectorius, Dillenia
celebica (Dilleniaceae), Korthalsia celebica
(Arecaceae), Pandanus dibius, Melastoma
affinis, Sarcostheca celebica, Freycenetia de vriese, Garcinia celebica dan lain-lain. Jenis
yang memiliki INP terkecil adalah
Gymnacranthera maliliensis (Myristicaceae) dan Mucuna sp (Fabaceae).
Rotan (“lauro”) masih mempunyai
kelimpahan yang tinggi di lokasi ini. Tercatat
beberapa jenis rotan seperti “ lauro nenga”
(Calamus zollingerii), “lauro ronti” (Calamus
minahasae), Calamus ornatus var. celebicus, dan “lauro tai manu” (Korthalsia celebica) begitu juga dengan jenis palem tegak seperti
Gronophyllum macrospadix dan Caryota
rumphiana. Tumbuhan liana lain seperti
bambu rambat (Dinochloa barbata),
Poikilospermum suaviolens, Dischidia sp,
Gnetum cuspidatum, Piper sp dan Photos rhumpii (Araceae) juga masih melimpah. Di wilayah ini juga banyak ditemukan anggrek
efifit dari jenis Cymbidium filansoynianum,
Gramatophyllum scriptum, Dendrobium crumeniatum yang banyak tumbuh pada jalur
“tracking” Kea-kea-Poli. Pada daerah-daerah terutama di pinggiran danau Rano Koni
banyak ditumbuhi oleh Cyperaceae dan
Nepenthes spp.
Uwata, Salubiru
Jenis pohon yang dominan di dusun
Uwata, Salubiru adalah “lero” (Pterospermum
celebicum Miq)“, “leotu” (Pomettia pinnata),
“kume” Palaquium obtusifolium, Castanopsis acuminatisima, Horsfieldia costulata, Gymnacranthera maliliensis, Elaeocarpus sp, Cryptocarya crassinerviopsis, Planchonella valida, Vernonia arborea dan lain-lain
sebagainya. Pohon jenis Pterospermum
celebicum merupakan jrenis yang dominan di daerah tersebut karena memiliki INP tertinggi
sebesar 31.66% diikuti oleh Pommetia pinnata
dengan INP 30.96%.
Untuk vegetasi tingkat tiang (pole)
vegetasi yang mempunyai INP tertinggi adalah
Horsfieldia costulata Miq dengan INP 20.54%,
diikuti oleh Castanopsis accuminatisima
dengan INP 18.46%, Biscofia javanica (INP
14.07%), Myristica fatua (INP 13.53%) dan
jenis yang memiliki INP terendah adalah
Garcinia sp (Clusiaceae) dengan INP 3.68%. Untuk tumbuhan tingkat tiang didominasi oleh
Horsfieldia costulata dengan INP 20,54%,
diikuti oleh Castanopsis accuminatisima
dengan INP 18,46. Sedangkan untuk tumbuhan
tingkat semai dan anakan nilai INP yang
tertinggi adalah Memecylon celebicum Bakh.f
dengan INP 10.83%, diikuti oleh Macaranga
hispida.
IV. PEMBAHASAN
Secara umum kondisi vegetasi di CA
Morowali beberapa sdah mengalami gangguan
oleh aktifitas manusia seperti peladangan dan
“selective logging”, meskipun banyak
ditemukan jenis-jenis pohon berdiameter besar
dan tinggi lebih dari 30 m di dalam plot
penelitian. Jenis yang tergolong ke dalam
stratum A (lapisan atas diantaranya adalah
Palaquium obovatum (Sapotaceae) dan
Haplolobus floribundus
Tabel 3. 10 (sepuluh) Jenis tumbuhan tingkat pohon, tiang, pancang dan anakan yang disusun berdasarkan nilai INP terbesar di Kea-kea desa Lapangga dan Uwata CA Morowali
(Burseraceae). Di sisi lain CA Morowali yakni
di Taronggo Khairuddin (2008) melaporkan
pohon Kumea vatu (Manilkara fasciculata),
merupakan kerabat “sawo-sawoan yang memiliki batang tinggi (up to 45 m) dan
bercirikan memiliki getah putih, kulit batang
(outer bark) berwarna hitam dan beralur. Secara komersil pohon jenis ini banyak
digunakan sebagai lantai rumah dan perkakas
rumah tangga, banyak diekspor ke Jepang,
Hongkong dan Eropa. Menurut Yuzami et al
(2002) pohon jenis ini mengalami resiko
kepunahan di alamnya apabila tidak segera
mendapat perhatian. Pohon jenis lain dari
famili yang sama penting adalah “kume randa ira” (Palaquium maliliensis), “langori merah” Dusun Kea-kea, Lapangga Dusu Uwata, Salubiru POHON POHON
No Nama Jenis INP No Nama Jenis INP
1 Acmena accuminatisima 27.46 1 Ptrospermum celebicum Miq. 31.66 2 Sarcotheca celebica Veldk. 19.2 2 Pomettia pinnata Blume 30.95 3 Dillenia celebica Hoogland 19.1 3 Palaquium obtusifolium Burck. 21.28 4 Casuarina equisetifolia L.ex J.R.Forst. 15.99 4 Castanopsis acuminitasima (Bl) Rheder 14.52 5 Unidentified 14.9 5 Horsfieldia costulata (Miq.) Warb. 14.46 6 Syzigium sp 1 12.32 6 Syzigium sp3 13.97 7 Syzigium sp3 11.57 7 Eleocarpus sp 12.7 8 Garcinia balica Miq. 11.18 8 Memecylon celebicum Bakh.f 10.76 9 Metrosideros petiolata Koord. 9.98 9 Syzigium sp4 7.68 10 Dillenia serrata Thunb. 9.7 10
Elaeocarpus teysmanii Koord
&Valeton 7.5
Jenis lain-lain 148,6 Jenis lainnya 134,52 T O T A L 300 T O T A L 300
TIANG TIANG
1 Dillenia serrata Tunb. 39.06 1 Horsfieldia costulata (Miq.)Warb 20.54 2 Garcinia celebica Hoogland 26.04 2
Castanopsis accuminatisima (Bl)
Rheder 18.46
3 Sarcotheca celebica Veldk. 22.45 3 Biscofia javanica Blume 14.07 4 Syzigium accuminatisima 18.54 4 Myristica fatua Miq. 13.53 5 Alstonia spectabilis R.Br. 15.71 5 Memecylon celebicum Bakh.f 12.5 6
Gymnacranthera maliliensis R.T.A.
Schouten 14.05 6 Malotus barbatus Welzen 12.1 7 Dillenia celebica Hoogland 13.89 7 Ailanthus integrifolia (Dennst) Alston 11.71 8 Gymnostoma sumatrana L.A.S. Johnson 8.8 8 Palaquium obtusifolium Burck 11.7 9 Palaquium obovatum (Giff.) Engl. 8.37 9 Planchonia valida (DC.) Blume 9.32 10 Syzigium sp3 7.89 10 Bridelia glauca Blume 9.23 Jenis lainnya 125,2 Jenis lainnya 166,84 T O T A L 300 T O T A L 300 PANCANG PANCANG 1 Syzigium accuminatisima 32.42 1 Memecylon celebicum Bakh.f 23.63 2 Sarcostheca celebica Veldk 25.25 2 Macaranga hispida Mull Arg. 19.01 3 Garcinia balica Miq 16.21 3 Palaquium obovatum (Griff) Engl. 17.1 4 Dillenia serrate Thunb 13.89 4 Palaquium obtusifolium Burck 13.52 5 Macadamia hildebrandii Steenis 12.96 5 Sarcotheca celebica Veldk 11.65 6 Goniothalamus bervicuspis Miq. 12.88 6 Polyaltia lateriflora King 11.52 7 Syzigium accuminatisima L 12.78 7
Castanopsis accuminatisima (Bl)
Rehder. 11.22
[image:7.595.322.560.66.431.2](Haplolobus floribundus dan “suju bolong”
(Santiria laevigata). Di wilayah ini juga ditemukan banyak tumbuhan dari anggota
Gymnospermae seperti: “kaju soga” (Agathis dammara), “suka” (Gnetum gnemon), “kaju lapi” (Podocarpus neriifolius), “Pato’o”
(Gymnostoma sumatrana). “Soga/damar”
(Agathis dammara) adalah suatu jenis kayu
perdagangan dengan “trade name” Agathis/
Damar, yang merupakan salah satu jenis kayu
yang bukan saja dimanfaatkan kayunya akan
tetapi juga dimanfaatkan resin/dammar-nya
yang disadap oleh masyarakat lokal dan
merupakan salah satu produk hasil hutan kayu
(Non Timber Forest Product) yang penting di Indonesia. Bagi masarakat lokal (Tao Taa
Wana) damar adalah jenis pohon penting yang
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sosial
ekonomi mereka karena sebagian besar mata
pencaharian mereka adalah mencari damar
(“badamar”) dan mencari rotan (Pitopang dan
Safaruddin 2012). Kessler et al (2002)
melaporkan bahwa terdapat 3 jenis agathis di
Sulawesi yaitu Agathis dammara Rich, Agathis
celebica Warb dan Agathis phillipinensis.
Agathis celebica dan Agathis phillipinensis
merupakan 2 jenis yang banyak didapatkan
didataran tinggi Taman Nasional Lore Lindu (>
1500 asl). Van Balgooy (1986) melaporkan
Agathis dammara merupakan salah satu vegetasi yang tumbuh di atas ultrabasa di
Soroako Sulawesi Selatan.
Jenis pohon lain yang penting yang
merupakan vegetasi khas di wilayah studi
adalah “sengilu” Sarcotheca celebica
(Oxalidaceae) sejenis pohon yang
menghasilkan buah yang dapat dimakan tetapi
rasanya asam. “marantaripa” Buchanania arborescens (Anacardiaceae), “tiro” (Ailanthus integrifolia/Simaroubaceae) yang sering
muncul sebagai jenis “emergent’ karena kanopi
yang tinggi pada ekosistim hutan primer.
Pada strata B umumnya disusun oleh
Knema celebica (Myristicaceae) yang sangat mudah di kenali di lapangan karena bentuk
ujung daunnya yang tumpul dan tersobek,
Deplancena bencana (Bignoniaceae) yang memiliki bunga warna kuning terang dan
cantik, Macadamia hildebrandii (Proteaceae)
endemik timur Indonesia, Gymnostoma
sumatrana, “mansili” (Metrosideros petiolata),
“kapongan” Garcinia celebica (Clusiaceae) dan Alstonia spectabilis (Apocynaceae).
Vegetasi yang tergolong kedalam strata
C umumnya disusun oleh Goniothalamus sp
(Annonaceae), Rauvolvia sp (Apocynaceae),
Baccaurea sp (Euphorbiaceae), “baang” (Ficus
sp), Polyalthia sp (Annonaceae), Callophyllum
sp, “tuwata” (Dracaena angustifolia), “naso tida” (Pandanus dubius) dan Ardisia sp
(Myrsinaceae). Vegetasi tingkat semai,
tumbuhan bawah dan liana yang didapatkan di
lokasi ini umumnya disusun oleh anakan
“Kume” dan nantu (Palaquium spp dan
(lauro) seperti Calamus zollingerii, Calamus minahasae, C. ornatus var. celebicus, dan Korthalsia celebica yang sebagian besar secara alami distribusinya hanya di kawasan Wallacea
termasuk Sulawesi.
Salah satu jenis bambu menjalar yang
juga merupakan jenis endemik Sulawesi adalah
“valopayu” (Dinochloa scandens) juga melimpah di lokasi penelitian. Liana lain
adalah Arcangalesia flava, Aeschynanthus
radicans (Asclepiadaceae), Poikilospermum suaviolens (Cecropiaceae), Piper sp
(Piperaceae). Jenis palm tegak (erect palm)
yang banyak terdapat di lokasi penelitian
adalah Hydriastele nannostachys, Areca
vestiaria dan Pinanga caesea dimana ketiganya merupakan palem endemik untuk
Walacea. Mogea (2004) melaporkan bahwa
paling tidak 60% palem Sulawesi bersifat
endemik. Hydriastele nannostachys
kelihatannya distribusinya juga sangat spesifik
dan sangat berbeda dengan Arenga pinnata
(“saguer”) dimana jenis Hydriastele nannostachys sangat jarang ditemukan di kawasan konservasi seperti di Taman Nasional
Lore Lindu (TNLL) sebaliknya Arenga pinnata
adalah jenis yang mempunyai kelimpahan
cukup tinggi di TNLL (Pitopang et al , 2011).
Jenis tumbuhan bawah yang tergolong
herbaceous di lokasi pengamatan umumnya
disusun oleh anggrek Calanthe triplicata,
Nepenthes spp (paling tidak terdapat 5 jenis) dan satu diduga merupakan species baru (new
species) yang berukuran sangat kecil.
Ukurannya 0.5 kali jika dibandingkan dengan
baterai kecil Disamping itu didapatkan
Agalmilla sp (Gesneriaceae) Spathoglotis sp
(Orchidaceae), Tacca celebica (Taccaceae),
Sclerea sp (Cyperaceae) dan Bauhinia sp (Fabaceae). Jenis paku-pakuan umumnya
terdiri atas”yuku” Asplenium nidus
(Aspleniaceae).
V. UCAPAN TERIMAKASIH
Kami ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya Kepada Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Propinsi Sulawesi Tengah, cabang Morowali khususnya kepada Bapak Jonathan dan Pithein yang banyak membantu di lapangan. Kepada saudara Sahar Sabir, S. Hut dan Yopie Manderos atas bantuan dan kerjasamanya di
lapangan sehingga penelitian ini dapat
terlaksana. Selanjutnya kepada The Nature Conservancy atas dukungan selama penelitian ini berlangsung.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Barbour GM, Burk JK, Pitts WD. 1987. Terrestrial Plant Ecology. The Benjamin Cummings Publishing Inc, New York.
Bridson D. and L. Forman. 1989. The
Herbarium Handbook. Kew-London: the Royal Botanic Garden of Kew.
Coates JB dan Bishop KD (2000). Panduan Lapangan Burung-Burung di Kawasan
Wallacea; Sulawesi, Maluku Nusa
Tenggara.
Keßler PJA, M Bos SEC. Sierra Daza, LPM Willemse, R Pitopang and SR Gradstein. 2002b. Checklist of Woody plants of
Sulawesi, Indonesia. Blumea Suplement
14: 1-160.
Khairuddin I. 2008. Studi Komunitas
Tumbuhan di Cagar Alam Morowali
Propinsi Sulawesi Tengah. Journal
Biologi, FMIPA Universitas Tadulako Palu
Ludwig JA, Reynolds JE. 1988. Statistical Ecology. A primer on methods and computing. John Willey and Sons. New York, Singapore
Mogea JP 2002. Preliminary Studi On the Palm Flora of the Lore Lindu National Park,
Central Sulawesi, Indonesia, Biotropia
No. 18 : 1-20
Pitopang R, Lapanjang I dan Burhanuddin I. 2011. Profil Herbarium Celebense dan Deskripsi 100 Jenis Pohon Sulawesi. Editor : Basri Z. Universitas Tadulako Press. Palu
Pitopang R dan Safaruddin. 2012.
Ethnoecological study of Tao Taa Wana Tribe in The Morowali Nature Reserve, Central Sulawesi Indonesia. Proc Soc. Indon. Biodiv Int. Conference. Vol1.. 209-2014. Juli 2012
Setiadi D, Qoyim I, Muhandiono H. 2001.
Penuntun Praktikum Ekologi.
Laboratorium Ekologi. Jurusan Biologi. FMIPA. Institut Pertanian Bogor.
Sub Balai Konservasi Sumber Daya Alam
Sulawesi Tengah. 1994. Mengenal
Beberapa Kawasan Konservasi Di
Propinsi Sulawesi Tengah
Soerianegara I, Indrawan A. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor
Van Balgooy MMJ, Hovenkamp PH, Welzen PC. 1996. Phytogeography of the
Pasific- Floristic and historical
distribution pattern in plant. In The origin and evolution of Pasific island biotas. New Guinea to eastern Polynesia ; pattern and process. Pp. 191-213. Edited by Keast A, Miller SA. SPB Academic Publishing bv. Amsterdam.
Whitten AJM. Mustafa and Henderson GS.
1987. The Ecology of Sulawesi. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta
Yuzammi and Hidayat. 2002. The Unique,