50 Nurlela Purba
Sekolah Tinggi Ekonomi Dan Bisnis Islam (STEBIS) Al-Ulum Terpadu Medan
Jl. Tuasan No. 37 Medan, Sumatera Utara
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi Foreign Direct Investment (FDI) di Negara Kawasan ASEAN.
Permasalahan pada Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel bebas seperti Gross Domestic Product, Tingkat suku bunga, Nilai inflasi dan Corruption Perception Index (CPI) terhadap variabel terikat yaitu Foreign Direct Investment (FDI). Data yang digunakan merupakan data panel (pooled data) yang merupakan penggabungan antara data runut waktu (time series); periode observasi tahun 2000 s.d. 2013, dengan data antar ruang (cross section); dalam bentuk 10 data antar negara di kawasan ASEAN. Sumber data diperoleh dari ASEAN Statistical dan Transparancy International. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model (FEM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara peningkatan Gross Domestic Product (GDP) dan tingkat inflasi terhadap arus masuk Foreign Direct Investment (FDI) di kawasan ASEAN dan sebaliknya terdapat hubungan negatif antara suku bunga dan CPI terhadap arus masuk Foreign Direct Investment (FDI) di kawasan ASEAN.
Abstract: This study aims to analyze the factors that influence Foreign Direct Investment (FDI) in ASEAN countries. The problem in this study aims to see how much influence the independent variables such as Gross Domestic Product, Interest Rate, Inflation Value and Corruption Perception Index (CPI) have on the dependent variable, namely Foreign Direct Investment (FDI). The data used is panel data (pooled data) which is a combination of time series data; observation period 2000 s.d. 2013, with data between spaces (cross section); in the form of 10 data between countries in the ASEAN region. Data sources are obtained from ASEAN Statistical and Transparency International. While the analysis method used is the panel data method using the Fixed Effect Model (FEM). The results of this study indicate that there is a positive relationship between the increase in Gross Domestic Product (GDP) and the inflation rate on inflows of Foreign Direct
Investment (FDI) in the ASEAN region and conversely there is a negative relationship between interest rates and CPI on inflows of Foreign Direct Investment (FDI). in the ASEAN region
Kata Kunci: Foreign Direct Investment, Gross Domestic Product, Tingkat Inflasi, Suku Bunga, Corruption Perception Index
Nurlela Purba: Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Foreign Direct Investment Di Negara Kawasan Asean. Program Pascasarjana Universitas Negeri
Medan 2015.
A. Pendahuluan
Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini mendorong berbagai negara dan kawasan untuk melakukan peningkatan pertumbuhan perekonomian negaranya ataupun kawasannya dengan berbagai macam cara. Salah satu indikator dari peningkatan pembangunan ekonomi di suatu negara yaitu dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan nasional per kapita riil. Arthur Lewis dalam bukunya The Theory Of Economic Growth ―mengkaji bahwasanya pembangunan ekonomi suatu negara identik dengan pertumbuhan ekonomi dari negara tersebut‖ (Kuncoro, 1997 : 18). Ada berbagai cara yang dilakukan untuk meningkatkan perekonomian seperti peningkatan kapasitas produksi domestik, bekerjasama dengan korporasi–korporasi besar hingga melakukan investasi dengan negara lain.
Oleh karena pentingnya peran investasi dalam perekonomian suatu kawasan menyebabkan dibutuhkannya suatu wadah kerjasama untuk menarik investasi agar negara - negara yang tergabung dengan kawasan itu dapat saling mendukung daya tarik kawasan terhadap investor. Pada Tahun 2011, negara – negara yang berada di kawasan ASEAN membentuk ASEAN Investment Forum sebagai wadah bagi negara ASEAN untuk mendorong peningkatan investasi di kawasan ASEAN. Apalagi pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 diharapkan akan semakin meningkatkan investasi langsung asing (foreign direct invesment) ke kawasan ASEAN.
Sebahagian besar negara yang sedang berkembang seperti halnya negara – negara di kawasan Asia Tenggara yang merupakan kawasan Association Of SouthEast Asian Nations (ASEAN) sangat membutuhkan investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya. Namun, sumber-sumber dana yang berasal dari dalam negeri di masing – masing negara di kawasan ASEAN seringkali tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan investasi di dalam negeri.
Adanya masalah keterbatasan dana tersebut menjadikan perlu adanya pembiayaan
1
pembangunan yang berasal dari sumber-sumber dana lainnya. Oleh karena itu strategi yang digunakan untuk mengatasi keterbatasan dana tersebut dengan cara pembentukan modal yang dapat dilakukan dengan mendatangkan investasi asing secara langsung (Foreign Direct Investment).
Penyumbang FDI Inflow ke kawasan ASEAN berdasarkan 10 besar negara atau kawasan penyumbang FDI di ASEAN ditunjukkan pada Tabel1. 1.
Tabel. 1.1. 10 Besar Negara/ Kawasan Penyumbang FDI di ASEAN
US$ Juta Negara / Kawasan
Nilai Share to total inflows
2011 2012 2013 2011 2012 2013
US$ US$ US$ % % %
European Union (EU)
29.693,3
18.084,9
26.979,6
30,4
15,8
22,0 Japan
9.709,0
23.777,1
22.904,4
10,0
20,8
18,7 ASEAN
15.228,4
20.657,6
21.321,5
15,6
18,1
17,4 China
7.857,7
5.376,8
8.643,5
8,1
4,7
7,1 Hong Kong
4.273,8
5.029,9
4.517,3
4,4
4,4
3,7 USA
9.129,8 11.079,5
3.757,5
9,4 9,7
3,1 Republic of
Korea
1.742,1
1.708,4
3.516,2
1,8
1,5
2,9 Australia
1.530,2
1.831,0
2.002,3
1,6
1,6
1,6 Taiwan,
Province of China
2.317,0
2.242,3
1.321,7
2,4
2,0
1,1 India
(2.230,5)
2.233,4
1.317,5
(2,3)
2,0
1,1 Total top ten
sources
79.250,8
92.021,0
96.281,6
81,3
80,5
78,7 Others
18.287,3
22.263,1
26.095,0
18,7
19,5
21,3 Total FDI inflow
to ASEAN
97.538,1 114.284,0 122.376,5
100,0
100,0
100,0 Sumber : ASEAN Foreign Direct Investment Statistics (2014)
Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat bahwa Porsi FDI antar sesama negara ASEAN pada tahun 2013 mencakup persentase yang cukup tinggi sebesar 17,4%
setelah Uni Eropa (22%) dan Jepang (18%). Negara sumber FDI lainnya di ASEAN adalah China mencapai 7,1%, Hongkong (3,7%), Amerika Serikat (3,1%), Republik Korea (2,9%), Australia (1,6%), Taiwan (1,1%) dan India (1,1%). Adapun Total 10 besar kawasan atau negara penyumbang sebesar 78,7%
dari keseluruhan FDI Inflow dan sisanya sebesar 21,3% di sumbang oleh negara atau kawasan lainnya dengan porsi yang lebih kecil dibandingkan dengan sumbangan FDI Inflow 10 negara atau kawasan penyumbang di ASEAN.
Melalui gambaran pada tabel 1.1 dari total keseluruhan FDI Inflow tahun 2013 yang masuk ke ASEAN sebesar US$122.376,5 Million, Kawasan Uni Eropa memiliki peranan sebesar 22% atau sebaesar US$ 26.979,6 Miliion, sedangkan negara Jepang memiliki peranan sebesar US$ 22.904,4 Miliion atau sebesar 18%
sebagai wilayah atau kawasan dari 10 besar penyumbang Foreign Direct Invesment ke kawasan ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa Asia Tenggara merupakan kawasan yang menarik untuk investasi langsung luar negeri (Foreign Direct Invesment) bagi negara dan kawasan maju. Tentunya peningkatan investasi asing langsung (FDI) di kawasan asia tenggara ( ASEAN) pada dua tahun berturut–turut ini dikarenakan pesatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan ASEAN dan juga merupakan imbas dari perlambatan industri manufaktur di China karena naiknya biaya produksi dan lemahnya permintaan secara global.
Martin (Capital Economics, 2014) mengkaji bahwa adanya kenaikan biaya produksi dan biaya upah tenaga kerja di China mendorong perusahaan manufaktur dari negara maju mencari ke lokasi pabrik yang baru dengan biaya yang lebih rendah. Dan alternatif tersebut didapatkan di kawasan asia tenggara seperti di negara Filipina dan Vietnam. Disamping itu Martin juga menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi di China karena adanya perlambatan industri manufaktur di negara tersebut menyebabkan naiknya biaya produksi dan tingginya biaya upah, sehingga perusahaan – perusahaan lokal di China juga mengalihkan dan mencari pabrik baru ke negara lain seperti ke kawasan ASEAN dengan harapan mendapatkan biaya produksi dan biaya tenaga kerja yang lebih murah demi kelangsungan bisnis perusahaan di negara tersebut. Dan hal ini dapat dilihat dari peningkatan FDI Inflow negara China yang mengalami peningkatan dari tahun 2012 sebesar US$ 5,376,8 Million meningkat menjadi US$ 8.643,5 Million pada taun 2013.
Efendi , Y dan Suska melalui jurnalnya ASEAN Investment Forum Untuk Mendorong Investasi di Kawasan ASEAN Yang Lebih Tinggi mengkaji bahwa melalui forum ini diharapkan terciptanya free flow of investment dalam rangka mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi sebagai salah satu komponen dari komunitas ekonomi ASEAN pada tahun 2015. Untuk mewujudkan
terciptanya peningkatan investasi di kawasan ASEAN, oleh karena itu perlu dipetakan terlebih dahulu besarnya arus Foreign Direct Investment (FDI) ke negara-negara ASEAN yang menjadi proxy dalam menghitung investasi yang masuk ke negara-negara ASEAN.
Tabel.1.2 menunjukkan proporsi FDI Inflow di masing-masing negara ASEAN untuk perbandingan antara tahun 2011 hingga tahun 2013, FDI Inflow ke negara-negara ASEAN menunjukkan bahwa Singapura masih merupakan tujuan utama diikuti oleh Indonesia, Thailand dan Malaysia. Pada tahun 2013 terdapat FDI Inflow sebesar US$ 122.376,5 juta, relatif lebih besar apabila dibandingkan dengan tahun 2011 dan 2012. Dari Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa FDI Inflow di 5 negara di kawasan ASEAN yaitu Brunai Darussalam, Indonesia, Laos, Malaysia dan Myanmar mengalami penurunan pada tahun 2012 apabila dibandingkan dengan jumlah FDI Inflow pada tahun 2011. Sedangkan 5 negara ASEAN lainnya yaitu Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina dan Kamboja mengalami peningkatan nilai FDI Inflow pada tahun 2012 apabila dibandingkan dengan nilai FDI pada tahun 2011. Namun secara menyuluruh jumlah FDI Inflow di negara kawasan ASEAN pada tahun 2013 mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2012, hanya 2 negara yaitu Indonesia dan Kamboja yang terus mengalami penurunan jumlah FDI Inflow pada tahun 2013 apabila dibandingkan dengan periode 2 tahun sebelumnya.
Tabel 1. 2. FDI Inflow di ASEAN Berdasarkan Negara Periode Tahun 2011 – 2013
Nilai dalam US$ Million
Negara 2011 2012 2013 n FDI / ⅀ FDI
Tahun 2013
(US$) (US$) (US$) %
Brunei Darussalam 1.208,3 864,8 908,4 0,7
Kamboja 891,7 1.557,1 1.274,9 1,0
Indonesia 19.241,6 19.137,9 18.443,8 15,1
Laos 466,8 294,4 426,7 0,4
Malaysia 12.000,9 9.400,0 12.297,4 10,0
Myanmar 2.058,2 1.354,2 2.620,9 2,1
Filipina 1.815,9 2.797,0 3.859,8 3,2
Singapura 48.474,5 59.811,5 60.644,9 49,6
Thailand 3.861,1 10.699,2 12.999,8 10,6
Viet Nam 7.519,0 8.368,0 8.900,0 7,3
ASEAN 97.538,1 114.284,1 122.376,6 100,0 Sumber : ASEAN Foreign Direct Investment Statistics (2014)
Dari Tabel 1.2 menunjukkan bahwa FDI Singapura tahun 2013 sebesar US$60.644,9 juta atau memiliki share sebesar 50% dari Total FDI Inflow dari
seluruh kawasan di ASEAN, tingginya FDI Singapura ini disebabkan karena nilai GDP Singapura yang paling terbesar di kawasan Asia Tenggara dengan pendapatan nasional sebesar US$55,182.5 juta. Besarnya pendapatan negara Singapura tentunya berhungan yang signifikan terhadap besarnya nilai FDI negara tersebut. Sedangkan Indonesia berada pada urutan kedua dengan nilai FDI pada tahun 2013 sebesar US $18.443,8 juta atau memiliki share sebesar 15% dari total FDI di kawasan ASEAN dengan GDP per kapita sebasar US$ 3.459,8 juta.
Walaupun GDP Per Kapita Indonesia tidak sebesar apabila dibandingkan dengan negara lainnya di kawasan Asia Tenggara seperti Singapura, Malaysia dan Brunai Darussalam, namun faktor geografis yang sangat luas di Indonesia dan mudahnya mendapatkan tenaga kerja yang banyak dan biaya upah yang relatif lebih murah di bandingkan negara di kawasan ASEAN yang lainnya menjadi alasan sehingga banyaknya FDI yang terjadi di Indonesia. Di posisi ketiga dengan nilai US$
12.999,8 juta atau meiliki share sebesar 10,6% dari total FDI di kawasan ASEAN dan selanjutnya diurutan keempat yang miliki andil besar dari Total FDI di kawasan ASEAN yaitu Malaysia dengan jumlah nilai sebesar US$ 12.297,4 juta atau memiliki share sebesar 10% dari total FDI di kawasan ASEAN. Melalui data yang ditampilkan pada Tabel 1.2, dapat dijelaskan pendapatan nasional (GDP) sangat mempengaruhi besarnya FDI yang terjadi di suatu wilayah. Di kawasan Asia tenggara Sharing masing – masing negara terhadap total FDI Inflow di Kawasan ASEAN dapat dilihat pada gambar 1.
Oleh karena peningkatan FDI dianggap penting dalam menjamin kelangsungan pembangunaan, sebab terjadinya FDI disuatu negara akan diikuti dengan transfer of technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih
Brunei Darussalam
1%
Cambodia 1%
Indonesia
20% Lao PDR 0%
Malaysia 12%
Myanmar 2%
Philippines 2%
Singapore 50%
Thailand 4% Viet Nam
8%
Gambar 1. Share FDI Negara ASEAN Terhadap Total FDI di Kawasan ASEAN Tahun 2013
profitable. Sebagai bentuk aliran modal yang bersifat jangka panjang dan relatif tidak rentan terhadap gejolak perekonomian, FDI diharapkan untuk membantu mendorong pertumbuhan investasi yang sustainable di kawasan ASEAN.
Untuk mengetahui faktor-faktor penentu masuknya FDI di kawasan ASEAN, maka penelitian ini memilih 10 negara ASEAN ( Brunai Darusalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Myanmar, Vietnam dan Kamboja) dikarenakan faktor kedekatan geografis dan berada di satu kawasan ekonomi yang sama yaitu ASEAN.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi masuknya foreign direct investment ke negara di kawasan ASEAN. Peneliti membatasi variabel Gross Domestic Product, Suku Bunga, Tingkat Inflasi, Corupcy Perception Index sebagai variabel bebas yang memiliki pengaruh terhadap nilai Foreign Domestic Invesment di Kawasan ASEAN. Dan data yang digunakan penulis merupakan data sekunder dari Tahun 2000 sampai Tahun 2013 yang berasal dari sumber – sumber seperti Data World Bank, Data Corruption Perseption Index, Data Foreign Direct Invesment ASEAN resources.
Uji Spesifikasi Model Regresi Data Panel
Untuk menentukan pendekatan atau metode dalam estimasi regresi data panel, prosedur yang harus dilakukan dalam estimasi regresi data panel yaitu 1) Uji CHOW untuk memilih antara pendekatan Pooled Least Square (PLS) dan
Fixed Effect Model (FEM);
2) Uji Haussman untuk memilih antara pendekatan Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effet Model (REM).
1) Uji CHOW
Uji CHOW digunakan untuk memilih metode yang paling sesuai antara Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect Model (FEM). Hipotesis yang diajukan untuk uji CHOW adalah:
H0 : model PLS H1 : model FEM
Tabel 4.6. Hasil statistik uji chow (likelihood test)
Effect Test Statistic d.f. Prob
Cross-section F 36.088345 (9,126) 0.0000
Sumber : Data sekunder, diolah dengan eviews 6.
Dari hasil uji CHOW yang ditunjukkan oleh Tabel 4.6 diperoleh hasil bahwa nilai cross-section F hitung sebesar 36,088345 dan nilai F tabelnya (9;126) sebesar 1,95. Ini berarti nilai F hitungnya (36,088345) seperti yang ditampilkan
pada tabel 4.6 lebih besar daripada nilai F tabel (1,95), sehingga hipotesa H0 ditolak dan H1 diterima , yang artinya bahwa α tidak konstan pada setiap individu dan waktu atau dengan kata lain pendekatan efek tetap (Fixed Effect Model) lebih baik dibandingkan dengan pendekatan Pooed Least Square.
2) Uji Haussman
Uji Haussman namun tidak dapat dilakukan di dalam program eviews dikarenakan untuk membuat Random Effect Mode (REM) membutuhkan jumlah cross section yang lebih besar dari koefisien estimasinya. Oleh karena kondisi tersebut maka model yang dipakai adalah Fixed Effect Model.
Hasil Estimasi Regresi Data panel dengan Metode Fixed Effect Model
Estimasi model dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak Eviews 6.0 dengan metode Fixed Effect Model (FEM) untuk melihat Gross Domestic Product (GDP), Corruption Perception Index (CPI), Suku Bunga (IR) dan Inflasi (INF) mempunyai pengaruh terhadap Foreign Direct Investment (FDI) di Kawasan ASEAN.
Dari hasil estimasi model penelitian selanjutnya akan di uji analisis ekonomi, analisis statistik dan analisis ekonometrika dengan model yang dilakukan dengan estimasi Fixed Effect Model (FEM). Pembahasan analisis ini didasarkan pada data yang telah di publikasikan secara resmi dan telah dinyatakan dalam tinjauan teori dan spesifikasi model analisis, selanjutnya akan dilakukan analisis ekonomi yang menjelaskan mengenai arti parameter yang diperoleh dari persamaan regresi linier yang telah dilakukan, selanjutnya melihat apakah parameter tersebut memiliki kesesuaian dengan teori ekonomi. Demikian juga menganalisis arti dari nilai koefisien dan pengaruh perubahan variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable).
Hasil Estimasi Regresi Data Panel dengan Fixed Effect Model Dependent Variable: FDI?
Method: Pooled EGLS (Cross-section SUR) Date: 08/09/15 Time: 09:27
Sample: 1 14
Included observations: 14 Cross-sections included: 10
Total pool (balanced) observations: 140
Linear estimation after one-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4239.744 548.9362 7.723565 0.0000 GDP? 0.839000 0.063285 13.25759 0.0000 CPI? -939.1483 137.3723 -6.836518 0.0000 IR? -176.0091 19.51920 -9.017230 0.0000
INF? 22.11490 9.006048 2.455561 0.0154 Fixed Effects
(Cross)
_BDS—C -24082.32
_CAM—C 468.6682
_INA—C 5854.531
_LAO—C -252.5527
_MAL—C 1924.244
_MYA—C -173.1819 _PHI—C 220.2663 _SIN—C 7013.984
_THA—C 4863.929
_VIE—C 4162.435
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables)
Weighted Statistics
R-squared 0.885109 Mean dependent var 1.665105 Adjusted R-squared 0.873255 S.D. dependent var 3.217198 S.E. of regression 1.005545 Sum squared resid 127.4012 F-statistic 74.66853 Durbin-Watson stat 1.945971 Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.804630 Mean dependent var 6185.486 Sum squared resid 3.43E+09 Durbin-Watson stat 1.030215 Sumber : Data Sekunder diolah dengan Eviews 6.0
Berdasarkan output estimasi regresi data panel dengan metode Fixed Effect Model di atas, maka hasil estimasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7 diatas.
Intrepretasi pada pemilihan model akhir yang digunakan dalam penelitian ini sesuai dengan hasil output data dan sesuai dengan pengujian yang telah dilakukan pada penelitian ini yaitu model yang digunakan adalah Fixed Effect Model.
Seperti yang diketahui dalam Fixed Effect Model , perbedaan karakteristik individu dan waktu diakomodasikan pada intercept sehingga intercept FDI dari masing – masing negara di kawasan ASEAN berbeda beda begitu juga dengan konstanta yang dimilki berbeda – beda sehingga persamaan model secara masing
– masing negara di kawasan ASEAN juga berbeda. Namun secara umum persamaan dari penelitian ini sebagai berikut :
FDI = C + 0.839000 GDP - 939.1483 CPI - 176.0091 IR + 22.11490 INF Hasil Uji Statistik
Berdasarkan output estimasi regresi data panel dengan metode Fixed Effect Model pada tabel 4.6 di atas, maka hasil estimasi tersebut dengan melihat nilai t- statistic dan probabilitas masing-masing variabel dengan menggunakan α = 5%, dapat dinyatakan hal-hal sebagai berikut:
a. Analisis Deskriptif Statistik
Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran secara umum dari data yang digunakan dengan menggunakan metode data panel. Pada tabel 4.8 menunjukkan statistik deskriptif atas variabel – variabel yang digunakan pada permodelan data panel yang digunakan pada penelitian ini.
Statistik Deskriptif Variabel FDI
FDI? GDP? CPI? IR? INF?
Mean 6185.486 8036.410 3.134286 11.21521 5.459286 Median 1835.000 1791.800 2.600000 9.795000 3.850000 Maximum 60645.00 55183.00 9.400000 24.00000 57.20000 Minimum -4550.000 124.0000 0.000000 4.600000 -6.300000 Jarque-Bera 1002.823 140.8161 37.35910 13.29915 2424.820 Probability 0.000000 0.000000 0.000000 0.001295 0.000000
Observations 140 140 140 140 140
Sumber : Hasil Output Data Panel Eviews 6
Uji normalitas dapat digunakan untuk mengetahui apakah residual telah terdistribusi secara normal dapat dilihat melalui probability atas Jarque Berra dan tingkat signifikan sebesar 95% (α = 5%), maka dari tabel 4.4 dapat di jelaskan bahwa variabel GDP,CPI,IR dan INF telah terdistribusi secara normal.
b. Hasil uji serempak (F-statistik)
Nilai F-hitung sama dengan 74,66853 (lebih besar dari F0,05 (4)(∞) tabel = 2,37). Berarti secara bersama-sama (serempak) variabel-variabel bebas (GDP,CPI, IR dan INF) berpengaruh terhadap variabel terikat Foreign Direct Invesment (FDI) di kawasan ASEAN. Hasil estimasi telah memenuhi uji kesesuaian model untuk uji serempak, sehingga hasil estimasi dapat digunakan untuk analisis.
c. Hasil koefisien determinasi (R2)
Nilai R2 terletak diantara angka 0 dan angka 1. Apabila nilai R2 sama dengan 1 berarti menyatakan bahwa variabel-variabel bebas menjelaskan 100 persen variasi terhadap variabel terikat. Sebaliknya, Nilai R2 sama dengan 0,
berarti menyatakan bahwa variabel-variabel bebas dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi terhadap variabel terikat. Estimasi model dikatakan lebih baik kalau R2 semakin dekat dengan 1 (Gujarati, 2003).
Dari Hasil Pengolahan data yang dianilisis penulis dengan menggunakan program Eview 6,0 didapat estimasi model R2 sebesar 0,885109. Artinya, keberadaan variabel-variabel bebas (GDP,CPI,IR dan INF) mampu menjelaskan variabel terikat (FDI) sebesar 88,51 persen, selebihnya yang 11,49 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model. Dengan R2 sebesar 0,8851, maka hasil estimasi memenuhi uji kesesuaian dari aspek koefisien determinasi, sehingga hasil estimasi model layak untuk dianalisis.
d. Hasil uji Parsial (t-test)
Berdasarkan hasil Uji parsial atau yang disebut uji tingkat-penting (test of significance). Nilai t-hitung GDP sama dengan 13.25759 dengan probability sebesar 0.0000 maka nilai t hitung lebih besar dari nilai probabilitas dengan dfα = 0,05 yang artinya Ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima dan secara parsial variabel GDP berpengaruh signifikan terhadap Foreign Direct Investment di kawasan ASEAN pada tingkat kesalahan sebesar 5 persen. Untuk variabel Corruption Perception Index (CPI) dengan nilai t statistik sebesar -6,836518 dan dengan probability sebesar 0.0000 maka nilai t - statistik lebih kecil dari probabilitas dengan dfα = 0,05, artinya Ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak dan secara parsial variabel CPI berpengaruh tidak signifikan terhadap Foreign Direct Investment di kawasan ASEAN. Sedangkan pada variabel Suku bunga (IR) dengan nilai t statistik sebesar -9,017230 dan dengan probability sebesar 0.0000 maka nilai t - statistik lebih kecil dari probabilitas dengan dfα = 0,05, artinya Ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak dan secara parsial variabel IR berpengaruh tidak signifikan terhadap Foreign Direct Investment di kawasan ASEAN. Untuk Nilai t-hitung Inflasi (INF) sama dengan 2,455561 dengan probability sebesar 0.0154 maka nilai t hitung lebih besar dari nilai probabilitas dengan dfα = 0,05 yang artinya Ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak dan secara parsial variabel INF berpengaruh signifikan terhadap Foreign Direct Investment di kawasan ASEAN.
Pengujian Asumsi
Dikarenakan model yang dgunakan oleh penulis merupakan regresi linier berganda, maka permasalahan yang akan terjadi pada model ini tidak terlepas dari adanya 3 pelanggaran asumsi yaitu heterokedastisitas (heterocedasticity), multikolinearitas (multicolinearity) dan autokorelasi (autocorelation).
1) Uji Heterokedastisitas (Heterocedasticity)
Menurut Gujarati (2003) dalam bukunya Basic Economics, permasalahan terjadinya pelanggaran heterokedastisitas dapat diatasi dengan menggunakan metode GLS (Generated Least Square). Pada model ini penulis telah memberikan perlakuan melalui white heterocedasticity – consistant variance
test untuk mengantisipasi data yang tidak bersifat homokedastis. Hasil output regresi yang tertera pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa dengan tingginya nilai adjusted sebesar 0,873255 yang berati variasi dari variabel terikat (FDI) dapat dijelaskan oleh variabel bebas (GDP,CPI,IR dan INF) sebesar 87,33 % mengindikasikan bahwa variabel bebas yang diuji ini cukup baik dalam menjelaskan variabel terikatnya.
2) Uji Otokorelasi ( Autocorrelation)
Untuk mengetahui adanya masalah autokorelasi pada model yang digunakan oleh penulis maka dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Untuk uji Durbin watson sesuai dengan jumlah observasi yang dilakukan penulis maka df ( 140 – 4 – 1) = 135 dan α = 0,05, tabel DW menunjukkan dl = 1,6584 dan du = 1,7802, sedangkan nilai dari olahan data ouput menggunakan eviews pada tabel 4.5 terlihat bahwa nilai Durbin – Watson stat sebesar 1.945971. Maka sesuai dengan aturan nilai pada yang berada pada kisaran kaidah ke -5 (dU d 4dU )Maka nilai durbin watson terletak pada range di kaidah ke 5 (1,78 ≤ 1,94 ≤ 2,22) . Maka dapat disimpulkan bahwa pada model tersebut tidak terjadi masalah autokorelasi positif amaupun autokorelasi negatif..
3) Uji Multikolineritas (Multicolinearity)
Permasalahan multikolineritas pada regresi linier berganda salah satunya dapat diselesaikan melalui penggunaan data panel, karena dengan menggunakan data panel maka akan menghasilkan data yang lebih banyak yang merupakan salah satu solusi untuk mengatasi apabila terjadi masalah multikolineritas pada model yang digunakan (Gujarati, 2003). Untuk lebih menguatkan pernyataan tersebut, penulis melakukan uji multikolinearitas dengan menggunakan correlation matrix.
Correlation Matrix VARIABE
L GDP CPI IR INF
GDP 1.000000 0.637463 -0.550916 -0.274321 CPI 0.637463 1.000000 -0.545052 -0.291780 IR -0.550916 -0.545052 1.000000 0.343223 INF -0.274321 -0.291780 0.343223 1.000000 Sumber : Hasil Output eviews 6.0
Tabel di atas memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel bebas dengan nilai lebih dari 0,9. Data dikatakan teridentifikasi multikolineritas apabila koefiein korelasi antar variabel independen yaitu lebih dari 0,9 atau sama dengan 1 (Gujarati, 2003). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa antar variabel bebas terhadap data panel pada penelitian ini tidak terdapat multikolinearitas.
Pengujian hipotesis pada masing – masing variabel bebas terhadap FDI di kawasan ASEAN
Pengujian hipotesis pada masing-masing variabel bebas terhadap variabel terkait (FDI) pada penelitian ini dilakukan melalui 2 tahapan yaitu uji signifikansi dengan probability atas p – value dan uji arah atas nilai koefisien.
a) Variabel Gross Domestic Product (GDP)
Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p-value t-stat. Dari hasil regresi didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%) variabel GDP memiliki p-value t-stat 0,0000, karena nilai tersebut
< 0,05 maka variabel ini berada pada kondisi tolak H0. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel GDP merupakan variabel yang mempengaruhi FDI di kawasan ASEAN.
Kemudian penjelasan atas uji arah untuk melihat hubungan antara kedua variabel apakah hubungan positif atau negatif dengan melihat koefisiennya. Dari hasil regresi output data perlakuan atas uji arah ditemukan bahwa hubungan kedua variabel berhubungan positif sebesar 0.839000. hal ini menjelaskan bahwa apabila GDP di kawasan ASEAN meningkat sebesar US$1 maka nilai FDI dikawasan ASEAN akan meningkat sebesar US$0.839 juta.
b) Variabel Corruption Perception Index (CPI)
Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p-value t-stat. Dari hasil regresi didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%) variabel CPI memiliki p-value t-stat 0,0000, karena nilai tersebut
< 0,05 maka variabel ini berada pada kondisi tolak H0. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel CPI merupakan variabel yang mempengaruhi FDI di kawasan ASEAN.
Kemudian penjelasan atas uji arah untuk melihat hubungan antara kedua variabel apakah hubungan positif atau negatif dengan melihat koefisien. Dari hasil regresi output data perlakuan atas uji arah ditemukan bahwa hubungan kedua variabel berhubungan negatif sebesar 939.1483. Hal ini menjelaskan bahwa apabila nilai ineks korupsi (CPI) di kawasan ASEAN meningkat sebesar 1 indeks maka nilai FDI dikawasan ASEAN akan menurun sebesar US$939.1483 juta . c) Variabel Interest Rate (IR)
Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p-value t-stat. Dari hasil regresi didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%) variabel IR memiliki p-value t-stat 0,0000, karena nilai tersebut <
0,05 maka variabel ini berada pada kondisi tolak H0. Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa variabel IR merupakan variabel yang mempengaruhi FDI di kawasan ASEAN.
Kemudian penjelasan atas uji arah untuk melihat hubungan antara kedua variabel apakah hubungan positif atau negatif dengan melihat koefisiennya. Dari hasil regresi output data perlakuan atas uji arah ditemukan bahwa hubungan kedua variabel berhubungan negatif sebesar 176.0091. Hal ini menjelaskan bahwa apabila Interest Rate (IR) di kawasan ASEAN meningkat sebesar 1% maka nilai FDI dikawasan ASEAN akan menurun sebesar US$176.0091 juta
d) Variabel Inflasi (INF)
Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas dapat dilihat dari nilai p-value t-stat. Dari hasil regresi didapatkan bahwa dengan tingkat signifikansi 95% (α = 5%) variabel Inflasi (INF) memiliki p-value t-stat 0,0154, karena nilai tersebut < 0,05 maka variabel ini berada pada kondisi tolak H0. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa variabel INF merupakan variabel yang mempengaruhi FDI di kawasan ASEAN.
Kemudian penjelasan atas uji arah untuk melihat hubungan antara kedua variabel apakah hubungan positif atau negatif dengan melihat koefisiennya. Dari hasil regresi output data perlakuan atas uji arah ditemukan bahwa hubungan kedua variabel berhubungan positif sebesar 22.11490. Hal ini menjelaskan bahwa apabila tingkat Inflasi (INF) di kawasan ASEAN meningkat sebesar 1% maka nilai FDI dikawasan ASEAN akan meningkat sebesar US$22.1149 juta.
Dari penjelasan diatas dan berdasarkan hasil regresi output menggunakan eviews 6,0 maka keterikatan antara variabel bebas (GDP,CPI,IR dan INF) terhadap variabel terikat FDI dapat digambarkan pada tabel 4.7 sebagai berikut : Tabel 4.10. Tabel Hubungan Variabel Bebas (GDP,CPI,IR,INF) terhadap
variabel terikat (FDI) di kawasan ASEAN
Variabel Hubungan
yang ditemukan
Signifikansi
Coefficient Positif (+) Signifikan
Gross Domestic Product (GDP) Positif (+) Signifikan Corruption Perception Index (CPI) Negatif (-) Signifikan
Interest Rate (IR) Negatif (-) Signifikan
Inflation (INF) Positif (+) Signifikan
Pengaruh Variabel Gross Domestic Product, Tingkat Suku Bunga, Inflasi dan Corruption Perception Index (CPI) terhadap Fixed Direct Investment (FDI) di kawasan ASEAN di tinjau dari perspektif ekonomi.
Di era gobalisasi yang terjadi saat ini, dampak dari peristiwa yang terjadi di suatu negara dapat mempengaruhi kondisi perekonomian negara lain atau kawasan ekonomi lainnya. Misalnya pada tahun 2008 dimana terjadi krisis keuangan di negara Amerika yang kemudian berimbas terhadap krisis yang terjadi di Uni Eropa akibatnya turut mempengaruhi kegiatan ekonomi negara-negara lain dan hal ini juga berimbas di negara kawasan ASEAN. Dalam menanamkan modalnya pada sektor riil, biasanya para investor akan mempertimbangkan resiko ekonomi dikarenakan FDI merupakan investasi yang bersifat jangka panjang.
Faktor resiko ekonomi merupakan faktor yang paling sulit diukur dikarenakan masih banyak perdebatan mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat dikategorikan ke dalam faktor resiko ekonomi Calhoun (2003). Namun di dalam penelitian ini, variabel GDP, suku bunga, inflasi dan corruption perception index di masukkan ke dalam kelompok faktor resiko ekonomi yang dapat mempengaruhi FDI.
Hasil regresi persamaan FDI menunjukkan bahwa GDP pada periode tahun 2000 hingga 2013 berpengaruh positif terhadap FDI di negara ASEAN pada periode 2003 hingga 2011. Nilai koefisien variabel GDP sebesar 0,839000 dan bertanda positif menyatakan bahwa setiap peningkatan DGDP sebesar US$ 1 maka akan meningkatkan nilai FDI sebesar US$0,839Juta. Hasil ini menunjukkan peningkatan variabel GDP akan menambah jumlah FDI dikawasan ASEAN. Hal ini dapat dikarenakan nilai variabel FDI dan GDP menunjukkan tren yang positif.
Adapun hasil penelitian yang berhubungan antara PDB terhadap FDI diantaranya hasikl penelitian yang dilakukan Wen-Jen dan Min Ching (2004) yang meneliti empat negara lainnya di kawasan ASEAN (Kamboja, Laos, Vietnam dan Myanmar) menemukan bahwa pendapatan per kapita menjadi utama FDI selain variabel keterbukaan ekonomi. Sementara menurut Calhoun (2003) perkembangan ekonomi suatu negara yang dicerminkan oleh pendapatan nasional dan pendapatan per kapita dapat berpengaruh positif terhadap masuknya FDI ke dalam suatu negara.
Selanjutnya variabel lain yang dimasukkan ke dalam faktor resiko ekonomi adalah variabel suku bunga. Suku bunga adalah harga dana yang dapat dipinjam (loanable funds) yang besarnya ditentukan oleh preferensi dan sumber pinjaman berbagai pelaku ekonomi pasar. Suku bunga tidak hanya dipengaruhi perubahan preferensi para pelaku ekonomi, dalam hal peminjaman pemberian pinjaman, tetapi dipengaruhi perubahan daya beli uang. Kenaikan dan penurunan suku bunga domestik akan mempengaruhi minat berinvestasi para investor asing.
Karena apabila investor melakukan penanaman modal asing di suatu negara maka tingkat suku bunga domestik di negara tersebut akan menambah biaya dan mengurangi keuntungan yang akan diperoleh investor dikarenakan pada umunya
dana yang digunakan untuk berinvesatasi adalah dana yang berasal dari lembaga perbankan.
Menurut Teori Klasik, keputusan apakah suatu investasi akan dilakukan atau tidak dilakukan tergantung dari tingkat suku bunga yang merupakan biaya dari penggunaan dana. Dimana, semakin tinggi tingkat suku bunga maka keinginan untuk melakukan investasi akan semakin rendah. Hal tersebut disebabkan tingginya tingkat suku bunga yang merupakan biaya dari penggunaan dana atau cost of capital akan berakibat pada semakin bertambahnya dana yang harus dibayarkan oleh investor. Suku bunga yang tinggi juga akan membuat investor akan mempertimbangkan untuk mengalihkan dananya untuk investasi di sektor keuangan atau portfolio yang lebih menjanjikan return yang lebih besar.
Meningkatnya suku bunga pinjaman disebabkan oleh beberapa faktor antara lain inefisiensi perbankan dimana biaya overhead perbankan yang masih tinggi, masih tingginya resiko dalam pemberian kredit/pinjaman dan lain-lain. Sementara, sebaliknya jika suku bunga rendah maka biaya yang di keluarkan oleh investor juga semakin kecil hingga keinginan untuk melakukan investasi akan semakin besar. Kegiatan investasi hanya akan dilakukan apabila tingkat pengembalian modal lebih besar dari pada tingkat bunga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa suku bunga pinjman (lending rate) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap FDI di kawasan negara ASEAN. Nilai koefisien variabel Suku Bunga sebesar 176.0091 dan bertanda negatif menyatakan bahwa setiap peningkatan 1%
suku bunga pinjaman akan menurunkan nilai FDI sebesar US$176.0091juta.
Menurut pendapat peneliti hasil ini menunjukkan bahwa investor melihat suku bunga pinjaman sebagai faktor biaya opportunity, dimana semakin tinggi suku bunga pinjaman maka tingkat resiko ekonomi semakin meningkat. Hasil peneltian ini sesuai dengan penelitian O’Toole and Tarp (2012) yang melingkupi 90 negara berkembang, dimana mereka juga menemukan bahwa peningkatan suku bunga akan mengurangi minat untuk berinvestasi.
Dikarenakan pada umumnya investor cenderung tidak menyukai ketidak pastian regulasi dalam pengurusan investasi (karena akan menambah biaya investasi) maka indeks persepsi korupsi di dalam penelitian ini juga di masukkan ke dalam salah satu variabel yang mewakili resiko ekonomi. Nilai koefisien variabel CPI sebesar 939.1483 dan bertanda negatif yang menyatakan bahwa setiap peningkatan CPI sebesar 1 maka akan menurunkan persentase FDI sebesar US$939.1483juta. Hasil ini menunjukkan variabel CPI akan ikut mengurangi jumlah investasi di kawasan ASEAN dengan hasil yang signifikan. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan variabel indeks persepsi korupsi yang mewakili faktor ketidakpastian regulasi ternyata pengaruhnya signifikan terhadap FDI.
Pendapat peneliti mengenai hasil ini adalah bahwa praktek korupsi yang terjadi membawa keuntungan dan kemudahan bagi beberapa perusahaan sehingga
keuntungan tersebut dapat menetralisir efek buruk korupsi terhadap investasi yang terkait dengan ketidakpastian regulasi yang akan berakibat bertambahnya biaya operasional perusahaan. Namun bukan berarti bahwa korupsi tidak berbahaya, oleh karena penelitian ini hanya memakai variabel corruption perception index untuk mengukur korupsi dan belum memasukkan variabel-variabel lain yang juga dapat digunakan untuk mengukur ketidak pastian regulasi akibat efek dari kualitas birokrasi yang buruk. Hasil yang sama juga di peroleh dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh Asiedu (2008) yang meneliti efek korupsi terhadap pertumbuhan investasi di negara-negara latin amerika, sub sahara afrika dan negara-negara berkembang lainnya serta penelitian Adiyudawansyah dan Santoso (2014) yang meneliti faktor yang mempengaruhi Foreign Direct Investment di lima negara di ASEAN menemukan bahwa peningkatan CPI berpengaruh negatif terhadap peninmgkatan FDI Inflow di lima negara ASEAN tersebut.. Adapun hasil berbeda di tunjukkan oleh Bisson (2012) yang dalam penelitiannya yang meneliti kualitas birokrasi di 45 negara berkembang di wilayah Afrika, Asia dan Amerika Latin dan menemukan variabel Index Regulasi, Indeks Kontrol Korupsi dan Indeks Stabilitas politik yang menemukan bahwa membaiknya kualitas birokrasi akan berdampak positif terhadap FDI . Dan hasil lainnya diperoleh Kusumastuti (2008) yang juga memakai variabel indeks persepsi korupsi untuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi FDI di negara group ASEAN(6), Korea Selatan, China dan India dan menemukan bahwa hubungan korupsi yang juga diproksi dengan variabel indeks persepsi korupsi berdampak positif terhadap investasi.
Faktor resiko ekonomi lainnya yang perlu dipertimbangkan oleh investor untuk melakukan investasi di suatu negara atau kawasan adalah kondisi inflasi di suatu wilayah. Inflasi adalah kenaikan harga – harga barang secara umum dan terjadi secara terus menerus selama beberapa periode. Seperti diketahui bahwa tingkat inflasi yang tinggi dan tidak terkendali akan membuat investor sulit untuk mengambil keputusan bisnis karena inflasi yang tinggi merupakan gambaran adanya ketidakpastian ekonomi.
Dari hasil regresi persamaan FDI menunjukkan bahwa Inflasi pada periode tahun 2000 hingga 2013 berpengaruh positif terhadap FDI di negara ASEAN pada periode 2003 hingga 2011. Nilai koefisien variabel Inflasi sebesar 22.11490 dan bertanda positif menyatakan bahwa setiap peningkatan Inflasi sebesar 1%
maka akan meningkatkan nilai FDI sebesar US$22.11490Juta. menurut hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan variabel inflasi akan menambah jumlah FDI dikawasan ASEAN. Hal ini dapat dikarenakan nilai variabel FDI dan GDP menunjukkan tren yang positif. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang penelitian Febrina dan Sumiyati (2014) yang mendapatkan hasil bahwa indeks kebijakan makroekonomi (inflasi, defisit anggaran, dan keterbukaan perdagangan)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Foreign Direct Investment di negara kelompok ASEAN-6 (Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand dan Brunai Darussalam).
Pustaka Acuan:
ASEAN Statistic, 2014. ASEAN Foreign Direct Investment Statistics Database as of 1 August 2014. Jakarta : The ASEAN Secretariat (http://www.asean.org/news/item/foreign-direct-investment- statistics, diakses 14 Desember 2014)
Asiedu, Elizabeth. 2008. The Effect of Corruption on Investment Growth:
Evidence from Firms in Latin America, Sub-Saharan Africa and Transition Countries. University of Kansas, Department of Economics. Working paper No. 200802
Bank Indonesia. 2013. http://www.bi.go.id diakses 7 Februari 2015
Bissoon, Ourvashi. 2012. Can Better Institutions Attract More Foreign Direct Investment (FDI) ? Evidence from Developing Countries. International Research Journal of Finance and Economics. ISSN 1450-2887 Issue 82.
Calhoun, Mikelle A. 2003. Country risk : Its Measurement and Impact on Foreign Direct Investment. UMI Microform. No.3102528
Case, Karl E., Fair, Ray C. 2007. Prinsip-Prinsip Ekonomi. Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Febrina, Puspa dan Sumiyati, 2014. Pengaruh Kebijakan Makroekonomi Dan Kualitas Kelembagaan Terhadap Foreign Direct Invesment di ASEAN -6 (Analisis Panel Data), Universitas Trisakti .Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 1 Nomor 2 September 2014
Firdaus, Muhammad. 2011. Ekonometrika : Suatu Pendekatan Aplikatif , Edisi Kedua. Jakarta : Bumi Aksara
Gujarati, Damodar N. 2004. Basic Econometrics. 5 ed. New York: The McGraw−Hill Companies.
Hasen, Ben-Taher., Gianluigi, Giorgioni. 2007. The Determinants of Foreign Direct Investment: A Panel Data Study on AMU Countries. Liverpool
Business School.
Hill, Hal. 2001. Ekonomi Indonesia, Edisi Kedua, Alih Bahasa Tri Wibowo Budi Santoso dan Hadi Susilo. Jakarta : PT. Raja Grafindo Perkasa
Kuncoro, Mudrajad. 1997.Ekonomi Pembangunan : Teori, Masalah dan Kebijakan. Yogyakarta : UPP AMP YKPN
Kusumastuti, Sri Yani. 2008. Penanaman Modal Asing dan Pertumbuhan Industri Di Asean(6), China, India, dan Korea Selatan 1999-2004. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol.23. Jakarta: FE Univ. Trisakti
Kusumawardani, Amanda. 2014 . Bank Dunia: MEA 2015 Dongkrak FDI Asean.
(online) (http://www. Bisnis.com/Bank Dunia MEA 2015 Dongkrak FDI Asean _ Quick News.htm, diakses 13 Desember 2014)
Krugman, Paul. R. 2003. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada
Lipsey, G. Richard, Courant N. Paul, Purvis . D Douglas and Steiner O. Peter, 1995. Pengantar Makroekonomi Jilid I, Edisi Kesepuluh, Alih Bahasa : A Jaka Wasana, Kirbrandoko dan Budijanto. Jakarta : Binarupa Aksara.
Makki, S. and Somwaru, A .2004 Impact of Foreign Direct Investment and Trade on Economic Growth: Evidence from Developing Countries, American Journal of Agricultural Economics (online) 86(3): 795 – 801 (http://search.proquest.com/docview/216802106?accountid=31434, diakses 09 Desember 2014)
Mankiw, N. Gregory. 2007. Makroekonomi, Edisi Keenam, Alih Bahasa : Imam Nurmawan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mengistu, Berhanu and Samuel, Adams. 2007. Foreign Direct Investment, Governance and Economic Development in Developing Countries.
Scholarly Journals in Political Science, Business And Economics (online) Vol. 3 (http://search.proquest.com/docview/216802106?accountid=31434,
diakses 09 Desember 2014).
Nachrowi, Usman, dan Hardius. 2006. Pendekatan Populer dan PraktisEkonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Nanga, Muana. 2001. Makro Ekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Nopirin. 2009. Ekonomi Moneter II. Yogyakarta : Penerbit BPFE.
O’Toole, Conor M., Tarp, Finn. 2012. Corruption and the Efficiency Of Capital Investment In Developing Countries. UNU-WIDER, Working Paper:2012/27.
Samuelson, Paul dan Nordhaus, William.D. 2004. Ilmu Makroekonomi . Jakarta : Penerbit Media Global Edukasi
Shao, J.,Ivanov, P.C.,Podobnik,B.,Stanley, H.E. 2007. Quantitative Relations Between Corruption and Economic Factors. The European Physical Journal(online) ( http : // en.m.wikipedia.org / wiki / Corruption_Perception_Index, diakses 10 Maret 2015)
Sukirno, Sadono. 2002. Makro Ekonomi : Pengantar Teori. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
The Brunei Times. 2013. Brunei Steps up to fight corruption ( www.bt.com.bn diakses 25 Juli 2015)
Todaro. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid I, Edisi Ketujuh Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Todaro. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga Jilid II, Edisi Ketujuh Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Transparancy International. 2011. Corruption Perception Index (http://transparancy.org diakses 10 Maret 2015)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Wen-Jen, Hsieh., Min-Ching, Hong. 2004. The Determinants of Foreign Direct Investment in Southeast Asian Transition Economies. National Cheng Kung University. Tainan (70101)
Widaryono, Agus. 2007. Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII.
Winarno, Wing Wahyu, 2015. Analisis Ekonomterika dan Statistik dengan Eviews. Edisi Keempat. Yogyakarta : UPP STIM YPKN
Yusuf, Muhammad. 2013. Ekonomi Internasional. Medan : Unimed Press