• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Pelabuhan Perikanan

2.1.1 Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.

16/MEN/2006 pasal 1, Pelabuhan Perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

Menurut Lubis (2007), Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan menurut letak dan jenis usaha perikanannya. Pelabuhan perikanan bila dilihat dari banyaknya parameter yang ada, pengklasifikasiannya dapat dipengaruhi oleh:

1) Tipe dan ukuran kapal yang mengunjunginya;

2) Jenis perikanan tangkap yang beroperasi;

3) Distribusi dan daerah tujuan hasil tangkapan;

4) Jumlah hasil tangkapan yang didaratkan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.

16/MEN/2006 pasal 16, Pelabuhan Perikanan diklasifikasikan kedalam 4 kelas, yaitu:

1. Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) 2. Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) 3. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) 4. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

Kriteria Pelabuhan Perikanan Samudera (A) berdasarkan PERMEN KP No.

16/MEN/2006 pasal 17

1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan laut lepas;

2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang- kurangnya 60 Gross Tonnage (GT);

(2)

3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 6.000 GT kapal perikanan sekaligus;

5) Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan ekspor;

6) Terdapat industri perikanan.

Kriteria Pelabuhan Perikanan Nusantara (B) berdasarkan PERMEN KP No.

16/MEN/2006 pasal 18

1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia;

2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang- kurangnya 30 Gross Tonnage (GT);

3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m;

4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 2.250 GT kapal perikanan sekaligus;

5) Terdapat industri perikanan.

Kriteria Pelabuhan Perikanan Pantai (C) berdasarkan PERMEN KP No.

16/MEN/2006 pasal 19

1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial;

2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang- kurangnya 10 Gross Tonnage (GT);

3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus.

(3)

Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (D) berdasarkan PERMEN KP No.

16/MEN/2006 pasal 20

1) Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan pedalaman dan perairan kepulauan;

2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang- kurangnya 3 Gross Tonnage (GT);

3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m, dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m;

4) Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus.

2.1.2 Fungsi pelabuhan perikanan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.

16/MEN/2006 pasal 4, Pelabuhan Perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.

Berdasarkan PERMEN KP tersebut di atas, fungsi Pelabuhan Perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya dapat berupa:

a. pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas perikanan;

b. pelayanan bongkar muat;

c. pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan;

d. pemasaran dan distribusi ikan;

e. pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;

f. pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;

g. pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;

h. pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan;

i. pelaksanaan kesyahbandaran;

j. pelaksanaan fungsi karantina ikan;

k. publikasi hasil riset kelautan dan perikanan;

l. pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari;

(4)

m. pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3), kebakaran, dan pencemaran).

Menurut Lubis (2006), pelabuhan perikanan ditinjau dari fungsinya berbeda dengan pelabuhan lainnya, dimana pelabuhan perikanan dikhususkan untuk aktivitas dibidang perikanan tangkap. Terdapat dua jenis pengelompokkan fungsi pelabuhan perikanan yaitu ditinjau dari pendekatan kepentingan dan dari segi aktivitasnya. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai berikut:

1) Fungsi maritim, yaitu pelabuhan perikanan mempunyai aktivitas-aktivitas yang bersifat kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya;

2) Fungsi komersil, yaitu pelabuhan perikanan merupakan suatu tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan;

3) Fungsi jasa, yaitu meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi:

(1) Jasa-jasa yang melayani pendaratan ikan, antara lain penyediaan alat- alat pengangkut ikan, keranjang-keranjang atau bak plastik dan buruh untuk membongkar ikan;

(2) Jasa-jasa yang melayani kapal-kapal penangkap ikan, antara lain dalam penyediaaan bahan bakar, air bersih dan es;

(3) Jasa-jasa yang menangani mutu ikan, antara lain terdapatnya fasilitas cold storage, cool room, pabrik es dan penyediaan air bersih;

(4) Jasa-jasa yang melayani keamanan pelabuhan, antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan, dan yang berfungsi memeriksa surat-surat kapal dan jumlah serta jenis barang atau ikan yang dibawa;

(5) Jasa-jasa pemeliharaan kapal dan pelabuhan antara lain adanya fasilitas docking, slipway dan bengkel.

(5)

Berdasarkan Lubis (2006), fungsi pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya adalah merupakan pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan, pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Fungsi-fungsi tesebut dapat dirinci:

1) Fungsi pendaratan dan pembongkaran

Pelabuhan perikanan lebih ditekankan sebagai pemusatan sarana dan kegiatan pendaratan dan pembongkaran hasil tangkapan di laut. Pelabuhan perikanan sebagai tempat pemusatan armada penangkap ikan untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat berlabuh yang aman, menjamin kelancaran pembongkaran ikan dan penyediaan bahan perbekalan.

2) Fungsi pengolahan

Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta pengendalian mutu ikan dalam menghindari mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap. Fungsi pengolahan ini merupakan salah satu fungsi yang penting terutama pada saat musim ikan yaitu untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk segar.

3) Fungsi pemasaran

Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi nelayan maupun bagi pedagang. Dengan demikian maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan adalah kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan.

4) Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan

Fungsi ini menunjukkan bahwa pelabuhan perikanan dapat dijadikan sebagai lapangan kerja bagi penduduk disekitarnya dan sebagai tempat pembinaan masyarakat perikanan seperti nelayan, pedagang, pengolah dan buruh angkut agar mampu menjalankan aktivitasnya dengan baik. Melalui pembinaan ini, para pelaku atau pengguna di pelabuhan tersebut diharapkan dapat menguasai kegiataannya lebih baik lagi sehingga masing-masing pengguna memperoleh manfaat dan keuntungan yang optimal.

(6)

2.2 Fasilitas Pelabuhan Perikanan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 pasal 22, Fasilitas pelabuhan perikanan adalah sarana dan prasarana yang tersedia di Pelabuhan Perikanan untuk mendukung operasional pelabuhan. Fasilitas pada Pelabuhan Perikanan meliputi:

1. Fasilitas pokok 2. Fasilitas fungsional 3. Fasilitas penunjang

1. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:

a. Pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin dalam hal secara teknis diperlukan;

b. Tambat seperti dermaga dan jetty;

c. Perairan seperti kolam dan alur pelayaran;

d. Penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan;

e. Lahan pelabuhan perikanan.

2. Fasilitas fungsional sekurang-kurangnya meliputi:

a. Pemasaran hasil perikanan seperti tempat pelelangan ikan (TPI);

b. Navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB, rambu- rambu, lampu suar, dan menara pengawas;

c. Suplai air bersih, es dan listrik;

d. Pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway, bengkel dan tempat pembuatan jaring;

e. Penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu;

f. Perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan;

g. Transportasi seperti alat-alat angkut ikan dan es;

h. Pengolahan limbah seperti Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

(7)

3. Fasilitas penunjang sekurang-sekurangnya meliputi:

a. Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan;

b. Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga dan pos pelayanan terpadu;

c. Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK;

d. Kios IPTEK;

e. Penyelenggaraan fungsi pemerintahan.

2.3 Operasional Pelabuhan

Pengertian tentang operasional Pelabuhan Perikanan adalah tindakan atau gerakan sebagai pelaksanaan rencana yang telah dikembangkan untuk memanfaatkan fasilitas pada Pelabuhan Perikanan agar berdaya guna dan bernilai guna (efektif dan efisien) secara optimal bagi “fasilitas itu sendiri” atau “fasilitas lainnya yang terkait” (Murdiyanto, 2004).

Beberapa prinsip penting bilamana pengoperasian suatu pelabuhan perikanan dikatakan berhasil (Lubis, 2006) adalah:

1) Sangat baik dipandang dari sudut ekonomi, yang berarti hasil pengoperasian pelabuhan itu dapat menguntungkan baik bagi pengelola pelabuhan itu sendiri maupun bagi pengguna pelabuhan. Disamping itu hasil pengoperasian pelabuhan tersebut mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan kota khususnya dan nasional umumnya.

2) Sistem penanganan ikan yang efektif dan efisien. Dengan kata lain pembongkaran ikan dapat dilakukan secara cepat disertai penyeleksian yang cermat, pengangkutan dan penanganan yang cepat.

3) Fleksibel dalam perkembangan teknologi. Dalam hal pengembangan suatu pelabuhan perikanan, adakalanya diperlukan mekanisasi dari fasilitas-fasilitas pelabuhan tersebut. Misalnya perlunya vessel lift pada fasilitas dock, tangga berjalan (tapis roulant) untuk penyaluran ikan dari kapal ke tempat pelelangan ikan, mekanisasi fasilitas penyeleksian ikan menurut berat dan jenis.

4) Perluasan fasilitas untuk fasilitas yang sudah melampaui kapasitasnya dan penambahan jenis fasilitas sesuai dengan kebutuhan.

(8)

5) Pelabuhan dapat berkembang tanpa merusak lingkungan sekitarnya (lingkungan alam dan lingkungan sosial)

6) Organisasi serta pelaku-pelaku di dalam pelabuhan bekerja secara aktif dan terorganisasi baik dalam kegiatannya.

Dengan demikian untuk mencapai keberhasilan pengelolaan pelabuhan, hendaknya pengelola selalu memberikan jasa-jasanya juga dapat memanfaatkan dan memelihara fasilitas-fasilitas yang ada secara efektif dan efisien dan dapat mengkoordinir semua pelaku-pelaku pelabuhan (nelayan, pedagang, pengolah, petugas pelabuhan, buruh) secara baik.

Kegiatan operasional yang berlangsung di pelabuhan perikanan (Direktorat Jenderal Perikanan, 1994 vide Ngamel, 2005) antara lain:

1) Pendaratan ikan

Pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sebagian besar berasal dari kapal penangkap ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di pelabuhan itu, hanya sebagian kecil berasal dari pangkalan pendaratan ikan dan pelabuhan yang dibawa ke pelabuhan itu dengan menggunakan sarana transportasi darat.

2) Penanganan, pengolahan dan pemasaran ikan

Sesuai dengan salah satu fungsinya sebagai tempat pembinaan dan pengawasan mutu hasil perikanan, penanganan ikan segar di pelabuhan perikanan dilakukan dengan metode pendinginan yang dapat dilakukan dengan menggunakan es. Pengolahan ikan dimaksudkan untuk mempertahankan mutu sehingga waktu pemasaran menjadi lebih lama serta dapat meningkatkan nilai jual ikan, kegiatan pemasaran yang dilakukan di pelabuhan perikanan bersifat lokal, nasional dan ekspor.

3) Penyaluran perbekalan

Penjualan/pengisian perbekalan yang berkaitan dengan fasilitas pelabuhan perikanan saat ini adalah penjualan es, air bersih dan penyaluran BBM.

Pelayanan perbekalan ini umumnya diadakan oleh pihak UPT Pelabuhan, KUD, koperasi pegawai pelabuhan, BUMN dan pihak swasta.

Keberhasilan suatu kegiatan operasional pelabuhan perikanan tergantung pada kelancaran aktivitasnya mulai dari proses praproduksi, pendaratan hasil tangkapan, pelelangan, pengolahan hingga pemasaran hasil tangkapan.

(9)

2.4 Kinerja

2.4.1 Pengertian kinerja dan pengukuran kinerja

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 432/DPT3/0T.220.D3/I/2008 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan, kinerja adalah hasil kerja dari instansi yang dapat diukur sesuai standar yang telah ditetapkan, sedangkan berdasarkan (Anonim, 2009), kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Definisi tentang kinerja secara umum (Anonim, 2008a), yaitu:

1) Kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 1993).

2) Kinerja adalah keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan (As'ad, 1991).

3) Kinerja adalah pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik pribadi dan pengorganisasian seseorang (Kurb, 1986).

4) Kinerja adalah apa yang dapat dikerjakan sesuai dengan tugas dan fungsinya (Gilbert, 1977).

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan (Mahmudi, 2007). Pengukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi (Anonim, 2008b).

Selain hal di atas, pengukuran kinerja meliputi aktivitas penetapan serangkaian ukuran atau indikator kinerja yang memberikan informasi sehingga memungkinkan bagi unit kerja sektor publik untuk memonitor kinerjanya dalam menghasilkan output dan outcome terhadap masyarakat. Pengukuran kinerja

(10)

bermanfaat untuk membantu manajer unit kerja dalam memonitor dan memperbaiki kinerja dan berfokus pada tujuan organisasi dalam rangka memenuhi tuntunan akuntabilitas publik (Mahmudi, 2007).

Pengukuran kinerja sektor publik dalam beberapa hal berbeda dengan sektor swasta. Di sektor swasta, tujuan utama organisasi lebih jelas yaitu menghasilkan laba sebagai bottom line yang dapat diukur dengan ukuran finansial. Keberadaan organisasi bisnis adalah untuk menjual barang dan jasa dalam rangka menciptakan kekayaan dan kesejahteraan bagi pemiliknya. Berbeda dengan organisasi sektor publik, kehadirannya adalah untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dengan cara memberikan pelayanan terbaik yang hal itu seringkali sulit diukur dengan ukuran finansial (Mahmudi, 2007).

2.4.2 Tujuan pengukuran/penilaian kinerja

Mahmudi (2007) menyatakan bahwa tujuan dilakukan penilaian kinerja di sektor publik adalah:

1) Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

Penilaian kinerja berfungsi sebagai tonggak (milestone) yang menunjukkan tingkat ketercapaian tujuan dan juga menunjukkan apakah organisasi berjalan sesuai arah atau menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. Jika terjadi penyimpangan dari arah yang semestinya, pimpinan dengan cepat dapat melakukan tindakan koreksi dan perbaikan.

2) Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

Sistem pengukuran kinerja bertujuan untuk memperbaiki hasil dari usaha yang dilakukan oleh pegawai dengan mengaitkannya terhadap tujuan organisasi.

Pengukuran kinerja merupakan sarana untuk pembelajaran pegawai tentang bagaimana seharusnya mereka bertindak, dan memberikan dasar dalam perubahan perilaku, sikap, skill, atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk mencapai hasil kerja terbaik.

Hanya dengan pengukuran kinerja, seseorang dapat diketahui bahwa ia telah bekerja dengan baik atau tidak. Proses pengukuran dan penilaian kinerja akan menjadi sarana pembelajaran bagi semua pegawai organisasi melalui:

 Refleksi terhadap kinerja masa lalu

(11)

 Evaluasi kerja saat ini

 Identifikasi solusi terhadap permasalahan kinerja saat ini dan membuat keputusan-keputusan untuk perbaikan kinerja yang akan datang.

3) Memperbaiki kinerja periode berikutnya

Pengukuran kinerja dilakukan sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan kinerja di masa yang akan datang. Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam jangka panjang bertujuan untuk membentuk budaya berprestasi (achievement culture) di dalam organisasi. Budaya kinerja atau budaya berprestasi dapat diciptakan apabila sistem pengukuran kinerja mampu menciptakan atmosfir organisasi sehingga setiap orang dalam organisasi dituntut untuk berprestasi. Untuk menciptakan atmosfir itu diperlukan perbaikan kinerja secara terus-menerus. Kinerja saat ini harus lebih baik dari kinerja sebelumnya, dan kinerja yang akan datang harus lebih baik daripada sekarang.

4) Memberikan pertimbangan yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian penghargaan (reward)

Pengukuran kinerja bertujuan memberikan dasar sistematik bagi manajer untuk memberikan reward, misalnya kenaikan gaji, tunjangan, dan promosi, atau punishment misalnya pemutusan kerja, penundaan promosi dan teguran.

5) Memotivasi pegawai

Dengan adanya pengukuran kinerja yang dihubungkan dengan manajemen kompensansi, maka pegawai yng berkinerja tinggi akan memperoleh reward.

Reward tersebut memberikan motivasi pegawai untuk berkinerja lebih tinggi akan memperoleh kompensasi yang tinggi. Hal itu hanya akan berjalan dengan baik apabila organisasi menggunakan manajemen kompensasi berbasis kinerja. Pengukuran kinerja juga mendorong manajer untuk memahami proses memotivasi, bagaimana individu membuat pilihan tindakan berdasarkan pada preferensi, reward, dan prestasi kerjanya.

6) Menciptakan akuntabilitas publik

Pengukuran kinerja menunjukkan seberapa besar kinerja manajerial dicapai, seberapa bagus kinerja finansial organisasi, dan kinerja lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas, Kinerja tersebut harus diukur dan dilaporkan

(12)

dalam bentuk laporan kinerja. Pelaporan informasi kinerja tersebut sangat penting baik bagi pihak internal maupun eksternal. Bagi pihak internal, manajer membutuhkan laporan kinerja dari stafnya untuk meningkatkan akuntabilitas manajerial dan akuntabilitas kinerja. Bagi pihak eksternal, informasi kinerja tersebut digunakan untuk mengevaluasi kinerja organisasi, menilai tingkat transparansi dan akuntabilitas publik.

2.4.3 Elemen pengukuran kinerja

Elemen pokok suatu pengukuran kinerja (Anonim, 2009) antara lain:

1) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.

Tujuan adalah pernyataan secara umum tentang apa yang ingin dicapai organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran.

2) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.

Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung.

3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.

Jika kita sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan.

4) Evaluasi kinerja

Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil dicapai organisasi. Informasi pencapaian kinerja dapat dijadikan:

a. feedback

Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja dijadikan dasar bagi manajemen atau pengelola organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya. Bisa dijadikan landasan pemberian reward dan punishment terhadap manajer dana anggota organisasi.

(13)

b. Penilaian kemajuan organisasi

Kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai kemajuan yang telah dicapai organisasi.

c. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas

Pengukuran kinerja menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan keputusan manajemen maupun stakeholders.

2.4.4 Kinerja operasional pelabuhan perikanan

Berdasarkan fungsi pelabuhan perikanan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan dan evaluasi kinerja pelabuhan perikanan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 432/DPT3/OT.220.D3/I/2008) yang menggunakan 11 parameter yaitu pengumpulan laporan, jumlah produksi ikan, penyerapan tenaga kerja, penyaluran air bersih, penyaluran es, penyaluran BBM, jumlah investor di Pelabuhan, pendapatan Pelabuhan Perikanan, realisasi pembangunan, pelaksanaan K3 (Kebersihan, Keamanan dan Ketertiban) serta berdasarkan Mahmudi (2007) yang menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan salah satu bentuk hasil suatu pelayanan publik dan kepuasan pelanggan dapat dikategorikan sebagai tujuan tingkat tinggi dalam suatu sistem pengukuran kinerja, peneliti menyusun kinerja operasional pelabuhan menjadi 6 parameter yaitu:

1) Jumlah produksi ikan 2) Frekuensi kunjungan kapal 3) Penyediaan perbekalan melaut 4) Pengolahan

5) Pemasaran

6) Kepuasan pelanggan (nelayan)

1) Jumlah produksi ikan

Dasar kriteria penilaian ini adalah berdasarkan pada UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan dan hasil Kajian Evaluasi Kinerja Pelabuhan Perikanan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta, dimana penetapan besarnya produksi yang didaratkan baik yang bersumber dari laut maupun darat yang masuk ke

(14)

pelabuhan perikanan berbeda, untuk PPS minimal 60 ton per hari, PPN minimal 30 ton per hari dan untuk PPP minimal 10 ton per hari (Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 432/DPT3/0T.220.D3/I/2008 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan).

2) Frekuensi kunjungan kapal

Dasar kriteria ini adalah berdasarkan pada UU Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER: 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan dan Hasil Kajian Evaluasi Kinerja Pelabuhan Perikanan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta, dimana Penetapan besarnya angka kunjungan kapal ke pelabuhan adalah kunjungan kapal yang mendaratkan ikan maupun mengisi logistik untuk setiap klas pelabuhan perikanan berbeda. Untuk PPS minimal 100 kapal per hari, PPN minimal 75 kapal per hari dan untuk PPP minimal 30 kapal per hari. Untuk PPS ketentuan besarnya ukuran kapal yang masuk minimal 60 GT per hari sehingga total tonase 6.000 GT, sedangkan untuk PPN besarnya kapal minimal 30 GT per hari sehingga total tonase 2.250 GT. Untuk PPP besarnya ukuran kapal minimal 20 GT per hari sehingga total tonase 300 GT (Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 432/DPT3/0T.220.D3/I/2008 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan).

3) Penyediaan perbekalan melaut

a. Penyediaan dan pendistribusian air bersih di pelabuhan perikanan Dasar kriteria ini adalah berdasarkan Hasil Kajian Evaluasi Kinerja Pelabuhan Perikanan oleh Pelabuhan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta, dimana penetapan besarnya jumlah penyaluran air bersih untuk setiap klas pelabuhan perikanan berbeda, untuk PPS minimal 1.000 ton per hari, sedangkan PPN minimal 250 ton per hari serta PPP minimal 100 ton per hari. Sumber data penyaluran air bersih yaitu yang berasal dari pelabuhan maupun di luar pelabuhan (Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 432/DPT3/0T.220.D3/I/2008 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan).

(15)

b. Penyediaan BBM di pelabuhan perikanan

Dasar kriteria penilaian ini adalah berdasarkan Hasil Kajian Evaluasi Kinerja Pelabuhan Perikanan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta, dimana penetapan besarnya jumlah penyaluran BBM untuk setiap klas pelabuhan perikanan berbeda, untuk PPS minimal 100 ton per hari, sedangkan PPN minimal 50 ton per hari serta PPP minimal 10 ton per hari (Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 432/DPT3/0T.220.D3/I/2008 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan).

Di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia penyediaan sarana dan fasilitas BBM diserahkan pengaturan dan pengelolaannya pada Perum Prasarana Pelabuhan Perikanan setempat (Direktorat Jenderal Perikanan, 1994 vide Ashshiddiqi, 2003). Sementara itu sektor swasta dan KUD merupakan pihak ketiga yang bisa mengajukan permohonan berupa permohonan sewa tangki solar atau sewa tempat penjualan BBM kepada pihak pelabuhan dalam hal ini Perum Prasarana (Direktorat Jenderal Perikanan, 1993 vide Ashshiddiqi, 2003).

Produsen dalam penyediaan BBM di pelabuhan perikanan ialah Pertamina, dimana lembaga ini menjalankan perannya dengan memberikan pasokan BBM untuk ditampung di fasilitas penyaluran BBM yang ada di dalam pelabuhan yang jumlah pasokannya disesuaikan dengan permintaan pihak pelabuhan. Jenis BBM yang biasanya digunakan di pelabuhan perikanan ialah solar, minyak tanah dan bensin.

Mekanisme penyediaan BBM di pelabuhan perikanan di Indonesia ada yang disalurkan langsung oleh pihak pelabuhan dan ada pula yang tidak langsung seperti melalui agen penjual BBM atau nelayan membeli di SPBU yang berada di luar pelabuhan perikanan (Direktorat Jenderal Perikanan, 2000 vide Ashshiddiqi, 2003).

Permasalahan yang sering kali dihadapi dalam hal penyediaan dan kebutuhan BBM untuk nelayan di beberapa pelabuhan perikanan di Indonesia antara lain sebagai berikut: (Direktorat Prasarana Perikanan Tangkap, 2003 vide Ashshiddiqi, 2003).

1. Harga BBM yang dibeli nelayan lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) pemerintah yang ditetapkan;

(16)

2. Lokasi pelabuhan perikanan umumnya berada jauh dari akses jalan raya yang menyebabkan pasokan dan distribusi BBM tidak lancar yang kemudian menimbulkan kenaikan harga;

3. Adanya ketergantungan nelayan kepada bakul sehingga mereka biasanya melakukan pembelian BBM pada bakul tersebut;

4. Minimnya fasilitas penyediaan BBM dalam lokasi pelabuhan perikanan sehingga menjadi masalah tersendiri bagi nelayan dalam rangka memenuhi kebutuhan BBM-nya.

c. Penyediaan es di pelabuhan perikanan

Dasar kriteria penilaian ini adalah berdasarkan Hasil Kajian Evaluasi Kinerja Pelabuhan Perikanan oleh Pelabuhan Perikanan Samudera Jakarta, dimana penetapan besarnya jumlah penyaluran es untuk setiap klas pelabuhan perikanan berbeda, untuk PPS minimal 120 ton per hari, sedangkan PPN minimal 60 ton per hari serta PPP minimal 20 ton per hari. Sumber data penyaluran es yaitu yang berasal dari pelabuhan maupun di luar pelabuhan (Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 432/DPT3/0T.220.D3/I/2008 tentang Pedoman Evaluasi Kinerja Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan).

Es merupakan salah satu bahan utama yang harus dibawa, pada saat operasi penangkapan ikan, es digunakan terutama untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan. Kebutuhan es setiap kapal disesuaikan dengan lamanya waktu operasi, sehingga diharapkan es cukup untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan sampai ke dermaga.

Selain untuk operasi penangkapan, es juga dibutuhkan untuk penanganan pada saat ikan didaratkan atau sebelum sampai ke tempat tujuan konsumen.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, es merupakan bahan yang sangat penting untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan. Oleh karena itu, pabrik es harus mampu menyediakan dan atau memenuhi kebutuhan es bagi nelayan yang membutuhkannya untuk perbekalan operasi penangkapan ikan dan penanganan sebelum ikan didistribusikan (Mulyadi, 2007).

(17)

4) Pengolahan

Dasar kriteria penilaian ini adalah berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan yang menyatakan bahwa pelabuhan perikanan berfungsi sebagai tempat pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan.

5) Pemasaran

Dasar kriteria penilaian ini adalah berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan yang menyatakan bahwa pelabuhan perikanan berfungsi sebagai tempat pemasaran dan distribusi ikan.

6) Kepuasan pelanggan

Kepuasan adalah perasaan senang /kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dan harapan-harapannya (Kotler, 2002), sedangkan kepuasan pelanggan merupakan hasil penilaian pelanggan terhadap apa yang diharapkannya dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Kepuasan memiliki subjek (pelanggan) dan objek (produk yaitu barang dan jasa) (Mahmudi, 2007).

Kepuasan pelanggan merupakan salah satu bentuk hasil suatu pelayanan publik.

Kepuasan pelanggan dapat dikategorikan sebagai tujuan tingkat tinggi dalam suatu sistem pengukuran kinerja. Oleh karena itu, pembuatan indikator kinerja harus memasukkan indikator kepuasan pelanggan. Untuk kemudahan, indikator kepuasan pelanggan biasanya diproksikan dengan banyaknya aduan atau komplain. Namun harus dipahami bahwa tingkat aduan hanyalah salah satu proksi untuk menunjukkan kepuasan, bukan satu-satunya alat. Kepuasan pelanggan sangat bersifat kualitatif, oleh karena itu untuk mengetahui seberapa besar kepuasan pelanggan perlu dilakukan survei pelanggan. Survei kepuasan pelanggan tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghitung indeks kepuasan pelanggan.

Adanya ketidakcocokan antara outcome yang dihasilkan dari suatu pelayanan dengan kepuasan masyarakat menunjukkan masih adanya senjangan

(18)

harapan (expectation gap). Organisasi perlu melakukan penjaringan aspirasi pelanggan untuk mengetahui apa yang menjadi kebutuhan pelanggan. Apabila kebutuhan pelanggan telah teridentifikasi, selanjutnya organisasi bisa melakukan revisi atau mendesain ulang misi, visi, tujuan, dan target organisasi (Mahmudi, 2007).

Menurut Irawan (2002), terdapat 5 pendorong utama kepuasan pelanggan yaitu:

1) Kualitas produk

Pelanggan akan puas jika setelah membeli dan menggunakan produk tersebut, ternyata kualitas produknya baik.

2) Harga

Untuk pelanggan yang sensitif, biasanya harga yang murah adalah sumber kepuasan yang penting karena mereka akan dapat value for money yang tinggi.

3) Service Quality (ServQual)

Kualitas produk dan harga seringkali tidak mampu menciptakan keunggulan bersaing dalam hal kepuasan dan keduanya relatif mudah ditiru, sehingga perusahaan cenderung menggunakan pendorong ini.

Service quality sangat bergantung pada tiga hal yaitu sistem, teknologi dan manusia. Faktor manusia ini memegang kontribusi sekitar 70%, oleh karena itu kepuasan terhadap kualitas pelayanan biasanya sulit ditiru.

4) Emotional factor

Pendorong ini biasanya relatif penting untuk beberapa produk yang berhubungan dengan gaya hidup seperti mobil, kosmetik, dan pakaian.

5) Kemudahan

Pelanggan akan semakin puas apabila relatif mudah, nyaman dan efisien dalam mendapatkan produk atau pelayanan.

2.4.5 Kinerja pelayanan operasional

Kinerja pelayanan operasional adalah hasil kerja terukur yang dicapai pelabuhan dalam melaksanakan pelayanan kapal, barang dan utilisasi fasilitas dan alat, dalam periode waktu dan satuan tertentu. Indikator kinerja

(19)

pelayanan operasional adalah variabel-variabel pelayanan, penggunaan fasilitas dan peralatan pelabuhan, sedangkan standar kinerja pelayanan operasional adalah standar hasil kerja dari tiap-tiap pelayanan yang harus dicapai oleh penyelenggara pelabuhan dalam pelaksanaan pelayanan jasa kepelabuhanan termasuk dalam penyediaan fasilitas dan peralatan pelabuhan (Departemen Perhubungan, 2008).

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa tanaman yang mengandung eugenol, diantaranya adalah daun cengkeh ( Syzygium aromaticum ), daun kemangi ( Ocimum sp), daun kayu putih ( Melaleuca sp), daun

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa citra yang terbentuk melalui konstruksi media dalam pemberitaan di surat kabar selama periode Januari – Desember 2013 adalah

dikeringkan lagi pakai lap kain yang sudah disediakan. Selanjutnya 0awa P&1 polos ts0 ke ruang setrika 0ersama cetakan layout P&19nya... 4etakkan gam0ar cetakan layout

Dalam penyusunan company profile juga akan dilakukan perancangan corporate identity yang digunakan sebagai media pendukung, karena corporate identity berfungsi

bahwa untuk menunjang program pemerintah mengenai kemudahan berusaha di Indonesia, khususnya terhadap upaya pengurangan prosedur dan waktu dalam proses memulai

Waves and surges of various kinds, which produce unsteady condition, may disturb the flow in open channel. Open channel was a free surface, therefore any

Hasil dari pengumpulan data yang diperoleh menunjukan bahwa ada hubungan positif dengan derajat sedang (0.683) antara perilaku pimpinan dengan kohesifitas karyawan

1) Pengukuran harus dimulai pada permulaan program. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kualitas serta peluang untuk memperbaikinya harus dirumuskan secara jelas.