• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM TRANSAKSI GADAI OLEH USAHA PERGADAIAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN BARU) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM TRANSAKSI GADAI OLEH USAHA PERGADAIAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN BARU) SKRIPSI"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM TRANSAKSI GADAI OLEH USAHA PERGADAIAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN

(STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN BARU)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Dalam Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh:

NIM. 150200054 MELATI FITRI

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Nama : MELATI FITRI

NIM : 150200054

Departemen : HUKUM EKONOMI

Judul Skripsi : PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM TRANSAKSI GADAI OLEH USAHA PERGADAIAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN BARU)

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan jiplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah jiplakan, maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian, surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Januari 2019

Nama : MELATI FITRI NIM: 150200054

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Ta’ala, atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat merampungkan skripsi dengan judul:

“PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM TRANSAKSI GADAI OLEH USAHA PERGADAIAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN BARU)”

Disusun untuk memenuhi tugas dan memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penghargaan dan terima kasih yang sebesarnya kepada Ayahanda tercinta Abdul Bais Batubara dan Ibunda Misbah Hayati Nasution yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, cinta, motivasi, bimbingan dan memberikan segala kebutuhan penulisserta kepada adik-adik penulis Putri Rodiatul Adawiyah Batubara, Rifky Ramanda Batubara, dan Naufal Aziz Batubara yang senantiasan memberikansemangat. Semoga Allah Ta’ala selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan, Karunia dan keberkahan di dunia serta akhirat atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis.

Dalam penyusunan dan penulisan skiripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.,M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

i

(5)

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum, selakau Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak Dr. Ok Saidin, SH.,M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universita Sumatera Utara;

4. Ibu Puspa Melati, SH.,M.Hum, selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,M.H, selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi;

7. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH.,M.Hum., yang merupakan Dosen Pembimbing I;

8. Ibu Tri Murti Lubis, S.H., M.H., selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi sekaligus merupakan Dosen Pembimbing II.

Terimakasih atas bimbingan, saran, nasehat, dan ilmu yang telah ibu berikan selama ini dengan penuh kesabaran ibu telah membantu saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini;

9. Seluruh Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mengajar dan memberikan ilmu terbaik, serta membimbing penulis dalam menjalani studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(6)

10. Seluruh Staff pegawai dan tata usaha yang ada di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan urusan administrasi;

11. Terimakasih kepada seluruh teman-teman, senior dan junior yang selama ini telah memberikan semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini memberi manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi kita semua dalam rangka menambah wawasan pengetahuan dan pemikiran kita.

Penulis

NIM. 150200054 Melati Fitri Batubara

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………..….... ... i

DAFTAR ISI ………... ... iv

ABSTRAK……….…... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..…………... 1

B. Perumusan Masalah….………..……….…. 8

C. Tujuan Penulisan………..…………... 9

D. Manfaat Penulisan………..………... 9

E. Metode Penelitian………...…………... 10

F. Keaslian Penulisan………..………....…... 15

G. Sistematika Penulisan………...……….. 15

BAB II PENGATURAN MENGENAI USAHA PERGADAIAN DI INDONESIA A. Pengertian Gadai……….……….…….………... 18

B. Jenis-Jenis Usaha Gadai………... 20

C. Aturan Hukum Pendirian Usaha Gadai………... 25

D. Sanksi Hukum bagi Pelaku Usaha Pergadaian yang Tidak Memiliki Izin BerdasarkanPeraturan Otoritas Jasa KeuanganNomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha pergadaian……... 32

BAB III ASPEK HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANGDENGAN JAMINAN SUATU BARANG DALAM USAHAPERGADAIAN A. Pengertian Hukum Jaminan…………....……….... 37

B. Jenis-Jenis jaminan……..……….….. 41

C. Ketentuan Dasar Hukum jaminan……….………….……... 47

D. AspekHukumdalamPerjanjianHutangPiutangdenganJaminanSuatu Barang dalam Usaha Pergadaian…...………... 52

E. Kedudukan Hukum Harta Benda Jaminan dalam Usaha pergadaian…... ... 55

(8)

Halaman BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM

TRANSAKSI GADAI OLEH USAHAPERGADAIAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN BARU)

A. Perlindungan Hukum bagi Nasabah atas Barang yang Digadaikan pada Usaha Pergadaian yang Tidak Memiliki Izin ... ... 63 B. TanggungJawab Usaha Pergadaian yang Tidak Memiliki Izin

Terhadap Keberaaan Barang Jaminan Milik Nasabah………..….…. ... 80 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………..……….. 89 B. Saran………...………... 90 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(9)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUMBAGI NASABAH DALAM TRANSAKSI GADAI OLEH USAHA PERGADAIAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN

(STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN BARU) Melati Fitri*

Sunarmi**

Tri Murti Lubis***

Perekonomianmasyarakat semakin berkembang secara dinamis membutuhkan dana untuk memenuhi segala aspek dalam kehidupan sehari-hari.

Terkadang sebagian msayarakat merasa kesulitan dalam memperoleh dana tunai.

Untuk mengatasi kesulitan tersebut dimana kebutuhan dana dapat dipenuhi tanpa harus kehilangan barang-barang berharganya, maka masyarakat dapat menjaminkan barangnya ke lembaga penyimpanan atau perbankan. Barang yang dijaminkan tersebut dapat diambil kembali atau ditebus pada waktu tertentu setelah nasabah melunasi pinjamannya.Kegiatan menjaminkan barang berharga tersebut untuk mendapatkan sejumlah uang dan dapat ditebus kembali pada waktu tertentu disebut usaha gadai.

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif.Penelitian hukum normatif, yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen, karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaanPenelitian hukum normatif juga mengacu kepada aturan-aturan hukum, norma-norma hukum yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, perlindungan hukum bagi nasabah dalam praktik pergadaian swasta di Kecamatan Medan Baru berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 adalah tidak mendapatkannya perlindungan hukum dari pihak pelaku usaha pergadaian karena pihak pelaku usaha pergadaian tidak melakukan perizinan dan tidak sesuai dengan aturan sebagaimana yang telah dipaparkan dalam POJK Nomor 31/POJK.05/2016, sehingga nasabah merasa dirugikan serta tidak mendapatkan perlindungan dan ketidak nyamanan pada saat menggadaikan barangnya.

Kata Kunci :Perlindungan Hukum, Nasabah, Gadai.

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peran pemerintah dalam memajukan perekonomian negara adalah dengan menyalurkan dana berbentuk kredit kepada masyarakat guna pengembangan usaha. Penyaluran kredit dapat melalui lembaga keuangan sebagai perantara untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian masyarakat, dimana terdapat dua jenis lembaga keuangan yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, dan kedua lembaga ini memiliki peran penting untuk menyalurkan dana kepada masyarakat.

PT Pegadaian (Persero) termasuk kedalam lembaga keuangan non bank yang berstatus sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). PT Pegadaian (Persero) merupakan salah satu lembaga keuangan non bank di Indonesia yang membantu masyarakat dalam hal gadai. PT Pegadaian (Persero) adalah satu- satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.1

1Sigit Triandaru Susilo dan Totok Budisantoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hal. 179.

Lembaga ini dibentuk dengan tujuan mempermudah masyarakat yang mengalami kesulitan dana untuk memperoleh pinjaman dana tunai dengan cepat. Pinjaman dana tersebut dapat diberikan tanpa harus kehilangan barang-barang berharga, yaitu dengan menjaminkan barangnya ke lembaga penyimpanan atau perbankan maka barang

(11)

jaminan tersebut dapat diambil kembali atau ditebus pada waktu tertentu sesuai kesepakatan setelah nasabah melunasi pinjamannya. Kegiatan menjaminkan barang berharga untuk mendapatkan sejumlah uang dan dapat ditebus kembali pada waktu tertentu disebut gadai.2

Gadai merupakan kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak-pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan akan ditebus kembali sesuai perjanjian antara nasabah dengan pelaku usaha pergadaian.3 Usaha pergadaian adalah lembaga yang melakukan pembiayaan dengan bentuk penyaluran kredit atas dasar hukum kredit.4 Dengan demikian dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa usaha pergadaian memiliki ciri-ciri diantaranya terdapat barang-barang berharga yang digadaikan dan barang yang digadaikan dapat ditebus kembali.5

Menurut Purwahid Patrick dan Kashadi pegadaian mempunyai beberapa unsur pokok, yaitu: 1. Gadai lahir karena penyerahan kekuasaan atas barang gadai kepada penerima gadai 2. Penyerahan itu dapat dilakukan oleh nasabah pemberi gadai atau orang lain atas nama nasabah 3. Barang yang menjadi objek gadai adalah barang-barang bergerak 4. Penerima gadai berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai dengan cara didahulukan.6

2Abdul Ghofur Anshari, Perbankan Syariah di Indonesia (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,2008) hal. 7

3Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Media Group, 2009) hal. 393

4Ibid

5Ibid

6Sughlymawla, Contoh Proposal Skripsi Tentang Pergadaian, dalam https://maspillon.wordpress.com/2013/06/19/contoh-proposal-skripsi-tentang-pegadaian/ , diakses pada tanggal 28 Juli 2018, pukul 00:17

(12)

Berbagai unsur diperlukan dalam penyelenggaraan usaha pergadaian guna memberikan keamanan dan perlindungan bagi konsumen diantaranya adalah memiliki dana untuk disalurkan kepada nasabah. Memiliki juru taksir yang kredibel, standar operasional prosedur dalam penetapan besaran bunga sehingga jika terjadi masalah yang dilakukan oleh nasabah seperti wanprestasi maka pelaku usaha pergadaian akan melakukan penjualan terhadap barang jaminan gadai.7 Penjualan (lelang) harus dilakukan secara terbuka dimana sangat diperlukan transparansi hasil lelang kepada nasabah. Jika terdapat kelebihan hasil lelang barang gadai setelah dikurangi kewajiban nasabah dan biaya lainnya maka harus diserahkan kepada nasabah.8 Kondisi demikian tidak menutup adanya kemungkinan kecurangan yang dilakukan pelaku usaha pergadaian dalam penjualan barang jaminan gadai. Konsumen (nasabah) adalah pihak yang sangat rentan untuk menjadi korban etika tidak baik dari pelaku usaha pergadaian.

Pegadaian sebagai lembaga keuangan non bank tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya: giro, deposito dan tabungan sebagaimana halnya dengan sumber dana konvensional perbankan.9

Perkembangan ekonomi menimbulkan kesenjangan ekonomi yang sangat mempengaruhi gairah bisnis pergadaian. Pada perkembangannya gadai tidak hanya dimonopoli oleh PT Pegadaian (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara tetapi juga oleh usaha pergadaian milik swasta yang banyak di iklankan di

7Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008) hal. 76

8Ibid

9Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FE UI, 2002) hal 504

(13)

pinggir jalan dan kebanyakan belum memiliki izin usaha. Usaha pergadaian swasta dijadikan alternatif mendapatkan dana pinjaman cepat dan mudah walaupun dengan bunga yang cukup tinggi.

Eksistensi usaha pergadaian milik swasta memang belum dapat menggeser PT Pegadaian (Persero) yang memiliki cabang terbesar di Indonesia.10 PT Pegadaian (Persero) adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembayaran dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.11

Praktik usaha pergadaian swasta yang semakin berkembang di masyarakat tidak sedikit yang bersifat perorangan.

12

10Ambaranie Nadia, Pegadaian Persero Vs Pegadaian Swasta, dalam

Usaha pergadaian swasta berdiri sebagai badan hukum Perseroan Terbatas (PT), koperasi atau hanya sekedar bisnis individu, itu sebabnya menggadaikan barang di usaha pergadaian milik swasta yang belum memiliki izin sangat beresiko tinggi karena tidak ada aturan yang jelas. Seiring dengan perkembangan perekonomian, wewenang pengawasan lembaga keuangan mengalami pergeseran yang sebelumnya lembaga keuangan diawasi dan bertanggung jawab kepada Bank Indonesia sampai diberlakukan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut sebagai UU OJK) yang mengalihkan tugas pengawasan lembaga keuangan sebagai wewenang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Lembaga pegadaian sebagai salah satu lembaga keuangan yang melakukan

http://ekonomi.kompas.com, diakses 28 Juli 2018, pukul 00:30.

11Susilo, Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Loc. Cit, hal. 179.

12Nasution, Konsumen dan Hukum (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995) hal. 175.

(14)

kegiatan penyaluran dana di masyarakat berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut sebagai OJK) adalah lembaga yang menyelenggarakan fungsi Pemerintah dalam rangka mengatur dan mengawasi kegiatan sektor jasa keuangan.13

Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai pemberian jaminan dan kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya atau perlindungan terhadap kepentingannya, sehingga yang bersangkutkan merasa aman. Perlindungan hukum diberikan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya sengketa.

OJK melakukan tugas dan wewenangnya secara independen tanpa campur tangan pihak lain.

Didasari dengan semakin maraknya usaha pergadaian milik swasta, maka OJK sesuai dengan kewenangannya membuat regulasi untuk menertibkan para pelaku usaha di bidang usaha pergadaian dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian yang didalamnya menyatakan bahwa usaha pergadaian harus mengajukan permohonan izin usaha kepada OJK dengan memenuhi syarat bentuk badan hukum (PT atau Koperasi), syarat permodalan, dan memenuhi standar operasi seperti memiliki kantor tetap, standar keahlian juru taksir, keamanan barang jaminan dan prosedur lelang sebagai bentuk perlindungan hukum bagi nasabah.

14

13Adrian Sutedi, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014), hal. 62.

14Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1987) hal. 5.

Perlindungan hukum juga diberikan kepada setiap orang sebagai wadah penanggulangan untuk menimbulkan rasa aman dan

(15)

meminimalisir sengketa yang menimbulkan kerugian baik dari pihak pelaku usaha maupun nasabah.15

Otoritas jasa keuangan (OJK) mewajibkan para pemilik atau pelaku usaha gadai swasta mendaftar dan memiliki izin usaha dari OJK.

Nasabah mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur atas legalitas tentang usaha pergadaian tersebut, dengan informasi yang utuh dari pelaku usaha pergadaian itulah nasabah dapat menentukan pilihannya dengan benar terhadap produk yang aman sebagai inti kegiatan usaha pergadaian yaitu penyaluran dana pinjaman, jasa penitipan barang berharga dan memberikan jasa taksir terhadap kualitas barang jaminan.

16

Berdasarkan POJK Usaha Pergadaian menetapkan bahwa usaha pergadaian merupakan kegiatan usaha yang meliputi penyaluran uang pinjaman

Ketentuan mengenai hal tersebut telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian (selanjutnya disebut POJK Usaha Pergadaian).

Tujuan utama pengaturan dan pengawasan usaha pergadaian adalah untuk menciptakan industri pergadaian yang sehat, memberikan kepastian hukum bagi para pelaku usaha pergadaian dan perlindungan bagi konsumen. Selain itu, pengaturan dan pengawasan usaha pergadaian sangat diperlukan untuk mencegah dimanfaatkannya usaha pergadaian sebagai sarana melakukan pencucian uang, pendanaan terorisme atau kejahatan lainnya.

15Ibid

16Pramdia Arhando, Gadai Swasta Wajib Daftar dan Punya Izin Usaha, dalam https://ekonomi.kompas.com/ojk--gadai-swasta-wajib-daftar-dan-punya-izin-usaha, diakses tanggal 28 Juli 2018, Pukul 00:37

(16)

dengan jaminan berdasarkan hukum gadai, penyaluran pinjaman dengan jaminan berdasarkan fidusia dan pelayanan jasa titipan barang berharga serta pelayanan jasa taksiran.17 Pelaku Usaha Pergadaian swasta yang telah melakukan kegiatan Usaha Pergadaian sebelum POJK diundangkan apabila belum dapat memenuhi seluruh persyaratan untuk mendapat izin usaha, diberikan kesempatan untuk terlebih dahulu mengajukan permohonan pendaftaran paling lambat dua tahun setelah POJK diundangkan (29 Juli 2018).18 Bagi pelaku Usaha Pergadaian yang telah terdaftar wajib mengajukan permohonan izin usaha sebagai perusahaan pergadaian dalam jangka waktu paling lama tiga tahun sejak POJK diundangkan (29 Juli 2019) dengan memenuhi persyaratan permohonan izin usaha.19 Sedangkan bagi masyarakat yang ingin menjalankan kegiatan usaha pergadaian setelah POJK diundangkan maka dimaksud supaya mangajukan permohonan izin usaha kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terlebih dahulu.20

Di dalam perjanjian gadai dapat terjadi wan prestasi yang dilakukan oleh pihak nasabah sebagai pemberi. Salah satu wan prestasi yang dilakukan pihak pelaku usaha ialah terhadap objek gadai sehingga menyebabkan harga ataupun bentuk dari objek gadai tidak sama seperti saat nasabah menyerahkan kepada pelaku usaha. Objek gadai merupakan hak milik nasabah apabila telah melunasi hutang pokok beserta biaya-biaya lain yang dibutuhkan untuk pemeliharaan objek gadai kecuali objek gadai telah dilelang. Hal yang cukup penting adalah nasabah

17Lihat Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian.

18Yanuar Riezqi, Pegadaian Swasta Wajib Peroleh Izin Usaha, dalam http://ekbis.sindonews.com, diakses 28 Juli 2018, Pukul 00:53

19Ibid

20Ibid

(17)

mendapat perlindungan hukum terhadap hak-hak yang dimilikinya atas objek gadai maka diperlukan peraturan serta sanksi yang tegas untuk mengurangi timbulnya wan prestasi terhadap objek gadai.

Aturan tentang gadai secara umum telah diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pedata.21

B. Rumusan Masalah

Namun mekanisme penjalanan usaha pergadaian baru mendapat perhatian setelah maraknya pertumbuhan usaha pergadaian swasta dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha maka usaha pergadaian yang tidak memiliki izin dari OJK dikategorikan sebagai kegiatan usaha yang ilegal (liar). Tumbuhnya usaha pergadaian dengan cukup pesat menunjukkan adanya kebutuhan atas keberadaan lembaga tersebut di masyarakat yang dapat memberikan dana tunai dengan cepat, mudah dan prosedur yang sederhana. Dalam perjanjian gadai oleh usaha pergadaian yang tidak memiliki izin sangat mungkin terjadi wan prestasi dalam transaksi gadai yang dilakukan oleh pelaku usaha kepada nasabah, maka penulisan skripsi ini diberi judul “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Transaksi Gadai Oleh Usaha Pergadaian Yang Tidak Memiliki Izin (Studi Kasus di Kecamatan Medan baru).”

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan tiga permasalahan yaitu:

1. Bagaimana pengaturan mengenai usaha pergadaian di Indonesia?

21Lihat Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(18)

2. Bagaimana aspek hukum dalam perjanjian hutang piutang dengan jaminan suatu barang dalam usaha pergadaian?

3. Bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah dalam transaksi gadai oleh usaha pergadaian yang tidak memiliki izin?

C. Tujuan Penulisan

Tulisan ini dibuat untuk menjawab permasalahan yang menjadi objek penulisan, maka sesuai permasalahan di atas adapun tujuan penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan mengenai pengaturan usaha pergadaian di Indonesia.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan mengenai aspek hukum dalam perjanjian hutang piutang dengan jaminan suatu barang dalam usaha pergadaian.

3. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan mengenai perlindungan hukum bagi nasabah dalam transaksi gadai oleh usaha pergadaian yang tidak memiliki izin.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini dapat memberikan sejumlah manfaat yang berguna baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:

1. Manfaat yang bersifat teoritis yaitu penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi kepentingan teoritis untuk mengembangkan ilmu pengetahuan hukum dengan memakai hasil penulisan ini sebagai kerangka

(19)

dasar penulisan lebih lanjut. Penulisan skripsi ini juga diharapkan dapat menambah khasanah kepustakaan tentang perlindungan hukum bagi nasabah dalam transaksi gadai oleh usaha pergadaian yang tidak memiliki izin yang dirasakan masih minim dan kurang mendapat perhatian yang serius dan juga diharapkan dapat memberikan manfaat yang baik untuk selanjutnya.

2. Manfaat secara praktis, dimana hasil penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi informasi yang lebih komplit untuk menambah pengetahiuan perihal perlindungan hukum bagi nasabah dalam transaksi gadai oleh usaha pergadaian yang tidak memiliki izin.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Dan Sifat Penelitian

Penelitian dalam pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian.22 Penelitian harus dilakukan secara metodelogis, sistematis, dan konsisten dimana metodelogis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan pada suatu sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka pemikiran tertentu.23

Berdasarkan perumusan masalah dalam menyusun penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif, yang juga disebut sebagai penelitian perpustakaan atau studi dokumen,

22Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 42.

23Ibid

(20)

karena lebih banyak dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada diperpustakaan.24

Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian deskriftif analitis yakni suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Penelitian deskriptif analitis merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung kemudian dianalisis dan dilakukan pengambilan kesimpulan atas permasalahan- permasalahan yang di teliti.

Penelitian hukum normatif juga mengacu kepada aturan-aturan hukum, norma-norma hukum yang terdapat dalam ketentuan peraturan perundang- undangan.

25

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang ditunjang dengan data sekunder dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analitis, dan pendekatan kasus.26

24Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum (Panduan Penelitian Tesis Dan Disertasi), (Medan: Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, 2014), hal. 94

25Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), hal. 35

26Jhonny Ibrahim, Teori Dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama, (Malang: Bayu Media, 2005), hal. 248.

Pendekatan Undang-Undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan

(21)

adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.27 Pendekatan analisis adalah menganalisis pengertian hukum, asas hukum, kaedah hukum, sistem hukum, dan berbagai konsep yuridis yang berkaitan dengan permasalahan- permasalahan dalam penelitian.28 Pendekatan kasus adalah (case approach) adalah mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum, terutama mengenai kasus-kasus yang telah diputus terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian.29

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan-bahan hukum yang terdapat dalam penulisan skripsi ini diambil dari data-data sekunder, dan adapun data-data sekunder yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Dalam penulisan skripsi ini diantaranya Peraturan otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi, Undang-Undang Nomor 5 Tahu 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, serta peraturan lain terkait dengan penulisan skripsi ini.

b. Bahan hukum sekunder yaitu semua dokumen yang merupakan bacaan yang relevan seperti buku-buku, seminar-seminar, jurnal hukum, majalah, koran

27Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit, hal. 93.

28Jhonny Ibrahim, Op. Cit, hal. 257

29Ibid

(22)

karya tulis ilmiah dan beberapa sumber dari internet yang berkaitan dengan materi yang diteliti. Selain data sekunder penulisan skripsi ini juga di dukung oleh data primer berupa penulisan lainnya yang berkaitan dengan penulisan skripsi yang akan di bahas nantinya.

c. Bahan hukum tersier yaitu semua dokumen yang berisi tentang konsep- konsep dan keterangan-keterangan yang mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, ensklopedia dan sebagainya.

4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh). Studi kepustakaan (library reseacrh) adalah serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan dalam penulisan. Selain mengumpulkan data dengan cara studi kepustakaan, penulisan skripsi ini juga didukung dengan teknik studi lapangan (field research).

Untuk menjawab problematika penulisan dalam mencapai tujuan dan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penulisan, diperlukan data.

Untuk memperoleh data, seorang peneliti biasanya menggunakan instrumen mengumpulkan data. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan studi dokumen dan membuat pedoman wawancara serta melakukan wawancara mendalam (depth interview) kepada informan yaitu:

(23)

1.) Pelaku Usaha Pergadaian Tidak Berizin di Kecamatan Medan Baru.

2.) Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan Pasal-Pasal ke dalam kategori- kategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.30

a. Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundang- undangan.

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu sebagai berikut:

b. Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji di dalam penelitian.

c. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum tersebut.

d. Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan menggunakan teori sebagai pisau analisis.

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas,

30Soerjono Soekanto, Op.Cit. 225.

(24)

kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.31

F. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Dalam Transaksi Gadai Oleh Usaha Pergadaian Yang Tidak Memiliki Izin (Studi Kasus di Kecamatan Medan Baru)” merupakan hasil pemikiran sendiri. Penulisan ini setelah melalui proses pengecekan diperpustakaan fakultas menurut sepengetahuan penulis belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada seperti beberapa judul penulisan yang diuraikan di bawah ini dapat diyakinkan bahwa substansi pembahasannya berbeda, dan dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara moral dan ilmiah.

Adapun judul penulisan skripsi lainnya yang memiliki kaitan dengan penulisan skripsi ini yaitu:

1.) Bennidict Bagus Rianto, NIM. 120200379, Skripsi, Judul

“Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Gadai dalam Perjanjian Gadai (Studi Pada PT. Perioritas Rakyat Sejahtera Multifinance)

2.) Paulus Siahaan, NIM. 120200410, Skripsi, Judul “Pengawasan OJK Terhadap Lembaga Pegadaian Dalam Pemenuhan Kebutuhan Likuiditas Masyarakat Terkait Pemenuhan Aspek Kepatuhan.”

3.) Nazariah, NIM. 04200114, Skripsi, Judul “Penyalahgunaan Hak Atas Benda Jaminan yang Dikaitkan dengan Gadai”

31Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda Karya, 2008), hal. 48.

(25)

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan menguraikan pembahasan masalah dalam skripsi ini, maka penyusunannya dilakukan secara sistematis. Skripsi ini terbagi dalam lima bab, yang gambarannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, keaslian penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG

DENGAN JAMINAN SUATU BARANG DALAM USAHA PERGADAIAN

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai pengertian gadai, jenis-jenis usaha pergadaian, aturan hukum peendirian usaha pergadaian dan sanksi hukum bagi usaha pergadaian yang tidak memiliki izin berdasarkan Peraturan otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian.

BAB III KEDUDUKAN HUKUM HARTA BENDA JAMINAN

DALAM USAHA PERGADAIAN DI INDONESIA

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai pengertian hukum jaminan, jenis-jenis jaminan, ketentuan dasar

(26)

hukum jaminan dan kedudukan hukum harta benda jaminana dalam usaha pergadaian.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NASABAH DALAM

TRANSAKSI GADAI OLEH USAHA PERGADAIAN YANG TIDAK MEMILIKI IZIN

Dalam bab ini yang akan dibahas mengenai aspek hukum dalam perjanjian hutang piutang dengan jaminan suatu barang dalam usaha pergadaian, perlindungan hukum bagi nasabah atas barang yang digadaikan pada usaha pergadaian yang tidak memiliki izin dan tanggung jawab usaha pergadaian yang tidak memiliki izin terhadap keberadaan barang jaminan milik nasabah.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran mengenai permasalahan yang dibahas.

(27)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI USAHA PERGADAIAN DI INDONESIA

A. Pengertian Gadai

Secara umum gadai adalah kegiatan menjaminkan barang-barang berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang dijaminkan tersebut akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara pelaku usaha dengan nasabah.32 Ketika seseorang membutuhkan dana sebenarnya dapat diajukan ke berbagai sumber dana, seperti meminjam uang ke bank atau lembaga keuangan lainnya.33 Akan tetapi karena prosedurnya yang rumit, memakan waktu yang relatif lebih lama serta persyaratan yang sulit dan harus dengan dokumen lengkap.34 Begitu juga dengan jaminan yang diberikan harus barang-barang tertentu, karena tidak semua barang dapat dijadikan jaminan di bank, maka gadai menjadi alternatif bagi masyarakat untuk mendapatkan dana.35

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh orang yang berpiutang atas suatu barang yang diserahkan oleh orang yang berpiutang sebagai jaminan utangnya, barang tersebut dapat dijual oleh yang berpiutang apabila yang berhutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.36

32Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grapindo Persada,2011) hal. 262.

33Ibid

34Ibid

35Ibid

36Adrian Sutedi, Hukum Gadai Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2011), hal 1.

Gadai diatur dalam Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1161.

(28)

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh pelaku usaha atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh nasabah atau oleh kuasanya, sebagai jaminan atas utangnya dan yang memberi wewenang kepada pelaku usaha untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan mendahului pelaku usaha lain, dengan pengecualian biaya penjualan sebagai pelaksanaan putusan atas tuntutan mengenai pemilikan atau penguasaan, dan biaya penyelamatan barang itu, yang dikeluarkan setelah barang itu diserahkan sebagai gadai dan yang harus didahulukan”37

Pengertian gadai yang tercantum dalam Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdataini sangat luas, tidak hanya mengatur pembebanan jaminan atas barang bergerak, tetapi juga mengatur tentang kewenagan pelaku usaha untuk mengambil pelunasannya dan mengatur eksekusi barang gadai, apabila nasabah lalai dalam melaksanakan kewajibannya.38

1. Gadai hadir karena perjanjian penyerahan kekuasaan atas barang gadai oleh nasabah kepada pelaku usaha gadai.

Unsur pokok gadai berdasarkan pengertian diatas, yaitu:

2. Penyerahan barang jaminan gadai dapat dilakukan nasabah atau orang lain atas nama nasabah.

3. Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan.

4. Barang yang digadaikan dapat ditebus kembali.

5. Pelaku usaha gadai tersebut berhak untuk mengambil pelunasan dari barang gadai lebih dahulu dibanding pelaku usaha lainnya.

37Pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

38Ibid

(29)

B. Jenis-jenis Usaha Pergadaian

Terdapat dua jenis usah pergadaian, yaitu:

1. Usaha Pergadaian Milik Negara (BUMN)

Usaha Pergadaian Milik Negara adalah PT Pegadaian (Persero) sebagaimana dimaksud dalam staatsblad Tahun 1982 Nomor 81 Tentang Pandhuis Regleement dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).39

Pegadaian atau Pawn Shop merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai.

Lembaga ini merupakan lembaga Pemerintah yang memberikan uang pinjaman terhadap nasabah atas dasar hukum gadai.

Usaha pergadaian konvensional ini sudah tersebar di seluruh Indonesia dengan menggunakan sistem bunga dan tarif jasa yang cukup besar.

40 Lembaga semacam ini awalnya berkembang di Italia yang kemudian dipraktikkan di wilayah-wilayah Eropa lainnya, misal Inggris dan Belanda.41 Sistem gadai tersebut memasuki Indonesia dibawa dan dikembangkan oleh orang Belanda (VOC), yaitu sekitar abad ke-19.42

Sejarah Pegadaian dimulai saat VOC mendirikan Bank Van Leening sebagai lembaga keuangan yang memberikan kredit dengan sistem gadai43

39Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian.

40Adrian Sutendi, Hukum Gadai Syariah , Op,Cit, hal. 80.

41Ibid

42Ibid

suatu maskapai perdagangan dari Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan berdagang. Dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomiannya VOC

43Pegadaian.co.id, Sejarah Pegadaian, Dalam https://www.pegadaian.co.id/profil/sejarah- perusahaan, Diakses pada tanggal 28 Juli 01:30

(30)

mendirikan Bank dan Leening yaitu lembaga kredit yang memberikan kredit dengan sistem gadai.44 Bank Van Leening didirikan pertama di Batavia pada tanggal 20 Agustus 1746 berdasarkan keputusan gubernur jendral Van Imhoff.45

Pada tahun 1800 setelah VOC dibubarkan, Indonesia berada dibawah Pemerintahan Belanda. Pemerintah Belanda dibawah Gubernur Jendral Daendels mengeluarkan peraturan yang merinci jenis barang yang dapat digadaikan seperti emas, perak, kain dan sebagian perabot rumah tangga, yang dapat disimpan dalam waktu yang sangat relatif singkat.46

Pada tahun 1811 Pemerintah Inggris mengambil alih dan membubarkan Bank Van Leening, masyarakat di beri keleluasaan mendirikan usaha pergadaian.47 Gubernur Jendral Thomas Stamford Raffles memutuskan untuk membubarkan Bank Van Leening dan mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa setiap orang boleh mendirikan usaha pergadaian dengan izin (licenci) dari Pemerintah daerah setempat.48 Bentuk usaha pergadaian di Indonesia berawal dari Bank Van Leening pada masa VOC yang mempunyai tugas memberikan pinjaman uang kepada masyarakat dengan jaminan gadai.49

Sebagai akibat dari pembubaran Bank Van Leening, masyarakat diberi keleluasaan untuk mendirikan usaha pergadaian asal mendapat lisensi dari Sejak itu bentuk usaha pergadaian telah mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan-peraturan yang mengaturnya.

44Adrian Sutendi, Hukum Gadai Syariah , Op,Cit, hal. 80.

45Ibid

46Ibid

47Pegadaian.co.id, Sejarah Pegadaian, Dalam https://www.pegadaian.co.id/profil/sejarah- perusahaan, Diakses pada tanggal 28 Juli 01:30

48Adrian Sutendi, Hukum Gadai Syariah , Op,Cit, hal. 81.

49Ibid

(31)

Pemerintah Daerah Setempat (Liecentie stelsel). Namun metode tersebut berdampak buruk pemegan lisensi menjalankan praktik rentnir atau lintah darat yang dirasakan kurang menguntungkan Pemerintah Inggris yang sedang berkuasa pada saat itu. Metode liecentie stelsel diganti menjadi pacth stelsel yaitu pendirian pegadaian diberikan kepada umum yang mampu membayarkan pajak yang tinggi kepada Pemerintah.50

Pada saat Belanda berkuasa kembali di Indonesia (1816) pola atau metode patch stelsel tetap dipertahankan dan menimbulkan dampak yang sama dimana pemegang hak ternyata banyak melakukan penyelewengan dalam menjalankan bisnisnya untuk keuntungan sendiri dengan menetapkan bunga pinjaman sewenang-wenang. Selanjutnya Pemerintah Hindia Belanda menetapkan apa yang disebut dengan “cultuur stelsel” dimana dalam kajian tentang pegadaian saran yang dikemukanakan adalah sebaiknya kegiatan pegadaian ditangani sendiri oleh Pemerintah agar dapat memberikan perlindungan dan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat.51

Pegadaian negara pertamakali didirikan di Sukabumi (Jawa Barat pada tanggal 1 April 1901)52

50Ibid

51Ibid

oleh pemerintah Hindia Belanda dengan mengeluarkan Staatsblad (Stbl) 1901 Nomor 131 tanggal 12 Maret 1901 setelah dikeluarkannya peraturan tersebut, maka pelaksanaan gadai dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Selanjutnya pada tahun 1903 di buka di beberapa kota lainnya, yaitu

52Pegadaian.co.id, Sejarah Pegadaian, Dalam https://www.pegadaian.co.id/profil/sejarah- perusahaan, Diakses pada tanggal 28 Juli 01:30

(32)

Purworejo, Bogor, Tasikmalaya, Cikakak di Bandung.53 Selanjutnya, dengan Staatblad 1920 Nomor 226 Rumah Gadai tersebut mendapat status Dinas Pegadaian sebagai Perusahaan Negara dalam arti Undang-Undang perusahaan Hindia Belanda (Lembaran Negara Hindia Belanda Nomor 419).54

Dalam masa ini pegadaian sudah beberapa kali berubah status, yaitu sebagai Perusahaan Negara (PN) sejak 1 Januari 1961

55 kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN).56 Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1990 (yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000) berubah lagi menjadi Perusahaan Umum (PERUM).57 Sampai pada tahu 2011 diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (selanjutnya disebut PT Pegadaian (Persero)).58 Setelah perubahan tersebut maka PT Pegadaian (Persero) mengikuti prinsip-prinsip yang terdapat pada Perusahaan Perseroan pada umumnya yang telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas59

Pegadaian sebagai lembaga keuangan non bank tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan,

dan berada di bawah pengawasan OJK.

53Adrian Sutendi, Hukum Gadai Syariah , Op,Cit, hal. 82.

54Ibid

55Pegadaian.co.id, Sejarah Pegadaian, Dalam https://www.pegadaian.co.id/profil/sejarah- perusahaan, Diakses pada tanggal 28 Juli 01:30

56Lihat Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 Tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian

57Lihat Peraturan pemerintah Nomor 103 Tahun 2000Tentang Perusahaan Umum Pegadaian

58Lihat Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 2011 Tentang Perubahan Bentuk badan Hukum Perusahaan Umum (Perum) Pegadaian Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero)

59Lihat Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

(33)

misalnya: giro, deposito dan tabungan sebagaimana halnya dengan sumber dana konvensional perbankan.60 Untuk memenuhi kebutuhan dana dalam menjalankan kegiatan usaha, maka pegadaian memiliki sumber-sumber dana, sebagai berikut:61

1. Modal sendiri, terdiri dari:

a. Modal awal, yaitu kekayaan Negara diluar APBN.

b. Penyertaan modal pemerintah.

c. Laba ditahan, laba ditahan ini merupakan akumulasi laba sejak perusahaan perum pegadaian berdiri.

2. Pinjaman jangka pendek dari perbankan.

3. Bekerjasama dengan pihak ke-3 dalam memanfaatkan aset perusahaan dalam bidang bisnis properti, seperti dalam pembangunan gedung kantor dan pertokoan dengan sistem BOT, build, operate, dan transfer.

4. Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi.

5. Mengadakan kerjasama dengan lembaga keuangan lainnya, baik perbankan maupun non perbankan.

2. Usaha Pergadaian Milik Swasta

Perusahaan Pergadaian Swasta adalah badan hukum yang melakuakan Usaha pergadaian.62

60Dahlan Siamat, Loc.Cit, hal 504

Usaha pergadaian ini pada dasarnya melakukan kegiatan yang sama dengan perusahaan pergadaian milik negara yaitu memberikan pinjaman dengan proses yang cepat dan mudah dengan jaminan suatu barang, hanya berbeda pada status kepemilikannya saja. Barang yang dijaminkan bisa

61Restika Juhasmi, Dalam http://restikajuhasmi.co.id/makalah-bank-dan- lembagakeuangan .html, Diakses pada tanggal 28 Juli 2018 Pukul 02:00.

62Pasal 1 Ayat (3) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergadaian.

(34)

ditebus kembali dengan membayar cicilan atau pelunasan dengan bunga yang beragam. Usaha pergadaian swasta memang mengandalkan pelayanan yang lebih cepat dan mudah tetapi berbiaya tinggi.

C. Aturan Hukum Pendirian Usaha Pergadaian

1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut sebagai UU PT).

Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut sebagai PT) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini peraturan pelaksanaannya.63

1. Harus didirikan oleh dua orang atau lebih,

Perseroan Terbatas (PT) merupakan perusahaan yang oleh Undang- Undang dinyatakan sebagai perusahaan yang memiliki badan hukum. Dengan status sebagai badan hukum, PT menjadi subjek hukum pendukung hak dan kewajiban sebagai badan hukum. Hal itu berarti PT dapat melakukan perbuatan- perbuatan hukum seperti manusia dan dapat pula memiliki kekayaan maupun hutang.

Mengenai pendirian Perseroan Terbatas diatur dalam Bab II Bagian Kesatu UU PT, yang terdiri atas Pasal 7 sampai Pasal 14. Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pendirian PT yang sah sebagai badan hukum, yaitu terdiri atas:

63Pasal 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(35)

2. Pendirian berbentuk Akta Notaris, 3. Dibuat dalam Bahasa Indonesia,

4. Setiap pendiri wajib mengambil saham,

5. Mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM.64

Menurut Pasal 29 UU PT, Daftar PT memuat data-data tentang PT yang meliputi:

1. Nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan, serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan PT,

2. Alamat lengkap PT,

3. Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum PT tersebut,

4. Nomor dan tanggal perubahan akta Anggaran Dasar dan Persetujuan menteri,

5. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan Anggaran Dasar,

6. Nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota direksi, dan anggota Dewan Komisaris PT,

7. Nomor dan tanggal akta pembubaran PT yang telah diberitahukan kepada menteri,

8. Berakhirnya status badan hukum PT,

9. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi PT yang wajib diaudit.65

64M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016), hal 161

(36)

Sementara itu dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-03.AH.01.01 Tahun 2009 tentang Daftar PT dijelaskan bahwa Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum di Kementrian Huukum dan HAM RI sebagai pejabat wajib membuat Daftar Perseroan yang memuat data sebagai berikut:

1. Nama dan tempat kedudukan PT,

2. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha PT, 3. Jangka waktu pendirian PT,

4. Permodalan yang meliputi: modal dasar, modal ditempatkan dan disetor, jumlah dan nominal saham, bentuk setoran saham dan nilainya,

5. Alamat lengkap PT

6. Nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum PT,

7. Nomor dan tanggal perubahan akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan menteri mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar, 8. Nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal

penerimaan pemberitahuan oleh menteri,

9. Nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan membuat akta perubahan anggaran dasa,

10. Nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota direksi, dan anggota dewan komisaris perseroan

65Lihat Pasal 29 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(37)

11. Nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran PT yang telah diberitahukan kepada menteri,

12. Berakhirnya status badan hukum PT,

13. Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi PT yang wajib diaudit.66

Data PT di atas dicatat dalam daftar PT pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum PT.67 Daftar PT bersifat terbuka untuk umum, sehingga setiap orang bisa mengakses data dan informasi di dalamnya.68 Pencatatan data tentang perseroan dalam Daftar Perseroan dilakukan secara elektronik dengan tekhnologi informasi SABH.69 Daftar perseroan ini disimpan oleh pejabat yang ditunjuk yakni Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum.70

2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Koperasi (selanjutnya disebut UU Koperasi).

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan atau badan hukum koperasi , dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha,

66Lihat Pasal 3 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor: M.HH-03.AH.01.01 Tahun 2009 tentang Daftar PT

67Adib Bahari, Panduan Mendirikan Perseroan Terbatas, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2013) hal 50

68Ibid

69Ibid

70Ibid

(38)

yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.71

Koperasi merupakan bagian dari tata susunan ekonomi, hal ini berarti bahwa dalam kegiatannya Koperasi turut mengambil bagian bagi tercapainya kehidupan ekonomi yang sejahtera, baik bagi orang-orang yang menjadi anggota perkumpulan itu sendiri maupun untuk masyarakat di sekitarnya.72 Koperasi sebagai perkumpulan untuk kesejahteraan bersama, melakukan usaha dan kegiatan di bidang pemenuhan kebutuhan bersama dari para anggotanya.73 Koperasi mempunyai peranan yang cukup besar dalam menyusun usaha bersama dari orang-orang yang mempunyai kemampuan ekonomi terbatas.74 Dalam rangka usaha untuk memajukan kedudukan rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas tersebut, maka Pemerintah Indonesia memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan perkumpulan-perkumpulan koperasi75

1. Pemrakarsa dua orang atau lebih yang mewakili kelompok masyarakat, menghubungi kantor koperasi di tingkat II (kabupaten/kotamadya) untuk mendapatkan penjelasan awal mengenai persyaratan dan tata cara pendirian koperasi,

Syarat utama untuk mendirikan sebuah koperasi yang diatur dalam UU Koperasi adalah sebagai berikut:

71Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian

72I.G.Gde. Raka, Pengantar Pengetahuan Koperasi, (Jakarta: Departemen Koperasi, 1983), hal. 15.

73 Ibid

74 Ibid

75 Ibid

(39)

2. Mengajukan proposal (gambaran umum) yang berisi tentang potensi ekonomi anggota, jenis usaha yang akan dikembangkan, dasar pembentukan koperasi, dan sekaligus mengajukan permohonan ke pejabat Kantor Koperasi, dalam rangka mempersiapkan rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) koperasi yang akan didirikan,

3. Atas dasar permohonan pada butir 2, pejabat Kantor Koperasi memberikan penyuluhan, yang intinya antara lain berisi tentang pengertian koperasi, tujuan dan manfaat berkoperasi, hak dan kewajiban anggota, dan peraturan-peraturan lainnya,

4. Penyuluhan dan rapat pembentukan koperasi diharapkan dihadiri minimal 20 orang calon-calon anggota koperasi. Rapat pembentukan koperasi ini dipimpin oleh pemrakarsa yang didampingi oleh pejabat Kantor Koperasi, dengan materi rapat sebagai berikut :

a. Kesepakatan pembentukan koperasi

b. Pembahasan dan pensahan AD/ART koperasi c. Penetapan pendiri koperasi

d. Pemilihan pengurus dan dan pengawas koperasi

e. Pengucapan sumpah/janji pengurus dan pengawas koperasi f. Sambutan-sambutan bila dianggap perlu

g. Penutup,

5. Setelah rapat tersebut selesai maka, koperasi telah dapat menjalankan aktivitas usahanya, antara lain :

(40)

a. anggota membayar simpanan wajib, simpanan pokok dan simpanan lainnya.

b. pengurus menyelenggarakan administrasi organisasi, usaha, ' dan keuangan koperasi.

c. Pengurus mulai melaksanakan kegiatan usaha atau pelayanan . kepada anggota, sesuai dengan bidang usaha yang telah disepakati untuk dikembangkan koperasi seperti simpanpinjam, pertokoan, dan lain-lain.

6. Pengurus mengajukan permohonan pengesahan koperasi sebagai ' badan hukum ke Kantor Koperasi setempat. Permohonan tersebut dibuat rangkap tiga dan aslinya bermeterai. Disertai lampiran sebagai berikut :

a. Akta pendirian dan AD/ART koperasi, dibuat rangkap 3 dan aslinya bermeterai.

b. Berita acara rapat pembentukan koperasi.

c. Daftar hadir rapat pembentukan koperasi.

d. Neraca awal koperasi atau surat pernyataan pengurus, bahwa anggota telah membayar simpanan-simpanan yang telah ditetapkan.

e. Daftar susunan pengurus dan pengawas koperasi.

f. Daftar riwayat hidup masing-masing pengurus dan Pengawas koperasi,

(41)

7. Pejabat Kantor Koperasi setempat melakukan verifikasi dan penelitian atas kebenaran data-data yang diajukan oleh pengurus koperasi tersebut. Apabila seluruh data yang disampaikan telah sesuai dengan ketentuan-ketentuan perundangan yang berlaku dan menurut pengamatan koperasi tersebut menunjukkan prospek pengembangannya, maka pejabat Kantor Koperasi setempat segera melakukan pencatatan. Kemudian dalam waktu paling lambat 3 bulan, pejabat Kantor Koperasi menyerahkan akta Badan Hukum koperasi tersebut kepada pengurus,

8. Untuk koperasi primer atau sekunder yang wilayah Operasinya lebih dari dua daerah tingkat II, maka Kantor Keperasi tingkat II menyerahkannya kepada pejabat Kantor Wilayah Departemen Koperasi di tingkat I (Provinsi) untuk diverifikasi ataupun diteliti kebenaran data-data koperasi yang diajukan,

9. Apabila seluruh data yang disampaikan telah sesuai dengan ketentuan- ketentuan perundangan yang berlaku, maka akta Badan Hukum tersebut disampaikan kepada pejabat Kantor Koperasi Tingkat II untuk diteruskan kepada koperasi yang bersangkutan.76

D. Sanksi Hukum bagi Usaha Pergadaian yang Tidak Memiliki Izin Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 Tentang Usaha Pergdaian

76 Ibid

(42)

1. Pengertian Sanksi

Sanksi adalah suatu tindakan berupa hukuman yang diberikan kepada orang yang melanggar peraturan. Sanksi diperlukan agar peraturan atau undang undang tidak dilanggar.77 Agar peraturan dipatuhi, maka harus ada sanksi bagi para pelanggarnya.78 Sanksi dalam hukum yaitu alat kekuasaan yang bersifat hukum publik yang dapat digunakan oleh pemerintah sebagai reaksi atas ketidakpatuhan terhadap kewajiban yang terdapat dalam norma administrasi negara, yaitu kekuasaan (machmiddelen), bersifat hukum publik (publiekrechtelijke) , digunakan oleh pemerintah (overhead), sebagai reaksi atas ketidakpatuhan (reactive op net-naleving). 79

Sanksi hukum adalah hukuman yang dijatuhkan pada seseorang yang melanggar hukum.80 Merupakan bentuk perwujudan yang paling jelas dari kekuasaan negara dalam pelaksanaan kewajibannya untuk memaksakan ditaatinya hukum.81

2. Jenis-Jenis Sanksi

Seiring dengan luasnya ruang lingkup dan keragaman bidang urusan pemerintahan yang masing-masing bidang itu diatur dengan peraturan tersendiri, macam dan jenis sanksi dalam rangka penegakan peraturan itu beragam. Pada

77SudutHukum.com, Pengertian Sanksi Administrasi, Dalam https://www.suduthukum.com/pengertian-sanksi-administrasi.html, Diakses tanggal 28 Juli Pukul 02:13

78Ibid

79Ibid

80Tiur Margareth, Pengertian Sanksi Hukum, Dalam https://tiurmargareth.com/dasar- dasar-ilmu-hukum/pengertian-sanksi-hukum/, Diakses pada 28 Juli 2018 Pukul 02:33

81Ibid

(43)

umunya macam-macam dan jenis sanksi itu dicantumkan dan ditentukan secara tegas dalam peraturan perundangundangan bidang administrasi tertentu. Secara umum dikenal beberapa macam sanksi administratif, yaitu :

1. Sanksi Perdata

Sanksi perdata adalah sanksi yang diterapkan kepada seseorang yang telah melanggar ketentuan hukum yang telah dibuatnya dalam suatu perikatan.82 Sanksi perdata diberikan dalam bentuk ganti rugi dan denda.83

2. Sanksi Pidana

Sanksi Pidana adalah sanksi yang dijatuhkan kepada seseorang yang telah melanggar ketentuan hukum pidana yang mengakibatkan perampasan kebebasan (hukuman penjara), harta benda (penyitaan), kehormatan bahkan jiwa seseorang (hukuman mati).84

3. Sanksi Administratif

Dalam penerapan hukum pidana harus mendasarkan pada hukum acara pidana yang jelas. Hal ini untuk memberikan hak kepada seseorang untuk membela diri, berkaitan pula dengan penerapan asas legalitas.

Sanksi Administratif (Administrasi) adalah instrumen hukum berupa sanksi administrasi yang dapat digunakan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang.85

82Ibid

83Ibid

84Ibid

Sanksi administratif

85SudutHukum.com, Pengertian Sanksi Administrasi, Dalam https://www.suduthukum.com/pengertian-sanksi-administrasi.html, Diakses tanggal 28 Juli Pukul 02:53

(44)

sebagai upaya untuk memaksa masyarakat menaati ketentuan-ketentuan yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban.86

Sanksi administratif dapat berbentuk penolakan pemberian izin atau mencabut izin yang telah diberikan setelah dikeluarkannya izin sementara.

Penerapan sanksi administratif biasanya berkaitan dengan suatu kegiatan usaha yang dianggap telah terjadi suatu pelanggaran administrasi.87

Jenis sanksi administratif berupa paksaan pemerintah (Bestuursdwang), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan (misalnya izin usaha), pengenaan denda administratif, pengenaan uang paksa oleh pemerintah (Dwangsom).88

3. POJK Usaha Pergadaian sebagai Sanksi Administratif

Pelaku usaha pergadaian dalam hal melakukan perbuatan melawan hukum dapat diterapkan sanksi dalam suatu bidang administrasi, seperti dalam bidang lingkungan.

POJK Usaha Pergadaian sebagai Sanksi hukum administratif terhadap usaha pergadaian yang sudah memiliki izin dalam hal melakukan pelanggaran ketentuan yang telah diatur dalam POJK Usaha Pergadaian maka akan dikenakan

86Ibid

87Tiur Margareth, Pengertian Sanksi Hukum, Dalam https://tiurmargareth.com/dasar- dasar-ilmu-hukum/pengertian-sanksi-hukum/, Diakses pada 28 Juli 2018 Pukul 02:57

88Ibid

(45)

sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin sampai dengan pencabutan izin usaha.89

POJK Usaha Pergadaian sebagai Sanksi hukum administratif terhadap usaha pergadaian yang tidak memiliki izin meliputi paksaan pemerintahan atau tindakan paksa (bestuursdwang), uang paksa (publiekrechtelijke dwangsom), penutupan tempat usaha (sluiting van een inrichting), penghentian kegiatan mesin perusahaan (buitengebruikstelling van een toestel), dan proses teguran oleh pemerintah.90

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan bahwa gadai merupakan salah satu lembaga jaminan kebendaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dilihat dari lahirnya aturan tentang hukum jaminan, maka gadai termasuk lembaga jaminan tertua di Indonesia bersama dengan hipotik.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan peraturan untuk mendorong pertumbuhan industri gadai swasta sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian yang diterbitkan 29 Juli 2016 mengatur antara lain tentang kepemilikan dan permodalan.

89Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, (Surabaya : Airlangga University Press, 1996), hal. 192-193

(46)

BAB III

ASPEK HUKUM PERJANJIAN HUTANG PIUTANG DENGAN JAMINAN SUATU BARANG DALAM USAHA PERGADAIAN

A. Pengertian Hukum Jaminan

Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan- jaminan piutang seorang pemberi jaminan dengan penerima jaminan. Menurut J.

Satrio hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang.91 Hemat Salim berpendapat bahwa hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.92

Berdasarkan dua pendapat tentang hukum jaminan diatas dapat disimpulkan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan yang mengatur hukum antara pemberi jaminan dengan penerima jaminan sebagai akibat dari pembebanan suatu utang tertentu dengan suatu jaminan. Hukum jaminan tidak hanya mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap pelaku usaha sebagai pihak pemberi utang saja melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap nasabah sebagai penerima utang. Hukum jaminan tidak hanya mengatur tentang hak-hak pelaku usaha yang berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu saja tetapi juga mengatur hak-hak nasabah yang berkaitan dengan pelunasan utang tersebut.

91J.Satrio,Hukum Jaminan dan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia,(Bandung:Citra Aditya Bakti,2002), hal 3.

92Hemat Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta:Raja Grafindo Persada,2004), hal 6.

(47)

Menurut pendapat Prof. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan menuturkan bahwa hukum jaminan merupakan hukum mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan.93

a. Adanya kaidah hukum

Peraturan demikian harus memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit baik dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan harus bersamaan dengan adanya lembaga kredit berjumlah besar, dengan jangka waktu lama dan bunga yang relatif rendah.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Prof. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan ini merupakan suatu konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan pada masa yang akan datang. Saat ini telah dibuat berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan.

Unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan ialah sebagai berikut:

b. Adanya pemberi jaminan dan penerima jaminan c. Adanya jaminan

d. Adanya fasilitas kredit.94

Menurut Rahmadi Usman unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan adalah sebagai berikut:

93Tesishukum.com, Pengertian Hukum jaminan Menurut Para Ahli, Dalam http://tesishukum.com/pengertian-hukum-jaminan-menurut-para-ahli/, Diakses tanggal 28 Juli 2018, Pukul 03:17

94Hemat Salim, Op. Cit, hal 7.

Referensi

Dokumen terkait

Memenuhi surat Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung Rl Nomor : 115/TuakaBin/XII/2017 tanggal 18 Desember 2017 perihal tersebut pada pokok surat Bersama ini dengan hormat kami

Menurut Sardiman (2011: 83) beberapa siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi mempunyai ciri-ciri diantaranya sebagai berikut: (1) mempunyai rasa ketertarikan

Setiap perlakuan terdiri dari tanpa bahan organik, kompos jerami, pupuk kandang sapi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan varietas berpengaruh sangat nyata

Mendekati dengan model LSTM, kami melakukan proses validasi akurasi dengan SVM melalui perbandingan hasil prediksi jenis emosi suara metode klasifikasi SVM dengan jenis

Berdasarkan hasil observasi di PT Mitra Beton Perkasa Kudus, permasalahan yang terjadi pada perusahaan tersebut adalah penurunan kinerja karyawan terhadap disiplin

Nampak terlihat bahwa Konverter tipe buck dengan kendali P mampu mengendalikan level tengangan sesuai referensi untuk beban RL(100Ω, 20m), sedangkan untuk beban

Beberapa pengunjung berkomentar sama bahwa desain dan arsitektur Masjid Islamic Center Dato Tiro ini telah banyak mengundang daya tarik bagi masyarakat lokal