• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS PADA GURU-GURU SEKOLAH DASAR NEGERI NEONBALI TAHUN AJARAN 2015/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS PADA GURU-GURU SEKOLAH DASAR NEGERI NEONBALI TAHUN AJARAN 2015/2016"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

171

PENINGKATAN KINERJA GURU MELALUI SUPERVISI KLINIS PADA GURU-GURU SEKOLAH DASAR NEGERI NEONBALI

TAHUN AJARAN 2015/2016

Oleh:

Aloysius Opat Aloisius L. Son

ABSTRAK

Berdasarkan hasil pengamatan serta wawancara penulis di tengah melaksanakan tugas sebagai supervisor dengan beberapa guru Sekolah Dasar di Kecamatan Mutis Kabupaten Timor Tengah Utara, ditemukan sebagian guru tidak menyiapkan perangkat pembelajaran. Sesungguhnya terdapat pula guru yang menyiapkan perangkat pembelajaran namun menurut hemat penulis, perangkat pembelajarannya tidak lengkap bahkan tidak dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Atas dasar masalah ini, maka dilaksanakan Penelitian Tindakan Kelas yang bertujuan meningkatkan Kinerja Guru Melalui Supervisi Klinis Pada Guru Sekolah Dasar Negeri Neonbali Tahun Ajaran 2015/2016.

Penelitian tindakan sekolah ini terjadi selama tiga (3) siklus, dengan setiap siklus berlangsung dalam 2 kali pertemuan. Data dalam penelitian ini berupa data kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran dengan menggunakan Angket kinerja guru, dan data kinerja guru di saat mengimplemetasikan perangkat pembelajaran dengan menggunakan pedoman observasi. Kedua alat dan cara ini digunakan dan atau dilakukan pada tahapan pengamatan setiap pertemuan kedua suatu siklus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, setelah melewati 3 siklus yang didalamnya dilaksanakan refleksi, terlihat adanya peningkatan kinerja guru-guru SDN Neonbali tahun ajaran 2015/2016 melalui supervise klinis. Hal ini dilihat dari peningkatan persentase ketuntasan dan rata-rata kinerja guru-guru sebagai subyek penelitian. Persentase ketuntasan klasikal siklus I sebesar 16.67% meningkat pada siklus II sebesar 66.67%, dan pada siklus III sebesar 83.33%. Peningkatan persentase ketuntasan kelas seiring pula dengan peningkatan rata-rata kinerja guru SDN neonbeli yakni pada siklus I sebesar 60.34 meningkat pada siklus II sebesar 68.07, selanjutnya meningkat pada siklus III yakni sebesar 74.14.

Kata kunci: Supervisi Klinis, Kinerja Guru

PENDAHULUAN

Guru adalah modal utama dalam pembelajaran. Guru bahkan memegang peranan signifikan dalam sebuah dinamika pendidikan. Kompentensi guru inilah yang harus diberdayakan pertama kali karena dampaknya sangat luas, bahkan hingga dalam hal internalisasi karakter dan pencerahan intelektual siswa. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja guru sangat dibutuhkan. Kinerja guru yang optimal merupakan dambaan setiap sekolah. Guru yang memiliki kinerja yang baik dapat dilihat dari berbagai performan yang ditampilkannya. Tugas dan tanggung jawab guru yang sangat muliah adalah melaksanakan pengajaran. Hamalik, O. (2004: 135) mendefinisikan bahwa pengajaran adalah suatu usaha manusia yang kompleks, oleh sebab banyaknya nilai-nilai dan faktor-aktor manusia yang turut terlibat di dalamnya. Dikatakan sangat muliah karena pengajaran adalah usaha membentuk manusia yang seutuhnya. Kegagalan pengajaran dapat merusaka satu generasi masyarakat.

Salah satu kinerja utama yang wajib dimiliki seorang guru adalah mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampuh dan

(2)

menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik untuk kompetensi pedagogis, serta mengembangkan perangkat pembelajaran yang diampuh secara kreatif dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi serta mengembangkan diri untuk kompetensi profesionalnya. Pernyataan ini terimplisit makna bahwa salah satu kinerja guru akan terlihat dari kemampuannya dalam menyiapkan perangkat pembelajaran, seperti pembuatan silabus, penyusunan RPP, menentukan dan memilih model/pendekatan/

strategi/metode pembelajaran, menggunakan media pembelajaran, menyusun perangkat tes dan penilaian yang semuanya itu dapat diimplementasikan dengan baik pada kegiatan pembelajaran. Sejalan dengan pernyataan di atas, Hamalik, O. (2004: 135) mengatakan bahwa salah satu faktor yang dapat membawa keberhasilan siswa dalam proses pengajaran guru senantiasa membuat perencanaan mengajar sebelumnya.

Salah satu perencanaan mengajar yang harus disiapkan guru sebelum mengajar adalah mengadakan perangkat yang akan dipergunakan dalam proses pembelajaran yang disebut perangkat pembelajaran. Menurut Ibrahim (2003: 3) dalam Trianto (2011: 201) bahwa perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar, lembar kegiatan siswa (LKS), instrumen evaluasi atau tes hasil belajar (THB), serta media pembelajaran. Hal ini menggambarkan bahwa sebelum proses pembelajaran berlangsung, seorang guru harus menyiapkan perangkat pembelajaran yang nantinya akan digunakan saat proses pembelajaran.

Menyiapkan perangkat pembelajaran sudah merupakan kewajiban bagi seorang guru, namun kenyataan menggambarkan bahwa sebagian besar guru tidak cenderung menyiapkan perangkat pembelajaran sebelum memulainya proses pembelajaran.

Sebagiannya pula mencoba menyiapkan perangkat pembelajaran namun hanya sebagai syarat pemenuhan administrative saja namun tidak menggunakannya saat pembelajaran berlangsung.

Upaya mengatasi persoalan di atas telah ditempuh oleh pemerintah dengan berbagai cara dan pendekatan, yang salah satunya adalah pendapingan guru-guru di setiap rayon oleh seorang supervisor atau pengawas, namun hingga saat ini sejauh pengamatan penulis yang kini juga sebagai pengawas tingkat Sekolah Dasar di Kecamatan Mutis Kabupaten Timor Tengah Utara, masalah yang diuraikan di atas masih ditemukan dan dihadapi oleh guru-guru. Fenomena yang ada sesuai dengan hasil pengamatan serta wawancara penulis di tengah melaksanakan tugas sebagai supervisor dengan beberapa guru Sekolah Dasar di Kecamatan Mutis Kabupaten Timor Tengah Utara, ditemukan sebagian guru tidak menyiapkan perangkat pembelajaran. Sesungguhnya terdapat pula guru yang menyiapkan perangkat pembelajaran namun menurut hemat penulis, perangkat pembelajarannya tidak lengkap bahkan tidak dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas.

Berdasarkan hasil wawancara pula penulis mendapat gambaran penyebab terjadinya masalah seperti yang diuraikan di atas yakni kebanyakan guru kurang paham cara membuat perangkat pembelajaran (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran/RPP, lembar kegiatan siswa/LKS, instrumen evaluasi atau tes hasil belajar/THB.

Berkaitan dengan faktor penyebab terjadinya masalah yang diuaraikan diatas, pengawas telah menjalankan tugas dalam hal supervisi akademik maupun supervisi managerial, namun masalah tidak ada dan tidak lengkapnya perangkat pembelajaran masih tetap ada, sehingga kegelisahan ini memotivasi penulis untuk mencari solusi dalam mengatasinya. Sehubungan dengan strategi pembelajaran yang tren saat ini yakni strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa, maka strategi bimbingan yang dipandang tepat untuk mengatasi masalah di atas berpusat pula pada guru, yakni strategi bimbingan yang datang dari, oleh, dan untuk guru yang disebut supervisi klinis.

(3)

173

Supervisi klinis berbeda dengan supervise akademik, seperti yang dikatakan Prasojo, D.L; dan Sudiyono (2011: 112) bahwa salah satu perbedaannya adalah supervise akademik dilakukan dengan inisitif awal dari supervisor, sedangkan supervise klinis dilakukan berdasarkan inisiatif awal dari guru. Pelaksanaan supervise klinis bagi guru muncul ketika guru tidak harus disupervisi atas keinginan kepala sekolah atau pengawas atau supervisor tetapi atas kesadaran guru datang ke supervisor untuk minta bantuan mengatasi masalahnya.

Konsep supervisi klinis dapat dianalogikan dengan seorang pasien yang sedang sakit dan ingin sembuh dari sakitnya, sehingga dia datang ke dokter untuk diobati. Jika seorang guru memiliki kesadaran seperti pasien tersebut, ketika mengalami kesulitan dalam tugasya, maka guru tersebut dapat dikatakan melakukan proses supervisi klinis.

Supervisi klinis datang dari kesadaran diri guru yang membutuhkan bimbingan, dan atas kesadaran sendiri oleh guru maka kesulitannya dengan mudah di atasi dan berimbas pada peningkatan kinerjanya sebagai seorang guru yang profesional. Alasan mendasar inilah yang memotivasi penulis untuk melakukan penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja guru melalui supervisi klinis, dengan rumusan hipotesis tindakan dalam PTS ini yakni melalui supervisi klinis dapat meningkatkan kinerja guru-guru Sekolah Dasar Negeri Neonbali Tahun Ajaran 2015/2016..

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Salah satu karakteristik dari penelitian tindakan sekolah adalah adanya tindakan (aksi) dalam ruang lingkup sekolah yang dilakukan melalui tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan, evaluasi dan refleksi.

Penelitian ini dilkasanakan pada tanggal 13 April sampai dengan 23 Mei 2015, dengan subyek penelitiannya berjumlah enam (6) orang yakni wali kelas I hingga wali kelas VI Sekolah Dasar Negeri Neonbali Tahun Ajaran 2015/2016.

Prosedur penelitian dilakukan dalam tiga (3) siklus, di mana setiap siklus berlangsung selama dua kali pertemuan, dengan tahapan-tahapan pada setiap pertemuan adalah perencanaan, tindakan, pengamatan, evaluasi dan refleksi.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung oleh peneliti dari guru-guru sebagai subyek penelitian. Data yang diperoleh berupa data kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran dengan menggunakan Angket kinerja guru, dan data kinerja guru di saat mengimplemetasikan perangkat pembelajaran dengan menggunakan pedoman observasi. Kedua alat dan cara ini digunakan dan atau dilakukan pada tahapan pengamatan setiap pertemuan kedua suatu siklus.

Baik data kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran, maupun data kinerja guru dalam mengimplemetasikan perangkat pembelajaran, dianalisis dengan menggunakan rumus:

PKG1 adalah Persentase Kinerja Guru dalam merancang perangkat pembelajaran,

PKG2 adalah Persentase Kinerja Guru dalam mengimplemetasikan perangkat pembelajaran, Sp adalah Skor Perolehan, dan Si adalah Skor Ideal

Hasil perhitungan PKG1 dan PKG2 dengan dalil di atas, selanjutnya dirata-ratakan dan dikomunikasikan dengan dengan tabel konversi berikut.

…. Sudjana (2011) dalam Son, A. (2013: 61)

(4)

Tabel 1. Konversi Rata-rata Kinerja Guru

No Interval Persentase Kriteria

1 84 < ≤ 100 Sangat baik

2 68 < ≤ 84 Baik

3 52 < ≤ 68 Cukup Baik

4 36 < ≤ 52 Kurang Baik

5 20 ≤ ≤ 36 Tidak Baik

Sumber: Dikti (2008) dalam Son, A. (2013: 61)

Indikator keberhasilan penelitian ini dilihat dari perolehan persentasi secara klasikal dengan ketentuan bahwa penelitian dikatakan berhasil jika ≥ 80% guru mencapai rata-rata kinerja guru yang ditetapakan sebesar 68%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian

Supervisi klinis berlangsung setiap hari kerja diluar jam pelajaran matematika dari 6 orang guru yang dijadikan sebagai subyek penelitian, sedangkan pengambilan data dilaksanakan pada setiap jam pelajaran matematika sesuai jadwal pelajaran di sekolah.

Hasil penelitian masing-masing siklus seperti uraian berikut.

Siklus I

Analisis data hasil pengamatan terhadap kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran siklus I menunjukkan bahwa dari dari keenam subyek penelitian, hanya 1 orang subyek yang berada pada kategori baik, 3 subyek dalam kategori cukup baik dan 2 subyek dalam kategori kurang baik, dengan rataanya dalam kategori cukup baik.

Sedangkan analisis data kinerja guru dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran siklus I menunjukan bahwa terdapat 2 subyek yang berada pada kategori baik, dan 4 subyek dalam kategori cukup baik, dengan rataanya dalam kategori cukup baik.

Berdasarkan analisis data hasil pengamatan terhadap kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran dan analisis data kinerja guru dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran siklus I, selanjutnya dirata-ratakan dengan hasilnya seperti pada tabel 1 berikut.

Tabel 1 Rekapitulasi rata-rata kinerja guru Siklus I

No Kode Subyek Rata-rata Kategori

1 S1 51.90 53.16 52.53 Cukup baik

2 S2 49.36 55.26 52.31 Cukup baik

3 S3 57 61.67 59.34 Cukup baik

4 S4 60.95 64.40 62.68 Cukup baik

5 S5 62.17 67.61 64.89 Cukup baik

6 S6 68.02 72.52 70.27 Baik

Rata-rata 60.34 Cukup baik

Data pada table 1 menunjukkan rata-rata kinerja guru siklus II sebesar 60.34 dalam kategori cukup baik. Dari keenam orang subyek penelitian, hanya satu orang saja yang mencapai standar ketuntasan kinerja guru, yakni subyek dengan kode S6, sehingga persentase ketuntasan secara klasikal sebesar 16.67%.

Siklus II

Analisis data hasil pengamatan terhadap kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran siklus II menunjukan bahwa terdapat 3 orang subyek yang berada pada kategori baik, dan 3 orang subyek lainnya dalam kategori cukup baik. Rataan kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran sebesar 66.81 dalam kategori cukup baik.

(5)

175

Sedangkan data kinerja guru dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran siklus I dianalisis, dan diperoleh bahwa terdapat 4 subyek yang berada pada kategori baik, dan 2 orang subyek dalam kategori cukup baik. Rataan kinerja guru dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran siklus II sebesar 69.32 dalam kategori baik.

Berdasarkan Analisis data hasil pengamatan terhadap kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran dan data kinerja guru dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran siklus I, diperoleh rata-rata kinerja guru masing-masing subyek seperti pada table 2 berikut.

Tabel 2 Rekapitulasi rata-rata kinerja guru Siklus II

No Kode Subyek Rata-rata Kategori

1 S1 61.45 65.04 63.25 Cukup baik

2 S2 60.00 63.33 61.67 Cukup baik

3 S3 68.02 69.27 68.65 Baik

4 S4 66.81 70.98 68.90 Baik

5 S5 71.14 72.01 71.58 Baik

6 S6 73.43 75.26 74.35 Baik

Rata-rata 68.07 Baik

Data pada table 2 menunjukkan bahwa rata-rata kinerja guru siklus II sebesar 68.07 dengan kategori baik. Dari keenam orang subyek penelitian, terdapat 4 orang yang mencapai standar ketuntasan kinerja guru, yakni subyek dengan kode S3, S4, S5, dan S6, sehingga persentase ketuntasan secara klasikal sebesar 66.67%.

Siklus III

Analisis data hasil pengamatan terhadap kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran siklus III menunjukan bahwa terdapat 5 orang subyek yang berada pada kategori baik, dan hanya 1 orang subyek lainnya dalam kategori cukup baik. Rataan kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran siklus III sebesar 74.61 dalam kategori baik.

Sedangkan analisis hasil pengamatan terhadap implementasi perangkat pembelajaran saat proses pembelajaran berlangsung menunjukan bahwa terdapat 5 orang subyek yang berada pada kategori baik, dan 1 orang subyek dalam kategori cukup baik. Rataan kinerja guru dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran siklus III sebesar 73.65 dalam kategori baik.

Berdasarkan analisis data hasil pengamatan terhadap kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran dan analisis hasil pengamatan terhadap implementasi perangkat pembelajaran saat proses pembelajaran siklus III berlangsung, diperoleh rata-rata kinerja guru masing-masing subyek seperti pada table 3 berikut.

Tabel 3 Rekapitulasi rata-rata kinerja guru Siklus III

No Kode Subyek Rata-rata Kategori

1 S1 71.14 72.01 71.58 Baik

2 S2 66.69 67.61 67.15 Cukup baik

3 S3 74.14 74.19 74.17 Baik

4 S4 76.17 73.72 74.95 Baik

5 S5 78.21 76.92 77.57 Baik

6 S6 81.33 77.44 79.39 Baik

Rata-rata 74.14 Baik

(6)

Data pada table 3 menunjukkan rata-rata kinerja guru siklus III sebesar 74.14 dengan kategori baik. Dari keenam orang subyek penelitian, terdapat 5 orang telah mencapai standar ketuntasan kinerja guru, yakni subyek dengan kode S1, S3, S4, S5, dan S6, sehingga persentase ketuntasan secara klasikal sebesar 83.33%.

Rekapitulasi rata-rata kinerja guru dari siklus I hingga siklus III seperti terlihat pada tabel 4.

Tabel 4 Rekapitulasi rata-rata kinerja guru dari siklus I, II, dan III

No Subyek

Rata-rata PKG Peningkatan Rata- rata

Siklus I Siklus II Siklus

III Siklus I-II

Siklus II- III

1 S1 52.53 63.25 71.58 10.72 8.33

2 S2 52.31 61.67 67.15 9.36 5.48

3 S3 59.34 68.65 74.17 9.31 5.52

4 S4 62.68 68.90 74.95 6.22 6.05

5 S5 64.89 71.58 77.57 6.69 5.99

6 S6 70.27 74.35 79.39 4.08 5.04

Rata-rata 60.34 68.07 74.14 7.73 6.07

%

Klasikal 16.67% 66.67%

83.33%

50%

16.66%

PEMBAHASAN

Penelitian tindakan sekolah ini berlangsung selama tiga (3) siklus dengan menerapkan supervisi klinis. Tindakan supervisi klinis berlangsung setiap hari kerja diluar jam pelajaran matematika dari 6 orang guru yang dijadikan sebagai subyek penelitian, sedangkan pengambilan data dilaksanakan pada setiap jam pelajaran matematika sesuai jadwal pelajaran di sekolah.

Pada siklus I, guru wali kelas yang merupakan subyek penelitian seolah terbawa dengan pola supervise akademis sehingga bimbingan klinisnya berlangsung tidak sesuai dengan yang diharapkan. Para guru terkesan malu dan kakuh selama proses supervise klinis berlangsung. Peneliti merasakan seolah terdapat jurang pemisah antara subyek dengan peneliti. Hal ini dilihat dari mental psikis subyek yang tidak stabil saat bimbingan berlangsung. Sama halnya dengan situasi saat proses pembelajaran berlangsung. Subyek penelitian merasa tidak bebas dalam mengajar karena kehadiran peneliti di dalam kelas.

Hal ini tidak diinginkan dalam supervise klinis karena dalam supervise klinis seperti yang diungkapkan oleh Arikunto, S; (2004: 103) bahwa yang diutamakan adalah adanya kebebasan antara yang mensupervisi dengan yang disupervisi. Oleh karena situasi dan kondisi pada siklus I seperti diuraikan di atas, sehingga berakhibat pada kinerjanya di mana rata-rata kinerja guru hanya mencapai 60.34 dengan persentase ketuntasan kelas sebesar 16.67%.

Situasi dan kondisi supervise klinis pada siklus II hampir sama dengan siklus I namun beberapa guru sudah terbiasa dan paham akan makna dari supervise klinis.

Perubahan ini pun terjadi karena peneliti bersama kepala sekolah memberikan motivasi kepada para subyek agar tidak menganggap peneliti dan kepala sekolah sebagai atasan, tetapi memandangnya sebagai mitra kerja. Selain itu, oleh karena supervise klinis harus dilakukan atas inisiatif awal dari guru, sehingga disaat bimbingan berlangsung, peneliti sebagai supervisor mendengarkan dengan cermat permasalahan yang disampaikan guru

(7)

177

dan berbicara seperluhnya disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi guru. Upaya yang dilakukan seperti diuraikan ini dinyatakan berhasil sehingga kinerja guru pada siklus II mengalami peningkatan yakni rata-rata kinerja guru sebesar 68.07 dengan persentasi ketuntasan klasikalnyanya adalah 66.67%.

Selanjutnya bimbingan klinis terus dilakukan sehingga terus terjadi peningkatan kinerja guru SDN Neonbali pada siklus III yakni rata-rata kinerjanya mencapai 74.14 dengan persentase ketuntasan klasikalnya adalah 83.33%. Hasil penelitian selama tiga (3) siklus ini menunjukkan bahwa kinerja guru-guru SDN Neonbali mengalami peningkatan akhibat dari tindakan melalui supervise klinis, yang ditandai dengan rata-rata kinerja guru pada siklus I sebesar 60.34 dalam kategori cukup baik, meningkat pada siklus II sebesar 68.07 dengan kategori baik, selanjutnya terus meningkat pada siklus III yakni rata-rata kinerja guru sebesar 74.14 dengan kategori baik. Hal ini berarti bahwa semakin seringnya dilakukan supervisi klinis, maka semakin tinggi pula kinerja guru, dan sebaliknya semakin jarang dilakukan supervisi klinis, maka semakin rendah pula kinerja guru. Peningkatan kinerja guru melalui supervise klinis mengakhibatkan guru-guru SDN Neonbali merasa puas karena masalah-masalah yang menyelimuti guru SDN Neobali selama ini dapat dipecahkan, seperti yang dikatakan Arikunto, S. (2004: 94) bahwa melalui supervise klinis, guru akan merasa puas karena telah mendapaatkan pembinaan yang sesuai dengan yang diperlukan, yaitu memecahkan masalah yang dijumpai secara tepat sasaran sehingga problema mengajar akan dapat teratasi.

Peningkatan rata-rata kinerja guru dari siklus I hingga siklus III terlihat seperti gambar berikut.

Sedangkan peningkatan persentase ketuntasan secara klasikal dari siklus I hingga siklus III seperti terlihat pada gambar berikut.

(8)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian sebelumnya, peneliti dapat menyimpulkan bahwa melalui supervise klinis dapat meningkatkan kinerja guru- guru SDN Neonbali tahun ajaran 2015/2016. Hal dilihat dari peningkatan kinerja guru dalam merancang perangkat pembelajaran (RPP, LKS, dan THB) serta peningkatan kinerja guru dalam mengimplementasikan perangkat pembelajaran dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Persentase ketuntasan klasikal siklus I sebesar 16.67% meningkat pada siklus II sebesar 66.67%, dan pada siklus III sebesar 83.33%. Peningkatan persentase ketuntasan kelas seiring pula dengan peningkatan rata-rata kinerja guru SDN neonbeli yakni pada siklus I sebesar 60.34 (kategori cukup baik) meningkat pada siklus II sebesar 68.07 (kategori baik), selanjutnya meningkat pada siklus III yakni sebesar 74.14 (kategori baik).

Saran

Beberapa saran yang dapat diampaikan peneliti berkaitan dengan hasil penelitian ini yakni:

1. Tindakan supervisi klinis sangat perlu ditingkatkan, baik dari sisi kontinuitas maupun kualitas layanan supervisi, karena dalam kenyataannya supervisi klinis banyak membantu guru dalam meningkatkan kinerjanya sebagai seorang guru.

2. Para guru SDN Neonbali hendaknya secara terus menerus meningkatkan kemampuannya agar dapat ditampakkan kinerja guru yang optimal. Supervisi klinis pada dasarnya bukanlah inisiatif dari supervisor, melainkan inisiatif guru. Karenanya hendaknya para guru tidak segan-segan untuk meminta supervisor melakukan supervisi klinis terhadap dirinya (para guru), agar terus meningkatkan kinerjanya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2004. Dasar-dasar supervisi. Jakarta: Rineka Cipta

Oemar Hamalik, O. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Prasojo, D.L dan Sudiyono. 2011. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Yava Media

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan dan Implementasinya Pada Kurikulum Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenasa Media Group.

Son, A. 2013. Pembelajaran Matematika Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Berbasis Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Self Confidence dan Kemampuan Komunikasi Matematika. Tesis. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

29 Dengan mengusung nilai budaya dalam sebuah teknologi canggih seperti robot yang memiliki kemampuan untuk meringankan pekerjaan manusia Jepang mampu membuat robot

Dengan begitu ICRC hadir mengintervensi konflik tersebut dengan melakukan tugasnya sebagai organisasi yang menjunjung tinggi netralitas dan kemandirian, sehingga

akan dijalankan sarna ada di dalam atau luar kampus perIu mempu- nyai kualiti, berkekalan dan memiliki nilai-nilai \ mumi yang baik serta boleh dimanfaatkan oleh pelajar..

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik

(Lalu Ibnu Taimiyyah menjelaskan): Barangsiapa mendakwakan diri bahwa dia beriman kepada apa yang dikatakan mereka (orang-orang batil yang mengaku langsung bicara dengan Allah

Pasal 3 ayat (2) tersebut telah memberikan jaminan terhadap seseorang untuk mendapatkan kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum sehingga

Jaman dulu sistem pengapian menggunakan sistem konfensional yaitu platina, seiring berjalannya waktu sistem ini mulai tidak di jaman sekarang , pada pengguna motor baru

Pengkajian merupakan tahap terpenting dalam proses keperawatan, mengingat pengkajian sebagai awal bagi keluarga untuk mengidentifikasi data yang ada pada keluarga.