• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu tindakan serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu tindakan serta"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi seseorang atau kelompok untuk dapat melakukan sesuatu tindakan serta perubahan-perubahan perilaku setiap individu. Lingkungan sosial yang kita kenal antara lain lingkungan keluarga, lingkungan teman sebaya, dan lingkungan tetangga. Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertamakali dikenal oleh individu sejak lahir.

Ayah, ibu, dan anggota keluarga, merupakan lingkungan sosial yang secara langsung berhubungan dengan individu, sedangkan masyarakat adalah lingkungan sosial yang dikenal dan yang mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, yang salah satu diantaranya adalah teman sepermainan.

Lingkungan Sosial menurut Stroz (1987: 76) meliputi “semua kondisi-kondisi dalam dunia yang dalam cara-cara tertentu mempengaruhi tingkahlaku seseorang, termasuk pertumbuhan dan perkembangan atau life processe, yang dapat pula dipandang sebagai penyiapan lingkungan (to provide environment) bagi generasi yang lain“.

(2)

Menurut Amsyari (1986: 12) lingkungan sosial merupakan “manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya seperti tetangga-tetangga, teman-teman, bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal”.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan sosial adalah segala sesuatu yang terdapat di sekitar manusia yang dapat memberikan pengaruh pada manusia tersebut, serta manusia-manusia lain yang ada di sekitarnya, seperti tetangga-tetangga, teman-teman, bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal sekalipun.

Dapat dimasukkan ke dalam lingkungan sosial adalah semua manusia yang ada di sekitar seseorang atau di sekitar kelompok. Lingkungan sosial ini dapat berbentuk perorangan maupun dalam bentuk kelompok keluarga, teman sepermainan, tetangga, warga desa, warga kota, bangsa, dan seterusnya (Yudistira, 1997: 57).

Menurut Vembriarto (1984: 36) pengertian lingkungan keluarga adalah

“kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Hubungan sosial di antara anggota keluarga relatif tetap yang didasarkan atas ikatan darah, perkawinan, atau adopsi. Hubungan antara anggota keluarga umumnya dijiwai oleh suasana afeksi dan rasa tanggungjawab, karena itu keluarga merupakan kelompok sosial terkecil yang sangat besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi dan interaksi seseorang.

Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok. Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu

(3)

komunitas belajar dimana terjadi pembentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan prestasi.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lingkungan sosial merupakan wadah atau sarana untuk berinteraksi dengan orang lain dan membentuk sebuah pribadi serta mempengaruhi tingkahlaku seseorang. Oleh karena itu lingkungan sosial yang baik akan mempengaruhi pribadi atau perilaku seseorang itu menjadi baik pula.

“Lingkungan sosial terdiri dari orang-orang, baik individual atau kelompok di sekitar manusia“ (Soekanto, 1986: 432). Lingkungan sosial tidak merupakan fungsi yang berdiri sendiri, akan tetapi saling berhubungan dan menghasilkan perilaku manusia. Abdulsyani (1987: 40-42) mengemukakan bahwa “seseorang melakukan tindakan karena faktor dari dalam dan dari luar lingkungan”.

Menurut Dalyono (1997: 246) lingkungan sosial terdiri dari:

a. Teman bergaul.

Teman bergaul pengaruhnya sangat besar dan lebih cepat masuk dalam jiwa anak, apabila anak suka bergaul dengan mereka yang tidak sekolah maka ia akan malas belajar, sebab cara hidup mereka yang bersekolah berlainan dengan anak yang tidak bersekolah.

b. Lingkungan tetangga.

Corak kehidupan tetangga, misalnya suka main judi, mengkonsumsi minuman keras, menganggur, tidak suka belajar, dsb, akan mempengaruhi anak-anak yang bersekolah minimal tidak ada motivasi bagi anak untuk belajar.

Sebaliknya jika tetangga terdiri dari pelajar, mahasiswa, dokter, insyinyur, akan mendorong semangat belajar anak.

(4)

c. Aktivitas dalam masyarakat.

Terlalu banyak berorganisasi atau berbagai kursus-kursus akan menyebabkan belajar anak akan menjadi terbengkalai.

Pengaruh lingkungan, terutama lingkungan sosial secara terbuka tidak hanya berupa hal-hal yang positif saja, melainkan juga meliputi efek yang negatif. Efek negatif yang timbul akibat pengaruh lingkungan sosial salah satunya adalah kepribadian yang tidak selaras atau menyimpang dari lingkungan sosial dalam bentuk kenakalan remaja, kejahatan, rendahnya rasa tanggungjawab, dan lain sebagainya yang dapat dilakukan oleh masing-masing individu. Dalam hal ini individu yang dimaksud adalah pemulung anak usia Sekolah Dasar.

Diakibatkan oleh adanya pengaruh dan perkembangan lingkungan yang tidak serasi dengan kondisi manusia atau masyarakat yang menerimanya maka tidak menghindari kemungkinan bahwa seseorang dapat melakukan tindakan-tindakan yang merugikan. Lingkungan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

a. Lingkungan Keluarga

Keluarga yang utuh adalah keluarga yang dilengkapi dengan anggota-anggota keluarga seperti ayah, ibu, dan anak. Sebaliknya keluarga yang pecah atau broken home terjadi karena tidak hadirnya salah satu orangtua yang disebabkan oleh

kematian atau perceraian, atau tidak hadir kedua-duanya (Abu Hadi, 2002: 248).

Dengan demikian keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari ayah, ibu, dan ana-anak. Keluarga yang utuh tidak sekedar utuh dalam arti berkumpulnya ayah dan ibu, tetapi utuh dalam arti yang sebenarnya, yaitu disamping utuh dalam

(5)

artian fisik juga utuh dalam artian psikis. Keluarga yang utuh memiliki perhatian yang penuh atas tugas-tugas sebagai orangtua.

Menurut Yusuf (2002: 128), seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang broken home, biasanya kurang harmonis, orangtua bersikap keras terhadap anak atau tidak memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga sehingga perkembangan kepribadian anggota keluarganya (anak) cenderung akan mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya.

Di dalam keluarga yang pecah atau broken home, perhatian orangtua terhadap anak-anaknya sangat kurang dan antara ayah dan ibu tidak memiliki kesatuan perhatian atas putra-putrinya. Situasi yang broken home tidak menguntungkan bagi perkembangan anak (Abu Hadi, 2002: 248). Anak yang berasal dari keluarga yang broken home akan mengalami hal-hal yang sulit dan terjerumus dalam kelompok anak-anak yang nakal.

b. Teman Sebaya

Teman sebaya adalah lingkungan kedua setelah keluarga, yang berpengaruh bagi kehidupan anak. Terpengaruh atau tidaknya anak dalam kelompok teman sebaya tergantung pada persepsi anak terhadap kelompoknya, sebab persepsi anak terhadap kelompok teman sebaya menentukan keputusan yang diambil oleh anak, yang nantinya akan mengarahkan pada tinggi atau rendahnya kecenderungan kenakalan anak. Melalui hubungan interpersonal dengan teman sebaya, anak belajar menilai dirinya sendiri dan kedudukannya dalam kelompok. Bagi anak yang kurang mendapatkan kasihsayang dan bimbingan keagamaan atau etika dari orang tuanya, biasanya kurang memiliki kemampuan selektif memilih teman dan

(6)

mudah sekali terpengaruh oleh sifat atau perilaku kelompoknya. Teman sebaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah para pemulung, teman sekolah, serta preman. Mengingat bahwa teman sebaya adalah lingkungan yang juga ikut berperan dalam pembentukan kepribadian anak, bisa jadi anak akan selalu mematuhi group teman sebayanya, bahkan anak lebih suka mementingkan keperluan teman sebaya dibanding orangtuanya.

c. Tetangga atau Masyarakat

Tetangga atau masyarakat sosial pemulung yang buruk juga dapat mempengaruhi perilaku pemulung anak usia Sekolah Dasar untuk melakukan tindakan-tindakan kejahatan. Beberapa definisi masyarakat menurut Soekanto (1986: 20) adalah sebagai berikut:

1. Masyarakat merupakan suatu kesatuan dan memiliki tata cara dari wewenang sampai kerjasama antar berbagai kelompok dan penggolongan mengenai pengawasan tingkahlaku serta kebebasannya.

2. Masyarakat adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah dan hidup bersama dan menghasilkan suatu kebudayaan.

Tetangga atau masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berada di sekitar keberadaan para pemulung, antara lain masyarakat kelas atas, masyarakat kelas menengah, dan masyarakat kelas bawah atau pemulung.

(7)

B. Perilaku Menyimpang Pemulung Anak Usia Sekolah Dasar

1. Pengertian Perilaku menyimpang

Manusia sebagai makhluk Tuhan senantiasa dibekali akal dan pikiran yang berguna untuk mengatur segala perilakunya dalam kehidupan bermasyarakat.

Namun peranan keluarga dan orangtua tidak kalah pentingnya, terutama sebagai pembentuk perilaku itu sendiri bagi anak-anak, sebab keluarga merupakan lembaga sosial yang pertama dalam kehidupan mereka. Dari sanalah anak-anak berhubungan dan berinteraksi untuk pertamakali dengan orangtua mereka.

Perilaku menyimpang adalah perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusiaan (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial.

Definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perilaku menyimpang diartikan sebagai tingkah laku, perbuatan, atau tanggapan seseorang terhadap lingkungan yang bertentangan dengan norma-norma dan hukum yang ada di dalam masyarakat.

Menurut Merton (dalam Soekanto, 1987: 78) penyimpangan perilaku adalah ketidakserasian antara tindakan dengan saluran yang menjadi tujuan, dimana manusia atau individu lebih mementingkan nilai sosial budaya yang baru daripada kaidah-kaidah yang telah ada.

Adapun bentuk-bentuk penyimpangan anak atau remaja dari aturan-aturan yang berlaku (Kartono, 1986: 11), adalah sebagai berikut:

(8)

a. Pelanggaran dalam bentuk norma, seperti:

1. Cara berpakaian yang tidak senonoh tanpa memperdulikan orang lain yang melihatnya.

2. Berlaku tidak jujur atau berbohong kepada orangtua.

3. Tidak bertegur sapa terhadap sesamanya.

4. Berlaku tidak terpuji, tidak jujur pada orang lain, dan tidak menjaga kesuciannya.

b. Pelanggaran dalam bentuk sosial, seperti:

1. Menjelek-jelekkan nama orangtua.

2. Bergaul dengan orang yang memiliki reputasi yang tidak layak (penjudi, germo, pemabuk, penodong, pembunuh, dan sebagainya).

3. Berbelanja atau makan tidak membayar.

4. Mabuk-mabukan atau mengkonsumsi miras.

c. Kenakalan yang tergolong pelanggaran hukum, seperti:

1. Pencurian, pencopetan, pemerasan, dan pengrusakan milik orang lain.

2. Penipuan kepada orang lain.

3. Perjudian, pemerkosaan, pembunuhan, mengedarkan gambar porno, dll.

d. Kenakalan dalam bentuk kasus, seperti:

1. Berhubungan seks bebas tanpa memperdulikan norma agama.

2. Ikut dalam organisasi agama yang menyesatkan.

3. Sebagai pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang.

(9)

Menurut Wilnes dalam bukunya Punishment and Reformation sebab-sebab penyimpangan/kejahatan dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor subjektif adalah faktor yang berasal dari seseorang itu sendiri (sifat pembawaan yang dibawa sejak lahir).

2. Faktor objektif adalah faktor yang berasal dari luar (lingkungan). Misalnya keadaan rumah tangga, seperti hubungan antara orang tua dan anak yang tidak serasi.

Semua manusia dalam bertingkahlaku pada dasarnya dimotivasi oleh dua kebutuhan yang saling berkaitan satu sama lain. Dua kebutuhan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Kebutuhan untuk diterima oleh kelompok atau orang lain.

2. Kebutuhan untuk menghindar dari penolakan orang lain (Mapiare, 1982: 130).

Tingkahlaku atau perilaku anak yang tidak baik dimungkinkan karena anak tidak perduli terhadap norma-norma yang ada dalam keluarga, sebaliknya tingkahlaku atau perilaku yang baik dimungkinkan karena mendapat kasihsayang yang wajar dari orangtua dan mematuhi norma-norma yang ada dalam keluarga.

Perilaku seseorang ditunjukkan oleh sikap yang dilakukannya. Oleh karena itu menjelaskan perilaku seseorang harus jelas pula tentang sikap. Pengertian sikap menurut Winkel (1984: 31) adalah kecendrungan dalam diri subjek untuk menerima atau menolak sesuatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai objek yang berharga baik atau tidak baik, serta berharga atau tidak berharga. Sedangkan menurut Mar’at (1981: 12) sikap merupakan kesiapan untuk

(10)

bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek.

2. Pemulung

Pekerjaan sektor informal merupakan pekerjaan yang sangat mudah dijalani oleh perorangan karena di sektor ini tidak diperlukan tingkat pendidikan dan keterampilan. Salah satu profesi di sektor informal ini adalah pemulung.

Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas atau sampah tertentu untuk proses daur ulang. Pekerjaan pemulung sering dianggap memiliki konotasi negatif.

Pemulung adalah kelompok sosial yang kerjanya mengumpulkan atau memilah barang yang dianggap berguna dari sampah, baik yang ada di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) maupun diluar TPA. Adapun jenis barang bekas yang diambil pemulung adalah sebagai berikut:

1. Besi bekas 2. Botol plastic 3. Karung plastik 4. Kardus

5. Kertas 6. Botol kaca 7. Kaleng 8. Aluminium 9. Karet 10. Kayu

Para Pemulung bekerja mengumpulkan barang-barang bekas dengan cara mengerumuni muatan truk sampah yang tenah di bongkar, sebagian Pemulung lainnya berputar-putar mengais barang bekas dari tumpukan-tumpukan sampah.

(11)

Barang bekas yang telah berkumpul kemudian dipisah-pisahkan menurut jenisnya, sebelum akhirnya dijual kepada pedagang barang bekas atau lapak.

Lapak atau penampung adalah orang yang mempunyai modal atau dukungan modal untuk membeli beberapa jenis, atau satu jenis barang bekas dari Pemulung.

Jasa lapak selain sebagai pembeli tetap adalah ia menanggung sarana transportasi untuk mengambil barang bekas dari pemukiman liar, sehingga para Pemulung yang menjadi anak buahnya tidak perlu menanggung ongkos angkutan.

Para pedagang atau lapak selanjutnya menjual barang bekas ke industri atau pabrik yang menggunakan bahan baku produksinya dari barang bekas secara langsung maupun melalui pihak perantara (agen atau supplier). Dalam memilah barang sebanyak-banyaknya tentunya dengan alat bantu yang berupa:

1. Gerobak/roda dua

Alat ini sangat berfungsi sekali untuk mencari dan mengais barang yang berguna, sehingga dengan memakai Gerobak/roda dua Pemulung dapat mencari barang sebanyak-banyaknya.

2. Karung

Biasanya alat ini dipakai supaya lebih praktis, karena dengan memakai karung bisa masuk ke gang-gang sempit. Dan kebanyakan yang memakai dengan alat karung mayoritas anak-anak kecil. Kekurangan dengan memakai alat ini (karung) hasil dari pilahannya sangat minim.

Ada dua jenis pemulung diantaranya pemulung lepas yang bekerja sebagai swausaha, dan pemulung yang tergantung pada seorang bandar yang

(12)

meminjamkan uang ke mereka dan memotong uang pinjaman tersebut saat membeli barang dari pemulung. Pemulung berbandar hanya boleh menjual barangnya ke bandar. Tidak jarang bandar memberi pemondokan kepada pemulung, biasanya di atas tanah yang didiami bandar, atau di mana terletak tempat penampungan barangnya.

Pemulung adalah cermin dari kemiskinan dan bukan penyebab kemiskinan.

Pemulung adalah sekelompok manusia yang terpaksa menciptakan lapangan kerja bagi dirinya sendiri yang disebabkan oleh struktur ekonomi yang memprihatinkan.

Interaksi sosial atau hubungan yang terjadi antar sesama pemulung dapat berupa kegiatan tolong menolong dan tukar menukar pengetahuan tentang memulung yang bersifat kerjasama. Garna (1982: 40) menyatakan bahwa hubungan sesama pelaku dalam lapisan para pemulung dibatasi oleh tempat mereka melakukan aktivitasnya, dapat dikatakan tidak ada hubungan dari lapisan itu yang bersifat horizontal, kalaupun ada, hubungan itu hanya berlangsung pada lokasi para pemulung beraktivitas.

Garna (1982: 37) juga memberi batasan tentang pemulung atau tukang mulung sebagai mereka yang bermatapencaharian utama atau sambilan dari memungut dan mengumpulkan barang-barang bekas atau rongsokan yang telah dibuang oleh pemilik aslinya. Sumber untuk memungut barang-barang itu adalah bak sampah, jalan, dan tempat-tempat lainnya yang dianggap sumber sampah non organik.

Persaingan juga terjadi dalam kehidupan para pemulung. Persaingan itu biasanya terjadi karena pekerjaan. Pertentangan yang terjadi diantara sesama pemulung umumnya karena adanya tindakan-tindakan yang menyebabkan kerugian pada

(13)

pihak lain. Pertentangan biasanya disebabkan oleh tindakan satu atau beberapa pemulung itu sendiri yang mengambil hak atau mencuri barang bekas hasil pekerjaan atau pemulung yang lain.

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa bentuk interaksi sosial yang terjadi antara sesama pemulung dapat berupa kerjasama, persaingan dengan kekerasan, dan pertentangan.

3. Anak Usia Sekolah Dasar

Anak adalah manusia muda yang belum mengerti dan memiliki apa-apa sebagai bekal dirinya untuk menghadapi kehidupan yang lebih luas, ia perlu mendapatkan binaan dan bimbingan dari orang-orang yang lebih tua dalam lingkungan keluarganya, disamping itu anak juga membutuhkan orang lain dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Orang lain yang paling utama dan pertama bertanggungjawab adalah orangtuanya sendiri.

Undang-undang Republik Indonesia, No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan “anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia No 4 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Anak, “anak adalah seseorang yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah“. Sementara itu menurut Iswanti dan Sayekti (1988: 1), anak adalah golongan penduduk yang berusia antara 0-14 tahun yang merupakan hasil keturunan dari orangtua atau adopsi di dalam keluarga yang secara potensial perlu dibina secara terarah.

Menurut Suhartin (1986: 78) anak adalah mereka yang ditandai dengan fisik yang terbagi dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan anak itu adalah sebagai berikut:

(14)

1. Umur 0-1 tahun, yaitu masa bayi

2. Umur 1-3 tahun, yaitu masa balita

3. Umur 3-6 tahun, yaitu masa pra-sekolah

4. Umur 6-12 tahun, yaitu masa sekolah

Dari segi perkembangan secara bertahap sampai anak mencapai usia 8-12 tahun, ingatannya menjadi sangat kuat sekali. Anak mengalami masa belajar, mulai menambah pengetahuan dan kemampuannya mencapai kebiasaan yang baik. Anak tidak lagi berfikir regosentris, artinya anak tidak lagi memandang diri sendiri sebagai pusat perhatian lingkungannya. Mereka mulai memperhatikan keadaan sekelilingnya dengan objektif, timbul keinginannya untuk mengetahui kenyataan yang akan mendorongnya untuk menyelidiki segala sesuatu yang ada di lingkungannya (Zulkifli, 2001: 58-59).

Dari segi perkembangan pengamatan, Oswoldkroh (dalam Zulkifli, 2001: 55) membagi empat taraf, yaitu:

1. Sintetis Fantasi: 7-8 tahun.

Pengamatan masih dipengaruhi oleh fantasi dan kenyataan berbaur dengan fantasi.

2. Masa Realisme Naif: 8-10 tahun.

Semua diamati dan diterima begitu saja tanpa ada kecaman atau kritikan, masa ini disebut juga sebagai masa pengumpulan pengetahuan.

(15)

3. Masa Realisme Kritis: 10-12 tahun.

Dalam masa ini anak mulai berfikir kritis, ia mulai mencapai tingkat berfikir abstrak.

4. Masa Subjektif: 12-14 tahun.

Anak berpaling pada dunianya sendiri, perhatian ditujukan pada dirinya sendiri.

Jadi berdasarkan fase-fase di atas, maka tingkat perkembangan anak harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan mereka, antara lain melalui pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan pondasi yang sangat penting bagi peningkatan kualitas pendidikan bangsa selanjutnya dan memiliki bobot kualitas dan kuantitas yang sangat besar, luas, dan berat bagi bangsa Indonesia terutama dalam usaha mempercepat peningkatan mutu pendidikan selanjutnya. Pendidikan dasar orientasinya ditekankan pada pengembangan sikap dan bakat anak didik dan kepadanya diberikan pengetahuan dasar dan keterampilan yang gunanya untuk bekal kerja dan untuk mengikuti pendidikan lanjutan (Yusuf, 1996: 19).

Anak pada dasarnya merupakan sebutan yang diberikan kepada keturunan sepasang suami istri dalam suatu sistem keluarga yang tidak akan terputus meskipun sang anak tersebut telah memasuki usia remaja, dewasa, berkeluarga, atau bahkan tua sekalipun, sang anak tersebut tetap merupakan anak dalam artian keturunan dari kedua orang tuanya, demikian pula apabila dilihat status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat.

Anak usia Sekolah Dasar saat ini merupakan generasi yang harus berkembang sehingga akan menjadi manusia pembangunan dan yang akan menentukan

(16)

kemajuan serta mutu bangsa dan negara di kemudian hari. Untuk menjadikan mereka menjadi manusia berkualitas, yang diperlukan adalah pendidikan yang memadai agar perkembangan fisik dan mentalnya seiring dengan kemajuan jaman. Untuk itu pada usia tertentu anak sudah harus diberikan pengetahuan dasar melalui pendidikan formal di sekolah. Anak-anak yang perlu diberikan pengetahuan tersebut diutamakan pada mereka yang telah memasuki usia 7 sampai dengan 12 tahun atau usia Sekolah Dasar.

Beberapa ciri pribadi pada anak masa usia Sekolah Dasar antara lain:

1. Kritis dan realistis

2. Banyak ingin tahu dan rasa belajar

3. Ada perhatian terhadap hal-hal yang praktis dan konkret dalam kehidupan sehari-hari

4. Mulai timbul minat terhadap bidang-bidang pelajaran tertentu

5. Sampai umur 11 tahun anak suka minta bantuan kepada orang dewasa dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar

6. Setelah umur 11 tahun anak-anak mulai ingin menyelesaikan sendiri tugas – tugasnya

7. Mendambakan angka-angka rapor yang tinggi tanpa memikirkan tingkat prestasi belajarnya

8. Anak suka berkelompok dan memilih teman-teman sebaya dalam bermain dan belajar (Dalyono, 1997: 97).

Pernyataan pemerintah mengenai kebijaksanaan dalam pendidikan Sekolah Dasar untuk melakukan fungsinya antara lain sebagai berikut:

(17)

1. Memberikan kesempatan kepada murid untuk membuktikan bahwa dirinya merupakan calon terbaik untuk mendapatkan pendidikan ke tingkat lebih lanjut.

2. Menyiapkan lulusan SD yang cukup untuk mengisi bangku sekolah lanjutan sesuai dengan kebutuhan.

3. Menyiapkan mereka yang tidak melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan untuk terjun ke masyarakat dan lapangan kerja, membuat mereka siap mengikuti pendidikan dan latihan luar sekolah, dan mendorong mereka menggunakan kesempatan ini (Beeby, 1982: 200).

Jadi berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa peranserta orang tua, masyarakat, dan pemerintah sangat dibutuhkan guna mengembangkan kepribadian anak, khususnya anak usia Sekolah Dasar, dimana dalam tahapan ini mereka masih dalam masa-masa yang sangat mudah untuk terpengaruh oleh lingkugan tempat mereka bermain.

C. Kerangka Pikir

Menyelesaikan suatu masalah sudah barang tentu kita akan melihat masalah itu dari beberapa segi, baik kecil maupun besar agar dapat dengan mudah menyelesaikan masalah itu dengan baik sehingga dapat dijadikan acuan dalam pembahasan nantinya.

Lingkungan sosial pemulung anak usia Sekolah Dasar memberikan pengaruh terhadap perilaku mereka, yakni perilaku yang berdampak negatif atau perilaku yang menyimpang. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat diakibatkan karena

(18)

kurangnya pengawasan dari orangtua, pengaruh teman-teman, bahkan juga orang lain di sekitarnya yang belum dikenal.

Seorang anak akan lebih mudah menerima apa yang dilihat dan dialaminya dibandingkan dengan apa yang dipelajarinya. Keadaan seperti ini dapat mereka rasakan pada lingkungan sosial pemulung, kebiasaan sering berkelahi karena memperebutkan hasil pencarian barang bekas atau sampah, mencuri, dan lain sebagainya. Keadaan seperti ini akan mereka bawa hingga dewasa, sehingga tindakan perilaku menyimpang seperti ini akan sangat sulit untuk dihilangkan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik suatu kerangka pikir sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

D. Hipotesis

Perumusan hipotesa merupakan jawaban sementara dari perumusan masalah yang diajukan. Kebenaran hipotesa ini masih perlu dibuktikan dengan melaksanakan

Variabel (X) Lingkungan Sosial pemulung anak usia Sekolah Dasar:

- Keluarga - Teman sebaya - Masyarakat

Variabel (Y) Perilaku menyimpang pemulung:

- Perkelahian - Pencurian - Perjudian - Pemerasan

(19)

penelitian untuk memperoleh data empiris yang dibutuhkan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

“Perilaku menyimpang pemulung anak usia Sekolah Dasar dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, teman sebaya, dan tetangganya”.

Gambar

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

a). Penyisipan vokal /a/ dalam gugus konsonan dapat diketahui dari tabel 12. Vokal yang disisipkan pada gugus konsonan tersebut di atas adalah sejenis dengan vokal sebelumnya.

18 Fischer menyebutkan bahwa “rasa takut merupakan emosi yang timbul pada situasi stress dan tidak menentu (uncertainty) sehingga orang merasa dirinya terancam atau tidak berdaya

Stadium Ic : tumor terbatas pada satu atau dua dengan salah satu factor dari kapsul tumor pecah, pertumbuhan tumor pada permukaan kapsul, ditemukan sel tumor ganas pada cairan

Penindakan dan pelarangan melintas bagi kendaraan bermuatan berlebih diluar wewenang Jasa Marga, namun saat ini Jasa Marga bekerjasama dengan pihak Polri dalam hal ini PJR

kelompok dan bukan individunya. Alasan penulis menggunakan kelas VIII C sebagai kelompok eksperiment dan kelas VIII B sebagai kelompok kontrol didasarkan pada

Abstrak - Artikel ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang juga merupakan hasil dari kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) dengan tujuan untuk meningkatkan

Dasar hukum pelaksanaan program penyediaan jasa akses telekomunikasi perdesaan KPU/USO Tahun 2009 umumnya juga mengacu kepada beberapa peraturan perundang-undangan yang