• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan harta yang dimiliki oleh seseorang yang tergolong dalam ibadah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dengan harta yang dimiliki oleh seseorang yang tergolong dalam ibadah"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1

Zakat merupakan salah satu pilar penting dalam Islam, dan karenanya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, termasuk di Indonesia. Zakat juga merupakan kewajiban bagi umat Islam yang dikaitkan dengan harta yang dimiliki oleh seseorang yang tergolong dalam ibadah maliyah atau ibadah harta. Untuk itulah Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan suatu anugrah kepada manusia berupa Agama.

Manusia membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat. Pembangunan yang tengah berlangsung di negara-negara yang berkembang seperti halnya di Indonesia, tidak hanya menyangkut pembangunan ekonomi semata, melainkan juga melibatkan bidang-bidang lain di dalam masyarakat termasuk pembangunan di bidang hukum dan pengembangan zakat1.

Kedudukan zakat sejajar dengan shalat, bahkan zakat sama wajibnya dengan shalat, yang menjadi bukti ketaatan kita kepada Allah SWT.

sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 43 sebagai berikut ini:

















1 K.N. Sofyan Hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Surabaya: Al-ikhlas, 1995), hlm. 9

(2)

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” (Al Baqarah : 43)

Pengelolan zakat pada zaman Rasulullah SAW ditangani langsung oleh beliau sebagai pemimpin dengan dibantu oleh para sahabat. Dalam pembagian zakat beliau membentuk badan amil yang penggunaannya sesuai dengan prinsip yang dijelaskan dalam Al-Qur’an yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat pada saat itu, selain untuk fakir miskin juga untuk membiayai tempat ibadah, tentara, menundukan orang kafir agar masuk Islam, membayar hutang dan memerdekakan budak2.

Dalam Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat bahwa dalam pengurusan pengelolaan untuk penerimaan, pengumpulan, penyaluran dan pemanfaatan zakat secara berdaya guna dan berhasil guna dilakukan oleh lembaga-lembaga zakat seperti Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ)3.

Dengan munculnya lembaga pengelola zakat yang semakin banyak, dalam hal ini pemerintah menangani secara langsung tentang zakat, salah satunya lembaga yang telah berdiri dibidang zakat dan telah melakukan pengelolaan zakat yaitu Unit Pengumpul Zakat Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan. Pengumpulan zakat dilakukan dengan cara mengisi formulir pemungutan atau pemotongan yang sebelumnya disiapkan dan disepakati oleh instansi terkait. Dalam pelaksanaan pengumpulan zakat tidak

2 Departemen Agama RI, Pedoman Zakat 9 Seri, 2009, hlm. 225

3Ibid, hlm. 232

(3)

dapat dilakukan paksaan terhadap muzakki, melainkan muzakki melakukan penghitungan sendiri hartanya, namun muzakki juga dapat meminta bantuan kepada UPZ untuk menghitung hartanya.

Zakat yang dikumpulkan oleh UPZ Kementrian Agama Kabupaten Pekalongan yang menjadi salah satu lembaga sangat memperhatikan secara betul mengenai zakat profesi untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bernaung dibawahnya. Adapun jumlah PNS di Kementrian Agama Kabupaten Pekalongan yang dikategorikan wajib mengeluarkan zakat profesi berjumlah 806 orang. Dari jumlah tersebut terkumpul zakat profesi sebanyak Rp. 49.151.981,00 perbulan, sehingga potensi dari zakat profesi yang digunakan untuk dimanfaatkan sangat besar dan produktif.

Zakat diperuntukkan khusus bagi mustahiq delapan asnaf, berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, mustahiq delapan asnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan ibnu sabil yang didalam aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi, seperti orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, pondok pasantren, anak terlantar, dan korban bencana alam, yang berperan sebagai pendukung peningkatan ekonomi mereka, apabila dikonsumsikan pada kegiatan produktif. Pendayagunaan zakat produktif sesungguhnya mempunyai konsep perencanaan dan pelaksanaan yang cermat seperti mengkaji penyebab kemiskinan, tidak adanya modal kerja, dan kekurangan lapangan kerja, dengan adanya masalah tersebut maka

(4)

perlu adanya perencanaan yang dapat mengembangkan zakat bersifat produktif tersebut4.

Pengembangan zakat bersifat produktif dengan cara dijadikannya dana sebagai modal usaha, untuk pemberdayaan ekonomi bagi penerimanya, dan dengan dana zakat tersebut fakir miskin akan mendapatkan penghasilan tetap, meningkatkan usaha, mengembangkan usaha serta mereka dapat menyisihkan penghasilannya untuk menabung.

Zakat profesi memang belum dikenal dalam khazanah keilmuan Islam, jadi banyak diperdebatkan. Oleh karena itu, dengan munculnya zakat profesi ini memunculkan banyak perbincangan, mereka yang menentang penerapan syariat zakat profesi yang beranggapan bahwa zakat profesi tidak pernah dikenal sebelumnya di dalam syariat Islam dan merupakan hal baru.

Mayoritas ulama kontemporer telah sepakat akan legalitas zakat profesi5, begitu juga dengan gaji PNS yang setiap bulannya dipotong untuk zakat profesi sebesar 2,5%, dalam hukum Islam yang biasa dikenal dengan sebutan haul yang dikeluarkan setiap satu tahun sekali dari harta yang sudah mencapai nisab. Para Ulama mempersoalkan apakah zakat profesi dan mata pencaharian terikat kepada haul atau tidak, demikian mengenai nisabnya terdapat perbedaan pendapat6, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Abu Hanifah bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai masa setahun penuh pada pemiliknya, kecuali jika pemiliknya mempunyai

4Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat

5 Amirudin Inoed, dkk, Anatomi Fiqh Zakat; Potret dan Pemahaman Badan Amil Zakat Sumatra Selatan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 50

6 M Ali Hasan, Zakat Dan Infak: Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008), Cet I, hlm. 73

(5)

harta sejenis yang harus dikeluarkan zakatnya yang untuk itu zakat penghasilan itu dikeluarkan pada permulaan tahun dengan syarat sudah mencapai nisab, dengan demikian bila ia memperoleh penghasilan sedikit atau banyak meski satu jam menjelang waktu setahun dari harta yang sejenis tiba, ia wajib mengeluarkan zakat penghasilannya itu bersamaan dengan pokok harta yang sejenis tersebut, meskipun berupa emas, perak, binatang piaraan, dan lain sebagainya.7

Imam Malik berpendapat bahwa harta penghasilan tidak dikeluarkan zakatnya sampai satu tahun penuh, baik harta tersebut sejenis dengan jenis harta pemiliknya atau tidak sejenis, kecuali jenis binatang piaraan. Imam Syafi’i dan Imam Ahmad mengatakan bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya bila mencapai waktu setahun meskipun ia memiliki harta sejenis yang sudah cukup nisab.8 Apabila seseorang dengan penghasilan profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup dan keluarganya, maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat), apabila hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan, dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya9.

7 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Bogor : Pustaka Litera AntarNusa, 2006), hlm. 473

8 Ibid, hlm. 474

9 Sumber zakat, http://chamzawi.wordpress.com/sumber-zakat, diakses tanggal 20 Maret 2014

(6)

Hal yang perlu dikaji adalah tentang praktiknya dari teori zakat profesi yang sudah banyak dikemukakan oleh para ulama, khususnya oleh Yusuf Qardhawi. Mulai dari ukuran nishab (batas minimal), haul (waktu), serta besarnya atau prosentase tentang kewajiban mengeluarkan zakat profesi.

Dalam hal ini, Pemerintah Kabupaten Pekalongan melakukan sosialisasi kepada para muzzaki yang bertujuan memberikan arahan kepada para muzzaki agar melaksanakan zakat, setelah itu para muzzaki dianjurkan untuk mengisi formulir sebagai bukti perjanjian antara Badan Amil dengan muzakki setelah adanya kesepakatan tersebut UPZ mengambil (memotong) secara langsung dari gaji para muzzaki.

Zakat profesi di Kementerian Agama Kab. Pekalongan diwajibkan bagi para PNS yang tingkatannya sudah mencapai golongan tiga dan seterusnya, sedangkan untuk golongan satu dan dua diberikan kebebasan untuk memilih antara zakat, infaq ataupun shadaqah. PNS yang bernaung di bawah Kementerian Agama memiliki potensi yang sangat tinggi untuk mengeluarkan zakat, namun hal tersebut menemui kendala di dalam hukum syar’i.

Terlepas dari banyaknya pertentangan antara ulama tentang zakat profesi, peneliti berusaha mencari jawaban tentang relevansi haul dengan konsep pengelolaan zakat profesi di Kementerian Agama Kab. Pekalongan, apakah sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Dengan tujuan agar ada kejelasan hukum Syar’i (dalil Syar’i). Serta adanya ketentraman hati di kalangan PNS yang mengeluarkan zakat, sehingga mereka tidak ragu untuk

(7)

membayarkan kewajiban mereka dalam berzakat maal. Oleh karena itu penulis tertarik untuk megkaji dalam sebuah penelitian dengan judul,

“Pengelolaan Zakat Profesi di Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan dan Relevansinya Dengan Haul.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengelolaan zakat profesi di Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan?

2. Bagaimana zakat profesi dikaitkan dengan haul di Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui pengelolaan zakat profesi di Kemenag Kabupaten Pekalongan.

2. Mengetahui zakat profesi kaitannya dengan haul di Kemenag Kabupaten Pekalongan.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian yang penulis harapkan antara lain : 1. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wacana

keilmuan tentang zakat pada umumnya, dan pada khususnya zakat profesi PNS yang selama ini masih terpendam di khasanah kitab-kitab fiqh klasik.

(8)

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna untuk memberikan pedoman bagi kalangan kaum muslimin dalam melaksanakan kewajiban zakat.

E. Tinjauan Pustaka

Studi tentang zakat sudah banyak dilakukan, literatur yang membahas zakat dan berbagai permasalahan banyak ditemukan namun sebagian besar membahas permasalahan zakat pada dataran ketentuan-ketentuan normatif yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an maupun hadist dan masih sedikit literatur yang membahas tentang kaitan haul dengan zakat profesi.

Diantaranya, buku “Hukum Zakat” yang ditulis oleh Prof. DR. Yusuf Qardhawi menyebutkan bahwa para imam mengirim para petugas zakat karena Nabi saw dan para Khalifah menugaskan para pemungut zakat, amil zakat mempunyai berbagai macam tugas dan pekerjaan semua berhubungan dengan orang-orang yang wajib zakat dan macam zakat yang diwajibkan padanya, juga besar harta yang wajib dizakati, kemudian mengetahui para mustahik zakat, menghitung berapa banyak jumlah mereka, berapa kebutuhan mereka, serta berapa besar biaya yang dapat mencukupi dan hal-hal yang merupakan urusan yang perlu ditangani secara sempurna oleh para ahli dan petugas serta para pembantunya.

Masdar Farid selain menulis buku Agama Keadilan: Risalah Zakat (pajak) dalam Islam juga menulis buku yang berjudul “Mengagas Ulang Zakat Sebagai etika pajak dan belanja Negara untuk rakyat”. Dimana dalam buku tersebut dijelaskan sebaiknya diperjelas lebih dulu apa yang dimaksud

(9)

dengan negara dan agama dalam hubungan antar keduanya, Dalam hal ini, Masdar mempertanyakan, apakah yang dimaksud dengan negara adalah bangunan kelembagaannya? Atau sistem nilai yang menjadi ruh dan jiwanya yang menjadi acuan gerak dan langkahnya? Demikian pula, apakah yang dimaksud dengan agama disini, apakah ajaran moral transendennya, ataukah pranata kelembagaan dan keorganisasiannya? Tanpa kejelasan hal ini, maka jawaban yang diberikanpun bisa salah alamat. Maka dalam buku ini, Masdar dengan tegas menjawab dan menjelaskan bagaimana hubungan atau posisi antara agama dan negara. Dengan berangkat dari studi kasus zakat atau pajak.

Karena dalam pendangannya, bahwa zakat pada dasarnya adalah konsep etik atau moral sementara wujud institusional atau kelembagaanya adalah pajak dan pembelanjaannya yang ada dalam kewenangan negara10. Selain kedua buku tersebut Masdar juga aktif menulis dibeberapa media nasional seperti, kompas, jurnal ulumul Quran dan Majalah Tempo.

Gazi Inayah, Muhammad Abdul Manan dalam bukunya yang berjudul, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, ia memandang bahwa zakat bukan merupakan tujuan melainkan alat. Sehingga ia menilai bahwa hakikat zakat bukan terletak pada ketentuan yang terperinci melainkan pada adanya manfaat bagi tujuan yang terencana11.

10 Very Verdiyansyah dalam Menjadikan Zakat Sebagai Etika Pembayaran Pajak, sebuah resensi buku Mengagas Ulang Zakat sebagai Etika Pajak dan Belanja Negara untuk Rayat, buku karya dari Masdar Farid Masudi (P3M Jakarta: 2005) www.islamemasipatoris.com diakses tanggal 21 Maret 2014

11 Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan praktik, alih bahasa M Nastangin, (Yogyakarta: Dana Bahkti Wakaf, 1995), hlm. 269

(10)

Skripsi yang ditulis oleh Hermin Sukawati, yang berjudul Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten Bantul dalam Mensejahterakan Masyarakat. Penelitian ini lebih membahas tentang efektifitas pengelolaan zakat di BAZ kabupaten Bantul dalam pencapaian tujuan dari lembaga tersebut yaitu untuk mesejahterakan masyarakat12.

Dalam jurnal ekonomi Islam yang ditulis oleh Asmuni Mth yang berjudul “Zakat Profesi Dan Upaya Menuju Kesejahteraan Sosial”, menjelaskan tentang Zakat, sebagai rukun Islam ketiga. Zakat merupakan institusi resmi yang diarahkan untuk menciptakan pemerataan dan keadilan bagi masyarakat, sehingga taraf kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan.Kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan.Meski dikategorikan sebagai jenis zakat baru, namun jika dikelola dengan serius serta aktif disosialisasikan zakat profesi pada gilirannya akan menjelma kekuatan baru yang sanggup mengurangi laju kemiskinan. Dengan tidak mengurangi manfaat zakat secara umum, zakat profesi nantinya diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan sosial. Keberadaan zakat, sebagaimana disinggung Afzalurrahman pada akhirnya akan meneguhkan perasaan persaudaraan antara the have dan the have not. Bila kesejahteraan sosial terwujud maka sudah pasti jurang antara the have dan the have not dengan sendirinya akan menyempit13.

12 Hermin Sukawati, Pengelolaan Zakat oleh BAZ Kab. Bantul dalam Mensejahterakan Masyarakat, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga)

13 Asmuni Mth, Zakat Profesi Dan Upaya Menuju Kesejahteraan Sosial, jurnal ekonomi Islam www.google.com/search?q=jurnal+zakat+profesi+dan+haul diakses Tanggal 25 Maret 2014

(11)

Dari beberapa penelitian tentang pengelolaan zakat di atas yang membedakan penelitian yang penulis lakukan adalah pada pengelolaan zakat yang mana dalam penelitian ini mencoba menguraikan tentang manajemen pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang di analisis dengan fiqh serta UU No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, di samping itu untuk tempat penelitiannya juga dilakukan pada tempat yang belum pernah ada yang meneliti sebagai skripsi.

F. Kerangka Teori

Zakat secara bahasa merupakan kata dasar (masdar) dari zakat yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Zakat profesi termasuk dalam kategori zakat mal. Menurut Yusuf Al Qardhawi, zakat profesi merupakan al Mal al-Mustafad ialah kekayaan yang diperoleh seorang muslim melalui bentuk baru yang sesuai dengan syariat islam14.

Zakat profesi secara istilah adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil usaha yang halal dan dapat mendatangkan hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah, baik melalui suatu keahlian tertentu ataupun tidak.

Zakat profesi merupakan zakat yang diwajibkan atas harta yang diperoleh dari pekerjaan atau jasa. Mayoritas ulama kontemporer sepakat bahwa harta yang telah mencapai nisab wajib dibayar zakatnya seperti harta- harta yang lain, dengan asumsi keberadaannya yang sudah lama dan profesi itu dianggap sebagai pekerjaan.

14 Elsi Kartika Sari, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, (Jakarta: PT Grasindo, 2007), hlm. 34

(12)

Harta kekayaan yang wajib dikenai zakatnya ada dua macam yaitu, pertama adalah kekayaan terbuka (amwaal zhahiriah) yakni tidak dapat ditutup-tutupi misalnya hasil pertanian dan buah-buahan serta berbagai jenis ternak. Sedangkan yang kedua adalah kekayaan tertutup (amwaal bathiniah) yakni tidak mudah diketahui dengan begitu saja dan kemungkinan besar dapat dimanipulasi. Misalnya emas, perak, mata uang, dan usaha perdagangan dan industri. Jenis-jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya sebagai berikut:

1. Zakat Emas dan Perak 2. Zakat Pertanian

3. Zakat Binatang Ternak 4. Zakat perniagaan 5. Zakat Perdagangan 6. Zakat Rikaz

7. Zakat Profesi

Pengelolaan zakat biasanya dilakukan oleh Badan Amil yang dibentuk oleh pemerintah yang diorganisasikan dalam satu badan atau lembaga.

Pengumpulan zakat yang dilakukan oleh Unit Pengumpul Zakat dengan cara menerima atau mengambil secara langsung dari muzakki atas dasar pemberitahuan kepada muzakki15. Pada hakikatnya kewajiban zakat dasarnya adalah hukum ilahi yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadis16. Dalam firman Allah Surah Al-Baqarah: 267 yang berbunyi :

15Ibid, hlm. 45

16 Amir Syarifudin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, (Padang: Angkasa Raya, 1990), hlm. 110

(13)





























































Artinya:

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan dari hasil yang kami anugrahkan kepadamu dari bumi...".

Menurut Sayyid Quthub seperti yang dikemukakan oleh Didin Hafidhuddin, beliau menafsirkan surah al-Baqarah ayat 267, bahwa nash ini mencakup seluruh hasil usaha manusia yang baik dan halal dan mencakup pula seluruh yang dikeluarkan Allah dari dalam dan atas bumi, baik yang terdapat di zaman Rasulullah maupun di zaman sesudahnya. Semuanya wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam sunnah, baik yang sudah diketahui secara langsung maupun yang diqiyaskan kepadanya17.

Maka jelaslah semua macam penghasilan (gaji, honorarium, dan lain sebagainya) terkena wajib zakat berdasarkan ketentuan Surah Al-Baqarah ayat 267 ini mengandung pengertian yang umurn, asal penghasilan tersebut telah mencapai nisab dan melebihi ketentuan pokok hidupnya dan keluarganya berupa sandang, pangan, papan yang diperoleh dengan cara baik- baik.

17 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: MediaGrafika, 2006), hlm.94

(14)

Gaji yang harus dizakatkan adalah gaji kotor, yaitu sebelum digunakan untuk berbagai keperluan konsumsi. Pemberlakuan haul terhadap zakat profesi sama artinya dengan membebaskan sebagian besar para pegawai atau karyawan dari kewajiban berzakat. Islam tidak mewajibkan zakat atas seluruh harta benda, tetapi mewajibkan zakat atas harta benda yang mencapai nisab. Oleh karena itu tidak ada ketetapan yang pasti dalam penentuan nisab, haul, ukuran dan cara mengeluarkan zakat profesi, namun demikian terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan dalam penentuan nisab, haul, dan kadar zakat profesi, hal ini sangat tergantung pada qiyas atau analogi yang dilakukan.

Pertama, jika zakat pennghasilan di analogikan pada zakat perdagangan maka nisab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat emas dan perak. Nisabnya senilai 85 gram emas, ukuran zakatnya 2,5%

dan waktu mengeluarkannya setahun sekali, setelah dikurangi kebutuhan pokok. Kedua, jika zakat penghasilan dianalogikan dengan zakat pertanian, maka nisabnya senilai 653 kg padi atau gandum, ukuran zakatnya sebesar 5%

dan dikeluarkan pada saat mendapatkan penghasilan, misalnya sebulan sekali.

Ketiga, jika zakat penghasilan dikategorikan dalam zakat emas dan perak dengan mengacu pada pendapat yang menyamakan mata uang masa kini dengan emas dan perak, maka dengan demikian nisabnya setara dengan nisab

(15)

emas atau perak, dan ukuran yang harus dikeluarkan adalah 2,5%. Sedangkan waktu penunaian zakatnya adalah setelah menerima (tidak ada haul). 18

penulis cenderung meng-qiyas-kan (menganalogikan) pada zakat emas dan perak, yaitu pendapatan yang mencapai nisab, maka wajib dikenakan zakatnya sebesar 2.5% saat menerima gaji. Pada zakat profesi adalah nisab yang diperkirakan 85 gram emas. Jumlah ini menurut Yusuf Qardhawi seperti disebutkan di dalam al-Asar. Disamping itu penerimaan gaji juga dalam bentuk uang, maka lebih relevan kalau nisab zakat profesi adalah nisab uang19.

Pengelolaan zakat harus berasaskan pada iman dan taqwa, keterbukaan dan kepastian hukum sesuai dengan undang-undang, yang mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dari dana zakat yang diperoleh dari PNS yang bernaung dibawah Kemenag sesuai dengan tingkatannya, kecuali Badan (Lembaga) Amil Zakat tingkat Nasional dapat mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat keseluruh wilayah Indonesia20. Lingkup kewenangan pengumpulan zakat, daerah kabupaten atau kota yaitu mengumpulkan dari muzakki pada instansi atau lembaga pemerintah dan swasta, dinas daerah atau kota. Sedangkan pembayaran dapat dilakukan melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ) atau melalui BAZ Nasional.

Penyaluran Zakat kepada mustahiq harus bersifat hibah (bantuan) dan harus memperhatikan skala prioritas kebutuhan mustahiq, penyaluran dana

18 Fakhrruddin, Fiqh Dan Manajemen Zakat Di Indonesia, ( Malang: UIN-Malang Press, 2008), hlm142

19 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat: Mengommunikasikan kesadaran dan Membangun Jaringan, (Jakarta: Putra Grafika, 2006), cet. I, hlm. 75

20 Departemen Agama RI, Pedoman Zakat 9 Seri, 2009, hlm. 242

(16)

zakat dapat bersifat bantuan pemberdayaan, yaitu membantu mustahiq untuk mengurangi masalah yang sangat mendesak (darurat) dan dapat meningkatkan kesejahteraannya mustahiq21.

Dalam buku Manajemen Pengelolaan zakat Departemen Agama disebutkan ada tiga strategi dalam pengumpulan zakat, yaitu:

1. Pembentukan Unit Pengumpul Zakat. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengumpulan zakat, baik kemudahan bagi lembaga pengelola zakat dalam menjangkau para muzakki maupun kemudahan bagi para muzakki untuk membayar zakatnya, maka setiap Badan Amil Zakat dapat membuka Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di berbagai tempat sesuai tingkatannya, baik Nasional, Propinsi dan sebagainya.

2. Pembukaan Counter penerimaan zakat. Selain membuka UPZ di berbagai tempat, lembaga pegelola zakat dapat membuka counter atau loket tempat pembayaran zakat di kantor atau sekretariat lembaga yang bersangkutan.

Counter atau loket tersebut harus dibuat yangrepresentative seperti layaknya loket lembaga keuangan profesional yang dilengkapi dengan ruang tunggu bagi muzakki yang akan membayar zakat, disediakan alat tulis dan penghitug seperlunya, disediakan tempat penyimpanan uang atau brankas sebagai tempat pengaman sementara sebelum disetor ke bank, ditunggui dan dilayani oleh tenaga-tenaga penerima zakat yang siap setiap saat sesuai jam pelayanan yang sudah ditentukan.

21Ibid, hlm. 244

(17)

3. Pembukaan rekening bank. Yang perlu diperhatikan di sini adalah bahwa dalam pembukaan rekening hendaklah dpisahkan antara masing-masing rekening sehingga dengan demikian akan memudahkan para muzakki dalam pengiriman22.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research), karena sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari lapangan, yaitu tentang pengelolaan zakat profesi di Kementerian Agama Kabupaten Pekalongan dan relevansinya dengan haul23.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan pelaku yang dapat diamati.24 Data-data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui studi lapangan dengan cara mengamati, mencatat dan mengumpulkan berbagai data dan informasi yang ditemukan di lapangan, dalam hal ini dengan melihat pelaksanaan pengelolaan zakat profesi di Kementerian Agama kab. Pekalongan. Serta dibantu dengan literatur lain yang berupa buku-buku, karya ilmiah maupun yang lainnya yang berkitan

22 Departemen Agama, Manajemen Pengelolaan Zakat, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf, 2005), hlm. 33-34

23 Lexy J. Moleong, Metologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2006), cet. XXII, hlm. 26

24Ibid,hlm. 3

(18)

dengan penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode yang dipakai ialah metode deskriptif. Metode deskriptif adalah sebuah metode penelitian yang dipakai untuk menggambarkan proses berlakunya fenomena sosial dimasyarakat tentang zakat profesi.

3. Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data penulisan penelitian ini meliputi : a. Data primer / Lapangan

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan menggunakan alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari. Yakni dengan cara wawancara guna memperoleh data mengenai pengelolaan zakat profesi. Kemudian dokumen-dokumen seperti laporan bulanan maupun yang lainnya pada UPZ Kementerian Agama sebagai data tambahan.

b. Sumber data sekunder

Yaitu data yang mengandung pembahasan masalah yaiu buku-buku yang memiliki keterkaitan secara konseptual dan substansial dengan permasalahan tentang zakatnya Pegawai Negeri25. Diantaranya bahan hukum primer yang bersifat mengikat berupa Al-Qur’an, hadist dan Undang-undang No. 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat.

Sedangkan bahan hukum sekunder yang berasal dari buku-buku, karya ilmiah maupun yang lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.

25 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), cet. II, hlm.

91

(19)

c. Lokasi penelitian

Kantor Kementrian Agama Kabupaten Pekalongan.

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan teknik sebgai berikut:

a. Wawancara (Interview)

Teknik wawancara (interview) merupakan cara yang dilakukan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu26. Dalam hal ini yang akan diwawancarai antara lain Bapak Sujud, S.Ag beliau merupakan salah satu pengurus dalam Gerai Syariah UPZ di Kementerian Agama Kajen. Wawancara dilakukan dengan subyek yang cukup repesentatif supaya segala ucapan, pikiran, gagasan atau tindakannya dapat terungkap dan terekam dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan dua tahap pertama, wawancara tentang hal umum dalam rangka membangun hubungan dan mencari informan kunci. Kedua, wawancara mendalam tentang pokok permasalahan dengan informan- informan kunci (kantor Kemenag Kab. Pekalongan). Pada awal wawancara mendalam ini peneliti akan berusaha menempatkan pada tingkat manusiawi.27

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi berguna untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk melengkapi data yang telah didapat dari buku laporan

26 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 95

27 Donald K Emmerson, Metodologi Penelitian Pedesaan, (Salatiga: LPIS Universitas Kristen Satya Wacana, 1984), hlm. 79

(20)

kegiatan Kementerian Agama Kab. Pekalongan ataupun dokumen lainnya.

5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif setelah itu untuk menganalisis data digunakan teknis sebagai berikut:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode pengambilan data dan sumber data yang telah ditentukan sebelumnya yaitu buku-buku yang berkaitan dengan judul dan hasil penelitian dari kamenterian Agama.

b. Reduksi data merupakan bagian dari analisis, suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan dalam permasalahan ini yaitu para Pegawai Negeri.

c. Penarikan kesimpulan

Merupakan kesimpulan dari hasil reduksi data dan sajian data, namun demikian, kesimpulan ini bukan sesuatu yang dimulai di akhir kegiatan penelitian dan merupakan penutup tapi lebih bersifat dinamis dan terbuka artinya segala awal peneliti sudah harus mulai mengerti apa arti dari hal-hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan peraturan- peraturan, pola-pola pernyataan, arahan yang nantinya untuk menarik kesimpulan pada zakat profesi.

(21)

H. Sistematika Pembahasan

Adapun sistematika yang hendak penulis ketengahkan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab Pertama skripsi ini berisi pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab Kedua membahas tentang tinjauan umum zakat profesi yang meliputi pengertian profesi, dasar hukum zakat profesi, harta yang wajib dizakati, nisab, haul (waktu), kadar dan cara perhitungan zakat profesi, hikmah zakat.

Bab Ketiga skripsi ini memaparkan tentang gambaran umum profil Kementerian Agamadan manajemen zakat profesi yang dikelola olehKementrian Agama.

Bab Keempat merupakan hasil dari analisis pengelolaan zakat profesi di Kemenag Kab. Pekalongan.

Bab Kelima adalah penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran.

Referensi

Dokumen terkait

Memenuhi  Seluruh  penerimaan  bahan  baku  kayu  PT  Surya  Jawa  Albasia  dilengkapi  dengan  dokumen  kontrak  suplai 

Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat;. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin

Sehubungan dengan hal tersebut, maka judul penelitian ini adalah: “Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran

Berdasarkan hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Bangka Tengah sesuai untuk budidaya tanaman lada yaitu lahan S2

Buah-buahan merupakan komoditas pertanian yang bersifat inelastis untuk jangka pendek, sehingga peningkatan produksi yang melebihi permintaan pada waktu tertentu akan

a. Studi Dokumenter, yaitu Penulis memperoleh bahan hukum primer dari dokumen berupan salinan putusan yang dikeluarkan dari Pengadilan Agama Pelaihari. Bahan hukum