• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kompos Proses Pengomposan Anaerobik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Kompos Proses Pengomposan Anaerobik"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Kompos

Pupuk dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar dapat menambah unsur hara atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan dan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung nitrogen yang berasal dari tumbuhan dan hewan (Sutanto, 2002). Suriawiria (2003) menyatakan bahwa pupuk organik mempunyai kandungan unsur hara, terutama N, P, dan K yang relatif sedikit dibandingkan dengan pupuk anorganik, tetapi mempunyai peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan kesehatan tanaman.

Pengomposan menurut Yang (1997), merupakan suatu proses biooksidasi yang menghasilkan produk organik yang stabil dan dapat dikontribusikan secara langsung ke tanah serta digunakan sebagai pupuk. Harada et al. (1993) menyatakan produk dari pengomposan berupa kompos apabila diberikan ke tanah akan mempengaruhi sifat fisik, kimia maupun biologis tanah.

Proses Pengomposan Anaerobik

Dekomposisi secara anaerobik merupakan modifikasi biologis pada struktur kimia dan biologi bahan organik tanpa kehadiran oksigen (hampa udara). Proses tersebut merupakan proses yang dingin dan tidak terjadi fluktuasi suhu, seperti yang terjadi pada proses pengomposan aerobik.

Proses pengomposan secara anaerobik akan menghasilkan metana (alkohol), CO2, dan senyawa lain seperti asam organik yang memiliki berat molekul rendah (asam asetat, asam propionat, asam butirat, dan asam laktat). Proses anaerobik umumnya dapat menimbulkan bau yang tajam. Sisa hasil pengomposan anaerobik berupa lumpur yang mengandung air sebanyak 60% dengan warna cokelat gelap sampai hitam. Kehilangan unsur hara pada proses pengomposan secara anaerobik sedikit, sehingga umumnya mempunyai kandungan unsur hara yang lebih tinggi dari proses pengomposan secara aerobik (Samekto, 2006)

(2)

4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan Anaerobik Ukuran Bahan

Proses pengomposan dapat dipercepat jika bahan mentah kompos dicincang menjadi bahan yang lebih kecil. Bahan yang kecil akan cepat didekomposisi karena peningkatan luas permukaan untuk aktivitas organisme perombak (Gaur, 1983).

Menurut Murbandono (1993), sampai batas tertentu semakin kecil ukuran partikel bahan maka semakin cepat pula waktu pelapukannya.

Rasio Karbon-Nitrogen (C/N)

Rasio C/N bahan organik merupakan faktor yang paling penting dalam pengomposan. Hal tersebut disebabkan mikroorganisme membutuhkan karbon untuk menyediakan energi (Gunawan dan Surdiyanto, 2001) dan nitrogen yang berperan dalam memelihara dan membangun sel tubuhnya (Triadmojo, 2001). Kisaran rasio C/N yang ideal adalah 20-40, dan rasio yang terbaik adalah 30 (Center for policy and Implementation Study, 1992). Rasio C/N yang tinggi akan mengakibatkan proses berjalan lambat karena kandungan nitrogen yang rendah, sebaliknya jika rasio C/N terlalu rendah akan menyebabkan terbentuknya amoniak, sehingga nitrogen akan hilang ke udara (Gunawan dan Surdiyanto, 2001).

Temperatur Pengomposan

Pengomposan akan berjalan optimal pada suhu yang sesuai dengan suhu optimum pertumbuhan mikroorganisme perombak. Menurut Murbandono (1993), suhu optimum pengomposan berkisar antara 35-55 oC, akan tetapi setiap kelompok mikroorganisme mempunyai suhu optimum yang berbeda sehingga suhu optimum pengomposan merupakan integasi dari berbagai jenis mikroorganisme.

Derajat Keasaman (pH)

Identifikasi proses degradasi bahan organik pada proses pengomposan dapat dilakukan dengan mengamati terjadinya perubahan pH kompos. Menurut Center for Policy and Implementation Study (1992), derajat keasaman (pH) yang dituju adalah 6-8,5 yaitu kisaran pH yang pada umumnya ideal bagi tanaman. Hasil dekomposisi bahan organik ini menghasilkan kompos yang bersifat netral sebagai akibat dari sifat- sifat basa bahan organik yang difermentasikan. Pada pengomposan pupuk organik

(3)

5 padat nilai pH pada hari ketiga berkisar dari 7,66-8,84 dan hari ke-enam berkisar pada 8,66-9,08 (Nengsih, 2002).

Mikroorganisme yang Terlibat dalam Pengomposan

Pengomposan akan berjalan lama jika mikroorganisme perombak pada permulaannya sedikit. Mikroorganisme sering ditambahkan pada bahan yang akan dikomposkan yang bertujuan untuk mempercepat proses pengomposan (Indriyani, 1999).

Populasi mikroorganisme selama berlangsungnya proses pengomposan akan berfluktuasi. Berdasarkan kondisi habitatnya (terutama suhu), mikroorganisme yang terlibat dalam pengomposan tersebut terdiri dari dua golongan yaitu mesofilik dan termofilik. Mikroorganisme mesofilik adalah mikroorganisme yang hidup pada suhu antara 45-65 oC. Pada waktu suhu tumpukan kompos kurang dari 45 oC, maka proses pengomposan dibantu oleh mesofilik di atas suhu tersebut (45-65 oC) mikroorganisme yang berperan adalah termofilik (Gaur, 1983 dan Center for Policy and Implementation Study, 1992). Menurut Center for Policy and Implementation Study (1992), mikroorganisme mesofilik pada hakekatnya berfungsi memperkecil ukuran partikel zat organik sehingga luas permukaan partikel bertambah. Menurut Gaur (1983), bakteri termofilik yang tumbuh dalam waktu yang terbatas berfungsi untuk mengkonsumsi karbohidrat dan protein, sehingga bahan-bahan kompos dapat terdegradasi dengan cepat.

Aktivator

Aktivator merupakan bahan yang mampu meningkatkan dekomposisi bahan organik (Gaur, 1983). Aktivator mempengaruhi proses pengomposan melalui dua cara, cara pertama yaitu dengan menginokulasi strain mikroorganisme yang efektif dalam menghancurkan bahan organik (pada activator organic), kedua yaitu meningkatkan kadar N yang merupakan makanan tambahan bagi mikroorganisme tersebut.

EM4 (Effective Microorganisms4)

Sekitar tahun 1980, Prof Dr. Teruo Higa dari Jepang mengembangkan teknologi Mikroorganisme Efektif (ME) sebagai alternatif dalam mewujudkan konsep pertanian alami. Mikroorganisme efektif adalah suatu larutan yang terdiri dari

(4)

6 kultur pertanian alami dan merupakan kultur campuran berbagai mikroba yang bermanfaat bagi tanaman dan berfungsi sebagai bio-inokulan. Setiap spesies mikroba mempunyai fungsi dan peranan masing-masing yang bersifat saling menunjang dan bekerja secara sinergis. Larutan ME di pasaran umum diperdagangkan dengan merek EM4 (Higa dan Wididana, 1994).

Higa dan Wididana (1994) menyatakan, bahwa effective Microorganisms4 (EM4) mengandung lima jenis mikroorganisme utama yaitu Lactobacillus sp.

(bakteri asam laktat) dalam jumlah besar, bakteri fotosintesis, ragi, Actinomycetes dan jamur fermentasi, yang bekerja secara sinergis untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Mikroorganisme Lokal (MOL) Tapai

Tapai adalah sebuah makanan yang terbuat dari singkong yang difermentasi dengan ragi tapai. Mikroba yang terdapat di dalam ragi adalah kapang, khamir dan bakteri. Bakteri yang sering ditemukan di dalam ragi tape berasal dari genus Pediococcus dan Basillus. Kapang yang berperan adalah Amylomyces, Mucor dan Rhizopus sp. Khamir yang berperan adalah Endomycopsis fibuliger, Saccharomyces cerevisiae dan Hansenula sp. (Saono et al., 1982). Proses pembuatan ragi tapai dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Proses Pembuatan Ragi Tapai

(5)

7 MOL tapai dibuat dengan mencampurkan tapai singkong dengan air dan gula.

Campuran tersebut disimpan di dalam botol dan didiamkan selama 5 hari. Setelah 5 hari, MOL sudah dapat digunakan. Sejumlah 2,5 liter MOL dapat digunakan untuk membuat 1 ton kompos (Setiawan dan Tim ETOSA, 2010).

Kotoran Domba

Gatenby (1986) mengemukakan bahwa kotoran domba mengandung N, P, K dan mineral-mineral esensial untuk pertumbuhan tanaman juga mengandung bahan organik yang dapat memperbaiki struktur tanah, mengurangi erosi dan menambah kapasitas tanah untuk memegang air. Menurut Wibisono & Basri (1993), kotoran domba berdasarkan berat kering oven memiliki rasio C/N 29; kandungan N 1,78%;

fosfor 0,79%, dan kalium. Gatenby (1986) mengemukakan bahwa kotoran domba mengandung N, P, K, dan mineral-mineral esensial untuk pertumbuhan. Kandungan hara kotoran domba dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Hara Kotoran Domba

Sumber: A= Soepardi (1983), B= Kammlade (1985), C= Setiawan (1998)

Batang Pisang

Batang atau pelepah pisang merupakan bagian dari tanaman pisang yang berada di atas tanah yang berfungsi sebagai kultur penyangga daun, tunas, dan buah.

Batang pisang berfungsi sebagai jalan pengakutan hasil-hasil asimilasi dari atas ke bawah. Batang semu tersusun dari cekungan-cekungan pelepah daun. Cekungan pelepah daun tersebut umumnya terdapat pada tumbuhan yang tergolong dalam tumbuhan berbiji tunggal atau Monocotyledonae gabungan daun tersebut berbentuk sirkuler (Tjitrosoepomo, 1988).

Unsur Hara A (Padat) B (Padat) C

Padat Cair ---%---

H2O 66 64 60 85

N 5,06 1,44 0,6 1,50

P 0,67 0,22 0,3 0,13

K 3,97 1,01 0,17 1,80

(6)

8 Batang pisang sebagian berisi air dan serat (selulosa), disamping mineral, kalium, dan fosfor. Komposisi kimia batang pisang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu komposisi tanah, frekuensi pemotongan, fase pertumbuhan, pemupukan, iklim setempat, dan ketersediaan air. Serat batang pisang mengandung 63% selulosa, 20%

hemiselulosa, dan 5% lignin (Small, 1954 dalam Wijaya, 2002).

Kangkung (Ipomoea reptans poir)

Ipomea aquatic Forssk, sinonimnya adalah Ipomae reptans poir yang dalam bahasa Indonesia disebut kangkung, dikenal luas masyarakat Indonesia sebagai tanaman sayuran (Van Valkenburg dan Bunyapraphatsara, 2001). Tanaman ini di Asia Tenggara memiliki dua tipe yaitu kangkung merah yang dicirikan berbunga ungu atau merah jingga atau lembayung disebut juga sebagai kangkung air dan kangkung berbunga putih yang disebut dengan kangkung darat.

Kangkung memiliki kedudukan dalam tatanama (sistematika) tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:

Division : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Dycotyledoneae Famili : Convolvulaceae

Genus : Ipomoea reptans poir (kangkung darat)

Masyarakat Indonesia hampir semuanya mengenal kangkung. Kangkung merupakan tanaman menetap yang dapat tumbuh lebih dari satu tahun (Rukmana, 1994). Kangkung juga dikenal dengan tumbuhan yang tumbuh cepat dan memberikan hasil dalam waktu 4-6 minggu sejak dari benih. Di dataran rendah tropika sekitar khatulistiwa kangkung dapat dipanen sesudah 25 hari dan dapat menghasilkan lebih dari 20 ton/ha daun segar.

Pertumbuhan kangkung tidak terlalu sulit, kangkung dapat tumbuh di perairan dan daratan (bedengan). Kangkung yang tumbuh di perairan adalah kangkung air yang memiliki tangkai daun panjang, daun lebar dan warna hijau tua segar dan bunga berwarna ungu. Jenis kangkung darat berbeda dengan kangkung air.

Kangkung darat banyak tumbuh di lahan kering atau tegalan. Daun lebih langsing dengan ujung daun meruncing. Warnanya hijau pucat keputih-putihan dan warna bunga putih polos. Bunga ini dipelihara untuk menghasilkan biji sebagai benih yang

(7)

9 baru. Untuk kangkung darat, varietas sutra sangat baik dikembangbiakkan. Jenis ini bukan asli Indonesia, melainkan dari tempat yang cukup jauh di Pasifik, yakni di kepulauan Hawai. Penampilanya menarik, tumbuh tegak dengan daun yang berwarna pucat keputihan. Batang berwarna hijau muda dengan daun berbentuk segi tiga lebar.

Sedikit berbeda dengan sifat kangkung darat lainnya, kangkung sutra dapat dipanen pertama sekali pada umur 35-40 hari. Pada umur 50 hari bunganya yang berwarna putih sudah muncul. Kemampuan bercabang mencapai 2m. Produksinya pun tak kalah hebat, yaitu antara 12-44 ton/ha. Sedangkan kemampuan memproduksi bijinya adalah 6 ton/ha. Batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara kangkung berdasarkan analisis tanaman dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Batas antara Kecukupan dan Defisiensi Unsur Hara pada Kangkung berdasarkan Analisis Tanaman

Unsur hara Kangkung

N(%) 4,2

P(%) 0,26

K(%) 1,71

Ca(%) 0,36

Mg(%) 0,26

S(%) -

Sumber : Sanchez (1992)

Gambar

Gambar 1. Proses Pembuatan Ragi Tapai

Referensi

Dokumen terkait

Abbreviations 1 first person 2 second person abil abilitative abl ablative adv adverbial ben benefactive caus causative circ circumstantial cmp comparative cond conditional cop

Kepuasan Kerja mempunyai hubungan positif dan signifikan dengan Prestasi Kerja Karyawan, demikian juga Komitmen Organisasi mempunyai hubungan yang positif dan signifikan

kepada polisi karena telah mengamputasi kaki yang salah dari seorang pasien pada suatu prosedur emergensi. Hal lain yang sempat menjadi perhatian peneliti mengenai

Sebanyak 4 lansia (10,5%) mendapatkan dukungan yang tinggi dari keluarga, tetapi pada kenyataannya mkualitas hidupnya rendah, hal ini tentunya berbanding terbalik

4. Siswa menyiapkan diri agar siap untuk belajar serta memeriksa kerapihan diri dan bersikap disiplin dalam setiap kegiatan pembelajaran. Guru menyampaikan topik

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berita

Dari hasil jawaban responden untuk variabel Rekrutmen (X1) masih banyak responden yang menjawab ragu-ragu dengan total 49 responden untuk pernyataan “Proses

Dalam UU SPPA diversi dimaksudkan untuk menghindari efek negatif dari pemeriksaan konvensional peradilan pidana terhadap anak yang dilakukan oleh aparat penegak