• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun 1980-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) terhadap Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun 1980-2009"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi nasional, selain tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan secara umum difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan peningkatan pendapatan nasional baik secara keseluruhan maupun per kapita sehingga masalah-masalah, seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketimpangan distribusi pendapatan diharapkan dapat terpecahkan melalui trickle down effect (Todaro dan Smith, 2006).

Era globalisasi telah mendorong semua negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, tak terkecuali negara-negara di kawasan regional Asia Tenggara yang tergabung dalam Association of South East Asian Nations (ASEAN). Pertumbuhan ekonomi yang positif atau progresif akan menjadi pertimbangan penting tersendiri dan juga memberikan keuntungan bagi negara ASEAN dalam persaingan di kancah internasional.

(2)

ekonominya agar terhindar dari multiplier effect dari krisis-krisis ekonomi tersebut. Negara ASEAN memahami bahwa situasi ekonomi dunia akan terus menantang dan menyiapkan strategi khusus untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global yang bisa berlanjut untuk tahun-tahun mendatang. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi seluruh negara ASEAN yang secara umum mengalami peningkatan signifikan pasca krisis ekonomi, baik krisis moneter Asia tahun 1997-1998, krisis minyak dunia tahun 2005, dan krisis keuangan global tahun 2008-2009, seperti terlihat pada Gambar 1.1.

Sumber: UNCTAD (1995-2010), Data Diolah.

Gambar 1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN Tahun 1995-2010 (Persen)

Lalu lintas perekonomian internasional memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN yang menganut sistem perekonomian terbuka. Oleh karena itu, negara ASEAN dituntut untuk merealisasikan

-15

1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009

(3)

keterbukaan ekonomi yang salah satunya adalah keterbukaan di sektor keuangan. Keterbukaan ekonomi di sektor keuangan mengindikasikan semakin hilangnya hambatan dan semakin lancarnya mobilitas modal antar negara yang menjadi sumber pembiayaan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di suatu negara sehingga diperlukan sejumlah investasi yang dibiayai oleh tabungan nasional.

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 1.2 Selisih Persentase Investasi terhadap GDP dengan Persentase Tabungan Nasional terhadap GDP (Persen)

Negara ASEAN tidak mempunyai dana yang cukup untuk membiayai pembangunan ekonomi karena terbatasnya akumulasi berupa kapital tabungan nasional serta rendahnya produktivitas dan tingginya konsumsi, sehingga diperlukan sumber dana lain yaitu Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI). Gambar 1.2 menunjukkan bahwa selama periode 1980-2009 kondisi dimana rata-rata tabungan nasional negara ASEAN lebih besar dari rata-rata investasinya hanya terjadi pada tahun 1993, 1995, dan 1996 dimana selisihnya hanya sekitar satu persen.

-14

1980 1984 1988 1992 1996 2000 2004 2008

(4)

Keterbukaan ekonomi di sektor keuangan yang salah satunya melalui FDI dapat mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di negara tersebut. FDI memberikan eksternalitas positif melalui peningkatan transfer teknologi, kemampuan teknis, kemampuan manajerial, dan kemampuan intelektual tenaga ahli bagi negara penerima modal. FDI diarahkan untuk menggantikan peranan utang luar negeri karena dinilai lebih stabil dan kurang sensitif terhadap suku bunga internasional dan nilai tukar mata uang. Dampak tidak langsung dari FDI antara lain dapat meningkatkan produktivitas, kinerja, efisiensi, dan daya saing dari perusahaan domestik dalam sektor yang sama, bahkan sering kali juga dapat meningkatkan nilai ekspor. Lebih jauh lagi, FDI dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat di suatu negara, sehingga berpotensi mengurangi tingkat kemiskinan di negara tersebut (Soekro, 2008).

(5)

persen secara proporsional terhadap total aliran dana FDI di seluruh dunia (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Jumlah FDI Net Inflow Total Negara ASEAN dan Dunia Tahun 1995-2010 (US $)

Tahun Jumlah FDI Net Inflow

ASEAN DUNIA

(1) (2) (3)

1995 28.224.868.916,17 341.280.531.032,52

1996 30.572.936.676,97 391.789.216.029,64

1997 34.357.908.691,62 485.251.556.303,45

1998 22.309.843.011,16 724.673.476.373,33

1999 28.792.553.767,54 1.224.342.509.701,29

2000 23.655.793.496,42 1.623.243.305.783,75

2001 20.174.888.581,58 888.861.531.664,14

2002 17.312.202.958,37 746.334.698.235,28

2003 24.840.417.288,47 650.655.744.030,21

2004 36.436.657.053,08 783.530.509.181,31

2005 40.735.667.556,75 1.211.357.564.324,90

2006 56.692.058.760,72 1.594.554.016.227,71

2007 75.731.498.831,00 2.352.054.660.128,76

2008 46.906.977.888,27 1.905.578.076.952,90

2009 37.930.806.633,84 1.345.874.105.284,38

2010 79.128.651.936,21 1.343.624.607.409,78

Sumber: UNCTAD (1995-2010), Data Diolah.

(6)

ASEAN karena reputasi negara ASEAN yang fundamental secara makroekonomi. Perekonomian negara ASEAN dinamis karena memiliki sedikit defisit fiskal, nilai tukar mata uang yang stabil, tingkat tabungan domestik yang tinggi, dan tingkat partisipasi angkatan kerja yang tinggi. Kondisi pasar, kebijakan kebebasan perdagangan internasional, termasuk kebijakan liberalisasi FDI merupakan daya tarik lain bagi investor asing untuk menanamkan modalnya dalam bentuk FDI di negara ASEAN. Peningkatan aliran dana FDI ke negara ASEAN diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN.

1.2 Perumusan Masalah

Hady (2001) menyatakan bahwa FDI memberikan dampak positif dan negatif bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dampak positif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal serta sebagai sarana transfer teknologi dan pengetahuan di bidang manajemen dan pemasaran. FDI tidak akan memberatkan neraca pembayaran karena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada keberhasilan FDI yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut. FDI diupayakan untuk meningkatkan pembangunan regional dan sektoral dengan meningkatkan persaingan dalam negeri dan kewirausahaan yang sehat, serta meningkatkan lapangan kerja.

(7)

gangguan pada perencanaan ekonomi karena terjadi intervensi oleh home government dari negara penanam modal. Secara sektoral mungkin aliran modal internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu karena terjadinya redistribusi pendapatan dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal.

Uraian diatas menyatakan bahwa pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda antar negara. Contoh kasus dimana FDI memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi terjadi di Srilanka (Balamurali dan Bogahawatte, 2004), China (Xiaohong, 2009), Nigeria (Adegbite dan Ayadi, 2010), Asia (Tiwari dan Mutascu, 2011), dan Bangladesh (Adhikary, 2011). FDI bisa juga memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sektor primer seperti di Negara OEDC (Alfaro, 2003). Bahkan, FDI bisa tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi seperti di Pakistan (Falki, 2009).

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh FDI tehadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Hal ini tergantung pada kondisi perekonomian, teknologi, dan institusional dari negara tempat penanaman modal FDI tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

(8)

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum manfaat dari penelitian mengenai analisis pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN antara lain:

1. Bagi pemerintah negara ASEAN selaku pengambil kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar pengambilan kebijakan ekonomi dalam menyusun rencana-rencana atau strategi pembangunan yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui FDI.

2. Bagi akademisi dan peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dan sumber referensi untuk penelitian lebih mendalam mengenai pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir pembaca serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Teori-teori

2.1.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi suatu negara didefinisikan sebagai kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang dan jasa ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas tersebut ditentukan oleh adanya kemajuan teknologi, institusional (kelembagaan) dan ideologis terhadap berbagai keadaan yang ada (Jhingan, 2004). Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa terdapat tiga komponen utama yang mempunyai arti penting bagi masyarakat dalam pertumbuhan ekonomi, yaitu:

1. Akumulasi modal, termasuk semua investasi baru dalam tanah, peralatan fisik, dan sumber daya manusia melalui perbaikan di bidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan kerja.

2. Pertumbuhan penduduk yang pada akhirnya akan menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja.

3. Kemajuan teknologi yang akan meningkatkan produktivitas.

2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Neoklasik

(10)

akumulasi modal negara tersebut. Di sisi lain, penambahan tingkat tabungan domestik akan meningkat rasio modal-tenaga kerja dan pendapatan per kapita masyarakat. Model pertumbuhan ekonomi Neoklasik Solow (Solow Neoclassical Growth Model) yang menunjukkan bahwa output selalu berada pada tingkat full employment, diformulasikan dalam fungsi produksi agregat standar Cobb Douglas sebagai berikut:

Y = K (AL)1- ………(β.1)

dimana Y adalah Produk Domestik Bruto (PDB), K adalah stok modal fisik dan modal manusia, L adalah tenaga kerja, serta A adalah produktivitas tenaga kerja

yang pertumbuhannya di tentukan secara eksogen. melambangkan elastisitas

output terhadap model, yakni persentase kenaikan PDB yang bersumber dari satu persen penambahan modal fisik dan modal manusia.

Output, Y

Modal, K Sumber: Mankiw, 2007

(11)

Teori pertumbuhan Neoklasik Tradisional menyatakan bahwa pertumbuhan output selalu bersumber dari satu atau lebih dari 3 (tiga) faktor yakni kenaikan kualitas dan kuantitas tenaga kerja, penambahan modal (tabungan dan investasi) dan penyempurnaan teknologi (Todaro dan Smith, 2006).

2.1.3 Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman Modal Asing (PMA) merupakan penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah atau warga negara asing di dalam negeri negara pengimpor modal. PMA dapat dimasukan dalam bentuk modal swasta atau modal negara (Jhingan, 2004).

Anoraga (1994) menyatakan bahwa penanaman modal asing dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu:

1. Investasi Portofolio

(12)

2. Investasi Langsung

Investasi langsung atau disebut juga dengan penanaman modal asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.

2.1.4 Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI)

Krugman & Obstfeld (1999) menyatakan bahwa Penanaman Modal Asing Langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) adalah suatu arus pemberian pinjaman atau pembelian kepemilikan perusahaan luar negeri yang sebagian besar modalnya dimiliki oleh penduduk dari negara yang melakukan investasi (investing country). FDI merupakan salah satu faktor utama pendorong perekonomian negara. FDI, selain sifatnya yang permanen dalam jangka panjang, juga memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka lapangan kerja baru.

(13)

Perusahaan dari negara penanam modal secara langsung melakukan pengawasan atas aset FDI yang ditanam di negara pengimpor modal. FDI dapat mengambil beberapa bentuk, yaitu pembentukan suatu cabang perusahaan di negara pengimpor modal, pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan di negara pengimpor yang semata-mata dibiayai oleh perusahaan yang terletak di negara penanam modal untuk secara khusus beroperasi di negara lain, atau menaruh aset (aktiva tetap) di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanam modal (Jhingan, 2004).

Secara konseptual, pilihan investor asing untuk menanamkan investasinya dalam bentuk FDI, dibanding bentuk modal lainnya di suatu negara, dipengaruhi oleh kondisi dari negara penerima FDI (pull factors) maupun kondisi dan strategi dari penanam modal asing (push factors). Pull factors dari masuknya FDI antara lain terdiri dari kondisi pasar, ketersediaan sumber daya, daya saing, kebijakan yang terkait dengan perdagangan dan industri serta kebijakan liberalisasi FDI (di dalam bentuk insentif investasi), sedangkan yang termasuk push factors antara lain strategi investasi maupun strategi produksi dari penanam modal, serta persepsi resiko terhadap negara penerima (Kurniati, et al, 2007).

Hady (2001) menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya aliran modal, keterampilan dan teknologi dari negara pembawa modal dengan negara penerima modal antara lain meliputi:

(14)

ditunjukkan oleh stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal.

2. Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal. 3. Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan.

4. Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam negara penerima modal.

5. Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang tingkat pendapatan nasionalnya per kapita relatif tinggi

Motif utama dari FDI menurut Winantyo (2008) antara lain: 1. Resource Seeking

FDI dengan motif Resource Seeking dilakukan untuk memperoleh faktor produksi yang lebih efisien baik dalam bentuk sumberdaya alam maupun tenaga kerja.

2. Market Seeking

FDI dengan motif Market Seeking dilakukan dalam rangka membuka pasar baru atau menjaga pasar yang sudah ada. Investasi jenis ini dipandang sebagai defensive strategy karena lebih didorong oleh ketakutan kehilangan pasar daripada upaya mencari pasar baru.

3. Efficiency Seeking

(15)

4. Strategic Asset Seeking

FDI dengan motif Strategic Asset Seeking merupakan investasi taktis untuk mencegah penguasaan atas sumber daya oleh perusahaan pesaing.

Kurniati, et al, (2007) menyatakan bahwa beberapa jenis FDI adalah sebagai berikut:

1. FDI Vertikal

FDI yang dilakukan secara vertikal menyangkut desentralisasi secara geografis dari aliran produksi perusahaan. Perusahaan akan melakukan kegiatan produksi di negara-negara yang memiliki biaya tenaga kerja yang rendah, kemudian hasil produksi di negara tersebut akan disalurkan kembali ke negara induk. Suatu produk yang proses produksinya capital-intensive akan memindahkan proses produksinya ke negara-negara yang kaya akan modal.

2. FDI Horizontal

FDI yang dilakukan secara horizontal akan memproduksi barang yang sama di beberapa negara. FDI jenis ini memiliki motivasi untuk mencari pasar yang baru. Keuntungan dari FDI dengan jenis ini adalah efisiensi di dalam biaya transportasi, karena tempat produksi yang ada menjadi lebih dekat dengan konsumen.

2.1.5 Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi

(16)

untuk memacu pertumbuhan ekonomi domestik, menghindari kelesuan pasar, dan penciptaan kesempatan kerja. Di negara berkembang yang sangat memerlukan modal untuk pembangunannya, terutama jika modal dalam negeri tidak mencukupi, FDI dipandang sebagai cara yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan perekonomian suatu negara dimana modal asing dapat memberikan kontribusi yang lebih baik ke dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, beberapa negara penerima modal berusaha memberikan insentif untuk mendorong masuknya modal asing dalam bentuk FDI berupa insentif pajak, jaminan dan asuransi atas investasinya. Kegiatan investasi memungkinkan suatu masyarakat terus-menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat.

(17)

Pengaruh negatif FDI terhadap pertumbuhan ekonomi antara lain mendorong munculnya dominasi industrial, meningkatkan ketergantungan teknologi, memengaruhi perubahan budaya. Dominansi FDI dapat menimbulkan gangguan pada perencanaan ekonomi karena terjadi intervensi oleh home government dari negara penanam modal. Secara sektoral mungkin aliran modal internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu karena terjadinya redistribusi pendapatan dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal.

2.1.6 Variabel-variabel lain yang memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

2.1.6.1 Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pakai satu tahun atau lebih. PMTB dapat dibedakan atas pembentukan modal dalam bentuk bangunan/konstruksi, pembentukan modal dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan, pembentukan modal dalam bentuk alat-alat angkutan, dan pembentukan modal untuk barang modal lainnya. Teori Harrod-Domar memperhatikan kedua fungsi dari pembentukan modal dalam kegiatan ekonomi.

(18)

menghasilkan barang, maupun sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Apabila pada suatu masa tertentu dilakukan sejumlah pembentukan modal, maka pada masa berikutnya perekonomian tersebut mempunyai kesanggupan yang lebih besar untuk menghasilkan barang-barang (Arsyad, 1999).

2.1.6.2 Angkatan Kerja

Angkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah bekerja, yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Angkatan kerja dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Mereka yang bekerja penuh adalah angkatan kerja yang aktif menyumbangkan tenaganya dalam kegiatan produksi.

2. Pengangguran terbuka atau open unemployment adalah mereka yang sama sekali tidak bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan (sewaktu-waktu siap bekerja).

3. Setengah menganggur atau under unemployment adalah mereka yang bekerja tidak sesuai dengan pendidikan/keahliannya atau tidak menggunakan sepenuh tenaganya karena kekurangan lapangan perkerjaan. Contoh: Seorang sarjana bekerja tidak sesuai dengan pendidikannya.

(19)

Todaro dan Smith (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan angkatan kerja terhadap pertumbuhan ekonomi pada kemampuan sistem perekonomian negara tersebut dalam menyerap dan secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input dan faktor penunjang seperti kecakapan manajerial dan administrasi.

2.1.6.3 Ekspor Neto

(20)

menyatakan bahwa ketergantungan terhadap luar negeri memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi (Arsyad, 1999).

2.1.6.4 Krisis Ekonomi

Krisis Moneter Asia 1997-1998 2.1.6.4.1

Krisis moneter Asia diawali dari krisis nilai mata uang dan keuangan Thailand pada Juli 1997 kemudian merembet ke negara ASEAN lainnya. Dampak krisis moneter Asia, selain terjadi runtuhnya nilai tukar mata uang dan meningkatnya tingkat suku bunga, kebangkrutan perusahaan dan bank juga menyebabkan krisis keuangan. Pesimisme konsumen dan investor juga menyebabkan kontraksi investasi yang diikuti dengan krisis ekonomi dan pengangguran. Pihak-pihak yang paling terkena dampak krisis moneter Asia tersebut antara lain perusahaan besar yang bermain valas, saham, obligasi, dan off-shore loans di pasar global, perbankan, pasar modal, properti, sektor publik yang banyak memiliki utang luar negeri, serta importir atau pelaku bisnis yang kandungan impor bahan baku usahanya tinggi (Kuncoro, 2010).

Krisis Minyak Dunia 2005 2.1.6.4.2

(21)

ekonomi global. Diversifikasi energi untuk mengurangi ketergantungan energi terhadap supply minyak bumi menjadi tren baru di banyak negara di samping efisiensi energi (penghematan energi) yang dilakukan secara terstruktur. Hal ini menyebabkan melonjaknya harga minyak dunia secara besar-besaran. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan melemahnya nilai tukar mata uang terhadap US Dollar. Hal ini menimbulkan inflasi yang cukup tinggi dan mengancam stabilitas makroekonomi yang telah dicapai negara ASEAN 1.

Krisis Keuangan Global 2008-2009 2.1.6.4.3

Krisis keuangan global diawali kredit macet perumahan beresiko tinggi (subprime mortage) pada semester akhir 2007 di Amerika Serikat. Dampak krisis keuangan global 2008-2009 menjalar ke Eropa dan Asia Pasifik termasuk negara ASEAN dalam bentuk bangkrutnya bank/institusi keuangan/korporasi multinasional Amerika Serikat, meningkatnya inflasi, meningkatnya pengangguran, runtuhnya indeks bursa saham karena nilai tukar mata uang anjlok, sampai akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010).

2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu

Pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi berbeda antar negara atau kawasan, bisa positif, negatif, bahkan bisa juga tidak signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara atau kawasan. Hal ini tergantung pada kondisi perekonomian, teknologikal, dan institusional dari negara tuan rumah FDI.

1 Yuliarto, B. β008. „Gagalnya Kebijakan Energi”. Harian Pik

(22)

Tabel 2.1 Daftar Penelitian-penelitian Terdahulu yang Membahas Mengenai Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan Ekonomi

No Peneliti Judul Data/Metode Hasil Penelitian

(23)

No Peneliti Judul Data/Metode Hasil Penelitian

(24)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah bahwa penelitian ini meneliti bagaimana pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi di sepuluh negara ASEAN selama kurun waktu 1980-2009. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini persentase FDI Inflow terhadap GDP, persentase PMTB terhadap GDP, jumlah angkatan kerja, persentase nilai ekspor terhadap GDP ditambah persentase nilai impor terhadap GDP, dan variabel dummy krisis ekonomi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda data panel.

2.3 Kerangka Pemikiran

FDI dilatarbelakangi oleh fenomena pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang fluktuatif dipengaruhi oleh gejolak perekonomian dunia dan terjadinya defisit arus modal keluar neto. FDI masuk ke suatu negara bersama aliran modal yang dapat mengisi kelangkaan sumber daya modal pembangunan di negara tersebut. FDI ,melalui perusahaan multinasional, meningkatkan transfer teknologi, kemampuan teknis, kemampuan manajerial, dan kemampuan intelektual tenaga ahli ke negara dimana perusahaan itu beroperasi. Hal ini memacu peningkatan kinerja dan efisiensi proses produksi sehingga meningkatkan produktivitas perusahaan. Pembukaan pabrik-pabrik baru meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

(25)

Perusahaan multinasional biasanya bersifat monopolistik atau oligopolistik. Hal ini memacu peningkatan daya saing dari perusahaan domestik dalam sektor yang sama. Akan tetapi, karena kinerja dan produktivitas perusahaan multinasional sangat tinggi, perusahaan domestik akan mengalami kesulitan untuk bertahan di tengah persaingan.

Dengan memperhatikan dampak positif dan negatif dari FDI, ditambah pengaruh beberapa variabel lain seperti Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB), angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi ingin diketahui bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN pada periode penelitian. Apabila di negara ASEAN FDI berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi maka disarankan beberapa rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan FDI Inflow ke negara ASEAN agar dapat lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN tersebut.

FDI

Transfer Kemampuan Teknis, Manajerial, dan Intelektual Tenaga Ahli

Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN

Rekomendasi Kebijakan - Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN yang fluktuatif dipengaruhi

gejolak perekonomian dunia

- Defisit Arus Modal Keluar Neto di Negara ASEAN

(26)

2.4 Hipotesis Penelitian

(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross section) dan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1980-2009. Data panel digunakan untuk mengatasi masalah keterbatasan data cross section dan time series dengan menghasilkan estimasi yang lebih efisien melalui peningkatan jumlah observasi yang berimplikasi meningkatkan derajat kebebasan (degree of freedom). Jenis data panel yang digunakan dalam penelitian ini adalah balanced panel dimana setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama. Sumber data yang digunakan berasal dari United Nation Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan World Bank.

Tabel 3.1 Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data

Variabel Data Yang Digunakan Sumber Data

(1) (2) (3)

GROWTH Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen)

UNCTAD, World Bank FDI Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan

(data dalam persen)

UNCTAD GFCF Persentase Nilai Gross Fixed Capital Formation

(GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto

Tahunan (data dalam Ribu Jiwa)

(28)

3.2 Metode Pengolahan Data

Pengolahan atas data sekunder untuk variabel GROWTH, FDI, GFCF, LF, NX, dan DKRISIS untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN menggunakan beberapa paket program statistik seperti Microsoft Office Excel 2010, dan EViews 6.0. Kegiatan pengolahan data dengan Microsoft Office Excel 2010 meliputi pembuatan tabel dan grafik untuk analisis deskriptif. Pengujian signifikansi analisis regresi linier berganda data panel menggunakan EViews 6.0 sebagai program pengolahan datanya.

3.3 Metode Analisis Data

Sesuai dengan tinjauan literatur, hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Metode analisis data yang digunakan antara lain metode analisis deskriptif dan metode analisis inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi perekonomian di negara ASEAN meliputi perkembangan pertumbuhan ekonomi, FDI, dan beberapa variabel lain seperti PMTB, angkatan kerja, ekspor neto, dan krisis ekonomi di negara ASEAN.

Metode analisis inferensia yang dilakukan untuk mengestimasi model ini adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis regresi linier berganda data panel. Baltagi (2005) menyatakan bahwa keunggulan penggunaan metode analisis data panel antara lain sebagai berikut:

(29)

2. Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, memiliki kolinearitas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan yang lebih besar, dan lebih efisien.

3. Analisis data panel lebih tepat dalam mempelajari dinamika penyesuaian (dynamics of change).

4. Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh-pengaruh yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section atau time series saja.

5. Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section murni atau time series murni.

6. Analisis data panel pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan bias yang terjadi akibat agregasi data ke level makro.

7. Analisis data panel pada level makro memiliki time series yang lebih panjang tidak seperti masalah jenis distribusi yang tidak standar dari unit root tests dalam analisis data time series.

Estimasi pada data panel bergantung kepada asumsi yang diberikan pada intercept, koefisien slope, dan error term. Kemungkinan dari asumsi tersebut adalah sebagai berikut:

(30)

konstan antar waktu dan cross section serta error term maka dimensi ruang dan waktu diabaikan dan bentuk estimasinya seperti metode Ordinary Least Square (OLS).

2. Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap cross section.

3. Diasumsikan bahwa koefisien slope konstan tetapi intercept berbeda untuk setiap cross section antar waktu.

4. Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope berbeda untuk setiap cross section.

5. Diasumsikan bahwa semua koefisien baik intercept dan koefisien slope berbeda untuk setiap cross section antar waktu.

Metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain:

1. Metode Pooled Least Square Model

Pooled Least Square Model merupakan metode estimasi model regresi data panel yang paling sederhana dengan asumsi intercept dan koefisien slope yang konstan antar waktu dan cross section (Common Effect). Pada dasarnya, Pooled Least Square Model merupakan metode yang meminimumkan jumlah error kuadrat sama seperti OLS, tetapi data yang digunakan bukan data time series saja atau cross section saja melainkan data panel yang diterapkan dalam bentuk pooled. Persamaan pada estimasi menggunakan Pooled Least Square Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:

(31)

dimana:

Yit = nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana i = 1,…,N dan t= 1,…,T

Xjit = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana K variabel penjelas diberi indeks dengan j = 1,…,K.

= intercept yang konstan antar waktu dan cross section

j = koefisien slope atau parameter untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section

it = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya, dan K adalah jumlah variabel penjelas.

Dengan mengasumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi cross section Yi1 =

+ xj

it j + i1 untuk i = 1, β, … N sebanyak T persamaan yang sama dan

sebaliknya akan diperoleh persamaan deret waktu (time series) sebanyak N

persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter dan

yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih

(32)

diperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri dengan mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada menunjukkan kondisi yang sesungguhnya dan hasil analisis regresi berlaku untuk semua unit cross section dan pada semua waktu. 2. Metode Fixed Effect Model

Fixed Effect Model merupakan metode estimasi model regresi data panel dengan asumsi koefisien slope kontan dan intercept berbeda antar unit cross section tetapi intercept konstan antar waktu (Fixed Effect). Fixed Effect Model mengatasi permasalahan asumsi Pooled Least Square Model yang sulit dipenuhi. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukan variabel dummy untuk menghasilkan nilai koefisien slope atau parameter yang berbeda-beda antar unit cross section (Baltagi, 2005).

Pendekatan dengan memasukkan variabel dummy ini dikenal dengan sebutan Fixed Effect Model atau Least Square Dummy Variable (LSDV) atau disebut juga Covariance Model. Persamaan pada estimasi menggunakan Fixed Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:

Yit = i+ j xjit + Di+ eit………(3.2)

dimana:

Yit = nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana i = 1,…,N dan t= 1,…,T

Xjit = nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t dimana K variabel penjelas diberi indeks dengan j = 1,…,K.

(33)

j = koefisien slope atau parameter untuk variabel ke-j yang berbeda antar unit cross section

eit = komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya, dan K adalah jumlah variabel penjelas.

Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi pengurangan degree of freedom sebesar NT-N-K. Keputusan memasukan variabel dummy ini harus didasarkan pada pertimbangan statistik. Penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan memengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi. Kelebihan pendekatan LSDV ini adalah dapat menghasilkan dugaan parameter yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah unit observasinya besar maka akan terlihat rumit.

3. Metode Random Effect Model

(34)

Persamaan pada estimasi menggunakan Random Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut:

Yit = 1 + jxjit + it dengan it = ui + vt + wit………..(3.3) dimana

ui~ N ( 0, u2) = komponen cross section error

vt ~ N ( 0, v2 ) = komponen time series error

wit ~ N ( 0, w2 ) = komponen error kombinasi

asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.

Dengan menggunakan Random Effect Model, maka dapat menghemat pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang dilakukan oleh Fixed Effect Model. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan hasil estimasi akan menjadi semakin efisien dan model yang dihasilkan semakin baik.

Dasar pemilihan antara Fixed Effect Model dan Random Effect Model menurut Gujarati (2004) adalah sebagai berikut:

1. Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah data dari cross section) kecil, maka akan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nilai parameter yang diestimasi oleh Fixed Effect Model dan Random Effect Model. Pemilihan model terbaik dilakukan berdasarkan kemudahan penghitungan sehingga Fixed Effect Model lebih baik.

(35)

cross section yang kita pilih dalam penelitian diambil secara acak maka Random Effect Model harus digunakan. Sebaliknya, apabila kita meyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian tidak diambil secara acak maka kita harus menggunakan Fixed Effect Model.

3. Jika komponen error individual berkorelasi dengan variabel independen X maka parameter yang diperoleh dengan Random Effect Model akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan Fixed Effect Model tidak bias. 4. Apabila N besar dan T kecil, dan apabila asumsi yang mendasari random

effect dapat terpenuhi, maka Random Effect Model akan lebih efisien dari Fixed Effect Model.

Untuk memilih model mana yang paling tepat digunakan untuk pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan, antara lain: 1. Chow Test adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan

Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:

H0: Pooled Least Square Model H1: Fixed Effect Model

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan F Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow:

Chow =

~ F (N – 1, NT – N – K)………...(3.4)

Dimana:

(36)

N = Jumlah data cross section T = Jumlah data time series K = Jumlah variabel independen

Dimana pengujian ini mengikuti distribusi F yaitu F (N – 1, NT – N – K). Jika nilai CHOW Statistics (F Statistic) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya.

2. Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut: H0: Random Effects Model

H1: Fixed Effects Model

Sebagai dasar penolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

H = ( REM– fEM )‟ (MFEM–MREM)-1 ( REM– fEM) ~ 2 (k)………(3.5)

dimana Madalah matriks kovarians untuk parameter dan k adalah derajat bebas yang merupakan jumlah variabel independen.

Jika nilai H hasil pengujian lebih besar dari 2

(37)

3. Untuk memilih antara Random Effect Model dan Pooled Least Square Model digunakan The Breusch-Pagan LM Test dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut:

H0: Pooled Least Square Model H1: Random Effect Model

Nilai Breusch-Pagan LM statistik dapat dihitung berdasarkan formula sebagai berikut:

Dimana N adalah jumlah individu, T adalah jumlah periode waktu, dan Wit adalah residual Pooled Least Square Model. The Breusch-Pagan LM Test ini didasarkan pada distribusi Chi square dengan derajat bebas sebesar satu. Jika hasil Breusch-Pagan LM statistik lebih besar dari nilai 2 (1), maka Ho ditolak yang berarti Random Effect Model lebih baik daripada Pooled Least Square Model.

3.4 Metode Evaluasi Model

(38)

1. Kriteria Ekonometrika

Widarjono (2009) menyatakan bahwa model estimasi regresi linear yang ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yang antara lain sebagai berikut:

a. Estimator linear artinya adalah estimator merupakan sebuah fungsi linear atas sebuah variabel dependen yang stokastik.

b. Estimator tidak bias artinya adalah nilai ekspektasi sesuai dengan nilai sebenarnya.

c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians minimum disebut estimator yang efisien.

Asumsi yang harus dipenuhi untuk memperoleh estimator yang memenuhi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut:

a. Hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen harus bersifat linear dalam parameter.

b. Variabel independen merupakan variabel yang bersifat nonstokastik,yaitu memiliki nilai tetap dan dapat dikendalikan untuk berbagai observasi atau sampel yang berulang-ulang. Apabila variabel independennya lebih dari satu maka diasumsikan tidak ada hubungan linear antara satu variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain.

c. Nilai harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel error i adalah nol

atau dapat dinyatakan dengan E( i/Xi) = 0.

d. Varian dari variabel error ei adalah sama (homoskedastisitas) atau dapat

(39)

e. Variabel error independen secara statistik dan tidak terdapat serial korelasi antar error dengan variabel independen atau dapat dinyatakan dengan

Cov( i, j) = 0 dan Cov( i, Xt) = 0.

f. Error berdistribusi normal atau dapat dinyatakan dengan ~N (0, 2). Nachrowi dan Usman (2005) menyatakan bahwa beberapa permasalahan yang bisa menyebabkan sebuah estimator tidak dapat memenuhi asumsi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut:

a. Normalitas

Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesi dalam pengujian normalitas adalah:

H0: Residual berdistribusi Normal H1: Residual tidak berdistribusi Normal

Dasar penolakan H0 diilakukan dengan membandingkan nilai Jarque Bera dengan

taraf nyata sebesar 0,05 dimana jika lebih besar maka artinya H0 tidakditolak

dan residual berdistribusi Normal. b. Multikolinearitas

(40)

1. Nilai R-squared yang tinggi tetapi variabel independennya banyak yang tidak signifikan.

2. Nilai perhitungan koefisien korelasi antar variabel independennya. Apabila nilai koefisien korelasinya lebih rendah dari 0,80, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas.

3. Melakukan regresi auxiliary dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen.

Untuk mengatasi masalah multikolinearitas antara lain biasanya dilakukan dengan menambah jumlah data atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya, mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan mentransformasi variabel.

c. Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan 2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Winarno (2007) menyatakan bahwa heteroskedastisitas dapat menyebabkan:

1. Estimator tidak lagi mempunyai varians yang minimum (tidak lagi Best), sehingga hanya memenuhi karakteristik LUE (Linear Unbiased Estimator) 2. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena

(41)

3. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-Statistic dan t-statistic tidak dapat dipercaya.

Uji heteroskedastisitas dapat menggunakan metode GLS Weights Cross-section weight yang tersedia dalam program EViews 6.0 di mana jika terdapat masalah heteroskedastisitas, nilai Sum squared resid Weighted Statistic akan lebih kecil dibandingkan nilai Sum squared resid Unweighted Statistic. Jika model mengalami masalah ini, dengan menggunakan metode GLS Weights Cross-section weight tersebut masalah sudah teratasi.

d. Autokorelasi

Winarno (2007) menyatakan bahwa autokorelasi adalah hubungan antara residual atau observasi dengan residual observasi lainnya, sedangkan Gujarati (2004) mendefinisikan autokorelasi sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section.

(42)

Untuk masalah autokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat Durbin-Watson stat yang nilainya telah disediakan dalam program EViews 6.0 dibandingkan dengan DW-tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-Watson stat-nya terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel DL dan DU, jumlah observasi (N) dan jumlah variabel independen (K). Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:

H0: Tidak terdapat autokorelasi H1 : Terdapat autokorelasi

maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut: 0 < d <DL : tolak H0, ada autokorelasi positif DL  d  DU : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan DU < d < 4 – Du : terima H0, tidak ada autokorelasi 4 – DU  d  4 – DL : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan 4 – DL < d < 4 : tolak H0, ada autokorelasi negatif 2. Kriteria Statistik

Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan melakukan beberapa pengujian yang antara lain sebagai berikut:

a. Koefisien Determinasi (R2)

(43)

sesungguhnya. Nilai R2 terletak antara nol hingga satu dimana semakin mendekati satu maka model semakin baik.

b. Uji F-Statistic

Uji F-Statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen yang digunakan didalam penelitian secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen. Nilai F-Statistic yang besar lebih baik dibandingkan dengan nilai F-Statistic yang rendah. Nilai Prob(F-Statistic) merupakan tingkat signifikansi marginal dari F-Statistic. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:

H0: 1= 2=… = k = 0

H1: minimal ada salah satu j yang tidak sama dengan nol

Tolak H0 jika F-Statistic > F (k – 1, NT – N – K) atau Prob(F-Statistic ) < . Jika Ho ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan1- kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama signifikan memengaruhi variabel dependen.

c. Uji t-Statistic

Uji t-Statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:

(44)

Tolak H0 jika t-Statistic > t /β ( NT – K – 1) atau t-Statistic < . Jika Ho ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1 – kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara parsial signifikan memengaruhi variabel dependen.

3. Kriteria Ekonomi

Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan dengan membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori dan logika.

3.5 Spesifikasi model

Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear dengan lima variabel independen, dengan variabel dependennya GROWTH dan variabel independennya adalah FDI, GFCF, LF, NX, dan DKRISIS. Data yang diperoleh pada variabel-variabel tersebut ternyata berbeda satuan. Variabel GROWTH, FDI, GFCF, dan NX disajikan dalam satuan persentase, sedangkan variabel LF disajikan dalam satuan ribu jiwa. Oleh karena itu, untuk memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhirnya, variabel independen LF yang berbeda satuan akan ditransformasi sehingga menjadi bentuk satuan yang sama, yaitu dalam bentuk log natural, sedangkan untuk variabel DKRISIS yang tidak memiliki satuan, tidak ditransformasi karena tidak akan diinterpretasi hasilnya. Dengan model tersebut, diharapkan bahwa hasil regresi yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterprestasikan.

Sesuai dengan keterangan di atas, maka spesifikasi model tersebut secara ekonometrika akan menjadi model sebagai berikut:

(45)

dimana :

GROWTHt = Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen)

FDIt = Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)

GFCFt = Persentase Nilai Gross Fixed Capital Formation (GFCF) atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)

NXt = Persentase Nilai ekspor neto terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)

LFt = Jumlah Labour Force atau Angkatan Kerja Tahunan (data dalam Ribu Jiwa)

DKRISIS = Variabel Dummy yang mengindikasikan terjadinya krisis ekonomi dimana nilainya sama dengan satu pada saat krisis ekonomi dan nilainya sama dengan nol pada saat bukan krisis ekonomi

3.6 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini antara lain:

1) GROWTH

(46)

Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) Tahunan di dalam persentase.

2) FDI

Variabel FDI merupakan variabel yang merepresentasikan Penanaman Modal Asing Langsung. Nilai variabel FDI ini merupakan Nilai FDI Inflow suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP.

3) GFCF

Variabel GFCF merupakan variabel yang merepresentasikan Nilai PMTB yang merupakan pendekatan terhadap nilai investasi domestik di suatu negara. Nilai variabel GFCF ini merupakan nilai PMTB suatu negara selama satu tahun dibagi nilai GDP.

4) LF

Variabel LF merupakan variabel yang merepresentasikan jumlah modal manusia disuatu negara. Nilai variabel LF ini merupakan jumlah angkatan kerja yaitu jumlah penduduk usia produktif 15-24 tahun yang sudah bekerja, yang sudah memiliki perkerjaan tetapi sementara tidak bekerja maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan selama satu tahun di suatu negara. 5) NX

(47)

6) DKRISIS

(48)

BAB IV

GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN

4.1 Gambaran Umum Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN

Pertumbuhan ekonomi negara ASEAN periode 1980-2009 cenderung fluktuatif (Gambar 4.1). Hal ini disebabkan dominansi pengaruh ketidakpastian perekonomian dunia terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN dimana setiap gejolak yang terjadi dalam perkonomian dunia akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang sebagian besar hanya merupakan negara dengan perkonomian terbuka kecil (small open economy).

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi ke Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen)

Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tertinggi pada periode 1980-2009 dicapai oleh Kamboja pada tahun 1987 yaitu sebesar

1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008

(49)

16,19 persen dimana hal ini merupakan wujud nyata keberhasilan dari prioritas pada sektor Pertanian (Ear, 1995). Gambar 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi terendah dicapai oleh Brunei Darussalam pada tahun 1981 yaitu sebesar -19,83 persen salah satunya dipicu oleh menurunnya penerimaan dari sektor migas (Departement of Economic Planning, and Development Government of Brunei Darussalam, 2010).

Tabel 4.1 Perkembangan Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen)

Negara Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi (%)

(1) (2)

Brunei Darussalam 0,12

Kamboja 6,36

Indonesia 5,44

Laos 6,90

Malaysia 5,93

Myanmar 6,61

Filipina 3,12

Singapura 6,65

Thailand 5,53

Vietnam 6,47

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

(50)

pemerintahannya yang mengembangkan sistem perekonomian berorientasi pasar (market-oriented economy) serta melakukan perbaikan infrastruktur, meningkatkan ekspor, dan mendorong indutri substitusi impor. Sektor-sektor yang memberikan kontribusi yang besar bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi negara Laos antara lain sektor pertambangan dan tenaga air, industri manufaktur (pakaian, makanan dan minuman, semen, dan baja), konstruksi, pertanian, stimulus penyediaan kredit dan pertumbuhan pengeluaran publik, serta peningkatan permintaan regional (World Bank, 2010).

Brunei Darussalam merupakan negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan ekonomi tahunan yang terendah selama 1980-2009 yaitu sebesar 0,12 persen (Tabel 4.1). Permasalahan utama yang dihadapi Brunei Darussalam dalam pertumbuhan ekonominya antara lain kurangnya keragaman dalam perekonomian, ketergantungan yang kuat pada sektor minyak dan gas yang fluktuatif, besarnya subsidi pemerintah, masalah tenaga kerja dimana sektor layanan sipil yang mempekerjakan lebih dari setengah angkatan kerja Brunei Darussalam, kontrol perekonomian oleh pemerintah yang berlebihan, sistem negara yang berbasis pajak rendah dimana tidak ada pajak pendapatan perorangan, serta kelambanan dalam hal privatisasi (Mehta, 2006).

4.2 Gambaran Umum FDI Negara ASEAN

(51)

Agreement on ASEAN Investment Area (FA-AIA) yang ditandatangani di Makati City, Filipina, pada tahun 1998. Perkembangan yang paling akhir disepakati adalah ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) di Thailand dalam KTT ASEAN ke-14 yaitu pada 26 Februari 2009. ACIA mencakup empat pilar utama yang meliputi: liberalisation, protection, facilitation, dan promotion. ACIA mengikat negara-negara anggota untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan dan kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka investasi di industrinya terutama sektor manufaktur, sehingga dapat meningkatkan arus investasi ke kawasan ASEAN (Halwani, 2005).

(52)

Jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode 1980-2009 mencapai puncaknya pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 75.731.498.831,00 (Gambar 4.2). Angka ini meningkat 33,58 persen dibandingkan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN tahun 2006. Hampir semua negara ASEAN mengalami peningkatan jumlah FDI Inflow yang signifikan pada tahun 2007 kecuali Brunei Darussalam yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 39,98 persen dan Filipina yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 0,17 persen. Peningkatan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang cukup tajam di tahun 2007 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi regional yang baik, perkembangan iklim investasi negara ASEAN, peningkatan investasi antar negara ASEAN, dan pemberlakuan integrasi regional.

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 4.2 Perkembangan FDI Inflow ke Negara ASEAN Tahun 1980-2009

1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

(53)

Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN terjadi pada periode 2000-2002 (Gambar 4.3). Pada periode ini, di antara negara-negara ASEAN, Indonesia bahkan mengalami FDI Inflow yang negatif yaitu jumlah investasi yang keluar lebih besar daripada yang masuk (capital flight). Indonesia bukan saja belum mampu menarik FDI yang sebanding dengan skala perekonomiannya, menyebabkan keluarnya investor yang sudah masuk. Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode ini dipengaruhi juga oleh gejolak ekonomi akibat Tragedi 11 September 2001.

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 4.3 Perkembangan Rata-rata FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$)

Selama tahun 1980-2009, Laos merupakan negara dengan rata-rata jumlah FDI Inflow yang masuk ke negaranya yang paling sedikit. Secara rata-rata, jumlah FDI Inflow yang masuk ke negara Laos sebesar US$ 57.865.538,53 per tahun atau

(54)

hanya 0,27 persen dari rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang mencapai US$ 21.378.904.232,23 per tahun (Gambar 4.4). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur negara yang sebagian besar terdiri dari pegunungan dan tidak memiliki akses ke laut yang masih memprihatinkan ditambah status sebagai Least Developed Country (LDC) sehingga kurang menarik investor FDI (World Bank, 2010).

Tabel 4.2 Nilai Corruption Index dan Manufacture Index Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen)

Negara Corruption Index Manufacture Index

(1) (2) (3)

Brunei Darussalam 2,3 5.3

Kamboja 21,5 2,7

Indonesia 16,0 3,6

Malaysia 8,0 5,0

Filipina 22,7 2,9

Singapura 0,1 6,2

Thailand 11,4 4,8

Vietnam 4,8 3,6

Sumber: Global Competitiveness Report 2010-2011 (2009), Data Diolah.

(55)

biaya di Singapura lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dan cenderung meningkat (Tabel 4.2).

Pertumbuhan FDI Inflow yang sangat dasyat terjadi di negara Vietnam pada tahun 1987, yaitu sebesar 25.809,26 persen dari US$ 40.000 pada tahun 1986 menjadi US$ 10.363.703,70 pada tahun 1987. Hal ini dilatarbelakangi oleh diberlakukannya Peraturan Hukum mengenai FDI di Vietnam untuk pertama kalinya pada tahun 1987 sehingga Vietnam dapat menarik sejumlah besar FDI Inflow (Nguyen, Ngoc Anh dan Nguyen, Thang, 2007). Hal ini menjadikan Vietnam negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang tertinggi di negara ASEAN selama 1980-2009 yaitu sebesar 959,41 persen (Tabel 4.2). Negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang terendah adalah Kamboja, Laos, dan Myanmar yaitu sama-sama sebesar 14,50 persen (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Perkembangan Rata-rata Tingkat Pertumbuhan FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen)

Negara Rata-Rata Pertumbuhan FDI Inflow (%)

(56)

Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia selama 1980-2009 berada diurutan keempat yaitu mencapai US$ 1.791.677.039,28 per tahun atau 8,38 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow ke Indonesia sebesar 21,50 persen. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Malaysia di urutan ketiga, rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya mencapai 53,87 persennya. Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya lebih tinggi 0,83 persen jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Vietnam diurutan kelima. Kondisi FDI di Indonesia yang tidak begitu baik ini disebabkan oleh kondisi infrastruktur di Indonesia yang kurang memadai, birokrasi perizinan usaha investasi yang rumit serta kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

(57)

mobil dan produk elektronik, pangsa pasar dunia terhadap ekspor jasa, dan pangsa pasar dunia terhadap stok FDI.

Tabel 4.4 Peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

Negara Peringkat FDI

Sumber: World Investment Report 2011 (2009), Data Diolah.

(58)

tersedia tetapi sudah dipastikan nilai peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos yang terbawah di antara negara ASEAN. Peringkat FDI Potential Index Indonesia berada di urutan ketujuh di antara sesama negara ASEAN dan hanya diatas Kamboja, Laos, dan Myanmar. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah hambatan untuk memulai usaha yang tinggi di Indonesia yang meliputi jumlah prosedur, waktu, dan biaya yang diperlukan untuk memulai usaha. Data tahun 2007 dari World Bank menyatakan bahwa lamanya waktu perizinan melakukan usaha di Indonesia mencapai 105 hari yang lebih lama dari di Singapura (5 hari), Malaysia (24 hari), Thailand (33 hari), Vietnam (50 hari), dan Filipina (58 hari).

Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah.

(59)

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa di tahun 2009, negara yang paling banyak menanamkan FDI ke negara ASEAN adalah negara-negara Uni Eropa (18,4 persen), disusul Jepang (13,4 persen), baru kemudian dari intra ASEAN itu sendiri (11,2 persen). Perkembangan FDI Inflow negara ASEAN dari tahun 2000-2009 menunjukkan bahwa FDI Inflow negara ASEAN dimulai dari tahun 2003 semakin lama semakin didominasi oleh sektor jasa yang terdiri dari subsektor Perantara Keuangan dan Jasa Keuangan (termasuk asuransi), perumahan, perdagangan, konstruksi dan jasa lainnya (Gambar 4.5).

Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah

Gambar 4.5 Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Sektor Tahun 2000-2009 (Persen)

Winantyo (2008) menyatakan bahwa ASEAN merupakan kawasan yang pertumbuhan ekonominya yang termasuk cepat di dunia. Data UNCTAD menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi negara ASEAN di tahun 2009 mencapai 1,5 persen lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi

0

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 35.8

(60)

dunia yang hanya mencapai -1,98 persen. Oleh karena itu, negara ASEAN mampu menyerap FDI dengan porsi yang cukup besar. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa iklim investasi di negara ASEAN makin matang dan menguntungkan bagi para investor. Pembentukan kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Area (FTA) pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992 bertujuan untuk meningkatkan investasi dan mencegah diversi investasi ke negara lain. ASEAN FTA (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA diwujudkan melalui penurunan tarif hingga menjadi 0 sampai dengan 5 persen, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya serta adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor.

Terbentuknya AFTA membuka peluang lebih lancarnya mobilitas barang dan modal disertai penyelarasan langkah atau harmonisasi dalam pemberian insentif investasi, tukar menukar informasi, penerbitan berbagai informasi, peluang investasi, dan promosi bersama ASEAN. Negara investor akan memilih sendiri negara yang paling menarik sebagai tempat investasi untuk masuk seluruh ASEAN. AFTA sudah diberlakukan secara penuh di sepuluh negara ASEAN sejak tahun 2010 (Winantyo, 2008).

(61)

tujuan untuk melakukan kegiatan penjualan, sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand FDI lebih dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan produksi (Kurniati, et al, 2007).

4.3 Gambaran Umum Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Negara ASEAN

Perkembangan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) merupakan hasil dari berbagai kebijakan di berbagai bidang. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain di bidang pengerahan dana, peningkatan fungsi lembaga-lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, pemberian beberapa perangsang bagi penanaman modal, penyederhanaan dan peningkatan lembaga pengelola penanaman modal, dan penyederhanaan prosedur penanaman modal.

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 4.6 Perkembangan Rata-rata Persentase PMTB terhadap GDP Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen)

(62)

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa pada periode 1980-2009 rata-rata persentase PMTB terhadap GDP negara ASEAN per tahun adalah sebesar 22,08 persen dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan sebesar 0,0004 persen. Negara ASEAN yang memiliki rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun tertinggi selama 1980-2009 adalah Singapura dengan rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun sebesar 33,63 persen, sedangkan negara ASEAN yang memiliki rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun terendah selama 1980-2009 adalah Myanmar dengan rata-rata persentase PMTB terhadap GDP per tahun sebesar 13,82 persen. Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan tertinggi yaitu sebesar 0,08 persen, sedangkan Filipina merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan persentase PMTB terhadap GDP tahunan terendah yaitu sebesar -0,02 persen (Gambar 4.6).

4.4 Gambaran Umum Angkatan Kerja Negara ASEAN

(63)

Gambar 4.7 memperlihatkan bahwa Indonesia merupakan negara ASEAN dengan rata-rata jumlah angkatan kerja tertinggi selama 1980-2009 yaitu sebesar 84.546.784 jiwa per tahun, sedangkan Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata jumlah angkatan kerja terendah yaitu sebesar 130.233 jiwa per tahun. Brunei Darussalam merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja tahunan yang tertinggi dengan 3,57 persen, sedangkan Thailand merupakan negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan angkatan kerja tahunan yang terendah sebesar 1,75 persen.

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 4.7 Perkembangan Rata-rata Jumlah Angkatan Kerja Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Ribu Jiwa)

Jumlah angkatan kerja yang besar saja tidak cukup untuk memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara ASEAN. Kualitas angkatan kerja yang baik diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kualitas

(64)

angkatan kerja di suatu negara dapat tercermin dari nilai (Indeks Pembangunan Manusia (IPM) negara tersebut. Negara dengan nilai IPM adalah Singapura dengan 0,841 sedangkan yang terendah adalah Myanmar dengan 0,444 (Tabel 4.5).

Tabel 4.5 Nilai IPM Masing-masing Negara ASEAN Tahun 2009

Negara Nilai IPM

(1) (2)

Brunei Darussalam 0,804

Kamboja 0,489

Indonesia 0,593

Laos 0,490

Malaysia 0,739

Myanmar 0,444

Filipina 0,635

Singapura 0,841

Thailand 0,648

Vietnam 0,566

Sumber: Global Competitiveness Report 2010-2011 (2009), Data Diolah.

4.5 Gambaran Umum Ekspor Neto Negara ASEAN

(65)

Singapura merupakan negara ASEAN dengan rata-rata nilai ekspor neto tahunan tertinggi yaitu sebesar US$ 65.651.539.594 (Gambar 4.8). Nilai ini mencapai 32,53 persen dari rata-rata nilai ekspor neto tahunan yang masuk ke negara ASEAN yang sebesar US$ 201.832.004.874. Laos merupakan negara ASEAN dengan rata-rata nilai ekspor neto tahunan terendah yaitu sebesar US$ 75.304.777 yang hanya mencapai 0,04 persen dari rata-rata nilai ekspor neto tahunan yang masuk ke negara ASEAN (Gambar 4.8).

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 4.8 Perkembangan Rata-rata Nilai Ekspor Neto Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$)

Gambar 4.9 memperlihatkan bahwa ekspor negara ASEAN didominasi ekspor intra ASEAN sebesar 24,6 persen, disusul ke Uni Eropa sebesar 11,5 persen kemudian selanjutnya ke USA dan China sebesar 10,1 persen. 10 komoditas ekspor andalan negara ASEAN antara lain produk elektronik (21,7 %),

(66)

bahan bakar mineral minyak dan gas (13,9 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (13,5 %), lemak dan minyak hewani/nabati (3,2 %), plastik dan produk turunannya (2,7 %), karet dan barang dari karet (2,6 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (2,5 %), kendaraan selain kereta api, perhiasan atau permata (2,5 %), kelompok bahan kimia organik (2,4 %), serta alat optik, fotografi, dan medis (1,9 %).

Sumber: ASEAN Statistic (2009), Data Diolah.

Gambar 4.9 Nilai Ekspor Negara ASEAN Tahun 2009 Berdasarkan Negara Tujuan (Persen)

Impor negara ASEAN juga didominasi impor intra ASEAN sebesar 24,3 persen, disusul impor dari China sebesar 13,3 persen kemudian selanjutnya impor dari Jepang sebesar 11,4 persen (Gambar 4.10). 10 komoditas impor terbesar negara ASEAN antara lain produk elektronik (21,2 %), bahan bakar mineral minyak dan gas (17,6 %), reaktor nuklir, ketel uap dan bagian-bagiannya (14,6 %), kendaraan selain kereta api (3,0 %), plastik dan produk turunannya (2,7 %),

Gambar

Tabel 2.1  Daftar Penelitian-penelitian Terdahulu yang Membahas Mengenai
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Pengaruh FDI terhadap Pertumbuhan
Gambar 4.2  Perkembangan FDI Inflow ke Negara ASEAN Tahun 1980-2009
Gambar 4.3 Perkembangan Rata-rata FDI Inflow Masing-masing Negara
+7

Referensi

Dokumen terkait

pembelajaran peneliti menyadari masih kekurangan pada siklus II yang harus diperbaiki oleh peneliti mencakup perbaikan pada tahap praberbicara, saat berbicara,

Sehingga dalam hal ini Fraksi ABRI dan FPDI sama terima rumusan dengan catatan bahwa untuk saat ini posisi untuk Pasal 28 ayat (4) adalah kosong, akan

Chaudhry Muhammad Sharif, Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2012), h. 9 Ajeng Mar„atus Solihah, “Penerapan Akad Ijarah Pada Pembiayaan Multijasa Dalam Perspektif Hukum

Maka dari hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa Total Asset Turnover (TATO) tahun 2015-2017 mengalami penurunan pada setiap tahunnya.Pada tahun 2016

Hasil dalam penelitian ini secara statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan antara status ekonomi keluarga terhadap status imunisasi dasar

Dalam perancangannya, estetika dan struktur bangunan menerapkan konsep desain yang diadopsi dari bentuk pohon yang mengelilingi tapak dan dijadikan sebagai karakteristik

Berdasarkan hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, yakni keberhasilan penggunaan pendekatan metode pembelajaran Contextual Teaching Learning dalam bidang

Bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas, dengan demikian Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan