The Activity, Formulation and Effectiveness of Liquid Soap Preparations of Arachis hypogaea L. Against Escherichia coli and Staphylococcus
aureus
Sukriani Kursia
1, Aisyah Fatmawaty
2, Mutmainnah Hafid
1Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar
Fakultas Farmasi, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
A B S T R A C T
Utilization of Arachis hypogaea L. which has the potential as antibacterial. This is due to the presence of compounds that have the potential to be antibacterial, namely alkaloids, flavonoids, saponins, terpenoids and tannins. This study aims to determine the activity, formulation, and evaluation of preparations and to test the effectiveness of liquid soap preparations from ethanol extract of peanut outer shells against Escherichia coli and Staphylococcus aureus bacteria. Extraction was carried out by maceration method using 70% ethanol, testing for antibacterial activity using agar diffusion method and then formulated using surfactant variations and evaluating preparations including organoleptic, testing pH, specific gravity, viscosity, and foam height and testing the effectiveness of liquid soap. The results showed that the extract yield was 6.5%. The results of the One-Way ANOVA data analysis on the antibacterial activity test showed that there were differences between the various treatments with a value of p=0.000 (p>0.05). The evaluation results of soap show that the three formulas meet SNI standards. And for the results of the LSD analysis, the data on the effectiveness of liquid soap preparations showed that the value of p=0.334 means that Formula 1 and 2 are not significant (p>0.05) and formulas 2 and 3 are significant with p=0.042 (p<0.05).
The effectiveness of liquid soap from the peanut outer shell waste extract was influenced by the surfactant concentration.
Pengujian Aktivitas, Formulasi dan Efektivitas Sediaan Sabun Cair Ekstrak Etanol Limbah Kulit Luar Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus
A B S T R A K
Pemanfaatan limbah kulit luar kacang tanah yang berpotensi sebagai antibakteri. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri yaitu alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid dan tanin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas, formulasi dan evaluasi sediaan serta pengujian efektivitas sediaan sabun cair dari ekstrak etanol kulit luar kacang tanah terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi menggunakan etanol 70%, pengujian aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi agar dan selanjutnya diformulasi menggunakan variasi surfaktan dan dilakukan evaluasi sediaan meliputi organoleptik, pengujian pH, bobot jenis, viskositas dan tinggi busa serta pengujian efektivitas sabun cair. Hasil penelitian diperoleh % rendemen ekstrak sebesar 6,5%. Hasil analisis data One Way ANOVA pada pengujian aktivitas antibakteri menunjukkan adanya perbedaan antara berbagai perlakuan dengan nilai p=0,000 (p>0,05). Hasil evaluasi sabun menunjukkan bahwa ketiga formula memenuhi standar SNI. Dan untuk hasil analisis LSD data pengujian efektivitas sediaan sabun cair menunjukkan nilai p=0,334 berarti Formula 1 dan 2 tidak signifikan (p>0,05) dan formula 2 dan 3 signifikan dengan nilai p=0,042 (p<0,05). Efektivitas Sabun cair dari ekstrak limbah kulit luar kacang tanah dipengaruhi oleh konsentrasi surfaktan.
A r t i k e l i n f o Diterima : 23 Sep 2020 Direvisi : 14 Des 2020 Disetujui : 18 Des 2020
Keyword
Arachis hypogaea L.
Antibacterial Liquid soap
Kata kunci Kulit Luar Arachis hypogaea L Antibakteri Sabun cair
Koresponden author Sukriani Kursia
Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km 13.7 Daya, Sulawesi Selatan, 90242, Indonesia
PENDAHULUAN
Pemanfaatan limbah kulit luar kacang tanah telah banyak dilakukan. Hal ini di sebabkan karena kandungan senyawanya berupa tanin, polifenol, flavonoid, terpenoid, alkaloid. Senyawa-senyawa tersebut dalam beberapa literatur disebutkan memiliki aktivitas antibakteri (Chandra, 2013; Subandi, 2011).
Pada penelitian Prakash et al., 2018) menunjukkan bahwa TPC (Total Phenolic Content) pada ekstrak metanol sampel kulit kacang tanah adalah 426,35 mg GAE/L, aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 48 μg/
mL serta aktivitas anti bakteri menggunakan beberapa variasi pelarut bersifat spektrum luas. Penelitian lain yang dilakukan oleh Chandra, 2013 menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit kacang tanah juga aktif dalam penghambatan terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus pada konsentrasi 100 ppm.
Salah satu bentuk sediaan farmasi yang dimanfaatkan untuk penggunaan sebagai antibakteri adalah sabun cair. Sabun merupakan produk yang dihasilkan dari reaksi antara asam lemak dengan basa kuat yang berfungsi untuk mencuci dan membersihkan lemak (kotoran) (Dimpudus et al., 2017). Sabun cair lebih diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan sabun padat, karena penggunaannya yang lebih praktis, lebih hemat, tidak terkontaminasi bakteri, mudah dibawa dan mudah disimpan (Agusta, 2016). Sabun yang diminati adalah sabun yang menghasilkan banyak busa. Busa menjadi bagian terpenting dari sabun karena masyarakat beranggapan bahwa sabun yang sedikit busa atau tidak memiliki busa tidak dapat membersihkan saat digunakan (Nugraha & Wartini, 2015). Adapun zat tambahan yang divariasikan pada formulasi sabun cair ini ialah sodium lauril sulfat (SLS) yang merupakan surfaktan anionik yang memiliki sifat pembentuk busa dan deterjensi yang baik.
Berdasarkan latar belakang, maka dilakukan pengujian aktivitas, formulasi dan pengujian efektivitas formula sediaan sabun cair terhadap bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.
METODE PENELITIAN Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam klorida (HCl), asam sulfat (H
2SO
4), asam oleat, aquadest (H
2O), , DMSO 10%, DMDM hidantoin, etanol 70%, etanol 95%, besi III klorida (FeCl
3), kalium hidroksida (KOH), kulit kacang tanah, indikator phenolphthalein, magnesium nitrat (Mg(NO
3), Mueller Hinton Agar (MHA), n-heksan, parfum jasmin, paper disk blank, paper disk tetrasiklin, perak nitrat (AgNO
3), propilen glikol, sabun antiseptik (Lifebuoy
®), sodium lauril sulfat, vegum.
Sampel
Sampel penelitian berupa kulit luar kacang tanah yang diperoleh dari Desa Banggae Kecamatan Mangarabombang Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.
Pengolahan Sampel
Biji kacang tanah yang didapat disortasi basah kemudian kulit luar kacang tanah dicuci dengan air mengalir sampai bersih, dirajang kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari ditutup dengan kain hitam.
Pembuatan ekstrak kulit kacang tanah
Sebanyak 200 g kulit luar kacang tanah dimasukkan ke dalam toples kaca, dicampur dengan 2000 mL etanol 70%, kemudian ditutup dan dibiarkan selama 3 hari terlindung dari cahaya sambil sesekali diaduk.
Setelah 3 hari, sari diserkai dan ampas diperas. Ampas diremaserasi kembali dengan pelarut yang sama.
Ditutup, dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari. Kemudian mengekstrak kulit luar kacang tanah dengan menggunakan vacum rotary evaporator.
Identifikasi Fitokimia
Pengujian AlkaloidSejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2 mL HCl 2N, homogenkan.
Lalu dibagi ke dalam 3 tabung reaksi. Masing-masing tabung ditambahkan pereaksi. Tabung reaksi pertama ditambahkan pereaksi Dragendorf, positif jika terbentuk endapan merah jingga. Tabung reaksi kedua ditambahkan pereaksi Mayer, positif jika terbentuk endapan putih kekuningan. Dan tabung reaksi ketiga ditambahkan pereaksi wagner, positif jika terbentuk endapan coklat atau kuning kecokelatan (Harbone, 1996).
Pengujian Flavonoid
Sejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air (hangat) dan heksana, dikocok terpisah 2 lapisan. Lapisan yang berada di atas adalah heksana dan lapisan yang berada di bawah adalah air. Lapisan heksana dipisahkan, kemudian lapisan air ditambahkan metanol dan tambahkan 0,5 mL HCl p lalu 3-4 serbuk mg. Kemudian diencerkan dengan aquadest dengan volume yang sama dan tambahkan 1 mL amil alkohol. Amati warna tiap lapisan. Positif flavonoid jika warna merah ungu, flavonon berwarna merah pucat-merah tua, dan flavon berwarna oranye merah (Harbone, 1996).
Pengujian Tanin
Sejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 10 mL air panas dikocok sampai homogen dan ditambahkan FeCl
33-4 tetes. Positif tanin katekol jika berwarna hijau biru (hijau-hitam) dan tanin pirogalol jika berwarna biru hitam (Harbone, 1996).
Pengujian Terpenoid dan Steroid
Sejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dilarutkan dengan kloroform dan ditambahkan anhidrida asetat. Kemudian ditetesi dengan H
2SO
4pekat. Perubahan warna dari ungu ke biru atau hijau menunjukkan adanya steroid dan terbentuknya warna kecokelatan antara permukaan menunjukkan adanya senyawa terpenoid (Harbone, 1996).
Pengujian Saponin
Sejumlah ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air panas dan dikocok selama 1 menit dengan kekuatan konstan. Diukur tinggi busa 1-10 cm stabil selama 10 menit ditambahkan HCl. Hasil positif jika tetap berbusa (Harbone, 1996).
Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit
kacang tanah terhadap bakteri Staphylococcus aureus
dan Escherichia coli dilakukan menggunakan metode difusi agar dengan menggunakan paper disk. Medium MHA sebanyak 15 ml dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan hingga memadat. Ekstrak etanol dengan konsentrasi 1%, 5% dan 10% yang masing-masing telah dilarutkan dalam DMSO 10% dipipet sebanyak 20 µL dan diteteskan pada paper disk, selanjutnya diletakkan di atas permukaan medium MHA yang telah berisi bakteri uji, didiamkan kurang lebih 30 menit selanjutnya diinkubasi selama 1 x 24 jam, pada suhu 37
oC (Wahyuni, 2018).
Pembuatan Sediaan Sabun Cair
Ditimbang semua bahan sesuai perhitungan.
Dimasukkan veegum sedikit demi sedikit ke dalam aquadest, homogen (75
oC) (Campuran A). Kemudian KOH dilarutkan dengan aquadest, ditambahkan SLS dan propilenglikol aduk homogen (75
oC) (Campuran B). Dipanaskan asam oleat (90
oC) (Campuran C).
Selanjutnya campuran B dimasukkan dalam campuran A, homogenkan dan masukkan campuran C. Setelah homogen ditambahkan ekstrak etanol kulit luar kacang tanah, DMDM hidantoin dan pengaroma, homogenkan (Flick, 1989).
Evaluasi Sediaan
Pengujian OrganoleptikPengamatan terhadap perubahan bentuk, warna, dan bau dilakukan secara visual (Febriyenti et al., 2014).
Pemeriksaan pH
Kalibrasi pH meter dengan larutan standar bufer. Bilas dengan air suling bebas CO
2dan keringkan elektroda dengan tisu. Celupkan elektroda ke dalam larutan contoh uji sambil diaduk, dan catat hasil pembacaan pH pada tampilan pH meter (Badan Standarisasi Nasional, 2017).
Pemeriksaan Bobot Jenis
Piknometer yang sudah bersih dan kering ditimbang (a). selanjutnya aquadest dan sabun cair masing- masing dimasukkan ke dalam piknometer dengan menggunakan pipet tetes. Piknometer ditutup dan dimasukkan ke dalam pendingin sampai suhunya menjadi 25
oC. Kemudian ditimbang bobot piknometer yang berisi air (b) dan piknometer yang berisi sabun cair (c) (Badan Standarisasi Nasional, 1994).
Pemeriksaan Viskositas
Viskositas diukur dengan menggunakan viscometer Brookfield. Sabun cair ditempatkan dalam wadah, kemudian diukur dengan spindle 61 kecepatan 60 rpm (Badan Standarisasi Nasional, 2017).
Pengujian Alkali bebas atau asam lemak bebas Larutan (5 ± 0,01) g contoh (b) dengan 100 mL etanol 95% ke dalam Erlenmeyer, panaskan di atas penangas air sampai sabun terlarut seluruhnya. Tempatkan kertas saring pada corong di atas Erlenmeyer. Saat sabun terlarut seluruhnya, tuang cairan ke kertas saring.
Lindungi larutan dari karbon dioksida dan asap asam selama proses dengan menutupnya menggunakan kaca arloji. Cuci residu pada kertas saring dengan etanol sampai seluruhnya bebas sabun. Panaskan filtrat. Saat hampir mendidih, masukkan indikator phenolphthalein. Jika larutan tersebut bersifat asam (penunjuk phenolphthalein tidak berwarna), titrasi dengan larutan standar KOH sampai timbul warna merah muda yang stabil. Jika larutan tersebut bersifat alkali (penunjuk phenolphthalein berwarna merah), titrasi dengan larutan standar HCl sampai warna merah tepat hilang. Hitung menjadi NaOH jika alkali atau menjadi asam oleat jika asam (Badan Standarisasi Nasional, 2017).
Pengujian Stabilitas Busa
Sebanyak 1 gram sampel dilarutkan dalam 10 mL aquadest, dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian dikocok selama 20 detik, lalu segera diukur tinggi busa yang dihasilkan. Lalu, tabung didiamkan selama 5 menit, kemudian diukur lagi tinggi busa yang dihasilkan setelah 5 menit (Sari & Ferdinan, 2017).
Pengujian Penyimpanan Dipercepat
Menggunakan uji Freeze-Thaw, uji stabilitas ini dilakukan dengan cara menyimpan sediaan tidak kurang dari 12 jam pada suhu 5
oC, lalu dilihat ada atau tidaknya pemisahan fase. Selanjutnya disimpan pada suhu 25
oC selama 12 jam (1 siklus). Dilakukan selama 10 siklus, kemudian dievaluasi (Oktavisari, 2017).
Pengujian Efektivitas Antibakteri Sediaan Sabun Cair Uji efektivitas antibakteri sabun cair dari ekstrak etanol kulit kacang tanah terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli ditetapkan berdasarkan Komposisi Formulasi Sediaan Sabun Cair
Nama Bahan Fungsi Bahan Konsentrasi (%b/b)
F1 F2 F3
Ekstrak etanol kulit kacang tanah Zat Aktif 10 10 10
Veegum Pengental 1 1 1
KOH Alkali/Basa 2 2 2
Propilen glikol Humektan 2,5 2,5 2,5
Sodium lauril sulfat Surfaktan 2 4 6
Asam oleat Agen Pengemulsi 9 9 9
DMDM hidantoin Pengawet 0,1 0,1 0,1
Jasmin Pengaroma 0,01 0,01 0,01
Aquadest Pelarut 73,39 71,39 69,39
metode difusi menggunakan metode sumuran agar.
Medium MHA agar yang telah disterilkan sebanyak 20 ml dituang ke dalam cawan petri untuk membuat based layer yang menjadi dasar pada cawan petri, kemudian 20 µL biakan bakteri yang telah disuspensikan dicampur dengan medium MHA agar sebanyak 15 ml dalam botol pengencer yang berfungsi sebagai seed layer. Setelah base layer memadat, diletakkan pencadang di atas medium kemudian lapisan seed layer dituang. Setelah memadat pencadang diangkat dari medium menggunakan pinset steril sehingga terbentuk sumuran pada medium.
Kemudian basis sabun cair sebagai kontrol negatif dan sabun antiseptik bermerek sebagai kontrol positif serta ketiga formula, masing-masing dipipet ke dalam lubang sumuran lalu diinkubasi pada suhu 37
oC selama 1 x 24 jam. Setelah inkubasi diukur diameter daerah hambat antimikroba menggunakan jangka sorong (Wahyuni, 2018)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel penelitian di determinasi di Laboratorium Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Makassar.
Adapun tujuan dilakukannya determinasi yakni untuk memastikan identitasnya (Yulianti, Nugraha and Nurdianti, 2015). Hasil determinasi yang diperoleh dari berdasarkan No.110/SKAP/LAB BILOGI/X/2019 adalah Arachis hypogaea L.
Selanjutnya sampel diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%. Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 13.01 g dengan
%rendeman sebesar 6,5%. Ekstrak selanjutnya diuji skrining fitokimia. Hasil Skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit luar kacang tanah positif alkaloid, flavonoid (flavon), terpenoid, tanin (katekol), dan saponin. Hasil pengujian ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan hal yang sama (Chandra L., D, 2013., Subandi, 2011,Prakash et al., 2018).
Ekstrak kental yang telah diketahui golongan senyawanya dilanjutkan dengan pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri S.aureus dan E.coli.
Pengujian aktivitas dilakukan dengan metode difusi agar menggunakan paperdisk. Metode ini menjadi metode yang dipilih dalam uji aktivitas karena memiliki
keuntungan yaitu prosedurnya yang sederhana (mudah dan praktis) untuk dilakukan dan dapat digunakan untuk melihat sensitivitas berbagai jenis mikroba terhadap anti mikroba pada konsentrasi tertentu dan sering digunakan dalam uji kepekaan antibiotik dalam program pengendalian mutu (Lalamentik, G.J., Wewengkang, D.S., Rotinsulu, 2017).
Masing-masing ekstrak diuji aktivitas antibakterinya dengan variasi konsentrasi 1%, 5% dan 10%. Kontrol positif yang digunakan berupa tetrasiklin (30 µg) karena merupakan antibiotik bersifat spektrum luas yakni mampu bekerja terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif dan kontrol negatif yang digunakan berupa DMSO 10%. Hasil pengujian aktivitas menunjukkan bahwa ekstrak konsentrasi 10% memberikan zona hambat terbesar dan tergolong dalam kategori sedang (Tabel 4)
Berdasarkan Tabel 4. Menunjukkan bahwa semua konsentrasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji dengan diameter zona hambat rata-rata 6.8-10.8 mm. Hasil analisis data One Way ANOVA pada tabel 4. menunjukkan nilai p=0,000 (p>0,05). Hal ini berarti terdapat perbedaan antara masing-masing perlakuan.
Pada hasil pengujian aktivitas menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit luar kacang tanah lebih efektif terhadap bakteri S.aureus. Hal ini diakibatkan karena Bakteri Gram positif memiliki struktur dinding sel dengan lebih banyak peptidoglikan, sedikit lipid dan dinding sel mengandung polisakarida (asam teikoat).
Asam teikoat merupakan polimer yang larut dalam air, yang berfungsi sebagai transpor ion positif untuk keluar atau masuk. Sifat larut dalam air inilah yang menunjukkan bahwa dinding sel bakteri Gram positif bersifat lebih polar. Bakteri Gram negatif lebih banyak mengandung lipid, sedikit peptidoglikan, membran luar berupa bilayer (berfungsi sebagai pertahanan selektif senyawa-senyawa yang keluar atau masuk sel dan menyebabkan efek toksik). Membran luar terdiri dari fosfolipid (lapisan dalam), dan lipopoli-sakarida (lapisan luar) tersusun atas lipid A yang bersifat nonpolar. Perbedaan struktur dinding sel menentukan penetrasi, ikatan dan aktivitas senyawa antibakteri (Tansil et al., 2016). Senyawa flavonoid dalam kulit luar kacang tanah merupakan bagian yang bersifat Tabel 4 Hasil pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol kulit luar kacang tanah
Bakteri Uji Diameter Zona Hambat Konsentrasi
Ekstrak Kontrol
Replikasi 1% 5% 10% Positif Negatif
S. aureus
1 6.89 8.86 11.42 28.56 -
2 6.55 9.56 10.84 27.45 -
3 6.83 8.65 10.18 28.68 -
Rata-rata±SD 6.8±0.2 9.0±0.5 10.8±0.6 28.2±0.7 -
E. coli 1 6.89 8.68 9.83 28.42 -
2 7.08 7.33 8.9 26.35 -
3 6.76 7.68 9.84 27.27 -
Rata-rata±SD 6.9±0.2 7.9±0.7 9.5±0.5 27.3±1.0 -
Keterangan: - tidak terdapat zona hambat
Tabel 5 Hasil Evaluasi Organoleptik
Pengamatan
Formula
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
F1 F2 F3 F1 F2 F3
Bentuk Cair Cair
Bau Aroma parfum jasmin Aroma parfum jasmin
Warna Coklat Coklat
Tabel 6 Hasil Pengukuran pH Sabun Cair
Formula pH
Sebelum
penyimpanan Setelah penyimpanan
F1 6,90 6,90
F2 6,81 7,02
F3 6,83 7,08
Tabel 7 Hasil Pengujian Bobot Jenis
Formula Nilai Bobot Jenis (gram/mL) Sebelum
penyimpanan Setelah penyimpanan
F1 1,05 1,03
F2 1,05 1,03
F3 1,05 1,00
polar sehingga ekstrak lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang bersifat polar daripada lapisan lipid yang non polar. Hal ini mungkin menyebabkan zona hambat ekstrak terhadap bakteri S.aureus lebih besar daripada E.coli. Diperoleh zona hambat yang paling besar yaitu pada konsentrasi 10%, dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi pula diameter zona hambat yang dihasilkan.
Pada penelitian ini dibuat tiga formula dengan variasi konsentrasi surfaktan SLS yaitu 2%, 4% dan 6%. Adapun hasil evaluasi organoleptik sediaan sabun cair yaitu bentuk cair, bau aroma parfum jasmin dan berwarna coklat pada ketiga formula (Tabel 5.)
Tahapan selanjutnya dilakukan pengukuran pH, diperoleh bahwa semua formula sabun cair memenuhi persyaratan SNI yaitu rata-rata pH yang didapatkan ialah 6,80-7,08 (Tabel 6). Berdasarkan tabel 6. Menunjukkan bahwa F1 sebelum dan setelah penyimpanan memiliki pH yang sama. Namun pada F2 dan F3 terjadi peningkatan pH yang tidak jauh berbeda yang masih dalam range pH sediaan sabun cair sesuai dengan rentang standar SNI (2017) yaitu sekitar 4-10. Berdasarkan keterangan (Buchmann, S., 2001) dijelaskan bahwa jika sediaan sabun terlalu asam efeknya adalah mengiritasi kulit, sedangkan jika terlalu basa dapat menyebabkan kulit kering.
Adapun hasil evaluasi pengujian bobot jenis sediaan yaitu sebelum dan setelah penyimpanan semua formula memenuhi syarat kecuali formula 3 (Tabel 7).
Berdasarkan tabel 7. Pengujian bobot jenis dari ketiga formula memiliki bobot jenis sebesar 1,05 g/mL.
Namun, setelah penyimpanan dipercepat didapatkan pada formula 1 dan 2 yaitu 1,03 g/mL berbeda dengan formula 3 yaitu 1,00 g/mL. Hasil tersebut memenuhi syarat SNI (Badan Standarisasi Nasional, 1994) yaitu berada pada rentang 1,01-1,1 gram/mL kecuali formula 3. Hal ini dapat disebabkan karena saat pengujian bobot jenis sabun menggunakan piknometer, sampel sabun mudah membentuk gelembung udara sehingga bobot sampel yang ditimbang akan menjadi berkurang dan dapat mempengaruhi nilai bobot jenis yang dihasilkan. Evaluasi bobot jenis sediaan sabun mandi cair dilakukan untuk mengetahui pengaruh bahan- bahan yang digunakan dalam formulasi sabun mandi cair terhadap kestabilan sabun mandi cair yang sesuai persyaratan.
Evaluasi pengujian viskositas sediaan pada formula sabun cair ini digunakan spindle nomor 1 dengan kecepatan 60 rpm didapatkan hasil viskositas pada formula 1 dan 3 yaitu >100 sedangkan pada formula Tabel 9 Hasil Pengujian Asam Lemak Bebas
Formula Nilai Asam Lemak Bebas (%) Sebelum
Penyimpanan Setelah Penyimpanan
F1 0,7 0,5
F2 0,7 0,5
F3 0,7 0,5
Tabel 8 Hasil Pengujian Viskositas
Formula Nilai Viskositas (cps) Sebelum
penyimpanan Setelah penyimpanan
F1 >100 >100
F2 37,5 5,55
F3 >100 >100
di pasaran didapatkan 90%. Setelah penyimpanan sabun mandi cair mengalami peningkatan busa, hal ini disebabkan karena meningkatnya pH. Menurut (Wijana, Soemarjo and Harnawi, 2009). Adanya penurunan buih tersebut karena daya buih dipengaruhi oleh pH, sehingga semakin menurun pH daya buih yang dihasilkan ikut menurun. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan surfaktan sodium lauril sulfat memberi daya busa yang baik dimana semakin tinggi konsentrasi SLS maka semakin tinggi busa yang dihasilkan. Busa merupakan salah satu parameter yang paling penting dalam menentukan mutu produk-produk kosmetik, terutama sabun.
Tujuan pengujian busa adalah untuk melihat daya busa dari sabun cair. Busa yang stabil dalam waktu lama lebih diinginkan karena busa dapat membantu membersihkan tubuh (Sari and Ferdinan, 2017).
Pengujian kestabilan busa bertujuan untuk mengetahui persentase banyak busa yang masih tersisa setelah jangka waktu tertentu.
Adapun hasil pengujian efektivitas antibakteri sediaan sabun cair menunjukkan bahwa F3 yang memiliki diameter zona hambat yang paling besar (Tabel 11). Berdasarkan hasil analisis LSD data pengujian efektivitas sediaan sabun cair pada tabel 11 menunjukkan nilai p=0,334 berarti Formula 1 dan 2 tidak signifikan (p>0,05) yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan efektivitas penghambatan antara formula 1 dan 2 sedangkan untuk formula 2 dan 3 signifikan dengan nilai p=0,042 (p<0,05). Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan efektivitas penghambatan antara kedua formula tersebut.
Tabel 10 Hasil Pengujian Stabilitas Busa
Formula
Ketinggian Busa (cm)
Sebelum penyimpanan Setelah penyimpanan
Menit ke-0
(cm) Menit ke-5
(cm) % Menit ke-0
(cm) Menit ke-5 (cm) %
F1 6,16 4,63 75,16 5,13 4,16 81,09
F2 4,57 3,63 79,43 6,7 6 89,55
F3 6,67 5,4 80,95 5,66 5,23 `92,40
K(+) 8 7,2 90 8 7,2 90
Tabel 11 Hasil Pengujian Efektivitas Antibakteri Sabun Cair
Bakteri uji Replikasi Diameter Zona Hambat (mm) Kontrol
F1 F2 F3 Positif Negatif
S. aureus 1 8.44 9.03 9.9 14.51 -
2 9.22 9.46 10.05 15.58 -
3 9.4 9.53 10.27 15.57 -
Ʃ±SD 9.0±0.5 9.3±0.3 10.1±0.2 15.2±0.6 -
E.coli 1 9.69 9.79 10.46 21.32 -
2 9.83 10.01 10.65 21.4 -
3 9.85 10.55 10.84 22.36 -
Ʃ±SD 9.8±0.1 10.1±0.4 10.7±0.2 21.7±0.6 -
Keterangan: - tidak terdapat zona hambat