• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK PADA WILAYAH KABUPATEN DI PROVINSI SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK PADA WILAYAH KABUPATEN DI PROVINSI SUMATERA BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

470 Jurnal KBP

Volume 2 - No. 1, Maret 2014

PERBANDINGAN PERTUMBUHAN PRODUKSI PANGAN DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK PADA WILAYAH KABUPATEN

DI PROVINSI SUMATERA BARAT

Rusda Khairati STIE”KBP” Padang (rusdakhairati@yahoo.co.id)

ABSTRACT

The availability of food in one regency is very important to keep and promote the health quality of the population in that regency. For this purpose, the availability of enough, safe, good quality, nutritious, fairly distributed and reachable food is the main priority of the local government. Fulfilling the available food is not only the civil right, but also government responsibility. Fulfilling the food need of society from domestic production is more important than importing the commodity in order to lessen the dependency to world market.

Food production and population are the main factors that influence the food availability. Food production is influenced by field area and population is influenced by population growth. The objective of this research is to see the availability of food from the side of production rate compared to population rate. In this study the food consists of rice, second crops, and animal protein. To reach this objective, secondary data was collected from 12 regencies in West Sumatera within the period of year 2005 to 2011.

PENDAHULUAN

Salah satu faktor utama untuk membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera dalam pembangunan nasional adalah terpenuhinya ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Ketersediaan pangan tersebut sangat penting peranannya bagi pertumbuhan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat. Oleh karena itu ketersediaan pangan merupakan prioritas utama yang harus dipenuhi.

Ketahanan pangan diwujudkan melalui ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam, tersebar merata, dan terjangkau.

Pemenuhan konsumsi pangan melalui penyediaan dalam negeri menjadi penting. Walaupun bahan pangan yang dibutuhkan mungkin lebih murah bila diimpor, namun pemenuhan kebutuhan dari hasil produksi sendiri tetap lebih penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar dunia dan sebagai upaya mempertahankan martabat bangsa di forum internasional (Wibowo, 2000)

Terpenuhinya ketersediaan pangan adalah hak asasi masyarakat dan sekaligus kewajiban pemerintah.

Hal ini dijelaskan melalui UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No.

38 Tahun 2007 Tentang Pembagian

(2)

471

Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam penyelenggaraan ketahanan pangan, peran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota adalah melaksanakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan ketahanan pangan di wilayah masing-masing dan mendorong keikutsertaan masyarakat dalam penyelenggaraan ketahanan pangan.

Laju peningkatan kebutuhan pangan lebih cepat dibandingkan laju peningkatan kemampuan produksi (www.foodsecurityatlas.org).

Dijelaskan bahwa ada beberapa penyebab semakin terbatasnya kapasitas produksi pangan nasional : 1) berlanjutnya konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian; 2) menurunnya kualitas dan kesuburan lahan akibat kerusakan lingkungan; 3) semakin terbatas dan tidak pastinya ketersediaan air untuk produksi pangan akibat kerusakan hutan; 4) persaingan pemanfaatan sumberdaya air dengan sektor industri dan pemukiman;

Sementara itu laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia meruapakan tantangan lain yang perlu dihadapi. Menurut Wakil Presiden Boediono (2011) dengan penduduk lebih dari 280 juta jiwa, Indonesia belum memiliki ketersediaan pangan yang terbilang aman, sehingga krisis pangan masih mengancam. Jika kebutuhan pangan untuk penduduk ini tidak dapat dipenuhi maka akan mengakibatkan Indonesia menjadi negara pengimpor pangan

Tulisan ini bertujuan untuk melihat bagaimana perbandingan laju pertumbuhan penduduk dan pangan di wilayah kabupaten Sumatera Barat dilihat dari faktor produksi lahan, produksi pangan dan pertambahan penduduk. Jika ketersediaan pangan

diasumsikan hanya ditentukan oleh produksi dalam wilayah tertentu saja, maka pertumbuhan produksi pangan dan pertumbuhan penduduk yang seimbang menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki ketersediaan pangan.

Pertumbuhan Produksi pangan utama dan pertumbuhan penduduk serta faktor produksi lahan di Sumatera Barat dianalisis menggunakan data sekunder Sumatera Barat Dalam Angka (BPS) dari tahun 2005 sampai 2011, yaitu menggunakan data produksi padi, palawija, dan pangan hewani serta luas lahan dan jumlah penduduk.

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketersediaan pangan diantaranya adalah Produksi pangan dan jumlah penduduk, sedangkan produksi pangan dipengaruhi oleh luas lahan. Ketersediaan lahan di suatu wilayah merupakan faktor dinamis yang menimbulkan berbagai permasalahan dan tantangan yang perlu diantisipasi. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, ketersediaan lahan pertanian akan berkurang, karena kebutuhan lahan untuk perumahan dan sarana serta prasarana penduduk lainnya akan meningkat. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, permintaan akan produk pangan juga akan meningkat, sehingga untuk menjaga ketersediaan dan ketahanan pangan perlu keseimbangan antara laju pertumbuhan penduduk dan laju produksi pangan domestik, dengan mengabaikan impor dari wilayah lain.

Ketersediaan pangan adalah

ketersediaan pangan secara fisik di

suatu wilayah dari segala sumber, baik

produksi pangan domestik,

perdagangan pangan dan bantuan

pangan. Ketersediaan pangan yang

(3)

472 dimaksud dalam tulisan ini hanya

dilihat dari produksi domestik pangan utama di wilayah kabupaten provinsi Sumatera Barat , yaitu padi, palawija, daging, unggas, dan telur serta ikan.

Alasan dipilihnya pangan-pangan ini adalah, beras dan palawija merupakan makanan pokok utama dan merupakan hasil pertanian utama. Hasil peternakan berkontribusi 5% terhadap hasil pertanian, dan unggas merupakan komponen utama hasil peternakan.

Produksi pangan dipengaruhi oleh ketersediaan luas lahan pertanian, oleh karena itu untuk melihat ketersediaan pangan, laju pertumbuhan ketersediaan lahan juga dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk.

Ketersediaan pangan disuatu wilayah kabupaten dapat dicapai minimal dengan terdapatnya keseimbangan laju pertumbuhan produksi pangan dan laju pertumbuhan penduduk di wilayah kabupaten tersebut, dengan asumsi tidak ada impor pangan dari wilayah lain.

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk data deret waktu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, karena alasan kelengkapan data yang tersedia.

Untuk mengukur laju pertumbuhan luas lahan, laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan produksi, digunakan rumus laju pertumbuhan berikut (Dayan, 1990):

( √

) x 100%

dimana untuk mengukur laju pertumbuhan produksi pangan Pn adalah produksi pada tahun ke n dan Po

adalah ptoduksi pada tahun dasar, untuk mengukur laju pertumbuhan ketersediaan lahan P

n

adalah luas lahan pada tahun ke n dan P

0

adalah luas lahan pada tahun dasar. Sedangkan untuk mengukur pertumbuhan jumlah penduduk, P

n

adalah jumlah penduduk pada tahun ke n dan P

0

adalah jumlah penduduk pada tahun dasar. Tahun 2005 ditetapkan sebagai tahun dasar, dan tahun 2011 dipakai sebagai tahun ke n.

Angka laju pertumbuhan lahan dan laju pertumbuhan penduduk dibandingkan, demikian juga dengan angka laju pertumbuhan produksi dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Untuk mencapai ketersediaan pangan disuatu wilayah kabupaten, maka minimal terdapat keseimbangan laju pertumbuhan produksi pangan dan laju pertumbuhan penduduk di wilayah kabupaten tersebut, dengan menganggap tidak ada impor pangan dari wilayah lain.

Produksi pangan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah produksi padi sawah, palawija, daging sapi, ikan laut, ikan darat, daging unggas, dan telur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Penduduk dan Produksi Pangan

Selama Tahun 2005 sampai dengan tahun 2011, penduduk Sumatera Barat tumbuh sebesar 1,06%

per tahun (Tabel 1). Kabupaten dengan pertumbuhan penduduknya lebih tingi dari rata-rata pertumbuhan penduduk Sumatera Barat adalah Dharmasraya (2,95%); Solok Selatan (2,89%);

Pasaman Barat (2,61%), Mentawai

(2,05%); dan Sawah lunto Sijunjung

(1,70%). Pertumbuhan produksi pangan

(padi, palawija, daging, ikan laut, ikan

darat, daging unggas dan telur) secara

agregat lebih besar dari pertumbuhan

penduduk di Sumatera Barat. Dengan

(4)

473

demikian dengan asumsi tidak ada impor dari wilayah lain terdapat kelebihan penawaran dibandingkan permintaan untuk komoditi pangan tersebut secara agregat di Sumatera Barat. Namun jika dilihat secara parsial per kabupaten, di beberapa kabupaten terdapat ketidak seimbangan antara pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan produksi beberapa komoditi pangan tersebut, yang dapat menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan dibandingkan penawaran, atau yang dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan beberapa komoditi pangan di beberapa kabupaten tersebut.

Kabupaten yang mengalami pertumbuhan penduduk lebih besar dari pertumbuhan produksi pangannya, adalah: Kabupaten Mentawai, Sawahlunto Sijunjung, Padang

Pariaman, Lima Puluh Kota, Pasaman, Solok Selatan, dan Pasaman Barat.

Secara spesifik, untuk Kabupaten Mentawai, terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan penduduk dengan pertumbuhan produksi padi, dan daging. Pertumbuhan produksi padi dan daging di Kabupaten Mentawai adalah: -8,41%; dan 0,7%, sedangkan pertumbuhan penduduk adalah sebesar 2,05%. Hal ini dapat mengakibatkan permintaan pangan untuk padi dan daging jauh lebih besar dibandingkan penawarannya di Mentawai, karena pertumbuhan jumlah penduduknya akan meningkatkan permintaan pangan untuk kedua komoditi tersebut. Apalagi dilihat dari sarana dan prasara transportasi ke Kabupaten kepulauan Mentawai masih jauh dari memadai.

Tabel 1. Perbandingan Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk dengan Laju Pertumbuhan Produksi Komoditi Pangan penting pada Wilayah Kabupaten di

Provinsi Sumatera Barat tahun 2005 – 2011.

Wilayah Pendu duk

Padi Sawah

Pala- wija

Dagin g

Ikan laut

Ikan Darat

Daging

Unggas Telur Sumatera

Barat

1,06 3,05 15,98 1,89 4,75 11,24 3,51 2,90 Kabupaten

Mentawai

2,05 -8,41 20,48 0,77 3,45 _ 10,52 10,75 Kabupaten

Pessel

0,25 1,22 20,19 3,71 0,87 13,17 2,26 3,03 Kabupaten

Solok

0,48 3,24 12,72 3,08 _ 13,84 -2,73 -0,83 Kabupaten

Swlt Sijjg

1,70 1,00 12,72 -4,80 _ 10,72 -6,68 -1,21 Kabupaten

T. Datar

-0,11 3,36 -13,76 0,85 _ 7,46 4,98 5,55 Padang

Pariaman

0,61 2,65 6,74 -0,83 3,44 -2,67 4,88 6,05 Kabupaten

Agam

0,95 2,93 11,37 4,75 2,59 14,11 3,33 3,32

50Kota 1,03 1,99 15,71 0,16 _ 25,91 11,94 2,91

(5)

474 Wilayah Pendu

duk

Padi Sawah

Pala- wija

Dagin g

Ikan laut

Ikan Darat

Daging

Unggas Telur Pasaman 0,76 3,73 14,72 1,29 _ 9,34 -2,48 -2,46 Solok

Selatan

2,89 7,54 -6,20 6,01 _ 3,65 0,45 -0,53 Dharmas

Raya

2,95 8,85 35,67 10,03 _ 58,78 7,43 3,60 Pasaman

Barat

2,61 3,51 -9,11 5,23 14,37 4,94 3,37 -0,02

Di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, pertumbuhan penduduk sebesar 1,70%, jauh lebih besar dibandingkan pertumbuhan produksi padi, daging, daging unggas dan telur unggas.

Pertumbuhan produksi padi di Kabupaten Sawahlunto Sijunjung hanya 1,00%; pertumbuhan produksi daging, daging unggas, dan telur mengalami penurunan, berturut - 4,80%; -6,68% dan -,1,21%. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan dibandingkan dengan penawaran dalam komoditi pangan tersebut di Sawahlunto Sijunjung.

Di Kabupaten Padang Pariaman juga terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan produksi pangan, antara daging dan ikan darat dengan pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan penduduknya 0,61%; melebihi pertumbuhan produksi daging yang hanya sebesar -0,83% dan pertumbuhan produksi ikan darat -2,67%, artinya terjadi penurunan produksi. Demikian juga di Kabupaten Lima Puluh Kota terjadi ketidak seimbangan pertumbuhan produksi daging, dengan pertumbuhan penduduk. Jumlah penduduk tumbuh sebesar 0,61%, sedangkan produksi Daging adalah - 0,83; atau turun 0,83%.

Di Kabupaten Pasaman pertumbuhan penduduk melebihi pertumbuhan produksi daging unggas

dan telur. Pertumbuhan penduduk sebesar 0,76% sedangkan pertumbuhan produksi daging unggas dan telur adalah negatif, yaitu-2,48% dan -2,46%

terjadi penurunn produksi. Di Kabupaten Solok Selatan pertumbuhan penduduknya melebihi pertumbuhan produksi palawija, daging unggas dan telur unggas. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Solok Selatan sebesar 2,89% jauh lebih besar dari pertumbuhan penduduk di Sumatera Barat secara agregat. Sedangkan produksi telur mengalami penurunan sebesar 0,53%, dan produksi daging unggas hanya mengalami pertumbuhan yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan penduduk yaitu 0,45%.

Kabupaten Pasaman Barat juga mengalami ketidak seimbangan pertumbuhan penduduk dengann pertumbuhan produksi telur unggas, dimana pertumbuhan penduduk jauh lebih besar dari pertumbuhan produksi telur. Penduduk mengalami pertumbuhan sebesar 2,61%;

sedangkan pertumbuhan produksi telur negatif sebesar -0,02%. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kekurangan persediaan untuk komoditi telur unggas di Kabupaten Pasaman Barat.

Terjadinya ketidak seimbangan

pertumbuhan penduduk dengan

pertumbuhan produksi pangan di

hampir semua wilayah kabupaten di

Sumatera Barat dapat menyebabkan

(6)

475

kekurangan pasokan pangan, atau terjadinya kelebihan permintaan dibandingkan penawaran pangan, sehingga mendorong peningkatkan harga, dan akhirnya dapat menurunkan daya beli masyarakat di wilayah kabupaten yang bersangkutan.

Laju Pertumbuhan Penduduk dan Luas Lahan Pertanian

Wilayah kabupaten di Sumatera Barat yang mengalami penurunan pertumbuhan luas tanam padi adalah Mentawai (-3,69%); dan Pesisir Selatan (-0,58%). Hal ini dapat disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, yang mendesak terjadinya alih fungsi lahan dari pertanian ke perumahan, dan penggunaan lain (Tabel 2).

Tabel 2. Perbandingan Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan Luas Lahan Pangan pada Wilayah Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 -2011

Wilayah Pertumbuhan Penduduk

Luas Tanam Padi

Luas Tanam Palawija

Luas Areal Perikanan

Darat

Sumatera Barat 1,06 1,29 8,31 0,46

Mentawai 2,05 -3,69 11,37

Pesisir Selatan 0,25 -0,58 9,47 21,85

Solok 0,48 0,82 -0,92 -0,70

Sawahlunto Sjjg 1,70 0,37 -23,77 -4,41

Tanah Datar -0,11 1,04 -0,61 -5,20

Padang Pariaman 0,61 0,46 2,68 -16,76

Agam 0,95 0,88 9,52 1,86

Lima Puluh Kota 1,03 1,64 -0,08 0,70

Pasaman 0,76 2,47 -12,46 -0,43

Solok Selatan 2,89 7,12 29,89 -2,48

Dharmasraya 2,95 8,03 2,72 14,15

Pasaman Barat 2,61 1,92 -27,79 0,19

Penurunan luas tanam palawija dialami hampir di seluruh wilayah kabupaten di Sumatera Barat, kecuali Mentawai, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, Solok Selatan, dan Dharmasraya. Pengurangan luas lahan yang sangat signifikan untuk palawija adalah Kabupaten Pasaman Barat (- 27,79%); Sawahlunto Sijunjung (- 23,77%); dan Kabupaten Pasaman (- 12,46%). Wilayah Kabupaten yang mengalami pertumbuhan yang menurun luas areal perikanan daratnya adalah kabupaten Solok (-0,70%); Sawahlunto Sijunjung (-4,41%); Tanah Datar (- 5,20%); Padang Pariaman (-16,76%);

Pasaman -0,43%); dan Solok Selatan (- 2,48%).

SIMPULAN DAN SARAN

1. Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan produksi pangan tidak merata di wilayah kabupaten di Sumatera Barat.

2. Kabupaten yang mengalami

pertumbuhan penduduk relatif lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan

penduduk provinsi Sumatera Barat

adalah: Kabupaten Dharmasraya

(2,95%), Kabupaten Solok Selatan

(2,89%), Kabupaten Pasaman Barat

(2,61%), dan Kabupaten Mentawai

(2,05%).

(7)

476 3. Kabupaten dengan laju pertumbuhan

penduduk melebihi laju pertumbuhan pangannya adalah:

Solok Selatan (pangan palawija, daging unggas, dan telur), Mentawai (padi dan daging), dan Sawahlunto Sijunjung (Padi,daging, daging unggas, dan telur),

4. Kabupaten dengan pertumbuhan penduduk melebihi pertumbuhan luas lahan padi adalah: Mentawai, Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung, Padang Pariaman, Agam, dan Pasaman Barat. Kabupaten dengan pertumbuhan luas tanam palawija yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan penduduk adalah : Kabupaten Solok, Sawahlunto Sijunjung, Lima Puluh Kota, Pasaman, dan Pasaman Barat.

Kabupaten dengan pertumbuhan luas areal perikanan yang lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk adalah: Kabupaten Solok, Sawahlunto Sijunjung, Tanah Datar, Padang Pariaman, Lima Puluh Kota, Pasaman, Solok Selatan, dan Pasaman Barat.

SARAN

1. Untuk wilayah kabupaten yang mengalami pertumbuhan penduduk melebihi pertumbuhan produksi pangannya, yaitu : Solok Selatan (pangan palawija, daging unggas, dan telur), dan Mentawai (padi dan daging), Sawahlunto Sijunjung (Padi,daging, daging unggas, dan telur), perlu diantisipasi dengan upaya-upaya penurunan tingkat pertumbuhan penduduk melalui pengendalian jumlah penduduk dengan program Keluarga Berencana, dan upaya-upaya peningkatan produktivitas produksi pangan secara simultan.

2. Untuk meningkatkan produksi pangan perlu dilakukan pembukaan

lahan baru terutama untuk daerah yang potensil, melakukan pengembangan penelitian teknologi produksi, dan pengendalian alih fungsi lahan pertanian.

3. Dalam mengatasi kekurangan pangan pada wilayah kabupaten dengan laju petumbuh penduduk yang lebih tinggi dari pertumbuhan produksi pangan agar diupayakan pengembangan jaringan distribusi pangan yang efisien dan efektif.

4. Agar tidak terjadi kelebihan permintaan pangan yang mengakibatkan terjadinya kekurangan pangan dan menurunnya daya beli masyarakat, maka perlu dijaga keseimbangan pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan pangan dengan mendorong semua sektor untuk mengarusutamakan pengendalian pertumbuhan penduduk dan peningkatan produksi pangan dalam setiap kebijakan pembangunannya.

DAFTAR PUSTAKA

Dayan, A. 1986. Metode Statistik Jilid LP3ES. Jakarta

MWA Training & Consulting.

Lembaga Tata Kelola Ketahanan Pangan

Sumatera Barat Dalam Angka, BPS Sumatera Barat tahun 2005- 2011

UU No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

www.foodsecurityatlas.org

(8)

477

Wibowo, Rudi, 2000. Penyediaan Pangan dan Permasalahannya dalam Pertanian dan Pangan.

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk dengan Laju  Pertumbuhan Produksi Komoditi Pangan penting pada Wilayah Kabupaten di
Tabel 2. Perbandingan Pertumbuhan Penduduk dan Pertumbuhan Luas Lahan  Pangan pada Wilayah Kabupaten di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2005 -2011

Referensi

Dokumen terkait

- Tidak terdapat fasilitas kesehatan lain yang dekat dengan puskesmas - Kondisi jalan di depan lokasi beraspal tanpa trotoar dan kurang lebar hanya.. lebih kurang 5 m

Tergugat yang telah dipanggil dengan resmi dan patut tidak hadir dan perkara ini dapat diputus tanpa hadirnya Tergugat (verstek) sesuai dengan pasal 149 R.Bg ; --- Menimbang, bahwa

[r]

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dari hasil tes peserta didik pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas V Sekolah Dasar Negeri 09 Sungai Raya, maka dapat diambil

Adapun judul dari laporan Akhir ini adalah SISTEM PROTEKSI RELE ARUS LEBIH PADA TRANSFORMATOR-I 30 MVA TEGANGAN 70/20 KV DI GARDU INDUK SEDUDUK PUTIH PALEMBANG, yang

Untuk Kota Bogor, berdasarkan kelompok sektor maka laju per- tumbuhan ekonomi wilayah ini di- dominasi oleh kelompok sekunder dengan laju pertumbuhan pada tahun. 2005 sebesar

Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota baik besaran maupun bentuknya harus berdasarkan pada prestasi kerja nyata yang terkait langsung dengan volume atau

Faktor-faktor yang mempunyai sifat intern yaitu berasal dari dalam perusahaan itu. Faktor ini sangat mempengaruhi volume penjualan suatu barang. Faktor-faktor tersebut