• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerancuan Kata dalam Bahasa Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kerancuan Kata dalam Bahasa Indonesia"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KERANCUAN BAHASA INDONESIA DALAM

KARYA TULIS ILMIAH (KTI)

Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia

Dosen Pengampu:

Ria Qadariyah Arief, SKM. M. Kes

Penyusun:

Cholifatus Sya’diyah (J01214007)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI...i

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...2

1.3 Tujuan...2

1.4 Manfaat...2

BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Karya Tulis Ilmiah (KTI)...3

2.2 Jiwa Karya tulis ilmiah (KTI)...4

2.2.1 Syarat-syarat karya Tulis Ilmiah (KTI)...5

2.2.2 Karakteristik Karya Tulis Ilmiah (KTI)...6

2.3 Pemakaian Bahasa Indonesia dalam Karya Tulis Ilmiah (KTI)...7

2.3.1 Bahasa Tulisan Ilmiah...8

2.3.2 Kerancuan Bahasa Indonesia...13

BAB III : PENUTUP 3.1 Kesimpulan...16

3.2 Saran...16

3.3 Daftar Pustaka...17

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Karya Tulis Ilmiah (KTI) merupakan karya tulis hasil buah pikiran seseorang yang didasari oleh penelitian terhadap sesuatu yang dilakukan dengan metode tertentu dan secara sistematis. Hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan harus bersifat objektif dan merupakan fakta empiris sehingga dapat dipertanggungjawabkan oleh si peneliti. Namun pada dasarnya, tidak semua karya tulis merupakan karya yang ilmiah. Karya tulis yang tanpa didasari suatu penelitian disebut sebagai karya tulis non-ilmiah.

Bagi para mahasiswa di Universitas manapun, kata “Karya Tulis Ilmiah

(KTI)” nampaknya sudah tak asing lagi. Karena dengan Karya Tulis Ilmiah (KTI) itulah, suatu gelar dapat mereka sandang. Skripsi, Tesis, dan Disertasi merupakan sebagian dari macam-macam. Ketiganya merupakan macam Karya Tulis Ilmiah (KTI) sebagai kegiatan akhir para mahasiswa S1, S2, dan S3 untuk meraih gelar pendidikannya. Selain itu, dengan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang mereka buat, mereka dapat mengomunikasikan informasi baru, gagasan, dan hasil penelitian pada orang lain.

Untuk menyusun KTI diperlukan adanya teknik khusus dalam penulisannya. Tanpa memenuhi ketentuan teknik penulisan tersebut, KTI tidak dapat diterima begitu saja. Namun pada dasarnya, masing-masing fakultas memiliki kebijakan sendiri dalam teknik penulisan KTI. Selain masalah teknik atau sistematika penulisan, juga diperlukan kecermatan dalam pemilihan bahasa. Bukan suatu hal yang tabu bila masih banyak karya ilmiah yang banyak kerancuan dan kesalahan dalam penggunaan bahasanya. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai sifat-sifat bahasa dan kesalahan yang banyak terjadi sebelumnya.

Berdasarkan pemaparan singkat di atas, penulis rasa, sangatlah penting untuk menjelaskan mengenai KTI dan apa saja yang berhubungan dengannya.

(4)

Dengan penjelasan-penjelasan yang akan diuraikan oleh penulis kali ini, berharap pembaca dapat mengerti apakah dan bagaimana KTI itu disusun sehingga dapat diketahui perbedaan antara karya tulis yang ilmiah dan yang non-ilmiah. Selain itu, agar dapat memudahkan bagi setiap orang yang hendak menyusun suatu KTI.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian KTI? 2. Apakah syarat-syarat KTI?

3. Apakah karakteristik atau ciri-ciri KTI?

4. Bagaimanakah penggunaan bahasa Indonesia yang benar dalam KTI?

1.3 TUJUAN

1. Mengerti dan memahami hakikat dari KTI. 2. Mengetahui dan memahami syarat-syarat KTI. 3. Mengetahui dan memahami karakteristik KTI.

4. Mengetahui cara menggunakan bahasa Indonesia yang benar dalam KTI.

1. 4 MANFAAT

1. Memudahkan seseorang untuk menyusun KTI.

2. Mengembangkan ilmu pengetahuan seseorang melalui KTI. 3. Menjawab suatu permasalahan.

4. Menginformasikan hasil penelitian pada masyarakat luas. 5. Benar dalam menggunakan bahasa Indonesia.

(5)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI)

Karya Tulis Ilmiah (KTI) adalah suatu tulisan yang membahas permasalahan berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan metode penulisan sistematis yang telah disepakati untuk menghasilkan sebuah pemecahan masalah dan harus bersifat objektif serta empiris.

Berbicara mengenai KTI pasti akan berkaitan dengan penelitian. Penelitian dapat didefinisakan sebagai upaya untuk menjelaskan suatu fenomena melalui teori yang bersifat eksplisit yang berasal dari fakta empiris. Dan teori tersebut harus dijelaskan dengan suatu konsep.

Konsep adalah sesuatu yang harus ada dari teori. Teori tanpa konsep adalah mustahil. Oleh sebab itu, ketika fenomena tersebut sudah dapat diprediksi oleh ilmu atau teori maka ia akan lebih mudah dicerna oleh akal dengan membentuk konsep ilmiah dari teori tersebut. Sangat memperhatikan perihal konsep suatu yang akan diteliti, penting bagi seorang penulis karya ilmiah. Semakin sempurna konsep yang disusun, akan semakin baik pula penelitian yang dilakukan. Dalam hal ini, Sutrino Hadi (1984) menjelaskan beberapa hal yang digunakan dalam penilaian suatu konsep atau rancangan penelitian, antara lain:

1. Latar belakang pengetahuan peneliti

Yakni mengetahui seberapa jauh pengetahuan peneliti tentang persoalan yang akan ditelitinya. Oleh sebab itu, seorang peneliti seharusnya menguasai segala persoalan yang berhubungan dengan yang akan ditelitinya.

2. Persoalan tentang data

Bagaimana peneliti menggambarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitiannya. Yakni mengenai dari mana dan metode apa yang digunakan dalam penelitiannya.

(6)

3. Cara pengambilan sampel

Peneliti harus dapat menjelaskan hasil penelitiannya dengan disertai alasan mengapa diambil dengan metode sampel yang digunakan.

4. Tujuan penelitian

Peneliti harus mengemukakan tujuan dan manfaat atas penelitian yang ia lakukan, baik berupa kemanfaatan yang kembali pada pengembangan ilmu pengetahuan atau dalam penerapannya.

5. Teknik analisis

Peneliti harus dapat mengemukakan dengan jelas mengenai prosedur dan teknik analisis terhadap data yang dikumpulkan.

Suatu penelitian ilmiah yang dituangkan dalam sebuah tulisan, yakni KTI, sangat diperlukan penggunaan tulisan yang benar. Salah satu ciri KTI adalah ia memiliki beberapa sistematika yang berbeda menurut beberapa perguruan tinggi. Kegiatan menulis KTI dalam semua perguruan tinggi merupakan suatu hal yang tak asing lagi. Hal ini lah yang kemudian mendorong setiap perguruan tinggi, bahkan di setiap fakultasnya, membuat kebijakan-kebijakan tertentu dalam sistematika penulisan KTI. Tak heran bila di setiap perguruan tinggi atau fakultas, KTI yang dibuat oleh para mahasiswanya sangat lah berbeda dalam sistematika penulisannya. Inilah yang dimaksud penulis dengan “....yang telah disepakati” dalam definisi KTI di atas.

Istilah KTI yang tidak asing bagi setiap mahasiswa di seluruh perguruan tinggi, sebenarnya bukanlah suatu kegiatan yang dikhususkan untuk para mahasiswa. Bagi para pengajar, baik itu seorang guru ataupun seorang dosen, juga memiliki serentet aktivitas untuk membuat KTI. Berbeda dengan para mahasiswa pada umumnya -yang menulisnya dalam rangka menyelesaikan tugas atau sebagai tugas akhir kuliahnya-, seorang pengajar menulisnya, demi meraih kenaikan pangkat atau kenaikan fungsional.

2.2 JIWA KARYA TULIS ILMIAH (KTI)

KTI memiliki jiwa yang berbeda dengan karya tulis lainnya. Dalam menyusunnya, terdapat beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi. Tanpanya, gagasan karya tulis berdasarkan fakta pribadi, yakni hasil dari pemikiran dirinya

(7)

sendiri. KTI pun memiliki karakteristik atau ciri-ciri yang membedakannya dari karya tulis lain yang non-ilmiah. Karakteristik ini membuatnya memperoleh nilai yang lebih tinggi dalam dunia keilmuan. Ia menjadi lebih berbobot dan kebenarannya pun dapat dipertanggungjawabkan.

Berikut akan dijelaskan mengenai syarat-syarat dan karakteristik atau ciri-ciri KTI.

2.2.1 SYARAT-SYARAT KTI

Sebagai suatu karya yang bernilai ilmiah, KTI harus dapat memberi pemahaman pada pembacanya. Bukanlah karya ilmiah bila pembaca justru dibuatnya bingung. Oleh sebab itu, tulisan ilmiah harus memenuhi beberapa persyaratan khusus agar dapat menjadi karya yang berkeriteria baik. Hal ini sebagaimana telah dipaparkan oleh Benjamin Franklin yang disitir oleh Deborah C. Andrews (1978: 68-69), yaitu:

“Good writing should proced regularly from things known to things unknown distinctly and clearly without confusion. The words used should

be the most expressive that the language affords, provided that they are

the most generally understood. Nothing should be expressed in two

words that can be as well expressed in one; that is, no synonyms should

be used, or very rarely, but the whole should be as short as possible,

consistent with clearness; the words should be so placed as to be

agreeable to ear in reading; summarily it should be smooth, clear, and short, for the contrary qualities are displeasing.”

Ia mengindikasikan, bahwa sebuah tulisan ilmiah akan bernilai baik bila ditulis secara jelas, halus, pendek (tidak bertele-tele), sehingga tidak menimbulkan kebingungan bagi pembacanya.

Perihal syarat-syarat tulisan ilmiah, Andrews (1978: 3) mengemukakan 5 prinsip dasar untuk tulisan ilmiah yang baik, yakni:

1. Accurate

(8)

Yakni tulisan tersebut haruslah bersifat akurat. Maksud dari akurat di sini adalah bahwa tulisan yang disusun merupakan gambaran fakta yang sebenarnya.

2. Clear

Tulisan tersebut harus jelas, tidak menimbulakan keraguan dan mudah dipahami dan dimengerti oleh pembaca.

3. Concise

Harus bersifat ringkas, tidak menggunakan bahasa yang pajang lebar sehingga sulit dimengerti.

4. Conventional

Konvensional ada dua macam, yakni konvensional dalam penggunaan bahasa yang meliputi: ejaan, kata, frase, dan kalimat), dan konvensioanal dalam hal penulisan yang meliputi: cara menyusun sistematika penulisan, bibiliografi, footnote, dsb.

5. Appropriate

Yakni harus padu dan utuh. Maksudnya adalah 3 unsur dalam karya ilmiah, yakni materi, tujuan, dan pembaca terjalin dengan baik. Oleh sebab itu, penulis harus dapat merengkuh ke-3 hal tersebut.

2.2.2 KARAKTERISTIK KTI

Telah diketahui sebelumnya, ada dua bentuk karya tulis, yakni karya tulis ilmiah dan non-ilmiah. Karya tulis non-ilmiah lebih bersifat subjektif, yakni tidak dapat dibuktikan kebenarannya dan yang tidak ditulis secara ilmiah, yakni merupakan fakta pribadi. Untuk membedakan 2 karya tulis tersebut, perlu diketahui perihal karakteristik KTI. Di antara karakteristik Karya Tulis Ilmiah adalah

1. Logis

Yakni segala pembahasan yang tertuang dalam karya tulis tersebut memiliki argumentasi sehingga dapat diterima oleh akal.

2. Sistematis

Yakni susunan dalam karya tulis tersebut disusun sesuai urutan yang berjenjang dan berkesinambungan.

3. Obyektif

(9)

Yakni informasi yang disampaikan di dalam tulisan tersebut bersifat fakta, bukan hasil dari rekaan.

4. Tuntas dan menyeluruh

Yakni masalah yang diteliti dalam tulisan tersebut, ditelaah secara menyeluruh.

5. Seksama

Yakni penulis atau peneliti harus menghindar dari adanya suatu kesalahan. 6. Jelas

Yakni karya tulis tersebut tidak menimbulkan kebingungan bagi pembacanya atau mudah dipahami.

7. Kebenarannya dapat diuji

Yakni hasil dari penelitian yang tertuang dalam tulisan harus dapat diuji dan dipertanggungjawabkan oleh si peneliti/penulis.

8. Terbuka

Yakni hasil yang dikemukakan dalam tulisan tersebut dapat berubah bila kemudian ada penelitian yang hasilnya berbeda.

9. Berlaku umum

Yakni kesimpulan dari penelitian tersebut dapat berlaku untuk semua populasi.

10. Sangat memperhatikan bahasa dan penulisan

Yakni menggunakan bahasa yang santun dan penulisan yang benar.

2.3 PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA DALAM KTI

Bahasa merupakan media pengungkap gagasan. Tanpa bahasa, gagasan seseorang tak akan pernah dapat tersalurkan sebagai informasi. Sangatlah penting bagi penulis karya ilmiah untuk lebih mendalami cara peggunaan bahasa dalam karya ilmiah. Pasalnya, kesalahan bahasa dalam sebuah karya ilmiah, dapat berakibat fatal. Boleh jadi, pemahaman yang diterima oleh pembaca tidak sama dengan apa yang dimaksud oleh penulis sehingga nantinya akan menimbulkan keraguan akan keilmiahan karya tulis tersebut.

Secara umum, penggunaan bahasa dalam karya-karya ilmiah yang telah ada tidak semua benar. Masih banyak kesalahan yang ditemukan. Inilah yang

(10)

pada akhirnya menimbulkan kesalahan-kesalahan lain dalam pembahasannya. Sebagaimana bahasa yang lainnya, bahasa Indonesia telah dibakukan sehingga memberi kemudahan dalam penggunaannya. Namun, kemudahan tersebut nampaknya masih belum dirasakan oleh sejumlah penulis karya ilmiah.

Pada sub-bab ke-3 ini, akan dijelaskan mengenai cara menggunakan bahasa Indonesia yang benar dalam sebuah karya ilmiah. Selain itu, akan dipaparkan kerancuan-kerancuan yang sering terjadi dalam dunia tulis-menulis karya ilmiah.

2.3.1 BAHASA TULIS ILMIAH

Bahasa tulis ilmiah adalah perpaduan ragam bahasa tulis dan ragam bahasa ilmiah. Dalam sebuah karya tulis ilmiah, bahasa yang digunakan merupakan bahasa Indonesia pada umumnya dan juga istilah-istilah ilmiah dalam bahasa Indonesia. Ragam bahasa ini memiliki ciri-ciri:

1. Kosakata yang digunakan dipilih secara cermat 2. Kata dibentuk secara sempurna

3. Struktur kalimat lengkap 4. Paragrafnya lengkap dan padu

5. Hubungan antar gagasan terlihat jelas, rapi, dan sistematis.

Ragam bahasa ilmiah sendiri memiliki beberapa sifat yang mendasari keilmiahannya, yakni:

1. Cendekia

Yakni mampu membentuk pernyataan dalam karya ilmiah dengan tepat dan seksama sehingga gagasan yang diutarakan dapat dengan mudah diterima. Tidak hanya itu, dengan sifatnya yang cendekia, bahasa yang digunakan tidak mubadzir, tidak rancu, dan harus bersifat idiomatis (khusus). Sebagaimana penggunaan kata maka dan bahwa dalam kalimat berikut:

- Karena sulit, maka pengambilan data dilakukan secara tidak langsung. Menurut ahli psikologi bahwa korteks adalah pusat otak yang paling rumit.

(11)

Kata maka dan bahwa dalam kalimat tersebut merupakan kata yang mubadzir. Oleh sebab itu, dua kata tersebut dapat diganti dengan menggunakan tanda baca (,) sebagaimana pada contoh berikut:

- Karena sulit, pengambilan data dilakukan secara tidak langsung. Menurut ahli psikologi, korteks adalah pusat otak yang paling rumit. Cendekia juga dapat diartikan dengan pemilihan kata dengan cermat sesuai dengan maksud yang akan disampaikan. Perhatikan contoh berikut!

1. Pemaparan 2. paparan Pembuatan buatan Pembahasan bahasan

Masing-masing kata pada dua nomor tersebut memiliki makna yang jauh berbeda. Pada nomor (1) kata-kata tersebut menggambarkan suatu proses, sedangkan (2) telah menggambarkan suatu arti.

2. Lugas

Yakni bahasa yang digunakan jelas dan tepat. Sifatnya yang lugas, menuntut karya ilmiah untuk disampaikan dengan kalimat langsung. Oleh sebab itu, bahasa sastra tidak digunakan karena bersifat tidak langsung. Perhatikan contoh berikut!

a. Para pendidik yang kadang kala atau bahkan sering kena getahnya oleh ulah sebagian anak-anak yang mempunyai tugas yang tidak bisa dikatakan ringan.

b. Para pendidik yang kadang-kadang atau bahkan terkena akibat ulah sebagian anak-anak yang mempunyai tugas berat.

Kalimat (a) bermakna tidak lugas. Hal tersebut karena 2 kata yang diketik miring tidak dapat menyampaikan gagasan secara baik.

3. Jelas

Kalimat dalam karya ilmiah tidak disarankan dalam bentuk yang panjang. Karena dengan kalimat pendek, pembaca akan dengan mudah memahami tulisan tersebut. Ada beberapa cara untuk membuat kalimat yang jelas dan sitematis. Sebagai contohnya adalah kalimat berikut ini:

(12)

a. Penanaman moral di sekolah sebenarnya merupakan lanjutan dari penanaman moral di rumah yang dilakukan melalui mata pelajaran. Pendidikan Moral Pancasila yang merupakan mata pelajaran paling strategis karena menyangkut tentang moral Pancasila. Selain itu, penanaman moral Pancasila juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran agama, IPS, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.

b. Penanaman moral di sekolah sebenarnya merupakan kalanjutan dari penanaman moral di rumah. Penanaman moral di sekolah dilaksanakan melalui mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Sebab, PMP merupakan mata pelajaran yang paling strategis karena langsung menyangkut tentang moral Pancasila. Selain itu, penanaman moral Pancasila juga diintegrasikan ke dalam mata pelajaran Agama, Sejarah, PSPB, dan Kesenian.

Kalimat nomor (1) merupakan contoh penggunaan tanda baca yang salah. Sedangkan nomor (2) kalimatnya pendek sehingga mampu mengungkapkan gagasan dengan jelas. Pada dasarnya, kalimat panjang dalam penulisan karya ilmiah boleh saja digunakan asalkan penulis cermat dalam pemilihan kata dan penyusunannya.

4. Bertolak dari Gagasan

Bahasa ilmiah digunakan dengan orientasi gagasan, yakni bahasanya bermaksud menonjolkan gagasan atau hal-hal yang dipaparkan, bukan berorientasi pada penulis. Oleh sebab itu, penulis lebih disarankan untuk menggunakan kalimat pasif dalam karya ilmiah daripada aktif. Perhatikan contoh berikut ini!

a. Dari uraian tadi penulis dapat menyimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak berbakat sangat penting.

b. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak berbakat sangat penting.

Kalimat (a) lebih berorientasi pada penulis. Karena dalam kalimat tersebut penulis menjadi sentral. Sedangkan pada kalimat (b), berorientasi pada gagasan. Seorang penulis juga perlu menghindari kalimat yang berorientasi pada pelaku lain yang juga bukan gagasan. Namun, bukan berarti penggunaan kalimat aktif

(13)

dilarang dalam sebuah karya ilmiah. Misalnya saja, kalimat aktif yang berorientasi pada gagasan tetap dapat diterima dalam sebuah karya ilmiah.

5. Formal

KTI merupakan informasi yang bersifat ilmiah. Oleh sebab itu, bahasa yang digunakan pun harus bersifat formal. Tingkat keformalan bahasa dalam karya ilmiah dapat dilihat dari segi kosakata, bentukan kata, dan kalimat. Untuk memilih kata yang formal, kecermatan penulis sangat diperlukan. Di antara kata yang dapat digolongkan sebagai kata formal dan informal adalah

Formal - Informal

Berkata - Bilang Membuat - Bikin Hanya - Cuma

Kosakata dalam karya ilmiah biasanya menggunakan kosakata ilmiah teknis, yakni kosakata yang hanya dapat digunakan di kalangan khusus dan jarang dipahami oleh masyarakat awam. Pemakaian kosakata ilmiah populer juga harus dihindari oleh penulis. Perhatikan contoh di bawah ini!

Kata Ilmiah Teknis - Kata Ilmiah Populer

Anarki - Kekacauan Antipati - Rasa benci

Antisipasi - Perhitungan ke depan Argumen - Bukti

Selain dapat dilihat dari kosakata, keformalan bahasa karya ilmiah juga tampak pada bentukan kata. Bentukan kata formal adalah bentukan kata yang lengkap dan utuh sesuai dengan bentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Suatu bentukan kata dapat dikategorikan informal ketika ada ketidaklengkapan dalam penulisan huruf, tidak mengikuti aturan, atau mengikuti bahasa lain. Sebagai contohnya adalah

Bentukan Kata Formal - Bentukan Kata Informal

Membaca - mbaca

Menulis - nulis Tertabrak - ketabrak Mencuci - nyuci

(14)

Mendapat - dapat Terbentur - kebentur

6. Objektif

Bahasa dalam karya ilmiah harus bersifat objektif. Agar hal tersebut dapat tercapai adalah dengan cara menjadikan gagasan sebagai dasar pengembangan kalimat dan kata serta struktur kalimat yang digunakan harus dapat menjelaskan gagasan secara objektif. Kata subjektif tidak boleh diwujudkan dalam karya ilmiah. Sebagaiman penggunaan kata betapa dan kiranya dalam contoh berikut:

a. Contoh-contoh itu telah memberikan bukti betapa besarnya peranan orangtua dalam pembentukan kepribadian anak. dari paparan tersebut

kiranya dapat disimpulkan sebagai berikut:

b. Contoh-contoh itu telah memberikan bukti betapa besarnya peranan orangtua dalam pembentukan kepribadian anak. Dari paparan tersebut dapat disimpulkan sebagain berikut:

Kata betapa dan kiranya dalam kalimat (a) menimbulkan sifat subjektif. Berbeda dengan kalimat (b) yang tidak menimbulkan sifat subjektif, yakni objektif.

Selain hal tersebut, ada hal lain yang menimbulkan sifat subjektif dalam karya ilmiah. Yakni kata-kata ekstrem, seperti harus, wajib, tidak mungkin, pasti,

dll. Sebagaimana contoh berikut ini:

a. Abstrak artikel harus ditulis dalam sebuah paragraf. Penelitian pasti diawali adanya masalah.

b. Abstrak artikel ditulis dalam sebuah paragraf. Penelitian diawali adanya masalah.

Kalimat (a) jelas menimbulkan sifat subjektif karena ada kata esktrem berupa

pasti. Sedangkan kalimat (b) bersifat objektif.

7. Ringkas dan Padat

Bahasa dan ringkas memiliki ciri tertentu yang masing-masing dari ciri-ciri tersebut tidak dapat dipisahkan. Ciri ringkas dalam bahasa karya ilmiah adalah tidak ada kata yang mubadzir atau tidak diperlukan dalam karya ilmiah

(15)

tersebut. Sedangkan ciri dari padat adalah kandungan gagasan yang diungkapkan dalam karya ilmiah sesuai dengan unsur bahasa yang terbatas. Di antara contoh suatu kalimat dianggap tidak ringkas dan padat, yakni yang terdapat pemborosan kata di dalamnya, adalah

a. Nilai etis sebagaimana tersebut pada paparan di atas menjadi pedoman dan dasar pegangan hidup dan kehidupan bagi setiap warga negara Indonesia.

8. Konsisten

Bahasa dan ejaan dalam karya ilmiah harus bersifat konsisten. Apa yang dari awal digunakan maka seterusnya harus tetap digunakan. Mislanya dalam tanda baca, unsur bahasa, dan istilah yang digunakan. Sebagai contoh, kata tugas untuk digunakan mengantar tujuan. Sedangkan kata tugas bagi digunakan mengantarkan objek. Selain itu, juga mengenai singkatan. Misalnya, bila di awal terdapat singkatan SMP (Sekolah Menengah Pertama) maka pada uraian selanjutnya tidak perlu lagi, cukup SMP.

2.3.2 KERANCUAN BAHASA INDONESIA DALAM KTI

Kesalahan penggunaan Bahasa Indonesia dalam karya ilmiah dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah

1. Kesalahan Penalaran

Ada dua jenis kesalahan penalaran, yaitu a. Kesalahan penalaran intrakalimat

Kesalahan berupa tidak adanya hubungan logis antar bagian kalimat. Sebagaimana contoh berikut:

1. Dengan penelitian ini dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa. 2. Berdasarkan uraian di atas menunjukkan pentingnya pendidikan orang

dewasa.

Subjek dan predikat dari dua kalimat tersebut tidak saling berhubungan. Pada kalimat (1) masih belum jelas apa yang dapat meningkatkan kreativitas mahasiswa. Tentunya tidak mungkin bila dengan penelitian ini

(16)

apa yang menunjukkan pentingnya pendidikan orang dewasa. Tentunya bukan berdasarkan uraian di atas.

b. Kesalahan penalaran antar kalimat

Yakni tidak adanya hubungan yang logis antara kalimat satu dengan yang lain dalam membentuk suatu teks. Hadirnya penanda sebab-akibat berupa oleh sebab itu antara dua kalimat. Padahal dua kalimat tersebut tidak memiliki hubungan sebab akibat.

2. Kerancuan

Kerancuan terjadi karena adanya penerapan dua kaidah atau lebih. Ada dua macam bentuk kerancuan, yakni:

a. Kerancuan bentukan kata

Terjadi ketika dua kaidah bentukan diterapkan dalam bentukan suatu kata. Sebagaimana contoh:

Memperlebarkan dari melebarkan dan memperlebar Mempertinggikan dari mempertinggi dan meninggikan b. Kerancuan kalimat

Apabila dua kaidah atau lebih digunakan secara bersamaan dalam sebuah kalimat. Hal ini akan muncul saat penulis merasa kebingungan mengenai kaidah yang dipakai. Contohnya adalah

a. Dalam penelitian ini membahas efektivitas penggunaan pupuk tablet. Kalimat tersebut tergolong kalimat yang rancu. Dan kalimat tersebut dapat diubah dengan benar menjadi:

b. Dalam penelitian ini dibahas efektivitas penggunaan pupuk tablet. Penelitian ini membahas efektivitas penggunaan pupuk tablet.

3. Pemborosan

Pemborosan dapat terjadi jika terdapat kata-kata atau kalimat yang mubadzir. Untuk mengetahui hal ini, dapat dilakukan suatu pengujian. Yakni dengan menghilangkan semua unsur bahasa. Bila gagasan yang diungkapkan tidak berubah dari yang dimaksud maka unsur tersebut dikategorikan sebagai unsur yang mubadzir. Sedangkan bila gagasan yang diungkap berubah maka unsur tersebut bukanlah unsur yang mubadzir. Sebagai contoh adalah

13

(17)

c. Data yang digunakan untuk menjawab semua permasalahan yang ada dalam penelitian ini dapat dipilah menjadi dua, yaitu data utama dan data penunjang.

Terdapat pemborosan dalam kalimat tersebut. Untuk menghilangkan pemborosan tersebut, dapat diubah menjadi:

d. Data penelitian ini dapat dipilah enjadi dua, yakni data utama dan data penunjang.

4. Ketidaklengkapan Kalimat

Setidaknya, dalam sebuah kalimat terdapat dua unsur yakni subjek dan predikat. Sedangkan bila dua unsur tersebut tidak ada maka kalimat tersebut tidak dikatakan lengkap. Hal ini terjadi karena penulis tidak mampu mengendalikan gagasan yang kompleks. Sebagai contohnya adalah

e. Dalam penelitian ini menemukan hasil baru yang sangat spektakuler. f. Bunga api pada busiyang dipergunakan untuk memulai pembakaran

campuran bahan bakar dan udara di dalam silinder mesin, yang akhirnya untuk membangkitkan tenaga mekanik.

5. Kesalahan Kalimat Pasif

Kesalahan ini dapat terjadi ketika penulis merubah kalimat aktif intransitif menjadi kalimat pasif. Padahal kalimat aktif intrasitif tidak dapat diubah dengan tetap mempertahankan maknanya sehingga akan terjadi kesalahan dalam pemahaman. Sebagai contohnya adalah

Aktif Intrasitif:

Penelitian ini berhasil mengungkap berbagai kesalahan manajer.

Pasif:

Berbagai kesalahan manajer berhasil diugkap melalui penelitian ini.

Dari kalimat pasif dalam contoh tersebut timbul pertanyaan. Benarkah yang berhasil adalah berbagai kesalahan manajer?

(18)

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa KTI adalah suatu tulisan yang membahas permasalahan berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan metode penulisan sistematis yang telah disepakati, untuk menghasilkan sebuah pemecahan masalah dan harus bersifat objektif serta empiris. Dan untuk memberi nilai ilmiah dalam suatu karya ilmiah maka seorang penulis karya ilmiah harus memperhatikan syarat-syarat dan apa saja karakteristik karya ilmiah. Satu saja persyaratan tersebut tidak terpenuhi maka nilai keilmiahannya pun akan hilang.

Dalam karya ilmiah, bahasa adalah hal yang sangat penting. Ia merupakan alat untuk menyampaikan informasi, baik melalui lisan ataupun tulisan. Oleh sebab itu, dalam penggunaannya pun harus mendapat perhatian khusus. Jelas, lugas, dan tidak boros kata atau kalimat adalah di antara sifat bahasa yang harus digunakan oleh penulis dalam karya ilmiahnya. Karena kesalahan bahasa dalam suatu karya ilmiah dapat mengakibatkan gagasan yang diungkapkan tidak mudah dipahami oleh pembaca, bahkan gagasan pembaca berbeda dengan gagasan yang dimaksud oleh penulis.

3.2 SARAN

Setelah dipaparkan berbagai hal mengenai KTI, disarankan bagi setiap penulis karya ilmiah untuk dapat membuat karya ilmiah yang baik dan benar. Oleh sebab itu, para penulis harus mempelajari segala hal yang berkaitan dengan karya ilmiah, baik berupa sistematika penulisan atau bahasanya.

Tiada lah manusia yang tak luput dari kesalahan. Oleh sebab itu, bagi siapa saja yang meneliti mengenai karya ilmiah nantinya, diharapkan kritik dan saran atas tulisan ini. Kesempurnaan hanyalah milikNya. Maka tak sepantasnya bila kesalahan yang telah ada tidak disertai dengan evaluasi setelahnya.

(19)

3.3 DAFTAR PUSTAKA

Bahdin, Nur Tanjung dan Ardial. 2005. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, dan Tesis) Dan Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenamedia Group.

Ekosusilo, Madyo dan Triyanto, Bambang. 1995. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Semarang: Dahara Prize.

Dharma, Surya. 2008. “Penulisan Karya Ilmiah” from

https://teguhsasmitosdp1.fileswordpress, (diakses 21 Oktober 2014). Siahaan, Sudirman. 2012. “Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Pemahaman Tentang

Karya Tulis Ilmiah/Artikel Ilmiah)” from

http://sumberbelajar.belajar.kemdikbud.go.id/ (diakses 21 Oktober 2014).

(20)
(21)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk Mata Pelajaran Produktif diisi Jumlah Guru Produktif per Kompetensi Keahlian sesuai spektrum 2008 dan bukan sub kompetensi. Agar dapat memberikan info kondisi guru

8 Dari pengertian di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa yang dimaksud tradisi nyadran adalah kebiasaan masyarakat berupa penghormatan kepada arwah nenek moyang

Jenis tanaman tingkat (fase) pertumbuhan pohon yang mendominasi kebun talun di Kasepuhan Ciptagelar Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Sukabumi adalah jenis Aren (Arenga

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan

Indikator penilaian pada Pemeringkatan e-government Indonesia (PeGI) yang berbagi dari 5 dimensi yaitu kebijakan, kelembagaan, infrastruktur, aplikasi, dan

Usaha yang dilakukan untuk kekurangan ini adalah menghidupkan kembali fungsi kawasan yang salah satunya sebagai kawasan wisata budaya, yaitu dengan membuat kegiatan

Obesitas adalah ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dengan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak (jaringan subkutan tirai usus, organ vital jantung,

Atmosfer akademik di sekolah dasar untuk siswa dapat belajar efektif adalah kondisi dimana siswa dapat berkolaborasi, bekerjasama, berkomunikasi dengan menggunakan