4. IDENTIFIKASI PENCEMARAN LINGKUNGAN
Pencemaran lingkungan bagi masyarakat harus secepatnya diatasi untuk meminimalkan dampak-dampak yang terjadi. Dampak yang terjadi dapat mengakibatkan pencemaran udara, air dan tanah. Untuk mengurangi pencemaran tersebut maka pemerintah memberikan dan membuat peraturan perundang- undangan agar dapat di laksanakan oleh setiap organisasi. Mengingat PT Sinar Sosro Gresik berada di kawasan salah satu industri di Jawa Timur maka harus melakukan antisipasi terhadap dampak pencemaran yang dihasilkan.
4.1. Identitas Perusahaan 4.1.1. Sejarah Perusahaan
PT Suryo Sosro Kencono atau yang mulai bulan Januari 2000 berubah menjadi PT Sinar Sosro Gresik merupakan salah satu industri minuman khususnya teh manis dalam kemasan botol. Awal berdirinya PT Sinar Sosro Gresik merupakan pengembangan dari PT Sinar Sosro Jakarta, untuk perluasan di daerah Jawa Timur. Bahan baku yang digunakan adalah teh hijau kering dengan aroma bunga melati (jasmine). Sejarah PT Sinar Sosro berawal pada tahun 1923 saat PT Gunung Slamet di Slawi, Jawa Tengah, memproduksi teh cap ”Botol” dan cap ”Poci”, mengadakan promosi ke berbagai pasar di Jakarta dan Seragi dengan memperagakan cara menyeduh teh yang benar sesuai dengan perbandingan dosis teh, perbandingan air, gula, dan suhu yang tepat untuk mendapatkan hasil seduhan teh dengan cita rasa yang khas. Pada acara tersebut, sisa dari seduhan teh dimasukkan ke dalam jirigen lalu dibawa pulang oleh karyawan yang bertugas, untuk kemudian diminum setelah pulang kantor. Hal tersebut menarik perhatian Drs. Suryanto Sosrodjoyo, yang kemudian berpikir untuk membotolkan teh yang diseduh. Dari hal inilah berawal munculnya ide untuk membuat teh cair manis dalam kemasan botol.
Ide tersebut kemudian dikembangkan dengan mendirikan PT Sinar Sosro pada tahun 1974. Pada awalnya, pembotolan dilakukan dalam skala industri rumah tangga, dan kemudian usaha tersebut berkembang pesat sehingga tidak mampu lagi memenuhi permintaan konsumen. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kapasitas produksi adalah dengan jalan mendatangkan peralatan produksi yang modern dan mendirikan cabang atau perusahaan baru di beberapa daerah. Dalam rangka mengembangkan dan mencari segmen pasar di wilayah Indonesia Timur, maka PT Sinar Sosro mendirikan perusahaan baru yaitu PT Suryo Sosro Kencono dimulai pada bulan Juli 1980 yang sekarang telah berganti nama menjadi PT Sinar Sosro Pabrik Gresik.
4.1.2. Lokasi Perusahaan
PT Sinar Sosro Gresik terletak di Desa Cangkir Km 21, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik, dengan luas area 51.651 m2 dan luas bangunan 4.270 m2. PT Sinar Sosro Gresik memiliki batasan wilayah perusahaan:
- Timur : berbatasan dengan PT Indotama Rubber - Barat : berbatasan dengan pemukiman penduduk - Utara : berbatasan dengan area persawahan - Selatan : berbatasan dengan Jalan Raya Cangkir
Pemilihan lokasi perusahaan yang terletak di Desa Cangkir didasarkan pada:
1. Sumber Tenaga Kerja, Desa Cangkir merupakan kawasan industri dan juga kawasan pemukiman yang padat penduduknya.
2. Sumber Bahan Baku, terutama air karena PT Sinar Sosro memiliki empat (4) sumur permukaan.
3. Transportasi yang mudah dijangkau karena letaknya di tepi jalan raya sehingga memudahkan dalam pengiriman barang.
4.1.3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan kerangka dimana organisasi itu beroperasi. Struktur organisasi PT Sinar Sosro Gresik bertipe garis, yaitu merupakan kesatuan perintah/tugas dan setiap bawahan bertanggung jawab
langsung terhadap pihak yang memberi tugas, semua anggota menerima perintah melalui suatu rantai komando. Struktur organisasi PT Sinar Sosro Gresik dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Pada suatu perusahaan, agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar diperlukan adanya kualifikasi petugas. Hal ini dimaksudkan supaya ada spesifikasi penanganan bidang-bidang tertentu dalam perusahaan hingga proses produksi dapat berjalan dengan baik dan efisien. Pembagian kerja di PT Sinar Sosro Gresik untuk masing-masing bagiannya mempunyai wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Direktur Utama:
− bertanggung jawab secara umum terhadap operasional perusahaan, baik secara intern maupun ekstern.
− menetapkan kebijakan umum, sasaran usaha serta mengontrol terhadap semua aktivitas perusahaan.
2. General Manager:
− menetapkan perencanaan umum, tujuan, dan sasaran yang ingin dicapai perusahaan.
− merupakan pimpinan tertinggi yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan produksi maupun pemeliharaan.
− mengawasi, mengatur, dan mengontrol hasil kerja dari sub divisi.
3. Manajer Produksi dan Perawatan:
− bertanggung jawab terhadap semua aktivitas/kegiatan yang berhubungan dengan produksi mulai dari penyusunan kerja berdasarkan pedoman kerja dan instruksi pimpinan sampai memberikan petunjuk-petunjuk operasional dan proses akhir.
− mengawasi/mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan operasional.
− menjalin kerjasama dengan bagian pembelian mengenai persediaan bahan baku dan bahan pembantu serta alat atau perlengkapan mesin-mesin produksi.
− memelihara alat-alat produksi.
− bertanggung jawab dalam setiap kegiatan produksi.
− bertanggung jawab atas perawatan dan pemeliharaan mesin-mesin produksi dan peralatan.
4. Manajer Quality Control:
− bertanggung jawab atas perencanaan strategis, pengawasan, dan kelancaran pelaksanaan operasional produksi quality control produksi dan limbahnya sesuai dengan manual mutu berdasarkan pengarahan general manager.
− bertanggung jawab atas kelancaran pelaksanaan seluruh tugas dan tanggung jawab kepada kepala laboratorium dan koordinator inspektor sesuai dengan uraian tugasnya masing-masing.
5. Supervisor Quality Control:
− melakukan pengawasan dengan mengumpulkan seluruh hasil pengawasan mutu, memberikan analisa/komentar/deposisi. menyelesaikan semua masalah yang timbul serta mengkoordinasinya kepada bagian-bagian terkait dalam sistem mutu berdasarkan prosedur ilmu mutu.
− memberikan data atau masukan/saran kepada quality control untuk tujuan evaluasi dan analisa lanjutan yang terkait dengan sistem mutu.
6. Manajer Pembelian:
− bertanggung jawab terhadap proses pembelian bahan baku dan bahan penunjang lainnya.
− menetapkan skala prioritas kebutuhan perusahaan.
7. Supervisor Pembelian:
− mencari pemasok (vendor) untuk bahan baku. bahan pembantu, dan alat- alat produksi yang baik dan berkualitas tinggi.
− mencatat dan mengumpulkan semua order dari seluruh bagian yang telah disetujui, dapat dipenuhi pada waktu yang telah ditentukan.
8. Manajer Personalia dan Umum:
− membuat semua perencanaan semua kegiatan yang berhubungan dengan personalia dan administrasi umum.
− mengadakan hubungan dengan pihak luar menyangkut kepentingan perusahaan.
9. Supervisor Personalia dan Umum:
− mengadakan penerimaan pegawai, seleksi, penempatan, dan trainning.
− memberikan informasi pada bagian keuangan mengenai data-data karyawan.
10. Manajer Accounting:
− menjalankan semua kegiatan yang berhubungan dengan akuntansi biaya.
− membuat laporan keuangan tiap periode.
− mengadakan pembukuan tentang segala transaksi yang terjadi dalam perusahaan.
− menerima pembayaran dan mengevaluasi pengeluaran uang.
11. Koordinator Gudang PB/PI:
− mengeluarkan permintaan barang dari masing-masing barang sesuai dengan bon permintaan dan sesuai dengan jumlah yang diminta.
− mengatur penyimpanan barang di gudang.
− bertanggung jawab atas keutuhan serta keamanan barang yang disimpan.
12. Koordinator Kendaraan:
− mengatur kendaraan untuk pengiriman hasil produksi kepada pelanggan.
− mengatur antar jemput karyawan.
− menjalin kerjasama dengan bagian bengkel kendaraan, untuk mengatasi jika terjadi kerusakan pada kendaraan.
PT Sinar Sosro Gresik memiliki visi misi yang akan dijelaskan di bawah ini untuk terus mengembangkan perusahaan ini.
Visi:
Sebuah cita-cita menjadi perusahaan minuman yang dapat melepaskan rasa dahaga konsumen kapan saja, dimana saja, serta memberi nilai tambah kepada semua pihak yang terkait.
Misi:
− Membangun merek sosro sebagai merek teh yang alami, berkualitas dan unggul.
− Melahirkan merek dan produk minuman baru, baik yang berbasis teh, maupun non teh, dan menjadikannya pemimpin pasar dalam kategorinya masing- masing.
− Membangun dan memipin jaringan distribusi.
− Menciptakan dan memelihara komitmen terhadap pertumbuhan jangka panjang, baik dalam volume penjualan maupun penciptaan pelanggan.
− Membangun sumber daya manusia dan melahirkan pemimpin yang sesuai dengan nilai-nilai utama perusahaan.
− Memberikan kepuasan kepada para pelanggan.
− Menyumbang devisa ke negara.
4.2 Kegiatan Produksi
4.2.1. Bahan Baku Utama dan Penunjang 4.2.1.1. Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan oleh PT Sinar Sosro Gresik dalam pembuatan minuman teh dalam kemasan adalah:
a. Air
Air mempunyai peranan penting karena berfungsi sebagai pelarut dan pencampur antara gula dan teh. Sumber air yang digunakan berasal dari empat sumur. Penggunaan air ini, secara umum adalah untuk proses pembuatan teh botol dan untuk keperluan lain seperti pencucian botol, krat, dan kebutuhan dapur.
b. Teh Kering
Teh kering yang digunakan adalah teh hijau kering dengan mutu SPRR (superior) dengan aroma bunga melati (jasmine tea). Teh kering ini dipasok dari PT Gunung Slamet, Slawi, yang merupakan induk dari Sosro Group. Teh superior ini memiliki beberapa karakteristik yaitu memiliki bentuk daun yang bergulung seragam, memiliki warna kehitam-hitaman, mempunyai aroma yang wangi karena adanya aroma melati, rasa air seduhan kuat, tidak terdapat benda asing, gagang teh, kadar air, dan bunga tersisa. Pengemasan teh kering dilakukan double diharapkan agar dapat mempertahankan teh kering dari pengaruh kelembaban udara sekitar, sehingga teh kering tersebut akan lebih awet. Penyimpanan teh kering ditempatkan pada gudang khusus untuk teh, sehingga tidak tercemar oleh bau-bau lain yang dapat menghilangkan aroma khas dari teh kering tersebut.
c. Gula Pasir
Gula yang digunakan merupakan gula impor yang dibeli dari Korea, Philipina, Inggris, Thailand, India, Kuba, dan Meksiko. Gula impor memiliki beberapa keuntungan yaitu warna gula lebih bersih, tidak kotor, tidak berbau tebu, butiran gula seragam, dan mudah larut. Dalam proses pembuatan teh pada PT Sinar Sosro Gresik diolah lagi yaitu dengan dilakukan penjernihan menggunakan karbon aktif agar gula atau sirup sesuai dengan standar Sosro.
4.2.1.2. Bahan Pembantu
Bahan pembantu merupakan bahan yang digunakan dalam proses produksi teh, tetapi tidak digabungkan pada teh itu sendiri. Bahan pembantu di sini lebih banyak berkaitan dengan bahan yang dibutuhkan oleh mesin penghasil teh. Bahan pembantu tersebut terdiri dari:
a. Caustic Additive Centuri dan Caustic Soda Cair, digunakan pada saat pencucian botol yaitu di mesin bottle washer.
b. Advantage 114 dan Sodium Sulfit, digunakan untuk boiler.
c. P3 Asepto HT, digunakan untuk sanitasi pipa TC.
d. Garam Rakyat, digunakan untuk menurunkan hardness pada water treatment.
e. Kaporit Powder 60%, digunakan untuk membunuh kuman dan pengganti gas klorin apabila kloronator rusak.
f. Metanol, digunakan untuk membersihkan atau mencuci head printer bila kotor.
g. HCl 33%, digunakan untuk menghilangkan karat yang mungkin terdapat pada mulut botol yang sulit dihilangkan dengan air deterjen.
h. Asam Nitrat, digunakan untuk membersihkan bagian dalam pipa stainless steel dan tangki-tangki (CIP).
i. FM Lube 200, digunakan untuk pelumas rantai conveyor.
j. Karbon Aktif, digunakan untuk menjernihkan air dan gula lokal.
k. Ink Solution Make Up, digunakan untuk penulisan tanggal kadaluarsa.
l. Celite Hyfosupercell atau celatum FW 14, digunakan untuk filter teh dan gula.
m. Uperflok dan PAC, digunakan untuk penjernihan air.
4.2.2. Proses Produksi dan Proses Pengolahan Limbah 4.2.2.1. Proses Pengolahan
Pada PT Sinar Sosro Gresik ini terdapat tiga proses pengolahan dalam pembuatan Teh Botol Sosro, yang meliputi:
a. Pengolahan Air
Proses pengolahan dilakukan melalui beberapa tahap penyaringan agar memenuhi standar untuk pembuatan Teh Botol Sosro. Tahap-tahap pengolahannya dapat dilihat pada Gambar 4.2. :
Gambar 4.2. Skema Proses Pengolahan Air b. Proses Pembuatan Teh Cair Manis
Tahapan dalam pembuatan Teh Cair Manis (TCM) adalah pembuatan Teh Cair Pahit (TCP), pembuatan sirup gula, dan pencampuran antara teh cair pahit dengan sirup. Skema proses pembuatan teh cair manis dapat dilihat pada Gambar 4.3.:
Gambar 4.3. Skema Pembuatan Teh Cair Manis (TCM)
c. Proses Pembuatan Teh Cair Pahit
Teh Cair Pahit (TCP) dibuat dalam tangki penyeduhan. Terdapat empat buah tangki penyeduhan yang digunakan secara bergantian. Setiap satu batch penggunaan tangki penyeduhan menggunakan dua tangki. Sebelum
proses penyeduhan dilakukan, semua peralatan yang digunakan harus dicuci terlebih dahulu dengan air panas dengan suhu xº C selama x menit.
Penyeduhan dilakukan x menit sampai kadar tanin, warna air seduhan sesuai dengan standar yang telah ditentukan Quality Control. Apabila kadar tanin dan warna air belum sesuai dengan standar, maka penyeduhan diperpanjang tiap x menit sampai diperoleh kadar tanin dan warna air yang sesuai dengan standar. Apabila telah diperoleh hasil yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka dilakukan penyaringan dengan penambahan air panas bersuhu xºC sebanyak x liter serta kieselghur (serbuk putih atau tanah diatomic), yang fungsinya untuk menahan kotoran yang terdapat dalam seduhan teh. Teh dari tangki ekstrak dialirkan ke saringan kasar (strainer), kemudian ke saringan halus (cosmos filter) yang bertujuan untuk menyaring partikel-partikel yang berukuran kecil. Kemudian dialirkan ke mixing tank sebanyak x liter dan diaduk sampai warnanya memenuhi standar.
Setelah itu ditambahkan teh cair pahit hingga volume mencapai x liter.
Selanjutnya bagian Quality Control akan mengambil sampel dan mengujinya untuk mengetahui kadar tanin, warna, dan aroma.
d. Proses Pembuatan Sirup Gula
Sebelum proses pembuatan sirup gula dimulai, instalasi pembuatan sirup gula dibersihkan dan alat yang digunakan seperti kran uap dibuka dan air panas bersuhu xº C yang berasal dari PHE dimasukkan, volume air sesuai standar. Jika air panas telah memenuhi standar, maka kran uap dan kran air ditutup.
Worm Conveying gula dijalankan dan akan membawa sendiri gula- gula dalam tangki sirup, gula yang dipakai adalah gula impor. Selain memasukkan gula, motor pengaduk harus selalu dijalankan, kemudian apabila semua gula telah larut maka motor pengaduk dapat dimatikan. Setelah itu sampel gula diambil untuk diperiksa kadar gulanya oleh bagian Quality Control. Setelah dinyatakan memenuhi standar teh sosro, maka dapat dilakukan proses penyaringan. Penggunaan suhu tinggi pada pembuatan sirup ini adalah untuk memudahkan pelarutan gula.
Larutan gula disaring pada hopper screw conveyor agar dihasilkan larutan gula yang bersih dan berkualitas baik, kemudian larutan gula dimasukkan dalam tangki softener sirup yang akan menyebabkan larutan gula menjadi lunak. Apabila kesadahan gula belum tercapai, maka sirup gula disirkulasi kembali ke tangki pelarutan gula dan siap untuk dimasukkan ke dalam cosmo filter untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak diinginkan.
Setelah keluar dari cosmo filter, sirup dimasukkan ke dalam tangki pencampur.
e. Proses Pencampuran Teh Cair Pahit dan Sirup Gula
Setelah teh cair pahit dan sirup gula masak dalam mixing tank, maka motor pengaduk dioperasikan hingga diperoleh keadaan standar. Sampel teh manis diperiksa oleh Quality Control mengenai kadar tanin, kadar gula, warna, dan aroma.
4.2.2.2. Proses Pembotolan
Mengenai proses pembotolan pada PT Sinar Sosro Gresik dapat dilihat pada Gambar 4.4. berikut:
Gambar 4.4. Skema Proses Pembotolan Proses pembotolan terdiri atas:
a. Pembongkaran Pallet; Botol kosong yang siap dicuci didistribusikan ke ruang pembongkaran pallet menggunakan forklift. Pembongkaran pallet dilakukan secara manual dengan memindahkan krat berisi botol-botol kosong ke atas conveyor menuju De crater. Saat melalui conveyor, botol akan diinspeksi secara manual.
b. Pemisahan Botol Kosong dengan Krat; Pemisahan botol kosong dengan krat terjadi pada De crater melalui conveyor PB. De crater bekerja secara otomatis dengan prinsip “crank of brank” yaitu gerakan yang dilakukan sama dengan gerakan tangan manusia. Fungsi dari De crater adalah memisahkan botol dan krat.
c. Bottle Washer (pencucian botol); Pencucian botol sekaligus proses sterilisasi botol. Dalam proses pencucian botol, berlangsung tiga tahap, yaitu: tahap
pembersihan awal (presoaking), tahap pencucian, dan tahap pembilasan. Tahap pencucian botol dapat dilihat pada Gambar 4.5.
Gambar 4.5. Skema Proses Pencucian Botol Kosong
1. Pembersihan Awal: Pembersihan awal bertujuan untuk menghilangkan debu dan kotoran dari botol serta penyesuaian suhu. Awal pencucian botol akan mengalami proses pembasahan awal dengan suhu xº C. Suhu yang tidak terlalu tinggi dimaksudkan agar botol tidak pecah karena terjadi perubahan suhu secara mendadak.
2. Tahap Pencucian: Setelah pembilasan awal, botol masuk ke bak detergent I (lye I) yang bersuhu xº C. Bak detergent I berisi larutan caustic soda dengan konsentrasi x% yang fungsinya untuk menghilangkan kotoran dalam botol dan caustic aditif yang berfungsi untuk mencegah dan menghilangkan buih selama proses pencucian.
3. Tahap Pembilasan: Pada tahap ini botol dibilas dengan cara disemprot dengan sprayer dari bawah. Sprayer bergerak maju mundur secara terbatas
mengikuti aliran conveyor rantai. Terdapat tiga macam air pembilas, yaitu:
hot water I dengan suhu xº C, Hot water II bersuhu xº C, dan fresh water bersuhu xº C pada saat keluar dari bottle washer. Tujuan pembilasan ini agar botol sampai filter teh cair manis (TCM), diharapkan bersih, bebas caustic, dan suhunya tidak kurang dari xº C. Pengertian dari xº C adalah untuk mengurangi kontaminasi dengan udara seminimal mungkin.
d. Inspeksi botol kosong: Botol yang keluar dari bottle washer akan bergerak menuju mesin pengisi TCM. Selama dalam perjalanan dilakukan pemilihan botol kosong dengan opti scan dan inspektor botol kosong. Pemilihan botol kosong bertujuan untuk memilih botol-botol non standar dan pengambilan botol-botol yang tidak dapat dibersihkan oleh bottle washer. Botol yang melewati opti scan akan dikeluarkan oleh opti scan jika mendeteksi adanya benda asing. Botol yang baik dan bersih akan lolos menuju pengisi teh cair manis. Sedangkan botol yang non-standard akan dipilah-pilah sesuai dengan kerusakannya. Kriteria botol non-standard meliputi botol cuil dan pecah, botol kusam atau bercak, botol yang logonya kotor, dan botol yang didapati benda asing. Botol-botol non-standard akan dicatat untuk mengetahui berapa banyak botol non-standard yang tidak layak untuk digunakan. Untuk botol non- standard seperti cuil, pecah, benda asing akan dihancurkan dengan mesin penghancur botol. Sedangkan botol yang karatan, logo kotor, kusam, dan adanya benda asing dalam botol akan dibersihkan secara manual.
e. Pencucian krat: Setelah dipisahkan dengan botol di De crater, krat dibawa ke crater washer dengan belt conveyor. Pada mulanya krat berjalan melingkari crater washer, setelah itu di ujung mesin, krat masuk ke dalam mesin pencuci dengan keadaan terbalik. Pembalikan krat bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang ada seperti kerikil, pecahan gelas, tutup botol, kertas, straw, dan mendeteksi apakah masih ada botol yang tertinggal dalam krat. Pencucian krat ini dilakukan dengan metode penyemprotan dengan air panas dari segala arah.
Pada mesin pencuci juga dilengkapi sikat pada sisi kanan dan kiri yang berfungsi untuk menyikat bagian luar dari krat. Air yang digunakan untuk pencucian krat berasal dari presoaking dengan suhu xº C, sedangkan air yang
digunakan berasal dari hot water II di dalam mesin pencuci, tingkat kebersihan sangat dipengaruhi oleh:
1. Kebersihan air yang digunakan untuk penyemprotan.
2. Kadar bahan pencuci yang ada dalam air.
3. Suhu air pencuci, suhu air yang digunakan untuk mencuci krat harus tinggi tapi tidak melebihi suhu yang diperbolehkan terhadap bahan baku krat, dengan suhu tersebut dimaksudkan agar lebih mudah melarutkan kotoran dan sanitasi krat.
4. Kecepatan penyemprotan dan diameter lubang sprayer, hal ini berkaitan dengan kekuatan pemompaan dan kecilnya diameter sprayer akan menghasilkan semprotan air yang keras, sehingga pengikisan atau penghilangan kotoran pada krat semakin cepat.
Setelah proses pencucian selesai, maka krat akan keluar dari crater washer dengan memutar 180º dan akhirnya digerakkan oleh conveyor menuju ke mesin crater.
f. Light inspection: Light inspection merupakan pemeriksaan botol secara visual setelah botol bersih melewati pemeriksaan oleh optic scan. Botol diperiksa dengan layar belakang yang diterangi oleh lampu TL (neon) 20 watt sebanyak enam (6) buah dengan tiga (3) lampu per-line. Dengan adanya sorot lampu putih maka botol yang bersifat transparan dapat dengan mudah dideteksi.
g. Sterilisasi komersial: Sebelum teh cair manis (TCM) dialirkan atau diisikan ke dalam botol dilakukan pemanasan pada suhu di bawah titik didih air, usaha ini untuk menonaktifkan semua mikroorganisme dalam makanan (pasteurisasi).
TCM dari kitchen harus memiliki suhu minimal xº C, yang dialirkan melalui pipa dan ditampung pada tangki kecil. Dalam tangki tersebut terdapat pelampung yang fungsinya untuk mengatur jumlah TCM yang masuk dengan cara menutup aliran bila TCM sudah penuh dan untuk menstabilkan tekanan aliran TCM. Kemudian TCM dipompa ke PHE, yang terdiri dari lempengan- lempengan dimana pemanasannya dengan menggunakan steam (uap panas).
Diantara tangki kecil dan PHE terdapat polishing filter yang berfungsi untuk menyaring kotoran halus yang mungkin masih terdapat pada TCM. TCM lewat
dengan cepat dan perambatan panas berlangsung secara konduksi pada suhu xºC.
Setelah keluar dari PHE, TCM mengalir ke pipe holding, yang fungsinya sebagai pendingin, agar suhu TCM merata ke semua bagian serta untuk menstabilkan tekanan aliran. TCM dilewatkan kembali ke PHE dengan cepat, baru kemudian dikirim ke filter. Suhu setelah dari PHE ini mencapai suhu ± xº C. Pemanasan ini bertujuan untuk menjaga kekonstanan suhu aliran dan mencapai suhu standar pengisian.
h. Pengisian (filling): Unit pengisian TCM merupakan unit produksi yang paling utama dalam proses pembuatan teh botol. Unit pengisian merpakan gabungan dari dua alat yaitu vacuum filler dan sealer comprison. Vacuum filler merupakan pengisian botol dengan sistem vacuum filler, sedangkan sealer comprison adalah alat untuk penutupan botol dengan sistem tekan.
Filler mempunyai fungsi utama sebagai alat pengemas sehingga kecepatan pengoperasiannya merupakan patokan untuk menjalankan mesin yang lainnya sehingga semua peralatan dapat berjalan selaras. Pengisian TCM ke dalam botol dengan vacuum filler menggunakan filling valve yang terpasang sebanyak 50 buah. Pengisian TCM ke dalam botol dilakukan dengan perputaran vacuum filler dengan tujuan untuk memberi waktu pengisian TCM dan memperbaiki kapasitas produksi.
TCM diisikan ke dalam botol harus sesuai dengan standar Sosro yang meliputi brix, warna, dan suhu. Suhu tinggi sangat penting karena proses dilakukan secara aseptis dan untuk menjaga kesterilan produk selama pengisian. Peralatan yang digunakan dalam proses pengisian harus benar-benar bersih terutama botol sebagai pengemas. Botol yang siap diisi tidak boleh mengandung caustic soda dan suhu xº C untuk menjaga atau mencegah terjadinya shock pada botol saat pengisian TCM. TCM yang akan diisikan ke dalam botol dengan suhu xº C adalah TCM yang berasal dari unit sterilisasi yang dialirkan ke unit vacuum.
Unit vacuum terdiri dari masukan, pipa vacuum, dan alat pengisian. Pipa vacuum dan pipa masukan berada di tengah tangki dan diantara keduanya diberi karet agar tidak terjadi kebocoran. Pada akhir pipa masukan terdapat pelampung yang berfungsi untuk mengatur aliran TCM dan mencegah tangki
kepenuhan. Pelampung akan menutup jalannya TCM jika tangki sudah penuh dan TCM akan dialirkan kembali ke unit sterilisasi melalui pipa vacuum. Pipa vacuum berfungsi untuk menjaga kevacuuman dalam tabung. Pipa vacuum dihubungkan dengan alat pembuang gas yang berfungsi untuk mengatur pembentukan vacuum.
Botol dari bottle conveyor bergerak ke filter melewati sparring worm in feed strawhell yang berfungsi untuk meletakkan botol dengan tepat di support bottle dan mengatur botol bergerak satu per satu. Selanjutnya botol ditransfer ke entry strawhell dan dimasukkan ke support bottle yang terdapat pada lifting cylinder sehingga dapat ditekan ke filler.
Ketika botol ditekan, maka mulut botol akan melekat pada compressor rubber secara tepat. Selanjutnya kondisi botol dibuat vacuum dengan cara menghisap udara keluar dari botol dengan menggunakan rute tube. Apabila keadaan sudah vacuum, maka valve akan terbuka dan TCM akan mengalir ke botol melalui filling tube. Besarnya lubang filler disesuaikan dengan kecepatan filler.
Apabila pengisian teh sudah sesuai dengan ukurannya, maka kelebihan teh akan disedot dan akan dimasukkan ke dalam tangki lagi.
Pengisian berakhir jika pengisian TCM dalam botol mencapai lubang yang terdapat pada return air tube. Valve tube akan tertutup setelah botol keluar dan vakum dikembalikan dalam tangki. Setelah proses pengisian selesai maka selanjutnya dilakukan proses penutupan pada crowner.
i. Penutupan (crowning): Penutupan adalah proses dengan menggunakan alat yang mempunyai fungsi untuk menutup botol dengan crowner cork. Penutupan ini bertujuan untuk menjaga keadaan tetap stabil dan mencegah keluarnya TCM dari dalam botol. Proses penutupan merupakan rangkaian pengemasan yang berkaitan erat dengan TCM. Proses penutupan pada crowner harus benar-benar rapat. Kerapatan yang kurang akan menyebabkan mikroorganisme dan udara dapat masuk ke dalam botol dan bersifat sebagai kontaminan yang akan merusak produk.
j. Pencucian: Pencucian botol bertujuan untuk membersihkan botol dari teh cair yang keluar dari filling dan untuk meningkatkan penampilan botol. Teh botol yang siap dipasarkan harus benar-benar bersih. Apabila masih terdapat cairan
teh yang melekat pada botol akan menyebabkan botol tampak kusam dan dapat ditumbuhi jamur selama penyimpanan. Pencucian botol dilakukan di atas conveyor dengan menggunakan metode semprot menggunakan air panas.
Penggunaan suhu tinggi bertujuan untuk melepaskan kotoran (adanya TCM yang bercecer dan melekat pada botol), menjaga agar botol tidak mengalami shock akibat perubahan suhu.
k. Pengkodean : Proses pegkodean dilakukan dengan menggunakan alat video jet printing dengan menggunakan tinta khusus yaitu base glass. Kode produksi terletak di leher botol, yang dicantumkan dalam pengkodean adalah tanggal kadaluwarsa, kode pabrik yang memproduksi, waktu produksi dan formasi kerja yang memproduksi.
l. Inspeksi botol isi: Selama pengisian dan penutupan teh botol, tidak semua botol sempurna, hal ini karena pengisian dan inspeksi botol yang kurang sempurna maka diperlukan inspeksi botol isi. Hal ini dilakukan agar mendapat produk yang sesuai dengan standar dan mengurangi jumlah komplain dari konsumen.
Prinsip kerja dari inspeksi adalah meewatkan botol pada dinding yang diberi lampu sehingga botol-botol yang standar dapat dilakukan secara manual.
Botol-botol non-standard yang ada biasanya:
1. Botol kosong tertutup 2. Botol isi tanpa crown
3. Botol isi dengan crown miring
4.2.2.3. Proses Pengolahan Limbah Cair
Pada proses pengolahan air limbah ini, air limbah berasal dari hasil proses produksi dengan disalurkan ke IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) melalui saluran beton dengan kedalaman rata-rata 1 (satu) meter, lebar 40 cm, dan panjang 500 meter. Selanjutnya air limbah melewati Bar Screen untuk menyaring atau menghambat partikel yang padat dan kasar yang dapat menganggu proses pengolahan limbah.
Air Limbah yang telah melewati Bar Screen selanjutnya masuk ke dalam IPAL melalui bak ekualisasi guna meredam fluktuasi perubahan limbah. Sehingga air limbah yang masuk ke dalam IPAL mempunyai aliran yang stabil.
Dari bak ekualisasi, air limbah dimasukkan ke dalam bak Aerator I (activated sludge) dengan pompa intake atau main pump. Dalam proses ini, air limbah dialirkan melalui pengukuran debit. Pada bak Aerator I, proses yang terjadi adalah fermentasi bakteri atau lumpur aktif dengan penambahan oksigen dan nutrient (TSP dan Urea) karena pada aerator ini terdapat bakteri aerobic yang mengolah limbah. Untuk kebutuhan oksigen, udara dihembuskan oleh Blower yang mempunyai kapasitas lk. 1363 m3 udara/jam, melalui buble fine difusser yang berfungsi untuk membagi udara merata ke seluruh bagian air limbah. Untuk menjaga kelangsungan pertumbuhan biologis, ditambahkan pula urea sebagai sumber N dan TSP sebagai sumber P.
Dari Bak Aerator I limbah dimasukkan ke dalam bak Clarifier I yang dilengkapi dengan scrapper untuk mengumpulkan endapan (sludge) yang terbentuk kebagian tengah. Endapan yang terkumpul dihisap melalui pompa lumpur untuk dikembalikan ke dalam bak Aerasi I. Efisiensi penurunan COD pada tiap tahapan aerasi lebih kurang 80%.
Proses selanjutnya dari Clarifier I limbah dialirkan ke dalam bak Aerator II. Proses yang terjadi dalam bak ini sama dengan bak Aerator I meskipun jumlah sludge yang diolah sudah lebih sedikit.
Setelah dari Aerator II, limbah dimasukkan ke dalam bak Clarifier II yang dilengkapi dengan scrapper sama dengan fungsi yang sama dengan yang ada di Clarifier I. Pada tiap Clarifier terdapat defider untuk proses resirkulasi dari Clarifier I ke Aerator II.
Pada Akhir proses pengolahan ini effluent dari Clarifier II kemudian dialirkan melalui bak yang dilengkapi dengan V-notch sebagai pengukur debit ke dalam bak penampung sebelum di buang ke Kali Tengah. Untuk Lebih jelasnya proses pengolahan limbah dapat dilihat pada Lampiran 8.
4.3. Aspek Lingkungan
Bagian ini akan menguraikan aspek-aspek lingkungan yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan di lingkungan industri PT Sinar Sosro Gresik. PT Sinar Sosro Gresik merencanakan pengelolaan lingkungan pada tahap awal melalui mekanisme perencanaan dengan mengikuti tahapan yakni identifikasi aspek lingkungan. Aspek-aspek lingkungan yang diuraikan di bawah ini diperoleh dari hasil identifikasi aspek yang dilakukan selama proses kaji awal lingkungan.
Aspek lingkungan yang diidentifikasi dan dievaluasi tersebut mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:
− emisi ke udara, bising, bau, panas, dan getaran
− buangan limbah cair
− timbulan limbah padat
− pemakaian bahan
PT Sinar Sosro Gresik melakukan identifikasi aspek lingkungan dan dampak pada awal penerapan sistem melalui kegiatan kaji awal lingkungan. Hasil identifikasi aspek lingkungan disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Identifikasi Aspek Lingkungan No Identifikasi Aspek Lingkungan
1 Emisi ke udara, kebisingan, kebauan, panas, dan getaran:
- Emisi gas ke udara dari boiler - Emisi gas ke udara dari genset
- Emisi bising dari pengoperasian mesin - Emisi ke udara dari kendaraan
- Emisi ke udara dari AC dan kulkas
- Emisi bau di lokasi pabrik dari kegiatan pabrik - Emisi debu di lokasi pabrik
- Emisi kebocoran gas dari pipa steam - Emisi getaran
- Emisi panas dari kegiatan produksi 2 Buangan limbah cair
- Pembuangan air pencucian botol - Buangan boiler
- Timbulan oli bekas - Tumpahan teh cair - Buangan air cuci dapur - Buangan air kamar mandi
- Buangan air cleaning dan sanitasi 3 Timbulan limbah padat
- Timbulan sampah kaca non B3 - Timbulan krat
- Timbulan sampah kertas non B3 - Timbulan sampah plastik
- Timbulan limbah teh sisa produksi - Timbulan lumpur sisa pengolahan limbah - Timbulan pallet bekas
- Timbulan flok - Timbulan crown
Tabel 4.1. Identifikasi Aspek Lingkungan (sambungan) No Identifikasi Aspek Lingkungan
4 Pemakaian Bahan - Pemakaian air baku - Pemakaian listrik
- Pemakaian bahan bakar minyak solar - Pemakaian B3
4.3.1. Emisi Udara, Kebisingan, Kebauan, Panas, dan Getaran pada Aspek Lingkungan.
Adapun dampak yang dapat ditimbulkan apabila aspek-aspek lingkungan yang terjadi tidak dapat dikendalikan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Aspek Lingkungan dan Dampak Potensial pada Emisi udara, kebisingan kebauan panas dan getaran
Aspek Lingkungan Dampak Potensial
CO dan CO2 CO merupakan gas beracun, kemantapan di udara beberapa bulan, teroksidasi menjadi CO2.
CO2 merupakan gas tidak beracun, pada konsentrasi sangat tinggi menyebabkan sesak nafas. Kemantapan di udara 4 (empat) tahun atau lebih. Menyebabkan pemanasan global (efek rumah kaca) dan perubahan iklim.
NOx (NO dan NO2) Merupakan gas berbahaya, penyebab iritasi. Merusak tanaman. Menyebabkan terjadinya hujan asam, bereaksi secara fotokimiawi membentuk ozon dan kabut fotokimia. NO teroksidasi relatif cepat menjadi NO2
SO2 Beracun dan menyebabkan iritasi. Racun bagi tanaman, penyebab utama turunnya hujan asam. Dalam beberapa hari dapat terjadi oksidasi menjadi SO3
Tabel 4.2. Aspek Lingkungan dan Dampak Potensial pada Emisi udara, kebisingan kebauan panas dan getaran (sambungan)
Aspek Lingkungan Dampak Potensial
CFC & Halon Penipisan lapisan ozon di lapisan stratosfer, pemanasan global (efek rumah kaca).
Partikel (serbuk, debu) Berbahaya untuk paru-paru, mengurangi jarak pandang, mengurangi keindahan dan daya tahan bangunan, merusak tekstil, mengganggu tanaman dan hewan.
Gas Amoniak Berbahaya bagi kesehatan manusia, kemantapan dalam udara adalah 7 (tujuh) hari dan bisa bereaksi menjadi bermacam-macam senyawa seperti NOx, amonium sulfat atau nitrat.
Kebisingan Kebisingan yang terlampau tinggi mengakibatkan pengurangan daya dengar, gangguan pendengaran.
Kebauan Mengakibatkan gangguan kenyamanan dan juga berdampak pada kesehatan pernafasan.
4.3.2. Limbah Cair pada Aspek Lingkungan.
Adapun dampak yang dapat ditimbulkan apabila aspek-aspek lingkungan yang terjadi tidak dapat dikendalikan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3. Aspek Lingkungan dan Dampak Potensial Limbah Cair Aspek Lingkungan Dampak Potensial
Teh Cair Manis Mempertinggi kadar BOD dalam air, gangguan kepada biota air.
Tabel 4.3. Aspek Lingkungan dan Dampak Potensial Limbah Cair (sambungan) Aspek Lingkungan Dampak Potensial
Amonium kuartener dan SLS, SLES
SLS merupakan sodium lauryl sulfate, sedangkan SLES merupakan sodium laureth sulfate. Reaksi SLS dan SLES dengan senyawa golongan amonium kuartener dapat membentuk senyawa nitrosamin yang bersifat karsinogenik, yang dapat menimbulkan kanker.
BOD BOD (biolchemical oxygen demand) merupakan jumlah DO yang dibutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan zat organik yang terlarut dalam limbah cair. Kadar BOD yang tinggi menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam air yang mengganggu kehidupan biota air.
COD COD (chemical oxygen demand) merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam limbah cair dalam keadaan asam.
Kadar COD yang tinggi menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam air yang mengganggu kehidupan biota air.
Oli bekas Oli bekas mengandung sejumlah sisa hasil pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit dan logam berat yang bersifat karsinogenik
pH Semakin tinggi nilai pH yang terkandung dalam air berarti kadar keasaman air tersebut semakin tinggi, sebaliknya semakin rendah kadar pH berarti kadar kebasaan air ini semakin tinggi. Kadar pH yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengganggu kehidupan dalam air.
Tabel 4.3. Aspek Lingkungan dan Dampak Potensial Limbah Cair (sambungan) Aspek Lingkungan Dampak Potensial
DO DO (dissolved oxygen) merupakan kadar oksigen yang terkandung di dalam air. Semakin rendah kadar DO yang ada dalam suatu ekosistem air, maka mengakibatkan terganggunya kehidupan makhluk hidup yang terdapat dalam air.
4.3.3. Limbah Padat pada Aspek Lingkungan.
Adapun dampak yang dapat ditimbulkan apabila aspek-aspek lingkungan yang terjadi tidak dapat dikendalikan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4. Aspek lingkungan dan Dampak Potensial Limbah Padat Aspek Lingkungan Dampak Potensial
Hanya direkomendasikan untuk penggunaan sekali pakai, karena lapisan polimer pada plastik jenis ini dapat meleleh dan mengeluarkan zat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker dalam jangka panjang.
Plastik PET (Poly Ethylen
Terephthalate)
Dalam proses daur ulangnya juga membahayakan pekerja yang mengolah, karena dalam membuat PET digunakan bahan yang disebut dengan antimoni trioksida yang dapat masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Senyawa ini dapat menyebabkan iritasi kulit dan saluran pernafasan serta dapat meningkatkan masalah menstruasi dan keguguran bagi wanita.
Tabel 4.4. Aspek lingkungan dan Dampak Potensial Limbah Padat (sambungan) Aspek Lingkungan Dampak Potensial
Menimbulkan bau tak sedap, lumpur yang terkena hujan akan terikut aliran air tanah dan masuk ke sungai di sekitar pabrik. Lumpur sludge berpotensi meningkatkan “biochemical oxygen demand” (BOD) dan “chemical oxygen demand” (COD), yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas air sungai dan sistem kehidupan akuatik.
Lumpur sludge
Sludge yang merupakan sisa dari IPAL juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, tetapi harus diperhatikan unsur kimia, logam berat yang terkandung di dalamnya.
Ampas teh sisa produksi Ampas teh sisa produksi ini dapat menimbulkan bau yang tidak sedap karena ampas teh yang dalam keadaan basah memungkinkan terjadinya penguraian yang menimbulkan bau, selain itu dapat juga dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman karena kandungan TSP yang ada di dalamnya.
4.3.4. Pemakaian Bahan pada Aspek Lingkungan.
Adapun dampak yang dapat ditimbulkan apabila aspek-aspek lingkungan yang terjadi tidak dapat dikendalikan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5. Aspek Lingkungan dan Dampak Potensial pada Pemakaian Bahan Aspek Lingkungan Dampak Potensial
Cl2 (Klorin) Menghasilkan zat racun dioksin yang bersifat menyebabkan kanker (karsinogenik) dan mengacaukan sistem hormon manusia.
Tabel 4.5. Aspek Lingkungan dan Dampak Potensial pada Pemakaian Bahan (sambungan)
Aspek Lingkungan Dampak Potensial
Asam klorida (HCl) HCl mengkorosi hydrochloric acid dalam kontak dengan air pada jaringan tubuh. Dengan menghirup bau yang keras dapat menyebabkan batuk, tercekik, radang hidung, tenggorokan, dan sistem pernafasan atas. Kerusakan dapat terjadi pada paru-paru, kegagalan sistem sirkulasi dan bahkan kematian. Kontak dengan kulit dapat menyebabkan kulit kemerahan, perih, dan terasa terbakar. Selain itu juga dapat menyebabkan mata terasa panas dan kerusakan permanen pada mata.
Asam nitrat (HNO3) Asam nitrat ini merupakan oksidator yang dapat dengan cepat memberikan oksigennya ke bahan lain sehingga bersifat mudah terbakar
Catalyzed Sulfite Catalyzed Sulfite dapat mengakibatkan gangguan pernafasan, iritasi pada kulit, rasa sakit pada mata, radang dan kerusakan yang permanen.
Caustic soda Caustic soda bersifat korosif yang berbahaya pada mata, kulit dan mucous membrane seperti mulut, tenggorakan, esophagus dan perut. Iritasi terjadi selama 2 sampai 15 menit.
Hidrogen Peroksida (H2O2) Merupakan oksidan yang dapat menyebabkan kondisi dalam sel yang reduktif menjadi oksidatif.
4.4. Penetapan Sasaran dan Tujuan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Sasaran utama adalah dapat memenuhi dan mengurangi dampak lingkungan agar sesuai dengan peraturan yang berlaku di daerah setempat. Tujuan
pada penelitian ini untuk mengetahui terjadinya gap antara keadaan yang ada di lokasi pabrik dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Seluruh daftar peraturan dan persyaratan yang dipergunakan sebagai acuan dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Identifikasi Peraturan dan Persyaratan No Identifikasi Peraturan dan Persyaratan
Peraturan Emisi ke Udara, Kebisingan, Kebauan, Panas, dan Getaran:
- Per. Gub. Jatim No. 39/2008 - Kep. MENLH 48/11/1996 - Kep. MENLH 49/11/1996 - Kep. MENLH 50/11/1996 - Kep. MENLH 05/2006 1
- Kep. MENAKER 51/1999 Peraturan Buangan Limbah Cair - PP. 82/2001
- SK. GUB. No. 45/2002 - Kep. MENLH 111/2003 - Kep. MENLH 255/08/96 - Kep. BAPEDAL 01/09/1995 - Kep. BAPEDAL 02/09/1995 2
- Kep. BAPEDAL 03/09/1995 Peraturan Buangan Limbah Padat - Kep. BAPEDAL 01/09/1995 - Kep. BAPEDAL 02/09/1995 - Kep. BAPEDAL 03/09/1995 - PP. 12/1995
3
- UU. 18/2008
Peraturan Pemakaian Bahan 4
- PP. 74/2001
Peraturan yang berhubungan dengan aspek lingkungan lebih detail dapat dilihat pada Lampiran 5.
Penetapan sasaran dan tujuan ini akan dibuat berdasarkan karakteristik aspek lingkungan yang telah diidentifikasi yakni:
4.4.1. Perbedaan antara Peraturan dan Kondisi Aktual Perusahaan dalam hal Aspek Emisi Udara, Kebisingan, Kebauan, Panas, dan Getaran
1. Udara
o Lapangan Belakang Pabrik
Tabel 4.7. Kesesuaian Kadar Emisi Gas terhadap Peraturan di Lapangan Belakang Pabrik
Sumber: Balai Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes):
No.LHU.388/VII/2008 o Cerobong Boiler
Tabel 4.8. Kesesuaian Kadar Emisi Gas terhadap Peraturan pada Cerobong Boiler
No Parameter Satuan Kadar Terukur
1 2 3 rata-
rata
Baku mutu Udara Ambien Per.Gub.Jatim
No. 39 Th 2008 1 Nitrogen Dioksida
(NO2)
mg/Nm3 54,4 63,9 74,2 64,2 650 2 Sulfur Dioksida (SO2) mg/Nm3 1,51 <LD <LD 0,503 150
3 Total Partikel mg/Nm3 20,4 22,4 2,0 14,9 -
4 Opasitas % 0 -
Sumber: Balai Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes):
No.LHU.388/VII/2008
Keterangan: Limit Deteksi (LD) : SO2 = 0,190 mg/Nm3
Dari data di atas dapat dilihat bahwa pengukuran yang telah dilakukan Hiperkes selama ini dilakukan di dua titik yaitu di lapangan
No Parameter Satuan Kadar Terukur
1 2 3
Baku mutu Udara Ambien
Per.Gub.Jatim No. 39 Th 2008
1 Karbon Monoksida (CO) ppm 0,3 0 0 20
2 Oksida Nitrogen (NOx) ppm 0,0559 0,0161 0,0192 0,05 3 Sulfur Dioksida (SO2) ppm 0,0116 0,0004 0,0006 0,1
4 Debu mg/Nm3 0,1469 0,1479 0,1432 0,26
belakang pabrik dan cerobong boiler. Dari beberapa parameter yang diukur dari aspek emisi udara ini, PT Sinar Sosro Gresik telah memenuhi standar pemerintah yang berlaku. Misalnya untuk pemeriksaan di lapangan belakang pabrik kadar CO maksimum seperti yang ditetapkan Peraturan Gubernur No.
39 tahun 2008 sebesar 20 ppm, dapat dilihat bahwa kadar CO yang terdapat di PT Sinar Sosro Gresik masih jauh dari kadar maksimum yang ditetapkan.
Pada titik yang lain yaitu di cerobong boiler misalnya kadar NO2
seperti yang telah ditetapkan oleh Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 39 tahun 2008 adalah maksimum 650 mg/Nm3 sedangkan rata-rata kadar NO2
yang diukur adalah sebesar 64,2 mg/Nm3. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa kadar NO2 di PT Sinar Sosro Gresik masih jauh dari kadar maksimum yang ditetapkan Pemerintah. Sedangkan untuk emisi udara sumber bergerak (kendaraan dan forklift), dan emisi udara dari genset pihak PT Sinar Sosro Gresik belum melakukan pengujian emisi yang dihasilkan.
2. Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan pada beberapa titik lokasi perusahaan yang dilakukan oleh Hiperkes dapat dilihat pada tabel di bawah.
Dari Tabel 4.9. ini dapat dilihat bahwa dari seluruh bagian lokasi yang diukur tingkat kebisingannya, hampir seluruh lokasi tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan Menteri Lingkungan Hidup. Hanya lingkungan umum di halaman belakang pabrik yang memenuhi standar pemerintah yaitu 62,93 dB.A.
Tabel 4.9. Kesesuaian Tingkat Kebisingan terhadap Peraturan yang Berlaku No Lokasi Pengukuran
Hasil Pengukuran
(dB.A)
Kep. 51/
MENAKER/1999
Kep.
48/MENLH/1996
Jenis Kebisingan
1 Ruang Sterilisasi 86,6 85 dB.A - Continuous
2 Ruang Masakan 82,2 85 dB.A - Continuous
3 Ruang Cuci Botol 86,2 85 dB.A - Continuous
4 Ruang Genset 96,7 85 dB.A - Continuous
5 Ruang Boiler 91,3 85 dB.A - Continuous
6 Ruang Power IPAL 92,9 85 dB.A - Continuous
7 Halaman Belakang
Pabrik 62,93 - 70 dB.A -
Sumber: Balai Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes):
No.LHU.388/VII/2008
3. Emisi Bau
Pihak PT Sinar Sosro Gresik belum melakukan pengukuran tingkat emisi bau di lokasi pabrik. Meskipun faktor bau tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap lingkungan, tetapi faktor bau juga perlu untuk diperhatikan lebih lanjut. Tingkat kebauan yang melebihi standar dapat mengakibatkan ketidaknyamanan bagi orang yang berada di sekitar lokasi perusahaan. Tabel 4.10. menunjukkan baku mutu tingkat emisi bau yang ditentukan oleh pemerintah.
Tabel 4.10. Baku Mutu Tingkat Emisi Bau No. Parameter Satuan Nilai
Batas
Metode
Pengukuran Peralatan Metode
1 Amoniak
(NH3) ppm 2,0
Indofenol Spektrofotometer 2
Metil Merkaptan
(CH3SH)
ppm 0,002 Absorbsi Gas Gas Kromatograf
3
Hidrogen Sulfida
(H2S)
ppm 0,02 a. Merkuri tiosinat b. Absorbsi gas
Spektrofotometer Gas Kromatograf 4 Metil Sulfida
((CH3)2)S ppm 0,01 Absorbsi Gas Gas Kromatograf 5 Stirena
((C6H6CHCH2) ppm 0,1 Absorbsi Gas Gas Kromatograf Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996
4. Getaran
Standar baku untuk aspek getaran, telah ditentukan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 49 tahun 1996 yang dapat dilihat pada Tabel 4.11. hingga Tabel 4.14 di bawah ini. Hingga saat ini pihak PT Sinar Sosro Gresik belum melakukan pengukuran getaran yang ditimbulkan dari kegiatannya dan belum ada tindak penyesuaian dengan standar yang dimiliki oleh pemerintah yang berlaku.
Tabel 4.11. Baku Tingkat Getaran untuk Kenyamanan dan Kesehatan Frekuensi
(Hz) Nilai Tingkat Getaran, dalam mikron (10-6 meter) Mengganggu Mengganggu Tidak
Nyaman Menyakitkan Mengganggu
4 < 100 100-500 > 500-1000 > 1000 5 < 80 80-350 > 350-1000 > 1000 6,3 < 70 70-275 > 275-1000 > 1000 8 < 50 50-160 >160-500 > 500 10 < 37 37-120 > 120-300 > 300 12,5 < 32 32-90 > 90-220 > 220 16 < 25 25-60 > 60-120 > 120 20 < 20 20-40 > 40-95 > 85
25 < 7 17-30 > 30-50 > 50
31,5 < 2 12-20 > 20-30 > 30
40 < 9 9-15 > 15-20 > 20
50 < 8 6-12 > 12-15 > 15
63 < 6 6-9 > 9-12 > 12
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996
Tabel 4.12. Baku Tingkat Getaran Mekanik Berdasarkan Dampak Kerusakan Kecepatan Getaran (mm/detik)
BATAS GERAKAN PEAK Frekuensi (Hz)
Kategori A Kategori B Kategori C Kategori D
4 < 2 2-27 > 27-40 > 140
5 < 7,5 < 7,5-25 > 24-130 > 130
6,3 < 7 < 7-21 > 21-110 > 110
8 < 6 < 6-19 > 19-100 > 100
10 < 5,2 < 5,2-16 > 16-90 > 90 12,5 < 4,8 < 4,8-15 > 15-80 > 80
16 < 4 < 4-14 > 14-70 > 70
20 < 3,8 < 3,8-12 > 12-67 > 67 25 < 3,2 < 3,2-10 > 10-60 > 60
31,5 < 3 < 3-9 > 9-53 > 53
40 < 2 < 2-8 > 8-50 > 50
50 < 1 < 1-7 > 7-42 > 42
Keterangan:
Kategori A: Tidak menimbulkan kerusakan
Kategori B: Kemungkinan keretakan plesteran (retak/terlepas plesteran pada dinding pemikul beban pada kasus khusus)
Kategori C: Kemungkinan rusak komponen struktur dinding pemikul beban Kategori D: Rusak dinding pemikul beban
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996
Tabel 4.13. Baku Tingkat Getaran Mekanik Berdasarkan Jenis Bangunan Kecepatan Getaran (mm/detik) Pada Fondasi
Frekuensi
Pada Bidang Datar di Lantai Atas Kelas Tipe Bangunan
< 10 Hz 10-15 Hz 50-100 Hz Campuran Frekuensi Bangunan untuk
keperluan niaga, bangunan industri 1
dan bangunan sejenis
< 10 Hz 20-40 40-50 40
Perumahan dan bangunan dengan rancangan dan 2
kegunaan sejenis
5 5-15 15-20 15
Struktur yang karena sifatnya peka terhadap getaran, tidak seperti tersebut pada no 1 dan 2, nilai budaya tinggi seperti 3
bangunan yang dilestarikan
3 3-8 8-10 8,5
Untuk frekuensi > 100 Hz, sekurang-kurangnya nilai yang tersebut dalam kolom harus dipakai.
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996 Tabel 4.14. Baku Tingkat Getaran Kejut
Kecepatan getaran
Kelas Jenis Bangunan Maksimum
(mm/detik) 1 Peruntukan dan bangunan kuno yang 2 mempunyai nilai sejarah yang tinggi
2 Bangunan dengan kerusakan yang 5 sudah ada, tampak keretakan-keretakan
pada tembok
3 Bangunan untuk dalam kondisi teknis 10 yang baik, ada kerusakan-kerusakan kecil seperti: plesteran yang retak
4 Bangunan "kuat" (misalnya: bangunan 10-40 industri terbuat dari beton atau baja)
Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 49 Tahun 1996
5. Panas
Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 tahun 1999 mengatur nilai ambang batas untuk iklim kerja yang standarnya dapat dilihat pada Tabel 4.15.
PT Sinar Sosro Gresik belum pernah melakukan pengukuran terhadap aspek panas. Panas merupakan sebuah faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan. Pada kenyataannya panas yang dihasilkan oleh perusahaan memang tidak terlalu mengganggu pada lingkungan, tetapi berpengaruh terhadap keadaan internal pabrik.
Tabel 4.15. Nilai Ambang Batas Intensitas Iklim Kerja ISBB (ºC) Pengaturan waktu Kerja Setiap jam Beban Kerja
Waktu Kerja
Waktu
Istirahat Ringan Sedang Berat Bekerja Terus Menerus
(8jam.Hari) 30,0 26,7 25,0
75% kerja 25% kerja 30,6 28,0 25,9
50% kerja 50% kerja 31,4 29,4 27,9
25% kerja 75% kerja 32,2 31,1 30,0
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51 Tahun 1999
4.4.2. Perbedaan antara Peraturan dan Kondisi Aktual Perusahaan tentang Aspek Limbah Cair
Pada Tabel 4.16 terdapat beberapa parameter yang menjadi tolak ukur dalam menguji kadar limbah cair. Kadar tersebut yang menentukan limbah cair yang akan dibuang dianggap tidak berbahaya atau berbahaya bagi lingkungan.
Berdasarkan hasil pengujian, seluruh parameter yang diukur telah memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah melalui Surat Keputusan Gubernur No. 45 tahun 2002, seperti misalnya kadar BOD5 maksimum yang diatur dalam peraturan pemerintah adalah 50 mg/L dan kadar BOD5 yang terdokumentasi adalah sebesar 16 mg/L, dapat disimpulkan bahwa kadar BOD5 masih berada jauh dari ambang maksimum yang diijinkan oleh pemerintah. Untuk hasil pengujian parameter yang lain dapat dilihat pada tabel 4.16.
Tabel 4.16. Kesesuaian Kadar Limbah Cair Terhadap Peraturan
HASIL UJI LABORATORIUM BAKU MUTU LIMBAH
CAIR
SK. GUB. No. 45/2002 No PARAMETER
UJI SATUAN KADAR
(Kadar Maksimum)
1 BOD5 mg/L 16 50
2 COD mg/L 40 100
3 TSS mg/L 2 30
4 Minyak
Lemak mg/L 1.25 6
5 pH - 7,7 6 – 9
6 Debit Max m3/m3
produk 1,01 3,5
Sumber: Balai Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hiperkes):
No.LHU.388/VII/2008
Selain Surat Keputusan Gubernur No. 45 tahun 2002, terdapat beberapa undang-undang yang berkaitan dengan limbah cair yang akan dibahas berikut ini:
1. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 111 tahun 2003.
Keputusan ini mengatur tata cara pembuangan air limbah dimana setiap jenis usaha dalam membuang limbah cair yang dihasilkan harus memiliki ijin dalam membuang limbah cair ke tempat pembuangan limbah. PT Sinar Sosro Gresik telah melakukan prosedur yang sesuai dengan keputusan ini, PT Sinar Sosro Gresik telah memiliki ijin tertulis dalam membuang air limbah dengan nomor keputusan 660.31/418/203.2/2006 oleh BAPEDAL propinsi Jawa Timur.
2. Undang-Undang No. 82 tahun 2001
Undang-undang ini mengatur agar setiap usaha membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan penanggung jawab usaha harus menyampaikan laporan penataan persyaratan ijin pembuangan air limbah ke air minimal tiga (3) bulan sekali. Pada kenyataannya di perusahaan, apabila keadaan darurat terjadi, tindakan pertama yang akan dilakukan adalah menghubungi BAPEDAL untuk memberitahu keadaan yang dialami perusahaan. Kemudian, perusahaan akan melakukan tindakan penanggulangan yang telah diprogramkan untuk menghadapi keadaan-keadaan tertentu yang
perlu ditanggulangi. Perusahaan belum menyampaikan laporan yang diwajibkan oleh pemerintah.
Undang-undang ini melarang kegiatan pengenceran air limbah dalam upaya penataan batas kadar yang dipersyaratkan dan juga mengatur agar setiap kegiatan usaha yang membuang air limbah ke air wajib mendapatkan ijin tertulis. PT Sinar Sosro Gresik telah memiliki ijin tertulis untuk pembuangan air limbah seperti yang telah dijelaskan di atas, tetapi saluran limbah yang dimiliki oleh PT Sinar Sosro Gresik adalah saluran terbuka. Saluran yang terbuka memungkinkan terjadinya pengenceran limbah karena mudah untuk bercampur dengar material lain.
Selain itu Undang-undang ini mengatur bahwa setiap orang juga dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air. Selama ini PT Sinar Sosro Gresik telah memisahkan limbah yang dihasilkannya berdasarkan jenisnya. Perusahaan ini tidak pernah membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air, sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan telah mematuhi aturan ini.
3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 255 tahun 1996
Keputusan ini mengatur tentang tata cara peletakan minyak oli untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada kenyataannya pemakaian minyak pelumas pada PT Sinar Sosro Gresik tidak dalam jumlah yang banyak.
Hal ini disebabkan karena sarana transportasi yang digunakan dalam pendistribusian produk yang dihasilkan lebih banyak menggunakan jasa dari luar. Perusahaan hanya memiliki lima (5) mobil yang harus mendapatkan perawatan dalam perusahaan, 16 forklift serta mesin-mesin yang digunakan dalam pabrik seperti mesin filler, tetrapak dan mesin-mesin lainnya. Oleh karena itu, maka minyak pelumas yang digunakan serta oli bekas yang dihasilkan oleh perusahaan ini dalam jumlah tidak banyak. PT Sinar Sosro Gresik menyimpan oli dengan meletakkannya berjajar, tidak membentuk blok 2x2 tetapi juga tidak meletakkannya dalam tumpukan yang lebih dari 3 (tiga) tumpukan drum 200 liter. Minyak pelumas oli bekas dikemas dalam drum bekas pelumas dan nantinya akan dijual kepada pihak yang berwenang untuk mengolahnya.
4.4.3. Perbedaan antara Peraturan dan Kondisi Aktual Perusahaan tentang Aspek Buangan Limbah Padat
Pada sub-bab ini akan dijelaskan tentang kesesuaian kondisi aktual perusahaan dengan Undang-undang yang berhubungan dengan limbah padat:
1. Keputusan BAPEDAL No. 01 bulan September tahun 1995
Sesuai Keputusan BAPEDAL No. 01 bulan September tahun 1995, penyimpanan limbah B3 dilakukan apabila limbah B3 belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan ini dimaksudkan untuk mencegah limbah B3 ini ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Untuk menjaga keamanan, maka sebelum dilakukan penyimpanan, limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas. Mengingat keragaman karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman. Pada PT Sinar Sosro Gresik salah satu contoh limbah B3 yang dihasilkan dan tidak dapat langsung diolah dengan segera adalah sisa oli bekas yang digunakan untuk perawatan kendaraan. B3 lain yang digunakan untuk menunjang kegiatan produksi tersimpan dalam kemasan yang telah dirancang oleh produsen penghasil B3 ini sendiri. Misalnya saja oli bekas disimpan dengan baik dalam kemasan sementara menunggu untuk diolah. Hal ini berarti bahwa PT Sinar Sosro Gresik telah melakukan tindakan sesuai dengan aturan ini.
Keputusan ini mewajibkan kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak rusak, dan bebas dari pengkaratan serta kebocoran. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik limbah B3 yang akan dikemasnya dengan mempertimbangkan segi keamanan dan kemudahan dalam penanganannya, mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya, dan memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya tumpahan saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC) dengan syarat bahan kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah B3 yang disimpannya. Pada kenyataannya limbah B3 yang disimpan di dalam kemasan pada PT Sinar Sosro Gresik hanya berupa oli bekas, karena oli bekas tidak
dapat diolah sendiri oleh perusahaan. Kemasan oli bekas ini telah sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku yaitu berada dalam drum yang merupakan tempat menyimpan oli baru pada awalnya yang sudah tidak terpakai lagi.
Keputusan ini juga mengatur bahwa limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan haruslah merupakan limbah yang sama, atau memiliki karakteristik yang sama. Limbah B3 yang perlu mengalami proses penyimpanan sebelum diolah pada PT Sinar Sosro Gresik hanya berupa oli bekas. Sehingga tidak ada beberapa jenis limbah yang dicampur menjadi dalam satu kemasan yang sama. Selain itu limbah B3 yang berada pada PT Sinar Sosro Gresik diletakkan dalam kemasan secara terpisah menurut jenis limbah B3 masing-masing. Tidak ditemukan limbah B3 yang tidak sejenis yang dikemas dalam tempat yang sama. Begitu juga dengan B3 yang belum digunakan akan diletakkan pada kemasannya masing-masing, tidak bercampur dengan B3 lain yang tidak sejenis. Hal ini sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Kemasan yang telah diisi dengan limbah B3 menurut Keputusan ini harus ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan penandaan pada kemasan limbah B3 dan harus selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya. PT Sinar Sosro Gresik memiliki kemasan limbah B3 berupa drum yang berisi oli bekas. Kemasan belum memiliki simbol atau label tanda bahaya dan belum disimpan dalam keadaan tertutup rapat.
Drum penyimpan oli bekas yang belum penuh berada dalam keadaan terbuka agar memudahkan proses penambahan atau pengambilan limbah. Hal ini menyalahi peraturan yang ada, dimana kemasan penyimpan limbah B3 harus dalam keadaan tertutup rapat, jadi pihak perusahaan belum menjalankan peraturan ini dengan benar
Menurut peraturan yang berlaku, drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya satu (1) minggu satu (1) kali, dan apabila diketahui terdapat kemasan yang mengalami kerusakan (karat
atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan yang ada. Selama ini PT Sinar Sosro Gresik belum pernah melakukan pemeriksaan kondisi kemasan yang digunakan untuk menyimpan limbah B3 yang dihasilkan. Untuk keadaan kemasan limbah B3, tidak dilakukan pemeriksaan tetapi apabila terjadi kebocoran masih dapat cepat terdeteksi karena lokasinya yang sering dilalui oleh pegawai sehingga jika terjadi kebocoran akan lebih mudah terdeteksi.
Pihak perusahaan belum melaksanakan peraturan yang ada yaitu memeriksa kondisi kemasan sekurang-kurangnya satu (1) minggu satu (1) kali.
Seperti yang diatur pada Keputusan ini, kemasan bekas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 apabila limbah B3 tersebut memiliki karakteristik sama dengan limbah B3 sebelumnya atau saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya. Selama ini pihak perusahaan belum pernah menggunakan kemasan bekas suatu limbah untuk mengemas jenis limbah B3 lainnya. Hal ini karena seperti yang telah dijelaskan di atas limbah B3 yang harus disimpan sebelum diolah hanya satu (1) jenis yaitu oli bekas. Dengan ini berarti bahwa perusahaan telah melakukan hal yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Hal lain yang diatur dalam Keputusan ini adalah ketika kemasan yang telah dikosongkan hendak digunakan untuk mengemas limbah B3 lain yang memiliki karakteristik yang sama harus disimpan dalam tempat penyimpanan limbah B3. Sedangkan jika ingin digunakan untuk menyimpan limbah B3 dengan karakteristik yang tidak sesuai dengan limbah B3 yang sebelumnya, maka kemasan harus dicuci bersih dahulu dan disimpan dengan memasang label “KOSONG” sesuai dengan ketentuan penandaan kemasan limbah B3.
Pada PT Sinar Sosro Gresik, kemasan B3 atau limbah B3 yang telah digunakan untuk satu jenis B3 tidak pernah digunakan untuk menyimpan jenis B3 atau limbah B3 lain. Kemasan yang sudah tidak dipakai lagi akan dicuci hingga bersih dan disimpan untuk dijual kepada pihak yang hendak mengolahnya kembali. Pihak perusahaan hingga saat ini juga belum pernah memasang label
“KOSONG” pada kemasan yang sudah tidak terpakai lagi. Hal ini berarti pihak