• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS MAQĀȘID ASY SYARĪ AH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS MAQĀȘID ASY SYARĪ AH"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MAQĀȘID ASY SYARĪ’AH TERHADAP PANDANGAN KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA (KUA) SE-KOTA YOGYAKARTA

TENTANG PENETAPAN AWAL MASA ‘IDDAH JANDA YANG CERAI GUGAT

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN DARI SYARAT-SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA STRATA SATU

DALAM ILMU HUKUM ISLAM OLEH:

YUSEP SAEPULOH 15350067 PEMBIMBING: YASIN BAIDI, S.Ag., M.Ag. NIP: 19700302 199803 1 003

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM (AHWAL SYAKHSIYYAH) FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

(2)

ii ABSTRAK

Masa „iddah karena perceraian adalah selama tiga kali quru‟ (suci) atau sekurang-kurangnya 90 hari. Masa‟iddah mulai dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap berdasarkan Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975. Akan tetapi terdapat perbedaan pandangan di antara Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) mengenai penentapan awal masa „iddah tersebut. Dalam skripsi ini penyusun meneliti pandangan Kepala KUA se-Kota Yogyakarta mengenai penetapan awal masa „iddah bagi wanita yang cerai gugat, dan menganalisis pandangan Kepala KUA mengenai penetapan awal masa „iddah bagi wanita yang cerai gugat dengan menggunakan teori maqāșid asy syarī‟ah.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research), dimana data yang diperoleh melalui wawancara kepada 14 (empat belas) Kepala KUA se-Kota Yogyakarta serta observasi secara langsung pada kasus dan tempat yang diteliti penyusun. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan dideskripsikan dalam bentuk kata-kata. Kemudian data dianalisis dengan teori maqāșid asy syarī‟ah, yaitu tujuan ditetapkannya suatu hukum adalah untuk kemaslahatan manusia, khususnya aspek ḥifẓ an-nasl wa al-„rḍ (memelihara kehormatan dan keturunan). Terdapat dua pandangan diantara Kepala KUA se-kota Yogyakarta. Pendapat pertama mengatakan bahwa masa „iddah dimulai sejak jatuhnya putusan pengadilan. Pendapat kedua mengatakan bahwasannya masa „iddah dimulai sejak dikeluarkannya akta cerai. Kedua pandangan tersebut tidak menyalahi hukum, baik hukum islam maupun hukum positif. Akan tetapi pendapat kedua ini sedikit merenggut hak-hak janda untuk menikah lagi, karena lamanya masa „iddah yang harus ditempuh oleh janda tersebut. Sedangkan secara hukum islam masa „iddahnya sudah habis, dan juga putusan hakim sudah mempunyai hukum tetap artinya tidak melanggar hukum. Maka pendapat pertama lebih sesuai dengan aspek ḥifẓ an-nasl wa al-„irḍ (memelihara kehormatan dan keturunan), dikarenakan hak-hak wanita terjaga dan termasuk bentuk menjaga kehormatan dan keturunan. Sesuai dengan definisi maqāșid asy syarī‟ah yang dikemukan oleh Alal al-Fasi, bahwa maqāșid asy syarī‟ah adalah tujuan disyariatkannya suatu hukum. Adapun tujuan syariat adalah untuk kemaslahatan manusia.

(3)
(4)
(5)
(6)

vii

MOTTO

“Lakukan yang terbaik

dalam segala hal”

(7)

viii

PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah Swt atas segala nikmat yang telah diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpah kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan dan menyebarkan Agama Islam sehingga sampai pada kita.

Pertama, saya ucapkan terimakasih kepada kedua orangtua saya Bapak Agus Saepuloh dan Ibu N. Isyah S.Pd.i yang selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anaknya, selalu mendukung segala kegitatan anaknya, dan juga selalu memotivasi anak-anaknya.

Selain itu, saya juga berterimakasih kepada:

1. Kakak Saya Ai Iryani SH.i., M.Si, Yati Rosmiyati SE.i, Evayanti Amd. Kep,

2. Kakak ipar saya Ubaidillah ST, Narong Mat Adam SH.i, Daniel S. Kom, 3. Kaka sepupu saya Hera Novianti Spd, Rijalul Haq Spd.i, Ayu Widya

Astuti Spd, Acep Said Mubarak SH.i, Ieie Eria, Acep Ridlwan Fauzi SH.i, Tely Kaory Spd, Acep Rizki Fauzi Spd, Gina Spd, Desi Sri Hartati S. Sos, Nurhidayat Spd.

4. Adik sepupu saya Meilani Inayatillah 5. Bibi Saya Siti Romlah Spd

(8)

ix

7. Ponakan saya Firyal Adzka Aqila, Haura Wafa Adibah, Nisreena Anaya Mat-Adam, Salsabila Anaya Mat-Adam, Maritza Anaya Mat-Adam, Kiagus Sultan Anugerah, Zahra, Ghaziya, Zayn, Diva.

8. Untuk segenap keluarga besar yang senantiasa memberikan semangat dan motivasi dalam bentuk yang luarbiasa

9. Untuk Keluarga saya selama di Yogyakarta diantaranya Annas Alatas Sukmahadi ST, Muhyidin Rawi, Muhammad Faisal Akbar, Fatwi Shalikhan, Syukur Hasibuan, Firmansyah SH, Rizki Fazri Gunawan, Zainda Aulia Usmana, Muhammad Nizhal Azhari, Diwan Masnawi, Dian Nur Ilham, Rofi Anugerah, Wifa Lutfiani SH, Mutiara Dwi Rahman, Saif Adli Zamani SH, Rizka Azelia SH, Afnan Riani Cahya Ananda SH, Acep Ibrohim Al-Ghomrowi, Hamdan Saepuloh, Fahmi Nursyehu, Yusuf Syihab, Ahmad Fauzan, Agus Sulaeman, Cevy Muhammad Fauzi, Abdul Waris, Ahmad Jufriyanto, Mashudi, Ana Mustafida Al-Fajriati, Restu Afyani, Ahmad Shofiyullah, Azka Nufus, Abdurrahman Fauzi, Syamsudin, Saif Adli Zamani, Muhammad Helmi Najmuddin, Imam Mutaqin, Saepul Usman, Ahmad Rasyid Dalimunte, Sihab, Tivana, Iwenk, Mang Aceng, Iklil Ramadhani, Mermut, Dimas Nafidin Naim, Oki, Eko Susanto, Baim, Klowor, Zulkarnaen, Yadong, Azzam, Eki, Rizki Ardiansyah Hasibuan, Aryana, Ardi Darmawan, Muhammad Faza, Wahyu, Amalan Choiri, Kusdiana, Izul, Yadong, Azam, Eki, Irfan Hidayat, Rima Majidah, Erik, Arif Tibo, Irsyad, Jose, Tegal, Rofiq, Kere, Ki Demang dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

(9)

x

10. Sahabat saya Nurul Aini, Indah Wijayanti, Muhammad Fauzan Azim, Rijki Ginanjar

11. Keluarga PMII Fakultas Syariah, khususnya korp Kobar. 12. Keluarga Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 13. Keluarga Pelajar Mahasiswa Tasikmalaya

14. Keluarga Sawiraga 15. Keluarga IKPM Jabar 16. Keluarga HKI 2015 17. Keluarga Cogito

18. Bapak, Ibu, dan Nenek kost

Yogyakarta, 14 Oktober 2019 M 5 Shafar 1441 H

Saya yang menyatakan,

Yusep Saepuloh NIM: 15350067

(10)

xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

Transliterasi huruf-huruf Arab ke dalam huruf latin yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

A. Kosonan Tunggal Huruf

Arab Nama Huruf Latin Keterangan

ا Alif Tidak

dilambangkan Tidak dilambangkan

ب Bā’ B Be

خ Tā’ T Te

ز Ṡā’ Ṡ Es (dengan titik di atas)

ج Jim J Je

ح Ḥā’ Ḥ Ha (dengan titik di

bawah)

خ Khā’ Kh Ka dan ha

د Dāl D De

ر Żāl Ż Zet (dengan titik di atas)

س Rā’ R Er

Zāi Z Zet

ط Sīn S Es

ػ Syīn Sy Es dan ye

(11)

xii bawah) ض ā De (dengan titik di bawah) ط Ṭā’ Ṭ Te (dengan titik di bawah)

ظ Ẓā’ Ẓ Zet (dengan titik di

bawah)

ع ‘Ain „ Koma terbalik di atas

غ Gain G Ge ف Fā’ F Ef ق Qāf Q Qi ك Kāf K Ka ل Lām L El و Mīm M Em ٌ Nūn N En ٔ Wāwū W W ْ Hā’ H Ha ء Hamzah ‟ Apostrof ي Yā’ Y Ye

B. Konsonan Rangkap karena Syaddah

َ ي

َ ٕ

َ د

ج

Ditulis Mawaddah

(12)

xiii C. Ta’ Marbūṭah diakhir Kata

1. Bila dimatikan ditulis h.

ح ًْكِح Ditulis Ḥikmah

ح هِع Ditulis „Illah

(ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap dalam bahasa Indonesia, seperti salat, zakat dan sebagainya kecuali dikehendaki lafal lain).

2. Bila diikuti dengan kata sandang „al‟ serta bacaan kedua itu terpisahh maka ditulis dengan h.

ء ايِنْٔ لأاَُح يا ش ك Ditulis Karāmah al-Auliyā‟

3. Bila ta‟ marbūṭah hidup atau dengan harakat fatḥah, kasrah dan ḍammah ditulis t atau h.

شْﻄِﻔْهاُجا ك ص Ditulis Zakāh al-fiṭri

D. Vokal Pendek َ َ َ م ع ف fatḥah Ditulis Ditulis a Fa‟ala ِ َ شِكُر kasrah Ditulis Ditulis i żukira ِ َُة ْْز ي ḍammah Ditulis Ditulis u yażhabu

(13)

xiv E. Vokal Panjang 1 Fatḥah + alif َ ج َِْا َِهَ ي ح Ditulis Ditulis Ā jāhiliyyah 2

Fatḥah + ya‟ mati ﻰ عَْ ر

Ditulis Ditulis

ā tansā 3 Kasrah + ya‟ mati

لْيِﺼْﻔ ر Ditulis Ditulis Ī tafṣīl 4

ammah + wawu mati َُصُا ل ْٕ Ditulis Ditulis ū uṣūl F. Vokal Rangkap 1

Fatḥah + ya‟ mati ا ُّضه ْ ْيِه ﻲ Ditulis Ditulis Ai az-Zuhailī 2

Fatḥah + wawu mati ا ّذه ْٕ ه ح Ditulis Ditulis au ad-daulah

G. Kata Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof

ْوُرَْ ﺃ ﺃ Ditulis a‟antum

ْد ّذِعُﺃ Ditulis u‟iddat

ٌِْﺌ ن َ

ْوُرْش ك ؾ Ditulis la‟in syakartum

H. Kata Sandang Alif dan Lam

1. Bila diikuti huruf qomariyyah ditulis dengan menggunakan huruf “l” شﻘنا

آ

ٌ Ditulis Al-Qur‟ān

(14)

xv

2. Bila diikuti huruf Syamsiyyah ditulis dengan menggunakan huruf Syamsiyyah yang mengikutinya, dengan menghilangkan huruf l (el) nya.

ُﺀا ً ّغن ا Ditulis as-Samā‟

ُؼًْ ّؽن ا Ditulis asy-Syams

I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat Ditulis menurut penulisanya.

ز ِٔ ْي ُﻔها ُش ْٕ

ِﺾ Ditulis Żawī al-furūḍ

ﺃ ْْ ُم ُّغها ُّ

ِح Ditulis Ahl as-Sunnah

J. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti yang berlaku dalm EYD, diantaranya, huruf kapital digunakan untuk menulis huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Nama diri yang didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital adalah huruf awal nama diri bukan huruf awal kata sandangnya. Contoh:

َ ؽ

َ ْيِز ناَ ٌا ض ي سَُشْٓ

ٌَِآْشُﻘنْاَِّْيِفَ لِضَُْا

Ditulis

Syahru Ramaḍān lażī unzila fīh al-Qur‟ān

K. Pengecualian

Sistem transliterasi ini tidak berlaku pada:

a. Kosa kata Arab yang lazim dalam Bahasa Indonesia dan terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, misalnya hadis, lafaz, salat, zakat dan sebagainya.

(15)

xvi

b. Judul buku yang menggunakan kata Arab, namun sudah di-Latin-kan oleh penerbit, seperti judul buku Al-Hijab, Fiqh Mawaris, Fiqh Jinayah dan sebagainya.

c. Nama pengarang yang menggunakan nama Arab, tetapi berasal dari negara yang menggunakan huruf latin, misalnya M. Quraish Shihab, Ahmad Syukri Soleh dan sebagainya.

d. Nama penerbit di Indonesia yang menggunakan kata Arab, misalnya Mizan, Hidayah, Taufiq, Al-Ma‟arif dan sebagainya.

(16)

xvii KATA PENGANTAR

ميحرلا نحمرلا للها مس

هلاضفا ركشل بصتنا نلد تاكبرلا حتفو هللالج ضفنخا نلد تاجردلا عفر يذلا لله دملحا

قللخا لضفأ هنأب مزج نم ىلع ملاسلاو ةلاصلاو هتفرعم قح هفرع نلد تانلجا نكسأو

موي لىا ناسحإب مهعبت نمو هتنس عابتا ىلع ملذاوحأ اونب نيذلا هباحصأو هلآ ىلعو هلك

هيف نوعجري

Segala puji bagi Allah Swt atas segala nikmat yang telah diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Shalawat beserta salam semoga selalu tercurah limpah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan dan menyebarkan Agama Islam sehingga sampai pada kita saat ini. Juga kepada keluarganya dan sahabatnya.

Berkat rida Allah SWT, penyusun berhasil menyelesaikan Tugas Akhir perkuliahan berupa skripsi, sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana strata satu, tidak lupa penulis juga menghaturkan banyak terimakasih kepada :

1. Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D. selaku rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

2. Dr. H. Agus Moh. Najib, S.Ag., M.Ag. selaku dekan Fakultas Syari‟ah dan Hukum

3. Dr. Mansur, S.Ag., M.Ag. selaku Kepala Jurusan Hukum Keluarga Islam 4. Dosen Pembimbing Bapak Yasin Baidi, S.Ag, M.Ag.

(17)

xviii

1) Drs. Syakur selaku Kepala KUA Ngampilan

2) Setyo Purwadi S.Ag selaku Kepala KUA Gondomanan 3) Ghufron Su‟udi, S.Ag selaku Kepala KUA Mergangsan

4) H. Handdri Kusuma, S.Ag., M.SI selaku Kepala KUA Umbulharjo 5) Drs. Suparman selaku Kepala KUA Kotagede

6) Nanang Kosim, S.Ag selaku Kepala KUA Pakualaman

7) Drs. Is‟adi Fatah Wijaya, M.SI selaku Kepala KUA Mantrijeron 8) Suardi, S.Ag selaku Kepala KUA Kraton

9) M. Abdul Rokhman, S.Ag., M.SI selaku Kepala KUA Gedongtengen 10) H. M. Lukman Hakim, S.Ag., M.A selaku Kepala KUA Danurejan

11) Drs. Muklis A selaku Kepala KUA Tegalrejo dan Pelaksana Tugas Kepala KUA Wirobrajan

12) Saeful Anwar, S.Ag., M.SI selaku Kepala KUA Gondokusuman 13) Drs. Suparno selaku Kepala KUA Jetis

6. Hakim Pengadilan Agama Kota Yogyakarta Ibu Dra. Farchanah Muqoddas M. Hum

7. Teman-teman yang senantiasa membantu kelancaran skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu.

Semoga Allah memberikan balasan atas kebaikan dan dukungan selama proes penyelesaian Skripsi ini. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam Skripsi ini. Oleh karenanya, penyusun mengharapkan adanya saran dari pembaca, Semoga bermanfaat bagi para pembaca.

(18)

xix Yogyakarta, 14 Oktober 2019 M 15 Shafar 1941 H Penyusun, Yusep Saepuloh NIM : 15350067

(19)

xx DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN DAN BEBAS PLAGIARISME ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI ... iv

HALAMAN SURAT PENGESAHAN ... v

MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ... x

KATA PENGANTAR ... xv

DAFTAR ISI ... xviii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4

D. Telaah Pustaka ... 5

E. Kerangka Teoretik ... 7

F. Metode Penelitian ... 17

(20)

xxi

BAB II : PERCERAIAN, MASA ‘IDDAH, DAN MAQĀȘID ASY

SYARĪ’AH

A. Perceraian ... 22

1. Pengertian Perceraian dan Dasar Hukumnya ... 22

2. Macam-macam Perceraian ... 23

3. Hukum Perceraian dan Dampak Hukumnya ... 28

a. Hukum Perceraian... 28

b. Dampak Hukum Perceraian ... 32

B. Maqāșid asy syarī‟ah ... 1. Pengertian Maqāșid asy syarī‟ah ... 33

2. Pembagian Maqāșid asy syarī‟ah ... 36

C. „Iddah ... 37

1. Pengertian „Iddah ... 37

2. Dasar Hukum „Iddah ... 41

3. Tujuan „Iddah ... 42

BAB III : PANDANGAN KEPALA KANTOR URUSAN AGAMA SE-KOTA YOGYAKARTA TENTANG PENETAPAN AWAL MASA ‘IDDAH JANDA YANG CERAI GUGAT A. Deskripsi Geografis Kantor Urusan Agama (KUA) se-Kota Yogyakarta ... 54 1. KUA Ngampilan ... 55 2. KUA Gondomanan ... 55 3. KUA Mergangsan ... 55 4. KUA Umbulharjo ... 56 5. KUA Kotagede ... 57

(21)

xxii 6. KUA Pakualaman ... 57 7. KUA Mantrijeron ... 57 8. KUA Kraton ... 58 9. KUA Gedongtengen ... 58 10. KUA Danurejan ... 59 11. KUA Tegalrejo ... 59 12. KUA Wirobrajan ... 60 13. KUA Gondokusuman... 60 14. KUA Jetis ... 61

B. Profil Kepala KUA Kota Yogyakarta ... 61

1. Kepala KUA Ngampilan ... 61

2. Kepala KUA Gondomanan ... 62

3. Kepala KUA Mergangsan... 63

4. Kepala KUA Umbulharjo ... 64

5. Kepala KUA Kotagede ... 64

6. Kepala KUA Pakualaman ... 65

7. Kepala KUA Mantrijeron ... 66

8. Kepala KUA Kraton ... 67

9. Kepala KUA Gedongtengen ... 68

10. Kepala KUA Danurejan ... 68

11. Kepala KUA Tegalrejo ... 69

12. Kepala KUA Gondokusuman ... 70

13. Kepala KUA Jetis ... 71

(22)

xxiii

C. Pandangan Kepala Kantor Urusan Agama Kota Yogyakarta tentang Penetapan awal masa „iddah bagi wanita yang cerai gugat ... 72 BAB IV : ANALISIS MAQĀȘID ASY SYARĪ’AH TERHADAP

PANDANGAN KEPALA KUA SE-KOTA YOGYAKARTA TENTANG PENETAPAN AWAL MASA ‘IDDAH JANDA YANG CERAI GUGAT

A. Analisis Maqāșid asy syarī‟ah Terhadap Pandangan Kepala KUA Se-Kota Yogyakarta tentang Penetapan Awal Masa „Iddah Janda yang Cerai Gugat ... 76 B. Analisis Ḥifẓ l-Nasl wa l-„rḍ Terhadap Pandangan Kepala KUA

Se-Kota Yogyakarta tentang Penetapan Awal Masa „Iddah Janda yang Cerai Gugat ... 79 BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 86 B. Saran... 88 DAFTAR PUSTAKA ... 91

(23)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia lahir maupun batin dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.1 Pernikahan juga merupakan suatu bentuk ketaatan kepada Allah, selain itu merupakan salah satu sunah Rasulullah untuk membentuk suatu keluarga yang sakinah (حُيكع) , mawadah (جدٕي), warahmah (حًحسٔ) sebagai bentuk ketaatan juga sebagai upaya untuk melanjutkan keturunan.

Menurut Ahmad Azhar Bashir pernikahan adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak, dengan dasar sukarela dan keridhaan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi kasih sayang dan ketentraman dengan cara yang diridhai oleh Allah.2

1

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (Pasal 1) 2

Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1989), hlm. 11.

(24)

2

Setiap orang yang berumah tangga pasti menginginkan pernikahan yang sakinah dan menjadi keluarga yang penuh dengan ketenangan lahir batin.

Ketenangan lahir dapat dicapai dengan pemenuhan materi seperti makanan, pakaian, tempat tinggal dan lainnya. Sedangkan ketenangan batin dapat dicapai dengan cinta, kasih sayang. Hal ini sesuai dengan tujuan pernikahan lainnya yaitu sakinah, mawadah, warahmah3.

Dalam ikatan pernikahan sudah tentu tidak selamanya berjalan mulus, pertentangan atau konflik tidak dapat dihindari adanya. Konflik dalam pernikahan beragam mulai dari perbedaan pendapat, kesalahpahaman, perselingkuhan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan lainnya. Namun bagaimana suami isteri tersebut menghadapi pertentangan ini, apakah bisa melewati dan menyelesaikannya dengan damai atau tidak. Apabila konflik itu tidak dapat diselesaikan maka perceraian menjadi salahsatu solusi dari permasalahan tersebut. Meskipun perceraian merupakan suatu hal yang tidak disukai oleh Allah, namun dibolehkan apabila sudah tidak ada kecocokan lagi antara pasnagan suami istri yang apabila dilanjutkan malah akan menimbulkan kesengsaraan bagi para pihak yang bersangkutan baik suami maupun istri.

Perceraian merupakan putusnya perkawinan atau berakhirnya perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang selama

3

(25)

3

ini hidup sebagai suami istri. Sahnya perceraian adalah dengan adanya putusan dari pengadilan dan setelahnya mendapatkan akta cerai dari pengadilan agama bagi yg beragama Islam.

Konsekuensi yang muncul akibat terjadinya perceraian yaitu adanya masa „iddah )ةدع(. „Iddah bermakna perhitungan atau masa menunggu bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah perceraian dengan suaminya, baik cerai hidup maupun cerai mati, dengan tujuan untuk mengetahui keadaan rahimnya atau untuk berpikir bagi suami.4

Beberapa Ulama mendefinisikan „iddah sebagai waktu untuk menanti kesucian seorang istri yang ditinggal mati atau diceraikan oleh suami, yang sebelum masa itu dilarang untuk dinikahkan.5

Masa „iddah bagi wanita yang telah bercerai menurut Al-Qur‟an adalah 3 kali quru‟ (ءٔشق) atau 3 bulan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pasal 39 ayat 1 poin b.6

Berdasarkan survei yang dilakukan penulis ke beberapa KUA di Kota Yogyakarta, ada beberapa pendapat mengenai penetapan awal masa „iddah bagi janda yang cerai gugat. Di antaranya ada yang menetapkan awal masa „iddah adalah sejak tanggal diputusnya putusan pengadilan, dan adapula yang

4

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT Ihtiar Baru Van Hoeve, 1977) Cet. ke-2, hlm. 637.

5

Abd al-Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala al-mazahib al-arba‟ah (Beirut: Dar al-Fikr, 1972), Cet.ke-2, hlm. 637.

(26)

4

menetapkan awal penetapan masa „iddah adalah sejak tanggal dikeluarkannya akta cerai.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari permasalahan mengenai perbedaan penetapan awal masa „iddah wanita yg telah bercerai maka penulis akan meneliti:

1. Bagaimana pandangan Kepala KUA se-kota Yogyakarta tentang penetapan awal masa „iddah bagi janda yang cerai gugat?

2. Bagaimana Tinjauan Maqāșid asy syarī‟ah terhadap pandangan Kepala KUA se-kota Yogyakarta tentang penetapan awal masa „iddah bagi janda yang cerai gugat?

C. Tujuan dan Kegunaan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menjelaskan bagaimana pandangan Kepala KUA se-kota Yogyakarta tentang penetapan awal masa „iddah bagi janda yang cerai gugat

2. Untuk menjelaskan bagaimana Tinjauan Maqāșid asy syarī‟ahterhadap pandangan Kepala KUA se-kota Yogyakarta tentang penetapan awal masa „iddah bagi janda yang cerai gugat.

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan baik dalam bidang bidang ilmiah, maupun lainnya di antaranya yaitu:

(27)

5

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan khazanah keilmuan khususnya di bidang perkawinan khususnya dalam permasalahan penetapan awal masa „iddah.

2. Memberikan wawasan mengenai penetapan awal masa „iddah.

3. Menambah sumber referensi terkait penetapan awal masa „iddah bagi penelitian yang akan datang.

D. Telaah Pustaka

Berkaitan dengan judul yang diangkat mengenai “Analisis maqāșid asy syarī‟ah terhadap pandangan kepala KUA se-kota Yogyakarta tentang penetapan awal masa „iddah janda yang cerai gugat”.bukan merupakan hal yang baru untuk diteliti. Banyak literatur yang berkaitan dengan masa „iddah berupa karya ilmiah baik berupa jurnal maupun skripsi. Namun skripsi tersebut memiliki fokus penelitian yang berbeda-beda. Adapun beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan masa ‟iddah dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, skripsi Tasya Astetika Febriyany “‟Iddah Wanita Karena Khuluk Dalam Pasal 155 Kompilasi Hukum Islam (Analisis maqāșid asy syarī‟ah)”. Skripsi ini membahas mengenai masa „iddah karena khuluk disamakan dengan talak yaitu selama tiga kali quru‟ berdasarkan Pasal 155 Kompilasi Hukum Islam. Ada perbedaan pendapat mengenai quru‟, ada ulama yang mengartikan quru‟ itu ialah haid, dan ada juga yang mengatakan quru‟ itu artinya suci. Dijelaskan pula ketentuan „iddah dalam Pasal 155 Kompilasi

(28)

6

Hukum Islam sesuai dengan ide sentral maqāșid asy syarī‟ah yaitu kemaslahatan.7

Kedua, skripsi Cahyo Muhammad Yusuf “‟Iddah Wanita Karena Khuluk (Studi Pemikiran Imam Malik dan Ibn Taimiyyah)”. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa Imam Malik menempatkan khuluk sebagai talak bā‟in, sedangkan Ibn Taimiyyah menempatkan khuluk sebagai fasakh. Masa „iddah wanita karena khuluk menurut Imam Malik adalah sama seperti wanita karena talak setelah dukhul, yaitu tiga kali quru‟ (masa suci menurut Imam Malik), sedangkan menurut Ibn Taimiyyah masa „iddah karena khuluk adalah cukup istibra‟ selama satu kali haid saja.8

Ketiga, skripsi Maria Ulfa ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Testpack Sebaga Pengganti Masa „Iddah”. Skripsi ini membahas bahwa seorang istri yang putus perkawinannya baik karena cerai talak maupun wafat diwajibkan ber‟iddah sesuai dengan ketentuan hukum Syara‟. Ketentuan hukum „iddah disamping ketetapan hukum Syara‟ juga atas dasar kemaslahatan baik bagi pihak istri, suami, keluarga dan masyarakat. Para ulama bersepakat bahwa persoalan „iddah tidak terlepas dari tiga fungsi „iddah yaitu menunjukkan kesucian rahim, pengabdian kepada Allah, dan berbelasungkawa atas kematian suaminya. Dalam ushul fiqh, „iddah termasuk

7

Tasya Astetika Febriyany,“ „Iddah Wanita Karena Khuluk Dalam Pasal 155 Kompilasi Hukum Islam (Analisis Maqasid Asy-Syari‟ah),” Skripsi Sarjana Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2017), hlm.

8

Cahyo Muhammad Yusuf, “ ‟Iddah Wanita Karena Khuluk (Studi Pemikiran Imam Malik Dan Ibn Taimiyyah),” Skripsi Sarjana Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2014), hlm.

(29)

7

kategori hukum yang harus diimani dan dilaksanakan oleh mukallaf tanpa mempertanyakan mengapa, karena persoalan „iddah adalah hak prerogatif Allah tanpa perlu mencari rasionalitasnya. Maka dari itu dengan adanya testpack tidak merubah ketentuan hukum „iddah, karena kebersihan rahim bukan satu-satunya faktor yang menghilangkan ketentuan „iddah.9

Dari beberapa karya ilmiah yang telah ditelaah oleh penulis cukup banyak yang membahas tentang masa „iddah, akan tetapi belum ada yang membahas objek kajian tentang penetapan awal masa „iddah berdasarkan studi pandangan kepala KUA di Yogyakarta. Objek kajian penulis juga dirasa sangat menarik untuk diteliti mengingat permasalahan yang diangkat cukup krusial di masyarakat, dimana perbedaan pendapat ini berakibat langsung kepada masyarakat yang ingin menikah lagi namun terhalang oleh perbedaan pendapat terkait penetapan awal masa „iddah ini.

E. Kerangka Teoretik

Secara bahasa maqāșid asy syarī‟ah (ذصاﻘي حعيشؾنا) terdiri dua kata, yakni al-maqāșīd (ذصاﻘًنا) dan syari‟ah (حعيشؽ). Al-Maqāșīd adalah bentuk jamak dari al-maqșud yang berarti tujuan atau tujuan syariat10. Syari‟ah berarti jalan menuju sumber air11. Maksudnya adalah jalan ke arah sumber pokok

9

Maria Ulfa, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Testpack Sebagai Pengganti Masa „Iddah,” Skripsi Sarjana Faktltas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2013), hlm.

10

Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syari‟ah menurut Al-Syatibi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1996),hlm. 61.

11

(30)

8

kehidupan, atau jalan yang ditempuh manusia menuju Allah12. Adapun tujuan syariat adalah untuk kemaslahatan manusia, seperti menurut pendapat As-Syatibi: “Sesungguhnya syari‟ah itu betujuan untuk mewujudkan kemasalahatan manusia di dunia dan di akhirat”.13 Dalam ilmu ushul fiqh (لٕصﺃ ّﻘف) bahasan maqāșid asy syarī‟ah bertujuan untuk mengetahui tujuan dalam mensyariatkan hukum. Tujuan hukum ini merupakan salahsatu faktor penting dalam menetapkan hukum Islam yang dihasilkan melalui ijtihad.14

Ulama ushul fiqh mendefinisikan maqāșid asy syarī‟ah dengan “makna dan tujuan yang dikehendaki syara‟ dalam mensyariatkan suatu hukum bagi kemaslahatan umat manusia”. Maqāșid asy syarī‟ah disebut juga dengan asrār asy syari‟ah, yaitu rahasia-rahasia yang terdapat dibalik hukum yang ditetapkan syara‟ berupa kemaslahatan bagi umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Misalnya syara‟ mewajibkan bermacam ibadah dengan tujuan untuk menegakan agama Allah SWT, disyariatkan hukuman zina untuk memelihara kehormatan dan keturunan, disyariatkan hukuman pencurian untuk memelihara harta seseorang, disyariatkan hukuman minum minuman keras untuk memelihara akal, dan disyariatkan hukuman qisas (ؿاﺼق) untuk memelihara jiwa seseorang.

12 Fazlurrahman, Islam, (Bandung: Al-Mizan, 1984), hlm. 140. 13

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 196.

14

Tim Redaksi, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), hlm. 1108.

(31)

9

Ulama ushul fiqh sepakat menyatakan bahwa pada setiap hukum itu terkandung kemaslahatan bagi hamba Allah, baik kemaslahatan itu bersifat duniawi mapun ukhrawi. Oleh sebab itu, setiap mujtahid meng-istinbāţ-kan (menyimpulkan) hukum dari suatu kasus yang sedang dihadapi, harus berpatokan kepada tujuan-tujuan syara‟ dalam mensyariatkan hukum, sehingga hukum yang akan ditetapkannya sesuai dengan kemaslahatan umat manusia.15

Muhammad Thahir bin Asyur membagi maqāșid asy syarī‟ah menjadi tiga macam jika dilihat dari segi objeknya, yaitu:

1) Al Maqāșīd al „āmmah (ذصاﻘًنا حياعنا, tujuan-tujuan umum), yaitu sesuatu yang dipelihara syara‟ serta diusahakan untuk dicapai dalam berbagai bidang syariat, seperti menegakkan dan mempertahankan agama dari ancaman pihak musuh.

2) Al Maqāșīd al khāșșah (ذصاﻘًنا حصاخنا, tujuan-tujuan khusus), yaitu tujuan yang hendak dicapai syara‟ dalam topik tertentu, seperti tujuan yang hendak dicapai syara‟ dalam hukum yang terkait dengan masalah perkawinan dan keluarga, tujuan yang hendak dicapai syara‟ dalam ekonomi, tujuan yang hendak dicapai syara‟ dalam bidang muamalah yang bersifat fisik, tujuan yang hendak dicapai syara‟ dalam masalah hukum pidana, peradilan, dan amal-amal kebaikan.

3) Al Maqāșīd al juz‟iyyah (ذصاﻘًنا حيئضجنا) yaitu tujuan yang hendak dicapai syara‟ dalam menetapkan hukum syara‟, dalam menetapkan hukum wajib,

15 Ibid.

(32)

10

sunnah, haram, makruh, dan mubah terhadap sesuatu, atau menetapkan sesuatu menjadi sebab, syarat, dan penghalang, dibolehkan untuk menjalin hubungan tolong-menolong sesama manusia. Misalnya, shalat itu diwajibkan untuk memelihara agama, perzinaan diharamkan unutuk memelihara keturunan dan kehormatan.16

Alal al-Fasi mengemukakan pembagian maqāșid asy syarī‟ah dari segi objeknya ini menunjukan bahwa Syār‟i (pembuat hukum; Allah SWT dan Rasul-Nya) dalam mensyariatkan berbagai hukum tidak bermaksud hanya membebani umat manusia mendapatkan sesuatu kemaslahatan sekaligus terhindar dari kemudaratan, baik di dunia maupun di akhirat.17

Imam asy Syatibi menyatakan bahwa tidak ada satupun hukum Allah yang tidak mempunyai tujuan. Hukum yang tidak mempunyai tujuan sama dengan taklif ma la yutaq (قتي لام فيلكت , membebankan sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan). Sesuatu yang tidak mungkin terjadi pada hukum-hukum Tuhan. 18

Kemaslahatan sebagai substansi maqāșid asy syarī‟ah dapat terealisasikan apabila lima pokok dapat diwujudkan dan dipelihara. Kelima pokok masalah itu ialah: agama, jiwa, keturunan, akal, dan harta.19 Dengan mewujudkan dan dan memelihara kelima pokok tersebut, seorang mukalaf

16

Ibid., hlm. 1109. 17

Ibid., hlm. 1109.

18 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah, 2005), hlm. 196.

19 Ibid.

(33)

11

(فهكي) akan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Lima kemaslahatan pokok ini wajib dipelihara seseorang dan untuk itu pula didatangkan syariat yang mengandung perintah, larangan, dan keizinan yang harus dipatuhi setiap mukalaf.

Substansi maqāșid asy syarī‟ah adalah kemaslahatan. Kemaslahatan dalam taklif (فيهكذ) Tuhan dapat berwujud dua bentuk. Pertama dalam bentuk hakiki (ﻲﻘيﻘح), yakni manfaat langsung dalam arti kausalitas. Kedua dalam bentuk majazi, yakni bentuk yang merupakan sebab yang membawa kepada kemaslahatan. Kemaslahatan menurut Asy-Syatibi dapat dilihat dari dua sudut pandang, sebagai berikut:

a. Maqāșīd asy Syari‟ (ىعرشلا دصاقم , Tujuan Tuhan) Maqāșīd asy Syari‟ mengandung empat aspek, yaitu:

 Tujuan awal dari syariat, yakni kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat.

 Syariat sebagai sesuatu yang harus dipahami.  Syariat sebagai hukum taklif yang harus dilakukan.

 Tujuan syariat adalah membawa manusia ke bawah naungan hukum b. Maqāșīd al-Mukallaf (ذصاﻘي هكًناف , Tujuan Mukallaf)

Kemaslahatan sebagai substansi Maqāșid asy syarī‟ah, dapat terealisasikan apabila kelima unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara.

(34)

12

Kelima unsur pokok itu diantaranya adalah: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.20

Dalam mewujudkan dan memelihara kelima pokok, Asy-Syatibi mengkategorikannya dalam beberapa tingkatan, sesuai dengan kualitas kebutuhannya. Tiga kategori tersebut adalah: kebutuhan ad-ḍarūriyyah (حيسٔشض, yang bersifat pokok, mendasar), kebutuhan al-hājiyyah (حيجاحنا, yang bersifat kebutuhan), dan kebutuhan at-tahsīniyyah (حيُغحرنا, bersifat penyempurna, pelengkap).21

1. Kebutuhan ad-ḍarūriyyah adalah kemaslahatan mendasar yang menyangkut dalam mewujudkan dan melindungi eksistensi kelima pokok diatas, yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Apabila kemaslahatan ini hilang, maka kehidupan manusia bisa hancur, tidak selamat, baik di dunia maupun di akhirat. Menurut Imam as Syatibi, kelima hal inilah agama dan dunia dapat berjalan seimbang dan apabila dipelihara akan dapat memberi kebahagiaan bagi masyarakat dan pribadi.

Para ahli ushul fiqh menyatakan bahwa sekalipun kasus yang diungkapkan tertuju kepada wanita, tetapi hal itu juga berlaku bagi kaum pria. Dalam ayat ini, menurut mereka diisyaratkan masalah-masalah mendasar yang perlu dipelihara oleh setiap manusia, yaitu tidak syirik (dalam rangka memelihara agama), tidak mencuri (dalam rangka memelihara harta

20

Ibid., hlm.197. 21

Tim Redaksi, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), hlm. 1110.

(35)

13

seseorang), tidak berzina (dalam rangka memelihara keturunan dan kehormatan seseorang), dan tidak membunuh (dalam rangka memelihara jiwa orang lain).

2. Kebutuhan al-Hājiyyah adalah dalam rangka perwujudan dan perlindungan yang diperlukan dalam melestarikan lima pokok tersebut, tetapi kadar kebutuhannya berada di bawah kebutuhan ad-ḍarūriyyah . Tidak terpeliharanya kebutuhan al-Hājiyyah tidak akan membawa terancamnya eksistensi lima pokok tersebut, tetapi membawa kepada kesempitan dan kepicikan, baik dalam usaha mewujudkan maupun dalam pelaksanaannya. Misalnya dalam perjalanan (safar) seorang mukalaf sanggup untuk melaksanakan puasa dan sanggup pula untuk melaksanakan shalat tanpa dijamak dan diringkas. Akan tetapi, apabila dia berpuasa dan shalat sebagaimana yang dilakukan orang-orang yang tidak melakukan perjalanan, maka ia akan mendapatkan beberapa kesulitan. Artinya, melaksanakan puasa atau shalat sebagaimana biasa lebih sulit dibanding dengan melakukannya ketika dalam perjalanan.

Untuk mengatasi kesulitan itu, syara menetapkan hukum rukhsah (حﺼخس, keringanan), sehingga dengan itu seseorang boleh menangguhkan puasanya. Keringan-keringanan seperti ini termasuk ke dalam kategori kebutuhan al-Hājiyyah.

3. Kebutuhan at-Tahsīniyyah dimaksudkan untuk mewujudkan dan memelihara hal-hal yang menunjang peningkatan kualitas kelima pokok kebutuhan mendasar manusia di atas menyangkut hla-hal yang terkait dengan

(36)

14

makārim al akhlāq (وساكي قلاخلأا) (akhlak mulia). Tidak terwujud dan terpeliharanya kebutuhan at-Tahsīniyyah ini tidaklah membawa terancamnya eksistensi agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, serta tidak pula membawa kepada kesulitan kelima pokok tersebut, melainkan dapat menyalahi kepatutan dan menurunkan martabat pribadi dan masyarakat. Dalam masalah agama, misalnya manusia diituntut untuk bersuci dan menjauhi najis yang kotor-kotor. Dalam memelihara diri atau jiwa manusia terikat dengan sopan santun, makan atau minum jangan berlebihan; dalam memelihara keturunan terikat dengan tatacara pergaulan rumah tangga; dalam memelihara akal dilarang berbagai perbuatan yang dapat mengganggu akal; dalam memelihara harta ditetapkan berbagai batasan dan sopan santun dalam mendapatkan dan memanfaatka harta.22 Maqāșid asy syarī‟ah dalam ijtihad ulama. Ulama ushul fiqh menyatakan bahwa sejak zaman Rasulullah sudah ada petunjuk yang mengacu kepada peranan penting maqāșid asy syarī‟ah dalam pembentukan hukum islam. Misalnya, dalam sebuah hadits riwaayat Muslim 5210, dan Nasai 4442, Rasulullah melarang orang-orang Islam di Madinah menyimpan daging kurban, kecuali sekedar bekal untuk tiga hari. Beberapa tahun kemudian, ada beberapa orang sahabat yang menyalahi ketentuan Rasulullah itu dengan menyimpan daging kurban lebih dari sekedar perbekalan untuk tiga hari. Peristiwa itu disampaikan kepada Rasulullah, tetapi Rasulullah membenarkannya serta menjelaskan bahwa: “Dahulu aku melarang kalian menyimpannya (daging kurban) karena kepentingan ad-Daffah (para

22

(37)

15

pendatang dari perkampungan Badui yang datang ke Madinah membutuhkan daging kurban). Sekarang simpanlah daging-daging kurban itu (karena tidak ada lagi para tamu yang membutuhkannya)”. Dalam hadist lain Rasulullah melarang menziarahi kuburan karena dikhawatirkan akan terjadi pemujaan terhadap roh-roh orang yang dikuburan, sehingga menjadikannya syirik. Tetapi kemudian Rasulullah membenarkan/membolehkan umat islam untuk menziarahi kuburan. Dari kedua peristiwa ini, ulama ushul fiqh menyatakan bahwa ada petunjuk dan arti penting maqāșid asy syarī‟ah dalam penetapa hukum. Dalam persoalan daging kurban di atas, larangan menyimpan daging kurban adalah untuk memberi kelapangan bagi fakir miskin yang datang dari perkampungan Badui. Ini adalah Maqāșid asy syarī‟ah, dari yang awalnya dilarang untuk menyimpan daging kurban tersebut, kemudian setelah orang-orang miskin dari perkampungan Badui itu tidak lagi membutuhkan daging kurban, larangan tersebut pun tidak diberlakukan lagi oleh Rasulullah. Seandainya suatu saat orang-orang Badui kembali membutuhkan daging kurban maka ketentuan Rasulullah dalam hadits diatas akan diberlakukan kembali.23

Dalam menziarahi kuburan juga demikian. maqāșid asy syarī‟ah dari ketentuan Rasulullah bahwa tidak dibolehkan menziarahi kuburan adalah agar tidak terjadi pemujaan yang berlebihan terhadap roh-roh orang yang dikubur tersebut atau menyucikan roh-roh tersebut. Untuk itu, ditutup segala hal yang dianggap bisa membawa kepada pemujaan kuburan, yaitu dengan melarang

23

(38)

16

umat Islam untuk menziarahi kuburan. Karena ketika itu kondisi umat Islam yang baru saja menerima dan memeluk agama Islam diduga keimanannya masih tipis dan lemah. Akan tetapi, setelah keimanan mereka kuat, praktek ziarah kubur tidak lagi dikhawatirkan akan membawa kepada pemujaan yang berlebihan terhadap kuburan, sehingga larangan menziarahi kuburan pun dicabut oleh Rasulullah. Namun demikian, apabila pada suatu waktu praktek menziarahi kuburan menimbulkan hal-hal yang tidak sejalan dengan syariat islam, maka larangan menziarahi kuburan sebagaimana yang dinyatakan oleh Rasulullah tersebut berlaku kembali.

Peran penting maqāșid asy syarī‟ah yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah di atas dilestarikan oleh para sahabat dalam berijtihad, karena perubahan kondisi sosial di zaman sahabat jauh berbeda dibandingkan dengan zaman Rasulullah. Oleh karena itu, dalam berbagai bentuk ijtihad yang dilakukan oleh para sahabat, khususnya di bidang muamalah, selama dapat diketahui tujuan hukumnya, maka dengan itu dapat dilakukan pengembangan hukum melalui metode qiyas (طايق) dalam rangka menjawab persoalan baru yang belum ada pada masa Rasulullah. Dengan demikian, menurut ulama ushul fiqh, ayat-ayat hukum yang jumlahnya terbatas itu akan mampu menjawab perubahan-perubahan karena kemajuan zaman. Di samping itu, dengan mengetahui tujuan syariat, seorang mujtahid dapat menjadikannya tolok ukur untuk mengetahui apakah suatu ketentuan hukum masih bisa

(39)

17

diterapkan pada suatu kasus atau tidak layak lagi diterapkan karena tujuan hukum atau „ilat yang mendasari hukum itu tidak seperti semula lagi.24

F. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, yaitu penelitian yang tidak menggunakan perhitungan, maksudnya ialah data-data yang dikumpulkan menggunakan kata-kata25.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (Field Research), yaitu suatu penelitian yang melakukan pengamatan secara langsung ke lapangan untuk memperoleh informasi yang diperlukan guna mendapatkan hasil yang akurat demi mendapatkan kesimpulan yang sesuai dengan apa yang di lapangan. Pada kasus ini yaitu penelitian langsung ke KUA yang ada di Kota Yogyakarta.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik yaitu suatu metode penelitian yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel yang telah terkumpul, kemudian dianalisis untuk diambil kesimpulan.

24

Ibid. 25

(40)

18

3. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan normatif-yuridis. Pendekatan normatif yaitu pendekatan dengan menggunakan teori Hukum Islam, baik dari Al-Qur‟an, As-Sunnah, Kaidah Fiqh, Ushul fiqh, dan lainnya. Sedangkan pendekatan yuridis yaitu pendekatan dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia mengenai masa „iddah.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut:

1) Observasi

Metode observasi atau pengamatan yaitu suatu metode yang sistematik terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Dalam hal ini penulis mengamati bagaimana awal masa iddah ditetapkan.

2) Wawancara

Wawancara adalah suatu metode pengumpulan data atau informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden. Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian, dimana penulis yang aktif bertanya sementara responden dalam penelitian ini Kepala KUA di Kota Yogyakarta yang aktif dalam memberikan jawaban atau tanggapan.

(41)

19

3) Dokumentasi

Dokumentasi yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada atau catatan yang tersimpan baik berupa catatan, transkip, dan lainnya

4) Teknik pengambilan Sampel

Dalam pengambilan sampel pada penelitian ini penulis menggunakan Teknik purposive sampling yaitu suatu Teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian.

5) Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode komparatif atau suatu metode perbandingan antara pendapat Kepala KUA yang satu dengan dengan pendapat Kepala KUA lainnya di kota Yogyakarta terkait penetapan awal masa „iddah.

Setelah data didapat dan dikomparasikan, maka selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah dilakukan untuk mencari persamaan dan perbedaan dari data yang didapat.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memudahkan dalam memahami gambaran penulisan karya ilmiah skripsi ini, penulis akan memaparkan sistematika pembahasannya guna mempermudah dan memperjelas terkait apa saja yang akan dibahas dalam

(42)

20

tulisan ini. Penulis membagi sistematika pembahasan tulisan karya ilmiah skripsi ini ke dalam lima bab.

Bab pertama memuat tentang latar belakang masalah yang menjelaskan terakait hal apa yang melatarbelakangi penelitian ini, kemudian rumusan masalah yang menjelaskan masalah apa saja yang muncul dari latar belakang masalah tersebut dan hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini. Dilanjutkan dengan tujuan dan kegunaan penelitian ini, lalu telaah pustaka atau karya ilmiah sebelumnya yang membahas tentang permaslahan yang hamper serupa. Lalu dilanjutkan dengan kerangka teoretik atau kerangka konseptual yang akan digunakan sebagai pisau analisis untuk membedah masalah yang akan diteliti. Setelah itu masuk ke metode penelitian dimana didalamnya mencakup pendekatan dan langkah-langkah penelitian, pendekatan, Teknik pengumpulan data, dan analisis data yang digunakan dalam penelitian, dan diakhiri dengan sistematika pembahasan agar pembahasan dalam penelitian ini lebih mudah dipahami.

Bab kedua membahas tentang gambaran umum mengenai perceraian, „iddah. Meliputi pengertian perceraian dan pembagiannya, serta pengertian „iddah dan macam-macamnya.

Bab ketiga menjelaskan tentang gambaran umum KUA di kota Yogyakarta meliputi profil dan lokasi geografisnya, kemudian pandangan Kepala-kepala KUA se-kota Yogyakarta terkait penetapan awal masa „iddah.

(43)

21

Pada bab empat menjelaskan tentang analisis maqāșid asy syarī‟ah mengenai pendapat para Kepala KUA di kota Yogyakarta terkait penetapan awal masa „iddah.

Selanjutnya pada bab kelima atau bab penutup berisi kesimpulan dari hasil penelitian ini yang di dalamnya memuat jawaban dari rumusan masalah pada bab pertama, dan juga saran yang bertujuan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Sebagai pelengkap dari penelitian ini, dicantumkan pula daftar pustaka dan lampiran.

Dengan adanya sistematika pembahasan ini, penulis harap dapat mempermudah dalam memahami isi pembahasan penelitian ini.

(44)

86 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan yang telah penulis paparkan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal mengenai permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, diantaranya adalah:

1. Pandangan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) di Yogyakarta tentang penetapan awal masa „iddah bagi janda yang cerai gugat.

Dalam penetapan awal masa „iddah, Kepala KUA se-kota mempunyai pendapat yang berbeda.

a. Pendapat pertama mengatakan bahwasannya masa „iddah mulai dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan. Kepala KUA yang berpendapat demikian diantaranya adalah, Kepala KUA Kecamatan Gondomanan, Pakualaman, dan Gedongtengen. Selain itu, pendapat ini juga diamini oleh Hakim Pengadilan Agama Kota Yogyakarta.

b. Pendapat kedua mengatakan bahwa masa „iddah mulai dihitung sejak dikeluarkannya akta cerai. Kepala KUA yang berpendapat demikian diantaranya adalah Kepala KUA Kecamatan Ngampilan, Mergangsan, Umbulharjo, Kotagede, Mantrijeron, Kraton, Danurejan, Tegalrejo, Wirobrajan, Gondokusuman, dan Jetis.

(45)

87

Adanya perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan penafsiran Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 39 ayat 3 yang berbunyi: “Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang mempunyai hukum yang tetap, sedangkan bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu tunggu dihitung sejak kematian suami”.

2. Tinjauan maqāșid asy syarī‟ah terhadap pandangan Kepala KUA se-kota Yogyakarta mengenai penetapan awal masa „iddah bagi janda yang cerai gugat.

Menurut Alal al-Fasi, maqāșid asy syarī‟ah adalah tujuan disyariatkannya suatu hukum, adapun tujuan syariat adalah untuk kemaslahatan manusia. Dari kedua pendapat mengenai penetapan awal masa „iddah tersebut jika ditinjau berdasarkan teori maqāșid asy syarī‟ah khususnya ḥifẓ an-nasl wa al-„irḍ (memelihara kehormatan dan keturunan), maka keduanya sama-sama ditetapkan untuk kemaslahatan.

Akan tetapi, dari kedua pendapat tersebut yang kemaslahatannya lebih besar adalah pendapat yang mengatakan bahwa awal masa „iddah mulai dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan. Hal ini dikarenakan lebih terjaganya hak-hak janda apabila ia ingin menikah lagi, dan juga tidak bertentangan baik dengan hukum Islam maupun hukum positif. Hal ini sebagai suatu bentuk upaya untuk memelihara kehormatan dan keturunan, sesuai dengan tujuan syariat yaitu untuk kemaslahatan.

(46)

88

B. Saran

Pada skripsi ini penyusun hanya terpaut pada pandangan Kepala KUA saja, besar harapan jika saudara meneliti pada tema yang sama untuk lebih bisa dikembangkan kepada teori maupun konsep lainnya, atau dapat menambahkan pandangan para Penghulu dan pandangan Hakimnya dapat diperbanyak agar dapat menguatkan argumentasinya. sehingga khazanah keilmuan tentang Hukum Perkawinan Islam semakin maju dan berkembang. Kemudian juga penulis berpandangan perlunya perbaikan kalimat pada akta cerai agar tidak menimbulkan kebingungan dan perbedaan dalam memahami kalimat yang ada pada akta cerai.

(47)

89

Teks asli berbunyi: (contoh) AKTA CERAI

No.: ....483.../AC/2015/PA Yogyakarta

Panitera Pengadilan Agama Yogyakarta menerangkan bahwa, pada hari Rabu tanggal 11-11-2015 bertepatan dengan tanggal 29 Muharram 1437 H berdasarkan PUTUSAN PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Nomor 0372/Pdt.G/2015/PA Yk tanggal 21 September 2015 M, yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, telah terjadi perceraian antara:

Friska ... Dengan Yogi ...

Dengan Cerai Talak/Cerai Gugat.

Perceraian yang ke: Talak 1 (satu) Bain.

Termohon/Penggugat (bekas isteri) dalam keadaan qobla/ba‟da dukhul. Termohon/Penggugat (bekas isteri) dalam keadaan suci/haid/hamil. Kutipan Akta Nikah dari KUA Kec. ... Kab/Kota ... Tanggal ...

Demikian dibuat Akta Cerai ini, ditandatangani oleh kami AHMADI, SH Panitera Pengadilan Agama Yogyakarta.

Panitera.

(48)

90

Untuk mengatasi ambigu (kebingungan, kerancuan) makna dan kepastian hukumnya, maka penulis mengusulkan agar teks kalimat „penting‟ dari Akta Cerai tersebut dibuat/diganti menjadi sebagai berikut:

Panitera Pengadilan Agama Yogyakarta menerangkan bahwa berdasarkan PUTUSAN PENGADILAN AGAMA YOGYAKARTA Nomor 0372/Pdt.G/2015/ PA Yk tanggal 21 September 2015 M yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, telah terjadi perceraian antara:

Friska ... Dengan Yogi ...

Dengan Cerai Talak/Cerai Gugat.

Perceraian yang ke: Talak 1 (satu) Bain.

Termohon/Penggugat (bekas isteri) dalam keadaan qobla/ba‟da dukhul. Termohon/Penggugat (bekas isteri) dalam keadaan suci/haid/hamil. Kutipan Akta Nikah dari KUA Kec. ... Kab/Kota ... Tanggal ...

Demikian dibuat Akta Cerai ini, ditandatangani oleh kami AHMADI, SH Panitera Pengadilan Agama Yogyakarta.

Yogyakarta, 11-11-2015

Panitera.

(49)

91

DAFTAR PUSTAKA

A. Al-Qur’an

Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: Departemen Agama, 1985

B. Fikih/ Ushul Fikih.

Al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi ushul al-Syari‟ah, Kairo: Mustafa Muhammad,1910

Anshori, Abdul Ghofur, Hukum Perkawinan Islam (Perspektif Fikih dan Hukum Positif), Yogyakarta: UII Press, 2011

Ayyub, Syaikh Hasan, Panduan Keluarga Muslim, Jakarta: Cendikia Sentra Muslim, 2002

Bakri, Asafri Jaya, Konsep Maqashid Syari‟ah menurut Al-Syatibi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press, 1989

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ihtiar Baru Van Hoeve, 1977.

Darani, Fathi Al-, Al-manahij Al-Usuliyyah fi Ijtihad bi al-Ra‟yi fi al-Tasyri, Damsyik: Dar Al-kitab Al-Hadis, 1975

Departemen Agama, Ilmu Fiqh, Jakarta: Departemen Agama, 1985

Fazlurrahman, Islam, Bandung: Al-Mizan, 1984.

Febriyany, Tasya Astetika,‟Iddah Wanita Karena Khuluk Dalam Pasal 155 Kompilasi Hukum Islam, Analisis Maqasid Asy-Syari‟ah, Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017.

Hallaq, Wael B, The Frimacy of The Quran in Syatibi Legal Theory, Leiden: Ej-Brill, 1991

(50)

92

Hasaballah, Ali, Ushul Al-Tasyri Al-Islami, Mesir: Dar Al-Ma‟arif, 1976 Hasbiyallah, Keluarga Sakinah, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015. Ibn Mansur, Lisan al-‟Arab, Beirut: Dar al-Sadr, 1984

Ibnu Rusyid, Bidayatul Mujtahid, Jakarta: Pustaka Amin, 2006

Jaziri, Abd al-Rahman Al-, Kitab al-Fiqh „ala al-mazahib al-arba‟ah, Beirut: Dar al-Fikr, 1972.

Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Amzah, 2005.

Kamal, Malik, Fiqh Sunah Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007

Maria Ulfa, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Penggunaan Testpack Sebagai Pengganti Masa „Iddah”, Skripsi Faktltas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2013.

Mas‟ud, Muhammad Khalid, Islamic Legal Philosophy, Islamabad, Islamic Research Institute, 1977

Muchtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1993

Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab: Ja‟fari, Hanafi, Maliki, Syafi‟I, Hambali, Jakarta: Lentera, 2007

Nuruddin, Amiur, dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh. UU NO. I/ 1974 Sampai KHI), Jakarta: Kencana, 2006

Rasyid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru, 1995. Sabiq, As-Sayyid, Fikih Sunnah, Bandung: Al Ma‟arif, 1987

Samawati, Putu dan Wahyu Ernaningsih, Hukum Perkawinan Indonesia, Palembang: PT. Rambang, 2006

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Yogyakarta: Liberty, 1982

(51)

93

Syaifuddin, Muhammad, Hukum Perceraian, Jakarta: Sinar Grafika, 2014

Syaltout, Mahmoud, Islam: „Aqidah wa Syari‟ah, Kairo: Dar Al-Qalam, 1966 Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia (Antara Fikih

Munakahat dan UU Perkawinan), Jakarta: Kencana, 2007

Tim Redaksi, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001.

Wahyudi, Muhammad Isna, Fiqih iddah, Klasik dan Kontemporer, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009

Yusuf, Cahyo Muhammad,‟Iddah Wanita Karena Khuluk (Studi Pemikiran Imam Malik Dan Ibn Taimiyyah, Skripsi, Fakultas Syari‟ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Zahrah, Muhammad Abu, Usul Al-Fiqh, Mesir: Dar Al-Fikr Al-„Arabi, 1958 C. Lain-lain

Ahmad Djumairi, Hukum Perdata II, Semarang: Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo, 1990.

Azwar, Saifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Ibn Mansur, Lisan al-‟Arab, Beirut: Dar al-Sadr, 1984

Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Internusa, 1985

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1997. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 (Pasal 1)

UU No 1 Tahun 1974 (Pasal 38)

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975

(52)

xxiii LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR TERJEMAHAN No Hlm Fn Terjemahan BAB II 1 40 51

Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan lebih daripada istrinya: Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana

2 41 53

Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber‟iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis „iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.

3 41 55

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa „iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu „iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”

4 46 65 Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber‟iddah) empat bulan sepuluh hari.

5 47 71

Sedangkan perempuan-perempuan yang hamil, waktu „iddah mereka itu sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.

(53)

xxiv

6 48 72 Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru‟

7 50 76

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa „iddahnya), Maka masa „iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid

8 52 81

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya

BAB IV

9 81 15

Dan para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali quru‟. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptkan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka dalam (masa) itu jika mereka menghendaki perbaikan. Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Maha Perkasa, lagi Maha Bijaksana”.

(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)

xxx

KEPALA KUA NGAMPILAN KEPALA KUA GONDOMANAN

(70)

xxxi

KEPALA KUA KOTAGEDE KEPALA KUA PAKUALAMAN

(71)

xxxii

KEPALA KUA GEDONGTENGEN KEPALA KUA DANUREJAN

(72)

xxxiii

KEPALA KUA TEGALREJO, DAN

PELAKSANA TUGAS KEPALA KUA WIROBRAJAN

(73)

xxxiv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri

1. Nama : Yusep Saepuloh

2. NIM : 15350067

3. Jenis Kelamin : Laki-laki

4. Tempat, Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 28 Agustus 1995 5. Agama : Islam

6. Kewarganegaraan : WNI

7. Alamat Asal : Kp. Paniis Girang RT 20 RW 05, Mandalagiri, Leuwisari, Tasikmalaya.

8. Alamat Domisili : Jl. Timoho 64C RT 03 RW 01, Caturtunggal, Depok, Sleman. 9. Nomor HP : 0899266270

10. Email : Shev.link28@gmail.com B. Riwayat Pendidikan Formal

1. MI Cijambe : 2002-2008

2. SMP Islam Paniis : 2008-2011 3. SMAN 1 Singaparna : 2011-2014 4. S1 Hukum Keluarga Islam UIN Sunan Kalijaga : 2015-2019 C. Riwayat Pendidikan Non Formal

1. TKA Tanbihatul Hasanah : 1999-2004 2. Madrasah Diniyah Nurul Haq : 2002-2008

(74)

xxxv

3. Pandu Ibu Pertiwi English Course : 2014 4. Pelatihan Kader Dasar PMII : 2015 5. Sekolah Islam Gender : 2017 6. Sekolah Gender Humanis : 2017 7. Training Leadership : 2019 8. Training Legislatif : 2019 D. Pengalaman Organisasi

1. Pramuka : 2008-2011

2. Pengurus Osis : 2009-2011

3. Pengurus Keluarga Mahasiswa Tasikmalaya Yogyakarta : 2016-2018 4. Pengurus Rayon PMII Ashram Bangsa : 2017-2018 5. Pengurus Dewan Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum: 2017-2018 6. Pengurus Senat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga : 2018-2019

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian bukan berarti makna korupsi tidak ditangkap dalam Alquran, untuk itu barangkali dapat ditelusuri dari isyarat-isyarat Alquran yang melarang antara lain, adanya

memandang bahwa hanya agamanya lah yang paling benar, sehingga menganggap agama lain salah dan sesat. Biasanya, cara pemahaman terhadap ajaran agama paradigma ini, lebih

Tabel 4.3 Ringkasan uji BNJ 1% dari pengaruh lama pemberian tepung Lumbricus rubellus tingkat kerusakan vili usus halus pada Rattus novergicus yang terinfeksi Salmonella.

Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Aktivitas, Ukuran Perusahaan, dan Corporate Governance Terhadap Praktik Pengungkapan Sustainability Report (Studi Pada

Katalis yang digunakan dalam reaksi hidrasi α-pinena selama ini digunakan katalis homogen seperti pada penelitian Daryono (2015) yang telah melakukan sintesis α-pinena

(b) jika terjadi kesalahan hasil pengalian antara volume dengan harga satuan pekerjaan maka dilakukan pembetulan, dengan ketentuan volume pekerjaan sesuai dengan

Kedua , dari sisi metodologi, metode Bint al-Shāṭi’ ini mempunyai beberapa kelemahan, di antaranya: a) pada metode ketiga, jika pemahaman lafazh al-Qur’an harus

Langkah tahto digerakkan dengan jumlah 2x8 gerakan (diulang dengan gerakan yang sama). 2) langkah satu digunakan pada saat awal gerakan setelah tahto awal dan sebelum ke