• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. sudah membuktikan bahwa guru mempunyai peranan penting di dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. sudah membuktikan bahwa guru mempunyai peranan penting di dalam"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Guru merupakan salah satu input yang sangat menentukan keberhasilan peserta didik di dalam mencapai tujuan pembelajaran. Banyak penelitian yang sudah membuktikan bahwa guru mempunyai peranan penting di dalam keberhasilan peserta didik belajar. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley (1983) dalam Luschei dan Chudgar (2011) menyimpulkan bahwa pertumbuhan pendapatan negara yang rendah dan kualitas guru yang mengajar mempengaruhi secara dominan pada pembelajaran peserta didik. Luschei dan Chudgar (2011) mengutip pendapat Akiba et al (2007) yang menyatakan banyak negara yang masih kekurangan guru yang berkwalitas dan asumsi bahwa guru berkualitas tinggi, meningkatkan prestasi peserta didik. Dalam dokumen terbukanya Luschei dan Chudgar (2011) memaparkan informasi dari USAID (2009a):

“In Indonesia, USAID devoted more than $60 million to the five-year Decentralized Basic Education in Indonesia project (Component 2) to support the improvement of teacher quality. A major component of this project supported Indonesian universities in their efforts to upgrade teachers’ educational credentials” (508).

Dari uraian tersebut sangat jelas sekali bahwa masalah pendidikan khusunya masalah kualitas guru merupakan masalah dunia dan khususnya negara yang sedang berkembang dan ini merupakan tanggung jawab bersama di dalam memfasilitasi pendidikan yang bermutu.

(2)

2 Dari penelitian di atas terlihat bahwa guru penyumbang terbesar terhadap keberhasilan peserta didik. Peranan guru juga sangat dibutuhkan pada pengelolaan pembelajaran dalam rangka mempersiapkan peserta didik memasuki pasar bebas yang membutuhkan Sumber Daya Manusia yang mempunyai kultur yang kuat, pendidikan yang sehat, kecerdasan mental dan emosional, berkompetensi, bersikap mental dan berwawasan (Sindhuwinata, dalam Wiratno 2008). Kompleksitas yang harus dimiliki oleh calon tenaga kerja ini guna menjawab tantangan yang ditimbulkan era globalisasi yaitu tumbuhnya liberalisasi perdagangan, industri dan jasa, penawaran (offer) dan permintaan (request) (Sindhuwinata, dalam Wiratno, 2008). Untuk menjawab tantangan global tersebut, peneliti berasumsi bahwa seharusnya kita dapat mengandalkan sekolah dalam hal ini yang lebih tepat adalah guru sebagai jawabannya. Guru yang dibutuhkan untuk mempersiapkan peserta didik ikut andil di dalam persaingan pasar bebas nanti yaitu guru yang berjiwa kreatif dan mampu mengisnpirasi peserta didik menjadi orang yang lebih baik di kemudian hari. Menurut pendapat Rhenald Kasali yang dituangkan dalam tulisannya yang berjudul Guru Inspiratif, ada dua jenis guru, yaitu guru kurikulum dan guru inspiratif. Guru kurikulum adalah guru yang sangat patuh pada kurikulum, dan merasa berdosa bila tidak mentransfer seluruh isi buku yang ditugaskan padanya. Ia mengajarkan sesuatu yang standar (habitual thinking). Guru kurikulum mewakili 99 % guru yang pernah ditemuinya. Guru berikutnya adalah guru inspiratif. Guru yang mengajak muridnya berfikir kreatif (maximum thinking), ia mengajak muridnya melihat sesuatu dari luar (thinking out of box), mengubahnya di dalam lalu membawanya kembali ke luar. Jika guru

(3)

3 kurikulum menghasilkan manajer–manajer handal, guru inspiratif menghasilkan pemimpin pembaru yang berani merubah kebiasaan lama. Kita membutuhkan keduanya (Kasali, 2007 dalam Naim, 2009). Masih menurut Rhenald Kasali bahwa sayangnya sistem pendidikan di Indonesia hanya memberi tempat pada guru kurikulum.

Untuk menjadi seorang guru yang inspiratif, guru tersebut harus memiliki jiwa kepemimpinan inspirasional (inspirational leadership). Kepemimpinan ini dikenalkan pertama kali oleh Bass (1985 dalam Hartog et al, 1997). Ada empat dimensi perilaku kepemimpinan inspirasional yang dapat dijadikan acuan untuk membangun jiwa inspiratif guru dalam mendidik peserta didiknya. Keempat dimensi perilaku tersebut adalah :

Kharisma: mampu mengartikulasikan dengan jelas pencapaian visi bersama, menanamkan rasa bangga ada pengikutnya, mendapat kepercayaan penuh dari pengikutnya.

Inspirasi : mampu menjadi teladan, contoh (model), mampu berkomunikasi dengan baik.

Individual consideration: mengenali peserta didik dengan segala keunikannya, sehingga solusi akan disesuaikan dengan kemampuan dan keunikan pengikutnya juga untuk melaksanakan pemberdayaan pada para pengikutnya.

Intelectual stimulation: berfikir kreatif, berfikir inovatif untuk merangsang pengikut agar mempunyai pola fikir jauh ke depan.

(4)

4 Di dalam perkembangannya sampai saat ini kepemimpinan inspirasional telah mengalami banyak perkembangan yang dihasilkan dari beberapa penelitian untuk pengembangan teori kepemimpinan yang inspirasional. Kepemimpinan inspirasional merupakan istilah lain untuk kepemimpinan transformasional, yang diperkenalkan oleh (Hartog et al, 1997:28).

“The solution deemed most important in this study, mainly for theoretical reason, was the three-factor solution. The three-factor solution gives three factors that are similar to the factors that Bass and associates describe. Thus, a transformational, a transactional and a laissez-faire factor were found. To avoid confusion the three empirical factors will be referred to as inspirational, rational-objective and passive leadership instead of transformational, transactional and leissez-faire leadership respectively”

“The

α

of inspirational leadership is 0,95, identical to the

α

of transformational leadership, but inspirational leadership has fewer items (18 vs.24).”

“The correlation between inspirational and transformational leadership (0,99) is very high, as expected since the measures are very much alike”

Dalam perkembangannya, teori kepemimpinan transformasional hasil pemikiran Bass (1985) mengalami perubahan istilah di dalam istilah dimensinya. Ada 4 dimensi perilaku yang dimiliki oleh pemimpin transformational yang baru, yaitu: individual consideration, idealized influence, intellectual stimulation, dan inspirational motivation (Bass, 1997 dalam Hoehl, 2008). Individual consideration berkenaan dengan perhatian pimpinan kepada hal – hal unik baik itu penampilan dan talenta para pengikutnya. Perhatian tersebut berupa kemampuan pemimpin untuk membimbing pengikutnya menghadapi berbagai tantangan dan kesempatan yang disesuaikan dengan keunikan masing–masing pengikutnya. Idealized influence berarti aturan–aturan pemimpin di dalam

(5)

5 memberikan teladan tentang kebermaknaan pekerjaan masing–masing yang dapat mendukung visi perusahaan. Kemudian intellectual stimulation dimensi yang menggambarkan keinginan–keinginan pemimpin untuk memberi tantangan kepada para pengikutnya tentang tata cara berfikir dan bertindak yang dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi. Sedangkan inspirational motivation mengacu pada kemampuan pemimpin untuk mengartikulasikan dengan jelas apa yang dimaksud dengan visi organisasi, ukuran kinerja yang tinggi dan kebermaknaan yang kuat tentang pekerjaan mereka (Avolio et al., 1999; Bass, 1985 dalam Hoehl, 2008). Masih menurut pendapat Bass (Bass & Steidlmeier, 1999 dalam Hoehl, 2008) motivasi inspirasional diidentifikasi sebagai kemampuan pemimpin untuk mengkomunikasikan visi mereka yang dapat memberi inspirasi pengikutnya untuk bertindak dalam mencapai tujuan sebagai pemenuhan dari visi tersebut. Secara spesifik, Bass dan Steidlmeier (dalam Sashkin & Sashkin, 2011) menekankan bahwa motivasi inspirasional seorang pemimpin yang transformasional adalah memberikan tantangan dan makna keterlibatan mereka di dalam mencapai tujuan bersama. Inspirasi ini meminta pemimpin transformasional yang otentik memfokuskan kaharmonisan sebaik– baiknya pada semua pengikutnya, keikhlasan dan pekerjaan yang baik (188). Motivasi inspirasional adalah sifat pemimpin yang memberikan inspirasi dalam bekerja, mengajak karyawan untuk mewujudkan sebuah cita–cita bersama agar hidup dan karya mereka menjadi bermakna (Ancok, 2012). Hasil belajar bukan hanya sebatas nilai, melainkan juga sebuah wahana untuk mengembangkan diri dan wawasan agar dapat bertahan dalam lingkungan yang sangat cepat berubah.

(6)

6 Pemimpin yang mempunyai jiwa inspirasional selalu menumbuhkan rasa percaya diri pengikutnya dan memotivasi mereka untuk mencapai hasil kerja yang setinggi-tingginya. Membuat pengikutnya merasa bangga akan keberhasilan kerja baik itu kerja tim ataupun kerja individu, sehingga pencapaian di dalam kerja bukan hanya sekedar materi semata tetapi juga rasa kebermaknaan diri mereka dan hal ini akan memotivasi mereka untuk menjadi individu yang lebih baik di kemudian hari.

Pembangunan pendidikan di Indonesia yang terlalu berorientasi kepada masukan (input) ternyata tidak sesuai dengan harapan. Banyak fasiltias pendidikan yang telah diadakan, telah banyak guru yang telah ditatar atau mengikuti pelatihan, banyak buku yang telah diterbitkan, dan kurikulum pun selalu disempurnakan. Namun hasilnya tetap saja gedung sekolah masih banyak yang rusak, mutu pendidikan (secara rata-rata) masih rendah. Berdasarkan analisis tersebut, ada kemungkinan hal itu terjadi karena proses pendidikan, apa yang terjadi di dalam ruang kelas masih belum banyak memperoleh perhatian kita. Kini, proses pendidikan yang terjadi di ruang kelas itulah yang seyogyanya kini lebih memperoleh perhatian kita. Guru sebagai profesi yang mempunyai independensi tinggi di kelas sangat menentukan kwalitas proses pendidikan yang terjadi di dalam ruangan kelas.

Telah banyak para peneliti yang menelilti tentang kepemimpinan transformasional dan hubungan positifnya dengan berbagai hal dalam organisasi. Namun untuk penelitian hubungan antara kepemimpinan transformasional dengan

(7)

7 perilaku kepemimpinan khususnya perilaku verbal dan nonverbal, hanya sedikit yang melakukannya, diantaranya adalah Hoehl (2008).

Fenomena yang terjadi belakangan ini, ketika penekanan kemajuan dititik beratkan pada ketercapaian target dan akuntabilitas kinerja organisasi, maka hal ini diinterpretasiskan sebagai sebuah mandat yang mengharuskan guru mencapai standar yang telah ditetapkan dengan waktu yang telah ditetapkan pula tanpa memandang kemampuan awal para peserta didiknya. Dengan pemikiran seperti ini, maka tidak heran jika para guru tidak akan pernah berfikir bahwa mereka adalah seorang pemimpin atau bisa saja mereka malu bila harus melaksanakan apa yang mereka yakini.

Telah banyak penelitian yang menjelaskan bahwa pola kedekatan guru di kelas sangat penting di dalam membangkitkan semangat peserta didik untuk belajar. Beberapa penelitian diantaranya seperti yang dijelaskan dalam penelitian Chase (2009) dengan judul The Perceptions of Student Gender and Age on Teachers’ Immediacy Behaviors. Ia menyebutkan:

“Over the last 6 decades, scholars in the field of psychology (Maslow, 1943; Rogers, 1969), education, and communication (Allen, Witt, & Wheeles, 2006; Anderson, 1979; Anderson & Carta-Falsa, 2002; Christophel, 1990; Gorham, 1988; Mehrabian, 1971; Meyers, 2004; Richmond & Gorham, 1996) investigated the importance of immediacy in the classroom:.

Para peneliti ini berargumentasi bahwa pola kedekatan guru (immediacy) membantu para peserta didik sukses secara emosional, sosial dan akademis. Mehrabian (dalam Mottet et al, 1998) membuat konsep tentang pola kedekatan (immediacy) yang berarti perilaku yang mengkomunikasikan pola pendekatan dan kedekatan antara orang yang saling berinteraksi. Tatap muka yang dilakukan guru

(8)

8 dengan peserta didik dalam konteks pembelajaran baik di dalam kelas maupun dimana saja menjadi hal yang sangat penting di dalam membangun inspirasi peserta didik dalam peningkatan hasil–hasil belajarnya.

Mehrabian (dalam Mottet et al, 1998) penulis buku sillent message mengemukakan bahwa kata-kata yang diucapkan seseorang hanya mencapai 7% dari apa yang pendengar rasakan, sedangkan 93% sisanya dari apa yang pendengar pahami berasal dari bahasa tubuh pembicara (55%) dan nada yang digunakan dalam penyampaian kata-kata (38%). Bahkan pada website nya (dalam Thorne, 2010) Mehrabian mengemukakan :

“Please note that this and other equations regarding relative importance of verbal and nonverbal messages were derived from experiments dealing with communications of feelings and attitudes (ie, like/dislike). Unless a communicator is talking about their feelings or attitudes, these equations are not applicable”.

Menurut Mehrabian pola kedekatan atau immediacy berarti sebagai sinyal dari sebuah status dan tingkatan personal yang terlibat di dalam hubungan langsung. Pola kedekatan verbal, seperti yang diteliti dalam penelitian pendidikan, termasuk perilaku humor yang spontan, pujian lisan untuk komentar peserta didik , kesediaan untuk membahas topik yang diprakarsai peserta didik, dan partisipasi dalam percakapan dengan peserta didik di luar kelas (Gorham, dalam Hoehl, 2008). Pola kedekatan nonverbal, di sisi lain, mengacu pada penggunaan kontak mata dan tatapan guru, senyum, mengangguk, postur tubuh yang santai, maju bersandar, gerak tubuh dan berbagai vokal (Andersen, 1978 dalam Hoehl, 2008 ).

(9)

9 Keyakinan peneliti untuk melakukan penelitian terhadap pengaruh kepemimpinan inspirasional guru terhadap hasil pembelajaran peserta didik yang dimoderasi oleh pola kedekatan verbal dan nonverbal semakin kuat dengan beberapa penelitian sebelumnya seperti yang terdapat di dalam jurnal yang ditulis oleh Hoehl (2008) yang berjudul “The Relationship Between Transformational Leadership and Student Educational Outcomes as Moderated by Verbal and Nonverbal Immediacy” diantaranya adalah: 1) Bahwa perilaku verbal dan nonverbal seperti cara berkomunikasi yang hangat, rasa empati, kedekatan secara psikologis, kesediaan membantu berpengaruh positif terhadap hubungan guru dan peserta didik (P. A. Andersen, 1999; Jones & Guerrero, 2001 dalam Hoehl 2008). 2) Lalu kepemimpinan transformasional, pola kedekatan verbal dan nonverbal telah terbukti efektif pada pembelajaran di dalam kelas (J. F. Andersen, 1978, 1979;J. F. Andersen, Norton, & Nussbaum, 1981; Christophel, 1990; Mottet & Richmond, 1998; Plax, Kearney, McCroskey, & Richmond, 1986; Richmond,1990; Teven & Hanson, 2004; Thomas, 1994; Witt et al., 2004 dalam Hoehl,2008).3) Ditemukan hasil yang positif pada pola kedekatan guru baik verbal maupun nonverbal dalam mengembangkan hasil pembelajaran afektif dan kognitif (Mottet & Richmond; Richmond,Gorham, & McCroskey, 1987; Titsworth, 2001 dalam Hoehl, 2008). 4) pola kedekatan guru baik verbal maupun nonverbal dalam mengembangkan pola evaluasi guru terhadap peserta didik, kredibilitasnya dan kompetensinya (Bradac, Bowers, & Courtright,1979; Mottet & Richmond; Teven & Hanson dalam Hoehl, 2008). 5) pola kedekatan guru baik verbal maupun nonverbal dalam mengembangkan motivasi peserta didik

(10)

10 (Christophel; Christophel & Gorham, 1995; Frymier, 1994; Hess & Smythe, 2001; Mottet & Richmond; Richmond; Witt et al. dalam Hoehl, 2088). 6) Pola kedekatan guru baik verbal maupun nonverbal dalam mengembangkan attitudes dan perilaku yang berkomitmen pada kelas (J. F. Andersen, 1979; J. F. Andersen & Withrow, 1981;Hess & Smythe; Kearney, Plax, & Wendt-Wasco, 1985; Plax et al.; Witt et al. Dalam Hoehl, 2008). 7) pola kedekatan guru baik verbal maupun nonverbal dalam mengembangkan kemauan yang kuat pada pembelajaran di dalam kelas (Roach, 1999 dalam Hoehl, 2008).

Untuk pembahasan pola kedekatan verbal dan nonverbal, sebuah penelitian menunjukkan (Galino, 2012) penggunaan humor di dalam kelas, medapatkan hasil yang positif dengan mengembangkan suasana menyenangkan untuk peserta didik yang akan meningkatkan tingkat komprehensi materi dan meningkatkan tingkat pemahaman subjek dan retensi bahan, sekaligus meningkatkan tingkat kepentingan materi pelajaran, meningkatkan pembelajaran secara keseluruhan, dan meningkatkan kemampuan peserta didik untuk mengkomunikasikan materi yang sedang dipelajari. Peneliti tertarik meneliti tentang ini, karena pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hoehl (2008), menunjukkan bahwa sementara berbagai komponen kepemimpinan transformasional dan immediacy menawarkan wawasan ke dalam perilaku guru yang dampaknya positif untuk hasil pendidikan peserta didik, tiga perilaku utama yang konsisten berperan sebagai indikator yang signifikan yaitu hasil pembelajaran berupa afektif, evaluasi peserta didik untuk kredibilitas guru, dan motivasi belajar peserta didik. Sedangkan variabel yang mempengaruhi antara

(11)

11 lain idealized influence, individualized consideration, dan nonverbal immediacy. Untuk karakteristik pemimpin transformasional lainnya seperti intellectual stimulation dan inspirational motivation tidak menunjukkan hasil yang signifikan. Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Dansten (2002) menyebutkan bahwa motivasi inspirasional berpengaruh secara signifikan terhadap extra effort. Hasil dari penelitiannya memberikan satu contoh yaitu, para pemimpin harus mempertimbangkan penggunaan motivasi inspsirasi berbasis imajinasi yang lebih sering lagi untuk meningkatkan usaha-usaha ekstra para pengikutnya. Usaha ini akan berhasil bila pemimpin dapat menggambarkannya secara verbal bagi pengikutnya dengan menggunakan kata-kata kiasan seperti “keringat kita, jantung harapan kita, garis perbatasan kita, bayangkan dan galilah”. Penelitian sebelumnya didalam meneliti kepemimpinan transformasional, memilah–milah dimensi yang ada di dalamnya untuk dijadikan variabel yang akan diteliti secara terpisah. Sedangkan di dalam mengajar, keterlibatan guru dengan peserta didik tidak bisa memilah mana sikap yang termasuk idealized influence, individualized consideration intellectual stimulation dan inspirational motivation. Semua dikomunikasikan dalam satu kesempatan yang sama yang bertujuan untuk memperkenalkan materi, membimbing, memotivasi, menganalisa dan juga mengevaluasi peserta didik untuk mencapai hasil–hasil pembelajaran. Untuk itu peneliti kali ini menggunakan instrumen yang dipergunakan oleh Hartog et.al (1997) yaitu kepemimpinan inspirasional (Inspirational Leadership). Alasan lain peneliti di dalam menggunakan instrumen penelitian kepemimpinan inspirasional (Inspirational Leadership) adalah instrumen ini telah mengalami pengujian untuk

(12)

12 analisis faktor yang dilakukan oleh Hartog et al (1997), dan menurut mereka item yang ada di dalam kepemimpinan inspirasional (Inspirational Leadership) lebih sedikit dibandingkan item yang ada pada instrumen Transformational Leadership, mengingat yang akan mengisi instrumen nantinya adalah peserta didik yang mana tingkat pengetahuannya masih terbilang rendah untuk suatu penelitian. Namun esensi yang ada pada kepemimpinan inspirasional (Inspirational Leadership) mempunyai tingkat kesamaan yang tinggi dengan Transformational Leadership.

Di dalam mengajar tentu guru tidak terlepas dari faktor komunikasi. Bahkan guru yang menggunakan media on line sekalipun. Faktor guru, dipandang sangat strategis di dalam mensukseskan segala program pemerintah di dalam meningkatkan kwalitas pembelajaran. Guru sebagai eksekutor program pendidikan pemerintah. Untuk itu peningkatan keterampilan guru baik itu soft skill maupun hard skill sangat urgent untuk dilaksanakan. Fenomena pendidikan yang terjadi belakangan ini yaitu kwalitas peserta didik hanya diukur dari segi kwantitatif nilai unas semata. Padahal dalam membekali peserta didik untuk dapat memasuki kehidupan selanjutnya, dibutuhkan pengetahuan–pengetahuan lain yang diperoleh dari pendidikan soft skill. Untuk ini guru harus membekali diri tidak hanya dari segi kompetensi inti mata pelajaran yang diampunya, tetapi juga harus membekali diri dengan berbagai pengetahuan lain sehingga guru mempunyai wawasan yang sangat luas dan dapat memberi teladan dan motivasi kepada peserta didik yang pada akhirnya dapat memberi inspirasi tentang bagaimana peserta didik seharusnya saat ini untuk masa depannya.

(13)

13 Dalam undang-undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Untuk mencapai semua tujuan pendidikan tersebut maka diwujudkan dalam berbagai macam mata pelajaran yang diterima peserta didik di sekolah. Namun peneliti masih melihat hasil dari pembelajaran belum mencapai sasaran karena masih banyaknya perilaku negatif yang ditunjukkan peserta didik seperti yang ramai diberitakan di berbagai mas media, mulai dari peserta didik bolos sekolah, tauran, keterlibatan peserta didik di dalam geng, kasus prostitusi, aborsi dan lain sebagainya, menunjukkan kepada kita betapa sekolah tidak mempunyai kemampuan untuk mengatasi permasalahan ini. Arcaro (1995), telah menyebutkan di dalam bukunya yang berjudul Quality in Education bahwa :

“Many of today’s education profesionals lack of knowledege or expertise necessary to prepare students for entry into a global labor market. Tradition prevents many educational processes from being change to meet student needs. Many of our nation’s education professionals are fearful of change and do not know how to cope with the requirement expected of them. (Arcaro, 1995: 3)”

Pemaparan diatas merupakan gambaran umum organisasi sekolah yang ada di Indonesia seperti kenyataan pada pendidikan di Indonesia dengan melihat laporan UNDP (United Nation Developement Program) bahwa kualitas hidup masyarakat Indonesia turun dari peringkat 108 di tahun 2010 menjadi 124 di tahun 2011, dan pengukuran ini didasarkan salah satunya adalah pada tingkat

(14)

14 pendidikan yang masih rendah dan tidak merata di seluruh masyarakat Indonesia. Pada harian Antara berdasarkan laporan United Nation Developement Program (UNDP) tahun 2011 yang ditulis oleh M.Ikhsan Shiddieq bahwa kenyataan menunjukkan kualitas manusia Indonesia belum cukup membanggakan, bahkan di tingkat Asia Pasifik. Hal itu telihat dalam laporan tentang Index Pembangunan Manusia (IPM) dari berbagai negara yang dipublikasikan pada awal Nopember 2011. Kualitas hidup manusia indonesiapun melorot jauh pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 lalu yaitu dari peringkat 108 ke peringkat 124 dari 187 negara.

Implementasi kurikulum 2013, yang mengharapkan guru berperan sebagai inspirator bagi peserta didik sangat sesuai dengan kebutuhan di tengah zaman dimana kemajuan tehnologi sudah sangat mempengaruhi keseharian para peserta didik. Di sekolaah dimana peneliti akan melakukan penelitian, masalah penggunaan handphone di kelas menjadi masalah yang dominan. Ketertarikan peserta didik terhadap produk canggih tersebut melebihi ketertarikan mereka terhadap guru yang sedang mengajar di kelas. Hal ini merupakan tantangan yang tidak mudah ditaklukkan.

Tematic learning yang diisyaratkan di dalam implementasi kurikulum 2013 nanti, membutuhkan guru–guru yang mengajar dengan pemaparan ilmu yang tidak steril dari ilmu pengetahuan lainnya. Harus dapat mensinergikan berbagai disiplin ilmu guna memperjelas ilmu yang ditekuninya, bukan malah mengaburkannya. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh McClatchy

(15)

15 seorang peserta didik yang mempunyai guru inspiratif yang bernama Frank Mosher, dalam artikelnya yang berjudul An inspiring teacher made huge impact.

Selanjutnya peneliti ingin membuktikan apakah keadaan tersebut merupakan gambaran seluruh organisasi sekolah di Indonesia. Apakah pendidikan kita yang bisa dikatakan berhenti juga disebabkan oleh guru yang tidak memahami hal lain yang dapat menunjang keberhasilannya di dalam mentransfer ilmu kepada peserta didik. Untuk itu peneliti akan membuktikan pemaparan tersebut pada SMK Negeri 1 Sewon dan SMK Negeri 6 Yogyakarta .

1.2. Rumusan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti mencoba untuk memetakan beberapa masalah yang akan dirumuskan menjadi bagian yang akan diteliti. Terdapat tiga variabel dari judul “EFEK PEMODERASIAN POLA KEDEKATAN (IMMEDIACY) VERBAL DAN NONVERBAL PADA PENGARUH KEPEMIMPINAN

INSPIRASIONAL GURU TERHADAP HASIL PEMBELAJARAN

PESERTA DIDIK” yaitu : 1) Pola kedekatan verbal dan nonverbal sebagai variabel moderasi, 2) Motivasi inspirasional guru sebagai variabel bebas dan 3) Pemahaman belajar peserta didik sebagai variabel terikat.

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti paparkan, peneliti dapat menarik beberapa rumusan masalah yaitu :

1.2.1. Dari jajak pendapat kami kepada peserta didik tentang pandangan mereka terhadap guru kompetensi keahlian Akomodasi Perhotelan, hasilnya hampir seluruh guru akomodasi perhotelah di salah satu SMK tempat penelitian dipersepsikan kurang interaktif dengan peserta didik.

(16)

16 1.2.2. Pekerjaan tambahan di luar pekerjaan mengajar, membuat guru terlalu sibuk untuk memikirkan metode pembelajaran yang tepat bagi peserta didik, sehingga tidak ada inovasi di dalam pembelajaran. Kegiatan pembelajaran hanya dilaksanakan dengan metode konvensional (ceramah). 1.2.3. Hasil dari Uji Kompetensi Guru yang menunjukkan bahwa guru secara

profesional masih dipertanyakan.

1.2.4. Dari wawancara singkat peneliti dengan para peserta didik kelas XII, peneliti dapat menyimpulkan kejenuhan mereka dengan metode pembelajaran yang konvensional.

1.2.5. Implementasi kurikulum 2013, yang mengharapkan guru berperan sebagai inspirator bagi peserta didik sangat sesuai dengan kebutuhan di tengah zaman dimana kemajuan tehnologi sudah sangat mempengaruhi keseharian para peserta didik.

1.2.6. Kemudahan mengakses internet bagi peserta didik, merupakan tantangan tersendiri bagi guru di dalam menarik perhatian peserta didik.

1.2.7. Sesuai pengamatan yang dilakukan peneliti bahwa guru dalam berinteraksi dengan peserta didik masih banyak menggunakan pola instruksi dari pada diskusi.

1.2.8. Thematic learning yang diisyaratkan dalam implementasi kurikulum 2013, mengharuskan guru untuk menambah wawasan pengetahuan di luar bidang ajarnya. Intinya adalah guru harus mempunyai banyak pengetahuan sehingga bisa memberikan teladan bagi peserta didik untuk memotivasi semangat.

(17)

17 1.3. Pertanyaan Penelitian

1.3.1. Apakah ada pengaruh positif kepemimpinan inspirasional guru terhadap hasil pembelajaran peserta didik ?

1.3.2. Apakah ada pengaruh positif pola kedekatan verbal dan nonverbal guru terhadap hasil pembelajaran peserta didik ?

1.3.3. Apakah Pengaruh kepemimpinan Inspirasional guru terhadap hasil pembelajaran peserta didik akan semakin kuat jika dimoderasi oleh pola kedekatan verbal dan nonverbal?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Untuk menguji pengaruh positif kepemimpinan inspirasional guru terhadap hasil pembelajaran peserta didik.

1.4.2. Untuk menguji pengaruh positif pola kedekatan verbal dan nonverbal guru terhadap hasil pembelajaran peserta didik .

1.4.3. Untuk menguji apakah pengaruh positif motivasi inspirasional guru terhadap hasil pembelajaran peserta didik peserta didik semakin kuat jika dimoderasi oleh pola kedekatan verbal dan nonverbal guru.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu pendidikan pada umumnya.

1.5.2. Bagi pengambil kebijakan di lingkungan kerja Dinas pendidikan Kota Jogjakarta dan Kabupaten Bantul, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan pengembangan pola mengajar guru.

(18)

18 1.5.3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang pernah ada bahwa keilmuan yang penerapannya dominan di sektor private dapat diterapkan di sektor publik dengan beberapa penyesuaian.

1.5.4. Bagi para guru, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi usaha jemput bola dalam mempersiapkan diri menyambut implementasi kurikulum 2013 yang mengisyaratkan guru sebagai inspirator bagi peserta didik .

1.5.5. Melalui hasil penelitian ini, kepala sekolah dapat memperoleh gambaran bahwa guru mata pelajaran produktif kompetensi keahlian Akomodasi Perhotelan termasuk guru inspiratif atau tidak.

1.6. Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian.

Pada penelitian ini yang berjudul “EFEK PEMODERASIAN POLA KEDEKATAN (IMMEDIACY) VERBAL DAN NONVERBAL PADA PENGARUH KEPEMIMPINAN INSPIRASIONAL GURU TERHADAP HASIL PEMBELAJARAN PESERTA DIDIK” ini peneliti berasumsi bahwa kepemimpinan inspirasional guru akan mempengaruhi secara positif hasil belajar peserta didik.

Penelitian akan dilaksanakan di 02 lokasi SMK yang mana 01, berada di Kabupaten Bantul dan 01 lainnya berada di kota Yogyakarta. Dimana penelitian akan dipusatkan hanya pada kompetensi keahlian Akomodasi Perhotelan. Pengukuran yang akan dilakukan yaitu pada :

1.6.1. Kepemimpinan inspirasional guru yang meliputi beberapa indikator antara lain: a) memahami keunikan pribadi pengikutnya sehingga ia dapat

(19)

19 memberi arahan yang sesuai dengan spesifikasi pengikutnya, b) menjadi role model bagi pengikutnya, c) memotivasi untuk mencapai hasil kerja yang maksimal, d) mendapatkan kepercayaan penuh dari pengikutnya, e) visioner, f) lebih mengarahkan pada pencapaian kebermaknaan kerja, g) mampu berkomunikasi dengan baik sehingga mampu memberi inspirasi. 1.6.2. Hasil belajar peserta didik: pada penelitian kali ini yang dimaksud dengan

hasil belajar peserta didik adalah hasil dari uji sumatif dari perilaku pemimpin transformasional yang dibarengi dengan pengamatan melalui kedekatan verbal dan nonverbal (immediacy) dimana tercermin dalam hasil pembelajaran peserta didik yang meliputi: hasil evaluasipeserta didik terhadap guru, dan hasil–hasil perilaku dan pola sikap peserta didik yang akan diukurkan dalam kategori motivasi peserta didik, pembelajaran afektif dan kredibilitas guru di mata peserta didik. Untuk kategori motivasi peserta didik pengukuran dilakukan dengan menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Cristophel (1990) dalam Hoehl (2008) dengan mengukur pada pembelajaran peserta didik, persepsi peserta didik terhadap guru, dan pola perilaku peserta didik. Kategori hasil pembelajara afektif diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh Rubin et al. (2004) hasil pengembangan dari skala J. F. Andersen’s (1979) dalam Hoehl (2008). Kredibilitas guru di mata peserta didik diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh McCroskey dalam Hoehl (2008).

(20)

20 1.6.3. Kedekatan guru yang nonverbal dapat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Pola kedekatan nonverbal, mengacu pada penggunaan kontak mata dan tatapan guru, senyum, mengangguk, postur tubuh yang santai, maju bersandar, gerak tubuh, dan berbagai tekanan vokal (Andersen, 1978 dalam Hoehl, 2008 ).

1.6.4. Kedekatan verbal guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar peserta didik. Pola kedekatan verbal, seperti yang diteliti dalam penelitian pendidikan, termasuk perilaku humor yang spontan, pujian lisan dari komentar peserta didik, kesediaan untuk membahas topik yang diprakarsai peserta didik, dan partisipasi dalam percakapan dengan peserta didik di luar kelas (Gorham, dalam Hoehl, 2008).

1.7. Sistematika Penulisan

Penelitian ini berjudul ”Efek Pemoderasian Pola kedekatan (Immediacy) verbal dan nonverbal pada Pengaruh Kepemimpinan Inspirasional Guru Terhadap Hasil Pembelajaran peserta didik ”. Penelitian ini merupakan tesis guna memperoleh gelar kesarjanaan S-2 di Program MM FEB UGM. Berikut ini dipaparkan secara singkat sistematika penulisan tesis.

Pada bab pendahuluan khususnya pada sub bab latar belakang, diuraikan bagaimana pengaruh guru terhadap keberhasilan peserta didik dalam belajar. Guru memegang peranan penting di dalam menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Tingginya tingkat kepentingan guru di dalam keberhasilan peserta didik belajar, membawa lembaga non profit dunia “USAID” ikut serta di dalam usaha untuk meningkatkan kompetensi guru di dalam mengajar.

(21)

21 Pada bab pendahuluan, sub. bab latar belakang, guru dipandang sebagai pemimpin yang akan menginspirasi peserta didik untuk memperoleh keberhasilan di dalam belajar. Diharapkan nantinya dengan motivasi yang kuat peserta didik dapat belajar dengan maksimal sehingga mampu menghadapi arus globalisasi yang pasti akan mereka hadapi. Tentu saja guru diharapkan juga menyesuaikan pola materi dan pola mengajarnya guna membekali peserta didik memasuki era globalisasi. Dipaparkan juga pada bab tersebut bagaimana guru yang inspiratif dan bagaimana guru yang sekedar mengejar keterlaksanaan kurikulum.

Latar belakang permasalahan yang ada yang membuat peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian tentang interaksi guru dan peserta didik yang mana pada akhirnya memunculkan sinergi yang positif sehingga menghasilkan kebaikan baik untuk guru dan terlebih untuk peserta didik adalah kompetensi guru yang masih kurang memadai di dalam mengajar mata pelajaran tertentu, ketersediaan waktu guru di dalam mengajar tanpa harus dibarengi dengan tugas–tugas lain, pengetahuan guru tentang variabel lain yang dapat menunjang keberhasilan di dalam mengajar, faktor inspiratif yang dipunyai guru sehingga dengan demikian dapat membangkitkan semangat belajar peserta didik. Dari berbagai variabel yang dimiliki guru ini, apakah nantinya dapat memberikan banyak hal positif di dalam diri peserta didik, khususnya meningkatkan motivasi belajar, sehingga proses pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan menghasilkan output yang baik pula.

Keinginan peneliti melakukan penelitian di bidang ini juga dilandasi oleh penelitian–penelitian terdahulu yang sudah menghasilkan kesimpulan bahwa

(22)

22 motivasi inspirasional guru, pola kedekatan verbal dan pola kedekata nonverbal guru sangat berpengaruh pada keberhasilan belajar peserta didik . Beberapa contoh penelitian terdahulu antara lain:

1.7.1. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley (1983) dalam Luschei dan Chudgar (2011) menyimpulkan bahwa pertumbuhan pendapatan negara yang rendah dan kualitas guru yang mengajar mempengaruhi secara dominan pada pembelajaran peserta didik.

1.7.2. Penelitian (Calabrese & Roberts, 2001; Treviňo et al., 2000 dalam Hoehl, 2008) yang menyatakan bahwa perilaku karyawan yang etis berhubungan langsung dengan kepemimpinan di dalam organisasi.

1.7.3. pola kedekatan guru di kelas sangat penting di dalam membangkitkan semangat peserta didik untuk belajar. Beberapa penelitian diantaranya seperti yang dijelaskan dalam penelitian Chase (2009) dengan judul The Perceptions of Student Gender and Age on Teachers’ Immediacy Behaviors.

1.7.4. Pembuktian dari teori yang dikemukakan oleh Mehrabian tentang pola kedekatan (spontanitas) atau immediacy berarti sebagai sinyal dari sebuah status dan tingkatan personal yang terlibat di dalam hubungan langsung, dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh (Gorham, dalam Hoehl, 2008) yang menyangkut pola kedekatan verbal, seperti yang diteliti dalam penelitian pendidikan, termasuk perilaku humor yang spontan, pujian lisan dari komentar peserta didik , kesediaan untuk membahas topik yang

(23)

23 diprakarsai peserta didik, dan partisipasi dalam percakapan dengan peserta didik di luar kelas.

Dalam sub bab landasan teori/tinjauan pustaka, diuraikan beberapa teori yang dipakai untuk menjelaskan pengetian motivasi inspirasional, pola kedekatan verbal dan nonverbal, motivasi belajar, persepsi peserta didik tentang kredibilitas guru dan pengertian hasil pembelajaran yang bersifat afektif. Dalam menjelaskan beberapa pokok fikiran tersebut diatas, selain menggunakan buku–buku acuan, peneliti juga menggunakan beberapa acuan jurnal yang mempunyai pokok bahasan yang sama dengan judul penelitian ini.

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Nomogram yang disebut dengan Nomogram Herry King dalam Sugiyono (2011). Sedangkan beberapa instrumen penelitian menggunakan instrumen penelitian yang digunakan oleh Hoehl (2008) pada penelitiannya yang berjudul “The Relationship Between Transformational Leadership and Student Educational Outcomes as Moderated by Verbal and Nonverbal Immediacy”. Instrumen ini dimodifikasi ke dalam bahasa Indonesia. Jurnal dari peneltian ini, peneliti download dari proQuest. Sedangkan untuk instrumen kepemimpinan inspirasional, peneliti menggunakan instrumen yang dipergunakan oleh Hartog, et al (1997), pada penelitian mereka yang berjudul Transactional versus transformational leadership:an analysis of the MLQ (multifactor leadership Quitioner) yang juga dimodifikasi ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian Hoehl (2008) dan Hartog, et al 1997) sama–sama menggunakan konsep dasar teori kepemimpinan transformasional, walaupun serinya berbeda, namun pengarangnya sama yaitu Avolio dan Bass.

(24)

24 Metode analisa data dilakukan dengan memastikan terlebih dahulu bahwa data mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi, kemudian diikuti dengan metode pengolahan data secara regresi sederhana untuk menjawab pertanyaan penelitian 1 dan 2. Untuk berikutnya dilakukan pengujian asumsi klasik karena untuk pengolahan data berikutnya adalah regresi simultan untuk semua variabel X yaitu motivasi inspirasiona guru, pola kedekatan verbal dan nonverbal guru. Setelah data dinyatakan memenuhi seluruh kriteria uji asumsi klasik, barulah peneliti melakkukan pengolahan data secara regresi simultan dan dilanjutkan pengolahan data untuk regresi moderasi. Kedua pengolahan data ini untuk menjawab pertanyaan penelitian 3 dan 4.

Pada bab IV, peneliti melakukan deskripsi data yaitu menguraikan hasil olahan data dengan menggunakan SPSS 16, dari mulai uji validitas, reliabilitas, uji regresi sederhana, uji asumsi klasik, dan terakhir adalah uji regresi selisih mutlak untuk regresi moderasi. Hasil pengujian ini lalu dikaitkan dengan hipotesis yang telah dibuat. Penjelasannya menjadi lebih panjang karena untuk beberapa faktor mengalami pengembangan yaitu untuk hasil pembelajaran peserta didik berkembang menjadi tiga variabel yaitu motivasi belajar peserta didik (Y1), kreditibilitas guru di mata peserta didik (Y2) dan hasil pembelajaran afektif peserta didik (Y3).

Berikutnya adalah point pembahasan, dimana hasil yang telah didapat dari pengolahan data dengan SPSS 16, direlevansikan pada data teori yang ada baik itu berupa teori dari buku acuan maupun dari hasil–hasil penelitian terdahulu.

(25)

25 Akhir dari penelitian ini ditutup dengan simpulan dan saran yang memuat simpulan dari hasil penelitian, keterbatasan yang dimiliki peneliti untuk melaksanakan penelitian kali ini dan bentuk implikasi hasil penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Administrator melakukan proses input data Kurikulum, SAP, dan Silabus yang nantinya akan tersimpan ke dalam tabel Kurikulum. i.) Proses 8 (Data Kurikulum, SAP, dan SIlabus)..

menambah pengertian dengan hidup berngelmu, maka sudah cukup kalau kita menuntut suatu cara hidup yang dinamakan lelaku (Jawa) atau ibadah, supaya terang rohani dalam diri

Berdasarkan dari nilai KKF di dalam 9 populasi tanaman cabai rawit Tabel 2, keragaman fenotip luas ditemukan pada karakter bobot buah total, bobot buah layak pasar dan jumlah

Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 23 (sampel) pasien kanker payudara yang melakukan kemoterapi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh pemberian kemoterapi terhadap

Mengacu pada hasil penelitian diharapkan bagi pemilik industri pengelasan untuk menyediakan alat pelindung diri pada mata sesuai dengan standar pengelasan dan sesuai dengan

Dari sini dapat disimpulkan bahwa ukuran KAP yang besar memiliki jumlah klien yang lebih banyak dibanding ukuran KAP yang lebih kecil yang dapat dilihat dari

Latar belakang yang mendasari dalam penelitian kemampuan memahami makna dalam pemetaan sastra kontemporer adalah bahwa penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif

Di dalam kehidupan rumah tangga poligami tidak hanya dijalankan ketika seseorang menginginkan untuk memiliki istri lebih dari dua, tetapi poligami juga dapat