• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK MENDEGRADASI ZAT WARNA METILEN BIRU SECARA FOTOKATALITIK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO 2 UNTUK MENDEGRADASI ZAT WARNA METILEN BIRU SECARA FOTOKATALITIK SKRIPSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK MENDEGRADASI ZAT WARNA METILEN BIRU

SECARA FOTOKATALITIK

SKRIPSI

AYU EPRILITA FITRI IKA CAHYANI

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS AIRLANGGA

(2)

IMPREGNASI ZEOLIT ALAM DENGAN TiO

2

UNTUK MENDEGRADASI ZAT WARNA METILEN BIRU

SECARA FOTOKATALITIK

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia

Pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga Surabaya

Disetujui oleh :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Yusuf Syah, M.S

Alfa Akustia Widati, S.Si, M.Si

NIP. 19490502 198403 1 001

NIK. 139 080 770

(3)

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI

Judul

: Impregnasi Zeolit Alam dengan TiO

2

untuk Mendegradasi

Zat Warna Metilen Biru Secara Fotokatalitik

Penyusun

: Ayu Eprilita Fitri Ika Cahyani

NIM

: 080810526

Pembimbing I

: Drs. Yusuf Syah, M.S

Pembimbing II

: Alfa Akustia Widati, S.Si, M.Si

Tanggal Seminar

: 17 Juli 2012

Disetujui oleh:

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Yusuf Syah, M.S

Alfa Akustia Widati, S.Si, M.Si

NIP. 19490502 198403 1 001

NIK. 139 080 770

Mengetahui,

Ketua Departemen Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA

(4)

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam

lingkungan Universitas Airlangga. Diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi

perpustakaan, tetapi pengutipan seijin penulis dan harus menyebutkan sumbernya

sesuai kebiasaan ilmiah.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan naskah skripsi

dengan judul “ Impregnasi Zeolit Alam dengan TiO

2

untuk Mendegradasi Zat

Warna Metilen Biru Secara Fotokatalitik” dengan lancar dan tepat waktu.

Sholawat serta salam tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Rasulullah

Muhammad SAW.

Pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada:

1.

Bapak Drs. Yusuf Syah, M.S selaku dosen Pembimbing I atas bimbingan dan

nasehatnya selama penyelesaian skripsi ini di tengah kesibukannya.

2.

Ibu Alfa Akustia Widati, S.Si, M.Si selaku dosen Pembimbing II atas

bimbingan dan nasehatnya selama penyelesaian skripsi ini di tengah

kesibukannya.

3.

Ibu Dra. Usreg Sri Handajani, M.Si dan Ibu Dr. Sri Sumarsih, M.Si selaku

dosen Penguji I dan Penguji II atas saran dan bimbingannya agar skripsi ini

menjadi lebih baik.

4.

Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan dan semangat selama

penyelesaian skripsi ini.

(6)

5.

Bapak Drs. Hamami, M.Si selaku dosen pendamping yang telah

mendampingi, menasehati, dan memberikan semangat yang tidak ada

habisnya. Selain itu, beliau merupakan inspirator bagi penyusun dalam

penyelesaian skripsi ini.

6.

Ibu Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA selaku Ketua Program Studi S-1 Kimia

yang banyak memberikan informasi dan saran dalam penyusunan naskah

skripsi ini.

7.

Teman – teman “Keluarga Besar” (Aci, Anggi, Sari, Nadya, Tari, Devan,

Jemmy, Ryan) atas saran dan dukungan selama penyelesaian skripsi ini.

8.

Teman – teman Kimia angkatan 2008 selaku penyemangat dalam

penyelesaian skripsi ini.

9.

Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun

sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Surabaya, Juli 2012

Penyusun,

(7)

Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Surabaya.

ABSTRAK

Telah dilakukan degradasi zat warna metilen biru secara fotokatalitik oleh

TiO

2

/zeolit. Proses degradasi dilakukan dalam suatu reaktor tertutup yang

diiradiasi dengan 3 buah lampu UV 8 watt. Larutan metilen biru diiradiasi dengan

lampu UV selama waktu optimum 45 menit dengan menggunakan TiO

2

/zeolit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan hanya menggunakan sinar UV,

larutan metilen biru dapat didegradasi namun sangat lambat dengan persen

degradasi sebesar 4,68 %. Ketika menggunakan H

2

O

2

, persen degradasi

meningkat yaitu sebesar 13,05 %. Saat diberi penambahan TiO

2

dan zeolit proses

degradasi lebih efektif, yaitu diperoleh persen degradasi masing – masing 14,53 %

dan 96,84 %. Ketika menggunakan TiO

2

/zeolit, menghasilkan persen degradasi

sebesar 98,08 %. Kondisi optimum degradasi metilen biru dengan TiO

2

/zeolit

diperoleh pada waktu 45 menit dan pH larutan sebesar 5 dengan persen degradasi

masing – masing 98,16 % dan 98,20 %. TiO

2

/zeolit memiliki efektivitas lebih

tinggi dibandingkan TiO

2

, tetapi tidak lebih tinggi dibandingkan dengan zeolit

dalam mengadsorpsi zat warna metilen biru pada waktu dan pH optimum. Dalam

hal ini zeolit berperan sebagai adsorben, dan TiO

2

mendegradasi metilen biru

secara fotokatalitik.

(8)

of Science and Technology of Universitas Airlangga.

ABSTRACT

Methylene blue dye degradation in photocatalytic by TiO

2

/zeolit has been

studied. Degradation process carried out in a closed reactor is irradiated with 3

pieces 8 watt UV lamp. Methylene blue solution was irradiated with UV light for

45 minutes with the optimum use the TiO

2

/zeolit. The result showed that the

presence of UV light, methylene blue dye solution can be degraded but very slow

with the percent degradation of 4,68 %. The degradation percent increase in the

amount of 13,05 % when added by H

2

O

2

. When given the addition of TiO

2

and

zeolit is more effective degradation processes, namely the percentage degradation

of each – respectively 14,53 % and 96,84 %. When done adding TiO

2

/zeolit as

catalyst, resulting in degradation of 98,08 %. Optimum conditions the degradation

of methylene blue with TiO

2

/zeolit obtained at the time of 45 minutes and the pH

at 5 by the percent degradation of each respectively 98,16 % and 98,20 %.

TiO

2

/zeolit have a higher effectiveness than TiO

2

, but no higher than the zeolite in

methylene blue dye adsorbed at time and pH optimum. In this case zeolite acts as

absorbent, and TiO

2

degrade methylene blue in photocatalytic.

Key words : methylene blue, photodegradation, TiO

2,

natural zeolite and

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL ……….………...

i

LEMBAR PERNYATAAN .……….… ii

LEMBAR PENGESAHAN ……….. iii

LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ……….. iv

KATA PENGANTAR ….………. v

ABSTRAK ………. vii

ABSTRACT ………. viii

DAFTAR ISI ……….. ix

DAFTAR TABEL ………. xi

DAFTAR GAMBAR ……… xii

DAFTAR LAMPIRAN ……… xiii

BAB I PENDAHULUAN ……….

1

1.1

Latar Belakang ……….…...

1

1.2

Rumusan Masalah ………...………

4

1.3

Tujuan Penelitian ………

4

1.4

Manfaat Penelitian ………..

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..

5

2.1

Zeolit Alam………..

5

2.1.1 Struktur zeolit alam………

7

2.1.2 Sifat zeolit………...

9

2.2

Aktivasi Zeolit………. 11

2.3

Fotokatalisis………. 12

2.4

Semikonduktor TiO

2

……… 14

2.5

Metilen Biru………. 15

2.6

Difraksi Sinar – X……… 16

2.7

Spektrofotometri UV – Vis……….. 18

2.8

Spektroskopi Inframerah……….. 20

BAB III METODE PENELITIAN………...

23

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian ……….

23

3.2

Bahan dan Alat Penelitian ………...

23

3.2.1 Bahan penelitian ………..

23

3.2.2 Alat penelitian ………...

23

3.3

Diagram Alir Penelitian ………...

25

3.4

Prosedur Kerja ……….

26

3.4.1 Pembuatan larutan HCl 0,10 M ………...

26

(10)

3.4.3 Pembuatan larutan H

2

O

2

15% ………...

26

3.4.4 Pembuatan larutan induk metilen biru 1000 ppm ……..

26

3.4.5 Pembuatan larutan standar metilen biru………..

26

3.4.6 Pembuatan larutan sampel metilen biru ……….

27

3.4.7 Penentuan panjang gelombang maksimum ………

27

3.4.8 Pembuatan kurva standar metilen biru ………...

27

3.4.9 Preparasi zeolit alam ………...

27

3.4.10 Preparasi TiO

2

terimpregnasi zeolit alam ………

28

3.4.11 Penentuan waktu dan pH optimum degradasi metilen

biru ………...

28

3.4.11.1 Penentuan waktu optimum degradasi metilen

biru ……….

28

3.4.11.2 Penentuan pH optimum degradasi metilen

biru ………..

29

3.4.12 Degradasi metilen biru ……….

30

3.4.12.1 Degradasi metilen biru dengan sinar UV…….

30

3.4.12.2 Degradasi metilen biru dengan TiO

2

/Zeolit

pada kondisi optimum ……….

30

3.4.12.3 Degradasi metilen biru dengan TiO

2

pada

kondisi optimum ………..

31

3.4.12.4 Degradasi metilen biru dengan zeolit pada

kondisi optimum ………..

31

3.4.12.5 Degradasi metilen biru dengan H

2

O

2

pada

kondisi optimum………

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Panjang Gelombang Maksimum Larutan Metilen Biru ………… 33

4.2

Penentuan Kurva Standar Metilen Biru ……… 34

4.3

Preparasi Zeolit Alam ………. 35

4.4

Preparasi TiO

2

Terimpregnasi Zeolit Alam ………. 37

4.5

Penentuan Waktu Optimum Degradasi Larutan Metilen Biru ….

40

4.6

Penentuan pH Optimum Degradasi Larutan Metilen Biru ……...

43

4.7

Degradasi Metilen Biru dengan TiO

2

/Zeolit pada Kondisi

Optimum ………...

45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan ……… 48

5.2

Saran………... 48

DAFTAR PUSTAKA ………... 49

LAMPIRAN

(11)

Tabel

Judul Tabel

Halaman

2.1

4.1

4.2

4.3

4.4

Komposisi unsur pada zeolit alam Turen, Malang, Jawa

Timur……….

Data absorbansi larutan metilen biru pada berbagai

konsentrasi ………

Data penentuan waktu optimum degradasi metilen biru……

Data pengukuran pH optimum degradasi metilen biru……..

Data pengukuran degradasi metilen biru dengan TiO

2

/zeolit

pada waktu dan kondisi pH optimum………...

6

34

41

43

(12)

Gambar

Judul Gambar

Halaman

2.1

Struktur bangun primer zeolit ... 8

2.2

Struktur bangun sekunder zeolit ………

9

2.3

Struktur pori pada zeolit ………... 10

2.4

Struktur molekul metilen biru ……… 15

2.5

Skema alat difraktometer sinar – X ………... 18

. 4.1

Kurva panjang gelombang maksimum metilen biru………… 33

4.2

Kurva standar larutan metilen biru ...

35

4.3

Difraktogram zeolit alam dan zeolit setelah kalsinasi...

36

4.4

Difraktogram TiO

2

, TiO

2

/zeolit, dan zeolit sesudah kalsinasi 38

4.5

Spektra IR zeolit sesudah kalsinasi dan TiO

2

/zeolit………...

39

4.6 Grafik hubungan antara persen degradasi terhadap waktu

degradasi ……….

41

4.7 Grafik hubungan antara pH dengan persen degradasi …….

44

4.8 Diagram batang perbandingan persen degradasi metilen

biru pada kondisi optimum ………..

46

(13)

Lampiran

Judul Lampiran

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Panjang gelombang maksimum metilen biru

Difraktogram zeolit alam

Difraktogram zeolit setelah kalsinasi

Difraktogram TiO

2

Difraktogram TiO

2

/zeolit

Spektra IR zeolit sebelum dan setelah impregnasi

Optimasi waktu degradasi larutan metilen biru

Optimasi pH degradasi larutan metilen biru

Degradasi metilen biru pada kondisi optimum

(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Keberadaan zeolit alam cukup melimpah di Indonesia namun pemanfaatannya

masih belum banyak dilakukan. Mineral zeolit didefinisikan sebagai suatu

aluminosilikat yang mempunyai struktur berongga dan biasanya rongga ini diisi oleh

air dan kation yang dapat dipertukarkan, serta memiliki ukuran pori tertentu

(Muliasari, 2006). Berdasarkan potensi yang dimiliki zeolit, maka cukup banyak

aplikasi yang sebenarnya dapat digunakan, antara lain kemampuannya sebagai

katalis, senyawa pengemban ataupun adsorben. Untuk dapat memiliki aktivitas yang

baik, zeolit alam harus dimodifikasi terlebih dahulu. Telah banyak diteliti berbagai

cara modifikasi zeolit alam. Modifikasi zeolit alam yang telah dilakukan yaitu dengan

kalsinasi atau pengembanan logam (Suyanti, 2000); modifikasi dengan larutan asam

dan surfaktan (Wang dan Peng, 2009); dan modifikasi dengan TiO

2

melalui metode

sol gel (Slamet dkk, 2008). Penelitian lain tentang modifikasi zeolit alam yaitu

dengan melakukan pemanasan pada suhu 300⁰C selama kurang lebih tiga jam

(Aritonang, 2009); aktivasi zeolit alam dengan larutan HCl (Srihapsari, 2006);

aktivasi zeolit alam menggunakan larutan H

2

SO

4

(Muliasari, 2006); dan modifikasi

(15)

Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Hal ini ditunjukkan

dengan adanya industri yang terus tumbuh dan berkembang. Dengan didukung

potensi sumber daya alam dan lingkungan yang dimiliki Indonesia, pemerintah

menitikberatkan program pembangunan jangka panjang pada sektor industri

(Wijayani, 2004). Dewasa ini perkembangan industri tekstil di Indonesia telah maju

pesat, namun kemajuan dalam bidang industri ini tidak diiringi oleh kesadaran yang

baik dalam pengelolaan lingkungan. Industri tekstil mengambil peranan penting

dalam pencemaran lingkungan, khususnya lingkungan perairan. Apabila air limbah

industri yang umumnya mengandung zat pewarna dibuang ke selokan atau sungai

tanpa mengalami pengolahan terlebih dahulu, dapat merubah air selokan atau air

sungai menjadi tidak sesuai dengan peruntukannya (Suwarsa, 1998). Metilen biru

merupakan salah satu dari zat pewarna. Metilen biru paling sering digunakan untuk

zat pewarna kapas, kayu, dan kain sutra (Wang dkk, 2011).

Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh zat pewarna sangat

memprihatinkan sehingga diperlukan penanganan serius untuk mengatasi masalah

tersebut. Berbagai upaya dan metode untuk mengatasi pencemaran zat pewarna telah

dilakukan, antara lain dengan metode koagulasi, oksidasi, dan elektrokimia. Namun,

metode – metode ini dirasa kurang memadai untuk mengatasi masalah pencemaran

zat pewarna. Karena metode ini pada dasarnya hanya penciptaan fase yang

mengandung polutan yang lebih terkonsentrasi (Fatimah dkk, 2006). Di antara

metode moderen penanggulangan limbah, metode fotokatalisis merupakan metode

yang relatif murah serta mudah diterapkan. Metode fotokatalisis memerlukan bahan

(16)

semikonduktor seperti TiO

2

, CdS, atau Fe

2

O

3

serta radiasi sinar ultraviolet dengan

panjang gelombang sesuai dengan energi celah yang dimiliki oleh bahan

semikonduktor tersebut (Nogueria dan Jardim, 1993). Dari sekian banyak jenis

semikonduktor, TiO

2

banyak dipilih untuk aplikasi secara luas karena TiO

2

bersifat

inert dan stabil terhadap fotokorosi dan fotokimia. Selain itu, TiO

2

bersifat tidak

beracun dan dalam pasaran mudah ditemukan dengan harga yang relatif murah

(Pristantho, 2011).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sumatera, dkk (2002), konsentrasi

metilen biru berkurang setelah suspensi disinari dengan sinar UV dan dikatalisis

dengan TiO

2

/montmorilonit. Penelitian lain menyebutkan bahwa metilen biru

terdegradasi oleh ZnO/TiO

2

sebesar 81,42% dan 77,75% pada panjang gelombang

590 nm dan 286 nm (Ali dan Siew, 2006).

Dalam rangka mengatasi pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh

metilen biru, pada penelitian ini digunakan zeolit alam yang akan diimpregnasi

dengan TiO

2

. Impregnasi adalah proses pemasukan prekursor logam dengan sejumlah

penyangga dan dibiarkan bereaksi, di mana prekursor TiO

2

dimasukkan ke dalam

zeolit alam sebagai penyangga. Selanjutnya zeolit yang telah diimpregnasi dengan

TiO

2

diaplikasikan untuk degradasi zat pewarna tekstil metilen biru secara

(17)

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai

berikut.

1.

Berapa waktu dan pH optimum proses degradasi zat warna metilen biru

menggunakan zeolit terimpregnasi TiO

2

(TiO

2

/zeolit)?

2.

Apakah TiO

2

/zeolit memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan TiO

2

atau

zeolit saja dalam mendegradasi zat warna metilen biru pada waktu dan pH

optimum?

1.3

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.

Menentukan waktu dan pH optimum proses degradasi zat warna metilen biru

menggunakan zeolit terimpregnasi TiO

2

(TiO

2

/zeolit).

2.

Mengetahui efektivitas TiO

2

/zeolit dibandingkan TiO

2

atau zeolit saja dalam

mendegradasi zat warna metilen biru pada waktu dan pH optimum.

1.4

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

impregnasi TiO

2

dalam zeolit untuk degradasi zat pewarna tekstil dalam limbah

secara fotokatalitik. Selain itu, sebagai metode alternatif dari berbagai metode

fotokatalisis yang telah dilakukan.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Zeolit Alam

Seorang ahli mineralogi berkebangsaan Swedia bernama Baron Axel Fredick

Cronsedt menemukan zeolit pertama kali pada tahun 1756. Zeolit ditemukan dalam

bentuk kristal yang mempunyai struktur berongga. Nama zeolit berasal dari bahasa

Yunani, zeo yang memiliki arti membuih dan lithos yang memiliki arti batu.

Pemberian nama zeolit dikarenakan sesuai dengan karakter zeolit yang membuih dan

mengeluarkan air apabila dipanaskan (Mumpton dan Fishman, 1977). Para ahli

geokimia dan mineralogi memperkirakan bahwa zeolit merupakan produk dari

gunung berapi yang berupa lava yang membeku menjadi batuan vulkanik, sedimen,

dan batuan metamorfosa. Melalui proses pelapukan karena adanya pengaruh panas

dan dingin yang terjadi di dalam tanah, maka batuan tersebut akan membentuk

mineral zeolit (Barrer, 1982). Zeolit juga ditemukan sebagai batuan endapan pada

bagian tanah jenis basalt dan komposisi kimianya tergantung pada kondisi

hidrotermal lingkungan lokal seperti suhu, tekanan uap, dan komposisi air tanah. Hal

itu menjadikan zeolit dengan warna dan tekstur yang sama mungkin berbeda

komposisi kimianya bila diambil dari lokasi yang berbeda, disebabkan karena

kombinasi mineral dengan pengotor lainnya.

Di Indonesia, potensi sumber daya alam mineral zeolit alam cukup besar dan

kemurniannya cukup tinggi. Daerah – daerah yang mempunyai tambang zeolit di

(19)

antaranya adalah Lampung Selatan, Bayah, Cikembar, Cipatujah, Jawa Barat

Nangapada, Kabupaten Ende di NTT, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Gunung

Kidul (Maygasari, 2010). Cadangan zeolit alam di Indonesia sebagian besar berada di

deret pegunungan karst, sehingga kadar CaO dalam zeolit Indonesia cukup besar

(lebih dari 5%). Sedangkan zeolit alam dari luar Indonesia mengandung CaO kurang

dari 3%, sesuai dengan jumlah Ca pada zeolit komersial (Nais dan Wibawa, 2011).

Tabel 2.1 Komposisi unsur pada zeolit alam Turen, Malang, Jawa Timur (Ismuyanto,

2008)

Unsur

Komposisi (%)

Al

14

Si

48

Na

0

Ca

2,76

Cr

0,0054

Mn

1,93

Fe

25,1

Ni

0

Sr

0

Zr

0

Ag

0

Yb

0

P

0

S

0,74

K

4,93

Ti

1,28

V

0,04

Cu

0,12

Zn

0,795

Zeolit alam merupakan senyawa aluminosilikat yang terhidrasi dengan

kation-kation terutama kation-kation alkali dan alkali tanah. Di samping itu, zeolit mempunyai

rongga dan mempunyai struktur sangkar tiga dimensi (framework). Rongga di dalam

(20)

zeolit ditempati oleh kation-kation dari golongan alkali dan alkali tanah, selain itu

juga terdapat molekul air. Kation dan molekul air tersebut dapat digantikan dengan

kation atau molekul lain secara reversibel tanpa merusak strukturnya (Mumpton,

1977). Secara empiris, zeolit memiliki rumus empiris sebagai berikut:

M

x/n

[(AlO

2

)

x

(SiO

2

)] zH

2

O

dengan ketentuan:

M

x/n

: kation logam alkali atau alkali tanah

n

: valensi logam alkali atau alkali tanah

x

: bilangan tertentu alumina dari 2 – 10

y

: bilangan tertentu silika dari 2 – 7

z

: jumlah molekul air kristal

Mineral zeolit dikenal sebagai bahan alam dan umumnya dalam bentuk

batuan clinoptilolite, mordenit, barrerite, chabazite, stilbite, analcime, dan

laumonlite. Sedangkan mineral zeolit dalam bentuk offerite, paulingite, dan mazzite

hanya sedikit dan jarang dijumpai (Sunarti, 2010).

2.1.1 Struktur zeolit

Seperti halnya mineral kwarsa dan felspar, zeolit termasuk golongan senyawa

tektosilikat, yaitu kristal yang terbentuk oleh sambungan bersama dari tetrahedral –

tetrahedral memberikan jaringan anionik dimensi tiga dan setiap oksigen dari suatu

tetrahedral disumbangkan antara tetrahedral yang satu dengan tetrahedral yang lain

(Rakhmatullah dkk, 2007). Struktur zeolit terdiri dari unit – unit pembangun, yang

secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian utama sebagai berikut (Butar, 2011) :

(21)

1.

unit bangun primer, yang tak lain adalah bentuk tetrahedral silika (SiO

4

)

4-

dan

alumina (AlO

4

)

5-

; bentuk tetrahedral ini bergabung menjadi satu dengan yang

lainnya membentuk kerangka tiga dimensi dengan rumusan ideal (TO

4

)

n

.

Gambar 2.1 Struktur bangun primer zeolit (Butar, 2011)

2.

unit bangun sekunder, yaitu bentuk dari penggabungan dari beberapa TO

4

yang membentuk cincin lingkar 4, 6, dan 8 atau dapat juga gabungan dari dua

cincin lingkar 4 dan dua cincin lingkar 6.

(22)

Gambar 2.2 Struktur bangun sekunder zeolit (Butar, 2011)

3.

unit bangun tersier, bentuk polihedral yang tersusun dalam pengulangan unit –

unit bangun sekunder yang dihubungkan oleh jendela – jendela atau saluran –

saluran membentuk suatu bangunan yang besar yaitu zeolit.

2.1.2 Sifat zeolit

Zeolit mempunyai struktur berongga yang biasanya diisi oleh kation – kation

dan air yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu (Srihapsari, 2006).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mineral zeolit adalah perbandingan Si

dan Al. Kerapatan muatan di dalam struktur kristal zeolit ditentukan oleh

perbandingan Si dan Al. Jika perbandingan Si dan Al besar maka kerapatan

(23)

muatannya tinggi dan molekulnya lebih besar. Dengan kata lain, zeolit dengan

perbandingan Si dan Al yang tinggi mempunyai kapasitas pertukaran kationnya tinggi

(Muliasari, 2006).

Gambar 2.3 Struktur pori pada zeolit (Muliasari, 2006)

Berbagai sifat dari zeolit alam adalah :

1.

Dehidrasi

Sifat dehidrasi zeolit berpengaruh terhadap sifat penyerapannya. Keunikan

zeolit terletak pada struktur porinya yang spesifik. Pada zeolit alam, di dalam

pori – porinya terdapat kation – kation atau molekul air. Apabila kation –

kation atau molekul air tersebut dikeluarkan dari dalam pori dengan suatu

perlakuan tertentu maka zeolit memiliki pori yang kosong (Barrer, 1982).

2.

Adsorpsi

Dalam keadaan normal, ruang dalam kristal zeolit terisi oleh molekul air yang

berada di sekitar kation. Bila zeolit dipanaskan maka air tersebut akan keluar,

(24)

dengan demikian luas permukaan dari pori – pori mineral zeolit bertambah.

Zeolit yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai penyerap gas atau

cairan. Penggunaan zeolit sebagai adsorben lebih dikenal sebelumnya, karena

zeolit bersifat selektif dan mempunyai kapasitas yang cukup tinggi, di mana

pori – pori kristal ini mampu mengadsorpsi sejumlah besar molekul atau ion

yang ukurannya cukup atau sesuai dengan bentuk atau ukuran saluran untuk

selanjutnya masuk ke dalam saluran intrakristal sehingga dapat bertindak

sebagai penyaring ion atau molekul (Butar, 2011).

3.

Katalis

Zeolit merupakan katalisator yang baik karena mempunyai pori – pori yang

besar dan permukaan yang maksimum (Imansyah, 2011). Keasaman zeolit

juga merupakan salah satu faktor penting dalam penggunaan zeolit sebagai

pengemban dan sebagai katalis. Zeolit digunakan secara luas sebagai katalis

karena adanya situs – situs asam, baik situs asam Bronsted maupun Lewis

(Tarigan, 2007). Penggunaan zeolit sebagai katalis dapat dioptimalkan dengan

cara perlakuan asam, hidrotermal, kalsinasi, dan oksidasi (Imansyah, 2011).

2.2

Aktivasi Zeolit

Peningkatan mutu zeolit alam melalui proses aktivasi dan modifikasi

dimaksudkan untuk memperbesar kemampuan zeolit baik dari segi daya katalisis,

adsorben, maupun pertukaran ion. Beberapa teknik dilakukan untuk meningkatkan

mutu zeolit alam, yaitu dengan cara aktivasi dan modifikasi. Proses aktivasi zeolit

(25)

alam dapat dikelompokkan menjadi dua cara, yakni aktivasi secara kimiawi dan

aktivasi secara fisik (Fatimah, 2000).

Aktivasi secara kimiawi memiliki tujuan untuk membersihkan permukaan

pori, membuang senyawa pengotor, dan mengatur kembali letak atom yang

dipertukarkan. Prinsip aktivasi secara kimiawi adalah penambahan pereaksi tertentu

sehingga didapatkan pori – pori zeolit yang bersih (aktif). Sedangkan proses aktivasi

secara fisika dilakukan dengan cara pemanasan baik secara kontak langsung maupun

tak langsung (sistem vakum). Hal ini bertujuan untuk menguapkan air kristal yang

terperangkap di dalam pori – pori zeolit sehingga luas permukaan internal pori

meningkat (Fatimah, 2000).

2.3

Fotokatalisis

Fotokatalisis merupakan suatu proses kombinasi antara proses fotokimia dan

katalis, yakni suatu proses degradasi secara kimiawi dengan melibatkan cahaya

sebagai pemicu dan katalis berfungsi untuk mempercepat proses transformasi.

Transformasi atau reaksi yang diinduksi oleh sinar tersebut terjadi pada permukaan

suatu katalis (Sopyan, 1998). Induksi oleh sinar menyebabkan terjadinya eksitasi

elektron, dalam proses ini menghasilkan hole. Hole memiliki peranan yang sangat

besar dalam hampir semua reaksi fotokatalitik. Induksi oleh sinar menyebabkan

terjadinya eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Jika suatu semi

konduktor dikenai cahaya (hv) dengan energi yang sesuai, maka elektron (e

-

) pada

(26)

pita valensi akan tereksitasi ke pita konduksi dan meninggalkan hole (h

+

) pada pita

valensi (Gunlazuardi, 2001).

Berdasarkan fasanya, fotokatalisis digolongkan menjadi dua macam, yaitu

fotokatalisis homogen dan fotokatalisis heterogen. Fotokatalisis homogen adalah

proses katalisis satu fase antara substrat dengan katalis. Umumnya katalis berupa

suatu oksidator seperti ozon dan hidrogen peroksida. Fotokatalisis heterogen adalah

proses fotokatalisis dua fase yang dilakukan dengan bantuan semikonduktor sebagai

katalis (Otmer dan Kirk, 1994).

Proses degradasi fotokatalisis merupakan suatu teknologi alternatif yang dapat

digunakan untuk menghancurkan berbagai macam polutan hasil dari limbah industri

dan rumah tangga seperti asam, detergen, sabun, dan impuritis – impuritis organik.

Menurut Lu (1999), metode degradasi fotokatalitik ini mempunyai beberapa

keuntungan sebagai berikut. Kontaminan organik dapat terdekomposisi secara

keseluruhan dengan cepat. Degradasi fotokatalitik dapat menggunakan matahari

sebagai sumber sinar. Proses ini dapat digabungkan dengan proses biologis. Sifat

toksik dari logam berat dapat dikurangi dengan metode degradasi fotokatalitik. Selain

itu, metode ini bersifat soft sehingga dapat diikuti dengan temperatur dan tekanan

rendah.

(27)

2.4

Semikonduktor TiO

2

Oksida logam titanium (TiO

2

) merupakan material semikonduktor yang aktif

sebagai fotokatalis. Semikonduktor TiO

2

ditemukan di alam dalam bentuk kristal

dengan tiga macam bentuk, yaitu brokit, anatase dan rutil. Di samping memiliki

aktivitas yang cukup besar dan efektif sebagai fotokatalis, TiO

2

merupakan senyawa

yang mudah didapatkan dan bersifat tidak beracun (Fatimah dan Wijaya, 2005).

Menurut Hoffman (1995), semikonduktor TiO

2

dalam air yang disinari oleh

sinar UV akan membentuk hole positif pada pita valensi (vb) dan elektron pada pita

konduksi (cb), yang dapat menginisiasi reaksi redoks bahan kimia yang kontak

dengan semikonduktor tersebut. Dalam media air, sistem tersebut mampu

menghasilkan radikal hidroksil (•OH). Radikal hidroksil adalah spesi pengoksidasi

kuat pada pH = 1 dan memiliki potensial oksidasi sebesar 2,8 Volt. Dengan potensial

sebesar itu, kebanyakan senyawa organik di dalam air dapat dioksidasi.

Pada permukaan semikonduktor, hole positif dapat bereaksi dengan baik

dengan H

2

O yang teradsorpsi secara fisika maupun dengan gugus OH

-

yang

teradsorpsi secara kimia untuk membentuk radikal hidroksil sebagaimana pada reaksi

berikut :

TiO

2

+ hv

TiO

2

(h

+vb

+ e

-cb

)

h

+vb +

H

2

O

•OH + H

+

(28)

e

-cb +

O

2

O

2

-2 O

2-

+ 2 H

2

O

2 •OH + 2 OH

-

+ O

2

Elektron – elektron pada pita konduksi kemungkinan bereaksi dengan

molekul oksigen untuk membentuk ion superoksida yang selanjutnya membentuk

radikal hidroksil. Radikal hidroksil sangat reaktif menyerang molekul – molekul

organik dan mendegradasinya menjadi CO

2

, H

2

O, dan ion – ion halida jika molekul

organik mengandung atom – atom halogen (Hoffman, 1995).

2.5

Metilen Biru

Metilen biru merupakan senyawa kimia aromatik heterosiklik dengan rumus

molekul C

16

H

18

ClN

3

S dengan nama IUPAC

3,7-Bis-dimetylamino-phenothiazin-5-yilum chloride. Metilen biru memiliki massa molekul relatif 319,85 g/mol dan

memiliki titik leleh sebesar 100⁰C. Pada suhu ruang, metilen biru berbentuk serbuk

berwarna hijau tua, tidak berbau, menjadi warna biru ketika dilarutkan di dalam air

(Budavari dkk, 1989). Selain digunakan sebagai zat pewarna tekstil, metilen biru

merupakan zat pewarna yang kerap digunakan sebagai bakterisida dan fungisida

dalam akuarium.

(29)

Zat pewarna metilen biru merupakan zat pewarna berbahaya. Efek berbahaya

yang ditimbulkan oleh zat pewarna metilen biru antara lain seperti detak jantung

mengalami peningkatan, mual, muntah, dan shock (Zendehdel dkk, 2011).

2.6

Difraksi Sinar-X ( X-ray Difraction )

Difraksi sinar-X merupakan suatu metode analisis yang didasarkan pada

interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik sinar-X, yakni pengukuran

radiasi sinar-X yang terdifraksi oleh bidang kristal dimana pengukuran ini

menggunakan instrumen yang bernama difraktometer sinar-X (Wahyuni, 2003).

Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik yang memiliki panjang gelombang sangat

pendek, jauh lebih pendek dari panjang gelombang sinar tampak (Glusker, 1985).

Penghamburan sinar-X oleh unit – unit padatan kristalin akan menghasilkan pola –

pola difraksi yang digunakan untuk menentukan struktur partikel pada kisi padatan

(Chang, 1998).

Menurut Srihapsari (2006), kegunaan dari metode difraksi sinar-X ini adalah:

1.

penentuan struktur kristal yakni bentuk dan ukuran sel satuan kristal,

pengindeksan bidang kristal, dan jumlah atom per sel satuan ;

2.

analisis kimia, yakni identifikasi kristal, penentuan kemurnian hasil sintesis dan

deteksi senyawa baru.

Pola difraksi pada setiap materi akan berbeda satu sama lain sehingga dapat

digunakan untuk identifikasi dan memberikan informasi mengenai kesimetrian serta

ukuran unit – unit molekuler (Atkins, 1998).

(30)

Proses difraksi sinar-X dipelajari oleh Bragg, yakni jika dua berkas sinar yang

parallel mengenai bidang – bidang kristal yang sama dengan jarak antar bidang, maka

perbedaan jarak yang ditempuh oleh kedua sinar tersebut berbanding langsung

dengan panjang gelombangnya. Persamaan Bragg dinyatakan sebagai berikut:

n λ = 2 d sin θ………(2.1)

dengan λ = panjang gelombang sinar-X, d = jarak antar bidang (interplanar

distances), dan θ = sudut difraksi.

Metode difraksi pada sampel berbentuk serbuk halus digunakan secara luas,

karena semua bidang kristal yang ada dapat terorientasi sedemikian rupa sehingga

dapat mendifraksi sinar-X. Pada metode ini, susunan alat difraksi sinar-X sebagai

berikut (Birkholz, 2006).

1.

Tabung sinar-X, merupakan tempat produksi sinar-X, berisi katoda filamen

tungsen (W) sebagai sumber elektron dan anoda yang berupa logam target.

2.

Ganiometer, bergerak memutar selama alat dioperasikan. Alat ini satu unit dengan

tempat sampel dan detektor.

3.

Tempat sampel, berupa lempeng logam atau plat kaca yang cekung atau

berlubang ditengahnya, di mana sampel serbuk diisikan. Sampel akan berputar

bersama ganiometer dan membentuk sudut terhadap sinar-X yang datang.

4.

Detektor gas, berisi gas yang sensitif terhadap sinar-X, katoda, dan anoda. Atom –

atom gas terionisasi saat terkena sinar-X membentuk elektron yang menuju

(31)

katoda dan kation yang menuju anoda sehingga menghasilkan arus listrik yang

diubah menjadi pulsa yang dihitung oleh scaler and counter.

5.

Difraktometer (scaler and counter), berfungsi mendeteksi posisi sudut difraksi

dan intensitasnya.

6.

Rekorder, berfungsi menampilkan keluaran berupa pola difraksi atau

difraktogram yang menyatakan hubungan antara intensitas dengan sudut difraksi.

Gambar 2.5 Skema alat difraktometer sinar – X (Birkholz, 2006)

2.7

Spektrofotometri UV – Vis

Spektrofotometri adalah ilmu yang mempelajari tentang penggunaan

spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur

energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan

sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari

(32)

spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur

intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorbsi. Spektrofotometri UV –

Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopik yang menggunakan sumber radiasi

elektromagnetik ultraviolet dekat dengan daerah panjang gelombang antara 190 – 380

nm dan sinar tampak dengan daerah panjang gelombang 380 – 780 nm, teknik

analisis ini menggunakan instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV – Vis

melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis,

sehingga spektrofotometri UV – Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif

dibandingkan kualitatif (Fessenden dan Fessenden, 1995).

Panjang gelombang yang lebih pendek terserap oleh molekul – molekul yang

memerlukan lebih banyak energi untuk promosi elektron, sedangkan panjang

gelombang yang lebih panjang akan terserap oleh molekul – molekul yang

memerlukan energi lebih sedikit untuk promosi elektron. Senyawa yang menyerap

pada daerah sinar tampak yakni senyawa berwarna merupakan senyawa yang

memiliki elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada senyawa yang menyerap

pada daerah sinar ultraviolet (Fessenden dan Fessenden, 1995).

Absorpsi sinar ultraviolet atau sinar tampak mengakibatkan transisi

elektronik, yaitu promosi elektron – elektron dari orbital keadaan dasar yang

berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi yang berenergi lebih tinggi.

Selanjutnya energi yang diserap terbuang sebagai kalor, sebagai cahaya, atau

tersalurkan dalam reaksi kimia. Panjang gelombang sinar ultraviolet atau sinar

tampak tergantung pada mudahnya promosi elektron. Absorpsi energi direkam

(33)

sebagai absorbansi. Absorbansi suatu senyawa pada suatu panjang gelombang

tertentu bertambah dengan banyaknya molekul yang mengalami transisi. Oleh karena

itu, absorbansi tergantung pada struktur elektronik senyawa dan juga pada kepekatan

sampel dan panjang sel sampel (Fessenden dan Fessenden, 1995).

2.8

Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari tentang analisis senyawa kimia

berdasarkan suatu fenomena, yaitu adanya interaksi antara materi dengan sinar.

Spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul

dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75 –

1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm

-1

dengan menggunakan

suatu alat yaitu Spektrofotometer Inframerah. Spektroskopi inframerah sangat baik

digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang struktur suatu senyawa dan

sebagai alat analisis untuk menilai kemurnian suatu senyawa (Mulja, 1995).

Menurut Fessenden (1995), energi yang dipancarkan (radiasi elektromagnetik)

menembus ruang dalam bentuk gelombang – gelombang. Tiap tipe radiasi

elektromagnetik dicirikan dengan panjang gelombang (λ), yakni jarak antara puncak

panjang gelombang yang satu ke puncak panjang gelombang berikutnya. Selain

dicirikan dengan panjang gelombang, radiasi elektromagnetik juga dapat dicirikan

dengan frekuensi (v) yang didefinisikan sebagai banyaknya gelombang tiap detik.

(34)

Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi berbanding terbalik, sehingga

dapat dirumuskan sebagai :

= ……….…………..…(2.2)

dimana:

v

: frekuensi (Hz)

c

: kecepatan rambat cahaya ( 3 x 10

10

cm/det)

λ

: panjang gelombang (cm)

Didalam spektroskopi inframerah juga dikenal istilah bilangan gelombang, dimana

dirumuskan sebagai :

̅ = ………(2.3)

Menurut Silverstein dkk (2005), molekul organik menyerap energi pada daerah

inframerah untuk melakukan vibrasi. Dalam spektroskopi inframerah terdapat dua

macam vibrasi, yaitu stretching dan bending. Ritme gerakan di sepanjang sumbu x

ikatan disebut stretching, sedangkan bending merupakan vibrasi yang memungkinkan

sudut ikatan berubah. Kedua vibrasi ini terjadi pada daerah 4000 – 400 cm

-1

. Panjang

gelombang atau frekuensi absorbsi suatu senyawa tergantung pada massa atom relatif,

konstanta energi ikatan, dan geometri atom – atom. Penentuan frekuensi stretching

dirumuskan dengan Hukum Hooke sebagai berikut :

(35)

̅

=

……….………..(2.5)

Dengan M merupakan massa atom (g) dan k merupakan konstanta energi ikatan

tunggal, ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga yang masing – masing 5 x 10

5

,

10 x 10

5

, dan 15 x 10

5

.

(36)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2012 di

Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Penelitian Departemen Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya.

3.2

Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1 Bahan penelitian

Bahan – bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam dari

Turen Malang – Jawa Timur, TiO

2

, HCl 37 % (Merck), NaOH p.a (Merck), H

2

O

2

30% (Merck), etanol absolut 98 % (Merck), metilen biru, akuadem, kertas

aluminium, kertas saring.

3.2.2 Alat penelitian

Alat – alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pengaduk

magnet, pH meter, centrifuge (Fisher Scientific), tabung centrifuge, oven, furnace,

pipet mikro, timbangan analit (Mettler), difraktometer sinar – X (Philips),

spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), spektrofotometer inframerah (Shimadzu),

reaktor fotokatalitik yang terdiri dari kotak pelindung reaktor yang terbuat dari kayu

berukuran 50 cm x 50 cm x 50 cm ; sumber sinar UV (lampu UV 3 x 8 Watt) ; wadah

(37)

berupa gelas piala 1000 mL, dan beberapa peralatan gelas yang biasanya dipakai di

laboratorium.

Gambar 3.1 Reaktor fotokatalisis

Lampu UV Kotak Kayu

Stirer magnetik Gelas Piala

(38)

3.3

Diagram Alir Penelitian

Pembuatan kurva standar

metilen biru

Kondisi Optimum

-

waktu degradasi

5,10,20,30,45,60,

120,dan 180

menit

-

pH 4,5,6,7,8,9

Degradasi metilen

biru oleh TiO

2

/zeolit

Penentuan λ maksimal

metilen biru

Karakterisasi

spektrofotometri inframerah

dan XRD

Karakterisasi XRD

Persiapan alat dan bahan

Zeolit alam

TiO

2

Metilen biru

Impregnasi TiO

2

/zeolit

alam

Pembuatan larutan induk

metilen biru 1000 ppm

Pembuatan larutan

standar metilen biru 100

(39)

3.4

Prosedur Kerja

3.4.1 Pembuatan larutan HCl 0,10 M

Diambil 0,8 mL larutan HCl 37 % (massa jenis sebesar 1,18 g/cc) dan

dimasukkan ke dalam gelas piala. Kemudian diencerkan dengan akuadem hingga

volume 100 mL sehingga diperoleh larutan HCl 0,10 M.

3.4.2 Pembuatan larutan NaOH 0,10 M

Ditimbang sebanyak 400 mg NaOH padat dan dilarutkan dengan akuadem.

Kemudian diencerkan hingga volume 100 mL sehingga diperoleh larutan NaOH 0,10

M.

3.4.3 Pembuatan larutan H

2

O

2

15%

Diambil sebanyak 5 mL larutan H

2

O

2

30% kemudian dimasukkan ke dalam

gelas piala. Setelah itu diencerkan hingga volume 10 mL dengan akuadem sehingga

diperoleh larutan H

2

O

2

15%.

3.4.4 Pembuatan larutan induk metilen biru 1000 ppm

Ditimbang dengan tepat 1,0 g metilen biru yang kemudian dilarutkan dalam

500 mL akuadem dalam gelas piala. Larutan dipindahkan ke dalam labu ukur 1000

mL secara kuantitatif dan diencerkan hingga tanda batas.

3.4.5 Pembuatan larutan standar metilen biru

Larutan metilen biru 1000 ppm dipipet sebanyak 0,1; 0,3; 0,5; 0,7; 1,0 mL ke

dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan akuadem hingga tanda batas,

sehingga diperoleh larutan metilen biru dengan konsentrasi 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7

ppm, dan 10 ppm.

(40)

3.4.6 Pembuatan larutan sampel metilen biru

Larutan induk metilen biru 1000 ppm diambil secara kuantitatif sebanyak

12,50 mL menggunakan buret, kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 500 mL

dan ditambahkan akuadem sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan sampel

metilen biru dengan konsentrasi 25 ppm.

3.4.7 Penentuan panjang gelombang maksimum

Larutan standar metilen biru dengan konsentrasi 5 ppm diukur absorbansinya

dengan menggunakan spektrofotometer UV – Vis dengan akuadem sebagai larutan

blangko, sehingga diperoleh panjang gelombang maksimum metilen biru.

3.4.8 Pembuatan kurva standar metilen biru

Larutan standar metilen biru 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, dan 10 ppm diukur

absorbansinya dengan spektrofotometer UV – Vis pada panjang gelombang

maksimum dengan akuadem sebagai larutan blangko. Absorbansi yang diperoleh dari

masing-masing larutan standar dibuat kurva kalibrasi dengan sumbu x sebagai

konsentrasi larutan standar (ppm) dan sumbu y sebagai absorbansi yang dihasilkan

oleh larutan standar. Dari grafik didapatkan persamaan regresi linier y = bx + a.

3.4.9 Preparasi zeolit alam

Zeolit alam digerus sampai halus kemudian ditimbang sebanyak 100 g,

ditambahkan 400 ml akuadem, sambil diaduk selama 5 jam, kemudian dipisahkan

antara zeolit dan akuadem dengan cara dekantasi. Padatan yang didapatkan

dikeringkan dalam oven dengan temperatur 120 ⁰C selama 5 jam. Setelah kering,

(41)

padatan dikalsinasi dalam furnace pada temperatur 400 ⁰C selama 5 jam. Hasil yang

diperoleh kemudian dianalisis menggunakan difraktometer sinar – X untuk

mengetahui struktur kristal dari zeolit alam tersebut.

3.4.10 Preparasi TiO

2

terimpregnasi zeolit alam

Ditimbang dengan tepat 20 g zeolit yang telah dilakukan preparasi

sebelumnya pada (3.4.9), lalu mencampurkan dengan 1 g TiO

2

dan ditambah dengan

20 mL etanol absolut sambil diaduk dengan pengaduk magnet selama 5 jam. Hasil

perlakuan tersebut dipisahkan dengan cara dekantasi. Padatan yang didapatkan

dikeringkan dalam oven dengan temperatur 120 ⁰C selama 5 jam. Setelah kering

selanjutnya digerus sampai halus dan dikalsinasi pada temperatur 400 ⁰C selama 5

jam untuk membersihkan pori – pori zeolit dari partikel TiO

2

yang tidak terikat

dengan baik pada permukaan zeolit. Hasil dari perlakuan tersebut dianalisis dengan

alat difraktometer sinar – X untuk mengetahui struktur zeolit setelah adanya

perlakuan impregnasi dan spektrofotometer inframerah untuk mengetahui ikatan yang

terbentuk antara TiO

2

dan zeolit.

3.4.11 Penentuan waktu dan pH optimum degradasi metilen biru

3.4.11.1 Penentuan waktu optimum degradasi metilen biru

Sebanyak 500 mL larutan sampel metilen biru 25 ppm dimasukkan ke dalam

gelas piala 1000 mL, kemudian ditambah TiO

2

/zeolit sebanyak 0,5 g dan larutan

H

2

O

2

15 % sebanyak 100 µL. Campuran dihomogenkan selama 15 menit dan

(42)

larutan tetap dalam keadaan dihomogenkan. Pada menit ke- 5, 10, 20, 30, 45, 60, 120,

dan 180 dilakukan pengambilan larutan hasil degradasi sebanyak 5,0 mL untuk

dianalisis dengan spektrofotometer UV – Vis pada panjang gelombang maksimum,

dengan akuadem sebagai blangko. Waktu degradasi yang memberikan konsentrasi

metilen biru sisa hasil degradasi yang paling sedikit merupakan kondisi waktu

optimum.

3.4.11.2 Penentuan pH optimum degradasi metilen biru

Larutan sampel metilen biru 25 ppm sebanyak 500 mL dalam gelas piala

1000 mL, ditambah 0,50 g TiO

2

/zeolit dan larutan H

2

O

2

15 % sebanyak 100 µL

kemudian diatur pH-nya. Pengaturan pH dilakukan pada pH 4, 5, 6 dengan ditambah

HCl 0,10 M dan pH 7, 8, 9 dengan ditambah NaOH 0,1 M. Setelah pengaturan pH,

campuran dihomogenkan selama 15 menit. Setiap campuran diiradiasi menggunakan

sinar UV (3x8 watt) dalam reaktor selama waktu optimum sambil dihomogenkan.

Hasil degradasi diambil sebanyak 5,0 mL untuk dianalisis dengan spektrofotometer

UV – Vis pada panjang gelombang maksimum, dengan akuadem yang telah

ditambahkan HCl/NaOH sebagai larutan blangko. Kondisi pH yang memberikan

konsentrasi metilen biru sisa hasil degradasi yang paling sedikit merupakan pH

optimum.

(43)

3.4.12 Degradasi metilen biru

3.4.12.1 Degradasi metilen biru dengan sinar UV

Sebanyak 500 mL larutan sampel metilen biru 25 ppm, dimasukkan dalam

gelas piala 1000 mL, lalu dilakukan pegaturan pH pada kondisi optimum. Larutan

dihomogenkan selama 15 menit dan diirradiasi dengan sinar UV 3x8 watt selama

waktu optimum. Hasil degradasi diambil sebanyak 5,0 mL untuk dianalisis dengan

spektrofotometer UV – Vis pada panjang gelombang maksimum, dengan akuadem

yang telah ditambah HCl/NaOH sebagai larutan blangko. Absorbansi yang terukur

dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar larutan metilen biru agar konsentrasi

metilen biru yang tersisa dapat diketahui.

3.4.12.2 Degradasi metilen biru dengan TiO

2

/Zeolit pada kondisi optimum

Sebanyak 500 mL larutan sampel metilen biru 25 ppm dimasukkan dalam

gelas piala 1000 mL dengan pengaturan pH sesuai kondisi optimum, kemudian

ditambahkan TiO

2

/zeolit sebanyak 0,5 g dan larutan H

2

O

2

15% sebanyak 100 µL.

Campuran dihomogenkan selama 15 menit dan diiradiasi menggunakan sinar UV

(3x8 watt) dalam reaktor selama waktu optimum. Hasil degradasi diambil sebanyak

5,0 mL untuk dianalisis dengan spektrofotometer UV – Vis pada panjang gelombang

maksimum, dengan akuadem yang telah ditambah HCl/NaOH sebagai larutan

blangko. Absorbansi yang terukur dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar

larutan metilen biru agar konsentrasi metilen biru sisa dapat diketahui.

(44)

3.4.12.3 Degradasi metilen biru dengan TiO

2

pada kondisi optimum

Sebanyak 500 mL larutan sampel metilen biru 25 ppm dimasukkan ke dalam

gelas piala 1000 mL dengan pengaturan pH dalam kondisi optimum, kemudian

ditambahkan TiO

2

sebanyak 0,50 g dan larutan H

2

O

2

15% sebanyak 100 µL.

Campuran dihomogenkan selama 15 menit dan diirradiasi menggunakan sinar UV

(3x8 watt) dalam reaktor selama waktu optimum. Hasil degradasi diambil sebanyak

5,0 mL untuk dianalisis dengan spektrofotometer UV – Vis pada panjang gelombang

maksimum, dengan akuadem yang telah ditambahkan HCl/NaOH sebagai larutan

blangko. Absorbansi yang terukur dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar

larutan metilen biru agar konsentrasi metilen biru sisa dapat diketahui.

3.4.12.4 Degradasi metilen biru dengan zeolit pada kondisi optimum

Sebanyak 500 mL larutan sampel metilen biru 25 ppm dimasukkan ke dalam

gelas piala 1000 mL dengan pengaturan pH dalam kondisi optimum, kemudian

ditambahkan zeolit sebanyak 0,50 g dan larutan H

2

O

2

15 % sebanyak 100 µL.

Campuran dihomogenkan selama 15 menit dan diirradiasi menggunakan sinar UV

(3x8 watt) dalam reaktor selama waktu optimum. Hasil degradasi diambil sebanyak

5,0 mL untuk dianalisis dengan spektrofotometer UV – Vis pada panjang gelombang

maksimum, dengan akuadem yang telah ditambah HCl/NaOH sebagai larutan

blangko. Absorbansi yang terukur dimasukkan ke dalam kurva standar larutan

metilen biru agar konsentrasi metilen biru yang tersisa dapat diketahui.

(45)

3.4.12.5 Degradasi metilen biru dengan H

2

O

2

pada kondisi optimum

Sebanyak 500 mL larutan sampel metilen biru 25 ppm dimasukkan ke dalam

gelas piala 1000 mL dengan pengaturan pH dalam kondisi optimum, kemudian

ditambahkan larutan H

2

O

2

15% sebanyak 100 µL. Campuran dihomogenkan selama

15 menit dan diirradiasi menggunakan sinar UV (3x8 watt) dalam reaktor selama

waktu optimum. Hasil degradasi diambil sebanyak 5,0 mL untuk dianalisis dengan

spektrofotometer UV – Vis pada panjang gelombang maksimum, dengan akuadem

yang telah ditambahkan HCl/NaOH sebagai larutan blangko. Absorbansi yang

terukur dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar larutan metilen biru agar

konsentrasi metilen biru sisa dapat diketahui.

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Panjang Gelombang Maksimum Larutan Metilen Biru

Panjang gelombang maksimum untuk larutan metilen biru ditentukan dengan

larutan standar metilen biru 5 ppm menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada

rentang panjang gelombang 400 nm sampai 800 nm. Panjang gelombang maksimum

yang diperoleh adalah sebesar 664,5 nm. Panjang gelombang maksimum dari larutan

metilen biru yang diperoleh akan digunakan untuk pengukuran absorbansi larutan

metilen biru pada penelitian selanjutnya.

Gambar 4.1 Kurva panjang gelombang maksimum metilen biru

a

b

so

r

b

a

n

si

panjang gelombang (nm)

(47)

4.2

Penentuan Kurva Standar Metilen Biru

Kurva standar metilen biru diperoleh dari deret larutan standar metilen biru

dengan konsentrasi 1, 3, 5, 7, dan 10 ppm. Masing – masing larutan standar diukur

absorbansinya dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang

gelombang maksimum 664,5 nm. Data absorbansi larutan metilen biru pada berbagai

konsentrasi yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data absorbansi larutan metilen biru pada berbagai konsentrasi

Konsentrasi ( ppm )

Absorbansi

1

0,0918

3

0,2632

5

0,4700

7

0,6775

10

1,0433

Persamaan kurva standar larutan metilen biru dinyatakan dengan persamaan y

= a + bx dengan ketentuan y adalah absorbansi (A) dan x adalah konsentrasi larutan

metilen biru. Dari data didapatkan persamaan kurva standar larutan metilen biru y =

0,1059x – 0,0416 dan harga R

2

= 0,995. Persamaan kurva standar ini digunakan untuk

mengetahui nilai konsentrasi metilen biru yang tersisa setelah adanya proses

degradasi.

(48)

Gambar 4.2 Kurva standar larutan metilen biru

4.3

Preparasi Zeolit Alam

Preparasi zeolit alam dilakukan dengan cara menggerus zeolit sampai halus

kemudian ditambahkan akuadem dan diaduk selama 5 jam. Setelah diaduk, campuran

dikeringkan dalam oven pada temperatur 120 ⁰C selama 5 jam. Pengeringan ini

bertujuan untuk membersihkan pori – pori zeolit dari air yang terdapat pada

permukaan zeolit. Setelah dikeringkan, zeolit yang diperoleh dikalsinasi dalam

furnace pada temperatur 400 ⁰C bertujuan untuk membersihkan pori – pori zeolit dari

pengotor seperti oksida logam yang terikat pada permukaan zeolit. Zeolit hasil

preparasi dikarakterisasi menggunakan difraktometer sinar – X untuk mengetahui

struktur zeolit.

y = 0,1059x - 0,0416 R² = 0,9956 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 0 2 4 6 8 10 12 A b so rb a n si Konsentrasi (ppm)

(49)

Gambar 4.3 Difraktogram zeolit alam dan zeolit setelah kalsinasi

Pada difraktogram zeolit alam (Gambar 4.3) terdapat refleksi dengan

intensitas yang tajam pada daerah 2θ = 9,83⁰; 13,52⁰; 19,70⁰; 22,40⁰; 23,71⁰; 25,72⁰;

26,33⁰; 27,77⁰. Refleksi ini merupakan karakteristik mordenit (Wijaya dkk., 2006).

Dengan demikian dapat diketahui bahwa zeolit yang digunakan pada penelitian ini

dapat digolongkan jenis mordenit. Dari difraktogram zeolit sesudah kalsinasi

(Gambar 4.3) terlihat bahwa puncak karakteristik mordenit dari zeolit alam masih

terlihat, maka dapat disimpulkan bahwa struktur zeolit alam tidak berubah setelah

adanya perlakuan kalsinasi.

(50)

4.4

Preparasi TiO

2

Terimpregnasi Zeolit Alam (TiO

2

/zeolit)

TiO

2

terimpregnasi zeolit alam dibuat dari zeolit yang telah dipreparasi, TiO

2

,

dan etanol absolut yang kemudian diaduk untuk menghomogenkan campuran selama

5 jam. Setelah diaduk, campuran dikeringkan dengan oven pada temperatur 120 ⁰C

selama 5 jam. Hal ini bertujuan untuk menguapkan etanol absolut dan membersihkan

pori – pori zeolit dari partikel TiO

2

yang tidak terikat dengan baik pada permukaan

zeolit (Fatimah dkk, 2006). Setelah dikeringkan, padatan yang diperoleh dikalsinasi

dalam furnace pada temperatur 400 ⁰C.

Pada penelitian ini, TiO

2

/zeolit dibuat untuk meningkatkan aktivitas degradasi

zat warna metilen biru. Zeolit berperan sebagai material pendukung TiO

2

,

sehingga

dengan adanya penempelan tersebut luas permukaan dari TiO

2

menjadi lebih besar.

Dengan luas permukaan lebih besar, diharapkan proses degradasi dapat berlangsung

efektif. Dari Gambar 4.3 tampak bahwa difraktogram zeolit sebelum perlakuan

impregnasi tidak jauh berbeda dengan difraktogram zeolit setelah perlakuan

impregnasi. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya proses impregnasi tidak

mengubah struktur zeolit. Perubahan struktur zeolit akan ditandai dengan perbedaan

yang jelas pada profil difraktogram sinar – X (Kok, 2008). Dengan demikian dapat

dapat dikatakan bahwa perlakuan impregnasi tidak memberikan perubahan struktur

zeolit secara bermakna.

(51)

Gambar 4.4 Difraktogram TiO

2

, TiO

2

/zeolit, dan zeolit sesudah kalsinasi

Dari difraktogram TiO

2

/zeolit (Gambar 4.4), tidak muncul puncak – puncak

TiO

2

sehingga belum diketahui secara pasti apakah TiO

2

telah menempel pada

permukaan zeolit. Tidak munculnya puncak TiO

2

pada difraktogram TiO

2

/zeolit

disebabkan banyaknya TiO

2

yang diimpregnasi pada zeolit hanya 5 % dari jumlah

zeolit. Sedangkan untuk dapat muncul pada difraktogram, TiO

2

yang digunakan harus

lebih dari 10 % (Ulfa dan Prasetyoko, 2009). Hasil karakterisasi difraksi sinar – X

belum dapat mengetahui secara pasti apakah TiO

2

telah menempel pada permukaan

(52)

Karakterisasi gugus – gugus fungsional secara kualitatif dipelajari dengan

spektrofotometri inframerah. Pada Gambar 4.4, untuk spektra IR zeolit terlihat bahwa

serapan pada bilangan gelombang 3417,86 cm

-1

karakterisitik untuk rentangan O – H

oktahedral (O – H regang) dari H

2

O yang diperkuat oleh serapan pada bilangan

gelombang 1635,64 cm

-1

yang merupakan serapan deformasi dari H

2

O (O – H tekuk).

Serapan pada bilangan gelombang 1049,28 cm

-1

dan 786,96 cm

-1

merupakan serapan

regangan asimetris internal dan asimetris eksternal O – Si – O / O – Al – O. Serapan

pada bilangan gelombang 478,35 cm

-1

adalah karakteristik ikatan Al – O dan Si – O

bonding.

(53)

Spektra IR TiO

2

/zeolit menunjukkan adanya pergeseran serapan bilangan

gelombang pada 3448,72 cm

-1

yang merupakan serapan ikatan O – H regang yang

menunjukkan terjadinya dehidrasi akibat proses pemanasan dengan furnace. Pada

spektra IR TiO

2

/zeolit muncul kembali bilangan gelombang 1635,64 cm

-1

yang

berasal dari ikatan O – H (Utubira, dkk , 2006). Pada spektra IR TiO

2

/zeolit muncul

serapan pada daerah bilangan gelombang 428,12 cm

-1

dan 2337,72 cm

-1

yang

merupakan karakter dari TiO

2

. Sebelumnya pada spektra IR zeolit juga muncul

serapan pada bilangan gelombang 2337,72 cm

-1

yang merupakan karakter dari TiO

2,

hal ini disebabkan zeolit sendiri memiliki kandungan Ti dalam unsur penyusunnya.

Bertambahnya intensitas serapan daerah bilangan gelombang 2337,72 cm

-1

pada

spektra IR TiO

2

/zeolit, menunjukkan bahwa jumlah Ti bertambah dengan adanya

impregnasi.

4.5

Penentuan Waktu Optimum Degradasi Larutan Metilen Biru

Penentuan waktu optimum degradasi larutan metilen biru diperoleh melalui

irradiasi larutan metilen biru 25 ppm dengan menggunakan sinar lampu UV 3x8 watt

selama 3 jam dengan rentang waktu pengambilan sampel pada menit ke-5, 10, 20, 30,

45, 60, 120, 180, dan 200 menit. Pada penentuan waktu optimum ini, sampel

didegradasi dengan menggunakan TiO

2

/zeolit serta H

2

O

2

. Waktu optimum ditentukan

dari hubungan antara waktu saat degradasi metilen biru dengan absorbansi metilen

biru sisa. Waktu yang memberikan sisa konsentrasi metilen biru paling kecil

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi unsur pada zeolit alam Turen, Malang, Jawa Timur (Ismuyanto,  2008)  Unsur  Komposisi (%)  Al  14  Si  48  Na  0  Ca  2,76  Cr  0,0054  Mn  1,93  Fe  25,1  Ni  0  Sr  0  Zr  0  Ag  0  Yb  0  P  0  S  0,74  K  4,93  Ti  1,28  V  0,04  Cu
Gambar 2.1 Struktur bangun primer zeolit (Butar, 2011)
Gambar 2.2 Struktur bangun sekunder zeolit (Butar, 2011)
Gambar 2.3 Struktur pori pada zeolit (Muliasari, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat pengaruh antara ekstrakurikuler PMR dan kedisiplinan secara bersama-sama terhadap keterampilan sosial siswa SMKN 1

Dengan mengusung konsep charming/ mempesona yang akan digunakan sebagai desain dalam penciptaan buku batik tulis Jarak Arum yang memiliki tujuan untuk mengenalkan kembali batik

Dan untuk karakter SGR berat nilai heterosis positif tertinggi diperoleh oleh persilangan dua arah KN dan MJ yaitu 13,16%, sedangkan terendah pada persilangan dua arah populasi RD

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa terdapat dependensi spasial pada error (λ) dengan diperoleh p-value yang kurang dari

Penelitian ini merupakan penerapan fuzzy Model Tahani untuk pemilihan kendaraan bermotor roda dua berdasarkan kriteria linguistik yang dinyatakan sebagai variabel

Memiliki syntax model pembelajaran yang sistematik, yaitu: (1) Fase satu: Formulasi, dalam fase ini mahasiswa calon guru biologi mengetahui apa yang harus dipelajari dan

kelompok kontrol, kontrol positif dengan pemberian vitamin C, serta kelompok per- lakuan dengan pemberian kadar infusa sebesar 5%, namun tidak menunjukkan beda

Pengajian ini adalah merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal yang hadir di lingkungan masyarakat sebagai salah satu wadah untuk membantu melakukan