• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hegemoni dan Konter Hegemoni dalam Tiga Prosa Karya Oka Rusmini.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hegemoni dan Konter Hegemoni dalam Tiga Prosa Karya Oka Rusmini."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

HEGEMONI DAN KONTER HEGEMONI

DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI

I KOMANG WIDANA PUTRA NIM 1190161045

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

(2)

HEGEMONI DAN KONTER HEGEMONI DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Linguistik (Konsentrasi Wacana Sastra), Program Pascasarjana Universitas Udayana

I KOMANG WIDANA PUTRA NIM 1190161045

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI LINGUISTIK

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016

(3)
(4)

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 28 Maret 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No. 1243/UN14.4/HK/2016, Tanggal 28 Maret 2016

Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.

Anggota :

1. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U. 2. Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.S. 3. Dr. Drs. I Wayan Suardiana, M.Hum. 4. Dr. Drs. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum.

(5)
(6)

Om Swastiastu,

Puji syukur kepada Hyang Jagat atas asuhan-Nya. Pada kesempatan ini

perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam proses pembuatan tesis ini, di

antaranya kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., sebagai pembimbing I

yang telah memberikan bimbingan, saran, serta masukan yang sangat berarti

dalam penulisan tesis ini dan Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., sebagai

pembimbing II yang juga membimbing, memberikan motivasi, sehingga tesis ini

dapat diselesaikan. Kepada para anggota penguji, Prof. Dr. I Nyoman Weda

Kususma, M.S., Dr. Ida Bagus Rai Putra, M.Hum., dan Dr. I Wayan Suardiana,

M.Hum., atas masukan, kritik, dan saran untuk menyempurnakan tesis ini.

Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp. PD-KEMD

beserta seluruh staf, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di

Universitas Udayana. Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof

Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S.(K), atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menjadi mahasiswa pada Program Pascasarjana Universitas

Udayana.

Ketua Program Studi Magister Linguistik, Prof. Dr. Ida Bagus Putra

Yadnya, M.A., dan Sekretaris Program Studi Magister Linguistik, Prof. Dr. I

Wayan Simpen, M.Hum., atas segala bantuan saran dan masukan selama proses

pembelajaran hingga penulisan tesis. Termasuk seluruh staf pegawai akademik

(7)

Program Pascasarjana Program Studi Linguistik Universitas Udayana yang telah

banyak memberikan bantuan selama proses pembelajaran hingga penulisan tesis.

Khusus kepada Oka Rusmini yang telah melahirkan karya dan

mengantarkan saya menjadi sarjana dan magister.

Kepada I Wayan Rai dan Ni Wayan Manek yang dalam sikap diamnya, tak

henti-hentinya memagari anaknya dengan doa. Kepada Yasni, Jro Puspita Sari, Bli

Wayan, dan Tudek Aus, yang selalu membantu dalam keadaan apapun. Khusus

kepada Ibu Sukanadi dan Wayan Suandhi, terima kasih untuk doa, semangat, dan

kesabarannya dalam mengasuh saya di Saraswati. Rekan-rekan seperjuangan

(Krisma, Mr. Budi, Weda, Jenny, Dewa, Darma, Joni), terima kasih untuk suka

dan dukanya. Kepada Ari Dj, Bli Supertama, Dian, Alit, Arta dan rekan-rekan

Wacana Sastra Angkatan 2011 yang telah menjadi teman diskusi dan berbagi

dengan baik. Kepada I Dewa Made Dharma Wiratama untuk doa dan diskusinya.

Penulis mengharapkan saran serta kritik yang berguna untuk

menyempurnakan tesis ini.

Om Santih, Santih, Santih Om

(8)

ABSTRAK

HEGEMONI DAN KONTER HEGEMONI DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI

Karya sastra merupakan media ekspresi untuk menggambarkan kehidupan sosial. Tradisi masyarakat Bali sering menjadi inspirasi pengarang dalam karya sastranya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aspek hegemoni dan konter hegemoni serta makna tentang status sosial dalam tiga prosa karya Oka Rusmini. Ketiga karya itu adalah novel Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi. Masalah dianalisis dengan teori sosiologi sastra dan feminisme. Teori sosiologi sastra dipakai berdasarkan asumsi kehidupan sosial sebagai pemicu lahirnya Kenanga, Sagra, dan Tarian Bumi, sementara teori feminisme digunakan mengingat ketiga prosa dalam kajian ini mengenai perempuan. Hasil analisis menunjukkan terdapat dua bentuk hegemoni dalam ketiga prosa ini yakni hegemoni gender dan hegemoni kasta yang disebabkan faktor psikologi, ideologi serta pengaruh kepemimpinan. Psikologi terkait kebutuhan bertingkat yang tersusun oleh kebutuhan: fisiologis, rasa aman, cinta dan memiliki, harga diri dan aktualisasi diri. Ideologi familialisme penyebab hegemoni gender sedangkan pernyataan brahmana adalah surya, matahari, sebagai ideologi hegemoni kasta.

Ada dua konter hegemoni kasta. Pertama, pernikahan antarkasta yang terjadi antara para tokoh perempuan brahmana dengan laki-laki sudra atau sebaliknya. Kedua, konflik posisi dan status. Sementara konter terhadap hegemoni gender yakni (1) perlawanan perempuan sebagai pekerja di dunia publik, (2) protes lewat perselingkuhan, dan (3) perlawanan lewat perilaku lesbian. Walaupun protes terhadap kasta, Oka Rusmini juga meneguhkan kasta itu sendiri. Salah satunya melalui upacara patiwangi dan kejadian-kejadian buruk yang menimpa pasangan berbeda kasta dalam cerita. Ini merupakan sebuah sikap dualisme pengarang terhadap kasta.

Kata Kunci: hegemoni, konter hegemoni, kasta, perempuan Bali

(9)

ABSTRACT

HEGEMONY AND COUNTER HEGEMONY IN THREE PROSES BY OKA RUSMINI

A literary work is a medium of expression to describe social life. The tradition of Balinese people often becomes inspiration to authors in their literary works. This study aimed at analyzing the aspects of hegemony and counter hegemony as well as the meaning of social status in three proses written by Rusmini Oka. These three works are Kenanga novel, Sagra novellet, and Tarian

Bumi novel. The problems were analyzed by means of sociology theory of

literature and feminism. Sociology theory of literature was used based on the assumption that social life was the triggering point of producing Kenanga, Sagra,

and Tarian Bumi, while the feminism theory was used to consider that the three

proses in this study were about women. The results of the analysis showed that there are two forms of hegemony in the three proses namely; the gender hegemony and caste hegemony which caused by psychology, ideology and influence factors. Psychology is related to the multi needs which composed of: physiology, safety, love and belonging, self-esteem and self-actualization needs. The ideology of familialism causes gender hegemony while the statement that

brahmana is solar, the sun, as the ideology of caste hegemony.

There are two caste counters hegemony. First, a marriage within castes which happened between brahmana female characters and male sudra or vice versa. Second, position conflict and status. While the counter toward gender hegemony as follows: (1) the resistance of female as workers in the public world, (2) protests through infidelity, and (3) the resistance through lesbian behavior. Although protesting against caste, Oka Rusmini also enshrines the caste itself. One of them is through patiwangi ceremony and bad events which befell couples of different castes in the story. It is an author’s dualism attitude towards caste.

Keywords: hegemony, counter hegemony, caste, Balinese women

(10)

DAFTAR ISI

(11)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……….. 31

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ....………... 31

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data …………. 32

BAB IV STATUS SOSIAL DALAM MASYARAKAT BALI ... 33

4.1 Kasta dalam Kehidupan Sosial ... 33

4.2 Kasta sebagai Sumber Inspirasi Karya Sastra ... 45

BAB V BENTUK DAN FAKTOR PENYEBAB HEGEMONI DALAM 5.1

5.2.3 Faktor Pengaruh Kepemimpinan ... 85

BAB VI KONTER HEGEMONI DALAM TIGA PROSA

6.1.1 Perlawanan Perempuan sebagai Pekerja di Ruang Publik .... 95

6.1.2 Protes lewat Perselingkuhan ... 98

6.1.3 Perlawanan lewat Perilaku Lesbian ... 101

BAB VII MAKNA HEGEMONI DAN KONTER HEGEMONI DALAM TIGA PROSA KARYA OKA RUSMINI ... 103

7.1 Sikap Kritis terhadap Status Sosial ... 103

7.2 Pandangan Alternatif Status Sosial yang Ideal …... 105

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

5.1 Daftar Kosakata yang menggambarkan Hegemoni Kasta ... 62

6.1 Tokoh perempuan sebagai Pekerja di Ruang Publik dalam

Novel Kenanga, Novelet Sagra, dan Novel Tarian Bumi ... 97

(13)

DAFTAR BAGAN

Halaman

6.1 Silsilah Tokoh Utama dalam Novel Tarian Bumi ……… 89

6.2 Silsilah Tokoh Utama dalam Novelet Sagra ………… 92

(14)
(15)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I menguraikan pendahuluan yang menyajikan latar belakang, rumusan

masalah yang terkait dengan penelitian, tujuan penelitian. Dilanjutkan dengan

manfaat secara teoritis dan praktis. Dalam uraian latar belakang dijelaskan

mengenai alasan pentingnya penelitian hegemoni dan konter hegemoni dalam tiga

prosa Oka Rusmini.

1.1 Latar Belakang

Novel sebagai salah satu karya sastra merupakan media ekspresi pengarang

untuk menggambarkan kehidupan sosial. Novel sebagai cerminan permasalahan-

permasalahan kehidupan sosial terkait interaksi manusia dengan dirinya sendiri,

orang lain, Tuhan ataupun lingkungan tempat tinggalnya. Permasalahan-

permasalahan itu dihadirkan pengarang sebagai sebuah daya tarik terhadap

pembaca.

Para novelis Indonesia pada saat ini, banyak mengangkat warna lokal yang

menjadi kekuatan dalam novel-novelnya. Sastra warna lokal pada hakikatnya

adalah realitas sosial budaya suatu daerah yang ditunjuk secara langsung oleh

fiksionalitas suatu karya sastra. Secara intrinsik dalam struktur karya sastra warna

lokal selalu dihubungkan dengan unsur-unsur pembangkitannya, yaitu latar

belakang penokohan, gaya bahasa, dan suasana. Dalam konteks sastra sebagai

sistem tanda, warna lokal selalu dikaitkan dengan kenyataan hidup, yaitu

(16)

2

kenyataan sosial budaya secara luas. Komponen-komponennya antara lain

adat istiadat, agama, kepercayaan, sikap, filsafat hidup, hubungan sosial, struktur

sosial atau sistem kekerabatan ( Mahmud, 1987:25).

Pemilihan tema yang sesuai dengan akar tradisi dimana pengarang tumbuh

dan dibesarkan sebagai semacam keunikan yang memberikan tambahan cakrawala

pengetahuan pembaca untuk mengenal Indonesia. Pengangkatan tema yang

demikian juga bisa dilihat sebagai bentuk perlawanan terhadap tradisi yang ada.

Beragam karya sastra lahir, karena sebuah tradisi yang membuat masyarakat itu

sendiri menderita. Hal inilah yang ingin diungkap pengarang di dalam karya

fiksinya.

Salah seorang pengarang yang menangkap tradisi demikian kuat mengakar

dalam masyarakat adalah Oka Rusmini. Banyak karya sastranya lahir berdasarkan

warna lokal tradisi Bali. Di antara karya fiksi Oka Rusmini, yang paling menarik

untuk dibahas dalam penelitian ini adalah tiga karya prosanya yaitu novel

Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi. Pemilihan ketiga prosa tersebut,

karena menggambarkan warna lokal yang menjadi ciri utama Oka Rusmini

sebagai seorang novelis Indonesia. Selain itu, ia termasuk pengarang yang

produktif dan memiliki kekhasan dibandingkan pengarang yang lain. Kekhasan

itu adalah sebagian besar karya prosanya menceritakan tentang perempuan yang

hidup dengan status sosial tertentu dalam tradisi Bali dengan segala

permasalahannya. Sebagaimana dikutip dalam laman www.journalbali.com,

kekritisannya terhadap tradisi Bali yang mengekang perempuan, membuatnya

(17)

3

bersama penulis Wipas Srithong (Thailand), Suchen Christine Lim (Singapura),

Duangxay Luangphasy (Laos), Ismail Kassan (Malaysia), Trung Dinh Trung

(Vietnam), Charlon Ong (Filipina), dan Pengiran Haji Mahmud bin Pengerin

Damit (Brunei). Penghargaan ini menempatkannya sebagai salah satu pengarang

terkemuka di Asia Tenggara.

Sebelum meraih penghargaan tersebut, Oka Rusmini kerap mendapat

penghargaan untuk karya-karya fiksinya. Cerpen “Pemahat Abad” terpilih sebagai

cerpen terbaik 1990-2000 majalah sastra Horison. Sementara cerpen “Putu

Menolong Tuhan” terpilih sebagai cerpen terbaik Majalah Femina 1994. Pada

tahun 2003 Oka Rusmini mendapat penghargaan dari Pusat Bahasa sebagai

“Penerima Penghargaan Penulisan Karya Sastra 2003” berkat novel Tarian Bumi.

Akhir tahun 2012, Oka Rusmini mendapat penghargaan dari Badan Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa Jakarta sebagai “Penerima Penghargaan Penulisan

Karya Sastra 2012” untuk novel terbarunya Tempurung. Selain itu, banyak

antologi yang memuat karya-karyanya, yakni Doa Bali Tercinta (1983), Rindu

Anak Mendulang Kasih (1987), Bali Behind The Seen (Australia, 1996), Utan

Kayu: Tafsir dalam Permainan (1998), dan lain-lain. Terakhir, beberapa puisinya

termuat dalam antologi Dendang Denpasar Nyiur Sanur (2012).

Novel Kenanga merupakan fiksi panjangnya yang pertama dan dimuat

secara bersambung di harian Koran Tempo dalam rentang waktu pemuatan 20

Agustus 2002-17 Desember 2002. Penerbit Grasindo menerbitkannya dalam

bentuk buku pada tahun 2003. Sementara novelet Sagra yang pernah mendapat

(18)

4

dimuat secara bersambung di Majalah Femina tahun 1998. Pada tahun 2001,

novelet ini diterbitkan bersama cerpen-cerpen Oka Rusmini yang lain dalam

kumpulan cerpen Sagra yang diterbitkan Indonesia Tera. Sedangkan Tarian Bumi

pernah diterbitkan oleh penerbit Indonesiatera tahun 2000. Mengingat banyak

apresiasi yang muncul dari kalangan pembaca, novel ini diterbitkan kembali oleh

penerbit yang berbeda yakni PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2007. Novel ini

diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman dengan judul Erdentanz (2007) dan

bahasa Inggris berjudul Earth Dance (2011).

Selain karena kekuatan warna lokal yang menceritakan tradisi masyarakat

Bali, hal lain yang menjadi daya tarik utama ketiga karya fiksi ini adalah tentang

permasalahan yang disodorkan pengarang. Ketika orang mengatakan bahwa

ketiga fiksi ini sangat kental dengan feminisme, karena menceritakan tentang

perjuangan perempuan dan dikarang oleh perempuan, namun ada hal yang

berbeda dan luput dari perhatian. Hal tersebut tentang hegemoni dan konter

hegemoni yang ada di dalam ketiga prosa ini.

Hegemoni bertitik tolak dari konsep Gramsci, bahwa suatu kelas dan

anggotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan

cara kekerasan dan persuasi (Simon, 2004: 19). Lebih lanjut dijelaskan kelas yang

hegemonik adalah kelas yang mendapat persetujuan dari kekuatan dan kelas sosial

lain dengan cara menciptakan dan mempertahankan sistem aliansi melalui

perjuangan politik dan ideologis (Simon, 2004: 22). Penciptaan hegemoni akan

(19)

5

dengan konter hegemoni. Konter hegemoni muncul karena ketidakpuasan atas

dominasi yang dilakukan oleh kelompok yang berkuasa.

Tergambarkan dalam tiga prosa karya Oka Rusmini yang menjadi bahan

penelitian ini, hegemoni yang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki status

sosial tertentu terhadap status sosial yang lainnya. Status sosial, yang kerap

disebut di Bali sebagai sistem kasta memunculkan hegemoni di dalam tiga prosa

karya Oka Rusmini ini. Sistem kasta yang sampai sekarang masih membelenggu

masyarakat Bali membagi masyarakat Bali menjadi empat kasta yakni kasta

brahmana, ksatrya, wesya, dan sudra. Pembagian itu membuat orang dengan

kasta tertentu merasa berbeda derajat, kewajiban, serta hak yang melekat pada

dirinya. Akibat ketidaksamaan itu, secara tidak langsung ada kelompok yang

mendominasi dan didominasi.

Novel Kenanga berkisah tentang seorang dosen perempuan yang bernama

Kenanga dengan perjalanan cintanya. Kenanga sebagai tokoh sentral cerita harus

mengalah pada adiknya Kencana, untuk mendapatkan Bhuana, laki-laki brahmana

yang berprofesi sebagai dokter. Hidup Kenanga mengalami kesepian. Kehadiran

Luh Intan, yang hanya sebagai seorang wong jero, abdi di griya, di keluarganya

membangkitkan kembali gairah hidupnya. Akan tetapi, kehadiran Luh Intan

menimbulkan konflik sebab Kenanga sangat menyayanginya. Ini menimbulkan

protes terutama dari ibu Kenanga sendiri. Menurut ibu Kenanga, wong jero tetap

diperlakukan sebagai wong jero dan tidak usah dimanjakan apalagi disekolahkan

(20)

6

ketika ia tahu, bahwa Luh Intan adalah anaknya sendiri, kasihnya kian memuncak

kepada anak itu.

Novelet Sagra yang memenangi cerita bersambung terbaik Majalah Femina

tahun 1998 mengetengahkan tentang konflik seorang ibu dengan anak gadisnya.

Tokoh Sagra, yang menjadi tokoh sentral dalam novelet Sagra, dipaksa ibunya,

Luh Sewir, untuk tinggal di keluarga Pidada, keluarga brahmana, karena keluarga

mereka merasa berhutang budi kepada keluarga itu. Setiap kesusahan yang

melanda keluarga mereka, keluarga Pidada selalu mengulurkan bantuan.

Sementara novel Tarian Bumi, mengisahkan cinta tiga generasi perempuan.

Dimulai dari kisah sang nenek, Pidada, berlanjut riwayat cinta sang ibu, Luh

Sekar, kemudian bermuara pada kisah sang anak, Dayu Telaga. Mempergunakan

alur yang rumpang, Tarian Bumi juga berselimut cerita perjuangan seorang

perempuan brahmana, Ida Ayu Telaga, agar sistem sosial dan budaya patriarkhi

yang membelenggu masyarakat Bali dihapus.

Perjuangan perempuan yang dilakukan oleh beberapa tokoh dalam tiga

prosa ini agar sistem adat yang membelenggu kehidupan dan kebebasan

perempuan dihalangi oleh para tokoh perempuan lainnya karena keyakinan, cara

berpikir dan tindakan yang masih berpegang teguh pada adat atau pakem yang

ada. Semua itu telah mendarah daging dan menjadikan perempuan pada posisi

ingin saling mengekang dan menguasai. Terlebih mereka telah berubah status

sosial karena pernikahan.

Kehadiran perempuan lainnya yang berbeda dengan status sosial yang

(21)

7

memperkenalkan kehidupan baru dalam keluarga yang berbeda dari sebelumnya,

bermuara pada hegemoni. Apalagi ada sistem yang memang tidak bisa ditentang

dan berlaku dalam kelompok sosial tersebut.

Penelitian mengenai hegemoni dan konter hegemoni dalam ketiga prosa ini

penting dilakukan karena tiga pertimbangan. Pertama, novel ini berbicara tentang

perempuan dalam segala aspek permasalahannya. Permasalahan-permasalahan

yang disodorkan pengarang dalam karyanya sebagai cermin dengan masalah

perempuan yang ada dalam kehidupan nyata, mulai pengekangan, perjodohan,

kedudukan dan lain sebagainya. Kedudukan perempuan yang pada mulanya

dianggap sebelah mata, karena budaya patriarki, saat ini mulai terkikis karena

adanya pandangan-pandangan yang dicetuskan oleh pengarang dalam karyanya.

Kedua, dari aspek sosiologi sastra. Sosiologi sastra yang muncul dengan

asumsi bahwa karya sastra sebagai dokumen sosial budaya masyarakat, ada

keterkaitan erat antara ketiga fiksi ini dengan sosial budaya masyarakat Bali.

Ketiga fiksi yang berlatar kehidupan Bali ini, mengetengahkan masalah

perempuan yang karena sistem adat, banyak menderitakan perempuan itu sendiri.

Saat ini masih dijumpai dalam masayarakat Bali, utamanya tentang sistem adat

yang memagari kebebasan perempuan untuk menentukan pilihan-pilihan dalam

kehidupan sehari-hari mereka. Melalui karyanya, sang pengarang menginginkan

pagar itu ambruk dan perempuan bisa maju untuk kehidupan yang lebih baik.

Ketiga, dari sudut pemahaman tentang sistem kemasyarakatan Bali yang

tergambarkan dalam ketiga prosa ini. Sistem kemasyarakatan yang tergambarkan

(22)

8

yakni pembagian masyarakat menurut swadharma (profesi) masing-masing orang.

Profesi itu adalah brahmana (sebagai pemikir), ksatrya (pelaksana pemerintahan),

wesia (pengusaha), dan sudra (pekerja). Dalam perkembangannya Catur Warna

menjadi kasta di Bali. Pemahaman terhadap hegemoni dan konter hegemoni

dalam penelitian ini secara tidak langsung akan memberikan makna terhadap

sistem kemasyarakatan yang ada di Bali.

1.2 Rumusan Masalah

Peneliti merumuskan masalah untuk penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimanakah bentuk hegemoni yang ada dalam novel Kenanga, novelet

Sagra, dan novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini?

2. Bagaimanakah bentuk konter atas hegemoni yang ada dalam novel

Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini?

3. Apakah makna hegemoni dan konter hegemoni dalam tiga prosa karya

Oka Rusmini?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara garis besar dibedakan menjadi dua yakni tujuan

umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan penelitian ini yakni untuk memberikan sumbangan

pemikiran terhadap pengkajian karya sastra Indonesia. Terlebih pada saat ini

(23)

9

mengungkapkan tentang perjuangan perempuan dalam segala dimensi.

Pembacaan terhadap karya sastra tersebut akan mengasah kepekaan literer dan

nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri pembaca.

1.3.2 Tujuan Khusus

Secara khusus tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan tentang bentuk

hegemoni dan konter hegemoni dalam novel Kenanga, novelet Sagra, dan novel

Tarian Bumi karya Oka Rusmini serta makna wacana hegemoni dan konter

hegemoni.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis maupun

praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk memperkaya penelitian

sastra dan menjadi referensi untuk penelitian-penelitian yang berkaitan dengan

hegemoni dan konter hegemoni dalam karya sastra di masa mendatang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Masyarakat dapat memahami dengan lebih baik terhadap sistem

kemasyarakatan yang ada di Bali.

2. Menjadi referensi bagi masyarakat di dalam mengatasi konflik yang

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

Bab II menyajikan apresiasi atau penelitian yang telah dilakukan terhadap

ketiga prosa yang dijadikan sebagai objek penelitian, kemudian konsep.

Dilanjutkan dengan teori yang dipergunakan untuk menguraikan masalah yang

telah dirumuskan. Diakhiri dengan model penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

Apresiasi atau penelitian terhadap karya-karya Oka Rusmini sudah banyak

dilakukan seperti terlihat dari artikel-artikel di surat kabar dan publikasi buku.

Pengamat dan peneliti sastra yang pernah menganalisis karya Oka Rusmini antara

lain Maman S. Mahayana (2007), Eka Yani (2010), Dara Windiyarti (2008), Suci

Sundusiah (2007), Sunu Wasono (2006), Gede Artawan (2011), Sulaiman (2011),

dan Harry Aveling (2010).

Maman S. Mahayana dalam bukunya Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia,

lebih banyak membicarakan mengenai feminisme dalam novel Tarian Bumi. Ia

menuliskan para tokoh perempuan sebagai korban atas sistem adat dan kurang

menyentuh mengenai ideologi-ideologi yang ada di balik sistem adat yang

menderitakan perempuan itu sendiri. Padahal, sesungguhnya apabila dicermati

lebih dalam, sistem adat itu sendiri sesungguhnya tidak akan menyengsarakan

(25)

11 11

perempuan bila para perempuan tidak memegang prinsip kekuasaan terhadap

orang lain, terlebih kaumnya sendiri.

Penelitian Eka Yani yang selesai tahun 2010, lebih dominan membahas

tentang perubahan-perubahan sosial yang terjadi karena adanya keberanian tokoh

untuk membangun konflik. Penelitian ini pun fokus pada konflik yang terjadi

dalam masyarakat Bali yang menimbulkan sikap bersaing, menghindar,

kolaborasi, dan kompromi. Penelitian ini belum masuk ke dalam faktor-faktor

yang ada di balik konflik-konflik para tokohnya, terutama tokoh perempuan.

Tulisan Dara Windiyarti dalam Jurnal Humaniora Volume 20 Tahun 2008

yang berjudul “Pemberontakan Perempuan Bali Terhadap Diskriminasi Kelas dan

Gender : Kajian Feminis Novel Tarian Bumi Oka Rusmini” membahas tentang

diskriminasi kelas dan gender yang dilatarbelakangi oleh ketidaksetaraan kasta.

Tulisan ini lebih banyak membahas tentang perbedaan-perbedaan diskriminasi

kelas dan gender di antara para tokoh-tokohnya.

Struktur cerita Tarian Bumi pernah dijadikan kajian analisis bandingan

dengan struktur cerita karya sastra lama yang berjudul Hikayat Raja Kerang yang

dilakukan oleh Suci Sundusiah. Dalam makalahnya yang berjudul “Perbandingan

Struktur Naskah Klasik dan Modern (Analisis Struktur pada Naskah Hikayat Raja

Kerang dan Novel Tarian Bumi Oka Rusmini)”, Suci membahas mengenai

perbandingan secara strukturalis antara dua karya tersebut baik dari segi tema,

latar, perwatakan, bahasa, dan yang lainnya. Ia hanya menyebut latar sosial sangat

menonjol dalam novel Tarian Bumi karena adanya pertentangan status sosial

(26)

12 12

mempengaruhi latar belakang cerita secara mendalam, menjadi kekurangan tulisan

ini.

Sunu Wasono yang berprofesi sebagai staf pengajar di FIB UI menulis

artikel “Pria-Wanita-Kasta: Catatan Atas Tarian Bumi Oka Rusmini” dalam

majalah sastra Horison edisi Maret 2006, menekankan pada analisis sistem

kemasyarakatan yang ada novel dalam Tarian Bumi. Di bawah sistem

kemasyarakatan yang ada, dimungkinkan muncul penindasan, pengekangan yang

merugikan kelompok tertentu. Tulisan ini kurang menyentuh tentang hegemoni

dan latar belakang atas penindasan yang terjadi.

Tulisan Gde Artawan berjudul “Perempuan dan Resistensi terhadap

Hegemoni Patriarki” yang termuat di harian Bali Post tanggal 6 November 2011,

juga menyinggung tentang karya Oka Rusmini. Dominasi patriarki yang ada

dalam karya Oka Rusmini (Kenanga dan Tarian Bumi) tersebut banyak

mensubordinatkan peran perempuan. Dituliskannnya pula bahwa tokoh

perempuan novel Oka Rusmini berjuang melawan tradisi, namun pada akhirnya

tokoh Oka Rusmini terkesan ambivalen terhadap tradisi itu sendiri. Kurang

dijelaskannya aspek-aspek yang melatarbelakangi hegemoni patriarki menjadi

kelemahan dalam tulisan ini.

Sulaiman dalam tulisannya di Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik

tahun 2011 yang berjudul “Perempuan dalam Perspektif Sosial dan Keluarga:

Kajian terhadap Novel Mutakhir Perempuan Indonesia” turut menyinggung

mengenai salah satu karya Oka Rusmini yakni novel Kenanga. Suliaman

(27)

13 13

novel tersebut yang memiliki peranan dalam persfektif sosial, terutama yang

berkaitan dengan pendidikan. Dituliskannya bahwa apa yang dilakukan Kenanga,

tokoh utama dalam novel tersebut, merupakan bagian dari kesadarannya bahwa

perempuan harus berpikiran maju. Tulisan ini lebih memfokuskan tentang peran

serta perempuan dalam persfektif sosial dalam novel yang ditulis perempuan

pengarang Indonesia.

Harry Aveling juga menyinggung tentang hegemoni gender yang ada di

salah satu cerpen Oka Rusmini, Cenana. Menurutnya, laki-laki selalu menjalani

kehidupan mewah, pesta pora, dan bebas memilih pasangan hidupnya bahkan

berpoligami sementara perempuan selalu berkorban terhadap cinta yang mereka

dapatkan dari laki-laki. Harry menulis “for a new view of womanhood that is

beyond conventional ‘respectable’ and patriarchal Balinese ideas of womanhood,

providing a woman’s persfective of what it means to be a woman”. Kelemahan

dan kekuasaan yang dimiliki tokoh perempuan dalam karya Oka Rusmini, berasal

dari sifat kewanitaan mereka, didefinisikan ulang oleh kasta. Selain itu, Harry

yang menulis dalam artikelnya yang termuat dalam Journal of Multidisciplinary

Intrernational Studies yang terbit bulan Juli 2010, bahwa cerpen tersebut

reinterpretasi legenda sejarah Jawa abad Pertengahan, Ken Arok dan Ken Dedes.

Tulisannnya lebih dititikberatkan pada unsur legenda Ken Arok yang menjadi

latar belakang cerita Cenana.

Memperhatikan beberapa tulisan atau pun penelitian yang disampaikan

sebelumnya, penelitian ini akan berbeda dan terfokus pada bentuk hegemoni yang

(28)

14 14

hegemoni atas hegemoni yang ada dalam tiga prosa karya Oka Rusmini.

Termasuk pula makna hegemoni dan konter hegemoni dikaitkan dengan status

sosial.

2.2 Konsep

Dalam penelitian ini menggunakan konsep hegemoni dan konter hegemoni.

2.2.1 Hegemoni

Konsep mengenai hegemoni dikemukakan oleh Antonio Gramsci. Titik

awal konsepnya adalah bahwa suatu kelas dan anggotanya menjalankan

kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi

(Simon, 2004: 19). Kekerasan yang dilakukan bisa terlihat dalam tindakan-

tindakan yang dilakukan oleh kelas tersebut terhadap kelas di bawahnya.

Sementara persuasi dapat ditemukan melalui cara berpikir mereka.

Ia memberikan contoh munculnya kelas kapitalis dengan membedakan tiga

fase perkembangan kesadaran politik kolektif dan organisasi. Fase pertama dan

paling awal terjadi ketika seseorang merasa perlu berdiri sejajar dengan pedagang

lain, seorang pengusaha dengan penguasa lain, dan sebagainya; namun pedagang

belum merasakan timbulnya solidaritas dari pengusaha. Anggota kelompok

profesional sadar akan kepentingan bersama mereka dan perlunya mereka bersatu,

namun mereka akan menyadari kebutuhan untuk bergabung dengan kelompok

lain dalam kelas yang sama. Fase kedua telah tumbuh kesadaran akan kepentingan

bersama sebuah kelas namun masih dalam bidang ekonomi. Fase ketiga adalah

(29)

15 15

dan kepentingan itu dapat dan harus menjadi kepentingan dari kelompok yang

lebih rendah. Fase terkahir adalah fase tahapan yang murni politik yang pada

mulanya ideologi itu bersaing dan menang sehingga bisa menyatukan tujuan-

tujuan ekonomi, politik, intelektual, dan moral yang pada akhirnya terciptalah

hegemoni suatu kelompok sosial yang kuat terhadap kelompok lain yang lebih

rendah (Simon, 2004: 34-35).

Ada tiga tingkatan hegemoni yang dikemukakan Gramsci dalam konsepnya

mengenai hegemoni, yaitu pertama hegemoni total (integral), hegemoni merosot

(decadent), dan hegemoni minimum. Pertama, hegemoni integral adalah

hegemoni yang ditandai dengan afiliasi massa yang mendekati totalitas,

masyarakat menunjukkan kesatuan moral dan intelektual yang kokoh. Kondisi

tersebut tampak dalam hubungan organis antara pemerintah dengan yang

diperintah.

Kedua, hegemoni merosot adalah suatu kondisi hegemoni yang

mengandung kontradiksi. Kontradiksi itu mengakibatkan adanya pertentangan-

pertentangan antara penguasa dengan yang dikuasai. Dalam hegemoni ini rawan

terjadi integrasi.

Ketiga adalah hegemoni minimal. Hegemoni ini merupakan hegemoni

paling rendah. Hegemoni bersandar pada satuan ideologis antara elit ekonomis,

politis, dan intelektual yang diturunkan bersamaan dengan keengganan setiap

campur tangan massa dalam kehidupan bernegara. Dengan demikian, kelompok-

kelompok hegemonis tidak mau menyesuaikan kepentingan dan aspirasi-sapirasi

(30)

16 16

Hegemoni suatu kelas terhadap kelas di bawahnya merupakan hasil dari

bangunan konsesus. Konsesus merupakan suatu dominasi yang dilakukan bukan

dengan suatu paksaan tetapi melalui persetujuan dan pemahaman. Dalam Kamus

Ilmiah Pupuler, konsesus diartikan sebagai suatu persetujuan, kesepakatan

bersama atau kata sepakat. Oleh karena itu, pada dasarnya konsesus berkaitan

dengan persoalan psikologi. Dengan kata lain, konsesus merupakan kepatuhan

atau ketertundukan seseorang atau sekelompok seseorang karena adanya suatu

kesadaran.

Pada dasarnya ketertundukan pada aturan dan perangkat hukum penguasa

dapat disebabkan oleh tiga hal, yaitu karena rasa takut, terbiasa, dan

persetujuan/kesadaran. Dari ketiga hal tersebut pandangan yang terakhir

merupakan ciri dari konsep hegemoni. Dengan demikian, hegemoni bersifat

menyeluruh karena bersifat psikologis.

Menurut Gramsci, hegemoni berdasar pada konsesus yang muncul melalui

komitmen aktif atas kelas sosial yang secara historis lahir dalam hubungan

produksi. Gramsci mengatakan bahwa konsesus adalah komitmen aktif yang

didasarkan pada adanya pandangan bahwa posisi tinggi yang ada adalah sah.

Konsesus ini secara historis lahir karena prestasi yang berkembang dalam dunia

produksi.

Gramsci (dalam Simon, 2004: 27), menjelaskan bahwa “semua manusia

adalah filosof”, karena semua laki-laki dan perempuan mempunyai konsepsi

tentang dunia serta seperangkat gagasan yang memungkinkan mereka memahami

(31)

17 17

seringkali rancu dan bertentangan, karena hasil pemikiran mereka berasal dari

berbagai sumber dan dari kejadian masa lalu, yang cenderung membuat mereka

menerima ketidakadilan dan penindasan sebagai hal yang alamiah dan tidak bisa

diubah. Dengan kata lain, menurut Barker (2004: 63), “hal-hal yang diterima apa

adanya”.

Santoso (2002: 164) mengungkapkan ada tiga jenis kekuasaan, yakni

kekuasaan utilitirian, kekuasaan koersif, dan kekuasaan persuasif. Kekuasaan

utilitarian akan muncul dari aset utilitarian apabila aset-aset ini (pemilikan

ekonomi, teknik administratif, tenaga kerja) digunakan oleh mereka yang

memilikinya, sehingga perlawanan itu dapat diatasi. Kekuasaan koersif muncul

jika orang menggunakan aset (berupa senjata, tenaga manusia) dengan kekerasan

untuk mengubah orang lain, atau menghukum mereka yang menghalanginya. Dan

kekuasaan persuasif (aset yang berupa nilai, perasaan, kepercayaan) digunakan

untuk memiliki kekuasaan. Kalau ada perlawanan akan mudah diatasi tanpa

kekerasan.

Suatu kelas hegemonik adalah kelas yang berhasil dalam menyatukan

kepentingan-kepentingan dari suatu kelas, kelompok dan gerakan-gerakan lain ke

dalam kepentingan mereka sendiri dengan tujuan membangun kehendak kolektif

rakyat secara nasional. Ideologi, menurut Gramsci, mengikat berbagai kelompok

sosial yang berbeda-beda ke dalam suatu wadah, dan dalam peranannya sebagai

pondasi atau agen proses penyatuan sosial (Simon, 2004: 87).

Menurut Gramsci (dalam Simon, 2004: 84; 86), ideologi bukanlah sesuatu

(32)

18 18

Sebaliknya, ideologi mempunyai eksistensi materialnya dalam berbagai aktifitas

praktis tersebut. Ia memberikan berbagai aturan bagi tindakan praktis serta

perilaku moral manusia dan ia menjelma dalam praktik-praktik sosial setiap orang

dan dalam lembaga-lembaga serta organisasi-organisasi di mana praktik-praktik

sosial tersebut berlangsung.

Banyak lembaga kemasyarakatan seperti sekolah, lembaga keagamaan, atau

keluarga yang masih mempertahankan hegemoni untuk mengajegkan kekuasaan

yang mereka miliki. Keluarga, lembaga kemasyarakatan terkecil, kerap kali

memberikan pemahaman bahwa status sosial (karena pemilikan aset atau gelar

yang didapat turun temurun) yang mereka miliki lebih tinggi dibandingkan status

sosial orang lain. Status sosial yang mereka sandang sering menjadi alasan untuk

mendominasi kehidupan masyarakat apalagi masyarakat dimana mereka tinggal

“menyetujui” praktik-praktik hegemoni yang telah mendarah daging sejak lama.

2.2.2 Konter Hegemoni

Konter hegemoni berarti perlawanan terhadap hegemoni. Dimana ada

kekuasaan, di sana muncul perlawanan terhadapnya (Simon, 2004: 110).

Perlawanan itu muncul karena ketidakpuasan baik dari individu itu sendiri

maupun kelas sosial tertentu terhadap hegemoni yang dilakukan oleh kelas yang

mendominasi.

Karena hegemoni harus terus menerus diciptakan dan dimenangkan, dia

membuka kemungkinan bagi adanya tantangan atasnya, yaitu penciptaan blok

(33)

19 19

kontra hegemoni tersebut harus berusaha memperoleh dukungan di dalam

masyarakat sipil (Barker, 2004: 64).

Scott (dalam Santoso, 2002: 163) mengungkapkan perlawanan itu dapat

dilakukan baik secara terbuka ataupun terselubung. Terbuka dilakukan dengan

perlawanan secara terang-terangan menggerakkan masyarakat yang mendukang

perlawanan itu sendiri melalui kontak fisik dengan kelas yang berkuasa, dan

terselubung dengan menyebarkan cara berpikir yang dijelmakan melalui media-

media tertentu seperti buku, lukisan, ataupun yang lainnya.

Hegemoni maupun perlawanan terhadapnya, tidak hanya muncul dalam

bidang korporasi atau dalam tataran yang lebih besar yakni negara, namun telah

hadir pula dalam tataran yang universal dan menyentuh kehidupan manusia yang

paling dasar. Konter hegemoni tentunya menginginkan kehidupan manusia yang

lebih baik dan memiliki derajat atau kedudukan yang sama dalam seluruh sendi-

sendi kehidupan. Tak terkecuali dalam relasi sosial yang ada dalam masyarakat

tertentu.

Sekat yang ada dalam masyarakat, telah memunculkan perlawanan

terhadapnya. Ketika kelas sosial tertentu tetap menjunjung bahwa status sosialnya

lebih tinggi dan memandang rendah status sosial yang lain, ini menimbulkan

konter hegemoni yang ditunjukkan melalui cara berpikir ataupun tindakan yang

menentang hegemoni itu sendiri. Tentangan dan perlawanan itu sebagai bentuk

protes atas hegemoni yang dapat menyengsarakan hidup mereka.

Dalam tiga fiksi karya Oka Rusmini, terbaca konter hegemoni yang

(34)

20 20

dilakukan karena para tokoh merasakan bahwa dominasi status sosial yang

disandang golongan sosial tertentu, menimbulkan diskriminasi dalam kehidupan

sehari-hari mereka. Diskriminasi itu pada akhirnya menimbulkan konflik

berkepanjangan.

Sebagai karya fiksi, novel Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi

hadir sebagai salah satu bentuk perlawanan pengarang terhadap hegemoni yang

ada dalam tradisi masyarakat Bali yang lebih banyak menyengsarakan perempuan.

Melalui para tokoh perempuannya sebagai sentral cerita, Oka Rusmini

mengungkapkan dengan benderang perlawanan terhadap hegemoni. Tidak

selamanya perempuan Bali itu tertidur dalam tradisi dan melelapkan mereka.

Mengutip pendapat Darma Putra (2007: 3) wanita Bali bersifat pasif, nrimo, atau

berpangku tangan saja tanpa memperjuangkan nasibnya atau nasib kaumnya

dalam kehidupan sosial tentulah keliru.

2.3 Landasan Teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yakni teori sosiologi sastra dan

teori feminisme.

2.3.1 Teori Sosiologi Sastra

Asumsi dasar sosiologi sastra adalah bahwa kelahiran sastra tidak dalam

kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra

(Endraswara, 2008: 77). Karya sastra akan mendokumentasikan kehidupan sosial

(35)

21 21

hanya akan merekam begitu saja peristiwa-peristiwa yang terjadi di sekitar

masyarakat, namun turut pula merefleksikan zaman.

Hal serupa juga dinyatakan oleh Sapardi Djoko Damono (2009: 11) bahwa

sastra merupakan cermin zamannya. Sastra merupakan cermin langsung dari

berbagai segi struktur sosial, hubungan kekeluargaan, pertentangan kelas, dan

lain-lain. Dalam hal ini, tugas sosiologi sastra adalah menghubungkan

pengalaman tokoh-tokoh khayali dan situasi ciptaan pengarang itu dengan

keadaan sejarah yang merupakan asal-usulnya.

Sebuah karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu reaksi terhadap suatu

keadaan. Mengutip pendapat Umar Yunus dalam tulisan Ruswendi Permana,

Aspek Sosiologi Sastra dalam Karya Ajip Rosidi (2004), menyatakan bahwa

reaksi tersebut dapat berupa reaksi spontan ataupun reaksi yang dipikirkan

terlebih dahulu. Reaksi spontan mungkin dilakukan bersamaan dengan terjadinya

suatu peristiwa, atau apa dilakukan dengan cara menunjuk langsung kepada

peristiwa itu dengan mengkonkretkannya ke dalam suatu karya.

Endraswara (2008: 93) mengungkapkan karya-karya besar dengan

sendirinya akan merepresentasikan latar belakang sosiokultural dan moral yang

tangguh. Peneliti bertugas mengungkap hal tersebut agar dapat menangkap watak-

watak kultural suatu masyarakat.

Kekayaan suatu karya sastra berbeda-beda. Pertama, tergantung dari

kemampuan pengarang dalam melukiskan hasil pengalamannya. Kedua, yang jauh

lebih penting sebagaimana dijelaskan melalui teori resepsi, adalah kemampuan

(36)

22 22

berhasil adalah para pengamat sosial sebab merekalah yang mampu untuk

mengkombinasikan antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat dengan ciri-ciri

fiksional. Dengan kalimat lain, pengarang merupakan indikator penting dalam

menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur kebudayaan, sekaligus perkembangan

tradisi sastra (Ratna, 2009: 333-334).

Wellek dan Warren (1990: 111) membuat klasifikasi mengenai sosiologi

sastra menjadi tiga. Pertama, sosiologi pengarang yang mempermasalahkan status

sosial, ideologi sosial dan lain-lain yang menyangkut pengarang sebagai

penghasil karya sastra. Kedua, sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan

karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat

dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Ketiga, sosiologi sastra yang

mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.

Pada klasifikasi pertama pengarang mempunyai peranan penting.

Penelaahan dilakukan dengan asumsi bahwa pengarang sebagai bagian dari

anggota masyarakat tertentu yang memiliki status sosial, ideologi sosial, dan lain

sebagainya yang digagas dalam karya sastranya. Klasifikasi kedua,

mempermasalahkan karya sastra itu sendiri. Pengarang dilepaskan dari karyanya

dan mengkaji hal-hal yang tersurat dan tersirat di dalam karya itu sendiri.

Klasifikasi ketiga, yakni mempermasalahkan pembaca sebagai muara dari

perjalanan karya sastra dan pengaruh sosial karya sastra terhadap kehidupan

mereka. Sebagai hasil dari pemikiran manusia, karya sastra memuat ide-ide yang

digagas pengarang dan bisa membawa perubahan besar terhadap kehidupan

(37)

23 23

Sosiologi sastra yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sosiologi

sastra pada aspek yang kedua. Analisis terfokus pada apa yang tersirat maupun

yang tersurat dalam karya sastra kemudian menghubungkan dengan kenyataan

yang ada dalam masyarakat.

2.3.2 Teori Feminisme

Dalam pengertian yang paling luas, feminis adalah gerakan kaum wanita

untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan

direndahkan oleh kebudayaan dominan, baik dalam bidang politik dan ekonomi

maupun kehidupan sosial pada umumnya (Ratna, 2009: 184).

Pergerakan perempuan sejak dulu memiliki kepedulian krusial terhadap

buku dan sastra, hingga kritik feminis tidak boleh dilihat sebagai cabang atau

pemekaran feminisme yang berada jauh dari tujuan akhir pergerakan ini, namun

sebagai salah satu caranya yang paling praktis untuk memengaruhi perilaku dan

sikap sehari-hari. Kepedulian terhadap “pengondisian” dan “sosialisasi” ini

menyokong seperangkat pembedaan yang krusial, yakni antara istilah ‘feminis’,

‘perempuan’, dan ‘feminin’. Istilah pertama adalah sebuah ‘posisi politis’, yang

kedua berhubungan dengan biologi, dan ketiga ‘seperangkat karakteristik yang

didefinisikan secara kultural. Dalam pembedaan antara istilah kedua dan ketiga

khususnya, terletak sebagian besar kekuatan feminisme (Barry, 2010:143-144).

Menurut Ritzer dan Goodman seperti dikutip oleh Susanto dalam Pengantar

Kajian Sastra (2016: 180) di setiap negara atau belahan dunia yang lain,

perkembangan teori feminisme ini sangat berbeda sebab didasarkan pada sifat,

(38)

24 24

dengan perempuan yang lain. Aliran dari gerakan feminisme itu juga beragam

seperti feminisme liberal, feminisme sosial, feminisme psikoanalisis, feminisme

Marxis, dan lain-lain. Menurut tradisi teori sosial, teori feminisme merupakan

sebuah generalisasi dari berbagai sistem pemikiran tentang kehidupan sosial dan

pengalaman manusia yang dikembangkan dari persfektif pada perempuan. Teori

ini memiliki beberapa tujuan. Pertama melakukan kajian terhadap situasi dan

pengalaman perempuan dalam masyarakat. Kedua, kajian ini menjadikan

“perempuan” sebagai pusat kajiannya, yakni melihat dunia dari sudut pandang

perempuan atas dunia sosial. Ketiga, teori feminis ini dikembangkan oleh para

pemikir dan aktivis atau pejuang kepentingan perempuan yang berusaha

menciptakan dunia yang lebih baik bagi perempuan dan untuk kemanusiaan.

Isu utama dalam kajian kesastraan yang berhubungan dengan feminisme ini

adalah tentang posisi, kedudukan, pengalaman hidup, dan bentuk-bentuk tulisan

perempuan di dalam sastra. Serangkaian permasalahan ini dapat menjadikan

berbagai topik dan cara mengkaji kesastraan dengan sudut pandang feminisme

ataupun sering disebut dengan kritik sastra feminisme. Sebagai contoh adalah

mengenai persoalan perempuan dalam dunia sastra. Topik persoalan ini telah

membawa beberapa implikasi kajian seperti tentang karakteristik tulisan

perempuan, persoalan psikologis yang berhubungan dengan tulisan perempuan,

strategi penulisan karya sastra oleh perempuan.

Secara umum, gerakan feminis dapat dibagi menjadi tiga golongan: kaum

feminis liberal, kaum feminis radikal dan kaum feminis sosialis. Kaum feminis

(39)

25 25

bahwa semua orang diciptakan dengan hak-hak yang sama, dan setiap orang

punya kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. Gerakan ini beranggapan

bahwa sistem patriarkal dapat dihancurkan dengan cara mengubah sikap masing-

masing individu, terutama sikap kaum wanita dalam hubungannya dengan laki-

laki (Budiman, 1982: 38).

Gerakan feminis radikal dapat didefinisikan sebagai gerakan wanita yang

berjuang di dalam realitas seksual, dan kurang pada realitas-realitas lainnya.

Karena itu, gerakan ini terutama mempersoalkan bagaimana caranya untuk

menghancurkan patriarki sebagai sebuah sistem nilai yang melembaga di dalam

masyarakat. Kelompok yang paling ekstrem dari gerakan kaum feminis radikal

bahkan berusaha memutuskan hubungannya dengan laki-laki (Budiman, 1982: 44)

Gerakan yang ketiga adalah dari kaum feminis sosialis. Seperti yang

dikemukakan Budiman (1982: 45) gerakan ini mendasarkan perjuangannya pada

teori Engels, atau lebih tepat lagi pada teori Marxis pada umumnya. Jadi berlainan

dengan kaum feminis radikal, kaum feminis sosialis memberi perhatian yang

besar pada kondisi sosial ekonomi. Meskipun kaum feminis sosialis

mengutamakan perjuangannya pada perubahan sistem sosial ekonomi, ini tidak

berarti bahwa perjuangan melawan patriarki tidak ada dalam daftar perjuangan

kaum-kaum feminis sosialis. Tapi pada dasarnya kaum feminis sosialis

menganggap bahwa sistem patriarkal bukanlah sesuatu yang mendapat prioritas

pertama dalam daftar perjuangannya.

Teori feminisme merupakan seperangkat gabungan ataupun gagasan yang

(40)

26 26

terhadap perempuan. Artinya, teori ini berpihak pada subjek yang dibayangkan,

yakni perempuan yang akan dibelanya, yang diasumsikan mengalami

ketertindasan atau termarginalkan. Dalam melakukan pembelaan dan usaha

perubahan terhadap kondisi perempuan tersebut, teori yang digunakan juga sangat

beragam dan tergantung dari cara memandang persoalan tersebut. Keragaman

teori ini hakikatnya merupakan wujud keragaman sudut pandang terhadap kaum

perempuan (Susanto, 2016: 183).

Persfektif perempuan memandang kekuasaan sebagai unsur penting di

dalam konstruksi hubungan laki-laki dan perempuan. Juga, pemahaman ini

seringkali sulit diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Betapa tidak, hubungan

kekuasaan selama ini dianggap memiliki kaitan dengan relasi laki-laki dan

perempuan sejauh di sana dapat ditunjuk adanya relasi yang tidak setara (Santoso:

2011: 260).

Dalam kehidupan sehari-hari ketidaksetaraan antara laki-laki dan

perempuan terlihat dalam pembagian kerja. Laki-laki bekerja di luar rumah

sementara perempuan perempuan di dalam rumah. Akan tetapi, dalam novel

Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi, perempuan sudah diposisikan

sebagai pekerja yang menghidupi keluarga dan bahkan terkadang menafkahi laki-

laki itu sendiri

Representasi perempuan dalam sastra dirasakan sebagai salah satu bentuk

“sosialisasi” terpenting, karena memberikan model peranan yang

(41)

27 27

“feminin” yang berterima serta sasaran dan aspirasi feminim yang sah (Barry.

2010: 144).

2.4 Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan model penelitian sebagai berikut.

Sastra

Kenanga, Sagra, Tarian Bumi

Teori Sosiologi Sastra

Hegemoni dan Konter Hegemoni dalam Tiga Prosa

Karya Oka Rusmini

Teori Feminisme

Temuan

Hegemoni Konter Hegemoni Makna Status Sosial

Simpulan

Keterangan gambar

Karya sastra sebagai media menyampaikan gagasan pengarang di dalam

(42)

28 28

novel Kenanga, novelet Sagra, dan novel Tarian Bumi. Dalam ketiga prosa ini

terdapat permasalahan mengenai kehidupan sosial masyarakat Bali terkait dengan

hegemoni dan konter hegemoni yang ditulis pengarang. Teori yang dipakai untuk

membedah permasalahan dalam ketiga prosa ini yaitu teori sosiologi sastra dan teori

feminisme. Temuan yang didapat dalam pengkajian tiga prosa ini adalah bentuk

hegemoni, konter atas hegemoni yang ada, dan makna hegemoni dan konter

hegemoni dalam karya Oka Rusmini yang dikaitkan dengan status sosial serta

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan identitas budaya dan sosial digunakan teori sosiologi sastra khususnya sastra sebagai cermin masyarakat dan kajian feminisme yang dalam penelitian

Penelitian ini memiliki 4 tujuan.1) Mendeskripsikan latar belakang sosiohistoris Oka Rusmini sebagai pengarang novel Tarian Bumi. 2) Mendeskripsikan kajian struktural novel

(ANALISIS SOSIOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN) Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Imu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 20143. Tujuan

Diskriminasi gender dalam Tarian Bumi mengacu pada perbedaan perilaku antara laki- laki dan perempuan yang termanifestasi lewat sikap dan perilaku tokoh Ida Bagus Ngurah

Dengan demikian, penelitian novel Tarian Bumi dan Tempurung ini pada akhirnya akan menghasilkan data deskriptif berupa kalimat-kalimat yang berkaitan dengan

Realitas yang terjadi dalam masyarakat khususnya di Bali dan tercermin dalam novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini adalah salah satu contoh perkawinan yang tidak dilandasi suka

Dengan demikian, penelitian novel Tarian Bumi dan Tempurung ini pada akhirnya akan menghasilkan data deskriptif berupa kalimat-kalimat yang berkaitan dengan

2 Manusia Bali dengan segala kekayaan budaya yang tercermin dalam bentuk a sistem bahasa dalam novel Tarian Bumi dapat menunjukkan perbedaan kelas sosial, b sistem pengetahuan dapat