• Tidak ada hasil yang ditemukan

UJI KEPEKAAN (SENSITIVITY TEST) BAKTERI PENYEBAB MASTITIS PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DIBEBERAPA KECAMATAN KABUPATEN BANYUWANGI TERHADAP ANTIBIOTIK AMPISILIN, OKSITETRASIKLIN DAN SULFAMETOKSAZOL.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "UJI KEPEKAAN (SENSITIVITY TEST) BAKTERI PENYEBAB MASTITIS PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DIBEBERAPA KECAMATAN KABUPATEN BANYUWANGI TERHADAP ANTIBIOTIK AMPISILIN, OKSITETRASIKLIN DAN SULFAMETOKSAZOL."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

UJI KEPEKAAN (SENSITIVITY TEST) BAKTERI PENYEBAB MASTITIS PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DIBEBERAPA KECAMATAN KABUPATEN BANYUWANGI TERHADAP ANTIBIOTIK

AMPISILIN, OKSITETRASIKLIN DAN SULFAMETOKSAZOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas -Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Diajukan Oleh : Fiki Agus Purnomo

1009005110

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

ii

UJI KEPEKAAN (SENSITIVITY TEST) BAKTERI PENYEBAB MASTITIS PADA KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DIBEBERAPA KECAMATAN KABUPATEN BANYUWANGI TERHADAP ANTIBIOTIK

AMPISILIN, OKSITETRASIKLIN DAN SULFAMETOKSAZOL

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran Hewan

Oleh:

Fiki Agus Purnomo 1009005110

Menyetujui/Mengesahkan

Pembimbing I

Drh. Ketut Tono PG, M.Kes NIP. 19591231 198601 1 001

Pembimbing II

Drh. I Gusti Ketut Suarjana, MP NIP. 19601111 198803 1 001

DEKAN FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP NIP. 19600305 19873 1 001

(3)

iii

Setelah mempelajari dan menguji dengan sungguh-sungguh, kami berpendapat bahwa tulisan ini baik ruang lingkup maupun kualitasnya dapat diajukan sebagai skripsi untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan.

Ditetapkan di Denpasar, tanggal : ...

Panitia Penguji

Drh. Ketut Tono PG, M.Kes Ketua

Drh. I Gusti Ketut Suarjana, MP Sekretaris

Drh. Samsuri, M.Kes Anggota

Drh. Ketut Budiasa, MP Anggota

(4)

iv

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banyuwangi, Jawa Timur pada tanggal 04 Agustus 1992, merupakan putra dari pasangan Bapak Imam Syamsuri dan Ibu Kasih. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Kaliploso, lulus pada tahun 2004. Pendidikan lanjutan tingkat pertama di SMP Negeri 2 Muncar, lulus pada tahun 2007. Pendidikan lanjutan tingkat atas di SMA Negeri 1 Muncar lulus pada tahun 2010.

(5)

v ABSTRAK

Mastitis merupakan peradangan pada ambing atau peradangan pada kelenjar susu yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri yang menyebabkan kerugian. Telah dilakukan penelitian tentang uji sensitivitas bakteri-bakteri yang berasal diisolasi dan diidentifikasi sebagai penyebab mastitis klinis dari air susu kambing peranakan etawa (PE) di Kecamatan Pesanggaran, Srono, Rogojampi dan Songgon di Kabupaten Banyuwangi. Isolat-isolat bakteri yang digunakan yaitu : Staphylococcus sp, Pseudomonas sp, Escherichia coli, Corynebacterium sp, Neisseria sp dan Listeria sp, dan Antibiotik yang digunakan adalah Ampisilin, Oksitetrasiklin dan Sulfametoksazol Uji sensitifitas menggunakan cara difusi cakram Antibiotik menurut Kirby-Bauer. Hasil penelitian menunjukan bahwa Staphylococcus sp resisten (R) terhadap Ampisilin, Oksitetrasiklin dan Intermediet (I) terhadap Sulfametoksazol. Pseudomonas sp resisten (R) terhadap Ampisilin, Oksitetrasiklin dan sensitif (S) terhadap Sulfametoksazol. Esherichia coli resisten (R) terhadap Ampisilin, Oksitetrasiklin dan Sulfametoksazol. Corynebacterium sp resisten (R) terhadap Ampisilin, Oksitetrasiklin dan Sulfametoksazol. Neisseria sp resisten (R) terhadap Ampisilin Oksitetrasiklin dan Sulfametoksazol. Listeria sp resistensi (R) terhadap Ampisilin, Oksitetrasiklin dan Sensitif (S) terhadap Sulfametoksazol.

(6)

vi ABSTRACT

Mastitis is an inflammation of the mammary or inflammation of the mammary gland caused by various types of bacteria that cause harm. Has conducted research on the sensitivity of the test bacteria from isolated and identified as a cause of clinical mastitis milk of goat hybrid etawa (PE) in the District Pesanggaran, Srono, Rogojampi and Songgon in Banyuwangi. Bacterial isolates used : Staphylococcus sp, Pseudomonas sp, Escherichia coli, Corynebacterium sp, Neisseria sp and Listeria sp, and antimicrobial used Ampicillin, Oxytetracycline and Sulfamethoxazole sensitivity test using antimicrobial disc diffusion method according to Kirby-Bauer. The results showed that the resistant Staphylococcus sp (R) to Ampicillin, Oxytetracycline and intermediates (I) against Sulfamethoxazole. Pseudomonas sp resistant (R) to Ampicillin, Oxytetracycline and sensitive (S) for Sulfamethoxazole. Esherichia coli resistant (R) to Ampicillin, Oxytetracycline and Sulfamethoxazole. Corynebacterium sp resistant (R) to Ampicillin, Oxytetracycline and Sulfamethoxazole. Neisseria sp resistant (R) to Ampicillin Oxytetracycline and Sulfamethoxazole. Listeria sp resistance (R) to Ampicillin, Oxytetracycline and Sensitive (S) for Sulfamethoxazole.

(7)

vii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah memberikan segala nikmat, rahmat dan sayang-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam tersanjungkan kepada Nabi Muhammad Sholallahu ‘Alaihi Wa Salam, yang telah menyampaikan ilmu-ilmu ilahi yang terbukti dari zaman ke zaman.

Skripsi yang berjudul “Uji Kepekaan (Sensitivity Test) Bakteri Penyebab Mastitis pada Kambing Peranakan Etawa (PE) di Beberapa Kecamatan Kabupaten Banyuwangi terhadap Antibiotik Ampisilin, Oksitetrasiklin, dan Sulfametoksaszol” disusun berdasarkan hasil penelitian salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Bapak Dr. drh. Nyoman Adi Suratma, MP, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

2. Bapak drh. Samsuri, M.Kes, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan motivasi dan dukungan moril.

3. Bapak drh. Ketut Tono PG,M.Kes, selaku pembimbing I atas bimbingan, nasehat dan motivasi yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Bapak drh. I Ketut Suarjana, MP, selaku pembimbing II atas bimbingan, nasehat dan motivasi yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini hingga selesai.

5. Bapak Tim penguji drh. Anak Agung Gde Arjana, M.Kes, drh. Ketut Budiasa, MP dan drh. Samsuri, M.Kes atas saran dan masukan yang diberikan.

(8)

viii

7. Bapak Kepala Balai Besar Veteriner (BBVET) Denpasar yang telah memberikan bantuan untuk melakukan penelitian ini.

8. Bapak dan Ibu dosen di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah mendidik dan membimbing penulis selama mengikuti masa perkuliahan.

9. Untuk Bapak Imam Syamsuri, Ibu Kasih dan Ayu Mei Vitasari tercinta yang telah banyak berjasa dalam memberikan dorongan baik moril dan materil serta do’a sehingga penulisan skripsi ini dapat berjalan dan selesai dengan tepat waktu.

10.Untuk semua keluarga di rumah atas Do’a, semangat, dan dorongan yang telah diberikan.

11.Untuk teman-teman seperjuangan dalam penelitian ini M. Hasan Isnan, Hanesty Jantiko, Restu Ilham, Sentral Pemilu Pitres, Yusmaniar Galuh A.L, Eggy H.L.

12.Untuk teman-teman dalam pemberi masukan dan dorongan dalam penulisan Bayu Setiabudi, S.Kh, Khamid Yusuf Baehakie, S.Kh, Yuli Darmawan, S.Kh, Andika Budi. K S.Kh dan Asyauqi Ilham P. S.Kh, Adrin Ma’ruf S.Kh.

13.Untuk kaka Tyo selaku pengurus Bali Rumah Singgah Satwa yang banyak motivasi dan semangat kepada saya, dan segenap teman dokter hewan dan volunteer yang ada disana.

14.Untuk teman-teman satu angkatan 2010 yang telah memberikan dukungan dan doanya selama ini.

Dalam penelitian skripsi ini masih banyak kekurangan, dan untuk itu segala saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Sebagai akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Denpasar,17 Februari 2015

(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

RINGKASAN ... v

SUMMARY ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DATAR TABEL... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kambing Peranakan Etawa ... 5

2.2 Mastitis ... 5

2.3 Bakteri Penyebab Mastitis ... 6

2.3.1 Staphylococcus sp ... 6

2.3.2 Streptococcus sp ... 8

2.3.3 Mycoplasma sp ... 9

2.3.4 Escherischia coli ... 9

2.4 Resistensi Bakteri ... 10

2.4.1 Staphylococcus aueus ... 10

2.4.2 Escherischia coli ... 11

2.4.3 Streptococcus sp ... 11

2.4.4 Mycoplasma sp ... 12

2.5 Antibiotik ... 12

2.5.1 Ampisilin... 16

2.5.2 Oksitetrasiklin ... 16

2.5.3 Sulfametoksazol ... 17

2.6 Kerangka Konsep ... 18

BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Sampel Penelitian ... 20

3.2 Bahan Penelitian ... 20

3.3 Alat Penelitian ... 20

(10)

x

3.4.1 Sterilisasi Alat ... 21

3.4.2 Persiapan Bahan ... 21

3.4.3 Pembuatan Media ... 21

3.4.3.1 Nutrien Agar (NA) ... 21

3.4.3.2 Larutan Bullion ... 22

3.4.3.3 Muller Hinton Agar (MHA) ... 22

3.5 Prosedur Penelitian ... 23

3.5.1 Isolasi Bakteri ... 23

3.5.2 Prosedur Uji Kepekaan dengan difusi disk menurut Kirby-bauer ... 23

3.6 Variabel Penelitian ... 24

3.7 Analisis Data ... 25

3.8 Waktu dan Tempat Penelitian ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pola Kepekaan Bakteri Penyebab Mastitis pada Kambing PE ... 26

4.2 Pembahasan ... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 36

5.2 Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel Keterangan Halaman

1. Standar Diameter Daya Hambat (mm) ... 24 2. Diameter Zona Hambar yang Terbentuk dari Bakteri-bakteri

penyebab Mastitis (mm) ... 26 4. Pola Variasi yang Terbentuk dari Bakteri-bakteri penyebab

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Keterangan Halaman

1. Hasil uji kepekaan bakteri Staphylococcus pada (Muller Hinton

Agar) MHA ... 27

2 Hasil uji kepekaan bakteri Pseudomonas sp pada MHA ... 27

3. Hasil uji kepekaan bakteri Esherichia coli pada MHA ... 27

4. Hasil uji kepekaan bakteri Corynobacterium sp pada MHA ... 27

5. Hasil uji kepekaan bakteri Neisseria sp pada MHA ... 28

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Keterangan Halaman

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kambing peranakan etawa (PE) merupakan salah satu ternak di Indonesia yang baik genetiknya, merupakan persilangan kambing etawa dan kambing lokal (Syukur dan Suharno, 2014). Kambing jenis ini mempunyai beberapa keuntungan yang dapat dihasilkan, seperti produksi air susu, anak kambing, dan daging. Keunggulan utama dari kambing PE adalah produksi susu yang tinggi dibandingkan dengan kambing jenis lainnya. Pengalaman tentang proses pemerahan susu yang baik dan benar dari peternak yang kurang, berpotensi menyebabkan terjadinya mastitis.

Peternakan kambing PE yang berada di Kecamatan Pesanggaran, Srono, Rogojampi dan Kecamatan Songgon Kabupaten Banyuwangi yang terjadi mastitis. Penyakit mastitis menyebabkan kerugian yaitu produksi air susu turun dan kematian anak kambing karena kekurangan kolostrum. Dalam penanganan kejadian mastitis peternak masih menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan air hangat yang ditambahkan dengan povidon iodin untuk membasuh ambing dan dokter hewan dalam menangani mastitis menggunakan antibiotik Penisilin dan Streptomisin secara intramamari.

(15)

2

peternak yang tidak aseptis saat memerah kambing. Demikian juga dengan air yang digunakan membasuh ambing terkontaminasi oleh bakteri. Disamping itu peranan handuk yang digunakan dalam membilas ambing terdapat bakteri yang dapat menyebabkan mastits (Contreras, et al., 2007). Disamping tiga hal diatas, kandungan susu yang mengandung protein tinggi menjadi media yang ideal dalam pertumbuhan bakteri (Ceballos, et al., 2007).

Penyakit mastitis dapat disebabkan oleh bakter-bakteri, seperti Staphylococcus sp, Streptococcus sp, Escherichia coli (E. coli), Micrococcus, Pasteurella haemolytica, Corynebacterium pseudotuberculosis, Mycoplasma spp

dan bakteri Coliforms (Shearer dan Haris, 1992). Menurut Suwito dan Julianto (2013) bakteri yang berhasil diisolasi dari air susu yang terkena mastits adalah: Streptococcus agalactiae, E. coli, Enterobacter aerogenes, dan Pseudomonas

aeroginosa. Sedangkan menurut Ebrahimi dkk (2007), bakteri yang terisolasi

adalah: Staphylococcus aureus, CNS (coagulase-negative Staphylococci), Streptococci, dan Mycoplasma spp.

(16)

3

Purnomo dkk, (2006) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa bakteri Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama kejadian mastitis yang

menunjukan sifat sensitf (S) terhadap antibiotik Oksitetrasiklin, Tetrasiklin, Gentamisin, Ampisilin dan Eritromisin. Bakteri Staphylococcus sp pada kasusus mastitis menunjukan sifat Intermediet pada antibiotik Oksasiklin, Ertitromisin, Tertasiklin, Ampisilin dan Gentamisin (Salasia, et al., 2005).

Kejadian resistensi bakteri terhadap antibiotik diakibatkan karena sering terjadinya pemaparan terhadap antibiotik, pemberian dosis antibiotik yang kurang tepa, diagnosa penyakit yang kurang tepat, tidak tepatnya sasaran antibiotik terhadap bakteri (Satari, 2013). Kejadian resistensi juga disebabkan oleh mutasi genetik oleh bakteri dan transfer genetik mikroba (Sjahrurachman, 2011).

Dalam penelitian Uji Kepekaan ini, antibiotik yang digunakan adalah Ampisilin, Oksitetrasiklin dan Sulfametoksazol. Antibiotik Ampisilin dilapangan merupakan obat kombinasi dengan antibiotik Streptomisin, Oksitetrasiklin merupakan antibiotik yang sering digunakan dalam kasus yang disebabkan oleh mikroba yang mempunyai spektrum luas terhadap Gram-positif dan Gram-negatif sedangkan antibiotik Sulfametoksazol sering digunakan karena efektifitasnya yaitu menghabat sistem sintesis asam folat pada bakteri (Fakhrurrazi dan Rasmidar, 2009). .

(17)

4

Mastitis pada Kambing Peranakan Etawa (PE) di Beberapa Kecamatan Kabupaten Banyuwangi terhadap antibiotik Ampisilin, Oksitetrasiklin, dan Sulfametoksazol menarik untuk dilakukan guna memperoleh informasi dan pemilihan antibiotik yang tepat dalam penanganan mastitis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pola variasi kepekaan bakteri penyebab mastitis pada kambing PE terhadap antibiotik Ampisilin, Oksitetrasiklin, dan Sulfametoksazol ?

2. Dari ketiga antibiotik yang diteliti dan dimati, Antibiotik apakah yang efektif pada bakteri-bakteri penyebabmastitis pada kambing Kecamatan Pesanggaran, Srono, Rogojampi dan Songgon Kecamatan Kabupaten Banyuwangi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pola kepekaan bakteri penyebab mastitis pada kambing PE terhadap antibiotik Ampisilin, Oksitetrasiklin, dan Sulfametoksazol.

2. Untuk mengetahui antibiotik yang efektif dalam upaya penanggulangan terhadap mastitis pada kambing PE di Kecamatan Pesanggaran, Srono, Rogojampi dan Songgon Kabupaten Banyuwangi.

1.4Manfaat Penelitian

(18)

bakteri-5

(19)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kambing Peranakan Etawa

Kambing peranakan etawa (PE) merupakan ternak yang mempunyai genetik paling unggul di Indonesia dan digemari oleh peternak sebagai penghasil susu, daging dan anak lebih dari satu ekor pada setiap kelahirannya (Syukur dan Suharno, 2014).

Air susu yang dihasilkan merupakan hasil dari kambing yang sangat berguna baik untuk manusia maupun untuk anak kambing itu sendiri yang dihasilkan oleh induknya. Kasus mastitis atau radang amabing ini sangat mengganggu dan menurunkan hasil produksi air susu pada kambing PE ini (Purnomo, et al., 2006).

2.2 Mastitis

(20)

6

Pada kejadian mastitis yang bersifat akut dapat diketahui seperti pembenggkaan pada ambing, ambing terasa hangat saat diraba, warna kemerahan dan terganggunya fungsi. Struktur air susunya sendiri berubah seperti air susu pecah, bercampur endapan, adanya jonjot fibrin, akumulasi fibrin dan gumpalan protein. Sedangkan pada kejadian yang sub akut gejalanya masih ringan dibandingkan dengan kejadian akut, kambing masih punya nafsu makan, suhu dalam batas normal. Mastitis yang bersifat kronis, merupakan infeksi yang sudah terjadi sangat lama dari satu periode laktasi pertama sampai periode laktasi berikutnya, dan proses kronis ini berakhir dengan atropinya kelenjar mamae (Rahayu, 2009).

Kejadian mastitis disebabkan banyak faktor seperti pemerahan yang tidak higienis oleh pemerah, air yang digunakan mengandung atau terpapar oleh bakteri penyebab masitits, kain lap yang mengandung bakteri serta bakteri makanan paling senang tumbuh dalam lingkungan yang banyak mengandung protein guna dalam pertumbuhan bakteri (Suwito dan Julianto 2013).

2.3 Bakteri Penyebab Mastitis 2.3.1 Staphylococcus sp

Staphylococcus sp adalah bakteri Gram positif, bentuk kokus, diameter

sekitar 1µm, tidak motil, fakultatif anaerob, berpasangan, bergerombol, berantai satu, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, dan oksidasi-negatif. Dari jenis Staphylococcus sp yang paling tinggi prosentasenya dalam kejadian mastitis pada

(21)

7

Koagulase dihasilkan oleh bakteri ini yang dimana protein yang dapat menggumpalkan plasma darah yang diberikan oksalat atau sitrat yang didalamnya berkerja dengan serum darah. Bakteri Staphylococcus sp memproduksi koagulase berpotensi menjadi pathogen invasive.

Staphylococcus aureus mempunyai beberapa tipe virulensi dalam

patogenesisnya yaitu: tipe gen permukaan, enzim degradasi, enterotoksin, leukosisdin, dan haemolisin.

Antigen permukaan ini memegang peran penting dalam proses penempelan antara Staphylococcus aureus pada epitel kelenjar mammae dan pemebentukan biofibrin dalam barrier proteksi. Enzim degadrasi Staphylococcus aureus ada beberapa jenis: toksin eksfoliatif (etA), toksin eksfoliatif B (etB), toksin eksfoliatif D (etD), serine protease (SpIA) dan serine V8 protease. Virulensi tipe ini berperan dalam invansi bakteri dalam sel epitel (Cowan dan Constance, 1954).

Enterotoksin merupakan hal yang sangat penting dalam food borne disease dan berdasarkan reaksi serologi enterotoksin. Enterotoksin bersifat tahan pada suhu 110ºC selama 30 menit dan dalam jumlah 106-108 colony forming unit (cfu)/ml berpotensi menghasilkan toksin dengan konsentrasi 1µg. Toxic shock syndrome toxin-1 merupakan protein dengan ikatan peptida tunggal yang bersifat

isoelektrik dan merupakan penghasil pyrogenic eksotoksin yang paling besar selain dari Streptococcus. Mastitis yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus penghasil Toxic shock syndrome toxin-1 dapat menyebabkan demam, tekanan

(22)

8

Staphylococcus aureus memiliki kemampuan menghasilkan faktor virulensi

hemolisin. Hemolisin dihasilkan saat Staphylococcus aureus berkoloni dan bersifat menghemolisis sel darah merah. Produksi hemolisin dapat diketahui dengan menanam bakteri tersebut dalam media agar darah. Hemolisin terbentuk apabila di sekitar koloni Staphylococcus aureus terlihat zona terang atau terjadi hemolisis dari sel darah merah. Tipe hemolitik yang dihasilkan dari Staphylococcus aureus ada empat macam yaitu α, ß, γ dan δ. Hemolisin yang penting patogenesis Staphylococcus aureus adalah tipe α dan ß. Tipe hemolisin α

diproduksi sekitar 20-50%, sedangkan ß toksin sekitar 75-100% (Dinges, et al., 2002).

2.3.2 Streptococcus sp

Streptococcus sp adalah bakteri yang dapat menginfeksi spesies hewan

seperti kejadian mastitis, polyarthritis, dan meningitis. Merupakan bakteri Gram positif, coccus, dengan diameter 1µ m dengan rantai panjang yang berbeda. Spesies Streptococcus yang bersifat catalase-negatif, fakultatif anaerob, tidak motil. Dari isolasi yang didapat ada beberapa spesies Streptococcus yaitu: Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysgalactiae dan Streptococcus uberis

adalah pathogen utama yang menyebabkan kejadian mastitis.

Streptococcus agalactiae yang berkolonisasi disaluran susu dan menghasilkan infeksi persisten dengan kejadian intermiten mastitis akut. Streptococcus dysgalactiae, yang ditemukan di alat kelamin dan kulit kelenjar

(23)

9

Streptococcus uberis yang sebagai flora normal kulit, mukosa vagina

merupakan penyebab utama dari kejadian mastitis klinis tanpa adanya tanda yang sistemik (Quin, et al., 2002)

2.3.3 Mycoplasma sp

Mycoplasma merupakan mikroorganisme dari kelas Mollicutes dimana kebanyakan dari genus ini merupakan pathogen pada hewan. Mycoplasma merupakan sel prokariotik, bersifat pleomorfik, berbentuk bola, berdiameter 0,3-0,9 µm, merupakan Gram positif dan anaerob. Mycoplasma rentan terhadap pemanasan, pengeringan, deterjen, dan desinfektan namun bakteri ini mampu bertahan terhadap antibiotik penisilin yang menggangu pertumbuhannya.

Bakteri ini menempel sel inangnya dalam pembentukan toxin yang penting dalam patogenesisnya dengan gejala eksudat purulent yang berada di kelenjar sehingga mengakibatkan degenerasi epitel alveolar sehingga terjadi hyperplasia epitel dan atrofi pada tahap akhir penyakit mastitis (Quin, et al., 2002)

2.3.4 Escherichia coli

Escherichia coli (E. coli) merupakan Gram negatif, berbentuk batang

pendek, tidak bersepora dan dapat tumbuh dalam suasana aerob sampai fakultatif anaerob dengan suhu optimum 37 ºC sampai rentan suhu 15-45 ºC. Pada media EMBA mempunyai ciri-ciri koloni kecil bulat, tepi rata, warna hijau metalik.

E. coli merupakan flora normal dalam saluran pencernaan manusia dan

(24)

10

2.4 Resistensi Bakteri 2.4.1 Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus dapat menyebabkan infeksi yang luas, seperti infeksi

kulit dan jaringan lunak, pneumonia, bakteremia, dan infeksi metastasis, seperti bakteriuria, endokarditis, osteomyelitis, dan meningitis. faktor-faktor virulensi yang ada pada Staphylococcus aureus berhubungan dengan patogenesis dari berbagai infeksi tersebut. Faktor virulensi itu adalah surface protein dan secreted protein. Surface protein berperan untuk adhesi pada matriks ekstraseluler

(adhesin) dan pertahanan dari sistem imun inang, sedangkan secreted protein berperan untuk menyerang sel inang. Adhesi disebut juga dengan microbial surface components recognizing adhesive matrix molecules (MRCRAMMS) yang

berikatan dengan matriks yang berada di jaringan sel inang.

Infeksi Staphylococcus aureus sangat berbahaya karena bakteri ini telah resisten terhadap beberapa golongan antibiotik. Penisilin yang merupakan tatalaksana yang pertama kali ditemukan untuk infeksi Staphylococcus aureus telah mengalami resistensi sejak 1942. Selanjutnya, berbagai galur resisten telah ditemukan, diantaranya Methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), dan vancomycin-resistant Staphylococcus aureus (VRSA). Secara umum, MRSA

telah resisten terhadap semua antibiotik golongan betalaktam (Harris, et al., 2002).

(25)

11

choice infeksi akibat MRSA. Kasus VRSA pertama kali ditemukan di Jepang

pada pasien post operative wound infection yang mendapatkan terapi vankomisin dalam waktu yang lama (Hiramitsu dan Keiichi, 2001).

2.4.2 Escherichia coli

Pola resistensi yang ada pada E. coli terletak pada faktor genetik yang mulanya peka dan membawa gen sehingga resistensi terhadap antibiotik. Resistensi genetik yang kromosonal, yaitu hasil mutasi spontan pada lokus yang mengontrol terhadap kepekaan antibiotik dan resistensi ekstrakromososm yang menjadi faktor resistensi dari bakteri ke bakteri yang lainnya melalui konjugasi. Adanya faktor resistensi ini menjadikan enzim pada antibiotik sehingga inaktif dan menurunkan kemampuan ikatan antibiotik terhadap bakteri (Primadona, 2008).

Menurut Jawetz dkk (1982), resistensi bakteri E.ncoli ini membentuk selaput sel yang menghambat penembusan kedalam dinding sel oleh antibiotik. Didalam dinding sel antibiotik akan diinaktifasi dengan enzim hidrolitik yang dihasilkan bakteri agar terhindar dari zat perusak yang ditimbulkan oleh antibitik. 2.4.3 Streptococcus sp

Pada penelitian yang dilakukan Jain dkk (2012), deteksi PCR terhadap Streptococcus mempunyai pola resistensi terhadap antibotk tetrasiklin yaitu gen

tetO. Gen ini merupakan antagonis untuk antibiotik golongan tetrasiklin.

(26)

12

Pengkodean resistensi tetrasiklin pada gen tetM dan tetO serta pengklasifikasian gen isolasi yang resisten atau intermediet terhadap eritomisin oleh bakteri Streptococcus (Dogan, et al., 2005).

2.4.4 Mycoplasma sp

Mycoplasma merupakan mikroorganisme yang hidup secara bebas dengan

diameter 300 nm. Bakteri ini dilapisi dengan tiga lapis membran yang tidak terdapat pada bakteri jenis konvensional yang lain. Pola resistensi yang ada pada Mycoplasma ini adalah gen bawaan yang mana resisten terhadap beberapa

antibiotik misalnya rifamisin, tetrasiklin, eritromisin. Antibotik tersebut

merupakan bakterisidal terhadap Mycoplasma.

Terlepas dari hal tersebut, sifat resistensi yang ditimbulkan adalah mutasi gen atau resistensi gen bawaan. Pada antibiotik tetrasiklin ini Mycoplasma mempunyai gen bawaan untuk menghindari dari bakterisidal dengan gen tetM. Pola resistensi juga dipengaruhi oleh sumber pertumbuhan Mycoplasma dan yang mempunyai imuno defisiensi terhadap antibiotik (Robinson and Christiane, 1997).

2.5 Antibiotik

(27)

13

Ganiswarna dkk (1995), menyatakan bahwa ada lima mekanisme kerja yang terdapat pada antibiotik dalam proses mengaggu dan menghambat pertumbuhan bakteri, antara lain:

1. Menganggu metabolism sel mikroba

Mikroba membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Sebagian mikroba dapat menggunakan asam folat yang ada disekelilingnya, sedangkan golongan yang lain harus mensintesisnya sendiri untuk kebutuhannya. Antibiotik seperti sulfonamid aktif mengganggu sintesis asam folat, apabila antibiotik tersebut mampu bersaing dengan PABA (para amino benzoid acid) yang dihasilkan oleh bakteri untuk disatukan dalam asam folat,

maka akan terbentuk asam folat yang analog bersifat non fungsional, akibatnya kehidupan bakteri akan terganggu.

Untuk dapat bekerja, asam folat harus dirubah menjadi bentuk akhirnya yaitu asam tetrahidrofolat dalam dua tahap. Pada tahap akhir, antibiotik seperti trimetropim dapat menghambat dihidrofolat reduktase sehingga asam dihidrofolat tidak dapat direduksi menjadi asam tetrahidrofolat yang fungsional (Snow, 1977).

(28)

14

2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba

Dinding sel bakteri, secara kimia mengandung senyawa yaitu komplek polimer mukopeptida. Antibiotik yang menghambat reaksi dalam proses sintesis peptidoglikan seperti vankomisin, dimana antibiotik tidak mengikat PBP (Penicillin Binding Protein), tapi langsung mengikat ujung peptida d-alanin pada prekursor peptidoglikan sehingga menghambat reaksi transpeptidase.

Reaksi ini menunjukan terjadinya perubahan tekanan osmotis dalam sel bakteri lebih tinggi dari pada di luar sel. Hal ini menyebabkan kerusakan dinding sel atau terjadi lisis pada sel terutama pada bakteri yang peka (Snow, 1977).

Contoh antibiotik yang berperan dalam proses menghambat sintesis dinding sel mikroba adalah: antibiotik ß-Lactam Penisilin, Cepalosporin, dan Vankomisin. Antibiotik ini berperan sebagai bakterisidal (Quin, et al., 2002). 3. Merusak membrane sel mikroba

Dinding sel bakteri adalah lapisan membran sel lipoprotein yang mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari dan kedalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi dioxyribo nucleic acid (DNA) dan sintesis dinding sel. Beberapa antibiotik yang dikenal

(29)

15

Contoh antibiotik yang berperan dalam merusak membran sel mikroba adalah: golongan polipeptida polimisin dan kolistin, bersifat bakterisidal terhadap bakteri dalam waktu lambat (Quinn, et al., 2002).

4. Menghambat sintesis protein sel mikroba

Untuk kehidupannya, sel bakteri perlu mensintesis berbagai bentuk protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, yang bekerja sama dengan message ribonucleic acid (mRNA) dan transfer ribonucleic acid (tRNA). Pada bakteri, ribosom terdiri dari dua sub unit, 30 Sved-berg dan

50 Sved-berg, untuk dapat berfungsi pada sintesis protein kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70 Sved-berg (Garrod, et al., 1981).

Antibiotik mengikat diri pada salah satu komponen ribosom, menyebabkan salahnya pembacaan pada mRNA oleh tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk protein yang abnormal dan tidak berfungsi terhadap sel bakteri.

Contoh antibiotik yang berperan menghambat sintesis protein sel mikroba adalah : Nitroforantoin, Streptomisin, Neomisin, Oksitetrasiklin dan Doksisiklin. Antibiotik ini berperan dalam bakteri yang bersifat bakteriostatik dan antibiotik ini sering digunakan dilapangan (Quinn, et al., 2001).

5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel bakteri

(30)

16

1) Ribosom 80s, terdapat pada sel eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 60s dan 40s.

2) Ribosom 70s, didapatkan pada sel prokariot dan eukariot. Partikel ini terdiri dari subunit 50s dan 30s.

3) Ribosom 55s, hanya terdapat pada mitokondria mamalia dan menyerupai ribosom bakteri baik fungsi maupun kepekaannya terhadap antibiotik (Snow, 1977).

Dalam antibiotik yang digunakan dalam proses sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba adalah: Streptomisin, Neomisin, Oksitetrasikline, Dosisikline, Khlorampenikol, Kindamisin, Tilosin, Asam Nalidisik (Quinn, et al., 2002).

2.5.1 Ampisilin

Ampisislin adalah antibiotik golongan aminopenisilin yang bekerja spektrum luas dan bersifat bakteriosidal terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik ampisilin diantaranya: Streptococcus, Cornybacterium, Fusiformis spp, E. coli, Shigella, Salmonella,

Brucella dan Pasteurella.

(31)

17

2.5.2 Oksitetrasiklin

Oksitetrasiklin termasuk golongan tetrasiklin yang merupakan anti mikroba yang kerjanya menghambat sintesi protein. Antibiotik ini menghasilkan bakteriosidal pada proses sintesis protein di ribososm pada mikroorganisme. Masuknya dalam ribosom mikroorganisme akan berikatan dengan ribososm 30S dan menghalangi asam amino mikroorganisme.

Golongan tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas yang bekerja paa bakteri Gram positif dan Gram negatif, sehingga penggunaanya untuk mengobati manifestasi infeksi bakteri yang menyerang saluran pencernaan seperti bakteri E. coli. Resistensi dapat terjadi apabila didalam ribososm subunit 30S gagal dalam pengikatan oleh antibiotik sehingga sintesis bakteri berlangsung (Pratiwi, 2008).

2.5.3 Sulfametoksazole

Sulfametosazol merupakan golongan sulfonamide yang mempunyai sifat bakteriostastik pada bakteri Gram positif dan Gram negatif. Antibiotik golongan ini kebanyakan diberikan secara oral, melalui sistem pencernaan didistribusikan keseluruh tubuh.

(32)

18

2.6 Kerangka Konsep

Mastitis atau yang dikenal dengan radang pada ambing merupakan salah satu penyakit yang sering dihadapi peternak dalam pengembangan ternak kambing PE. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri yang merugikan peternak kambing PE terutama yang menghasilkan susu dan anak (Swart, et al., 1984).

Penelitian yang dilakukan Suwito dan Julianto, (2013) menyebutkan bahwa jenis bakteri yang telah diketahui sebagai agen penyebab penyakit mastitis meliputi: Streptococcus agalactiae, Streptococcus disgalactiae, Streptococcus uberis, Streptococcus zooepidemicus, Staphylococcus aureus, E. coli,

Enterobacter aerogenees dan Pseudomonas aeroginosa. Sedangkan menurut Najeeb, et al., (2013) menyebutkan bahwabakteri yang berhasil disolasi dari air susu kambing yang menderita mastitis yaitu : Staphylococcus aureus, E. coli, Streptococcus spp, Pseudomonas spp, Bacillus spp dan Corynebacterium sp.

Dalam pengobatan mastitis dilapangan biasanya digunakan antibiotik. Antibiotik yang digunakan yaitu : Metisilin, Kanamisin, Klorampenikol dan Tetrasiklin yang menunjukan sensitif (S) terhadap bakteri Staphylococcus aureus (Sasindharan, et al., 2011). Fakhrurrazi dan Rasmidar (2009) menjelaskan bahwa antibiotik yang digunakan yaitu Oksitetrasiklin, Klindamisin, Vankomisin dan Metisilin bersifat sensitif (S) terhadap bakteri penyebab utama mastitis yaitu Staphylococcus aureus.

(33)

19

Resistensi juga disebabkan oleh mutasi genetik oleh bakteri dan transfer genetik mikroba (Sjahrurachman, 2011).

Pada kejadian mastitis antibiotik yang sudah menunjukan sifat resisitensi yaitu : Oksitetrasiklin, Ampisilin, Eritromisin, sedangkan Gentamisin menunjukan sifat intermediet (Purnomo, et al., 2006). Menurut Salasia, dkk (2005) antibiotik yang mengalami resisten yaitu Oksasiklin, Eritromisin, Tetrasiklin, Ampisilin serta Gentamisin.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut penulis membuat aplikasi sistem informasi tentang panduan untuk tahapan pendaftaran dan seleksi calon taruna polisi berbasis

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa mobilisasi yang baik tidak menjamin tercapainya luka sembuh, hal ini dibuktikan masih adanya responden dengan mobilisasi

Dengan bantuan program simulator akan dirancang suatu sistem kontrol open loop, dimana hasil nilai keluaran sesuai dengan nilai masukan dari keypad. Peralatan

Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bogor mempunyai tugas pokok membantu Walikota dalam melaksanakan fungsi penunjang di Bidang Pengelolaan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui formulasi yang dapat memberikan karateristik fisik (pH, viskositas, dan daya sebar), aseptabilitas dan dari sediaan

Berdasarkan pada hasil pengembangan dan uji coba, maka diperoleh simpulan bahwa: Bahan ajar fisika SMA topik fluida berorientasi masalah lahan basah melalui

Indeks performansi ITAE menawarkan suatu karakteristik respon sistem transien, dimana respon sistem akan mempunyai overshoot kecil dan mempunyai redaman yang cukup..

The findings of this study showed that the implementation of group presentation technique in Language Teaching Methodology course already fulfilled most of the characteristics of