• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Bahasa Indonesia Penyusunan Ka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Bahasa Indonesia Penyusunan Ka"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya ilmiah merupakan hasil tulisan yang menuruti suatu aturan tertentu. Aturan tersebut biasanya merupakan suatu persyaratan tata tulis yang telah dibakukan oleh masyarakat akademik. Secara umum, proses penulisan karya ilmiah dilakukan dalam tiga tahapan, yaitu: tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap perbaikan.

Sebagai hasil penelitian atau kegiatan ilmiah setiap karangan ilmiah mengandung komponen adanya masalah yang menjadi topik karangan ilmiah itu. Adanya tujuan penelitian, metode penelitian, teori yang dianut, objek penelitian, instrumen yang digunakan, dan adanya hasil penelitian yang diperoleh. Setelah kaidah ditemukan dan dirumuskan, kegiatan penelitian harus diwujudkan dalam bentuk laporan. Hal ini dimaksudkan karena sasaran akhir penelitian adalah mengkomunikasikan hasil penelitian pada khalayak terkait. Oleh karena itu, menulis laporan merupakan tahap akhir yang penting dalam penelitian, karena menulis laporan merupakan proses komunikasi yang membutuhkan adanya pengertian yang sama antara penulis dan pembaca.

(2)

sehingga dalam pembahasannya dapat disampaikan secara tepat dan mudah dipahami oleh pembaca.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian karya ilmiah? 2. Bagaimana penggunaan ragam ilmiah?

3. Bagaimana asas-asas penyusunan gagasan dalam karya ilmiah? 4. Bagaimana teknik mengatur perwajahan karangan?

5. Bagaimana aspek penalaran dalam karangan ilmiah?

6. Bagaimana pengertian dari penalaran induktif dan deduktif?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian karya ilmiah. 2. Untuk mengetahui dan memahami penggunaan ragam ilmiah. 3. Untuk mengetahui dan memahami asas-asas penyusunan gagasan

dalam karya ilmiah.

4. Untuk mengetahui dan memahami teknik mengatur perwajahan karangan.

5. Untuk mengetahui dan memahami aspek penalaran dalam karangan ilmiah.

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Karya Ilmiah

Karya ilmiah merupakan karya tulis yang menyajikan gagasan, deskripsi atau pemecahan masalah secara sistematis, objektif dan jujur, dengan menggunakan bahasa baku, serta didukung oleh fakta, teori atau bukti-bukti empirik. Karya ilmiah merupakan karya tulis yang isinya berusaha memaparkan suatu pembahasan secara ilmiah yang dilakukan oleh seorang penulis atau peneliti.1

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa karya ilmiah adalah laporan tertulis dan dipublikasi yang memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan.2

B. Penggunaan Ragam Ilmiah

Penulisan karya ilmiah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas, tepat, formal dan lugas. Kejelasan dan ketepatan isi dapat diwujudkan dengan menggunakan kata dan istilah yang jelas, tepat, tidak berbelit-belit dan struktur paragraf yang runtut.

(4)

berbunga-bunga. Hindarilah penggunaan kata seperti saya atau kita. Jika terpaksa menyebutkan kegiatan yang dilakukan oleh penulis sendiri istilah yang dipakai bukan kami atau saya, melainkan penulis atau peneliti. Namun, istilah penulis atau peneliti hendaknya digunakan seminimal mungkin.

Skripsi yang mengikuti paradigma positivistik wajib ditulis dengan ragam bahasa ilmiah, tidak menggunakan ragam bahasa sastra, orasi, daerah, pasar, populer dan sejenisnya. Dalam ragam bahasa ilmiah positivistik berlaku ketentuan-ketentuan antara lain: baku, logis, terukur, tepat, denotatif, efektif, terjalin kesinambungan urutan serta bahasa yang baik dan benar.3

C. Asas-asas Penyusunan Gagasan dalam Karya Ilmiah 1. Kejelasan (clarity)

Karangan ilmiah harus konkret dan jelas. Kejelasan itu tidak saja berarti mudah dipahami, mudah dibaca, tetapi juga harus tidak memberi ruang untuk disalahtafsirkan, tidak boleh bersifat sama-samar, kabur dan tidak boleh ada di wilayah abu-abu. (Bahasa Jawa: ‘kedah gamblang wijang-wijang’). Kejelasan di dalam karangan ilmiah itu ditopang oleh hal-hal berikut:

a. Pemakaian bentuk kebahasaan yang lebih dikenal daripada bentuk kebahasan yang masih harus dicari-cari dulu maknanya, bahkan oleh penulisnya.

(5)

b. Pemakaian kata-kata yang pendek, ringkas, tajam, lugas, daripada kata-kata yang berbelit, panjang, rancu dan boros (verbose). c. Pemakaian kata-kata dalam bahasa sendiri daripada kata-kata

dalam bahasa asing.

Kata-kata asing dapat digunakan hanya kalau memang istilah itu sangat teknis sifatnya sehingga tidak (belum) ada istilah/kata yang pas dalam bahasa indonesia.

2. Ketepatan (accuracy)

Karangan ilmiah menjujung tinggi keakuratan. Hasil penelitian ilmiah dan cara penyajian hasil penelitian itu haruslah tepat/akurat. Supaya karangan ilmiah menjadi sungguh-sungguh akurat, penulis/peneliti harus sangat cermat, teliti, tidak bleh sembrono, atau ‘main-main dengan ilmu’.

Dalam penyampaiannya di dalam karangan ilmiah itu harus terwadahi butir-butir gagasan dengan kecocokan sepenuhnya seperti yang dimaksudkan oleh peneliti/penulisnya. Kualifikasi demikian itulah yang dimaksud dengan istilah ‘efektif-‘sangkil’.

3. Keringkasan (brevity)

(6)

Jadi, karya ilmiah itu tidak boleh menghamburkan kata-kata, tidak boleh mengulang-ulang ide yang telah diungkapakan, dan tidak berputar-putar dalam mengungkapkan maksud atau gagasan. Karangan ilmiah harus dibangun dari ide yang kaya dengan bahasa yang hemat dan sederhana. Jadi bukan sebaliknya, ide yang miskin namun dengan bahasa berbunga-bunga.

Karangan ilmiah harus ditulis dengan hati dan diteliti kembali, dibenahi dan diedit kembali dengan pikiran. Jadi, peganglah prinsip ’writing with heart, editing with brain’ di dalam praktik menulis karangan ilmiah.4

D. Teknik Mengatur Perwajahan Karangan

Yang dimaksud dengan perwajahan adalah tata letak (lay out) unsur-unsur skripsi serta aturan penulisan unsur-unsur-unsur-unsur tersebut, yang berkaitan dengan segi keindahan dan estetika naskah. Tata letak dan penulisan unsur-unsur skripsi, tesis, atau disertasi harus diusahakan sabaik-baiknya agar skripsi, tesis, atau disertasi tersebut tampak rapi dan menarik. Dalam pembicaraan tentang perwajahan, dikemukakan secara ringkas mengenai masalah kertas pola ukuran dan penomoran.

1. Kertas Pola Ukuran

(7)

tertentu harus dikuasai terlebih dahulu agar format yang dikehendaki terwujud.

Pada umumnya garis pembatas pada kertas pola ukuran tersebut diatur dengan ukuran sebagai berikut:

a) Pias (margin) atas 4 cm, b) Pias bawah 3 cm, c) Pias kiri 4 cm, dan d) Pias kanan 3 cm. 2. Penomoran

a) Angka yang digunakan

Angka untuk nomor yang lazim digunakan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau karangan ilmiah umumnya adalah angka Romawi kecil, angka Romawi besar, dan angka Arab. Angka Romawi kecil (i, ii, iii, iv, v) dipakai untuk menomori halaman judul, halaman yang bertajuk prakata, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, daftar lampiran, dan daftar lain (jika ada). Angka Romawi besar (I, II, III, IV, V) digunakan untuk menomori tajuk bab pendahuluan, tajuk bab analisis, tajuk bab simpulan, misalnya BAB I PENDAHULUAN. Angka Arab (1, 2, 3, 4, dan seterusnya) digunakan untuk menomori halaman-halaman naskah mulai bab pendahuluan sampai dengan halaman terakhir dan untuk menomori nama-nama tabel, grafik, histogram, bagan, dan skema.

(8)

Halaman judul, daftar isi, daftar tabel, daftar grafik, daftar lampiran, menggunakan angka Romawi kecil yang diletakkan pada bagian bawah, tepat di tengah-tengah (simetris). Halaman yang bertajuk bab pendahuluan, bab analisis, bab simpulan, daftar pustaka/rujukan, indeks, dan lampiran, menggunakan angka Arab yang diletakkan pada bagian bawah, tepat di tengah-tengah (simetris). Halaman-halaman naskah lanjutan menggunakan angka Arab yang diletakkan pada bagian kanan atas.

c) Penomoran Subbab

Subbab dan subsubbab dinomori dengan angka Arab sistem digital. Angka terakhir dalam digital ini tidak diberi titik (seperti 1.1, 1.2, 2.1, 1.1.2, 2.2.3, 3.2.1, dan seterusnya). Dalam hubungan ini, angka digital tidak lebih dari tiga angka (maksimal, misalnya 1.1.1, 1.4.3, 1.1.2, 3.2.2, 3.3.3, 4.4.1), sedangkan penomoran selanjutnya menggunakan a, b, c, kemudian 1), 2), 3), selanjutnya a), b), c), dan seterusnya.5

Artikel berbentuk feature dapat lebih dinikmati, kalau artikel tersebut diberi ilustrasi. Lebih-lebih bila isinya mengenai sesuatu keilmuan atau petunjuk teknis. Informasi akan menjenuhkan bila diungkapkan dengan kata, karena bertele-tele, lebih baik disajikan berupa gambar ilustrasi.

Ilustrasi memang gambar, tetapi tidak hanya gambar tangan yang dibuat dengan pensil, ballpen atau tinta Cina saja, melainkan dapat juga

(9)

berupa foto jepretan lensa, gambar pandangan pancungan, peta, denah, bagan dan diagram.6

E. Aspek Penalaran dalam Karya Ilmiah

Suatu karangan sesederhana apapun akan mencerminkan kualitas penalaran seseorang. Penalaran itu akan tampak dalam pola pikir penyusuan karangan itu sendiri. Penalaran dalam suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek. Kelima aspek tersebut adalah:

1. Aspek Keterkaitan

Aspek keterkaitan adalah hubungan antar bagian yang satu dengan yang lain dalam suatu karangan. Artinya, bagian-bagian dalam karangan ilmiah harus berkaitan satu sama lain. Pada pendahuluan misalnya, antara latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat harus berkaitan. Rumusan masalah juga harus berkaitan dengan bagian landasan teori, pembahasan, dan harus berkaitan juga dengan kesimpulan.

2. Aspek Urutan

(10)

lengkap. Di akhir pembahasan disajikan kesimpulan atas pembahasan sekaligus sebagai penutup karangan ilmiah.

3. Aspek Argumentasi

Yaitu bagaimana hubungan bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta, pembuktian suatu pernyataan, dan kesimpulan dari hal yang telah dibuktikan. Hampir sebagian besar isi karangan ilmiah menyajikan argumen-argumen mengapa masalah tersebut perlu dibahas (pendahuluan), pendapat-pendapat atau temuan-temuan dalam analisis harus memuat argumen-argumen yang lengkap dan mendalam.

4. Aspek Teknik Penyusunan

Yaitu bagaimana pola penyusunan yang dipakai, apakah digunakan secara konsisten. Karangan ilmiah harus disusun dengan pola penyusunan tertentu, dan teknik ini bersifat baku dan universal. Untuk itu pemahaman terhadap teknik penyusunan karangan ilmiah merupakan syarat multak yang harus dipenuhi jika orang akan menyusun karangan ilmiah.

5. Aspek Bahasa

Yaitu bagaimana penggunaan bahasa dalam karangan tersebut? baik dan benar? Baku? Karangan ilmiah disusun dengan bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih untuk karangan ilmiah akademis.7

7 Nurita,Konsep Penalaran Ilmiah dalam Penulisan Ilmiah”,

(11)

F. Penalaran Deduktif dan Induktif 1. Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif dapat diartikan sebagai suatu proses berpikir di mana orang memulai dari pernyataan yang umum menuju pernyataan yang khusus (spesifik) dengan menggunakan aturan-aturan logika yang dapat diterima. Penalaran ini merupakan suatu sistem yang digunakan untuk mengorganisir fakta-fakta yang telah diketahui guna membuat suatu kesimpulan. Proses ini dilakukan melalui serangkaian pernyataan yang disebut silogisme, yang berisi premis mayor, premis minor dan kesimpulan. Contoh:

(a) Semua manusia pasti mati (premis mayor) (b) Scorates adalah seorang manusia (premis minor) (c) Scorates pasti mati (kesimpulan)8

Penarikan kesimpulan dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Dikatakan penarikan kesimpulan secara langsung bila ditarik dari satu premis, sedangkan bila ditarik dari dua premis disebut secara tidak langsung.

a. Menarik Kesimpulan secara Langsung

1) Konversi

Konversi merupakan penarikan kesimpulan secara langsung dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(12)

(d) Term yang tidak tersebar dalam premis juga tidak tersebar dalam kesimpulan.

Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua S adalah P (premis) dan sebagian P adalah S (kesimpulan). Contoh:

Semua kursi untuk tempat duduk. (premis)

Sebagian tempat duduk adalah kursi. (kesimpulan)

Pada proposisi universal negatif, polanya adalah tak satupun S adalah P (premis) dan tak satupun P adalah S (kesimpulan).

Contoh:

Tak satupun gajah adalah serangga. (premis)

Tak satupun serangga adalah gajah. (kesimpulan)

Pada proposisi khusus afirmatif, polanya adalah sebagian S adalah P (premis) dan sebagian P adalah S (kesimpulan). Contoh:

Sebagian pegawai adalah orang yang jujur. (premis)

Sebagian orang yang jujur adalah pegawai. (kesimpulan)

Pada konversi, penarikan kesimpulan tidak dapat dilakukan dengan proposisi khusus negatif.

2) Oversi

Oversi merupakan cara penarikan kesimpulan secara langsung dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(13)

(b) Predikat kesimpulan kontradiktori dengan predikat premis.

(c) Kualitas kesimpulan kebalikan dari kualitas premis.

(d) Kuantitas kesimpulan sama dengan kuantitas premis. Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua S adalah P (premis) dan tidak satupun S adalah tak P (kesimpulan).

Contoh:

Semua rudal adalah senjata berbahaya.

Tak satupun rudal yang bukan senjata berbahaya.

Pada proposisi universal negatif, polanya adalah tidak satupun S adalah P (premis) dan semua S adalah tak P (kesimpulan).

Contoh:

Tidak satupun mahasiswa laki-laki lulus ujian.

Semua yang lulus bukan mahasiswa laki-laki.

Pada proposisi khusus afirmatif, polanya adalah sebagian S tidaklah P (premis) dan sebagian S tidaklah P (kesimpulan).

Contoh:

Beberapa peserta demonstrasi adalah mahasiswa.

Beberapa peserta demonstrasi adalah bukan mahasiswa.

(14)

Sebagian mobil adalah bukan barang impor.

Sebagian mobil adalah barang impor.

3) Kontraporsisi

Kontraporsisi merupakan jenis pengambilan kesimpulan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:

(a) Subjek kesimpulan adalah kontradiktori predikat premis.

(b) Predikat kesimpulan adalah subjek premis.

(c) Kualitas kesimpulan tidak sama dengan kualitas premis.

(d) Tidak ada term yang tersebar.

Pada proposisi universal afirmatif, polanya adalah semua S adalah P (premis), tidak satupun S adalah tak P (kesimpulan) dan tidak satupun tak P adalah S (kesimpulan).

Contoh:

Semua gajah adalah berbelalai.

Tidak satupun gajah adalah tak berbelalai.

Tidak satupun (yang) tak berbelalai adalah gajah.

Pada proposisi universal negatif, polanya adalah tidak satupun S adalah P (premis), semua S adalah tak P (kesimpulan) dan sebagian tak P adalah S (kesimpulan).

Contoh:

Tak seorangpun pejabat miskin.

Semua pejabat tak miskin.

(15)

Pada proposisi khusus negatif, polanya adalah sebagian S tidaklah P (premis), sebagian S adalah P (kesimpulan) dan sebagian tak P adalah S (kesimpulan).

Contoh:

Sebagian jembatan bukan besi.

Sebagian jembatan tak besi.

Sebagian yang tak besi adalah jembatan.

b. Menarik Kesimpulan secara Tidak Langsung

1) Silogisme Kategorial

Silogisme kategorial terdiri atas dua proposisi sebagai premis dan satu proposisi sebagai kesimpulan. Premis yang bersifat umum disebut premis mayor, sedangkan yang bersifat khusus disebut premis minor. Adapun dalam kesimpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek kesimpulan disebut term minor, sedangkan predikat kesimpulan disebut term mayor.

Contoh:

Semua binatang berjenis jantan dan betina (premis mayor)

Sapi adalah binatang (premis minor)

Jadi, sapi berjenis jantan dan betina (kesimpulan)

2) Silogisme Hipotesis

(16)

hipotesis. Pada silogisme hipotesis ini, bila premis mayornya membenarkan anteseden, maka kesimpulannya akan membenarkan konsekuen. Bila premis minornya menolak anteseden, maka kesimpulannya akan menolak konsekuen. Contoh:

Jika kertas dibakar, kertas akan hangus.

Kertas dibakar.

Jadi, kertas hangus.

Jika kertas dibakar, kertas akan hangus.

Kertas tidak dibakar.

Jadi, kertas tidak akan hangus.

3) Silogisme Alternatif

Silogisme alternatif ditandai dengan premis mayor alternatif. Jika premis minornya membenarkan salah satu alternatif, kesimpulannya akan menolak alternatif yang lain. Contoh:

Dia seorang guru atau pengusaha.

Dia seorang guru.

Jadi, dia bukan seorang pengusaha.

Dia seorang guru atau pengusaha.

Dia bukan seorang guru.

Jadi, dia seorang pengusaha.

(17)

Biasanya, silogisme jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya, dalam penarikan kesimpulan tidak mengeksplisitkan premis mayor. Hal ini dikarenakan oleh telah diketahuinya sifat dalam premis mayor tersebut. Dengan demikian, yang dikemukakan hanya premis minor dan kesimpulan.

Contoh:

Semua peserta upacara ikut berbaris.

Raehani adalah peserta upacara.

Jadi, Raehani ikut berbaris.

Dalam berkomunikasi sehari-hari, contoh silogisme di atas lebih banyak diungkapkan dalam entimen demikian:

“Raehani ikut berbaris karena peserta upacara.” atau

“Karena sebagai peserta upacara, Raehani ikut berbaris.”

2. Penalaran Induktif

Penalaran induktif merupakan penalaran yang bertolak dari pernyataan-pernyataan khusus (premis) untuk menghasilkan kesimpulan yang umum. Beberapa bentuk penalaran induktif adalah sebagai berikut:

a. Generalisasi

Generalisasi merupakan proses penalaran yang betumpu pada beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk menghasilkan kesimpulan umum.

(18)

Jika dipanaskan, kawat memuai.

Jika dipanaskan, tembaga memuai.

Jika dipanaskan, besi memuai.

Jadi, jika dipanaskan, benda logam memuai.

b. Analogi

Analogi merupakan proses penalaran dengan cara membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama atau yang memiliki kemiripan dalam hal-hal tertentu. Apa yang berlaku pada hal yang satu akan berlaku juga pada hal yang lain karena dua hal tersebut memiliki kemiripan.

Misalnya seorang pernah membeli jeruk. Waktu itu, dia harus memilih dengan saksama untuk mendapatkan jeruk yang manis, bahkan harus mencicipinya pula. Akhirnya memang mendapatkan jeruk yang manis dan dicermatilah karakter jeruk itu dari segi fisiknya. Kulit jeruk agak kekuningan, teraba agak tipis dan sedikit lembek. Pada saat yang lain dia membeli jeruk lagi. Kali ini tidak harus memilih jeruk dengan susah payah. Dia dapat menetapkan jeruk di hadapannya itu manis atau masam hanya dengan menggunakan rujukan karakter jeruk yang pernah dibelinya. Cara demikian berbentuk analogi.

c. Hubungan Kausal

(19)

kausalitas. Penalaran dalam bentuk hubungan kausal ini dapat bertolak dari sebab ke akibat atau dari akibat ke sebab.

Misalnya, bila kita bakar kayu tentu akan muncul asap (sebab-akibat). Bila dari kejauhan kita tahu ada asap membumbung ke angkasa, maka kita bisa menyimpulkan bahwa di bawahnya terdapat api (akibat-sebab).9

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

(20)

2. Penulisan karya ilmiah hendaknya menggunakan bahasa yang jelas, tepat, formal dan lugas dengan menggunakan kata dan istilah yang jelas dan tepat, kalimat yang tidak berbelit-belit dan struktur paragraf yang runtut.

3. Asas-asas penyusunan gagasan dalam karya ilmiah meliputi kejelasan, ketepatan dan keringkasan.

4. Yang dimaksud dengan perwajahan adalah tata letak (lay out) yang berkaitan dengan segi keindahan dan estetika naskah. Dalam hal ini dikemukakan secara ringkas mengenai masalah kertas pola ukuran dan penomoran.

5. Aspek-aspek penalaran dalam karya ilmiah meliputi aspek keterikatan, urutan, argumentasi, teknik penyusunan dan aspek bahasa.

6. Penalaran deduktif merupakan proses berfikir dari pernyataan yang umum menuju pernyataan yang khusus. Sedangkan penalaran induktif merupakan kebalikan dari penalaran deduktif yaitu dari hal yang khusus menuju ke hal yang umum.

B. Saran

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Dalman. Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Fauzi, Asep. “Penulisan Karya Ilmiah”. ( http://asep-fauzi.blogspot.com/2011/12/makalah-tentang-penulisan-karya-ilmiah.html, diakses tanggal 20 November 2014).

(22)

Mujianto, Gigit. Bahasa Indonesia. Malang: UMM Press, 2010.

Nurita.Konsep Penalaran Ilmiah dalam Penulisan Ilmiah”. ( http://nurii-thaa.blogspot.com/2014/03/konsep-penalaran-ilmiah-dalam-penulisan.html, diakses tanggal 18 November 2014).

Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Erlangga, 2009.

Revisi, Tim. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Kediri: Stain Press, 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Seluruh perlakuan bio-matrixpriming yang diuji mampu meningkatkan persentase daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (KCT), keserempakan tumbuh (KST), panjang

Sistem bagi hasil di Rumah Makan Rezki Mulya membagi pihak pemilik 35% dan karya- wan 65% dari pendapatan bersih selama 100 hari. Dari 65% bagian karyawan akan di bagi lagi ke semua

Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, inovasi baru dalam dunia pendidikan pun harus dimunculkan sebagai upaya untuk menunjang media pembelajaran yang

Anderson (2008), juga menemukan pada desain unit perawatan paliatif atau unit perawatan penyakit yang bersifat tidak dapat disembuhkan (Palliative Care Unit Design), ada

Hal lain yang menyebabkan pasien memilih rawat inap di Rumah Sakit Islam adalah beberapa jenis pekerjaan yang mempunyai asuransi kesehatan yang akan menanggung semua

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penambahan berat badan bayi dengan berat badan lahir rendah antara metode kanggoro mother care dan inkubator di

Dari keterangan di atas dapat dimpulkan bahwa penggunaan media visual di SDNU Karangrejo 03 sangat berpengaruh dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa di sekolah

Akustik dibagi menjadi dua macam, yang pertama yaitu akustik pasif merupakan suatu aksi mendengarkan gelombang suara yang datang dari berbagai objek pada kolom perairan,