• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Pembentuk Kebahagiaan Dalam Keluarga (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Faktor-Faktor Pembentuk Kebahagiaan Dalam Keluarga (Konteks Budaya Jawa Dan Pengaruh Islam)."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

A.Latar Belakang Masalah

Kunci dari hidup yang baik adalah kebahagiaan. Oleh karena itu, secara disadari maupun tidak, manusia terus berupaya untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya kepuasan hidup, tingginya afek positif seperti senang, puas, dan bangga, serta rendahnya afek negatif seperti rasa kecewa, cemas, dan takut. Kebahagiaan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia.

Kebahagiaan adalah suatu hal yang menjadi harapan dalam keluarga seseorang, bahkan setiap orang sangat mendambakan kehidupan yang berbahagia semasa hidupnya. Menurut Lukman (2008) kebahagiaan pada tiap individu tergantung pada pemaknaan dan memahami kebahagiaan. Kebahagiaan itu sendiri dapat dicapai dengan terpenuhinya kebutuhan hidup dan ada banyak cara yang ditempuh oleh masing-masing individu. Orang bekerja untuk memperoleh penghasilan dan pencapaian karier. Orang berkeluarga untuk memenuhi kebutuhan akan cinta dan kasih sayang. Begitu pula orang belajar untuk memenuhi kebutuhan akan ilmu pengetahuan. Semua kegiatan tersebut dilakukan untuk memperoleh satu tujuan, yaitu kebahagiaan.

(2)

kesatuan yang kuat apabila terdapat hubungan baik antara ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua pribadi dalam keluarga. Interaksi antar pribadi yang terjadi dalam keluarga ini ternyata berpengaruh terhadap keadaan bahagia (harmonis) atau tidak bahagia (disharmonis) pada salah seorang atau beberapa anggota keluarga lainnya (Schwarze, 2010). Keadaan bahagia dalam keluarga dapat dibuktikan dengan adanya hasil dari hubungan baik dan harmonis antara pasangan suami istri yang menghasilkan anak-anak berprestasi. Dalam konsep islam, hubungan harmonis dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai hubungan keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Allah SWT berfirman :

                     

Artinya : “ Diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Ruum: 21)

(3)

Begitu juga sebaliknya, keluarga disebut disharmonis apabila ada seorang atau beberapa orang anggota keluarga yang kehidupannya diliputi konflik, ketegangan, kekecewaan dan tidak pernah merasa puas dan bahagia terhadap keadaan serta keberadaan dirinya. Keadaan ini berhubungan dengan kegagalan atau ketidakmampuan dalam penyesuaian diri terhadap orang lain atau terhadap lingkungan sosialnya (Diener, Scollon dan Lucas, 2003).

Fenomena perceraian yang terjadi di Solo beberapa tahun ini tidak lepas dari faktor kebahagiaan yang sudah hilang dari masing-masing anggota keluarga. Menurut Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Solo, Wasalam (2013), angka kasus perceraian di Kota Solo meningkat 10 persen saban tahunnya. Selain, dipicu hilangnya tanggung jawab salah satu pasangan, masalah ketidakbahagiaan dan berakhir perselingkuhan masih menjadi pemicu perceraian warga Solo. Perselingkuhan menjadi faktor ketiga pemicu perceraian warga di Solo. Penyebab pertama karena lepasnya tanggung jawab salah satu pasangan, dan pemicu kedua karena perbedaan karakter (joglosemar.com diakses 23 September 2013).

Kata cerai bukan berarti hanya menyangkut kedua belah pihak pasangan saja, yaitu ayah dan ibu. Sayangnya tidak banyak dari pasangan yang memperhatikan bagaimana dan apa yang sedang terjadi pada anak ketika perceraian akan dan sedang berlangsung. Menurut Holder (2007), dampak dari orang tua yang bercerai mengakibatkan tekanan psikologis pada anak hingga waktu yang lama.

(4)

pihak tidak mampu bekerjasama untuk menciptakan suatu hubungan yang selaras. Pasangan suami istri tersebut hanya mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan bersama. Penyelesaian bisa dilakukan dengan kemarahan yang berlebih-lebihan, hentakan-hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian berupa kata-kata kotor maupun ekspresi wajah merah padam menyeramkan yang dilakukan oleh suami maupun istri (Bachtiar, 2004).

Seringkali pula muncul pola-pola perilaku yang bersifat menyerang, memaksa, menciptakan ancaman atau mencederai secara fisik yang dilakukan oleh pasangan (suami-istri). Pola-pola perilaku seperti ini menjurus pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang secara lebih luas diartikan sebagai penyalahgunaan kekuasaan oleh salah satu anggota keluarga kepada anggota keluarga lain dengan melanggar hak individu. Fenomena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Solo sendiri kian mengkhawatirkan. Setiap tahun, angka korban yang melaporkan adanya KDRT terus meningkat. Tahun ini Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (Bapermas P2AKB) Solo telah menangani 80 kasus KDRT. Jumlah tersebut meningkat 10% dari tahun sebelumnya. Menurut Gunawan (2013), problem KDRT ibarat fenomena gunung es. Artinya, imbuh dia, jumlah korban KDRT yang tidak berani melapor bisa lebih banyak dari yang melapor. Hasta mengimbau para korban KDRT mau menginformasikan kekerasan yang dialami pada pihak terkait. “Memang perlu

keberanian dan pengorbanan untuk membuka aib keluarga. Namun dalam pantauan

kami, jumlah korban KDRT yang memiliki kesadaran itu terus meningkat.” Dari 80

(5)

istri. Bapermas juga menemukan KDRT yang menimpa anak-anak. Untuk KDRT terhadap suami, Hasta menyatakan nihil (solopos.com diakses 24 September 2013).

Tidak hanya pada kasus KDRT, masalah lain seperti pertengkaran-pertengkaran dalam keluarga yang mengakibatkan ketidakharmonisan, perselingkuhan, bahkan yang berakhir pada perceraian juga sebenarnya dilatarbelakangi sebuah mindset atau pandangan tertentu yang mengarahkan perlakuan suami atau istri terhadap pasangannya. Ketegangan maupun konflik dengan pasangan atau antara suami dan istri merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Apabila konflik dapat diselesaikan secara sehat maka masing-masing pasangan (suami-istri) akan mendapatkan pelajaran yang berharga, menyadari dan mengerti perasaan, kepribadian, gaya hidup dan pengendalian emosi pasangannya sehingga dapat mewujudkan kebahagiaan keluarga (Nes, 2009).

(6)

pola berfikir seseorang. Kematangan emosi juga dapat mempengaruhi bagaimana kebahagiaan seseorang terhadap pemaknaan dari kebahagiaan. Kebahagiaan juga melihat dari sisi pandang individu terhadap realitas yang ada. Cara berfikir positif serta syukur adalah bagian dari pemahaman realitas kebahagiaan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Frontier Consultant Group pada tahun 2007 (Wijayanti & Nurwiyanti, 2010) menunjukkan bahwa diantara enam propinsi di Indonesia, rata-rata penduduk yang paling bahagia berada di Propinsi Jawa Tengah. Indeks kebahagiaan di Jawa Tengah mencapai 48,17 melebihi indeks rata-rata Indonesia. Disusul oleh Sulawesi utara (47,95), Jawa Barat (47,85), Jawa Timur (47,19), DKI Jakarta (46,20), dan Sumatera Utara (46,12). Padahal bila dilihat tingkat pendapatan, rata-rata penduduk yang berdomisili di Propinsi Jawa Tengah berpenghasilan lebih rendah dari penduduk yang berdomisili di Propinsi DKI Jakarta. Penduduk yang tinggal di Propinsi Jawa Tengah memiliki kebahagiaan yang tinggi kemungkinan karena tidak memiliki harapan yang tinggi. Selain itu ditambahkan bahwa sikap nrima khas orang Jawa melekat pada masyarakatnya yang membuat mereka menjadi lebih tenang dengan segala kondisi yang ada. Sehingga hidup mereka lebih rileks dan dapat menikmati apa yang mereka miliki.

(7)

B.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami dan mendeskripsikan faktor-faktor pembentuk kebahagiaan dalam keluarga (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam).

C.Manfaat Penelitian

Peneliti berharap dengan adanya penelitian tentang faktor-faktor Pembentuk kebahagiaan dalam keluarga (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam) dapat membawa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini mampu memberikan sumbangan yang berguna untuk perkembangan ilmu psikologi, khususnya dalam kajian psikologi positif dan psikologi indigenous-islami

2. Manfaat Secara Praktis

a. Bagi informan dan masyarakat, diharapkan dapat mengetahui apa saja faktor-faktor pembentuk kebahagiaan dalam keluarga (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam).

b. Bagi Aparat Kelurahan, diharapkan dapat memberikan informasi tentang apa saja faktor-faktor pembentuk kebahagiaan dalam keluarga (konteks budaya Jawa dan pengaruh Islam) sehingga impian keluarga yang sakinah, mawaddah, warhamah dapat terwujud.

(8)

Referensi

Dokumen terkait

Penatausahaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban serta pelaporan, pengawasan dan pemeriksaan kegiatan tanggap darurat bencana dengan memanfaatkan uang Kas Daerah yang

Penelitian yang dilakukan membahas pada faktor yang dapat menciptakan loyalitas konsumen terhadap game online, dimana faktor tersebut terdiri dari faktor uses and

Membawa Makalah bagi Program Keahlian Ganda yang disahkan oleh Kepala Sekolah sebanyak 3 rangkap dijilid antero/langsung/terusan, format makalah lihat lampiran 37.

The figure shows a square ABCD which is folded along EF so that the vertex A coincides with a point A’ on the side BC and the vertex D is mapped onto a point D’.

berjudul ” ANALISIS PENGARUH RASIO KEUANGAN TERHADAP KINERJA KEUANGAN (Studi Kasus pada Bank Perkreditan Rakyat BKK Kecamatan Boyolali Kabupaten Boyolali

TEXT LABEL Menentukan tujuan text pendek dalam bentuk label 5,20,30 a,a,c TEXT LABEL Menentukan penggunaan suatu informasi dengan benar.. Mencoba,  mengolah, dan 

Untuk itu penulis memberi judul penelitian ini : “PERBEDAAN ABNORMAL RETURN ANTARA PERUSAHAAN PERATA LABA DAN BUKAN PERATA LABA ATAS PENGUMUMAN INFORMASI LABA

Bangunan stupa terdiri dari beberapa bagian atau elemen yang membentuk satu konsep arsitektur