• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 2.1 Financial Distress

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 2.1 Financial Distress"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7

Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

2.1 Financial Distress

Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis, hal ini terjadi sebelum kebangkrutan.

Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya (Brigham dan Daves, 2003). Ada beberapa definisi kesulitan keuangan, sesuai tipenya, yaitu economic failure, business failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy (Brigham dan Gapenski, 1997). Berikut ini adalah penjelasannya:

1. Economic Failure

Economic Failure merupakan keadaan ekonomi yang menyebabkan penerimaan perusahaan tidak dapat menutup total biaya termasuk biaya modal. Bisnis yang yang terkena economic failure dapat meneruskan operasinya apabila investor berkeinginan menambah modalnya dan menerima tingkat pengembalian dibawah tingkat pasar.

Akhirnya apabila tidak ada modal yang disediakan terlebih dahulu assets yang ada digunakan terus dan tidak diganti, maka mengakibatkan perusahaan akan terancam tutup (Sharan, 2009).

2. Business Failure

Business failure merupakan istilah yang digunakan oleh Dun dan Bradstreet, yang merupakan kumpulan dari kesalahan statistik. Untuk menegaskan suatu bisnis dapat mengakhiri operasinya yang diakibatkan oleh kehilanggan krediturnya.

(2)

8

Universitas Kristen Petra

3. Technical Insolvency

Technical insolvency yaitu perusahaan yang secara tehnik mengalami keadaan bangkrut apabila tidak dapat mengatasi kewajibannya yang jatuh tempo. Technical insolvency dapat menunjukkan kekurangan likuiditas sementara, perpanjangan waktu pemenuhan kewajiban suatu perusahaan dengan technical insolvency akan akan dapat meningkatkan kas, membayar kewajiban dan bertahan. Dengan kata lain, jika technical insolvency adalah gejala dari economic failure, ini mungkin suatu tanda kehancuran keuangan.

4. Insolvency in Bankrupty

Insolvency in bankrupty adalah apabila buku dari total kewajiban melampaui nilai pasar wajar dari asset perusahaan. Kondisi ini lebih serius dari technical insolvency, karena secara umum adalah tanda dari economic failure dan sering mengarah ke likuidasi bisnis dengan catatan bahwa perusahaan dengan insolvency in bankrupty tidak perlu dalam proses legal bankrupty.

5. Legal Bankrupty

Legal bankrupty adalah kriteria kebangkrutan sesuai dengan apa yang diatur menurut undang-undang federal. Prediksi financial distress perusahaan ini menjadi perhatian banyak pihak. Pihak–pihak yang menggunakan model tersebut meliputi :

a. Pemberi pinjaman, penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress menpunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.

b. Investor, model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.

(3)

9

Universitas Kristen Petra

c. Pembuat peraturan, lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.

d. Pemerintah, prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan antitrust regulation.

e. Auditor, model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.

f. Manajemen, apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan.

2.2 Faktor-Faktor Penyebab Financial Distress

Lizal (2002) mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan dan menamainya dengan Model Dasar Kebangkrutan atau Trinitas Penyebab Kesulitan Keuangan. Menurut Lizal (2002), dapat diambil pemahaman bahwa ada tiga alasan yang mungkin mengapa perusahaan menjadi bangkrut, yaitu:

1. Neoclassical model

Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah. Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan

(4)

10

Universitas Kristen Petra

data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur profitabilitas), dan liabilities/assets.

1. Financial model

Campuran aset benar tapi struktur keuangan salah dengan liquidity constraints (batasan likuiditas). Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama kasus ini. Tidak dapat secara terang ditentukan apakah dalam kasus ini kebangkrutan baik atau buruk untuk direstrukturisasi.

Model ini mengestimasi kesulitan dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/ total equity, debt ratio, cash flow/(liabilities-reserves), current ratio, acid test, current liquidity, short term assets/daily operating expenses, gearing ratio, turnover per employee, coverage of fixed assets, working capital, total equity per share, EPS ratio, dan sebagainya.

2. Corporate governance model

Disini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan.

Model ini mengestimasi kesulitan dengan informasi kepemilikan yang berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.

Wintoro (1995:2-3) menyatakan apabila ditinjau dari aspek keuangan perusahaan (financial factor) terdapat tiga keadaan yang dapat menyebabkan perusahaan mengalami financial distress :

(5)

11

Universitas Kristen Petra

1. Faktor ketidakmampuan modal atau kekurangan dana

Terjadinya ketidakseimbangan aliran penerimaan uang yang bersumber pada penjualan atau penagihan piutang dengan pengeluaran uang untuk membiayai operasi perusahaan, akan menimbulkan persoalan kekurangan dana. Apabila perusahaan tidak mampu menarik dana untuk memenuhi kekurangan dana, maka akan berada pada kondisi yang tidak likuid.

2. Besarnya beban hutang dan bunga

Apabila perusahaan mampu menarik dana dari luar misalnya mendapatkan kredit dari bank untuk menutupi kekurangan dana, maka masalah likuiditas perusahaan dapat teratasi untuk sementara waktu.

Tetapi kemudian timbul persoalan baru yaitu adanya keterkaitan kewajiban untuk membayar kembali pokok pinjaman dan bunga kredit. Walau tidak membahayakan perusahaan dan masih memberikan keuntungan, apabila tingkat bunga lebih rendah dari tingkat investasi harta (Return On Asset) dan perusahaan melakukan apa yang disebut dengan manajemen resiko atas hutang yang diterimanya. Ketidakmampuan perusahaan ini dapat mengakibatkan perusahaan harus mendapatkan resiko menderita kerugian yang seharusnya tidak perlu terjadi.

3. Menderita kerugian

Pendapatan yang diperoleh perusahaan harus mampu menutup seluruh biaya yang dikeluarkan dan menghasilkan laba bersih. Besarnya laba bersih penting bagi perusahaan untuk melakukan reinvestasi, sehingga akan menambah kekayaan bersih perusahaan dan meningkatkan ROE (Return On Equity) untuk menjamin kepentingan pemegang saham.

Oleh karenanya perusahan harus selalu berupaya meningkatkan pendapatan dan mengendalikan tingkat biaya. Ketidakmampuan perusahaan mempertahankan keseimbangan pendapatan dengan biaya

(6)

12

Universitas Kristen Petra

akan beresiko membuat perusahaan akan menderita kerugian dan mengalami financial distress.

Ketiga aspek keuangan tersebut saling berkaitan. Harus dijaga keseimbangannya agar perusahaan terhindar dari kondisi financial distress yang dapat mengarah ke kebangkrutan. Salah satu caranya adalah dengan menjaga keseimbangan anatara kemampulabaan, likuiditas, dan tingkat hutang dalam struktur permodalan.

Kemampulabaan adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba yang cukup dari modal yang digunakan. Jadi, setiap pendapatan harus mampu menghasilkan laba kotor (gross profit) jauh diatas biaya operasional agar menghasilan sisa yang disebut laba bersih (net profit). Laba bersih kemudian diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan untuk memperbesar dana perusahaan. Likuiditas sendirinya adalah kemampuan perusahaan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan dan membayar kewajiban jangka pendek dengan harta lancarnya, terutama kas. Perusahaan harus menjaga kualitas, tingkat investasi piutang dan persediaan dalam arti kecepatan mengubah kas dengan resiko paling kecil. Sedangkan penarikan hutang diperlukan untuk memenuhi kekurangan dana dan mendukung tingkat operasi perusahaan, sehingga menambah kemampuan perusahaan untuk berkembang.

Batas hutang masih menguntungkan perusahaan apabila tingkat bunganya lebih kecil dari tingkat investasi harta (Return On Asset).

Selain aspek keuangan terdapat aspek lain yang mendukung terjadinya financial distress. Keadaan-keadaan yang menyebabkan perusahaan mengalami financial distress adalah :

1. Manajemen (pengelolaan) perusahaan tidak professional, hal ini dapat mengakibatkan dilakukannya pengambilan keputusan untuk melakukan ekspansi secara tidak bijaksana (Emery&Finnerty, 1997;880).

2. Faktor ekonomi termasuk industry weakness, seperti lokasi perusahaan yang tidak tepat atau persaingan usaha yan gketat dan

(7)

13

Universitas Kristen Petra

ketidakpastian kondisi perekonomian suatu negara (Bringham, 1997;1015)

2.3 Mengatasi Financial Distress

Dalam mengatasi keadaan financial distress dapat digunakan beberapa cara (Malau, Syafri, Loebis, & Sihombing, 2012) :

1. Menjual sebagian besar asset dari perusahaan sehingga didapat uang tunai. Dengan adanya uang tunai maka dapat meningkatkan kembali likuiditas bagi bank atau perusahaan untuk melanjutkan kembali kinerja operasional dari bank atau perusahaan tersebut.

2. Melakukan merger yakni penggabungan dari dua perusahaan atau lebih dengan tetap mempertahankan salah satu perusahaan dan membubarkan perusahaan lainnya tanpa proses likuidasi.

3. Mengurangi beberapa biaya yang kurang signifikan.

4. Menerbitkan sekuritas baru.

5. Menukar kewajiban yang dimiliki dengan saham perusahaan.

6. Mengajukan kebangkrutan atau menyatakan pailit.

7. Melakukan credit rescue atau menyelamatkan kredit.

2.4 Model Regresi Logistik Guna Memprediksi Financial Distress

Terdapat tiga jenis regresi logistik (Malau, Syafri, Loebis, & Sihombing, 2012), yaitu :

1. Regresi Logistik Biner (binary logistic regression), adalah regresi logistik dimana variabel dependen berupa variabel dikotomi atau variabel biner. Contohnya adalah sukses-gagal, benar-salah, hidup- mati.

2. Regresi Logistik Multinomial (multinominal logistic regression), adalah regresi logistik dimana variabel dependen berupa variabel kategorik yang terdiri dari lebih dari dua nilai (polychotomous variables) seperti merah, biru, kuning.

(8)

14

Universitas Kristen Petra

3. Regresi Logistik Ordinal (ordinal logistic regression), adalah regresi logistic dimana variabel dependen memiliki pilihan yang bertingkat atau dapat dikatakan bahwa pilihan yang satu memiliki kondisi yang lebih baik atau lebih buruk dibandingkan lainnya.

Contohnya tidak punya – sedikit – agak banyak – banyak, halus – sedang – kasar, rendah – sedang – tinggi.

Bentuk umum dari logit adalah :

Li = ln = β01x12x2+ ……. +βkxk

Dimana : L = logit

= odds ratio, yaitu perbandingan antara probabilitas terjadinya suatu peristiwa (pi) dengan probabilitas tidak terjadinya

suatu peristiwa (1 - pi).

pi = probabilitas bersyarat Y = 1 bila diketahui x 1 - pi = probabilitas bersyarat Y = 0 bila diketahui x

2.5 Analisis Rasio Keuangan

Analisis keuangan digunakan untuk memperoleh gambaran kondisi keuangan perusahaan. Analisis ini juga berguna sebagai analisis intern bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui hasil keuangan yang telah dicapai guna perancanaan yang akan datang dan juga untuk analisis intern bagi kreditur dan investor untuk menentukan kebijakan pemberian kredit dan penanaman modal suatu perusahaan (Usman, 2003).

Menurut Ang (1997), ada dua jenis rasio keuangan berdasarkan variate yang digunakan dalam suatu analisis, yaitu :

1. Univariate Ratio Analysis

Merupakan analisis rasio keuangan yang menggunakan satu variate didalam melakukan analisis. Contohya, Profit Margin Ratio, Return On Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE).

(9)

15

Universitas Kristen Petra

2. Multivariate Ratio Analysis

Merupakan analisis rasio keuangan yang menggunakan lebih dari satu variate di dalam melakukan suatu analisis. Contohnya, Altman’s Z-Score.

Berikut beberapa jenis rasio keuangan yang dapat digunakan untuk memprediksi financial distress (Platt, 2002) :

1. Rasio Likuiditas

Rasio likuiditas merupakan kelompok rasio yang menyediakan informasi tentang kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek. Berikut yang termasuk dalam rasio likuiditas, yaitu :

a. Cash Ratio b. Quick Ratio c. Current Ratio

Dalam penelitian kali ini menggunakan Current Ratio, yang merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban jangka pendek, oleh karena rasio tersebut menunjukkan seberapa jauh tuntutan dari kreditur jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam periode yang sama dengan jatuh tempo hutang.

Current Ratio = Aktiva Lancar

Hutang Lancar (Rumus 2.1) 2. Rasio Solvabilitas

Rasio solvabilitas merupakan alat untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvabel adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Berikut yang termasuk rasio solvabilitas, yaitu :

(10)

16

Universitas Kristen Petra

a. Total Debt to Total Asset Ratio b. Debt to Equity Ratio

c. Time Interest Earned

Dalam penelitian ini menggunakan Leverage Ratio atau Debt to Equity Ratio, yang merupakan rasio yang digunakan untuk untuk mengukur seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang atau dibiayai oleh pihak luar.

Leverage Ratio = Total Hutang

Total Ekuitas (Rumus 2.2) 3. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas merupakan alat untuk mengukur efisiensi perusahaan dalam menggunakan asset dan mengelola kegiatan operasional. Analisis ini digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, dalam hubungannya dengan penjualan dan investasi. Dalam jangka panjang, perusahaan harus mampu menghasilkan keuntungan yang cukup agar dapat membayar kewajibannya. Berikut yang termasuk rasio profitabilitas, yaitu :

a. Gross Profit Margin b. Operating Profit Margin c. Net Profit Margin d. Return to Total Asset e. Return on Equity

Dalam penelitian ini menggunakan Return on Equity yang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan modal sendiri.

Return On Equity = Harga Pokok Penjualan

Rata-Rata Penjualan (Rumus 2.3)

(11)

17

Universitas Kristen Petra

Dan juga menggunakan Gross Profit Margin yang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan mendapatkan laba bruto per rupiah penjualan.

Gross Profit Margin = EBIT

Sales (Rumus 2.4) 4. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas dimaksudkan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan dalam memanfaatkan semua sumber daya yang ada padanya. Semua rasio aktivitas ini melibatkan perbandingan antara tingkat penjualan dan investasi pada berbagai jenis aktiva. Rasio- rasio aktivitas menganggap bahwa sebaiknya terdapat keseimbangan yang layak antara penjualan dan berbagai unsur aktiva misalnya persediaan, aktiva tetap dan aktiva lainya. Berikut yang termasuk rasio aktivitas yaitu :

a. Total Asset Turn Over b. Working Capital Turn Over c. Fixed Asset Turn Over d. Inventory Turn Over e. Rata-rata Umur Piutang f. Perputaran Piutang

Dalam penelitian ini menggunakan Inventory Turn Over yang merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa efisien perusahaan mengelola persediaannya, yaitu dengan menunjukkan berapa kali turnover inventory dalam satu tahun.

Rasio ini sangat tergantung pada jenis industri dimana perusahaan berada.

Inventory Turn Over = Net Income

Total Ekuitas (Rumus 2.5)

(12)

18

Universitas Kristen Petra

2.6 Hubungan Antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen 2.6.1. Hubungan Antara Current Ratio dan Financial Distress

Rasio ini merupakan salah satu rasio yang digunakan dalam penilaian tingkat likuiditas suatu perusahaan. Tingkat likuditas suatu perusahaan harus selalu dijaga guna memenuhi standar bisnis yang akan dijalankan. Pranowo et al (2010) mengatakan bahwa current ratio berpengaruh secara signifikan terhadap financial distress. Semakin tinggi rasio yang dihasilkan perusahaan akan semakin jauh dari kemungkinan terjadi financial distress. Penelitian yang dilakukan oleh Kamaludin dan Pribadi (2011) dan Pasaribu (2008) menjelaskan di dalam current ratio terdapat cash serta account receivable, serta account payable yang merupakan bagian dari penjualan yang terjadi dalam satu periode. Cash serta account receivable yang tinggi mencerminkan perusahaan melakukan penjualan yang tinggi dalam periode itu. Ketika penjualan tinggi mengindikasikan perusahaan memiliki net income yang tinggi sehingga dapat menutupi beban-beban yang ada, serta membayar hutang jangka pendeknya. Perusahaan yang likuid memiliki kinerja yang bagus dan akan menghindarkan perusahaan dari terjadinya financial distress (Juniarti, 2013).

2.6.2. Hubungan Antara Leverage Ratio dan Financial Distress

Semakin rendah Leverage Ratio, maka tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin besar batas pengaman pemberi pinjaman jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian (Van Horne dan Wachowicz, 1997). Ketika perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus, tentunya pemberi pinjaman akan berpikir ulang untuk menginvestasikan dananya kembali, dalam hal ini salah satunya dengan tidak

(13)

19

Universitas Kristen Petra

memberikan pinjaman lagi atau membatasi pinjamannya. Indikasi lain yang menguatkan penggunaan Leverage Ratio yang tinggi akan menyebabkan terjadinya financial distress yaitu ketika perusahaan gagal membayar bunga setelah pokok pinjaman (Kamaludin, 2011).

Kondisi ini akhirnya juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Deviasri (2008) yang menyatakan bahwa Leverage Ratio berpengaruh secara signifikan terhadap prediksi kondisi financial distress suatu perusahaan manufaktur go public.

2.6.3.Hubungan Antara Gross Profit Margin dan Financial Distress Semakin rendah tingkat Gross Profit Margin maka akan menyebabkan terjadinya financial distress. Rasio ini harus dibandingkan dengan rata-rata industri. Gross Profit Margin berpengaruh terhadap prediksi kondisi financial distress, salah satunya dikarenakan oleh biaya yang relatif tinggi dari tingkat pajak serta bunga. Stabilitas dari Gross Profit Margin adalah sama pentingnya dengan stabilitas penjualan. (Kamaludin, 2011)

2.6.4.Hubungan Antara Inventory Turn Over dan Financial Distress Kamaludin dan Pribadi (2011) dan Pasaribu (2008) mengatakan bahwa Inventory Turn Over berpengaruh secara signifikan dengan financial distress. Dimana semakin tinggi rasio yang dihasilkan perusahaan semakin jauh dari financial distress. Rasio ini menunjukan berapa kali rata-rata persediaan barang berputar atau terjual dalam suatu periode tertentu biasanya satu tahun (Juniarti, 2013).

(14)

20

Universitas Kristen Petra

2.6.5. Hubungan Antara Return On Equity (ROE) dengan Financial Distress

Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur laba bersih modal sendiri. Rasio ini menunjukkan daya untuk menghasilkan laba atas investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham. ROE yang tinggi akan sangat mengantisipasi potensi kerugian dalam meningkatkan modal sehingga perusahaan berpotensi mengalami financial distress yang kecil. Sedangkan ROE yang rendah akan menyebabkan kemampuan perusahaan dalam mengantisipasi kemungkinan kerugian dan meningkatkan modal akan sangat kecil sehingga perusahaan berpotensi mengalami financial distress.

(15)

21

Universitas Kristen Petra

2.7 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Kondisi Keuangan Perusahaan

Manufaktur

Financial Distress

Non Financial Distress

 Current Ratio

 Leverage Ratio

 Gross Profit Margin Ratio

 Invetory Turn Over Ratio

 Return On Equity

Rasio Keuangan

(16)

22

Universitas Kristen Petra

2.8 Hipotesis Penelitian

Rasio keuangan berupa Current Ratio, Leverage Ratio, Gross Profit Margin, Inventory Turn Over, dan Return On Equity dapat digunakan untuk memprediksi perusahaan yang mengalami financial distress dan non financial distress.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran  Kondisi Keuangan Perusahaan

Referensi

Dokumen terkait

Adakah informasi tentang abu batubara dari public relations/pegawai PLTU Suralayaa. Tidak, lanjut

Dari hasil pengamatan yang diperoleh pada percobaan ini dapat disimpulkan bahwa laju tumbuh daun sejak embrio dalam biji kacang merah Phaseolus vulgaris, samapai mencapai

Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada lampiran 10, bahwa rasio keuangan yang terdiri dari variabel ROI (X1), ROE (X2), NPM (X3), EPS (X4) dan PER

Variabel yang juga diambil dalam analisis penelitian ini adalah kasus Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang terjadi di Kabupaten Batang, alasan mengapa variabel BBLR ini

Pengembangan tebal berbanding lurus dengan daya serap air karena setiap penambahan komposisi perekat akan terjadi penurunan nilai pengembangan tebal, seperti

Untuk menguji kemampuan memecahkan masalah dan sikap percaya diri pada materi perkalian kelas III SDN Ngadirejo 01 yang menggunakan pendekatan RME dengan media prezi lebih

Oleh karena itu, penulis akan membahas kebijakan pengelolaan hutan berdasarkan Pasal 3 Ayat (3) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.20/Menhut-II/2012, yang

Dilihat dari hasil wawancara dengan indikator yang mengacu pada transparansi dapat disimpulkan bahwa LAZISMU kabupaten Ponorogo sudah melaporkan laporan kegiatan kurang