RUANG KAJIAN
Latar Belakang
Jakarta, Bogor, Depok, Tange-rang, Bekasi, disingkat menjadi Jabodetabek merupakan satu ke-satuan wilayah fungsional, terutama kesatuan dalam aspek sebagai be-rikut:
Interaksi ekonomi yang sangat intensif antar wilayah Jabo-detabek, dengan pusat per-tumbuhan yang berada di Propinsi DKI Jakarta
Wilayah tata ekologis, wilayah Jabodetabek sebagai satu wilayah ekosistem, dimana komponen antar wilayah memiliki
keter-gantungan dan saling
mem-pengaruhi
Kesatuan wilayah di atas
menuntut adanya kerjasama antar kota untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, penanggulangan masalah lingkungan, ketertiban dan keamanan dan membentuk konfi-gurasi kekuatan daya saing
metro-politan agar dapat bersaing dengan kota metropolitan lainnya di ASEAN dan belahan dunia lainnya.
Kerjasama harus mengacu pada kenyataan alamiah bahwa Jade-botabek merupakan kesatuan wilayah fungsional, dengan derajat interaksi yang sangat tinggi, maka memerlukan sinergi kebijakan dan menyusun strategi bersama dalam menghadapi masalah global dan domestik
Permasalahan yang timbul di wilayah perkotaan sering bersumber dari tidak adanya keserasian dalam manajemen perkotaan. Maka berdasarkan kedua faktor di atas di -perlukan kerjasama dalam mana-jemen strategis.
Manajemen strategis bersama harus menghasilkan visi, misi serta strategi bersama dalam mewujudkan Jabodetabek yang diinginkan ber-sama. Prinsip-prinsip yang dapat diakomodasikan dalam perencanaan strategis adalah:
ANALISIS EKONOMI BASIS DI WILAYAH MEGAPOLITAN
JABODETABEK
Nandang Najmulmunir
Abstract
Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang and Bekasi (Jabodetabek) are the functional region. They interact among them, especially in the economic and environmental interaction. Jabodetabek regional development should have the product that have the strong competitive, through the development of the economic base sector. The economic base analysis will obtain the prime mover sectors for all regions.
1) Efisiensi (low cost transportation). Waktu tempuh dari rumah ke tempat kerja dewasa ini 2-3 jam, dengan menghabiskan ongkos 25-50 ribu rupiah. Konsep mega-politan harus menurunkan waktu tempuh dan biaya lebih murah. Begitu juga angkutan barang relatif mahal karena jumlah rit angkutan semakin kecil, maka ongkos angkut menjadi mahal. 2) Equity (akses pelayanan untuk
publik), integrasi kota-kota harus mengutamakan pelayanan publik yang lebih luas dan kesempatan yang merata (equity dan equality). 3) Meminimalkan risiko lingkungan (perencanaan megapolitan harus dapat memberikan kenyamanan kota, keamanan, meminimalkan risiko banjir dan pencemaran udara dan turunannya)
4) Generate income. Integrasi kota-kota harus memberikan kesem-patan kerja dan berusaha bagi golongan miskin sehingga mandiri dan berdaya dalam memanfaat-kan setiap peluang yang ada. 5) Mencegah dampak buruk
meka-nisme pasar berupa:
Kesenjangan antar daerah, karena adanya aliran modal pada daerah maju
Backwash effect karena
adanya ekspansi dari satu daerah ke daerah lain
kesenjangan yang semakin melebar ( polarization effect). 6) Benefit transfer antar wilayah.
Disadari sepenuhnya bahwa se-bagian wilayah menjadi penghasil uang dan wilayah lain mem-berikan perlindungan dan habitat, untuk itu dalam rangka keber-samaan harus rela mentransfer manfaat kepada wilayah yang
memberikan perlindungan, misal -nya wilayah recharge air tanah bagi DKI, wilayah pengendali banjir, wilayah penyangga pe-mukiman.
7) Identity dan Diversity. Identitas daerah dan posisi dalam ke-a nke-akerke-agke-amke-an megapolitan di-mungkinkan untuk berkembang, sehingga kota tidak rapuh dan rentan terhadap berbagai aneka krisis.
Tujuan Penelitian
1) Mengidentifikasi peran sektor-sektor ekonomi wilayah di Jabodetabek.
2) Mengidentifikasi struktur ekonomi masing -masiang wilayah
3) Menentukan sektor b asis ekonomi dan non basis di wilayah Jabo-detabek
Pendekatan Konsep Megapolitan Megapolitan diturunkan dari istilah “megalopolitan” oleh pakar megalopolis di Amerika Serikat, yakni Jean Gottmann, kemudian diadopsi menjadi kata megapolitan. Istilah ini menunjukkan adanya kesatuan jari-ngan (networks) dari beberapa wilayah kota besar (metropolitan) dan kota kecil (micropolitan) (Lang, R, E and Dawn Dhavale, 2003), sehingga membentuk kesatuan wilayah fung-sional yang terintegrasi. Jadi konsep megapolitan sebenarnya menjelaskan bagaimana antar kota terjadi keterkaitan ekonomi yang sangat kuat. Oleh karena itu perspektif utama dalam wilayah megapolitan adalah pendekatan ekonomi regional, bukan politis (Najmulmunir, 2006)
20 Di samping itu konsep mega-politan mengacu pada solusi per-masalahan, sebagaimana lahirnya konsep yang sama di AS muncul untuk mengatasi masalah transportasi commuter, pergerakan barang dan jasa dan rentang kendali kantor cabang bisnis. Dengan demikian implikasi utama dari konsep megapolitan adalah Kebijakan
Pub-lik yang harus dapat menjawab
per-masalahan di wilayah ini. Terutama hubungan antar wilayah harus sinergis, dan menghindari hubungan antar wilayah yang horisontal. Model megapolitan di Amerika dapat dilihat dalam gambar di atas.
Keuntungan utama pendekatan megapolitan jika dikelola dalam
satuan wilayah pengembangan
adalah menganut prinsip Big Places, Big Numbers. Artinya dengan wilayah yang luas memiliki jumlah penduduk yang besar, sebagai potensi pasar untuk barang dan jasa.
Metodologi
Data yang dianalisis adalah data sekunder yang diambil dari Badan Pusat Statistik dari seluruh Wilayah Jabodetabek. Sedangkan metode analisisnya adalah sebagai berikut: Analisis Location Quotient (LQ), yang ditujukan untuk mengetahui sektor-sektor basis, non basis dan sektor-sektor unggulan dan bukan unggulan.
Location Quotient LQ Si/Ni Si/S = = S/N Ni/N Dimana LQ : Location Quotient
Si : Jumlah pendapatan sektor ke-i propinsi S : Jumlah pendapatan seluruh sektor propinsi Ni : Jumlah pendapatan sektor ke-i nasional N : Jumlah pendapatan seluruh sektor nasional
Hasil dan Pembahasan
1. Perkembangan Ekonomi Wilayah Jabodetabek
Salah satu indikator untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah adalah dengan melihat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah tersebut. Penyajian PDRB menurut harga konstan mencermin-kan perubahan PDRB tanpa di-pengaruhi oleh perubahan harga yang biasanya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Distribusi persen-tase PDRB secara sektoral menun-jukkan peranan masing-masing sektor dalam pembentukan PDRB secara keseluruhan. Semakin besar persen-tase suatu sektor maka semakin besar pula pengaruh sektor tersebut dalam perkembangan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu dengan melihat perkembangan suatu sektor dalam kurun waktu tertentu akan kurang tepat tanpa memperhatikan peranan sektor tersebut dalam PDRB secara keseluruhan dengan kurun waktu yang sama. Jadi kontribusi ini dapat dianggap sebagai penimbang jika kita ingin mengetahui perkem-bangan sektoral dan melihat peranan
suatu sektor atau melihat pengaruh perubahan dalam suatu sektor ter-hadap perubahan ekonomi daerah tersebut.
Kondisi perekonomian di kawas-an Jabodetabek sejak tahun 2002 hingga tahun 2005 rata-rata menga-lami peningkatan kecuali Kabupaten Kepulauan Seribu. Tahun 2002 laju pertumbuhan ekonomi wilayah Ke-pulauan Seribu sebesar -3,10%, tahun 2003 sebesar -13,67%, tahun 2004 sebesar -5,78% dan pada tahun 2005 sebesar -6,10%.
Laju pertumbuhan ekonomi
Jakarta Pusat mengalami kenaikan sebesar 4,74% pada tahun 2002, 5,18 tahun 2003, 6% pada tahun 2004 dan 6,08% pada tahun 2005. Laju pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta Timur meningkat 4,89% pada tahun 2002, 5,26% pada tahun 2003, 5,75% pada tahun 2004 dan 5,92% pada tahun 2005. Laju pertumbuhan ekonomi Jakarta Utara pada tahun 2002 sebesar 4,78%, 5,23% tahun 2003, 5,75 tahun 2004 dan 6,02% pada tahun 2005. Laju pertumbuhan ekonomi wilayah Jakarta Barat sejak tahun 2002 mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2002 sebesar 4,87%, 5,26% pada Tabel.1. Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Jabodetabek
Wilayah
Laju Pertumbuhan Ekonomi
2002 2003 2004 2005 Jakarta Pusat 4,74 5,18 6,00 6,08 Jakarta Timur 4,89 5,26 5,75 5,92 Jakarta Utara 4,78 5,23 5,75 6,02 Jakarta Barat 4,87 5,26 5,74 6,03 Jakarta Selatan 4,61 5,58 5,84 6,04 Pulau Seribu -3,10 -13,67 -5,78 -6,10 Kota Bekasi 5,25 5,36 5,6 Kota Tangerang 5,17 4,56 4,44 6,40 Kota Depok 5,89 6,10 6,29 6,41 Kota Bogor 5,79 6,07 7 Sumber : BPS
22 tahun 2003, 5,74% pada tahun 2004 dan 6,03 pada tahun 2005. Laju
pertumbuhan ekonomi wilayah
Wilayah Jakarta sejak tahun 2002 mengalami peningkatan. Tahun 2002 laju pertumbuhan ekonomi wilayah ini sebesar 4,61%, tahun 2003 sebesar 5,58%, Tahun 2004 sebesar 5,84% dan pada tahun 2005 sebesar 6,04%. Kota Bekasi menunjukkan ada-nya pertumbuhan yang cukup sig-nifikan selama periode tahun 2002-2005, mengalami laju pertumbuhan dari 5,25% pada tahun 2003, 5,36% tahun 2004 dan 5,60% pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 5,71% (dihitung dengan PDRB atas harga konstan Tahun 2000).
Kota Tangerang sejak tahun 2001 hingga tahun 2005, pertumbuh-an ekonomi di wilayah ini menunjuk-kan gambaran yang positif terhadap proses perbaikan ekonomi. Pada tahun 2002, perekonomian tumbuh positif 4,56% melambat dari tahun sebelumnya yang mengalami pertum-buhan 5,17%. Pada tahun 2003 pertumbuhannya semakin melambat 4,44%. Pada tahun 2004 pertum-buhannya memperlihatkan kenaikan yang cukup signifikan yaitu mencapai 6,40%. Begitu juga dengan tahun 2005 kembali mengalami peningkatan menjadi 7,40%. Hal tersebut mem-perlihatkan semakin baiknya kondisi perekonomian Kabupaten Tangerang. Kota Depok pada tahun 2001 mengalami peningkatan sebesar 5,89%, sedangkan pada tahun 2002
meningkat 6,10%, tahun 2003
meningkat 6,29%, tahun 2004
sebesar 6,41% dan pada tahun 2005 meningkat sebesar 6,93%( Menurut Harga Konstan tahun 2000).
Terahir Kota Bogor mengalami peningkatan sejak tahun 2001 yakni sebesar 5,79% pada tahun 2002, 6,07% pada tahun 2003, 7% pada tahun 2004 dan pada tahun 2005 mengalami sedikit penurunan yaitu pertumbuhan ekonomi hanya naik sebesar 6,1%.
2. Struktur Ekonomi
Secara umum gambaran ke-majuan ekonomi suatu daerah biasa-nya dilakukan pengelompokan sektor ekonomi yang terdiri atas:
a. Primer b. Sekunder c. Tersier
Struktur perekonomian di suatu wilayah dapat menggambarkan sek-tor-sektor yang menjadi mesin per-tumbuhan ekonomi daerah (engine of growth). Pembangunan wilayah Kota atau Negara adalah menuju pem-bangunan ekonomi yang semula di-dominasi oleh sektor primer, kemudi-an menuju dominasi sekunder, pada fase akhir menuju pada dominasi sektor tersier.
Distribusi persentase PDRB se-cara sektoral menunjukkan peranan masing-masing sektor dalam pem-bentukan PDRB secara keseluruhan. Semakin besar persentase suatu sektor maka semakin besar pula pengaruh sektor tersebut dalam per-kembangan ekonomi suatu daerah. Oleh karena itu dengan melihat perkembangan suatu sektor dalam kurun waktu tertentu akan kurang tepat tanpa memperhatikan peranan sektor tersebut dalam PDRB secara keseluruhan dengan kurun waktu yang sama. Jadi persentase ini dapat dianggap sebagai penimbang apabila kita ingin melihat perkembangan sektoral dengan lebih teliti, dalam arti
lain jika peranan suatu sektor besar dan terjadi perubahan kecil saja dalam sektor tersebut, maka akan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perubahan ekonomi daerah tersebut. Sebaliknya jika peranan suatu sektor kecil dan terjadi per-ubahan baik besar maupun kecil dalam sektor tersebut, maka penga-ruh yang diakibatkan kurang signi-fikan terhadap perubahan ekonomi daerah tersebut.
Wilayah Jabodetabek terbagi atas 3 tipologi struktur ekonominya, yaitu sebagai berikut:
1. Tipe I: Dominasi Sektor Primer 2. Tipe II: Dominasi Sektor Sekunder 3. Tipe III: Dominasi sektor Tersier a. Tipe I,
Adalah wilayah yang memiliki struktur ekonomi didominasi sektor primer, hanya Kabupaten Kepulauan Seribu yang kaya dengan minyak, sehingga sektor primer sangat dominan.
Tabel 2. Struktur Ekonomi Wilayah Tipe I
b. Tipe II
Adalah wilayah yang memiliki struktur ekonomi yang didominasi oleh sektor sekunder, karena memiliki potensi sebagai kawasan industri. Tipe II ini terdiri dari Jakarta Utara,
Kota Bekasi, dan Tangerang.
Struktur selengkapnya disajikan sebagai berikut:
Tabel 3. Struktur Ekonomi Wilayah Tipe II Sektor Jakut Bekasi Tangerang Primer 0.155% 1.055% 9.514% Sekunder 56.922% 52.673% 63.627% Tersier 42.924% 46.273% 26.859% c. Tipe III
Wilayah Jabodetabek yang
memiliki tipe III, yakni yang didominasi oleh sektor tersier adalah Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Depok dan Kota Bogor. Khusus untuk Kota Depok, masih dalam golongan transisi karena komposisinya hampir seimbang antara sektor sekunder dan tersier.
Dengan demikian Kota Bekasi dalam lingkup Jabodetabek masih tergolong tipe II, sehingga belum tergolong sebagai kota jasa. Masih satu tipe dengan Jakarta Utara dan Tangerang. Perubahan struktur ini, tidak difahami sebagai perubahan produktivitas masing-masing sektor namun percepatan dan proporsi sum-bangan masing-masing sektor yang harus mengalami perubahan.
Perubahan proporsi sektor ini harus ditunjang dengan perubahan kualitas tenaga kerja, menuju pada tenaga kerja yang terampil pada sektor sekunder dan tersier, dan mengurangi beban dari sektor primer. Jika perubahan yang terjadi dari sek-tor primer ke sekunder tidak disertai dengan penyerapan di sektor sekun-der dan tersier, maka akan terjadi pengangguran yang luar biasa. Dan mereka akhirnya akan masuk pada sektor informal.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa Kota Bekasi dalam lingkup wilayah megapolitan Jabodetabek tergolong Tipe II, yang mana struktur ekonominya masih Sektor P.SERIBU
Primer 89.996%
Sekunder 1.760%
24 didominasi oleh sektor sekunder yang berangsur-angsur menuju dominasi sektor jasa.
3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Ber-dasarkan Kelompok Sektor
Selain pengelompokan atas sek-tor lapangan usaha, untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi wilayah Jabodetabek dapat dilihat pada perkembangan PDRB berdasarkan kelompok sektor. Ada-pun kelompok sektor tersebut me-liputi:
1. Sektor primer, yaitu sektor yang tidak mengolah bahan mentah atau bahan baku melainkan hanya mengadayagunakan sumber-sum-ber alam seperti tanah dan depo-sit di dalamnya. Yang termasuk kelompok ini adalah sektor per-tanian serta sektor pertambangan dan penggalian.
2. Sektor sekunder, yaitu sektor yang mengolah bahan mentah atau bahan baku baik berasal dari sektor primer maupun dari sektor sekunder menjadi barang yang lebih tinggi nilainya, sektor ini mencakup sektor industri peng-olahan, sektor listrik, gas dan air minum dan sektor konstruksi. 3. Sektor Tersier, atau dikenal
sebagai sektor jasa, yaitu yang tidak memproduksi dalam bentuk fisik melainkan dalam bentuk jasa. Sektor yang tercakup adalah
sektor perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan ko-munikasi, bank dan lembaga ke-uangan lainnya dan jasa- jasa.
Dilihat dari kelompok sektor, Laju Pertumbuhan di DKI Jakarta sejak tahun 2001 didominasi oleh kelompok tersier. Pada tahun 2005 laju pertumbuhan kelompok tersier sebesar 6,32% diikuti kelompok
sekunder sebesar 5,41% dan
kelompok primer sebesar –5,39%. Hal ini menggambarkan bahwa ke-lompok tersier mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap per-ekonomian di DKI Jakarta.
Laju pertumbuhan di Kota
Bekasi selama empat tahun terakhir didominasi oleh kelompok sektor tersier. Pada tahun 2005 laju per-tumbuhan kelompok tersier sebesar 27,43% diikuti oleh kelompok sektor sekunder yakni sebesar 22,63% dan kelompok sektor primer sebesar 22,15%. Hal ini menggambarkan bahwa pengaruh kelompok sektor tersier yang mencakup sektor
bermacam-macam jasa di Kota
Bekasi cukup besar.
Laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Tangerang selama tiga tahun terakhir ini didominasi oleh kelompok sektor tersier dan sekun-der, namun utamanya adalah didomi-nasi oleh kelompok sektor tersier. Pada tahun 2005 kelompok sektor sekunder memiliki laju pertumbuhan
Tabel 5. LajuPertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Kelompok Sektor Tahun 2005(dalam%)
KelompokSektor DKI Jakarta Bekasi Tangerang Depok Bogor
Primer -5,39 22,15 3,83 4,70 4,3
Sekunder 5,41 22,63 7,26 8,03 6,19
Tersier 6,32 27,43 9,07 5,90 6,09
ekonomi sebesar 9,07% diikuti kelom-pok sektor sekunder sebesar 7,26% dan sektor primer sebesar 3,83%. Fenomena ini menggambarkan bah-wa kelompok sektor tersier mem-berikan pengaruh yang berarti ter-hadap perekonomian di Kabupaten Tangerang.
Berdasarkan kelompok sektor, untuk Kota Depok dapat dilihat bahwa semua kelompok sektor di Kota Depok mengalami peningkatan. Ke-lompok sektor yang mengalami pe-ningkatan terbesar pada tahun 2005 adalah kelompok sekunder sebesar 8,03% diikuti kelompok tersier sebesar 5,90% dan kelompok sektor primer sebesar 4,70%. Hal ini meng-gambarkan bahwa kelompok sektor sekunder memberikan kontribusi yang besar dalam perekonomian di Kota Depok.
Untuk Kota Bogor, berdasarkan kelompok sektor maka laju per-tumbuhan ekonomi wilayah ini di-dominasi oleh kelompok sekunder dengan laju pertumbuhan pada tahun
2005 sebesar 6,09% diikuti kelompok sektor tersier sebesar 6,19% dan kelompok primer sebesar 4,3%. Hal ini menggambarkan bahwa pengaruh kelompok sektor sekunder pada pertumbuhan ekonomi kota Bogor cukup besar.
4. Sektor Basis Ekonomi di Wilayah Jadebotabek
Sektor basis ekonomi adalah sektor yang berperan dalam per-kembangan ekonomi wilayah. Lawan-nya adalah sektor non basis ekonomi, karena perannya dibawah rata-rata wilayah Jabodetabek. Dengan kata lain sektor basis ekonomi adalah kunci dalam mendorong pertumbuhan wilayah.
Indentifikasi sektor basis eko-nomi dapat didekati dengan Location Quotient (LQ). Nilai LQ > 1 berarti sektor basis, jika nilai LQ < 1 menunjukkan sektor non basis. Berdasarkan pendekatan LQ ini, nilai LQ selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6 dibawah ini.
Tabel 6.Nilai LocationQuotion(LQ) BerdasarkanWilayahKota/Kabupatendi Jadebotabek
LapanganUsaha WilayahKota di Jadebotabek
Jakpus Jakbar Jakut Jaktim Jaksel P.Seribu Bekasi Depok Tangerang Bogor 1. Pertanian 0.03 0.17 0.24 0.15 0.15 4.30 1.64 5.20 14.67 0.55 2. Pertambangandan Penggalian - - - 309.88 - - 0.28 -3. Industri Pengolahan 0.08 0.43 2.25 1.76 0.09 0.02 2.28 1.89 2.68 1.36 4. Listrik, GasdanAir Minum 0.35 0.78 1.43 0.60 0.26 0.05 1.95 2.96 5.80 2.96 5. Bangunan/Konstruksi 0.89 1.13 0.91 0.93 1.54 0.13 0.36 0.60 0.20 0.78 6. Perdaganagan, Hotel dan
Restoran 0.90 1.36 0.88 0.97 0.99 0.26 1.37 1.32 0.60 1.45 7. Pengangkutandan Komunikasi 0.61 1.35 1.44 1.19 0.75 0.05 0.98 0.64 0.90 1.20 8. BankdanLembaga KeuanganLainnya 1.84 0.99 0.21 0.49 1.58 0.02 0.12 0.31 0.09 0.49 9. Jasa-Jasa 1.31 1.16 0.68 0.96 1.11 0.17 0.60 0.66 0.41 0.70
26 Peta kekuatan ekonomi ber-dasarkan pendekatan ekonomi basis, dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel tersebut menunjukkan bahwa masing-masing wilayah kota di Jabodetabek memiliki keunggulan dalam ekonomi. Keunggulan masing-masing wilayah adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 7.
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat beberapa wilayah yang memiliki karakteristik hubungan horisontal yang berpotensi untuk ber-saing dan hubungan vertikal sebagai hubungan yang sinergis, misalnya: 1. Aspek Kota Bekasi struktur
eko-nomi hampir sama dengan Jakar-ta UJakar-tara, Tangerang.
2. Kota Bekasi Aspek sektor basis memiliki kemiripan dengan Tange-rang, Depok, Bogor.
Berdasarkan karakteristik di atas, maka bagi kota yang memiliki
hubungan horizontal jika tiada ada inovasi dan diversifikasi maka akan terjadi hubungan kompetisi bukan komplemen.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan
Wilayah megapolitan Jabode-tabek telah mengalami perkembang-an secara ekonomi, kecuali wilayah yang baru dimekarkan, yakni Ke-pulauan Seribu, karena membawa misi wilayah konservasi laut.
Penelitian menunjukkan bahwa wilayah megapolitan Jabodetabek terbagi atas tiga karakter, yakni tipe I dominasi sektor primer, yakni Kabu-paten Pulau Seribu, Tipe II dominasi sektor industri dan Tipe III dominasi sektor tersier.
Penelitian ini juga menyimpul-kan bahwa masing-masing wilayah Tabel 7. Wilayah dengan Jumlah Penduduk dan Sektor Penggeraknya
Wilayah
Jumlah
Penduduk (jiwa) Penggerak Ekonomi
Jakarta Pusat 1115952 perbankan dan jasa, terutama kegiatan jasa pemerintah Jakarta Timur 1959022 industri dan Pengangkutan dan Komunikasi
Jakarta Utara 1181096 Industri, Listrik, gas dan Air minum
Jakarta Barat 2241732 bangunan/konstruksi, perdagangan hotel danrestauran dan Jasa Jakarta Selatan 1703491 bangunan/konstruksi, bank dan keuangan lainnya, danJasa -jasa termasuk pemerintah Kepulauan Seribu 17973 Pertambangan dan Pertanian
Bekasi 1556176 1) Pertanian, 2) Industri, 3) listrik, gas dan Air minum dan 4) Perdagangan, Hotel dan Restoran.
Tangerang 3187000 1) pertanian, 2) Industri 3) listrik, gas dan air minum Depok 131349 1) Pertanian, 2) Industri, 3) listrik, gas dan Air minum dan
4) Perdagangan, Hotel dan Restoran. Bogor 834000 1) Industri, 2) listrik, gas dan Air minum dan 3)
Perdagangan, Hotel dan Restoran.
megapolitan Jabodetabek memiliki sektor basis sebagai penggerak atau prime mover bagi masing-masing wilayah. Masing-masing sektor prime mover dapat bersinergi, ada juga yang berkompetisi secara horizontal. Saran
Masing-masing wilayah sebaik-nya mendalami dan mengembangkan komiditas yang menjadi prime mover-nya, sehingga menjadi identitas bagi wilayahnya, di samping itu juga pen-dalaman secara vertikal dapat me-lahirkan inovasi produk-produknya. Daftar Pustaka
Blair, J.P. 1991. Urban and Regional Economics. Irwin. Boston. Dicken, P. and P. E. Lloyd. 1990.
Location in Space, Theoretical
Perspective in Economic Geo-graphy. Third Edition. Harper Collins Publisher, New York. Arsyad, L. 1999. Pengantar
Peren-canaan dan Pembangunan Eko-nomi Daerah. BPFE. Yogya-karta.
Hoover, E. M and F. Giarratani.
1985. An Introduction to
Regional Economics. Third Edition. Alfred A Knopf. New York.
Lang, R, E and Dawn Dhavale. 2003. America’s Megapolitan Area. Landline Journal. July 2005: Lincoln Institute of Land Policy. Lang, Robert E., Dawn Dhavale, and
Kristin Haworth. 2004. Micro Politics: The 2004 Presidential vote in small-town