• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN, DAN DIPOLE MODE TESIS"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO

DI SELAT MAKASSAR DENGAN ENSO, MONSUN,

DAN DIPOLE MODE

TESIS

Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari

Institut Teknologi Bandung

Oleh

PIELDRIE NANLOHY

NIM : 22404006

Program Studi Sains Kebumian

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2007

(2)

ANALISIS KORELASI MULTIVARIABEL ARLINDO

DI SELAT MAKASAR DENGAN ENSO, MONSUN

DAN DIPOLE MODE

Oleh:

PIELDRIE NANLOHY

NIM : 22404006

Program Studi Sains Kebumian Institut Teknologi Bandung

Menyetujui Tim Pembimbing Tanggal 28 Maret 2007

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. rer. nat. Dadang K. Mihardja) (Ivonne M. Radjawane, Ph.D)

(3)

ABSTRAK

Analisa korelasi multivariabel antara transpor volume (transvol) Arus Lintas Indonesia (Arlindo) di selat Makassar dengan ENSO, monsun dan dipole mode telah dilakukan dengan menggunakan teknik statistik berupa analisa korelasi silang, analisa korelasi berganda, analisa korelasi parsial, dan analisa regresi selama 10 tahun kalender yang meliputi tiga periode kejadian El Niño (tahun 1972/73, 1982/83, dan 1997/98), tiga tahun fasa ENSO normal (1974, 1981, dan 1996), dan dua tahun La Niña (1973/74 dan 1998). Data transvol yang merupakan hasil model diperoleh dari Mahie (2005). Sementara A-SPL di niño 3.4 yang merepresentasikan perubahan ENSO diperoleh dari www.cdc.noaa.gov, indeks monsun ditandai dengan komponen kecepatan angin meridional merupakan data angin 6 jam-an diperoleh dari http//www.ncep.gov (Mahie, 2005) serta indeks dipole mode yang merupakan perbedaan anomali SPL Samudera Hindia ekuator bagian barat (50oBT – 70oBT dan 10oLS – 10oLU) dengan anomali SPL Samudera Hindia di lepas pantai Sumatera (90oBT – 110oBT dan 10oLS – ekuator) diperoleh dari http://www.jamstec.go.jp.

Adanya perbedaan hasil korelasi silang dan korelasi parsial serta terdapat hubungan yang signifikan antara transvol ARLINDO dengan ENSO, monsun dan dipole mode menunjukkan bahwa variasi ARLINDO di selat tersebut diatas sangat dipengaruhi oleh interaksi ketiga faktor di atas, tetapi pengaruh dari setiap faktor berbeda untuk setiap kejadian ENSO, baik untuk tahun El Niño/La Niña /fasa ENSO normal satu ke tahun lainnya.

Nilai koefisien korelasi berganda berganda dan koefisien penentu berganda berkisar antara 0,803 – 0,945 dan 64,5 – 89,3% pada fasa El Niño, 0,936 – 0,973 dan 87,8 – 94,7% pada fasa La Niña, serta 0,863 – 0,978 dan 74,4 – 95,7% pada fasa ENSO Normal. Pada fasa El Niño, pengaruh ENSO terhadap ARLINDO terlihat pada El Niño 1972/73 dan 1982/83, sedangkan pengaruh monsun terlihat pada tahun 1997/98. Sementara pada fasa La Niña, pengaruh ENSO terlihat pada La Niña 1973/74, sedangkan pengaruh dipole mode terlihat pada tahun 1998, sedangkan pada fasa ENSO Normal, pengaruh ENSO terlihat pada tahun 1981, sedangkan pengaruh dipole mode terlihat pada tahun 1974 dan 1996.

Dari hasil analisa korelasi multivariabel dan analisa regresi dapat dibuktikan bahwa variabilitas transvol ARLINDO di selat Makassar yang tidak linier disebabkan karena interaksi yang tidak linier antara faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Kata kunci : korelasi multivariabel, Arlindo, Selat Makasar, ENSO, Monsun,

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH/ KATA PENGANTAR

Penulis sangat berterima kasih kepada Dr. rer. nat. Dadang K. Mihardja selaku dosen wali dan dosen pembimbing pertama dalam penulisan tesis ini yang telah memberikan banyak sekali masukan dan pemahaman mengenai materi tesis pada khususnya dan oseanografi pada umumnya.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan anugerah-Nya, tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya meskipun penulis menyadari masih sangat banyak kekurangan dalam tata tulis ataupun materi yang disajikan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan dan kritikan dari berbagai pihak. Tetapi penulis tetap berharap bahwa tesis ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu oseanografi.

Tesis yang berjudul Analisis Korelasi Multivariabel ARLINDO di selat

Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode ini merupakan salah satu

syarat dalam menyelesaikan program magister di program studi Sains Kebumian, Institut Teknologi Bandung.

Selama penulisan tesis dan menempuh pendidikan di program S2 ini penulis banyak sekali mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. rer. nat. Dadang K. Mihardja selaku dosen wali dan dosen pembimbing pertama dalam penulisan tesis ini yang telah memberikan banyak sekali masukan dan pemahaman mengenai materi tesis pada khususnya dan oseanografi pada umumnya.

2. Ivonne M. Radjawane, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua penulisan tesis dan Dr. Nining S. Ningsih selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan yang bermanfaat dalam penulisan tesis ini.

3. Staf dosen Program Studi Sains Kebumian, Institut Teknologi Bandung yang telah memberikan tambahan ilmu bagi penulis selama menempuh pendidikan program magister.

4. Rekan-rekan mahasiswa S1 dan S2 pada program studi Sains Kebumian atas kebersamaannya.

5. Staf karyawan dan teknisi Program Studi Sains Kebumian atas bantuannya.

Bandung, Maret 2007 Pieldrie Nanlohy

(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN i

ABSTRAK ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR SINGKATAN ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I Pendahuluan

I.1 Latar Belakang I-1

I.2 Hipotesa I-3

I.3 Tujuan Penelitian I-4

I.4 Metode Penelitian I.5 Sistematika Penulisan

I-4 I-4

BAB II Tinjauan Pustaka

II.1 VariabilitasARLINDO di Selat Makassar II.2 Angin Monsun

II.3 El Nino dan Osilasi Selatan

II-1 II-2 II-3 II.4 Dipole Mode

II.5 Interaksi ENSO, Monsun, dan Dipole Mode

II-5 II-7

BAB III

II.6 Hubungan transvol ARLINDO di selat Makassar dengan fenomena ENSO, Monsun, dan Dipole Mode II.6.1 Fasa El Nino

II.6.2 Fasa La Nina II.6.3 Fasa ENSO Normal

Data dan Metode Pengolahan Data

III.1 Data

III.2 Metode Pengolahan Data

II-9 II-9 II-11 II-13 III-1 III-2

(6)

BAB IV

BAB V

III.2.1 Analisis hubungan antara dua variabel III.2.1.1 Koefisien korelasai silang

III.2.1.2 Koefisien penentu III.2.1.3 Regresi sederhana

III.2.2 Analisis korelasi lebih dari dua variabel III.2.2.1 Koefisien korelasi berganda dan koefisian penentu berganda

III.2.2.2 Koefisien korelasi parsial dan koefisien penentu

Parsial

Analisa Hasil dan Diskusi

IV.1 Variasi bulanan ARLINDO di selat Makassar

IV.2 Analisis korelasi transvol ARLINDO di selat Makassar Dengan ENSO, monsun dan dipole mode

IV.2.1 Saat fasa El Nino IV.2.1.1 El Nino tahun 1972/73 IV.2.1.2 El Nino tahun 1982/83 IV.2.1.3 El Nino tahun 1997/98 IV.2.2 Saat fasa La Nina IV.2.2.1 La Nina 1973/74 IV.2.2.2 La Nina 1998 IV.2.3 Saat fasa normal

IV.2.3.1 Fasa ENSO normal tahun 1974 IV.2.3.2 Fasa ENSO normal tahun 1981 IV.2.3.2 Fasa ENSO normal tahun 1996 IV.3 Diskusi

Kesimpulan dan Saran

V.1 Kesimpulan V.2 Saran III-3 III-3 III-4 III-4 III-6 III-6 III-7 IV-2 IV-4 IV-4 IV-4 IV-5 IV-7 IV-9 IV-9 IV-10 IV-12 IV-12 IV-13 IV-14 IV-15 V-1 V-2 Daftar Pustaka DP-1 Lampiran

(7)

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Transpor volume ARLINDO dan nilai koefisien korelasi silang ARLINDO dengan ENSO atau dengan Monsun menurut Mihardja, dkk (2005).

I-2

Tabel E.1 Hasil korelasi silang transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, dengan Monsun, maupun dengan Dipole Mode pada fasa El Niño 1972/73

E-1

Tabel E.2 Hasil korelasi silang transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, dengan Monsun, maupun dengan Dipole Mode pada fasa El Niño 1982/83

E-2

Tabel E.3 Hasil korelasi silang transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, dengan Monsun, maupun dengan Dipole Mode pada fasa El Niño 1997/98

E-3

Tabel E.4 Hasil korelasi silang transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, dengan Monsun, maupun dengan Dipole Mode pada fasa La Niña 1973/74

E-4

Tabel E.5 Hasil korelasi silang transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, dengan Monsun, maupun dengan Dipole Mode pada fasa La Niña 1998

E-5

Tabel E.6 Hasil korelasi silang transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, dengan Monsun, maupun dengan Dipole Mode pada fasa Normal 1974

E-6

Tabel E.7 Hasil korelasi silang transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, dengan Monsun, maupun dengan Dipole Mode pada fasa Normal 1981

E-7

Tabel E.8 Hasil korelasi silang transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, dengan Monsun, maupun dengan Dipole Mode pada fasa Normal 1996

E-8

Tabel F.1 Transpor Volume ARLINDO dan Nilai Koefisien Korelasi Silang ARLINDO dengan ENSO,

(8)

dengan Monsun, maupun dengan DM pada lag time = 0 Tabel F.2 Transpor Volume ARLINDO dan Nilai Koefisien

Korelasi Berganda, serta Koefisien Penentu Berganda ARLINDO dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode

F-2

Tabel F.3 Transpor Volume ARLINDO dan Nilai Koefisien Korelasi Parsial ARLINDO dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode

F-3

Tabel F.4 Nilai Koefisien Korelasi dan Hasil Uji Statistik transvol ARLINDO dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Peta lokasi penelitian A-1 LAMPIRAN B Variasi bulanan transvol arlindo di selat makassar B-1 LAMPIRAN C Korelasi transvol arlindo, enso, monsun dan dipole

mode

C-1

LAMPIRAN D Hasil analisa regresi transvol arlindo, enso, monsun dan dipole mode

D-1

LAMPIRAN E Hasil korelasi silang transvol arlindo dengan enso, monsun dan dipole mode

E-1

LAMPIRAN F Hasil korelasi silang, korelasi berganda dan korelasi parsial transvol arlindo dengan enso, monsun dan dipole mode

F-1

LAMPIRAN G Regresi kuadrat terkecil G-1 LAMPIRAN H Nilai distribusi t dan f H-1

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Pola sirkulasi angin monsun di Selat Makassar (Mahie, 2005)

II-3

Gambar II.2 Kondisi normal (atas) dan fenomena El Niño (bawah) (Sumber: Saji dan Yamagata, 2001 dalam Hidayati, 2004)

II-4

Gambar II.3 Kondisi pada saat terjadinya dipole mode (+) dan dipole mode (-)

(Sumber: www. Jamstec.go.jp/frcgc research/dl/iod/)

II-6

Gambar II.4 Anomali suhu permukaan laut dan pola kecepatan angin pada kejadian dipole mode.

(Sumber: Saji, et.al., 1999)

II-6

Gambar III.1 Posisi daerah niño 3.4 di samudera Pasifik (Sumber: www.ideo.columbia.edu)

III-1

Gambar III.2 Lokasi fenomena dipole mode di samudera Hindia yang didefinisikan berdasarkan Saji et.al., (1999) dalam Bannu (2003)

III-2

Gambar A.1 Peta lokasi penelitian dan penampang perhitungan ARLINDO (Mahie, 2005)

A-1

Gambar B.1 Variasi bulanan transport volume ARLINDO di selat Makassar pada fasa El Niño (Mahie, 2005)

B-1

Gambar B.2 Variasi bulanan transport volume ARLINDO di selat Makassar pada fasa La Niña (Mahie, 2005)

B-1

Gambar B.3 Variasi bulanan transport volume ARLINDO di selat Makassar pada fasa ENSO Normal (Mahie, 2005)

B-2

Gambar C.1 Korelasi transport volume ARLINDO, anomali SPL niño 3.4, komponen kecepatan angin meridional dan indeks dipole mode pada tahun El Niño 1972 – 1973

C-1

(11)

3.4, komponen kecepatan angin meridional dan indeks dipole mode pada tahun El Niño 1982 – 1983

Gambar C.3 Korelasi transport volume ARLINDO, anomali SPL niño 3.4, komponen kecepatan angin meridional dan indeks dipole mode pada tahun El Niño 1997 – 1998

C-3

Gambar C.4 Korelasi transport volume ARLINDO, anomali SPL niño 3.4, komponen kecepatan angin meridional dan indeks dipole mode pada tahun La Niña 1973 – 1974

C-4

Gambar C.5 Korelasi transport volume ARLINDO, anomali SPL niño 3.4, komponen kecepatan angin meridional dan indeks dipole mode pada tahun La Niña 1998

C-5

Gambar C.6 Korelasi transport volume ARLINDO, anomali SPL niño 3.4, komponen kecepatan angin meridional dan indeks dipole mode pada tahun Normal 1974

C-6

Gambar C.7 Korelasi transport volume ARLINDO, anomali SPL niño 3.4, komponen kecepatan angin meridional dan indeks dipole mode pada tahun Normal 1981

C-7

Gambar C.8 Korelasi transport volume ARLINDO, anomali SPL niño 3.4, komponen kecepatan angin meridional dan indeks dipole mode pada tahun Normal 1996

C-8

Gambar D.1 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada fasa El Niño 1972-1973

D-1

Gambar D.2 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa El Niño 1972-1973

D-2

Gambar D.3 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada fasa El Niño 1972-1973

D-2

Gambar D.4 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada fasa El Niño 1972-1973

D-3

Gambar D.5 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada fasa El Niño

(12)

1972-1973

Gambar D.6 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa El Niño 1972-1973

D-4

Gambar D.7 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada fasa El Niño 1982-1983

D-5

Gambar D.8 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa El Niño 1982-1983

D-6

Gambar D.9 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada fasa El Niño 1982-1983

D-6

Gambar D.10 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada fasa El Niño 1982-1983

D-7

Gambar D.11 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada fasa El Niño 1982-1983

D-7

Gambar D.12 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fase El Niño 1982-1983

D-8

Gambar D.13 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada fasa El Niño 1997-1998

D-9

Gambar D.14 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa El Niño 1997-1998

D-10

Gambar D.15 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada fasa El Niño 1997-1998

D-10

Gambar D.16 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada fasa El Niño 1997-1998

D-11

Gambar D.17 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada fasa El Niño

(13)

1997-1998

Gambar D.18 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fase El Niño 1997-1998

D-12

Gambar D.19 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada fasa La Niña 1973-1974

D-13

Gambar D.20 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa La Niña 1973-1974

D-14

Gambar D.21 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada fasa La Niña 1973-1974

D-14

Gambar D.22 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada fasa La Niña 1973-1974

D-15

Gambar D.23 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada fasa La Niña 1973-1974

D-15

Gambar D.24 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fase La Niña 1973-1974

D-16

Gambar D.25 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada fasa La Niña 1998

D-17

Gambar D.26 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa La Niña 1998

D-18

Gambar D.27 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada fasa La Niña 1998

D-18

Gambar D.28 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada fasa La Niña 1998

D-19

Gambar D.29 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada fasa La Niña 1998

(14)

Gambar D.30 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fase La Niña 1998

D-20

Gambar D.31 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada fasa Normal 1974

D-21

Gambar D.32 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa Normal 1974

D-22

Gambar D.33 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada fasa Normal 1974

D-22

Gambar D.34 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada fasa Normal 1974

D-23

Gambar D.35 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada fasa Normal 1974

D-23

Gambar D.36 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fase Normal 1974

D-24

Gambar D.37 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada fasa Normal 1981

D-25

Gambar D.38 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa Normal 1981

D-26

Gambar D.39 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada fasa Normal 1981

D-26

Gambar D.40 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada fasa Normal 1981

D-27

Gambar D.41 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada fasa Normal 1981

D-27

Gambar D.42 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fase

(15)

Normal 1981

Gambar D.43 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada fasa Normal 1996

D-29

Gambar D.44 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fasa Normal 1996

D-30

Gambar D.45 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada fasa Normal 1996

D-30

Gambar D.46 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada fasa Normal 1996

D-31

Gambar D.47 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada fasa Normal 1996

D-31

Gambar D.48 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada fase Normal 1996

D-32

Gambar D.49 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada ketiga fasa El Niño

D-33

Gambar D.50 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada ketiga fasa El Niño

D-34

Gambar D.51 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada ketiga fasa El Niño

D-34

Gambar D.52 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada ketiga fasa El Niño

D-35

Gambar D.53 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada ketiga fasa El Niño

D-35

Gambar D.54 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada ketiga fase El Niño

D-36

(16)

ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada kedua fasa La Niña

Gambar D.56 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada kedua fasa La Niña

D-38

Gambar D.57 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada kedua fasa La Niña

D-38

Gambar D.58 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada kedua fasa La Niña

D-39

Gambar D.59 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada kedua fasa La Niña

D-39

Gambar D.60 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada kedua fase La Niña

D-40

Gambar D.61 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada ketiga fasa Normal

D-41

Gambar D.62 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada ketiga fasa Normal

D-42

Gambar D.63 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada ketiga fasa Normal

D-42

Gambar D.64 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada ketiga fasa Normal

D-43

Gambar D.65 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada ketiga fasa Normal

D-43

Gambar D.66 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada ketiga fase Normal

D-44

Gambar D.67 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada

(17)

periode April 1972 – Desember 1974

Gambar D.68 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada periode April 1972 – Desember 1974

D-46

Gambar D.69 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada periode April 1972 – Desember 1974

D-46

Gambar D.70 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada periode April 1972 – Desember 1974

D-47

Gambar D.71 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada periode April 1972 – Desember 1974

D-47

Gambar D.72 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada periode April 1972 – Desember 1974

D-48

Gambar D.73 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada periode Januari 1981 – Juni 1983

D-49

Gambar D.74 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada periode Januari 1981 – Juni 1983

D-50

Gambar D.75 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada periode Januari 1981 – Juni 1983

D-50

Gambar D.76 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada periode Januari 1981 – Juni 1983

D-51

Gambar D.77 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada periode Januari 1981 – Juni 1983

D-51

Gambar D.78 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada periode Januari 1981 – Juni 1983

(18)

Gambar D.79 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada periode Januari 1996 – Desember 1998

D-53

Gambar D.80 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada periode Januari 1996 – Desember 1998

D-54

Gambar D.81 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada periode Januari 1996 – Desember 1998

D-54

Gambar D.82 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada periode Januari 1996 – Desember 1998

D-55

Gambar D.83 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada periode Januari 1996 – Desember 1998

D-55

Gambar D.84 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada periode Januari 1996 – Desember 1998

D-56

Gambar D.85 Hubungan antara masing-masing variabel (transvol ARLINDO, ENSO, Monsun dan Dipole Mode) pada seluruh fasa ENSO

D-57

Gambar D.86 Hubungan antara ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada seluruh fasa ENSO

D-58

Gambar D.87 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Monsun dan ENSO pada seluruh fasa ENSO

D-58

Gambar D.88 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan ENSO pada seluruh fasa ENSO

D-59

Gambar D.89 Hubungan antara transvol ARLINDO di selat Makassar dengan Dipole Mode dan Monsun pada seluruh fasa ENSO

D-59

Gambar D.90 Hubungan antara transvol ARLINDO di Selat Makassar dengan ENSO, Monsun dan Dipole Mode pada seluruh fasa ENSO

(19)

Gambar D.91 Variasi tahunan nilai koefisien korelasi berganda antara ENSO, monsun dan dipole mode

D-61

Gambar D.92 Variasi tahunan nilai koefisien korelasi silang dan koefisien korelasi berganda tranvol ARLINDO di selat Makassar dengan ENSO, monsun dan dipole mode

Gambar

Tabel  F.3  Transpor Volume ARLINDO dan Nilai Koefisien  Korelasi Parsial ARLINDO dengan ENSO, Monsun dan  Dipole Mode
Gambar D.91  Variasi tahunan nilai koefisien korelasi berganda antara  ENSO, monsun dan dipole mode

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun sebelumnya (2017) Tim pengabdian telah melakukan pelatihan bagi penyusunan kartu persediaan bagi operator sekolah di Kota Jambi. Sebagai tindak lanjut dari

Pengadaan bahan pustaka dilakukan dengan mempertimbangkan dan memperhatikan relevansi, nilai guna, jumlah, kualitas fisik dan isi serta didukung dengan alur pengadaan

Apabila bank memperoleh dana sebagian besar berupa deposito berjangka dan dana-dana mahal lainnya, tentu akan menimbulkan pula biaya yang tinggi. Apabila biaya ini

Jika yang ada di bawah bagan rambo dengan menggunakan lampu merkuri adalah ikan teri atau musim ikan teri maka pengangkatan jaring sebanyak 3 kali dapat

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang dimaksud dengan

- Alat ini tidak dimaksudkan untuk digunakan oleh orang (termasuk anak- anak) dengan cacat fisik, indera atau kecakapan mental yang kurang, atau kurang pengalaman dan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimental. Tingkat kesukaan terhadap brownies dianalisis dengan metode statistik non parametrik

Masing-masing koridor memiliki sembilan sektor ekonomi yang dapat dikembangkan potensinya sehingga dapat memberikan konstribusi terhadap daerah masing-masing,