• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

3.1 Data Geokimia

Seperti yang telah dibahas pada bab 1, bahwa data kimia air panas, dan kimia tanah menjadi bahan pengolahan data geokimia untuk menginterpretasikan hal-hal berikut :

™ Memperkirakan temperatur reservoir

™ Mengetahui potensi batuan penutup (cap rock)

™ Menentukan tipe fluida reservoir

Dari 3 parameter tersebut, maka dapat diperkirakan besar potensi panas bumi pada daerah Kampala yang akan didukung juga oleh data geofisika.

3.1.1 Kimia Air Panas

Pada daerah penelitian terdapat 3 mata air panas yang dijadikan sampel untuk penelitian oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2007 b), yaitu : Air Panas Panggo (AAPG), Air Panas Kampala (APKA), dan Air Panas Pangesoran (APPS).

3.1.1.1 Kesetimbangan Ion

Kualitas data dapat diketahui dengan metoda kesetimbangan ion, yaitu metoda yang ditujukan untuk mengetahui tingkat kesetimbangan antara kation dengan anion yang ada pada sampel air panas. Hasil analisis kimia dikatakan baik apabila nilai kesetimbangan antara kation dengan anion tidak lebih dari 5 % (Nicholson, 1993).

Perhitungan keseimbangan ion dilakukan dengan mengkonversikan konsentrasi dari unsur kimia yang ada pada data air panas dari mg/L ke meq (milliequivalents) dengan menggunakan persamaan berikut :

Persamaan (9)

Anion atau kation (meq) = (konsentrasi(mg/L) / massa atom) x bilangan oksidasi

(2)

Setelah mengubah satuan mg/L ke meq, berikutnya data tersebut diformulasikan ke dalam persamaan keseimbangan ion di bawah ini (Nicholson, 1993) :

Persamaan (10)

Persamaan (11)

Persamaan (12)

Netral : SiO 2 , NH 3 , As, B

Kation : Na + , K + , Li + , Ca +2 , Mg +2 , Rb + , Cs + , Mn + , Fe + Anion : Cl - , HCO 3 -

, SO 4 -2

, F - , Br - , I -

Dari perhitungan (Tabel 3.4) yang dilakukan terhadap mata air panas yang ada, hasil yang didapat adalah air panas Kampala (APKA) mempunyai kesetimbangan ion di bawah 5 %. Sedangkan untuk mata air panas lainnya yaitu air panas Panggo (AAPG) dan air panas Pangesoran (APPS) memiliki harga kesetimbangan ion di atas 5 %. Kesetimbangan ion yang terlalu tinggi dapat diakibatkan oleh proses yang dialami air panas selama berinteraksi saat naik ke permukaan.

Ȉ anion (meq) = Ȉ kation (meq)

Ȉ anion (meq) / Ȉ kation (meq)

[2( Ȉ anion – Ȉ kation) / (Ȉ anion + Ȉ kation)]

(3)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 20 Tabel 3.1 Data Kimia Air Panas (Pusat Sumber D ay a Geolo g i, 2007 b) T ai r DHL Si O

2

F e Ca Mg Na K L i N H

4

BFC l S O

4

HCO

3

K o de C o nt o h (

0

C)

pH m /c m ) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) (m g/L) MA P P A N G G O (A AP G) 61 ,4 8, 5 33 5 0 54 ,8 5 0, 06 17 3 0, 30 50 1 6, 95 0, 20 0, 39 4, 93 1 94 9, 8 7 80 9, 86 MA P KA MP ALA (A P K A ) 55 ,4 7, 3 35 0 0 53 ,4 6 0, 06 19 8 0, 57 60 6 7, 3 1 0, 20 0, 39 3, 67 0 ,00 11 9 6, 14 60 21 ,5 6 MA P P A NG ESOR A N (A P PS)

42 ,6 8, 5 27 0 0 46 ,5 3 0, 06 72 0, 50 30 0 5, 37 0, 10 1, 16 3, 04 0, 50 50 0 50 39 ,4 3

(4)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 21

Tabel 3.2 Data Kation A ir P anas dalam m eq Kation Fe +2 Ca +2 Mg +2 Na + K + Li + Kat ion Tot al Kode Cont oh (meq ) (meq ) (meq ) (meq ) (meq ) (meq ) (meq ) AAPG 0,00 8,65 0,03 21,78 0,18 0,03 30,67 APK A 0,00 9,90 0,05 26,35 0,19 0,03 36,51 APPS 0,00 3,60 0,04 13,04 0,14 0,01 16,84 Tabel 3.3 Data Anion Air P anas dalam m eq Ani on F - Cl - SO 4 -2 HC O 3 - NH 4 - Ani on Tot al Kode Cont oh (meq ) (meq ) (meq ) (meq ) (meq ) (meq ) AAPG 0,05 26,76 1,67 0,16 0,02 28,66 APK A 0,00 33,69 1,25 0,35 0,02 35,31 APPS 0,03 14,08 1,04 0,65 0,06 15,86

(5)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 22

Tabel 3.4 Data Kesetimb angan Ion Kode Con toh % Kese ti mbangan Ion AAPG 6,78 APK A 3,34 APPS 5,99 Tabel 3.5 Resume Perbanding an Unsu r P erbandi n gan Unsur (me q) Kode C on toh NH 4 / B Cl / B Na / K B / Li Cl / M g M g / Ca Na / M g H CO 3 /S O 4 AAPG 0,04 59,47 122,23 15,69 2140,55 0,00 1742,60 0,19 APK A 0,06 102,09 140,57 11,68 1418,70 0,00 1109,38 0,57 APPS 0,21 50,29 94,73 19,35 676,06 0,01 626,09 1,24

(6)

3.1.1.2 Sifat Kimia

Sifat kimia air dapat digunakan untuk menginterpretasikan sifat kimia dari masing-masing mata air panas yang nantinya dapat membantu untuk mengetahui asal reservoir, kemungkinan terjadinya pencampuran dengan air laut atau air tanah, aliran fluida geotermal, tipe batuan, pemanasan uap air (steam heating), daerah permeabel (zona upflow), bahkan mendelineasi daerah potensi panas bumi (Nicholson, 1993).

Golongan Netral Silika (SiO 2 )

Menurut Nicholson (1993), pada umumnya konsentrasi SiO 2 dalam fluida panas bumi adalah kurang dari 700 mg/L dan di beberapa tempat 100 – 300 mg/L. Konsentrasi silika pada 3 mata air panas di daerah Kampala berkisar dari 46 – 54 mg/L (Tabel 3.1).

Amonia (NH 3 )

Amonia dalam suatu manifestasi panas bumi dapat dijumpai dalam bentuk gas (NH 3 ) ataupun dalam bentuk larutan (NH 4 ). Di daerah penelitian, amonia dianalisa dalam bentuk larutan. Rasio NH 4 / B yang tinggi menjadi indikasi jumlah pemanasan uap air (steam heating) dari fluida yang terdapat di permukaan (Duchi et al., 1987 op.cit. Nicholson, 1993).

Ketiga mata air panas di daerah penelitian memiliki rasio NH 4 / B yang rendah yaitu 0,04 – 0,21 (Tabel 3.5).

Boron (B)

Menurut Nicholson (1993), pada umumnya konsentrasi B dalam air panas

adalah sebesar 10 – 50 mg/L, tetapi konsentrasi tinggi hingga 800 – 1000 mg/L

dapat terjadi oleh karena adanya asosiasi fluida dengan batuan sedimen yang

kaya akan bahan-bahan organik. Pada interaksi dengan batuan beku, konsentrasi

B akan lebih tinggi bila berinteraksi dengan andesitik ataupun riolitik dibanding

(7)

dengan batuan basaltik. Rasio Cl / B sering digunakan sebagai indikasi kesamaan sumber reservoir (Nicholson, 1993).

Tabel 3.5 menunjukkan bahwa air panas Panggo (AAPG) dan air panas Pangesoran (APPS) memiliki rasio Cl / B yang hampir sama yaitu 50,29 dan 59,47. Sedangkan mata air panas Kampala (APKA) memiliki rasio Cl / B yang cukup berbeda dengan 2 mata air panas lainnya yaitu 102,09.

Golongan Kation

Sodium dan Potasium (Na dan K)

Menurut Nicholson (1993), pada umumnya Na merupakan kation utama dan K merupakan unsur kation utama setelah Na dalam fluida panas bumi. Rasio Na/K yang kurang dari 15 merupakan indikasi bahwa fluida yang berada di permukaan mengalami transportasi dalam waktu yang cepat. Hal ini dimungkinkan oleh kehadiran struktur sebagai media transportasi fluida menuju permukaan (zona upflow).

Tabel 3.5 menunjukkan bahwa ketiga mata air panas di daerah penelitian memiliki rasio Na / K yang tinggi yaitu berkisar dari 94 – 140.

Litium (Li)

Oleh Nicholson (1993), konsentrasi unsur ini memiliki hubungan terbalik

dengan migrasi fluida menuju permukaan dan aliran lateral. Pada umumnya

konsentrasi unsur ini di permukaan < 20 mg/L. Bila batuan sekitarnya berupa

batuan sedimen yang kaya akan unsur organik, maka konsentrasi unsur ini di

permukaan dapat mencapai 20 mg/L; namun apabila batuan sekitarnya berupa

batuan beku, maka akan memberikan konsentrasi yang lebih rendah. Untuk

batuan andesitik dan riolitik, akan diindikasikan dengan konsentrasi Li berkisar 1

– 10 mg/L, sedangkan untuk batuan beku basaltik berkisar < 1 mg/L (Ellis, 1979

op.cit. Nicholson, 1993). Di dekat permukaan Li akan berasosiasi dengan klorida

(Cl), kuarsa (SiO 2 ), dan mineral lempung yang menyebabkan unsur litium akan

berkurang. Sehingga rasio B / Li akan meningkat seiring dengan jauhnya

transportasi fluida panas bumi (Duchi et al., 1987 op.cit. Nicholson, 1993).

(8)

Dari perhitungan di atas (Tabel 3.1), terlihat bahwa tingginya konsentrasi B seiring dengan tingginya konsentrasi Li. Rendahnya konsentrasi Li yaitu < 1 mg/L menunjukkan bahwa litologi bawah permukaan berupa batuan beku basaltik. Ketiga mata air panas di daerah penelitian memiliki rasio B / Li yang berkisar dari 11 – 19 (Tabel 3.5).

Kalsium (Ca)

Menurut Nicholson (1993), konsentrasi Ca akan rendah di temperatur tinggi (< 50 mg/L). Dari konsentrasi Ca yang cukup tinggi yaitu berkisar 72 – 198 mg/L (Tabel 3.1), terlihat bahwa ketiga mata air panas di daerah penelitian berasosiasi dengan temperatur rendah.

Magnesium (Mg)

Dalam fluida panas bumi bertemperatur tinggi, Mg akan didapati dalam konsentrasi yang sangat rendah, yaitu berkisar 0.01 – 0.1 mg/L (Nicholson,1993).

Bila konsentrasi Mg tinggi maka hal ini mengindikasikan bahwa telah terjadi reaksi pencucian (leaching) Mg dari batuan sekitar atau adanya pelarutan dengan air tanah yang relatif memiliki konsentrasi Mg tinggi. Rasio yang rendah dari Cl / Mg (< 10 mg/L) dapat mengindikasikan adanya proses pencampuran (mixing) fluida panas bumi dengan air laut. Sedangkan rasio Mg / Ca yang rendah atau rasio Na / Mg yang tinggi dapat menjadi indikasi zona upflow.

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa konsentrasi Mg pada daerah penelitian rendah, hal ini mengindikasikan tidak terjadi reaksi leaching Mg dari batuan sekitar dan pelarutan dengan air tanah. Rasio Cl / Mg yang tinggi pada ketiga mata air panas di daerah penelitian yaitu berkisar dari 676 – 2140 (Tabel 3.5) mengindikasikan tidak adanya proses mixing fluida panas bumi dengan air laut.

Golongan Anion

Fluor (F)

Kandungan F dalam fluida panas bumi pada umumnya adalah kurang dari

10 mg/L. Hal ini dipengaruhi oleh reaksi antara fuida dengan batuan. Konsentrasi

(9)

F yang rendah menjadi indikasi temperatur tinggi, dan pada umumnya akan berasosiasi dengan konsentrasi kalsium (Ca) yang tinggi (Nicholson, 1993).

Konsentrasi F yang tinggi pada umumnya terletak di area batuan vulkanik, seperti pumis dan obsidian (Mahon, 1964 op.cit. Nicholson, 1993).

Dari data kimia air panas (Tabel 3.1), tertera bahwa konsentrasi F pada umumnya rendah, mengindikasikan bahwa batuan samping pada sistem panas bumi yang ada bukanlah batuan pumis ataupun obsidian.

Klorida (Cl)

Konsentrasi yang tinggi dari Cl mengindikasikan bahwa air panas yang ada merupakan suatu manifestasi upflow dengan proses pencampuran (mixing) dan pendinginan konduktif (conductive cooling) yang minimal. Namun apabila konsentrasi Cl rendah, maka hal tersebut merupakan karakterisasi dari proses pencampuran (dilusi) dengan air tanah (Nicholson, 1993).

Dari data kimia air panas (Tabel 3.1), terlihat bahwa konsentrasi klorida pada ketiga mata air panas tersebut tinggi yaitu 500 – 1196 mg/L, sehingga kemungkinan ketiga mata air panas tersebut merupakan suatu zona upflow dengan proses mixing dan conductive cooling yang minimal.

Bikarbonat (HCO 3 )

Reaksi dari fluida reservoir dengan batuan samping menyebabkan

terbentuknya HCO 3 , dimana konsentrasinya dipengaruhi oleh permeabilitas dan

aliran lateral. Oleh karena itu manifestasi upflow akan cenderung memiliki

konsentrasi HCO 3 yang rendah. Sehingga rasio HCO 3 / SO 4 akan dapat digunakan

untuk mengetahui arah aliran. Aliran yang jauh dari zona upflow akan memiliki

kesempatan yang lebih untuk berinteraksi dengan batuan samping dan oleh

karenanya dapat menyebabkan konsentrasi HCO 3 akan meningkat dan akan

kehilangan H 2 S, sehingga rasio HCO 3 / SO 4 yang tinggi akan jadi indikasi aliran

lateral yang menjauhi zona upflow, atau dengan kata lain indikasi manifestasi

outflow (Nicholson, 1993).

(10)

Dari data kimia air panas (Tabel 3.1), terlihat bahwa konsentrasi HCO 3

pada ketiga mata air panas di daerah penelitian cukup rendah yaitu 9,86 – 39,43 mg/L. Rasio HCO 3 / SO 4 pada ketiga mata air panas di daerah penelitian juga cukup rendah yaitu berkisar 0,19 – 1,24 (Tabel 3.5).

Sulfat (SO 4 )

Konsentrasi SO 4 biasanya rendah untuk fluida geotermal yang berada di reservoir (< 50 mg/L) dan akan meningkat seiring dengan meningkatnya proses oksidasi H 2 S. Bila konsentrasi SO 4 tinggi pada manifestasi permukaan, maka hal tersebut merupakan hasil dari kondensasi uap air di permukaan (Nicholson, 1993).

Dari data kimia air panas (Tabel 3.1), terlihat bahwa semua mata air panas

di daerah penelitian memiliki konsentrasi SO 4 yang cukup tinggi yaitu 50 – 80

mg/L, sehingga menandakan telah terjadi kondensasi uap air di permukaan pada

mata air panas tersebut.

(11)

3.1.1.3 Tipe Fluida Reservoir

Data kimia yang diperlukan dalam penentuan tipe fluida reservoir adalah kandungan relatif dari klorida (Cl), bikarbonat (HCO 3 ), dan sulfat (SO 4 ).

Kemudian dari data kandungan kimia (Lampiran A) tersebut untuk setiap mata air panas yang ada diplot dalam diagram segitiga (Gambar 3.1).

Gambar 3.1 Diagram Segitiga Cl, HCO 3 , SO 4

Dari hasil pengolahan di atas didapat bahwa mata air panas di daerah

penelitian merupakan tipe air klorida. Maka dapat disimpulkan bahwa ketiga

mata air panas tersebut layak digunakan sebagai geotermometer oleh karena

kandungan klorida yang tinggi yang mengindikasikan bahwa air panas tersebut

merupakan hasil langsung dari fluida reservoir tanpa sempat terkontaminasi

dengan batuan samping ataupun dengan fluida lainnya.

(12)

3.1.1.4 Reservoir dan Asal Air Panas

Data kimia yang diperlukan dalam penentuan asal fluida reservoir adalah kandungan klorida (Cl), litium (Li), dan boron (B). Kemudian dari data kandungan kimia tersebut untuk setiap mata air panas yang ada (Lampiran A) diplot dalam diagram segitiga (Gambar 3.2).

Dari hasil pengeplotan gambar 3.2, kandungan relatif Cl, Li, dan B di atas dari mata air panas yang ada pada daerah penelitian menunjukkan bahwa kandungan Cl relatif lebih tinggi dibandingkan kandungan Li dan B, yang mengindikasikan bahwa air panas yang ada berasal dari air meteorik dan dipengaruhi oleh aktivitas vulkanomagmatik.

Gambar 3.2 Diagram Segitiga Cl/100-2Li-B/5

(13)

Dari hasil perhitungan pada Tabel 3.5, terlihat bahwa air panas Panggo (AAPG) dan air panas Pangesoran (APPS) memiliki rasio Cl / B yang hampir sama, sehingga kemungkinan kedua mata air panas tersebut memiliki fluida yang berasal dari satu reservoir yang sama. Sedangkan air panas Kampala (APKA) memiliki rasio Cl / B yang cukup berbeda dengan 2 mata air panas lainnya yaitu 102,09, sehingga kemungkinan mata air panas Kampala memiliki fluida yang berasal dari reservoir yang berbeda dari 2 mata air panas lainnya. Namun bila dilihat pada diagram segitiga Cl-Li-B (Gambar 3.2), semua mata air panas di daerah penelitian relatif mengelompok dengan tren yang sama sehingga diduga ketiga mata air panas tersebut berasal dari satu reservoir yang sama. Akan tetapi, diperlukan juga dukungan metoda geofisika untuk menarik kesimpulan mengenai kesamaan asal reservoir pada ketiga mata air panas tersebut.

3.1.1.5 Temperatur Reservoir

Air panas yang bisa digunakan untuk perhitungan geotermometer adalah tipe klorida (Cl), karena air klorida yang paling mencerminkan kondisi reservoir.

Pada daerah penelitian, ketiga mata air panas merupakan air bertipe klorida.

Untuk mengetahui temperatur reservoir panas bumi di bawah permukaan dapat dilakukan melalui perhitungan beberapa metoda geotermometer (Lampiran B, Lampiran C, dan Lampiran D). Geotermometer yang paling sesuai untuk perhitungan temperatur reservoir daerah penelitian adalah geotermometer K-Na (Giggenbach). Geotermometer ini sangat baik digunakan untuk menghitung temperatur reservoir pada daerah penelitian, karena metoda K-Na tidak dipengaruhi oleh proses pelarutan dan pencucian. Berdasarkan geotermometer ini, daerah penelitian mempunyai temperatur reservoir panas bumi di bawah permukaan sekitar 110 - 130°C (Gambar 3.3 dan Tabel 3.6).

Sebagai pembanding, pada Tabel 3.6 diberikan hasil perhitungan

temperatur reservoir berdasarkan geotermometer K-Mg dan geotermometer Na-

K-Ca. Geotermometer K-Mg menunjukkan temperatur reservoir di daerah

penelitian sekitar 90 - 100°C. Geotermometer Na-K-Ca menunjukkan temperatur

reservoir di daerah penelitian sekitar 60°C. Geotermometer K-Mg tidak dapat

(14)

digunakan untuk menghitung temperatur reservoir pada daerah penelitian karena geotermometer K-Mg digunakan untuk temperatur reservoir > 150°C. Sedangkan geotermometer Na-K-Ca tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam menghitung temperatur reservoir di daerah penelitian karena kandungan Ca yang tidak cukup tinggi sehingga tidak terbentuk endapan sinter travertin.

Sebagai pembanding, pada Tabel 3.7 juga diberikan hasil perhitungan temperatur reservoir berdasarkan geotermometer silika yaitu geotermometer kuarsa adiabatik (Qad), kuarsa konduktif (Qc), dan kalsedon. Geotermometer kuarsa adiabatik dan konduktif menunjukkan temperatur reservoir di daerah penelitian sekitar 100°C. Sedangkan geotermometer kalsedon menunjukkan temperatur reservoir sekitar 70 - 80°C. Namun, geotermometer silika tidak dapat digunakan sebagai acuan dalam menghitung temperatur reservoir di daerah penelitian karena tidak semua mata air panas pada daerah penelitian memiliki ion balance < 5%.

Gambar 3.3 Geotermometer K-Na-Mg

(15)

Dari pengolahan di atas (Gambar 3.3), didapatkan temperatur reservoir air panas Panggo (AAPG) 120°C (berdasarkan geotermometer K-Na) dan 100°C (berdasarkan geotermometer K-Mg), temperatur reservoir air panas Kampala (APKA) 110°C (berdasarkan geotermometer K-Na) dan 95°C (berdasarkan geotermometer K-Mg), temperatur reservoir air panas Pangesoran (APPS) 125°C (berdasarkan geotermometer K-Na) dan 90°C (berdasarkan geotermometer K- Mg).

Tabel 3.6 Geotermometer K-Na, K-Mg, dan Na-K-Ca Kode

Contoh

T K-Na (Fournier) (°C)

T K-Na (Giggenbach) (°C)

T K-Mg (°C)

T Na-K-Ca (°C)

AAPG 91 112 101 58

APKA 85 106 94 59

APPS 103 124 87 63

Tabel 3.7 Geotermometer Kuarsa Adiabatik, Kuarsa Konduktif, dan Kalsedon Kode Contoh T Qad (°C) T Qc (°C) T Kalsedon (°C)

AAPG 107 106 77

APKA 106 105 76

APPS 100 99 69

3.1.2 Kimia Tanah dan CO 2 Udara Tanah

Pengukuran kimia tanah dan udara tanah oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2007 b), dilakukan untuk mengetahui anomali Hg dalam tanah dan CO 2

dalam udara tanah. Selain itu dilakukan juga pengukuran temperatur dan pH tanah.

3.1.2.1 Sebaran Temperatur Tanah

Oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2007 b) temperatur tanah diukur pada

horison B, dan didapat temperatur tanah berkisar antara 27 – 39 0 C (Lampiran E

(16)

dan Gambar 3.4). Anomali temperatur tanah cukup tinggi yaitu 39 0 C ditemukan di sekitar Kalupang, sehingga diduga di bawah permukaan daerah tersebut terdapat sumber panas. Namun, untuk mengidentifikasi lebih lanjut mengenai keterdapatan sumber panas perlu didukung oleh data geofisika.

3.1.2.2 Sebaran pH

Oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2007 b) pH tanah diukur dari sampel yang diambil pada horison B dengan menggunakan pHmeter digital. Hasil pengukuran langsung menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki pH antara 5,2 – 7,3 (Lampiran E dan Gambar 3.5).

3.1.2.3 Sebaran CO 2

Penyebaran CO 2 dimaksudkan untuk mengetahui daerah permeabel yang menunjukkan keterdapatan rembesan fluida panas di permukaan. Oleh Pusat Sumber Daya Geologi (2007 b) sampel udara tanah berupa CO 2 ini diambil dari kedalaman ± 1 meter. Kandungan CO 2 pada daerah penelitian berkisar antara 0,22 – 4,54 % dengan harga ambang 1,86 %, dihitung menggunakan metoda kurva S yang terdapat dalam Lampiran G dan Lampiran I (Sinclair, 1974 op.cit.

Rose et al., 1979). Kandungan gas CO 2 terbesar terkonsentrasi di sekitar Kalupang (Gambar 3.6). Hal ini sesuai karena keterdapatan Sesar Kalamisu dan Sesar Panggo berada pada daerah tersebut yang memungkinkan membentuk suatu zona yang relatif permeabel (zona upflow).

3.1.2.4 Sebaran Hg

Unsur merkuri dalam fasa uap akan tertransportasi ke permukaan

(Nicholson, 1993). Penyebaran Hg ini dimaksudkan untuk mengetahui struktur

atau zona aktif yang terhubung dengan sumber panas. Oleh Pusat Sumber Daya

Geologi (2007 b) sampel kimia tanah berupa merkuri (Hg) ini diambil pada

horison B dan didapat nilai kandungan berkisar 5 - 50 ppb, dengan harga ambang

28 ppb, dihitung menggunakan metoda kurva S yang terdapat dalam Lampiran H

dan Lampiran J (Sinclair, 1974 op.cit. Rose et al., 1979). Anomali relatif tinggi

(17)

terkonsentrasi di sekitar Kalupang (Gambar 3.7), sehingga diduga di daerah

tersebut merupakan zona aktif yang terhubung dengan sumber panas. Hal ini

sesuai karena keterdapatan Sesar Kalamisu dan Sesar Panggo berada pada daerah

tersebut yang memungkinkan membentuk suatu zona yang relatif permeabel

(zona upflow).

(18)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 35

G a m b ar 3.4 P et a S eb ara n T em perat ur Tanah Dae rah Kam pal a

(19)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 36

G a m b ar 3.5 P et a S eb ara n p H T anah D aer ah Kam p al a

(20)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 37

G a m b ar 3.6 Pe ta Se b ar an CO 2 Udar a T an ah D aerah Kam pal a

(21)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 38

G a m b ar 3.7 P et a S eb ara n H g T anah D aer ah Kam pal a

(22)

3.2 Data Geofisika

Dalam membantu penginterpretasian potensi panas bumi daerah penelitian, maka data geofisika sangat membantu dalam menentukan hal-hal berikut (Gupta & Roy, 2007):

ƒ Keberadaan sumber panas

ƒ Keberadaan zona reservoar

ƒ Zona permeabel dan upflow

Dalam penelitiannya di daerah Kampala, Pusat Sumber Daya Geologi (2007 b) melakukan 2 metoda penelitian geofisika, yaitu : metoda gravitasi (gaya berat) dan resistivitas (tahanan jenis).

3.2.1 Gravitasi (Gaya Berat)

Survei gravitasi untuk ekplorasi geotermal digunakan untuk menganalisa variasi densitas batuan arah lateral yang berkolerasi dengan tubuh magmatik, yang dapat berupa sumber panas. Densitas batuan pada umumnya akan meningkat oleh karena adanya aliran hidrotermal yang melalui pori batuan, bila diendapkan mineral-mineral alterasi yang memiliki densitas lebih besar dari mineral primernya di pori batuan tersebut.

Nilai gravitasi tinggi pada daerah penelitian (> 1,5 mgal) berada di bagian timur laut, barat laut, tenggara, barat daya, dan sekitar Kalupang (Gambar 3.8).

Nilai gravitasi rendah (< -0,5 s/d 1,5 mgal) hampir tersebar di seluruh

daerah penelitian. Hal ini dikarenakan lokasi - lokasi tersebut terdapat pada

Formasi Walanae yang litologinya disusun oleh batuan sedimen dan di beberapa

tempat seperti sekitar mata air panas Kampala, Panggo, dan Buluparia ditemukan

batuan ubahan yang didominasi mineral lempung (zona argilik), sehingga

densitasnya rendah.

(23)

3.2.2 Resistivitas (Tahanan Jenis)

Metoda resistivitas atau yang dikenal juga dengan tahanan jenis digunakan untuk memperkirakan kondisi geologi bawah permukaan yang didasarkan pada distribusi resistivitas mediumnya baik secara lateral maupun vertikal. Dalam ekplorasi geotermal yang dicari adalah nilai tahanan jenis rendah, yang menandakan adanya aliran fluida di bawah permukaan sehingga daya hantar listriknya tinggi yang berarti daya tahannya (resistivitas) rendah.

Dari peta resistivitas semu, didapat bahwa daerah bernilai resistivitas

rendah (< 20 ȍm) pada batulempung Formasi Walanae dan batuan ubahan (zona

argilik) yang memanjang searah barat laut – tenggara diperkirakan menjadi zona

penudung (Gambar 3.9). Nilai resistivitas sedang (20 – 30 ȍm) pada batupasir

Formasi Walanae dan retas-retas basal yang tersesarkan berada di di sebelah

timur laut mata air panas Kampala, serta sebelah utara mata air panas Pangesoran

dan Panggo diperkirakan menjadi zona reservoir (Gambar 3.12). Pada

penampang resistivitas semu (Gambar 3.13) terlihat adanya warna merah pada

penampang yang menunjukkan nilai resistivitas rendah (< 20 ȍm) yang

berpotensi menjadi zona penudung dan warna kuning muda yang menunjukkan

nilai resistivitas sedang (20 – 30 ȍm) yang berpotensi menjadi zona reservoir,

dimana zona-zona tersebut dijumpai pada kedalaman < 700 m.

(24)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 41

G a m b ar 3.8 Peta Anomali Gravitasi Sisa Dae rah Kampala (Pusat Sumber Da y a G eolog i, 2007 b )

(25)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 42

G a m b ar 3.9 Peta Resisti vitas Semu AB /2 = 250 m D aerah Kampala (Pusat Sumber Da y a Geolo g i, 2007 b)

(26)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 43

G a m b ar 3.1 0 Peta Resistivitas Semu AB /2 = 500 m D aer ah K ampala (Pusat Sumber D ay a Geolo g i, 2007 b)

(27)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 44

G a m b ar 3. 11 Peta Resistivitas Sem u AB /2 = 800 m D aer ah Kampala (Pusat Sumber Da y a G eolog i, 2007 b )

(28)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 45

G a m b ar 3. 12 Peta Resistivitas Sem u AB /2 = 1000 m D aer ah Kampala (Pusat Sumber Da y a G eolog i, 2007 b )

(29)

P otensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geo ki mia Daerah Kampala, K abupaten Sinjai, Provin si Sulawesi Selatan 46

G a m b ar 3.13 Pen ampan g R esistivitas Semu Daer ah Kampala (Pusat Sumber Da y a Geolo g i, 2007 b)

(30)

3.3 Data Geologi

Pusat Sumber Daya Geologi (2007 b) menemukan adanya proses ubahan hidrotermal di sekitar mata air panas Panggo, mata air panas Kampala, dan di Kampung Buluparia. Daerah tersebut berlitologikan basal yang di beberapa tempat telah mengalami alterasi menghasilkan mineral sekunder berupa smektit, haloisit, dan kaolinit sehingga digolongkan pada zona argilik, hal ini didukung oleh adanya nilai densitas rendah yang ditunjukkan dalam peta gravitasi (Gambar 3.8).

Berdasarkan kedudukan dari zona penudung pada penampang resistivitas semu (Gambar 3.13) yang dikombinasikan dengan penampang geologi daerah Kampala (Gambar 2.4) diperkirakan zona penudung berada pada kedalaman < 700 m, sehingga diperkirakan berupa batulempung Formasi Walanae (Tmpw) dan intrusi basal (b) yang terubah menjadi mineral-mineral ubahan didominasi mineral lempung (smektit, haloisit, dan kaolinit). Zona reservoir diperkirakan berupa batupasir Formasi Walanae (Tmpw) dan retas-retas basal yang tersesarkan.

Adanya Formasi Walanae yang diintrusi oleh basal serta sesar yang memotong Formasi Walanae dan retas – retas basal dapat membentuk rekahan- rekahan. Terdapatnya struktur geologi berupa rekahan-rekahan pada daerah penelitian dapat membentuk porositas sekunder yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permeabilitas dalam batuan. Selain itu litologi berupa batupasir juga memiliki nilai permeabilitas cukup tinggi yang mendukung proses sirkulasi fluida hidrotermal dalam sistem panas bumi daerah penelitian.

Pada peta anomali gravitasi (gaya berat) sisa daerah penelitian terdapat adanya anomali Bouguer sisa positif di timur laut, barat laut, tenggara, barat daya, dan sekitar Kalupang (Gambar 3.8). Anomali di sekitar Kalupang berasosiasi dengan adanya intrusi basal (Gambar 2.4). Intrusi ini diperkirakan sebagai sumber panas sistem panas bumi daerah Kampala. Yuwono et al. (1985) menyebutkan bahwa intrusi basal di daerah penelitian berumur Pleistosen.

Sehingga dapat diperkirakan sumber panas sistem panas bumi daerah Kampala

adalah sisa panas dari intrusi basal sejak Pleistosen.

Gambar

Tabel 3.5 menunjukkan bahwa air panas Panggo (AAPG) dan air panas Pangesoran (APPS) memiliki rasio Cl / B yang hampir sama yaitu 50,29 dan 59,47
Tabel 3.1 menunjukkan bahwa konsentrasi Mg pada daerah penelitian rendah, hal ini mengindikasikan tidak terjadi reaksi leaching Mg dari batuan sekitar dan pelarutan dengan air tanah
Gambar 3.1 Diagram Segitiga Cl, HCO 3 , SO 4
Gambar 3.2 Diagram Segitiga Cl/100-2Li-B/5
+3

Referensi

Dokumen terkait

Program pendidikan budi pekerti yang termuat dalam Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dalam praktek kehidupan sehari-hari disekolah akan berhasil apabila : a) Peserta

Pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran game edukasi diharapkan (1) sebagai masukan yang mengarah kepada tersampainya isi (pengetahuan dan keterampilan)

Akan tetapi, sebaliknya bilamana kenaikan nilai variabel X selalu diikuti oleh penurunan nilai variabel Y, dan penurunan nilai variabel X justru diikuti oleh kenaikan nilai

Demikian Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Sidoarjo, 23

disiapkan tim helpdesk yang ditempatkan dilokasi sistem informasi beroperasi, atau secara terpusat yang mudah dihubungi. • Alternatif lain, beberapa

Dimulai dengan mendaftar semua objek dan aksi yang terlibat dalam tugas dan kemudian membangun taksonominya.. Perancangan Format

POKJA 20 ULP RSUD KABUPATEN SIDOARJO akan melaksanakan pelelangan Sederhana dengan metode pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan Barang secara elektronik sebagai

Demikian Berita Acara Penjelasan Pekerjaan ini dibuat dan merupakan dokumen yang tidak terpisahkan dari Berkas Pelelangan untuk dapat dipergunakan sebagaimana