• Tidak ada hasil yang ditemukan

Supervisi Akademik Untuk Pengembangan Pr

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Supervisi Akademik Untuk Pengembangan Pr"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Supervisi Akademik Untuk Pengembangan Profesionalisme Guru

Mangasa Aritonang, Ph.D.

Widyaiswara PPPPTK Bisnis dan Pariwisata

mangasa.aritonang67@gmail.com

1. Pendahuluan

Supervisi dimaknai dengan berbagai definisi, misalnya (1) sebagai hubungan kooperatif antara seorang pemimpin dengan satu orang atau lebih untuk menyelesaikan pekerjaan tertentu; (2) proses sosial dua arah yang dinamis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi dengan berupaya untuk memperoleh kualitas kinerja dan berupaya mendukung dan membantu pekerja (guru) untuk melakukan yang terbaik. Supervisi dilaksanakan dengan tujuan untuk (1) membantu perkembangan personal dan profesional pekerja (guru) agar mencapai kualitas terbaik; (2) mempertahankan standar kualitas; (3) membantu memecahkan permasalahan pembelajaran yang dihadapi guru; (4) mengevaluasi proses pembelajaran, kinerja guru, kemajuan yang telah dicapai, dan menyarankan perubahan untuk dapat bekerja lebih efektif. Ciri khas dari supervisi itu adalah proses yang berkelanjutan yang melibatkan motivasi, pujian akan kinerja, pengembangan staf dan kepemimpinan (Toppo, 2016).

Supervisi memiliki prinsip sebagai berikut: (1) harus mendorong seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri agar dapat mengetahui potensi yangg dimiliki; (2) mendorong seseorang untuk berani mengambil tanggung jawab yang lebih besar; (3) memberikan kesempatan untuk bekerja di dalam team dan mengembangkan hubungan antar individu; (4) memberikan otonomi kepada guru berdasarkan pada kepribadian, kompetensi, dan karakteristiknya; (5) menerjemahkan kebijakan dan memberikan instruksi kreatif; (6) memenuhi kebutuhan setiap individu; (7) demokratis; (8) direncanakan dengan baik; (8) menghormati kepribadian karyawan (guru) (Toppo, 2016).

Istilah supervisi akademik sering diartikan di dalam dua konteks, yaitu (1) konteks perguruan tinggi, dimana dosen berperan sebagai supervisor melaksanakan supervisi akademik kepada mahasiswa, dan (2) konteks sekolah, dimana kepala sekolah berperan sebagai supervisor melaksanakan supervisi akademik kepada guru. Supervisi akademik yang dibahas dalam tulisan ini adalah konteks yang kedua, yaitu supervisi akademik di lingkungan sekolah, dan sering dikenal juga sebagai supervision of instruction atau supervisi instruksional (Draper, 2017; Fischer, n.d.; Manley, 2013; Swearingen, 1962).

(2)

memerlukan waktu yang panjang, dan satu studi penelitian diperlukan untuk melihat dampak tersebut. Oleh karena itu, tulisan ini terbatas pada pelaksanaan supervisi akademik dalam upaya pengembangan profesionalisme guru saja.

2. Supervisi Akademik

Supervisi akademik adalah suatu upaya pekerjaan untuk memastikan pelaksanaan misi pendidikan di suatu sekolah dengan cara mengawasi, melengkapi, dan memberdayakan guru agar guru dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik (Draper, 2017). Supervisi akademik dikatakan efektif bila kegiatan supervisi itu dapat berdampak meningkatkan capaian hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, supervisi akademik merupakan bagian integral dalam upaya peningkatan keberhasilan guru dan capaian hasil belajar peserta didik (Manley, 2013).

Sejarah supervisi akademik di Amerika diawali pada era koloni New England. Saat itu, supervisi akademik dilaksanakan sebagai suatu tindakan pengawasan eksternal, yaitu satu orang atau lebih masyarakat setempat ditunjuk untuk mengawasi apa yang diajarkan oleh guru dan apa yang dipelajari oleh peserta didik. Kemudian di pertengahan abad ke-19 di Amerika, pengawasan dilakukan oleh superintendent untuk memastikan bahwa guru mengikuti dan mematuhi sebagaimana digariskan dalam kurikulum dan peserta didik dapat mengikuti pelajaran. Karena jumlah sekolah terus bertambah, dan tugas ini tidak mungkin dilakukan oleh superintendent, maka tugas supervisi akademik diserahkan kepada kepala sekolah (Starratt, 2017).

Di Indonesia, supervisi akademik secara formal diberlakukan sejak adanya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No. 0134/1977 yang menyatakan bahwa kepala sekolah, penilik sekolah di tingkat kecamatan, dan pengawas sekolah di tingkat kabupaten dan kotamadya dapat berperan melaksanakan tugas supervisi akademik (Santoso, 2011). Pada tahun 2007, pelaksanaan supervisi akademik di sekolah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas) nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses, yang menyatakan bahwa:

“Pemantauan proses pembelajaran dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil pembelajaran.

Pemantauan dilakukan dengan cara diskusi kelompok terfokus, pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara, dan dokumentasi.

Kegiatan pemantauan dilaksanakan oleh kepala dan pengawas satuan pendidikan” (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2007).

(3)

3. Pengembangan Profesionalisme Guru

Sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005, guru adalah pendidik profesional, baik di jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini, yang keprofesionalannya diakui dan dibuktikan dengan sertifikat pendidik (Presiden Republik Indonesia, 2005). Disebutkan juga dalam Undang-undang tersebut bahwa salah satu hak guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya adalah memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Untuk dapat merealisasikan pelatihan dan pengembangan profesi guru, analisis kebutuhan pelatihan guru sangat diperlukan. UU nomor 14 tahun 2005 ini konsisten dengan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 16 tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, yang menyatakan bahwa “pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan kompetensi guru yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, bertahap, berkelanjutan untuk meningkatkan profesionalitasnya” (Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2009). Artinya, pelatihan dan pengembangan yang diikuti harus sesuai dengan kebutuhan guru tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis kebutuhan guru adalah melalui supervisi akademik.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Ditektorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan sangat perduli dengan pengembangan profesionalsime guru. Berbagai upaya telah dilaksanakan, yang salah satunya adalah program Guru Pembelajar pada tahun 2016 dan program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) pada tahun 2017. Kedua program ini dilaksanakan berdasarkan hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) dengan standar minimal kelulusan yang terus ditingkatkan. Kedua program tersebut di atas mengandung makna bahwa guru harus terus berupaya meningkatkan profesionalismenya; guru harus terus dan secara berkelanjutan belajar untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya. Melalui program pengembangan profesionalisme guru yang berkelanjutan, guru akan terus mengikuti perkembangan informasi hasil penelitian tentang bagaimana peserta didik belajar, perkembangan kurikulum dan ilmu pengetahuan, dan perkembangan alat teknologi yang dapat digunakan untuk pembelajaran di dalam kelas. Program pengembangan profesionalisme guru yang terbaik adalah program yang berkelanjutan (on-going), berbasis pengalaman (experienial), kolaboratif (collaborative), dan terhubung (connected) dan berawal dari pengalaman dengan peserta didik serta pemahaman akan budaya peserta didik (Edutopia Team, 2008).

(4)

profesionalsime guru di Indonesia sudah efektif dan berdampak pada peningkatan kualitas hasil belajar siswa. Sebagai contoh, menurut laporan penelitian dari Center for Public Education, National School Boards Association di Amerika, kebanyakan program pengembangan profesionalisme guru yang telah berjalan di Amerika itu tidak efektif karena program pelatihan dan pengembangan tersebut tidak berdampak pada peningkatan kualitas belajar siswa, dan juga tidak berdampak pada perubahan strategi mengajar guru (Gulamhussein, 2013). Center for Public Education di Amerika menyarankan 5 prinsip untuk program pelatihan dan pengembangan profesionalisme guru yang efektif:

1) Durasi program pengembangan profesionalisme guru harus signifikan dan berkelanjutan agar guru dapat mempelajari strategi baru dan mampu mengatasi masalah implementasinya

2) Harus ada dukungan untuk guru pada saat tahap implementasi, dimana kemungkinan besar ada tantangan khusus dalam penerapan strategi pembelajaran baru

3) Guru harus terlibat aktif dalam memaknai pendekatan atau strategi pembelajaran baru, bukan menjadi pendengar pasif.

4) Memberi contoh atau praktek akan sangat membantu guru dalam memahami hal yang baru

5) Konten yang disajikan kepada guru harus spesifik kepada kelompok guru tertentu (Gulamhussein, 2013).

4. Pelaksanaan Supervisi Akademik yang Efektif

Sebagaimana telah disebutkan terlebih dahulu bahwa program pengembangan profesionalisme guru harus berdampak positif terhadap peningkatan kualitas hasil belajar peserta didik. Oleh karena itu, pelaksanaan supervisi akademik harus direncanakan dan dijadwalkan. Dalam tahap perencanaan supervisi akademik, supervisor perlu menyiapkan jadwal supervisi, menentukan pendekatan dan teknik pelaksanaan supervisi, dan menyiapkan beberapa instrumen seperti instrumen penilaian persiapan perangkat pembelajaran (RPP) yang disiapkan oleh guru, instrumen observasi kelas, dan instrumen umpan balik. Dan yang tidak kalah pentingnya pada tahap perencanaan supervisi akademik adalah bahwa supervisor harus mengembangkan tujuan supervisi akademik yang SMART (Specific/kusus, measurable/terukur, attainable/dapat dicapai, results-oriented/berorientasi pada hasil, timely/sesuai jadwal) (Draper, 2017).

(5)

tiga siklus supervisi, yang tiap siklus terdiri dari kegiatan perncanaan, pelaksanaan, pengamatan, refleksi, dan revisi (Rosilawati, 2014).

5. Supervisi Akademik untuk Pengembangan Profesionalsime Guru

Keberhasilan atau efektivitas pelaksanaan supervisi akademik untuk pengembangan profesionalisme guru sangat tergantung pada supervisor yang berkualitas, guru yang berkomitmen, dan informasi terkait pelaksanaan supervisi akademik tersebut.

a. Supervisor yang berkualitas

Supervisor yang berkualitas adalah seseorang yang bertugas melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dan sudah memliki kopetensi yang memadai dalam melaksanakan tugas tersebut. Supervisor yang berhasil dalam melaksanakan tugasnya adalah supervisor yang memberikan dukungan kepada guru yang tidak hanya melalui workshop tetapi juga ada pada saat dibutuhkan oleh guru dalam bentuk supervisi klinis. Lebih jauh lagi, supervisor juga perlu bekerja sama dengan orang tua peserta didik dan guru untuk dapat mengetahui kebutuhan masyarakat dan dapat memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi peserta didik (Draper, 2017; Manley, 2013). Lebih jauh lagi, Draper (2017) menegaskan bahwa supervisor yang tangguh dan berkualitas tidak hanya mencari bukti tentang kegiatan atau performansi terbaik guru tetapi juga akan mencari bukti performansi terbaik peserta didik. Misalnya, supervisor bisa saja menemukan bahwa guru dalam pengelolaan kelas telah menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil agar peserta didik dapat berkolaborasi, tetapi bila peserta didik dalam kelompok membicarakan topik menyimpang dari yang seharusnya, maka kelompok kecil itu menjadi tidak efektif.

Supervisor yang berkualitas harus memiliki tiga kompetensi supervisi akademik, yaitu (1) merencanakan program supervisi akademik, (2) melaksanakan program supervisi akademik, dan (3) menindaklanjuti program supervisi akademik (Manggar, Cahyono, & Wardjojo, 2011). Namun, di dalam program pengembangan keprofesian berkelanjutan kepala sekolah (PKB KS) tahun 2017, ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh supervisor dalam pelaksanaan supervisi akademik, yaitu kompetensi merencanakan supervisi akademik, melaksanakan supervisi akademik, menganalisis hasil supervisi akademik, dan menyusun program tindak lanjut supervisi akademik (Snae, Budiati, & Aritonang, 2017). Keempat kompetensi ini merupakan satu kesatuan yang dilaksanakan secara sistematis dan dilaksanakan secara kolaboratif bersama guru yang disupervisi. Kepala sekolah harus memilki kompetensi sebagai supervisor dan bahkan menjadi persyaratan yang harus dimiliki oleh kepala sekolah untuk keberhasilan pelaksanaaan tugas supervisi akademik (Rahabav, 2016).

Sebagai jabaran dari keempat kompetensi di atas, Fischer (n.d.) menyatakan bahwa untuk meningkatkan profesionalsime guru melalui supervisi akademik, supervisor harus mengetahui dan terampil dalam hal berikut ini:

 Apa yang mau dievaluasi dari guru

 Bagaimana mengobservasi dan menganalisis hasil observasi dan data lainnya

(6)

kompetensinya.

Sementara itu, Toppo (2016) mendeskripsikan supervisor yang berkualitas memiliki karakter seperti berikut ini: teliti, adil, inisiatif, antusias, emosi terkontrol, penampilan baik dan rapi, mampu mengajar.

b. Guru yang berkomitmen

Pendidikan berkualitas tidak dapat diperoleh tanpa upaya dari guru yang berkomitmen dan berdedikasi. Guru yang berkomitmen harus menanamkan dan menumbuh-kembangkan nilai-nilai yang akan menggiring guru tersebut untuk selalu mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang lebih luas (Razak, Darmawan, & Keeves, 2009).

Untuk menjadi guru yang profesional, guru harus memiliki komitmen untuk mengembangkan profesionalismenya. Hal ini konsisten dengan UU Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, persisnya di bagian prinsip profesionalitas bahwa guru harus “memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan” (Presiden Republik Indonesia, 2005). Guru yang berkomitmen selalu menginginkan perubahan dan pengembangan profesionalisme (Mart, 2013). Lynch (2015) menyarankan lima komitmen profesional yang harus ditunjukkan oleh guru, yaitu: 1) Berkomitmen menjadi guru pembelajar sepanjang hayat

2) Memanfaatkan kurikulum dengan penuh tanggung jawab

3) Perlakukan semua peserta didik dengan sama, adil, dan bertanggung jawab 4) Penuhi kebutuhan belajar setiap peserta didik

5) Berkontribusi secara aktif pada profesi

Komitmen yang pertama – menjadi guru pembelajar sepanjang hayat – sangat berkaitan dengan prinsip program pengembangan keprofesian berkelanjutan yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2016. Dalam kaitannya dengan supervisi akademik, guru harus berkomitmen untuk menindaklanjuti hasil supervisi akademik untuk pengembangan profesionalismenya.

c. Pelaksanaan supervisi

Hal ketiga yang menjadi faktor keberhasilan supervisi akademik untuk pengembangan profesionalsime guru adalah pelaksanaan supervisi akademik itu sendiri, yang mencakup pendekatan dan teknik yang digunakan.

(7)

jawab atas perkembangan profesionalsimenya sendiri. Di dalam pendekatan ini, para guru bekerjasama dan saling belajar satu sama lain. Self-directed supervision maksudnya adalah guru melakukan supervisi akademik terhadap dirinya sendiri. Pendekatan supervisi ini hanya diberikan kepada guru yang sudah advanced, mandiri, dan dapat mengarahkan diri-sendiri, atau kepada guru yang memiliki pengetahuan dan memahami apa yang mesti dia lakukan untuk supervisi terhadap dirinya sendiri. Dalam pendekatan ini, peranan supervisor hanya menyediakan sumber-sumber teknis, motivasi, dan bantuan.

Supervisi akademik dapat dilakukan melalui pemberian contoh di dalam kelas, diskusi, konsultasi, atau pelatihan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 2016). Selain itu, mengutip dari Peretomode (2004), Archibong (2012) menjabarkan beberapa teknik yang dapat dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang diharapkan dari pelaksanaan supervisi akademik:

1) Observasi kelas: mengobservasi guru yang sedang mengajar di kelas, dan menganalisis proses pembelajarannya, kepribadian guru di kelas, interaksi antara guru dan peserta didik, materi ajar dan presentasi pelajaran. Semua ini diamati oleh supervisor.

2) Demonstrasi: mempresentasikan materi kepada sekelompok guru untuk diperhatikan, dan mendorong guru untuk berdiskusi kelompok agar dapat belajar dan bertumbuh bersama.

3) Kunjungan antar kelas: sering dikenal dengan intervisiting atau reciprocal visitations, yaitu melibatkan seorang guru mengamati guru lain yang sedang mengajar di kelas yang lain pada sekolah yang sama (inter-class visitation) atau di sekolah yang berbeda (inter-school visitation). Teknik ini sangat bermanfaat bila guru pemula datang mengamati guru yang sudah berpengalaman.

4) Workshop: melibatkan sekelompok guru untuk mendiskusikan topik khusus secara tatap muka dan mencoba mencari solusinya.

5) Micro-teaching: Guru yang dievaluasi mengajar di depan kelompok guru lainnya untuk mendapatkan umpan balik. Setelah umpan balik diberikan, guru tersebut harus memperbaiki strategi mengajarnya dan mengulangi praktek mengajar kembali, baik kepada rekan yang sama ataupun kelompok guru lainnya.

6) Mendengarkan ke rekaman: Teknik ini menyajikan rekaman kepada sekelompok guru agar guru dapat mengembangkan pemahaman dan keterampilan mereka. Rekaman dapat berupa audio (suara saja) ataupun video. 7) Latihan terbimbing: Teknik ini melibatkan seorang atau sekelompok guru

melakukan aktivitas yang telah dirancang. Pada teknik ini, melakukan lebih ditekankan dari pada sekedar berbicara.

8) Penelitian: Supervisor bekerja bersama dengan guru dengan tujuan untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh guru tersebut.

d. Program tindak lanjut

(8)

berdasarkan data yang ditemukan dan hasil analisis data. Umpan balik diberikan agar guru dapat mengerti akan kekuatan dan kelemahannya, mengubah perilaku berdasarkan hasil temuan, dan melaksanakan program perbaikan berdasarkan kesepakatan dengan supervisor (Snae et al., 2017). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 22 tahun 2016 menyatakan bahwa guru yang menunjukkan kinerja yang memenuhi atau melampaui standar diberikan penguatan dan penghargaan. Kesempatan untuk mengikuti program pengembangan keprofesian berkelanjutan diberikan kepada guru sesuai dengan kebutuhannya (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 2016).

6. Kesimpulan dan Saran

Supervisi akademik diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan pengembangan profesionalisme guru. Kepala sekolah atau pengawas sekolah adalah orang yang diberikan hak untuk melakukan supervisi akademik kepada guru. Supervisi akademik harus dilakukan secara kolaboratif antara supervisor dan guru yang disupervisi dengan memperhatikan prinsip-prinsip supervisi akademik. Agar supervisi akademik dapat berjalan dengan baik dan efektif, perencanaan dan penjadwalan harus dilakukan. Pendekatan dan teknik supervisi akademik yang akan diterapkan harus sudah ditentukan pada tahap perencanaan. Supervisor harus memiliki kompetensi yang memadai dalam melaksanakan tugas supervisi akademik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, analisis data, dan pemberian umpan balik serta penyusunan program tindak lanjut untuk pengembangan profesionalisme guru.

Referensi

Abanil, E. V. (2014). Approaches to instructional supervision. Retrieved from https://www.slideshare.net/edgarabanil/approaches-to-instructional-supervision

Archibong, F. I. (2012). Instructional supervision in the administration of secondary education: A panacea for quality assurance. European Scientific Journal, 8(13), 61–70.

Ayandoja, A. C., Aina, B. C., & Idowu, A. F. (2017). Academic supervision as a correlate of students’ academic performance in secondary schools in Ekiti State, Nigeria.

International Journal of Education Policy Research and Review, 4(1), 8–13.

Badan Standar Nasional Pendidikan. (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Draper, L. E. (2017). Leadership: Definition of instructional supervision. Retrieved August 15,

2017, from

http://ledraperportfolio.weebly.com/uploads/4/7/6/7/47674545/definition_of_instructi onal_supervision.pdf

Edutopia Team. (2008). Why is teacher development important?: Because students deserve the best. Retrieved from https://www.edutopia.org/teacher-development-introduction Fischer, C. F. (n.d.). Supervision of instruction. Retrieved from

(9)

Gulamhussein, A. (2013). Teach the teacher: Effective professional development in an era of high stakes accountability. Retrieved August 15, 2017, from http://www.centerforpubliceducation.org/teachingtheteachers

Lynch, M. (2015). 5 professional commitments you need to make as a teacher. Retrieved August 17, 2017, from http://www.theedadvocate.org/5-professional-commitments-you-need-to-make-as-a-teacher/

Manggar, J., Cahyono, Y., & Wardjojo, J. (2011). Supervisi Akademik. Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah.

Manley, S. (2013). Definition of instructional supervision. Retrieved August 15, 2017, from

https://sites.google.com/site/aprincipalsprinciples/definition-of-instructional-supervision

Mart, C. T. (2013). A passionate teacher: Teacher commitment and dedication to student learning. International Journal of Academic Research in Progressive Education and Development, 2(1), 437–442.

Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. (2009). Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. (2016). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Presiden Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005

tentang guru dan dosen (2005).

Rahabav, P. (2016). The effectiveness of academic supervision for teachers. Journal of Education and Practice, 7(9), 47–55.

Razak, N. A., Darmawan, I. G. N., & Keeves, J. P. (2009). Teacher commitment. In International handbook of research on teachers and teaching - 2009 (Vol. 21, pp. 343–

360). Boston, MA: Springer. Retrieved from

https://link.springer.com/chapter/10.1007%2F978-0-387-73317-3_22

Rosilawati, T. (2014). Supervisi akademik dalam upaya peningkatan motivasi guru menyusun perangkat persiapan pembelajaran. Jurnal Penelitian Tindakan Sekolah Dan Kepengawasan, 1(2), 57–62.

Santoso, J. B. (2011). Peranan pengawas sekolah dalam ujian nasional di Kabupaten Indramayu. Universitas Indonesia, Jakarta.

Snae, Y. D. I., Budiati, A. C., & Aritonang, M. (2017). M10 SMK Supervisi akademik: Modul pengembangan keprofesian berkelanjutan Kepala Sekolah 2017. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Starratt, R. J. (2017). The History of Supervision, Roles and Responsibilities of Supervisors, Issues Trends and Controversies. Retrieved August 16, 2017, from http://education.stateuniversity.com/pages/2472/Supervision-Instruction.html

Swearingen, M. E. (1962). Supervision of instruction. Boston, MA: Allyn and Bacon.

Referensi

Dokumen terkait

Ginjal bisa kehilangan fungsinya sehingga tidak bisa mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme dari dalam tubuh, bahkan zat-zat yang masih bisa dipergunakan tubuh seperti glukosa

Berdasarkan definisi di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan penggunaan diksi dan gaya bahasa oleh Mario Teguh dalam Acara TMTGW adalah

Jika mereka khawatir terhadap kondisi bayinya maka mereka boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadha’, Adapun kewajiban membayar fidyah, ada tiga keadaan: (pertama)

Perpustakaan,” Jurnal Edulib, Vol.. b) Usahakan letak buku tidak berdekatan dengan lantai. Artinya tempat buku jangan di bagian paling bawah lemari. Pilihlah tempat yang

Pemetaan kontribusi zakat Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kediri di sector pendidikan diataranya 6 (enam) Madrasah yaitu Madrasah Ibtidaiyah Negeri 2 Doko, Madrasah

Perancangan skenario pengujian akan dilakukan proses uji data yang mana data hasil perhitungan dari sistem menggunakan metode PROMETHEE II akan dibandingkan dengan

hubungan antara home visit, peran pemantau minum obat dengan kepatuhan. berobat pada pasien Tuberkulosis di wilayah kerja

Burn (dalam Subandi dkk,2002:142-145) melaporkan beberapa manfaat yang diperoleh dari latihan relaksasi antara lain adalah; relaksasi akan membuat individu lebih