iv
Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris mengenai anggapan terjadinya fenomena underpricing dan underperformance pada perusahaan yang melaksanakan Initial Public Offerings (IPO) di Pasar Modal Indonesia. Dikarenakan terdapat sejumlah hasil penelitian yang dilakukan di berbagai negara yang menyebutkan terjadinya kedua fenomena tersebut pada perusahaan yang melakasanakan Initial Public
Offerings. Maka dari itu, dilakukan analisis mengenai kinerja perusahaan secara jangka
pendek maupun jangka panjang setelah melaksnakan IPO. Kinerja perusahaan diukur dengan 2 aspek yaitu kinerja keuangan perusahaan dan kinerja saham perusahaan. ROA, ROE, CR dan DER menjadi variabel untuk mengukur kinerja perusahaan secara keuangan. Sedangkan kinerja saham perusahaan diukur menggunakan abnormal return. Selain itu, dilakukan perhitungan Initial Return saham pada saat hari pertama saham diperdagangkan di pasar sekunder untuk mengetahui apakah terjadi underpricing atau tidak. Diperoleh 20 perusahaan yang menjadi sampel penelitian setelah dilakukan penyeleksian menggunakan teknik purposive sampling pada periode tahun 2006 hingga 2008.
Hasil dari pengujian memberikan bukti bahwa tidak terdapat perbedaan antara kinerja saham secara jangka pendek dengan jangka panjang sedangkan kinerja secara keuangan didapatkan hasil bahwa terdapat 3 rasio (ROA, ROE, CR) yang mengalami peningkatan kinerja pada jangka panjang setelah IPO.
Kata kunci : Initial Public Offerings, Performance, Underpricing, Short Term, Long
ABSTRACT
The purpose of this research is to find empirical evidence concerning the alleged onset of the phenomenon of underpricing and underperformance on a company that carried out the Initial Public Offerings (IPOS) in the Indonesia capital market. Because there are a number of results of research conducted in the various countries that
mention the second occurrence of such phenomena on the company’s Initial Public
Offerings. therefore, conducted analysis on the performance of the company in the short term and long term after carrying out an IPO. The company’s performance is measured
with two aspects of the company’s financial performance and the performance of the company’s shares. ROA, ROE, CR and DER became variable to measure the financial
performance of the company. While the company’s stock performance is measured using
the abnormal return. in addition, it conducted an initial calculation of Return shares at the time of the first day of the stock traded in the secondary market to find out what is happening or not underpricing. Retrieved 20 companies that become the sample selection was made after research using the purposive sapling technique in the period 2006 to 2008.
The results from the test prove that from 20 companies that launch an IPO only 18 companies were happen under the underpricing phenomenon. Also the tests provide evidence that there is no difference between the performance of stocks in the short term or the long term whereas the financial performance results are invalidated, that there are three ratios (ROA, ROE, CR) who have experienced improved performance in the long term after the IPO.
ix
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ... 9
2.1.1 Initial Public Offerings ... 9
2.1.1.1 Keuntungan dan Kerugian Initial Public Offering (IPO)………...14 2.1.2 Kinerja perusahaan……….15 2.1.2.1 Informasi laporan keuangan………...16 2.1.2.1.1 Rasio Profitabilitas……….…………..18
2.1.2.1.2 Rasio Likuiditas (rasio modal kerja)………....19
3.2 Populasi dan Sampel... 39
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 40
3.4 Definisi Operasional Variabel ... 40
3.4.1 Return on Asset ... 41
3.4.2 Return on Equity ... 41
3.4.3.Current Ratio………..………..41
3.4.4 Debt to Equity Ratio………...41
3.4.5 Abnormal Return ... 42
3.5 Metode Analisis Data……….………..…43 3.6 Uji Data………...….43
3.6.1 Uji Normalitas………...…43 3.6.2 Uji Non-Parametrik (2 Sampel Berpasangan) Wilcoxon Test...….…44
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif………45
4.1.1 Kinerja Saham………...45
4.1.2 Kinerja Keuangan………...………...…47
4.1.3 Initial Return……….………………..53 4.2 Hasil Uji Normalitas……….55
4.3 Hasil Uji Wilcoxon...………56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 60
5.2 Saran ... 62
5.3 Keterbatasan Penelitian………...63
xi
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Nilai Transaksi Aksi Korporasi Terkait Takeover di Indonesia ... 33
Tabel 3.2 Hasil Penentuan Sampel yang Masuk dalam Sampel Penelitian ... 35
Tabel 4.1 Rata-Rata Abnormal Return Kinerja Jangka Pendek dan Kinerja Jangka Panjang Perusahaan Sampel………45
Tabel 4.2 Return On Asset perusahaan sampel………...………48
Tabel 4.3 Return On Equity perusahaan sampel……….……49
Tabel 4.4 Current Ratio perusahaan sampel………...50
Tabel 4.5 Debt to Equity Ratio perusahaan sampel……….52
Tabel 4.6 Daftar Harga Saham Perusahaan Sampel Pada Hari Pelaksanakan IPO………..…53
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas………56
Tabel 4.8 Descriptive Statistics………57
Tabel 4.9 Ranks………57
DAFTAR GAMBAR
1
Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya tidak akan
terlepas dari masalah pemenuhan kebutuhan dana untuk pembiayaan. Faktor
ketersediaan dana harus terpenuhi dengan baik agar tujuan strategi tersebut dapat
tercapai. Kebutuhan dana bagi perusahaan dapat dipenuhi dari modal sendiri, hutang
dari bank, pengeluaran surat hutang, ataupun dengan mengeluarkan/menerbitkan
saham. Dimana pada setiap bentuk sumber pendanaaan tersebut mempunyai
kelemahan dan kekuatan masing-masing. Fakta yang terjadi kadang tidak selalu
sejalan dengan harapan, dana yang diambil dari intern perusahaan sering tidak dapat
mencukupi sehingga diperlukan usaha untuk mencari sumber tambahan dari
eksternal, yang dapat berupa mengajukan peminjaman berupa dana kepada pihak
ketiga seperti bank ataupun dengan cara melakukan penerbitan saham baru di pasar
modal, notes payable atau bond payable (obligasi). Namun sampai pada titik tertentu
penggunaaan utang justru akan membebani perusahaan, dimana rasio utang
dibandingkan dengan ekuitas (debt to equity ratio/DER) menjadi lebih besar
sehingga di masa mendatang peluang perusahaan untuk mendapatkan tambahan dana
melalui utang akan semakin tertutup dan rasio likuiditas dan solvabilitas akan
semakin rendah. Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah perusahaan harus
membayar bunga maupun membayar kembali angsuran pinjaman sehingga
perusahaan harus tetap memiliki dana segar untuk dapat membayar utang dan bunga
yang jatuh tempo.
Selain itu terdapat sumber pendanaan eksternal lainnya yaitu berasal dari
saham, pada umumnya perusahaan menawarkan sahamnya kepada publik atau
masyarakat melalui pasar modal. Bila perusahaan memutuskan untuk menerbitkan
saham sebagai cara memperoleh dana, tentu bentuk perusahaan akan berubah dari
Bab I Pendahuluan
dengan istilah go public. Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di
pasar sekunder (bursa efek), saham terlebih dahulu akan diperdagangkan di pasar
primer (primary market), langkah ini dikenal dengan Initial Public Offering (IPO)
(Daljono, 2000:20). Setelah langkah tersebut saham perusahaan baru akan
diperjual-belikan di pasar modal atau disebut pasar sekunder (secondary market).
Initial Public Offering (IPO) adalah keadaan di mana perusahaan
menyatakan untuk menawarkan saham baru kepada masyarakat guna meningkatkan
modal perusahaan atau menjual saham pemilik atau pendiri kepada publik (Brigham
dan Gapensky, 1997). (Rock, 1986) menyatakan bahwa ada 2 (dua) alasan pokok
mengapa perusahaan mengambil keputusan go public. Alasan pertama adalah karena
pemegang saham pendiri (founders) perusahaan ingin melakukan diversifikasi atas
portofolio mereka dan, alasan kedua adalah perusahaan tidak mempunyai alternatif
sumber pendanaan yang lain untuk membiayai proyek-proyek investasi mereka.
Selain hal tersebut, Perbedaan peraturan pada setiap negara juga menjadi salah satu
faktor pendorongmengapa perusahaan melakukan IPO, pemerintah Korea misalnya
seringkali memaksa perusahaan untuk go public (Kim et al., 1993). Sementara
menurut (Pettway, 2004) kondisi ekonomi yang semakin membaik seperti naiknya
harga-harga saham juga akan mendorong meningkatnya perusahaan yang melakukan
IPO. Berbeda dengan perusahaan-perusahaan di Italia yang melakukan IPO bukan
untuk mendanai investasi dan pertumbuhan pada masa mendatang, melainkan untuk
rebalance modalnya setelah melakukan investasi yang besar, segala macam alasan
dan alternatif sumber pembiayaan ini kembali lagi tergantung pada karakteristik
perusahaan dan konsekuensi dari keputusan go public (Pagano et al., 1998).
Ketika suatu perusahaan pertama kalinya menawarkan sahamnya ke pasar
modal, masalah utama yang dihadapi adalah penentuan harga di pasar perdana
tersebut. Kegiatan IPO untuk suatu perusahaan banyak diwarnai dengan adanya
fenomena yang umum dan sering terjadi di pasar modal maupun saat emiten dengan
adanya selisih positif antara harga saham di pasar sekunder dengan harga saham di
pasar perdana atau saat IPO yang biasa disebut underpricing (Yolana dan Dwi
Martani, 2005). Pendapat yang sama juga diutarakan oleh (Ardiansyah, 2004) yaitu
Bab I Pendahuluan
3
Universitas Kristen Maranatha
dibandingkan dengan harga yang terjadi di pasar sekunder di hari pertama, maka
terjadi underpricing. Salah satu hal yang tidak diinginkan oleh pihak emiten, dalam
hal ini perusahaan yang melakukan IPO, adalah terjadi underpricing yang terlalu
tinggi, yaitu keadaan dimana harga saham hari pertama di pasar sekunder (bursa)
lebih besar dari pada harga saham perdananya.
Apabila terjadi keadaan tersebut maka perusahaan gagal memperoleh dana
yang maksimum dari pelaksanaan IPO sehingga dalam penentuan harga saham
perdana emiten sangat berkepentingan untuk menetapkan harga yang maksimum
untuk harga saham perdana dari perusahaannya. Di sisi lain, harga perdana yang
underpriced akan memberikan initial return yang positif bagi investor ketika saham
tersebut mulai diperdagangkan di pasar modal. Harga saham pada penawaran
perdana ditentukan berdasarkan kesepakatan antara perusahaan emiten dengan
penjamin emisi efek (underwriter). Sebagai pihak yang membutuhkan dana, emiten
tentunya menginginkan harga perdana yang tinggi. Sebaliknya, underwriter sebagai
penjamin emisi berusaha untuk meminimalkan risiko yang ditanggungnya sehingga
mengharapkan harga yang rendah. Dalam tipe penjaminan full comitment, pihak
underwriter berkewajiban membeli saham yang tidak terjual di pasar perdana. Oleh
karena itu, underwriter seringkali melakukan upaya bernegosiasi dengan emiten agar
saham tersebut tidak terlalu tinggi harganya, bahkan cenderung underpriced (Amin,
2007).
underpricing bahkan terjadi pada pasar modal manapun di seluruh dunia.
Sebagaimana dilaporkan oleh Loughran dkk (1994) bahwa fenomena underpricing
ini menjadi fenomena pada pasar modal di hampir setiap negara. Terjadinya
underpricing akan menyebabkan kehilangan kemakmuran (wealth loss) bagi pemilik
perusahaan (Ljungqvist dan Wilhelm, 2001) dan pemilik perusahaan tentunya
menginginkan agar dapat meminimalisasi atau bahkan menghilangkan underpricing.
Bila suatu perusahaan berpotensi kehilangan kemakmurannya, tentu hal tersebut
menjadi suatu hal yang patut dicermati dan diperhatikan karena dapat berdampak
buruk bagi perusahaan. Pernyataan tersebut seolah mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Aggrawal et al (1993) yang menyimpulkan bahwa IPO dalam jangka
Bab I Pendahuluan
return yang negatif. Namun Ibbotson (1975) menyatakan bahwa secara rasional
underpricing merupakan fenomena yang wajar, karena perusahaan dipandang secara
logis ingin menarik minat investor yang potensial melalui strategi penetapan harga
perdana yang rendah (low price). Bukan suatu hal yang asing bila fenomena
underpricing ini banyak dibahas dan diteliti oleh para akademisi dan praktisi
keuangan dan mereka telah mendedikasikan upaya yang besar untuk memecahkan
teka-teki mengenai IPO underpricing. Fenomena underpricing ini mempunyai
hubungan keterkaitan yang erat dengan kinerja jangka panjang perusahaan pasca
melakukan IPO.
Baik atau buruknya hasil kinerja perusahan yang melakukan IPO, dapat
diukur dari aspek kinerja keuangan dan kinerja saham perusahaan. Kinerja keuangan
perusahaan dapat dinilai melalui laporan keuangan perusahaan yang bersangkutan.
Berdasarkan laporan tersebut dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim
dijadikan dasar penilaian kinerja perusahaan. Kinerja keuangan merupakan salah satu
aspek utama dalam operasi perusahaan dan menjadi tujuan berdirinya sebagian besar
perusahaan (Basyaib, 2007). Segala sesuatu yang berkaitan dengan kinerja ataupun
keuangan perusahaan tentu mempunyai hubungan yang erat dengan laporan
keuangan perusahaan. Untuk menyimpulkan hasil dari kinerja keuangan perusahaan
diperlukan suatu analisis yang mendalam dengan menggunakan rasio-rasio
keuangan. Seperti menurut Arief Habib (2008 :91) bahwa “kinerja keuangan diukur
dengan banyak indikator, salah satunya adalah analisis rasio keuangan”. Analisis
rasio keuangan (financial ratio analysis) adalah salah satu cara untuk menghitung
dan menginterpretasikan rasio keuangan untuk menganalisis dan melihat kinerja
perusahaan (Niswonger dkk., 1999; Sembel, 2001; Hickman dkk., 2002; Higgins,
2003; Gill & Chatton, 2004; Porter & Norton, 2004). Return on Assets (ROA) dan
Return On Equity (ROE) merupakan alat yang sering digunakan untuk mengukur
kinerja keuangan organisasi (Weston dan Copeland, 1995:243). Pihak manajemen
perusahaan menggunakan rasio keuangan untuk mengawasi keadaan perusahaan dari
suatu periode ke periode lainnya. Begitu pula halnya yang dilakukan oleh para calon
investor untuk mengetahui kinerja dari perusahaan yang menjadi incaran untuk dibeli
sahamnya. Namun menurut Lisa (1999), kinerja perusahaan yang diukur dengan
Bab I Pendahuluan
5
Universitas Kristen Maranatha
dihasilkan sangat bergantung pada metode atau perlakuan akuntansi yang digunakan
oleh pihak manajemen, maka timbulah beberapa kritik mengenai seberapa valid
pengukuran kinerja berdasarkan rasio keuangan dapat menunjukkan kinerja
sebenarnya dari manajemen perusahaan. Selain hal tersebut, kinerja saham menjadi
aspek berikutnya yang diukur untuk menyimpulkan suatu hasil kinerja perusahaan di
masa mendatang.
Bagi perusahaan-perusahaan yang telah mempublik, kinerja perusahaan dapat
pula diukur melalui perubahan harga dan return sahamnya di bursa efek (Payamta
dan Machfoedz, 1999). Beberapa hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
kinerja saham perusahaan yang melakukan IPO, dalam jangka pendek mengalami
outperformed dan dalam jangka panjang kinerja saham mengalami underperformed.
Salah satunya adalah menurut Indarti (2004) yang menyatakan bahwa apabila return
abnormal lebih besar dari nol, menunjukkan kinerja yang outperformed (baik)
sebaliknya apabila return abnormal lebih kecil dari nol maka menunjukkan kinerja
yang underperformed (buruk). Harga suatu saham ditentukan berdasarkan hukum
penawaran dan permintaan atau kekuatan tawar menawar sehingga pergerakan harga
suatu saham dalam jangka pendek sangat sulit untuk diterka. Semakin banyak orang
yang ingin membeli suatu saham maka harga saham tersebut cenderung bergerak
naik. Sebaliknya, semakin banyak orang yang ingin menjual saham tersebut maka
harganya akan bergerak turun. Namun dalam jangka panjang, kinerja perusahaan
emiten dan pergerakan harga saham akan bergerak searah. Semakin baik kinerja
suatu perusahaan emiten maka semakin besar pula kemungkinan harganya naik.
Namun, semakin buruk kinerja suatu perusahan emiten maka semakin besar pula
kemungkinan harga saham turun (Ikatan Pialang Efek Jakarta 1996:21 dalam Benny
2008). Menurut Aggarwal et al. (1993) kinerja harga saham dapat diukur dengan
menggunakan abnormal return dan wealth relative (WR). Abnormal return (excess
return) merupakan kelebihan return dimana return yang sesungguhnya lebih tinggi
terhadap return normal. Menurut Jogiyanto (2003:445) salah satu cara menghitung
abnormal return adalah dengan menggunakan market adjusted abnormal return,
pemakaian metode ini mengasumsikan bahwa penduga yang terbaik untuk
Bab I Pendahuluan
Berbagai penelitian telah banyak dilakukan di berbagai belahan dunia untuk
menguji dan mengetahui hasil kinerja perusahaan yang melakukan IPO. (Kim et al,
1995) menemukan adanya positive long run returns pada perusahaan di Korea yang
melakukan IPO, yang sebagian besar berasal dari minggu-minggu awal setelah IPO.
(Dawson, 1987) melaporkan adanya negative long run performance pada perusahan
di Hongkong dan Singapore namun hasil yang bertolak belakang didapatnya di
Malaysia. Temuan tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan Rodoni (2002)
yang menemukan bahwa kinerja IPO untuk jangka panjang menunjukkan kinerja
yang negatif. Sedangkan Cai dan Wei (1997) melaporkan adanya underperformance
yang sangat signifikan pada sampel mereka, yaitu 180 perusahaan di Jepang yang
melakukan IPO periode 1971-1992. Underperformance terburuk ditemukan pada
IPO dengan tingkat underpricing yang paling tinggi. (Wu, 1993) menguji baik short
maupun long run performance pada 70 perusahaan Malaysia IPO periode 1974-1989,
dengan memperhitungkan adjusted buy and hold pada tahun ke 1, ke 2, ke 3
didapatkan return yang positive namun hanya signifikan di tahun ke 1 pada tingkat
10%. (Ritter, 1991) menyatakan bahwa faktor yang dapat menjelaskan terjadinya
penurunan kinerja (underperformance) tersebut adalah kesalahan dalam pengukuran
risiko, bad luck, dan terlalu optimisnya investor terhadap prospek perusahaan.
(Ritter, 1997) juga menemukan perbedaan antara kinerja operasi lima tahun sebelum
dan sesudah penawaran, yaitu adanya penurunan kinerja dalam jangka panjang.
Adanya perbedaan hasil maupun temuan yang dilaporkan oleh para ahli tersebut
memacu saya untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Perbedaan Kinerja
Jangka Pendek dan Jangka Panjang Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public
Offering Tahun 2006-2008 di Pasar Modal Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Banyaknya penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli di berbagai belahan
dunia mengenai IPO underpricing dan adanya hasil penelitian yang kontradiktif
mengenai kinerja saham pasca IPO menjadi sesuatu fenomena yang menarik untuk
Bab I Pendahuluan
7
Universitas Kristen Maranatha
Berdasarkan latar belakang yan telah disebutkan, maka munculah rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Apakah perusahaan yang melakukan IPO selalu mengalami underpricing?
2. Apakah terdapat perbedaan kinerja jangka pendek dan jangka panjang
perusahaan yang melakukan IPO?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh jawaban atas masalah kinerja
jangka pendek maupun jangka perusahan pasca IPO. Maka dari masalah yang telah
dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeteksi fenomena underpricing pada hari pertama pelaksanaan IPO
2. Menganalisis perbedaan kinerja yang dihasilkan perusahaan pasca IPO, yaitu
jangka pendek dan jangka panjang
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi investor.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mangenai hal-hal yang
berpengaruh signifikan terhadap harga saham di pasar sekunder sehingga
dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menilai resiko yang
akan diterimanya apabila investor menanamkan modalnya di perusahaan
yang go public.
2. Bagi dunia usaha.
Untuk pihak yang berkepentingan terhadap pasar modal di Indonesia
(BAPEPAM, PT. Bursa Efek Indonesias, calon emiten dan profesi terkait).
Bab I Pendahuluan
meningkatkan perannya untuk memenuhi kebutuhan pihak pemakai
informasi.
3. Bagi dunia pendidikan.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi dan dapat menjadi
salah satu acuan untuk mendukung penelitian selanjutnya.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian
dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Bab ini berisi tentang masalah pokok, yaitu mengenai teori yang berhubungan
dengan IPO, harga saham, harga saham pada penawaran umum saham
perdana, variable yang digunakan, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran
dan hipotesis.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini akan mengemukakan mengenai ruang lingkup penelitian, populasi
dan sample penelitian, data dan sumber data, identifikasi dan pengukuran
variabel, serta metode analisis data.
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab ini meguraikan gambaran umum subyek penelitian, hasil penelitian, hasil
analisis data dan pembahasan.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian dan saran bagi penelitian
60
Universitas Kristen Maranatha
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah apakah
bagaimana kinerja suatu perusahaan setelah melaksanakan Initial Public
Offering (IPO) dan terdapat perbedaan atau tidak antara kinerja perusahaan
secara jangka pendek maupun secara jangka panjang. Selain itu, untuk
mengetahui perusahaan yang melaksanakan IPO mengalami underpricing
ataupun overpricing. Dari hasil pengamatan dari 20 sampel perusahaan yang
melaksanakan IPO pada dari 2006 hingga 2008, hanya terdapat 2 perusahaan
yang mengalami overpricing sedangkan sisanya sebanyak 18 perusahaan
mengalami underpricing. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa perusahaan
yang melaksanakan IPO mengalami keadaan underpriced. Pernyataan
tersebut didukung dengan hasil penelitian Kutsuna dan Smith (2001) pada
perusahaan di Jepang yang memiliki tingkat underpricing sebesar 11,5%
untuk IPO yang dilakukan secara lelang bahkan untuk IPO yang dilakukan
secara bookbuilding tingkat underpricing nya sebesar 70,81%. Begitu pula
halnya dengan IPO di China yang memiliki tingkat underpricng mencapai
388% (Datar & Mao dalam Ritter 1998).
Penelitian ini juga bertujuan untuk membuktikan hipotesis dengan
menggunakan data harga saham pada akhir setiap bulan setelah perusahaan
melaksanakan IPO sepanjang 36 bulan. Dari hasil pengujian maupun
perhitungan diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan antara kinerja
jangka pendek dengan kinerja jangka panjang perusahaan. Pernyataan
tersebut muncul karena hasil asymp sig pada uji wilcoxon diperoleh hasil
sebesar 0,911 yang berarti lebih besar dari tingkat signifikansi sebesar 0,05
sehingga H0 diterima. Jadi, hipotesis kedua yang menyatakan terdapat
perbedaan antara kinerja jangka pendek dengan kinerja jangka panjang
Bab V Kesimpulan dan Saran
jangka pendek adalah 0,048 dan untuk kinerja jangka panjangnya sebesar
0,294 yang menandakan kedua kinerja saham menunjukkan hasil yang
positif. Hasil penelitian tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan
Dawson (1987) yang menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang perusahaan
di Malaysia memberikan return yang positif, yaitu tidak adanya perbedaan
antara kinerja saham jangka panjang maupun jangka pendek. Begitu pula
dengan penelitian oleh Nurwati (2004) yang dilakukan juga di pasar modal
Malaysia menunjukkan pendapatan jangka panjang saham IPO yang dihitung
dengan CAR dan buy and hold return, overperform signifikan dibandingkan
pendapatan benchmark. Penelitian Nurwati menunjukkan bahwa perusahaan
IPO di pasar modal Malaysia memiliki kinerja overperform dan signifikan 3
tahun setelah go public. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Hwang dan Jayaranam dalam RONNI (1992), yaitu
tidak ditemukan kinerja jangka panjang yang jelek bagi IPO perusahaan di
Jepang. Hal ini mungkin terjadi karena data yang digunakan antara tahun
1980 sampai 1989. Pada saat itu, pasar modal Jepang berada dalam kondisi
“Bullish”, namun setelah akhir 1989, bursa saham di Jepang mengalami penurunan drastis (Sembel, 1996). Kinerja jangka panjang IPO yang positif
tidak hanya ditemukan di kedua negara tersebut, melainkan terjadi di
beberapa negara lainnya seperti China sebesar 18,8% (Wong, 1999), Korea
sebesar 80,6% (Kim et al., 1995), Polandia sebesar 11,5% (Aussenegg,
2000), Spanyol sebesar 5,6% (Otero, 2001), Swedia sebesar 1,2% (Loughran
et al., 1994), Thailand sebesar 10% (Allen et al., 1999) dan Turki sebesar
44,1% (Kiymaz, 1997).
Adapun hasil ini tidak konsisten dengan penelitian dari Prastiwi dan
Kusuma (2001) yang menyatakan adanya perbedaan yang signifikan pada
kinerja jangka panjang dan kinerja jangka pendek pada harga penutupan hari
pertama. Ketidak konsistenan ini terjadi karena kenaikan dan penurunan
abnormal return yang terjadi baik dalam periode jangka panjang dan periode
jangka pendek secara rata-rata memang tidak mengalami perbedaan yang
signifikan. Hal ini dimungkinkan karena pada saat setelah terjadinya krisis di
Bab V Kesimpulan dan Saran
62
Universitas Kristen Maranatha
mengalami ketidak stabilan harga saham yang disebabkan oleh kondisi
ekonomi, seperti naik turunnya nilai mata uang hingga kondisi sosial politik
yang tidak stabil di negara ini. Indikasi ini terlihat dari kenaikan dan
penurunan harga saham yang tidak mengalami perbedaan pada periode
jangka panjang dan periode jangka pendek. Pada saat satu perusahaan
mengalami kenaikan harga saham, perusahaan lain juga mengalami kenaikan
harga saham juga, begitu pula pada saat terjadi penurunan harga saham dan
hal ini berpengaruh pada nilai abnormal return nya. Hasil tersebut juga tidak
konsisten dengan penelitian yang telah dilakukan di Negara berkembang
seperti di Hongkong, Chili, Meksiko, Brasilia, Singapura yang menunjukkan
hasil kinerja jangka pendek setelah IPO memberikan return yang positif
sedangkan kinerja jangka panjangnya memberikan return yang negatif.
Perusahaan yang melaksanakan IPO juga memiliki peningkatan
kinerja secara keuangan yang diukur dengan rasio keuangan. Dari 4 rasio
keuangan yang digunakan, yaitu (ROA, ROE, DER, CR) tercatat hanya pada
rasio DER saja sebagian besar perusahaan mengalami peningkatan nilai DER
yang berarti mengalami penurunan secara kinerja. Jumlah hutang perusahaan
yang meningkat menjadi penyebab utama rasio DER mengalami penurunan
kinerja. Hal tersebut diduga karena perusahaan yang sudah go public tentu
mempunyai semacam kewajiban menjaga citra maupun reputasinya di mata
kalangan masyarakat, salah satu tindakan nyata untuk membangun reputasi
yang baik adalah dengan melakukan ekspansi perusahaan. Dana yang tidak
sedikit tentu menjadi suatu hal yang lumrah apabila perusahaan mengambil
tindakan tersebut sehingga pengambilan hutang kepada pihak lain menjadi
suatu solusi untuk memperlancar tindakan tersebut.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil maupun kesimpulan penelitian yang sudah dijabarkan, maka
Bab V Kesimpulan dan Saran
1. Penelitian selanjutnya menggunakan ukuran sampel yang lebih banyak dan
beragam, misalkan dengan menambah jangka waktu tahun perusahaan yang
melaksanakan IPO. Besarnya sampel juga memungkinkan untuk melihat
kinerja return dari semua sektor yang ada di bursa saham.
2. Penelitian selanjutnya juga bisa mengembangkan faktor kinerja keuangan
perusahaan dengan kinerja saham, yaitu dengan mengukur hubungan ataupun
pengaruh antara keduanya. Apakah bila terjadi penurunan kinerja secara
keuangan akan diikuti pula halnya dengan penurunan kinerja saham
perusahaan demikian juga sebaliknya.
3. Bagi investor, dengan adanya hasil temuan ini diharapkan dapat lebih
meningkatkan kualitas keputusan terutama pada saham-saham yang
melakukan IPO. Hal ini perlu dilakukan karena dalam mengambil keputusan
investasi pada saham-saham IPO, perusahaan cenderung melebih-lebihkan
kinerja sahamnya.
4. Bagi pemerintah dalam hal ini Bapepam dan BEI sebagai pembuat regulasi
pasar modal indonesia, hendaknya temuan ini lebih meningkatkan
kemampuannya dalam usaha untuk meningkatkan kepercayaan pasar
(investor) terhadap bursa akibat diterpa krisis yang berkepanjangan. Hal ini
perlu diakukan agar BEI bisa menajdi alternatif yang tepat dan efisien untuk
memenuhi kebutuhan dana perusahaan
5.3 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan pada penelitian ini adalah dengan tidak mengukur kinerja
perusahaan sebelum melaksanakan IPO, baik secara keuangan maupun saham. Hal
tersebut dikarenakan peneliti kesulitan dalam memperoleh data prospectus
perusahaan sehingga hal tersebut tidak dimasukkan ke dalam penelitian ini. Dan
juga model perhitungan abnormal return yang masih sederhana dan juga periode
pengamatan yang masih relatif pendek yakni hanya 3 tahun setelah perusahaan
64
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, R., R. Leal, and L. Herandez. 1993. The After Market Performance of Initial
Public Offerings in Latin America. Financial Management. Vol. 22, pp: 42-53
Ali, Syaifatu dan Jogiyanto Hartono, 2002, “Analisis Pengaruh Pemilihan Metode
Akuntansi Terhadap Pemasukan Penawaran Perdana”, Jurnal Ekonomi dan
Bisnis Indonesia, Vol. 17, no.2, 211-225.
Ang, Robert (1997), Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, Jakarta, Mediasoft
Indonesia.
Ardiansyah, Misnen, 2004, “Pengaruh variable Keuangan Terhadap Return Awal dan
Return 15 Hari Setelah IPO Serta Moderasi Besaran Perusahaan Terhadap
Hubungan Antara Variable Keuangan dengan Return Awal dan Return 15 Hari
Setelah IPO”, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.7, No.2, Mei.
Arosio R; Giancarlo Giudici dan Stefan Paleari, 2000, "What Drives the Initial Market
Performance of Italian IPOs? An Empirical Invetigation on Underpricing and
Price Support', www.ssrn.com
Baron, D., (1982), A Model of Demand of Investment Bangking Advice and Distribution
Services for News Issues, Journal of Finance, September : 955-976.
Beatty, R.P., dan J. Ritter, (1986), Investment Banking, Reputation, and The
Underpricing of Initial Public Offering, Journal of Financial Economics,
Jan/Feb : 213-232
______, R.P., (1989), Auditor and The Pricing of Initial Public Offering, The
Daftar Pustaka
Brigham, Eugene F. and Weston, J. Fred, (2004), Dasar-Dasar Manajemen Keuangan,
Jakarta : Erlangga.
________________ and Joel F. Houston, (2001), Fundamental of Financial
Management, Jakarta : Salemba Empat.
Cai, J. and K. Wei, 1997. The investment and operating performance of Japanese IPO,
Pacific-Basin Finance Journal 5, 389-417.
Daljono, (2000), “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Initial Return Saham yang
Listing di BEJ tahun 1990-1997”, Simposium Nasional Akuntansi III, IAI,
September
Darmadji, Tjiptono dan Hendy M. Fakhruddin, 2001, “Pasar Modal Indonesia : Pendekatan Tanya Jawab”, Edisi Pertama, Salemba empat, Jakarta.
Dawson, S.M., (1987), Secondary Stock Market Performance of Initial Public Offerings :
Hongkong, Singapore and Malaysia : 1978-1984, Journal of Business, Finance
and Accounting : vol 14 : 65-76.
Eryan dan Suad Husnan, 2002, “Perbandingan Underpricing Penerbitan Saham Perdana
Perusahaan Keuangan dan Non-Keuangan di Pasar Modal Indonesia : Pengujian
Hipotesis Asimetri Informasi”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.17,
No.4, 372-383.
Finn, F. J. dan R. Higham, (1988), The Performance of Unseasoned New Equity Issues :
Common Stocks Exhange Listing in Australia, Journal of Banking and Finance :
Daftar Pustaka
66
Universitas Kristen Maranatha
Gumanti, Tatang Ari, 2000, ”Earning Management: Suatu Telaah Pustaka”, Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, vol. 4, no. 2, p 104-115.
_________________, 2001. “Earning Manajemen dalam Penawaran Saham Perdana di
Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia (Mei).
Habib, Arief (2008), “Kiat Jitu Peramalan Saham”, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Harahap, Sofyan Syafri (2007), “Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan”, Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada.
Harianto, F. dan S. Sudomo. 1998. Perangkat dan Teknik Analisis Investasi, Edisi
Pertama, Penerbit PT Bursa Efek Jakarta.
Hartanto, I. B., and Ediningsih, S. I., 2004. “Kinerja Harga Saham setelah Penawaran
Perdana
(IPO) pada Bursa Efek Jakarta”, Usahawan 33: 36-43.
Husnan, Suad dan Enny Pudjiastuti. 1998. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis
Sekuritas. Edisi 2. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Ibbotson, R., 1975. Price performance of common stock new issues, Journal of Financial
Economics 2, 235-272.
Ibbotson, R.G., Sindelar J.L., dan Ritter J.R., (1988), Innitial Public Offering, Journal of
Applied Corporate Finance 2, 37-45.
Jogiyanto, (2003), Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta : BPFE
Jogiyanto Hartono, (2005), “Pasar Efisien Secara Keputusan”, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Daftar Pustaka
Jones, C.P. 2002. Investment Analysis and Management, 8th Edition, John Wiley &
Sons, Inc. New York.
Kim, B.J., Krinsky, I. dan Lee,J.,1993. Motives for Going Public and Underpricing:
New Finding from Korea. Journal of Business Financial and Accounting. Vol
20. No 2. hal.195-211
_____________________________, 1995. The aftermarket performance of
initial public
offerings in Korea, Pacific-Basin Finance Journal 3, 429-448.
Kunz, R. M. dan R. Aggarwal, (1994), Why Initial Public Offerings Are Underpriced :
Evidence from Switzerland, Journal of Banking and Finance : 703-723.
Kutsuna, Kenji and Richard Smith, 2000, “How IPO Pricing Method Affects Underpricing and Issue Cost: Evidence on Japan’s Change from Auction Method Pricing to Book-Building”, www.ssrn.com
Levis, M., (1993), The Long Run Performance of Innitial Public Offerings : The U.K
Experience 1980-1988, Financial Management 28-41, Spring.
Ljungqvist, A. and Wilhelm, W. (2001), IPO pricing in the dot-com bubble, Working
paper,
New York University Stern School of Business.
Loughran, T., Ritter, J.R., dan Rydqvist, K., (1994), Initial Public Offerings:
Daftar Pustaka
68
Universitas Kristen Maranatha
____________________, (1997). The operating performance of firms conducting
seasoned equity offerings. Journal of Finance, 52(5), 1823-1850.
Manurung, A. H., and Soepriyono, G., 2006. “Hubungan Antara Imbal Hasil IPO dan
Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja IPO di BEJ”, Usahawan 35: 14-26.
Munawir, (2004), “Analisa Laporan Keuangan”, Edisi Keempat, Yogyakarta : Liberty.
Nasirwan, 2002. ”Reputasi Penjamin Emisi, Return Awal, Return 15 Hari Sesudah
IPO dan Kinerja Perusahaan Satu Tahun Sesudah IPO di BEJ.” Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia Vol 5, No. 1 (Januari), Hal 64-84.
Pagano, M. (1998), ‘Changing microstructure of European equity markets’, in G. Ferrarini (ed.), European securities markets: the investment services directive
and beyond, (The Hague: Kluwer Law International).
Prastiwi, Arum & Indra Wijaya Kusuma, (2001), Analisis Kinerja Surat Berharga
Setelah Penawaran Perdana (IPO) di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia Volume 16 Nomor 2. Yogyakarta : Fakultas Ekonomi Universitas
Gajah Mada.
Ritter, J.R. (1991), The Long-Run Performance of Initial Public Offering. Journal of
Finance : 3-27.
_________, & I. Welch (2002). A review of IPO activity, pricing, and allocations.
Journal of Finance, 57(4), 1795–828.
_________. (1997), ‘Initial public offerings’, in Logue, D. and Seward, J. (eds.),
Handbook of
Daftar Pustaka
__________, 1998, “Initial Public Offerings”, Contemporary Finance Digest, Vol. 2
No.1, 5 – 30, www.ssrn.com
Rock, K., 1986. Why New Issues Are Underpriced. Journal of Financial Economics. Vol
15. hal.187-212.
Rodoni, Ahmad, 2002. Penawaran Saham Perdana: Pengalaman di Bursa Efek Jakarta
1990-1998. Kumpulan Maskalah SNK In Memoriam Prof.Dr.Bambang Riyanto.
hal.214-241.
Ronni, Sautma, 2003,“Problema Anomali Dalam Initial Public Offering (IPO), Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.5, No.2, September.
Santoso, Singgih, 2004, SPSS Versi10 : Mengolah Data Secara Profesional, Elex
Media Komputindo, Jakarta.
Sembel, Roy H M., 1996. IPO Anomalies,Truncated Excess Supply, and Heteregeneous
Information, Unpublished Dissertation, J M Katz Graduate School of Business,
University of Pittsburgh, Pennsylvania.
Setiawati, Sinta Arie. 2004. Analisis kinerja perusahaan sebelum dan sesudah Initial
Public Offerings. Tesis Fakultas Ekonomi Magister Akuntansi Universitas
Indonesia.
Sunariyah. 2004. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Sunariyah (2000:30),
Sugiyono, 2004, “Metode Penilaian Bisnis, Bandung : Alfabeta.
Van Frederikslust, R. and Van der Geest, G. (2001), Initial returns and long-run
Daftar Pustaka
70
Universitas Kristen Maranatha of private equity-backed initial public offerings on the Amsterdam stock
exchange,
Working paper, Rotterdam School of Management, Erasmus University.
Yolana, Chastina dan Dwi Martani, 2005, “Variabel- Variabel yang Mempengaruhi
Fenomena Underpricing Pada Penawaran Saham Perdana di BEJ Tahun
1994-2001”, Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, September.
Zikmund, W.G., (2003). Business research methods. 7th ed. Ohio: South Western.
www.idx.co.id
yahoo.finance.com